analisis pendapat ulama tentang nikah sirri serta akibatnya bagi isteri dan keturunannya

92
ANALISIS PENDAPAT ULAMA’ KOTA PONTIANAK TENTANG NIKAH SIRRI DAN AKIBATNYA BAGI ISTRI SERTA KETURUNANNYA S K R I P S I DISUSUN OLEH: A H M A D J U N A I D I NIM : 07.010.1144 NIMKO : 07.11.09.0203.00059 JURUSAN SYARI’AH PROGRAM STUDI AHWAL ASY SYAKHSIYYAH SEKOLAH TINGGI ILMU SYARI’AH (STIS) SYARIF ABDURRAHMAN PONTIANAK TAHUN 2011 M/1433 H PERSETUJUAN PEMBIMBING

Transcript of analisis pendapat ulama tentang nikah sirri serta akibatnya bagi isteri dan keturunannya

Page 1: analisis pendapat ulama tentang nikah sirri serta akibatnya bagi isteri dan keturunannya

ANALISIS PENDAPAT ULAMA’ KOTA PONTIANAK

TENTANG NIKAH SIRRI DAN AKIBATNYA BAGI ISTRI

SERTA KETURUNANNYA

S K R I P S I

DISUSUN OLEH:

A H M A D J U N A I D I

NIM : 07.010.1144

NIMKO : 07.11.09.0203.00059

JURUSAN SYARI’AH

PROGRAM STUDI AHWAL ASY SYAKHSIYYAH

SEKOLAH TINGGI ILMU SYARI’AH (STIS)

SYARIF ABDURRAHMAN

PONTIANAK

TAHUN 2011 M/1433 H PERSETUJUAN PEMBIMBING

Page 2: analisis pendapat ulama tentang nikah sirri serta akibatnya bagi isteri dan keturunannya

2

ANALISIS PENDAPAT ULAMA’ KOTA PONTIANAK TENTANG NIKAH

SIRRI DAN AKIBATNYA BAGI ISTRI SERTA KETURUNANNYA

A H M A D J U N A I D I

NIM : 07.010.1144

NIM KO : 07.11.09.0203.00059

Menyetujui:

Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

( Drs. M. Rahmatullah, M. Ag ) ( Idham, S.H, M.H )

Mengetahui;

Ketua

( Drs. M. Rahmatullah, M. Ag )

Page 3: analisis pendapat ulama tentang nikah sirri serta akibatnya bagi isteri dan keturunannya

3

LEMBAR PENGESAHAN

ANALISIS PENDAPAT ULAMA’ KOTA PONTIANAK TENTANG NIKAH

SIRRI DAN AKIBATNYA BAGI ISTRI SERTA KETURUNANNYA

Ditetapkan di : Pontianak

Hari/Tanggal : 12 Desember 2011

Pukul : 16.00 – 17.30

Tim Penguji;

Ketua Sekretaris

( Drs M. Rahmatullah, M. Ag ) ( Abdul Hadi, SH )

Penguji I Penguji II

( H. Baidillah Riyadhi, S. Ag, M. Ag ) ( Gito Saroso, S. Ag, M. Ag )

Pembimbing I Pembimbing II

( Drs. M. Rahmatullah, M. Ag ) ( Idham, SH, MH )

Mengetahui;

Ketua

( Drs. M. Rahmatullah, M. Ag )

Page 4: analisis pendapat ulama tentang nikah sirri serta akibatnya bagi isteri dan keturunannya

4

ABSTRAK

AHMAD JUNAIDI, ANALISIS PENDAPAT ULAMA’ KOTA PONTIANAK

TENTANG NIKAH SIRRI DAN AKIBATNYANYA BAGI ISTRI SERTA

KETURUNANNYA. Skripsi, Pontianak : Jurusan Syari‟ah, Prodi Ahwal Asy-

Syakhsiyyah, Sekolah Tinggi Ilmu Syari‟ah (STIS) Syarif Abdurrahman.

Tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia dan kekal.

Karena itu, suami istri saling melengkapi dan saling menutupi kekurangan-

kekurangan satu sama lain. Perkawinan adalah sah menurut hukum agama selama

syarat dan rukunnya terpenuhi.

Perkawinan bukan hanya sebuah perbuatan yang mulia untuk mengatur

kehidupan dan keturunan, tapi juga merupakan jalan menuju perkenalan antara satu

kaum dengan kaum yang lain agar tercipta suasana kehidupan masyarakat yang baik

di segala aspek.

Untuk tujuan yang mulia itu, pemerintah membuat peraturan perundang-

undangan yang mengatur tentang pernikahan dan segala hal yang berkaitan

dengannya. Salah satu di antaranya adalah bahwa pernikahan itu harus dicatatkan di

KUA atau oleh Petugas PPN.

Adapun rumusan masalah pada skripsi ini adalah bagaimana pendapat ulama‟

Kota Pontianak tentang nikah sirri, bagaimana dampak negatif nikah sirri, dan

bagaimana ulama‟ Kota Pontianak dalam memberikan solusi jika nikah sirri sudah

terlanjur terjadi.

Sedangkan tujuan penelitian ini adalah untuk mengungkap pendapat ulama‟

Kota Pontianak tentang nikah sirri. Untuk mencapai tujuan tersebut, penulis

menggunakan data tertulis (arsip) dan data tidak tertulis (wawancara) dengan

beberapa ulama‟ di Kota Pontianak. Selanjutnya, metode yang digunakan oleh

penulis adalah metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif, karena data-data yang

dihasilkan adalah data-data yang berupa kata-kata tertulis dan lisan.

Dari uraian deskriptif di atas, gambaran substansi dalam pembahasan skripsi

ini terfokus pada bagaimana pendapat ulama‟ kota Pontianak tentang nikah sirri dan

dampaknya serta bagaimana solusinya jika nikah sirri sudah terlanjur terjadi.

Dari hasil penelitian yang diperoleh, bahwa hukum Islam tidak mengenal

istilah nikah sirri. Praktek nikah sirri adalah bentuk pelanggaran administratif dan

bentuk ketidakpatuhan masyarakat terhadap pemerintah yang tidak ada kaitannya

terhadap status sah atau tidaknya sebuah pernikahan.

Sedangkan hal-hal yang mempengaruhi sebagian masyarakat untuk

melakukan nikah sirri adalah karena faktor orang tua, faktor hamil di luar nikah,

faktor sulitnya aturan untuk berpoligami, faktor pendidikan dan biaya. Dalam praktek

nikah sirri yang sudah terlanjur tejadi, maka dapat dilegalkan dengan itsbat nikah.

Page 5: analisis pendapat ulama tentang nikah sirri serta akibatnya bagi isteri dan keturunannya

5

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan taufiq, rahmat dan

hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Terealisasinya skripsi ini tidak lepas dari dukungan berbagai fihak, baik itu

berupa dukungan moril maupun materiil. Oleh karena itu, pada kesempatan ini

penulis mengucapkan terima kasih yang tidak terhingga kepada :

1. Bapak Drs. H. M. Husain Hamzah, selaku Ketua Yayasan Syarif

Abdurrahman Pontianak.

2. Bapak Drs. Muhammad Rahmatullah, M. Ag, selaku Ketua Sekolah Tinggi

Ilmu Syari‟ah (STIS) Syarif Abdurrahman Pontianak dan selaku Dosen

Pembimbing Utama dalam penulisan skripsi ini.

3. Bapak Idham, SH, MH, selaku Dosen Pembimbing Pembantu dalam

penulisan skripsi ini.

4. Para Dosen dan Staf Akademik Sekolah Tinggi Ilmu Syari‟ah (STIS) Syarif

Abdurrahman Pontianak yang telah banyak memberikan informasi dan

motifasi dalam penulisan skripsi ini.

Page 6: analisis pendapat ulama tentang nikah sirri serta akibatnya bagi isteri dan keturunannya

6

5. Rekan-rekan mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Syari‟ah (STIS) Syarif

Abdurrahman Pontianak yang telah banyak memberikan bantuan moril

selama penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan, baik itu dalam

penyajian pembahasan dan materinya. Untuk itu, dengan kerendahan hati dan tangan

terbuka penulis menerima kritik dan saran yang bersifat membangun.

Terlepas dari besar-kecilnya materi yang terkandung di dalam skripsi ini,

penulis berharap kiranya skripsi ini dapat memberikan manfaat dan menjadi

sumbangsih bagi masyarakat luas pada umumnya dan bagi penulis pada khususnya.

Dengan keikhlasan dan kerendahan hati, penulis hanya dapat berdo‟a kepada

Allah :

Pontianak, 2 Desember 2011

Penulis

Ahmad Junaidi

NIM : 07.010.1144

Page 7: analisis pendapat ulama tentang nikah sirri serta akibatnya bagi isteri dan keturunannya

7

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN............................................................................. i

LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................. ii

ABSTRAK ....................................................................................................... iii

KATA PENGANTAR ..................................................................................... iv

DAFTAR ISI .................................................................................................... vi

DAFTAR TABEL ............................................................................................ viii

BAB I : PENDAHULUAN ......................................................................... 1

A. Latar Belakang Penelitian ........................................................ 1

B. Rumusan Masalah .................................................................... 7

C. Tujuan Penelitian ..................................................................... 7

D. Manfaat Penelitian ................................................................... 8

BAB II : NIKAH SIRRI DAN PROBLEMATIKANYA ....................... 9

A. Pengertian dan Dasar Hukum Perkawinan ................................ 9

B. Rukun dan Syarat Nikah ............................................................ 19

C. Pengertian dan Faktor Penyebab Nikah Sirri ............................ 31

BAB III : METODE PENELITIAN .......................................................... 40

1. Metode Dan Pendekatan Penelitian ........................................... 40

2. Penentuan Sumber Data Penelitian ............................................ 40

3. Pemilihan Setting Penelitian ...................................................... 41

Page 8: analisis pendapat ulama tentang nikah sirri serta akibatnya bagi isteri dan keturunannya

8

4. Tehnik Dan Alat Pengumpul Data ............................................. 41

5. Tehnik Analisa Data ................................................................... 43

6. Tehnik Pemeriksaan Keabsahan Data ........................................ 45

BAB IV : PAPARAN DATA DAN PEMBAHASAN ................................ 48

A. Gambaran Umum Kota Pontianak ........................................... 48

B. Paparan Data ............................................................................. 50

C. Pembahasan .............................................................................. 62

1. Nikah Sirri Menurut Ulama‟ Kota Pontianak ...................... 64

2. Dampak Negatif Nikah Sirri Menurut Ulama‟

Kota Pontianak ..................................................................... 67

3. Solusi Bila Nikah Sirri Sudah Terjadi .................................. 71

BAB V : PENUTUP .................................................................................. 78

A. Kesimpulan ............................................................................ 78

B. Saran ....................................................................................... 79

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 80

LAMPIRAN-LAMPIRAN ............................................................................... 82

Page 9: analisis pendapat ulama tentang nikah sirri serta akibatnya bagi isteri dan keturunannya

9

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 : Batas Wilayah Kota Pontianak .......................................... 49

Tabel 1.2 : Jumlah Penduduk Kota Pontianak Berdasarkan Umur Dan

Agama Yang Dianut ............................................................ 50

Tabel 1.3 : Jumlah Permohonan Perkara Itsbat Nikah di Pengadilan

Agama Kelas I-A Pontianak .............................................. 76

Page 10: analisis pendapat ulama tentang nikah sirri serta akibatnya bagi isteri dan keturunannya

10

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Sebagaimana dimaklumi, bahwa Islam tidak hanya mengatur masalah ibadah

mahdhah saja, seperti shalat, puasa dan haji. Akan tetapi Islam mengatur pula segala

aspek kehidupan manusia terutama kehidupan dalam rumah tangga. Masalah

kehidupan rumah tangga, Islam mengaturnya dengan lengkap dalam suatu aturan

tertentu, yaitu dalam bab munakahat.

Ketentuan-ketentuan tingkah laku manusia ada yang diatur oleh ajaran agama

yang diyakini oleh manusia sebagai sumber ajaran tertinggi yang datang dari Tuhan.

Selain itu, ketentuan-ketentuan tingkah laku manusia ada pula yang diatur oleh

hukum formal sebagai undang-undang atau peraturan yang dijadikan sebagai

landasan struktural dalam hukum bermasyarakat dan bernegara dengan institusi

hukum yang dibentuk dan disahkan oleh pemerintah.

Apapun bentuk hukum yang berlaku, baik yang formal maupun yang non

formal secara substansial bertujuan mengatur, mengikat, memberi sanksi dan

memaksa manusia sebagai subjek hukum untuk mentaati hukum tersebut. Dan

manusia sebagi subjek hukum juga menjadi pelaksana hukum yang ada, karena

kehidupan yang selalu berkaitan dengan yang lainnya mengharuskan adanya

peraturan yang mengupayakan terbentuknya norma sosial dan perlindungan terhadap

Page 11: analisis pendapat ulama tentang nikah sirri serta akibatnya bagi isteri dan keturunannya

11

hak masing-masing, sehingga kehidupan individu dan komunitas manusia diikat oleh

etika dan moralitas yang benar.

Perkawinan bukan hanya sekedar mempersatukan dua manusia, tetapi lebih

dari itu, yaitu mengikatkan tali perjanjian yang suci atas nama Allah, bahwa kedua

mempelai telah berniat membangun rumah tangga yang tentram serta dipenuhi oleh

cinta kasih dan sayang. Tetapi untuk mewujudkan cita-cita tersebut, perkawinan tidak

cukup hanya bersandar pada aturan-aturan Al Qur‟an dan Hadist yang sifatnya masih

global. Akan tetapi perkawinan berkaitan pula dengan peraturan atau undang-undang

yang dibuat oleh pemerintah.

Seiring dengan perkembangan zaman dan permasalahan masyarakat yang

semakin kompleks, maka diperlukan penertiban-penertiban terhadap hubungan antara

individu dalam masyarakat. Maka secara umum pemerintah membuat aturan-aturan

yang mengarah kepada kemaslahatan umum. Hal ini sesuai dengan apa yang

dikatakan oleh As-Suyuthi;

Artinya: Kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah harus mengarah pada

kemaslahatan rakyat. (Al-Asybah Wa Al-Nadha‟ir, t th:134).

Sehubungan dengan hal itu, pemerintah mengeluarkan Undang-undang

Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Mengenai dasar perkawinan, dijelaskan

dalam Bab I Pasal 1 yang mengatakan:

Page 12: analisis pendapat ulama tentang nikah sirri serta akibatnya bagi isteri dan keturunannya

12

“Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita

sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang

bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.”

Adapun pasal yang menjelaskan tentang sahnya perkawinan adalah Pasal 2

ayat (1) mengatakan;

“Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing

agamanya dan kepercayaannya itu.”

Sedangkan pasal yang menjelaskan tentang pencatatan perkawinan adalah

Pasal 2 ayat (2) yang mengatakan;

“Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang

berlaku.” (Kumpulan Peraturan Perkawinan Bagi Masyarakat Islam Di

Indonesia, 2010:2).

Selanjutnya, Pasal 2 ayat (2) ini diperjelas dalam Kompilasi Hukum Islam

(KHI) Pasal 5 ayat (1) yang menyatakan;

“Agar terjamin ketertiban perkawinan bagi masyarakat Islam, setiap perkawinan

harus dicatat.” (Kumpulan Peraturan Perkawinan Bagi Masyarakat Islam Di

Indonesia, 2010:333).

Pernikahan adalah sah selama telah memenuhi semua kriteria syarat dan

rukunnya. Dan ulama‟ fiqh tidak menyebutkan bahwa pencatatan pernikahan menjadi

bagian dalam syarat dan rukun pernikahan, karena keberadaan saksi dianggap telah

memperkuat keabsahan suatu pernikahan.

Page 13: analisis pendapat ulama tentang nikah sirri serta akibatnya bagi isteri dan keturunannya

13

Syari‟at Islam dengan jelas memerintahkan agar umat Islam patuh kepada

Allah, patuh kepada Rasulullah dan patuh kepada pemerintah. Hal itu ditegaskan oleh

Allah dalam Al Qur‟an surat An-Nisa‟ ayat 59 yang berbunyi;

Artinya: Wahai orang-orang yang beriman, patuhlah kepada Allah, patuhlah kepada

Rasulullah, dan kepada pemerintah yang memimpin kamu. (Al-Qur‟an

Terjemah, Surat An-Nisa‟:59).

Abu Hasan „Aly Al Mawardi berkomentar dalam karya tulisnya yang berjudul

Al-Ahkam Al-Sulthaniyyah. Kata beliau:

Artinya: Diwajibkan bagi kita untuk taat kepada pemerintah yang memimpin kita.

(Al-Ahkam Al-Shulthaniyah, 1960,:5)

Meskipun secara hukum fiqh tidak termasuk dalam rukun dan syarat sahnya

pernikahan, namun pencatatan pernikahan merupakan bagian yang sangat penting

guna menghindari kesulitan masalah yang dapat saja terjadi di masa yang akan

datang. Pentingnya pencatatan tersebut bertujuan demi terlaksanya tertib administrasi

agar tidak terjadi ketidakjelasan status dalam suatu pernikahan, dan pernikahan

tersebut memiliki kekuatan serta perlindungan hukum bila sewaktu-waktu terjadi

permasalahan. Namun fakta yang banyak terjadi adalah ketidakpatuhan sebagian

Page 14: analisis pendapat ulama tentang nikah sirri serta akibatnya bagi isteri dan keturunannya

14

masyarakat terhadap peraturan perundang-undangan yang ada dengan melakukan

praktek nikah sirri.

Hal yang perlu dipertanyakan adalah, bagaimana seseorang yang patuh

terhadap ajaran Islam, namun dalam satu waktu yang bersamaan dia melakukan

pelanggaran terhadap undang-undang pemerintah? Bagaimana dengan konsep Islam

sebagai al-diin yang sempurna? Segala hal yang dilakukan secara illegal, meski

beberapa kalangan menganggapnya legal sebenarnya hanya bisa dijadikan sandaran

ketika menghadapi kondisi khusus dan dalam situasi tertentu.

Meninjau kembali keabsahan nikah sirri secara syar‟i, akan berbenturan

dengan maqashid asy-syari‟ah yang meliputi: 1). Menjaga jiwa (hifdz an-nafs), 2).

Menjaga agama (hifdz ad-din), 3). Menjaga keturunan (hifdz an-nasl), 4). Menjaga

akal (hifdz al-„aql), 5). Menjaga harta (hifdz al-maal). Ketika pernikahan dilakukan

secara sirri, maka pernikahan itu sah menurut hukum Islam selama telah memenuhi

kriteria rukun dan syarat sahnya pernikahan. Dengan alasan khawatir terjadinya

perzinahan atau perbuatan lain yang melanggar syari‟at, maka pernikahan tersebut

dikatagorikan ke dalam tujuan hifdz ad-diin dan hifdz an-nasl. Tetapi yang perlu

dikaji lagi adalah bahwa tujuan tersebut hanya dapat terwujud sesaat setelah

pernikahan berlangsung. Namun dampak hukum dan dampak-dampak lain yang

sering muncul dalam perkawinan akan muncul dalam rentang waktu yang panjang,

padahal maqashid asy-syari‟ah tidak ditujukan untuk ketenangan sesaat, tetapi

antisipasi jangka panjang justru lebih diperhitungkan.

Page 15: analisis pendapat ulama tentang nikah sirri serta akibatnya bagi isteri dan keturunannya

15

Pencatatan pernikahan merupakan keharusan dalam rangka ulil amri, yang

dalam hal ini mencakup urusan duniawi. Namun beberapa kalangan masyarakat

muslim lebih memendang bahwa keabsahan suatu pernikahan dari aspek agama jauh

lebih penting karena mengandung unsur ukhrawi. Sedangkan dari aspek duniawi

adalah unsur pelengkap yang bisa dilakukan setelah terpenuhinya unsur ukhrawi.

Dari sinilah kemudian kasus nikah sirri merebak dan menjadi fenomena

tersendiri. Dan nikah sirri sering dijadikan sebagai alternatif untuk mengantisipasi

pergaulan bebas antara laki-laki dan perempuan non muhrim yang secara psikologis,

moril maupun materiil belum mempunyai kesiapan untuk menikah secara formal.

Dengan banyaknya kalangan yang melakukan praktek nikah sirri, maka

memunculkan image bagi masyarakat bahwa pernikahan merupakan sesuatu yang

mudah untuk dilaksanakan. Akibatnya, perjalanan mengarungi bahtera rumah

tanggapun dijalani dengan tanpa mempertimbangkan aspek hukum formal yang

berlaku. Pada kenyataannya, justru menimbulkan berbagai permasalahan yang

berimbas kepada persoalan hukum yang sangat merugikan kaum perempuan.

Problem-problem tersebut hanya akan membawa dampak bagi kaum

perempuan sebagai pihak yang dinikahi. Di satu sisi lain, suaminya tidak terbebani

tanggungjawab secara formal. Bahkan bila suaminya melakukan pengingkaran

terhadap pernikahan itu, dia tidak akan mendapat sanksi apapun secara hukum,

karena memang tidak ada bukti yang autentik bahwa telah terjadi pernikahan.

Meski sudah banyak diketahui bahwa pada kenyataannya nikah sirri sangat

merugikan kaum istri, namun sampai saat ini fenomena tersebut masih sering

Page 16: analisis pendapat ulama tentang nikah sirri serta akibatnya bagi isteri dan keturunannya

16

dijumpai, terutama di kalangan masyarakat yang awam hukum dan masyarakat

ekonomi lemah. Maka dengan prosedur yang praktis pernikahan sirri dilakukan

sebagai alternatif.

Berdasarkan dari pemaparan di atas, penelitian ini menjadi penting mengingat

masih banyaknya praktek pernikahan yang tidak mengacu pada peraturan perudang-

undangan yang ada. Secara khusus peneliti membahas tentang fenomena ini dalam

sebuah skripsi dengan judul: “ANALISIS PENDAPAT ULAMA’ KOTA

PONTIANAK TENTANG NIKAH SIRRI DAN AKIBATNYA BAGI ISTRI

SERTA KETURUNANNYA”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan pada latar belakang masalah yang telah dipaparkan di bagian

sebelumnya, peneliti mengajukan beberapa rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pendapat ulama‟ Kota Pontianak tentang nikah sirri?

2. Bagaimana akibat negatif nikah sirri menurut ulama‟ Kota Pontianak?

3. Bagaimana solusi ulama‟ Kota Pontianak jika nikah sirri telah terjadi?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menelaah lebih lanjut mengenai nikah sirri

menurut ulama‟ Kota Pontianak. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk

mengungkap:

Page 17: analisis pendapat ulama tentang nikah sirri serta akibatnya bagi isteri dan keturunannya

17

1. Hukum nikah sirri menurut ulama‟ Kota Pontianak

2. Akibat negatif nikah sirri menurut ulama‟ Kota Pontianak

3. Solusi menurut ulama‟ Kota Pontianak jika nikah sirri telah terjadi

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat berguna dan memberi sumbangsih pemikiran

bagi pembaca pada umumnya dan membuka ruang fikir kaum perempuan pada

khususnya, bahwa dalam negara hukum seperti Indonesia ini, nikah sirri bukanlah

alternatif terbaik untuk mengatasi problem prosedur pernikahan, karena pada

dasarnya nikah sirri itu sendiri adalah problem hukum yang akibat hukumnya akan

sangat berdampak pada perempuan yang dinikahi secara sirri itu.

Selain itu, penelitian ini dilaksanakan untuk memberi stimulus yang berakibat

pada pelaksanaan perundang-undangan di bidang perkawinan di Kota Pontianak pada

khususnya dan di Indonesia pada umumnya agar senantiasa mengikuti dan bergerak

dinamis sesuai dengan perubahan hukum perkembangan dan zaman.

Page 18: analisis pendapat ulama tentang nikah sirri serta akibatnya bagi isteri dan keturunannya

18

BAB II

NIKAH SIRRI DAN PROBLEMATIKANYA

A. Pengertian dan Dasar Hukum Perkawinan

Menurut Anonimous (1994:456), perkawinan berasal dari kata “kawin”, yang

menurut bahasa artinya membentuk keluarga dengan lawan jenis; melakukan

hubungan kelamin atau bersetubuh. Istilah “kawin” digunakan secara umum untuk

tumbuhan, hewan, dan manusia, dan menunjukkan sebuah proses generatif secara

alami. Bahkan dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 dan Peraturan

Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 serta Kompilasi Hukum Islam tidak menggunakan

kata nikah atau pernikahan, melainkan menggunakan kata perkawinan, karena kata

“nikah” adalah bahasa Arab, sedangkan kata “kawin” adalah kata yang berasal dari

bahasa Indonesia.

Dalam redaksi kitab-kitab fiqh, para ulama‟ lebih mendefinisikan perkawinan

semata-mata dalam konteks hubungan biologis saja. Hal ini wajar, karena makna asal

dari nikah itu sendiri sudah berkonotasi hubungan seksual. Biasanya para ulama‟

dalam merumuskan definisi tidak akan menyimpang apalagi berbeda dengan makna

asalnya

Secara bahasa, nikah berarti berkumpul menjadi satu. Sedangkan menurut

syara‟, nikah adalah suatu akad dengan menggunakan lafadz (menikahkan) atau

(mengawinkan) yang berisi pembolehan melakukan persetubuhan. Menurut

Page 19: analisis pendapat ulama tentang nikah sirri serta akibatnya bagi isteri dan keturunannya

19

pendapat yang lebih shahih, kata nikah itu sendiri secara hakiki bermakna aqad, dan

secara majazi bermakna persetubuhan. (I‟anatu Al-Thalibin, juz III, t th:256).

Para ulama‟ mendefinisikan nikah dengan berbagai macam definisi. Menurut

ulama‟ Hanafiyah, nikah adalah;

Artinya: Nikah adalah suatu akad yang berguna untuk memiliki mut‟ah dengan

sengaja. (Kitab Al Fiqh „Ala Al-Madzahib Al-Arba‟ah juz IV, 2008:8)

Maksud dari definisi di atas adalah seorang laki-laki dapat menguasai

perempuan dengan seluruh anggota tubuhnya untuk mendapatkan kesenangan dan

kepuasan. Sedangkan menurut ulama‟ Syafi‟iyah, nikah adalah;

Artinya: Nikah adalah suatu akad dengan menggunakan lafadz (menikahkan)

atau lafadz (mengawinkan) yang mengandung arti memiliki.

(Kitab Al-Fiqh „Ala Al-Madzahib Al-Arba‟ah, juz IV, 2008:8)

Definisi yang dipaparkan oleh ulama‟ Syafi‟iyah di atas memberikan

pengertian bahwa dengan pernikahan, seseorang dapat memiliki atau mendapat

kesenangan dari pasangannya. Ulama‟ Malikiyah mendefinisikan nikah sebagai

berikut ;

Artinya: Nikah adalah suatu akad yang mengandung arti mut‟ah untuk mencapai

kepuasan dengan tidak mewajibkan adanya harga. (Kitab Al-Fiqh „Ala Al-

Madzahib Al-Arba‟ah, juz IV, 2008:8).

Page 20: analisis pendapat ulama tentang nikah sirri serta akibatnya bagi isteri dan keturunannya

20

Menurut ulama‟ Hanabilah, nikah adalah;

Artinya: Nikah adalah akad dengan menggunakan lafadz (menikahkan) atau

lafadz (mengawinkan) untuk mendapatkan kepuasan bersenang-

senang. (Kitab Al-Fiqh „Ala Al-Madzahib Al-Arba‟ah, juz IV, 2008:8).

Definisi yang dikemukakan oleh ulama‟ Hanabilah di atas memberikan

pengertian bahwa seorang laki-laki dapat memperoleh kepuasan dari seorang

perempuan, begitu juga sebaliknya. Dan dengan adanya pernikahan, maka dengan

sendirinya timbul hak dan rasa untuk saling memiliki. Dari sinilah suami-istri dapat

saling mengambil manfaat dalam kehidupan rumah tangganya yang bertujuan

membentuk keluarga sakinah mawaddah warahmah.

Kata nikah berarti (berkumpul), (hubungan kelamin), dan juga

berati (akad). Dalam arti terminologi redaksi-redaksi fiqh, definisi nikah adalah

Artinya: Nikah adalah akad atau perjanjian yang mengandung maksud membolehkan

hubungan kelamin dengan menggunakan lafadz (menikahkan) atau

lafadz (mengawinkan). (Garis-garis Besar Fiqih, 2003:74).

Dari definisi di atas, para ahli fiqh menggunakan lafadz (akad) untuk

menjelaskan bahwa perkawinan itu adalah suatu perjanjian yang dibuat oleh orang-

orang atau pihak-pihak yang terlibat dalam perkawinan. Perkawinan itu dibuat dalam

Page 21: analisis pendapat ulama tentang nikah sirri serta akibatnya bagi isteri dan keturunannya

21

bentuk akad karena ia adalah peristiwa hukum, bukan hanya peristiwa biologis atau

hubungan kelamin antara laki-laki dan perempuan semata. Penggunaan ungkapan

(yang mengandung maksud kebolehan hubungan kelamin), karena

pada dasarnya hubungan kelamin antara laki-laki dan perempuan itu adalah dilarang,

dan hal yang membolehkan hubungan kelamin itu adalah adanya akad nikah di antara

keduanya.

Dengan demikian, akad itu adalah suatu usaha untuk membolehkan sesuatu

yang asalnya tidak boleh. Penggunaan kata (menikahkan) atau kata

(mengawinkan) maksudnya adalah bahwa akad yang membolehkan hubungan

kelamin antara laki-laki dan perempuan itu harus dengan menggunakan dua kata

tersebut di atas.

Dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Bab I

Pasal 1 dikatakan bahwa;

“Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita

sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang

bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.”

Dari rumusan pasal tersebut, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu ;

1. Digunakannya kata “seorang pria dengan seorang wanita”, artinya bahwa

perkawinan itu hanyalah antara dua jenis kelamin yang berbeda. Hal ini menolak

perkawinan sesama jenis yang beberapa waktu lalu telah dilegalkan oleh beberapa

negara Barat.

Page 22: analisis pendapat ulama tentang nikah sirri serta akibatnya bagi isteri dan keturunannya

22

2. Digunakannya ungkapan “sebagai suami istri” mengandung arti bahwa

pernikahan itu adalah bertemunya dua jenis kelamin yang berbeda dalam suatu

ikatan keluarga dalam rumah tangga, bukan hanya dalam istilah “hidup bersama.”

3. Dalam pasal tersebut disebutkan pula tujuan perkawinan yaitu membentuk rumah

tangga yang bahagia dan kekal. Hal ini menafikan perkawinan temporal

sebagaimana yang berlaku dalam perkawinan mut‟ah dan perkawinan tahlil.

4. Dalam pasal tersebut disebutkan “berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”,

karena negara Indonesia berdasarkan kepada Pancasila yang sila pertamanya

adalah Ketuhanan Yang Maha Esa. Hal ini juga menunjukkan bahwa perkawinan

itu mempunyai hubungan yang sangat erat dengan agama dan merupakan sebuah

peristiwa agama yang dilakukan dalam rangka memenuhi perintah agama,

sehingga perkawinan bukan saja mempunyai unsur lahir/jasmani saja, tetapi juga

mempunyai unsur batin/rohani. (Garis-garis Besar Fiqih, 2003:74).

Dari beberapa definisi nikah yang dipaparkan oleh para pakar tesebut, dapat

diambil kesimpulan bahwa nikah atau perkawinan adalah kebolehan melakukan

hubungan kelamin antara laki-laki dan perempuan setelah berlangsunganya

perkawinan.

Pernikahan merupakan sunnatullah dan juga sunnah Rasulullah. Pernikahan

sebagai sunnatullah berarti menurut qudrat dan iradat Allah dalam penciptaan alam

ini. Sedangkan pernikahan sebagai sunnah Rasulullah berarti pernikahan itu adalah

suatu tradisi yang telah dilakukan dan ditetapkan oleh Rasulullah untuk dirinya

Page 23: analisis pendapat ulama tentang nikah sirri serta akibatnya bagi isteri dan keturunannya

23

sendiri dan untuk ummatnya. Pernikahan sifatnya sebagai sunnatullah dapat dilihat

dari ayat-ayat sebagai berikut :

1. Allah menciptakan makhluk dalam bentuk berpasang-pasangan. Hal ini sesuai

dengan firman Allah dalam Al Qur‟an surat Adz-Dzariyat ayat 49 yang berbunyi;

Artinya: “Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu

mengingat akan kebesaran Allah. (Al-Qur‟an Terjemah, surat Adz-

Dzariyat:49)

2. Secara khusus pasangan itu disebut laki-laki dan perempuan. Allah berfirman

dalam Al Qur‟an surat An-Najm ayat 45 yang berbunyi;

Artinya: Dan Dia-lah yang menciptakan berpasang-pasangan laki-laki dan perempuan

(Al-Qur‟an Terjemah, surat An-Najm:45).

3. Laki-laki dan perempuan itu dijadikan berhubungan dan saling melengkapi dalam

rangka menghasilkan keturunan yang banyak. Hal ini disebutkan oleh Allah

dalam Al Qur‟an surat An-Nisa‟ ayat 1 yang berbunyi;

Artinya: Wahai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah

menciptakan kamu dari diri yang satu, dan dari diri yang satu itu Allah

menciptakan istri untuknya. Dan dari keduanya Allah

memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. (Al-

Qur‟an Terjemah, surat An-Nisa‟:1).

Page 24: analisis pendapat ulama tentang nikah sirri serta akibatnya bagi isteri dan keturunannya

24

4. Pernikahan itu merupakan salah satu tanda dari kebesaran Allah. Dalam Al Qur‟an

surat Ar-Rum ayat 21 Allah berfirman;

Artinya: Dan di antara tanda-tanda kekuasan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu

istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram

kepadanya. Dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih sayang.

Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda

bagi kaum yang berfikir. (Al-Qur‟an Terjemah, surat Ar-Ruum:21).

Para mufassir mengatakan bahwa as-sakinah adalah suasana damai yang

melingkupi rumah tangga yang bersangkutan. Masing-masing fihak saling

menghormati dan saling toleransi dan menjalankan perintah Allah dengan tekun. Dari

suasana as-sakinah tersebut akan muncul al-mawaddah, yaitu rasa saling mengasihi

dan menyayangi, sehingga rasa tanggung jawab kedua belah fihak semakin tinggi.

Dari as-sakinah dan al-mawaddah inilah akan muncul ar-rahmah, yaitu keturunan

yang baik dan penuh berkah dari Allah SWT, sekaligus sebagai pencurahan rasa cinta

dan kasih sayang suami-istri dan anak-anak mereka. (Ensiklopedi Hukum Islam,

2001:1330),

Hal ini senada dengan apa yang terdapat dalam Bab II Pasal 3 Kompilasi

Hukum Islam berkenaan dengan tujuan perkawinan yang menyatakan bahwa;

“Perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang

sakinah mawaddah dan rahmah.” (Kumpulan Peraturan Perkawinan Bagi

Masyarakat Islam Di Indonesia, 2010:333).

Page 25: analisis pendapat ulama tentang nikah sirri serta akibatnya bagi isteri dan keturunannya

25

Pernikahan juga merupakan sunnah Rasulullah yang pernah dilakukan beliau

semasa hidupnya dan menghendaki agar ummatnya berbuat yang sama. Hal ini

terdapat dalam hadist-hadist sebagai berikut;

Artinya: Kalian berkata begini dan begitu, padahal demi Allah akulah orang yang

paling takut kepada Allah di antara kalian, dan akulah yang paling bertakwa

kepada Allah diantara kalian. Aku berpuasa tetapi aku juga berbuka. Aku

sholat, juga tidur, dan aku juga menikahi wanita. Maka barang siapa yang

tidak suka terhadap apa yang aku lakukan, maka dia bukanlah dari

kelompokku. (Shahih Al-Bukhari, juz III, t th:237).

Dalam riwayat yang lain, Rasulullah bersabda;

Artinya: Wahai para pemuda, barang siapa di antara kalian telah mempunyai

kemampuan untuk menikah, maka menikahlah, karena menikah itu lebih

menjaga pandangan mata dan kemaluan. Dan barang siapa yang tidak

mampu untuk menikah, maka hendaknya ia berpuasa, sebab puasa itu

akan menjadi penawar/penekan hawa nafsu. (Sunan Abi Dawud, juz I:

470).

Begitu pentingnya sebuah pernikahan, dengan mengutip komentar Ibnu

Abbas, Imam Ghazali mengatakan:

Artinya: Tidaklah sempurna ibadah yang dilakukan oleh seorang ahli ibadah sehingga

ia menikah/kecuali ia telah menikah. (Ihya‟ Ulumiddin, juz II, t th:23).

Page 26: analisis pendapat ulama tentang nikah sirri serta akibatnya bagi isteri dan keturunannya

26

Asy-Syekh Muhammad At Tahami bin Madani mengatakan bahwa Asy-

Syekh Abu Al-Abbas Al-Wansyarisy telah mengutip komentar As-Syekh Abu Bakar

Al-Warraq yang mengatakan bahwa;

Artinya: Segala macam keinginan nafsu itu dapat menyebabkan hati menjadi keras,

kecuali keinginan nafsu seksual. Sesungguhnya keinginan nafsu seksual ini

(jika disalurkan pada jalan yang benar) justru akan menjadikan jernihnya

hati. Oleh karena itu para nabi terdahulu juga melakukan jimak/menikah.

(Qurratul Al-Uyun, t th:21).

Islam mengkonkritkan hubungan dan tanggung jawab antara suami istri dalam

bentuk hukum-hukum, seperti kewajiban suami untuk memenuhi nafkah istri,

kewajiban istri untuk memelihara anak. Islam juga mengatur hak yang seimbang

dengan kewajiban, seperti hak untuk mendapatkan pelayanan seksual dari

pasangannya. Islam pun mengajarkan etika yang harus diikuti oleh pasangan suami

istri itu serta menetapkan larangan-larangan yang harus dihindari agar keharmonisan

dapat terjaga selamanya.

Dari begitu banyaknya suruhan Allah dan Nabi untuk melaksanakan

perkawinan, maka perkawinan itu adalah perbuatan yang lebih disenangi oleh Allah

dan Nabi untuk dilakukan. Atas dasar ini, hukum perkawinan itu menurut asalnya

adalah sunnah menurut jumhur ulama‟. Namun karena ada tujuan mulia yang hendak

dicapai dari perkawinan itu, dan yang melakukan perkawinan itu berbeda pula

kondisinya serta situasi yang melingkupi suasana perkawinan itu berbeda pula, maka

Page 27: analisis pendapat ulama tentang nikah sirri serta akibatnya bagi isteri dan keturunannya

27

secara rinci jumhur ulama‟ menyatakan hukum perkawinan itu dengan melihat

keadaan orang-orang tertentu, sebagai berikut:

a. Sunnah bagi orang-orang yang telah berkeinginan untuk kawin, telah pantas

untuk kawin dan dia telah mempunyai perlengkapan untuk melangsungkan

perkawinan.

b. Makruh bagi orang-orang yang belum pantas untuk kawin, belum

berkeinginan untuk kawin, sedangkan perlengkapan perkawinan juga belum

ada. Begitu pula ia telah mempunyai perlengkapan untuk perkawinan,

namun fisiknya mengalami cacat seperti impoten, berpenyakitan tetap, tua

bangka dan kekurangan fisik lainnya.

c. Wajib bagi orang-orang yang telah pantas untuk kawin, berkeinginan untuk

kawin dan memiliki perlengkapan untuk kawin, dan ia khawatir terjerumus

ke tempat maksiat kalau ia tidak kawin.

d. Haram bagi orang-orang yang tidak akan dapat memenuhi ketentuan syara‟

untuk melakukan perkawinan, atau ia yakin perkawinan itu tidak akan

memncapai tujuan syara‟, sedangkan ia meyakini tujuan perkawinan itu

akan merusak kehidupan pasangannnya.

e. Mubah bagi orang-orang yang pada dasarnya belum ada dorongan untuk

kawin dan perkawinan itu tidak akan mendatangkan kemudlaratan apa-apa

kepada siapa pun. (Fiqih Munakahat, Kajian Fiqih Nikah Lengkap,

2010:11),

Page 28: analisis pendapat ulama tentang nikah sirri serta akibatnya bagi isteri dan keturunannya

28

Dengan demikian, maka dapat disimpulkan bahwa hukum perkawinan pada

dasarnya adalah mubah , dan dapat berubah tergantung tergantung pada „illat atau

alasan serta situasi dan kondisi orang yang akan melakukan perkawinan dan

maslahat-nya.

B. Rukun dan Syarat Nikah

Rukun dan syarat sangat menentukan suatu perbuatan hukum, terutama yang

menyangkut dengan sah atau tidaknya perrbuatan tersebut dari segi hukum. Kedua

kata tersebut mengandung arti yang sama dalam hal bahwa keduanya merupakan

sesuatu yang harus diadakan. Namun di sisi lain, rukun dan syarat mengandung arti

yang berbeda dari segi bahwa rukun itu adalah sesuatu yang berada di dalam hakikat

dan merupakan bagian atau unsur yang mewujudkannya. Sedangkan syarat adalah

sesuatu yang berada di luarnya dan tidak merupakan unsurnya.

Dalam hal perkawin, rukun dan syaratnya tidak boleh ditinggalkan, dalam arti

perkawinan tersebut tidak sah bila keduanya tidak ada atau tidak lengkap. Menurut

ulama‟ Hanafiyyah, nikah itu terdiri dari syarat-syarat yang terkadang berhubungan

dengan shighat, berhubungan dengan dua calon mempelai dan berhubungan dengan

kesaksian. Menurut ulama‟ Malikiyyah, rukun nikah itu ada lima, yaitu adanya wali,

adanya mahar, adanya calon suami, adanya calon istri dan adanya shighat. Sedangkan

menurut ulama‟ Syafi‟iyyah syarat perkawinan itu ada kalanya menyangkut shighat,

wali, calon suami-istri dan juga saksi. Berkenaan dengan rukunnya, menurut mereka

Page 29: analisis pendapat ulama tentang nikah sirri serta akibatnya bagi isteri dan keturunannya

29

ada lima, yaitu adanya calon suami-istri, wali, saksi dan shighat. (Kitab Al-Fiqh „Ala

Al-Madzahib Al-Arba‟ah, juz IV, 2008:17).

Dari sini jelaslah bahwa para ulama‟ tidak saja berbeda dalam menggunakan

kata rukun dan syarat, tetapi juga berbeda dalam detailnya. Ulama‟ Malikiyyah tidak

menempatkan saksi sebagai rukun, justru menjadikan mahar sebagai rukun,

sedangkan ulama‟ Syafi‟iyyah menjadikan saksi sebagai rukun, dan tidak menjadikan

mahar sebagai rukun nikah. Untuk memudahkan pembahasan, maka uraian rukun

perkawinan akan disertai dengan uraian syarat-syarat perkawinan, yaitu sebagai

berikut:

1. Calon Suami, dengan syarat-syarat:

a. Laki-laki, beragama Islam, telah baligh dan berakal sehat.

b. Tidak ada halangan syara‟ baginya untuk menikah. Menurut jumhur ulama‟, yang

termasuk halangan syara‟ bagi laki-laki untuk menikah antara lain yaitu; laki-

laki yang akan menikah itu tidak dalam keadaan ihram haji atau umroh. Hal ini

sesuai dengan hadist shahabat Utsman bin Affan yang berupa hadist mauquf ;

Artinya: Orang yang sedang ihram tidak boleh menikah dan menikahkan orang

lain. (Sunan At-Tirmidzi, juz II, t th:167).

c. Wanita yang akan dinikahi tertsebut tidak terhalang oleh syara‟, baik itu

selamanya (mahram mu‟abbad), atau yang sifatnya sementara (mahram

mu‟aqqat). Mahram mu‟abbad adalah orang-orang yang haram selamanya

Page 30: analisis pendapat ulama tentang nikah sirri serta akibatnya bagi isteri dan keturunannya

30

untuk dinikahi karena hubungan kekerabatan atau nasab, yang meliputi 3

kelompok, yaitu;

c.i. Karena adanya hubungan kekerabatan atau nasab, yaitu:

- Ibu, ibu dari ibu dan ibu dari ayah terus ke atas

- Anak perempuan, anak perempuan dari anak laki-laki dan anak dari anak

perempuan terus ke bawah

- Saudara-saudara perempuan kandung

- Saudara perempuan ibu dan ayah

- Anak perempuan dari anak laki-laki terus ke bawah

Keharaman perempuan-perempuan tersebut untuk dinikahi dijelaskan oleh

Allah dalam Al Qur‟an surat An-Nisa‟ ayat 23, yang berbunyi;

Artinya: Diharamkan bagimu (mengawini) ibu-ibumu, anak-anakmu, saudara-

saudaramu, saudara-saudara ayahmu, saudara-saudara ibimu, anak-anak

saudara laki-lakimu, anak-anak saudara-saudara perempuanmu. (Al-

Qur‟an Terjemah, surat An-Nisa‟;23).

c.ii. Karena adanya hubungan mushaharah (perkawinan), yang meliputi;

- Perempuan yang dikawini oleh ayah, baik perempun tersebut telah digauli

oleh ayah atau belum.

- Perempuan yang dikawini oleh anak laki-laki, baik perempuan tersebut telah

digauli oleh anak atau belum.

- Ibu atau ibunya dari istri, baik istri itu telah digauli atau belum.

Page 31: analisis pendapat ulama tentang nikah sirri serta akibatnya bagi isteri dan keturunannya

31

- Anak-anak perempuan dari istri (anak tiri) dengan ketentuan istri itu telah

digauli.

Empat perempuan yang terlarang untuk dinikahi sebagaimana yang

disebutkan di atas sesuai dengan firman Allah dalam surat An-Nisa‟ ayat 22 yang

berbunyi;

Artinya: Dan janganlah kamu menikahi perempuan-perempuan yang telah dinikahi

oleh ayah-ayahmu, kecuali pada masa yang telah lampau. (Al-Qur‟an

Terjemah, surat An-Nisa‟:22).

Begitu juga dalam surat An-Nisa‟ ayat 23 yang berbunyi:

Artinya: Dan janganlah kamu menikahi ibu-ibu dari istri-istrimu dan anak-anak

tirimu yang berada dalam asuhanmu dari istri yang telah kamu gauli. Bila

kamu belum menggaulinya (dan sudah kamu ceraikan), maka tidaklah

mengapa kamu mengawininya. Dan jangan kamu mengawini istri-istri dari

anak-anakmu. (Al-Qur‟an Terjemah, surat An-Nisa‟:23).

c.iii. Karena hubungan persusuan. Adanya hubungan persusuan ini muncul

dengan dua syarat, yaitu;

- Anak yang menyusu masih berumur dua tahun, karena dalam masa tersebut susu

si ibu akan menjadi pertumbuhannya.

- Si anak menyusu sebanyak lima kali susuan, karena bila kurang dari itu belum

akan menyebabkan pertumbuhan.

Page 32: analisis pendapat ulama tentang nikah sirri serta akibatnya bagi isteri dan keturunannya

32

Adapun wanita yang haram dinikahi untuk selamanya karena hubungan

sesusuan ialah ibu yang menyusukan dan perempuan-perempuan yang menyusu

kepada perempuan itu. Hal ini dijelaskan dalam Al Qur‟an surat An-Nisa‟ Ayat 23

yang berbunyi;

Artinya : Diharamkan mengawini ibu-ibu yang menyusukan kamu dan saudara-

saudara yang sepersusuan dengan kamu. (Al-Qur‟an Terjemah, surat An-

Nisa‟:23).

Satu hal lagi yang termasuk dalam larangan syara‟ bagi laki-laki yang akan

menikah yaitu adanya hubungan mahram mu‟aqqat, yaitu larangan kawin yang

berlaku untuk sementara waktu dikarenakan suatu hal. Bila hal tersebut sudah tidak

ada, maka larangan itu tidak berlaku lagi. Larangan ini berlaku dalam hal-hal sebagai

brikut;

- Memadu dua wanita yang bersaudara kandung

- Perkawinan yang kelima

- Perempuan yang bersuami atau dalam masa „iddah

- Mantan istri yang telah ditalak tiga bagi suaminya

d. Mengetahui dengan jelas identitas wanita yang akan dinikahinya

2. Calon Istri, dengan syarat-syarat:

- Telah baligh dan berakal sehat

- Tidak ada halangan syara‟ baginya untuk menikah dengan lelaki tersebut

Page 33: analisis pendapat ulama tentang nikah sirri serta akibatnya bagi isteri dan keturunannya

33

- Islam. Berkaitan dengan hal ini Allah berfirman dalam Al Qur‟an surat Al-

Baqarah ayat 22, yang berbunyi;

Artinya : Janganlah kamu kawini perempuan-perempuan musyriksebelum mereka

beriman. Sesungguhnya perempuan-perempuan hamba sahaya yang

beriman lebih baik dari perempuan musyrik yang merdeka walaupun ia

membuatmu takjub. Janganlah kamu mengawinkan anak perempuanmu

kepada laki-laki musyrik sebelum ia beriman. Sesungguhnya hamba

sahaya yang mukmin lebih baik dari orang musyrik walaupun ia

menakjubkanmu. (Al-Qur‟an Terjemah, surat Al-Baqarah:221).

3. Adanya Wali. Adapun syarat-syarat wali adalah sebagai berikut;

3.i. Laki-laki, baligh, berakal sehat. Hal ini merupakan syarat umum.

3.ii. Islam. Tidak sah orang yang tidak beragama Islam menjadi wali untuk

muslim. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam Al Qur‟an surat Ali

Imran ayat 28 yang berbunyi:

Artinya: Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir untuk

menjadi wali dengan meninggalkan orang mukmin. Barang siapa yang

berbuat demikian, maka niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah.

(Al-Qur‟an Terjemah, surat Ali Imran: 28).

Page 34: analisis pendapat ulama tentang nikah sirri serta akibatnya bagi isteri dan keturunannya

34

3.iii. Adil

3.iv. Tidak dalam keadaan berhaji atau ihram

Adapun orang-orang yang berhak menjadi wali adalah sebagai berikut;

a. Wali yang terdekat (wali aqrab), yaitu ayah, dan kalau tidak ada ayah, maka

perwalian itu pindah kepada kakek. Keduanya mempunyai kekuasaan yang

mutlak terhadap anak perempuan yang akan dinikahkannya. Wali dalam

kedudukan seperti ini disebut wali mujbir.

b. Wali jauh (wali ab‟ad). Yang berhak menjadi wali ab‟ad ini secara berurutan

adalah:

- Saudara laki-laki kandung

- Saudara laki-laki seayah

- Anak saudara laki-laki kandung

- Anak saudara laki-laki seayah

- Paman kandung

- Paman seayah

- Anak paman kandung

- Anak paman seayah

- Sultan atau wali hakim

Kedudukan wali aqrab dapat berpindah kepada wali ab‟ad karena beberapa

sebab, yaitu apabila wali aqrab-nya nonmuslim, wali aqrab-nya fasik, wali aqrab-

nya belum dewasa, wali aqrab-nya gila, wali aqrab-nya bisu/tuli. Sedangkan orang

yang berhak menjadi wali hakim adalah; a). Kepala pemerintahan (Sulthan), b).

Page 35: analisis pendapat ulama tentang nikah sirri serta akibatnya bagi isteri dan keturunannya

35

Khalifah (pemimpin), penguasa pemerintahan atau qadi nikah yang diberi wewenang

dari kepala negara untuk menikahkan wanita yang berwali hakim. Namun apabila

Sulthan dan Khalifah tidak ada, maka wali hakim dapat diangkat oleh orang-orang

yang terkemuka dari daerah tertsebut atau orang-orang yang alim. (Beni Ahmad

Saebani, 2001:248).

Begitu pentingya kedudukan wali dalam sebuah perkawinan, samapi-sampai

Rasulullah bersabda;

Artinya: tidak boleh menikah tanpa wali. (Sunan At-Tirmidzi, juz II, t th:280).

Dalam riwayat yang lain Rasulullah bersabda:

Artinya: Perempuan mana saja yang menikah tanpa izin walinya, maka nikahnya

batal. (Sunan At-Tirmidzi, juz II, t th:281).

4. Adanya Saksi. Adapun syarat-syarat saksi adalah:

- Saksi itu berjumlah dua orang

- Kedua saksi itu beragama Islam

- Kedua saksi itu baligh dan berakal sehat

- Kedua saksi itu merdeka

- Kedua saksi itu adalah laki-laki

- Kedua saksi itu adil, tidak fasik dan selalu menjaga muru‟ah.

Page 36: analisis pendapat ulama tentang nikah sirri serta akibatnya bagi isteri dan keturunannya

36

Ketentuan ini sesuai dengan firman Allah dalam Al Qur‟an surat At-Thalaq

ayat 2 yang berbunyi:

Artinya: Apabila mereka telah mendekati akhir iddah mereka, maka rujuklah mereka

dengan baik atau lepaskanlah mereka dengan baik pula, dan persaksikanlah

dengan dua orang saksi di antaramu, dan hendaklah kamu tegakkan

kesaksian itu karena Allah. (Al-Qur‟an Terjemah, surat At-Thalaq:2).

Dalam satu riwayat, Rasulullah bersabda:

Artinya: Para pelacur itu adalah wanita-wanita yang menikahkan dirinya sendiri

tanpa adanya saksi. (Sunan At-Tirmidzi, juz II, t th:284).

Selain itu, Imam Tirmidzi mengatakan bahwa para ulama‟ dari golongan

tabi‟in di Kufah mengatakan;

Artinya: Pernikahan tidak boleh dilakukan sehingga disaksikan oleh dua orang saksi

secara bersamaan pada saat akad nikah. (Sunan At-Tirmidzi, juz II, t th:

284).

Page 37: analisis pendapat ulama tentang nikah sirri serta akibatnya bagi isteri dan keturunannya

37

5. Adanya Shighat ijab-qabul.

Akad nikah adalah perjanjian yang berlangsung antara dua pihak yang

berbeda dalam bentuk ijab dan qabul. Ijab adalah penyerahan dari pihak pertama,

sedangkan qabul adalah penerimaan dari pihak kedua. Adapun syarat-syarat shighat

ijab–qabul dalam pernikahan adalah:

- Shighat ijab-qabul harus menggunakan lafadz-lafadz yang sudah jelas arti dan

penggunaannya dalam nikah, seperti “Ankahtuka” atau “Zawwajtuka.

- Shighat ijab-qabul boleh menggunakan selain bahasa Arab selama dapat dapat

difahami oleh kedua belah pihak dan kedua saksi. Hal ini senada dengan apa

yang dijelaskan oleh Sayyid Abu Bakar Syatho‟ yang mengatakan;

Artinya : Dan akad nikahpun juga sah dengan menggunakan terjemah dari dua

lafadz di atas dengan bahasa asing manapun walaupun diucapkan oleh

orang yang pandai berbahsa Arab, dengan syarat terjemahan bahasa

asing itu jelas dan dapat difahami oleh kedua belah fihak dan kedua

saksi.(I‟anatu Al-Thalibin‟, juz III, t th:277).

- Shighat ijab-qabul diucapkan oleh orang yang baligh dan berakal sehat, atau

dalam istilah hukum disebut sebagai orang yang cakap dalam bertindak

hukum. Apabila salah satu pihak tidak cakap dalam bertindak hukum, maka

ijab dan qabulnya dihukumi sah apabila diwakili oleh walinya.

Page 38: analisis pendapat ulama tentang nikah sirri serta akibatnya bagi isteri dan keturunannya

38

- Shighat ijab-qabul diucapkan dalam satu majelis, artinya, antara ijab dan qabul

tidak diselingi dengan persoalan lain. Ulama‟ fiqh berbeda pendapat mengenai

apakah ijab harus dijawab langsung setelah qabul. Jumhur ulama‟ mengatakan

bahwa qabul harus diucapkan segera setelah ijab. Dengan kata lain, antara ijab

dan qabul tidak mempunyai tenggang waktu yang lama. Ukuran tenggang

waktu yang lama ini disesuaikan pada adat kebiasaan setempat.

- Shighat ijab-qabul didengar oleh kedua belah fihak.

- Ijab dan qabul itu bersifat tuntas atau tidak dikaitkan dengan syarat lainnya

yang dapat membatalkan akad tersebut.

Dengan telah terpenuhinya semua kriteria syarat dan rukun pernikahan

tersebut, maka sahlah pernikahan itu. Dan apabila pernikahan tersebut tidak dapat

memenuhi syarat dan rukunnya, maka menjadikan pernikahan tersebut tidak sah

menurut hukum.

Berkaitan dengan mahar atau mas kawin, ulama‟ Malikiyyah menjadikan

mahar sebagai rukun, sedangkan ulama‟ Syafi‟iyyah tidak menjadikan mahar sebagai

rukun. Hukum memberikan mahar dari calon mempelai laki-laki kepada calon

mempelai wanita adalah wajib. Pemberian mahar/mas kawin ini wajib atas laki-laki,

tetapi tidak menjadi rukun nikah, sehingga nikah tetap sah kalau sekiranya mahar itu

tidak disebutkan dalam akad nikah. Hal ini sesuai dengan komentar Sayyid Abu

Bakar Syatho‟ yang mengatakan:

Page 39: analisis pendapat ulama tentang nikah sirri serta akibatnya bagi isteri dan keturunannya

39

Artinya : Nikah tetap sah walau tanpa menyebutkan mahar dalam akad, sunnah kalau

dalam akad itu disebutkan maharnya, dan hukumnya makruh tidak

menyebutkan mahar dalam akad. (I‟anatu Al-Thalibin‟, juz III, t th:281).

Dasar wajibnya menyerahkan mahar ini adalah firman Allah dalam Al Qur‟an

surat An-Nisa‟ ayat 4 yang berbunyi:

Artinya : Berikanlah mahar (mas kawin) kepada wanita yang kamu nikahi sebagai

pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan

kepadamu sebagian dari mas kawin itu dengan senang hati, maka makanlah

(ambillah) pemberian itu sebagai makanan yang sedap dan baik akibatnya.

(Al-Qur‟an Terjemah, surat An-Nisa‟:4).

Selain dalam Al-Qur‟an, dasar kewajiban menyerahkan mahar juga terdapat

dalam sebuah hadist Rasulullah yang berbunyi:

Artinya : Menikahlah, walau hanya dengan mas kawin berupa cincin yang terbuat

dari besi. (Shahih Al-Bukhari, juz III, t th:252).

Besarnya mas kawin itu tidak dibatasi oleh syari‟at Islam, tetapi sesuai dengan

kemampuan suami dan keridhaan istri. Sungguhpun demikian, hendaklah suami

benar-benar membayarnya, karena apabila mahar itu telah diucapkan, maka hal itu

akan menjadi hutang si suami kepada istrinya yang wajib dibayar sebagaimana

hutang kepada orang lain.

Page 40: analisis pendapat ulama tentang nikah sirri serta akibatnya bagi isteri dan keturunannya

40

C. Pengertian dan Faktor Penyebab Nikah Sirri

Di dalam Al-Qur‟an maupun Hadist tidak ada satu nash-pun yang menyebut

istilah nikah sirri. Dan tidak ada pula tradisi Arab-Islam yang menyebut kata nikah

sirri. Lalu dari mana istilah nikah sirri ini muncul? Atau siapa pihak yang

memunculkan istilah nikah srri ini? Istilah nikah sirri ini tidak jelas dari mana

kemunculannya. Majelis Ulama‟ Indonesia (MUI) sendiri tidak menyebut istilah

nikah sirri. Sepadan dengan istilah ini, MUI hanya menyebutnya dengan istilah nikah

di bawah tangan. (Taufiqurrahman Al-Azizi, 2010:38),

Kata sirri memiliki arti “rahasia.” Kata ini juga mengacu pada pengertian

“tersembunyi.” Bila kata sirri dihubungkan dengan kata nikah, maka akan diperoleh

istilah gabungan berupa kalimat “nikah sirri.” Arti dari kalimat ini menjadi nikah

rahasia atau nikah yang tersembunyi. (Taufiqurrahman Al-Azizi, 2010:36).

Pertanyaannya adalah, apa makna “rahasia” atau “tersembunyi” dari nikah sirri itu?

Rahasia dari apa atau siapa? Tersembunyi yang bagaimana?

Kata “sirri” dalam istilah nikah sirri adalah kata yang dipaksakan, karena kata

sirri ini merujuk pada konteks hubungan antara laki-laki dan perempuan yang

menikah di hadapan negara (pemerintah). Jika sepasang suami-istri yang menikah

namun dari pernikahan itu tidak ada catatan atau berkas, atau tidak ada bukti hitam di

atas putih di Instansi Catatan Sipil atau di Kantor Urusan Agama, maka pernikahan

tersebut disebut sebagai nikah sirri. Nikah di bawah tangan yang dimaksud oleh

Majelis Ulama‟ Indonesia (MUI) adalah sama dengan istilah nikah sirri ini.

Page 41: analisis pendapat ulama tentang nikah sirri serta akibatnya bagi isteri dan keturunannya

41

Dari sini terlihat jelas bahwa kata “sirri” yang dimaksud dalam istilah nikah

sirri adalah sirri atau rahasia atau tersembunyi dari catatan pemerintah. Pemerintah

yang dimaksud dalam hal ini adalah Kantor Catatan Sipil atau Kantor Urusan Agama.

Dengan demikian, bila praktek nikah sirri dilakukan, berarti pernikahan tersebut

tersembunyi atau menjadi rahasia dari pemerintah. Ini berarti, Kantor Urusan Agama

atau Kantor Catatan Sipil tidak tahu bahwa telah berlangsung sebuah pernikahan.

Ketidaktahuan tersebut ada kalanya karena pernikahan itu tidak dilaksanakan

dihadapan petugas dari instansi yang berwenang, atau ada kalanya pula karena tidak

memenuhi persyaratan-persyaratan administrasi yang telah ditentukan oleh

pemerintah, atau memang sengaja menghindarkan pernikahan tersebut dari

pemerintah, sehingga tidak ada catatan dan pencatatan tentang pernikahan itu dalam

instansi pemerintah yang terkait.

Jika demikian, makna rahasia atau tersembunyi dari istilah nikah sirri itu tidak

mengacu kepada pihak lain, kecuali kepada pihak pemerintah. Namun walaupun

demikian, tidak bisa disebut sebagai nikah sirri manakala suatu pernikahan

dilaksanakan di depan petugas instansi yang berwenang dan telah dicatat di Catatan

Sipil atau Kantor Urusan Agama (KUA), akan tetapi pernikahan tersebut dirahasiakan

dari pengetahuan orang banyak. Oleh karena itu, istilah nikah sirri adalah istilah yang

dimunculkan dalam konteks pemerintahan untuk menandai sebuah pernikahan yang

tidak ada berkas-berkas administrasi atau catatannya di Catatan Sipil atau Kantor

Urusan Agama (KUA).

Page 42: analisis pendapat ulama tentang nikah sirri serta akibatnya bagi isteri dan keturunannya

42

Jadi, nikah sirri adalah pernikahan yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan

agama dan memenuhi semua kriteria syarat dan rukun pernikahan, tetapi pernikahan

itu tidak dilakukan di hadapan Petugas Pencatat Nikah sebagai aparat resmi

pemerintah, atau pernikahan itu tidak dicatatkan di Kantor Urusan Agama (KUA),

yang dengan sendirinya pernikahan itu tidak mempunyai Akta Nikah yang

dikeluarkan oleh pemerintah, sehingga tidak diakui secara undang-undang dan tidak

mempunyai kekuatan hukum, dalam pengertian, bahwa pernikahan itu tidak dapat

dibuktikan di hadapan pihak yang berwenang karena tidak ada data dan catatan yang

resmi tentang pernikahan itu.

Berbeda dengan pernikahan yang dilakukan secara resmi di hadapan Petugas

Pencatat Nikah, selain memenuhi syarat dan rukunnya, juga akan memperoleh Akta

Nikah yang nantinya jika terjadi permasalahan dalam kehidupan keluarga pasangan

suami istri itu, maka Akta Nikah tersebut dapat menjadi bukti dan dapat

dipertanggungjawabkan secara hukum.

Peraturan perundang-undangan hanya mengatur perkawinan dari sisi

formalitasnya saja, yaitu perkawinan sebagai peristiwa hukum yang harus

dilaksanakan menurut peraturan agar tercipta suatu ketertiban dan kepastian

hukumnya. Berkaitan dengan pencatatan perkawinan, pada awalnya hukum Islam

tidak secara konkrit mengaturnya. Pada masa Rasulullah maupun para sahabat belum

dikenal adanya pencatatan perkawinan. Waktu itu perkawinan dinyatakan sah bila

telah memenuhi unsur-unsur syarat dan rukunnya. Agar perkawinan itu diketehui oleh

khalayak ramai, maka perkawinan itu di umumkan melalui acara walimah al-„ursy.

Page 43: analisis pendapat ulama tentang nikah sirri serta akibatnya bagi isteri dan keturunannya

43

Namun dalam perkembangan selanjutnya, karena perubahan dan tuntutan

zaman dan dengan pertimbangan kemaslahatan, dibuatlah aturan yang mengatur

tentang perkawinan dan pencatatannya. Hal ini dilakukan untuk ketertiban

pelaksanaan perkawinan dalam masyarakat, adanya kepastian hukum, dan untuk

melindungi pihak-pihak yang melakukan perkawinan itu serta akibat dari terjadinya

perkawinan, seperti nafkah istri, hubungan orang tua dengan anak, kewarisan, dan

lain sebagainya. Perubahan terhadap sesuatu, termasuk dalam institusi perkawinan

dengan dibuatnya Undang-undang atau peraturan perkawinan adalah merupakan

kebutuhan yang tidak bisa dipungkiri.

Dalam hal mengapa seseorang melakukan nikah sirri, tentunya tidak dapat

dipungkiri bahwa ada faktor-faktor yang harus diketahui dan dijelaskan, sehingga

dengan melihat dan mencermati faktor-faktor nikah sirri secara adil, maka mungkin

akal dan nurani akan lebih arif dan bijaksana dalam menyikapi nikah sirri.

Pernikahan sebagai sebuah ajaran yang agung dan suci, maka sudah barang

tentu sepasang suami istri mengharap pernikahannya dapat disaksikan oleh keluarga,

sanak-saudara, kaum kerabat dan sahabat karib. Walimah pun diadakan dengan

semeriah mungkin, sehingga pernikahan tersebut akan terasa lebih berkesan dan

menjadi kenangan yang indah. Mungkin proses yang demikian itulah yang

dikehendaki oleh sepasang mempelai yang akan menikah. Hanya saja, terkadang

bayangan indah itu hanya menjadi sebuah bayangan belaka yang tidak akan terwujud

dalam kenyataan, dikarenakan adanya hal-hal yang menghalangi keinginan untuk

dapat menikah dengan proses yang baik dan indah itu.

Page 44: analisis pendapat ulama tentang nikah sirri serta akibatnya bagi isteri dan keturunannya

44

Secara garis besar, faktor-faktor yang melatarbelakangi terjadinya nikah sirri

antara lain adalah:

1. Faktor orang tua

Dalam situasi di mana seorang pemuda dan pemudi yang telah sampai pada

tahap pubertas dan telah memiliki ketertarikan terhadap lawan jenis, rasa cinta dan

sayang yang mendorong untuk dapat selalu bersama. Namun di satu sisi, orang tua

belum menghendaki bila anak-anak mereka akan menikah. Hal itu dikarenakan si

orang tua menganggap anaknya belum bekerja dan belum mapan, atau masih dalam

proses pendidikan yang menjadi tanggung jawab orang tuanya.

Dalam keadaan yang demikian, maka apakah seseorang harus terus-menerus

berpuasa atau berolah raga, atau menyibukkan diri dengan segala macam aktifitas

untuk mengurangi dan menghindari dorongan nafsu syahwat yang tidak halal dan

demi menjaga cinta dan kasih sayang tersebut? Sampai di mana dan seberapa lama

pemuda dan pemudi ini akan selalu sabar dan kuat bertahan dari godaan syaitan?

Dari sinilah terkadang si anak nekat kabur dari rumah dan melangsungkan

pernikahan sirri dengan pasangannya di rumah saudara atau familinya yang kebetulan

memahami keadaan tersebut. Hal ini mereka lakukan demi menjaga cinta dan kasih

sayang yang sudah terbina sebelumnya sekaligus untuk menghindari hal-hal yang

dilarang syari‟at.

2. Faktor hamil di luar nikah

Budaya barat yang masuk dan merebak mempunyai pengaruh yang sangat

besar dalam prilaku dan pola fikir seseorang, terutama di kalangan remaja. Dari cara

Page 45: analisis pendapat ulama tentang nikah sirri serta akibatnya bagi isteri dan keturunannya

45

berbusana dan pergaulan antara laki-laki dan perempuan sudah sangat melampaui

batas-batas kewajaran dan tidak mengindahkan norma-norma agama Islam.

Akibatnya, hamil di luar sudah bukan merupakan hal yang tabu.

Kehamilan yang terjadi di luar nikah tersebut merupakan aib bagi keluarga

dan akan menimbulkan cemoohan dari masyarakat. Dari sinilah si orang tua

menikahkan anaknya dengan laki-laki yang menghamilinya tanpa melibatkan Petugas

Pencatat Nikah (PPN) dengan alasan menyelamatkan nama baik keluarga.

3. Faktor sulitnya aturan untuk berpoligami

Dalam hal ini biasanya nikah sirri identik dengan poligami. Prilaku suami

untuk beristri lebih dari satu dibenarkan oleh Al Qur‟an dan Undang-undang dengan

segala macam kriteria persyaratan. Suami harus mampu berlaku adil. Tetapi sebuah

keadilan sangat sulit untuk diwujudkan atau dibuktikan secara nyata. Akan tetapi

untuk menjangkau syarat tersebut, Undang-undang mengaturnya dengan sangat ketat.

Dalam Peraturan Pemerintah RI Nomor 9 /1975 Pasal 40 dijelaskan bahwa;

“Apabila seorang suami bermaksud untuk beristri lebih dari satu, ia wajib

mengajukan permohonan secara tertulis kepada Pengadilan.” (Kumpulan

Peraturan Perkawinan Bagi Masyarakat Islam Di Indonesia, 2010:63).

Pasal ini merupakan penegasan untuk melaksanakan Undang-undang Nomor

1 Tahun 1974 Pasal 4 yang tata cara pelaksanaannya diuraikan dalam Pasal 41 yang

menyebutkan bahwa Pengadilan memeriksa hal-hal sebagai berikut:

a. Ada atau tidaknya alasan yang memungkinkan seorang suami kawin lagi,

ialah:

Page 46: analisis pendapat ulama tentang nikah sirri serta akibatnya bagi isteri dan keturunannya

46

- Bahwa istri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai istri.

- Bahwa istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat

disembuhkan.

- Bahwa istri tidak dapat melahirkan keturunan.

b. Ada atau tidaknya persetujuan dari istri, baik persetujuan secara lisan ataupun

tertulis. Apabila persetujuan itu merupakan persetujuan lisan, maka

persetujuan itu harus diucapkan di depan sidang Pengadilan.

c. Ada atau tidaknya persetujuan kemampuan suami untuk menjamin keperluan

hidup istri-istri dan anak-anak, dengan memperlihatkan:

- Surat keterangan mengenai penghasilan suami yang ditandatangani oleh

bendahara tempatnya bekerja.

- Surat keterangan pajak penghasilan.

- Surat keterangan lain yang dapat diterima oleh Pengadilan.

d. Ada atau tidaknya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap istri-istri dan

anak-anak mereka dengan pernyataan atau janji dari suami yang dibuat dalam

bentuk yang ditretapkan untuk itu. (Kumpulan Peraturan Perkawinan Bagi

Masyarakat Islam Di Indonesia, 2010:64).

Adanya undang-undang yang mengatur syarat-syarat untuk berpoligami ini

mungkin akan terasa berat, rumit dan berbelit-belit bagi seorang suami yang beniat

beristri lebih dari satu. Namun di satu sisi yang lain keinginannya untuk beristri lebih

dari satu sudah tidak dapat dibendung lagi. Dengan berkelit dari peraturan undang-

Page 47: analisis pendapat ulama tentang nikah sirri serta akibatnya bagi isteri dan keturunannya

47

undang dan dengan tanpa sepengetahuan istrinya yang sah, pernikahan sirri dijadikan

sebagai alternatif untuk mendapatkan istri lebih dari satu.

4. Faktor pendidikan

Pengabaian terhadap pendidikan dapat menyebabkan seseorang menjadi

bodoh, tidak tahu perkembangan zaman, tidak cakap mengurus dan menghadapi

masalah serta tidak luwes dalam berfikir dan bertindak. Hal ini pun akan berdampak

pada kurangnya pemahaman dan kesadaran masyarakat tentang seluk-beluk prosedur

administrasi pernikahan. Selain itu, prosedur administrasi pernikahan yang diatur oleh

pemerintah dianggap sebagai suatu hal yang rumit dan berbelit-belit serta akan

memakan biaya yang tidak sedikit, sehingga seseorang enggan untuk menikah

melalui prosedur yang ada.

Untuk menghindari prosedur administrasi yang dianggap rumit dan berbelit-

belit itu ia menempuh jalan pintas yang mudah, praktis dan ekonomis, yaitu nikah

sirri. Pelaku nikah sirri ini menganggap bahwa sudah cukup bagi mereka untuk

menikah selama memenuhi syarat dan rukun pernikahan tanpa harus memenuhi

prosedur administrasi yang berlaku. Pendapat seperti ini memang tidak selamanya

keliru. Hanya saja akan ada konsekuensi-konsekuensi lain yang akan muncul di

kemudian hari bila proses pernikahan tidak melalui prosedur yang telah diatur oleh

pemerintah.

Page 48: analisis pendapat ulama tentang nikah sirri serta akibatnya bagi isteri dan keturunannya

48

5. Faktor ekonomi

Faktor ekonomi juga dapat menjadi salah satu penyebab terjadinya nikah sirri.

Jika seseorang yang memang sudah jelas memiliki niat baik untuk menikah,

meskipun dalam hal ini dia termasuk dalam golongan orang yang tidak mampu atau

miskin tapi ingin segera menikah, maka dia akan lebih memikirkan hal yang simple

dan praktis. Jika seseorang tidak siap dengan pernikahan yang akan dilaksanakan,

yang dengan biaya pernikahan sederhana saja dia tidak mampu, ditambah lagi dengan

biaya administrasinya, maka kondisi yang demikian ini dapat menjadi peluang bagi

seseorang untuk menikah sirri dengan alasan menghindari perbuatan zina, dan lain

sebaginya.

Page 49: analisis pendapat ulama tentang nikah sirri serta akibatnya bagi isteri dan keturunannya

49

BAB III

METODE PENELITIAN

1. Metode dan Pendekatan Penelitian

Penelitian ditujukan untuk mengungkap tentang objek secara apa adanya,

maka metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif, yaitu

prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau

melukiskan keadaan subjek atau objek penelitian pada saat sekarang berdasarkan

fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya. (Hadari Nawawi, 1993:63).

Dalam penelitian ini, pendekatan yang digunakan adalah pendekatan

kualitatif, karena data yang dihasilkan adalah data deskriptif berupa kata-kata tertulis

atau lisan dari orang-orang yang dapat diamati. Menurut Taylor dan Bogdan dalam

Harun Rasyid (2000:5), metode kualitatif merupakan prosedur penelitian yang

menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan

prilaku yang diamati.

2. Penentuan Sumber Data Penelitian

Harun Rasyid (2000:36) mengartikan data sebagai fakta atau informasi yang

diperoleh dari yang didengar, diamati, dirasa dan dipikirkan dari aktor, aktivitas dan

tempat yang diselidiki. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan data primer dan

data sekunder.

Page 50: analisis pendapat ulama tentang nikah sirri serta akibatnya bagi isteri dan keturunannya

50

Sumber data primer dalam penelitian ini adalah para ulama‟ Kota Pontianak,

berjumlah 8 orang. Sedangkan data sekunder dalam penelitian ini adalah literatur-

literatur fiqh klasik dan kontemporer, fatwa-fatwa ulama‟ yang berkaitan dengan

pernikahan, Kompilasi Hukum Islam (KHI), dan lain sebagainya.

3. Pemilihan Setting Penelitian

Menurut Lexy J. Moleong (2001:8), bahwa yang dimaksud dengan pemilihan

setting adalah keterbatasan goegrafis dan praktis seperti waktu, biaya, tenaga, perlu

dijadikan pertimbangan dalam penentuan lokasi.

Dalam pemilihan setting penelitian, peneliti menetapkan kota Pontianak sebagai

tempat penelitian, dengan alasan sebagai berikut:

1. Kota Pontianak lebih dekat dari rumah peneliti.

2. Responden penelitian sudah dikenal oleh peneliti.

3. Di kota Pontianak terdapat masalah yang akan diteliti.

4. Kota Pontianak berada di tempat yang srtategis, mudah untuk dikunjungi serta

menghemat waktu, tenaga dan pembiayaan.

4. Tehnik dan Alat Pengumpul Data

Adapun tehnik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

wawancara, observasi partisipan dan dokumentasi.

a. Wawancara mendalam

Wawancara mendalam adalah percakapan dengan maksud tertentu yang

dilakukan oleh pewawancara dengan mengajukan pertanyaan, dan yang diwawancarai

memberikan jawaban atas pertanyaan itu. (Lexy J. Moleong, 1996:135).

Page 51: analisis pendapat ulama tentang nikah sirri serta akibatnya bagi isteri dan keturunannya

51

Penggunaan tehnik wawancara mendalam yang dilakukan oleh peneliti karena

peneliti belum mengetahui secara detail tentang “Pendapat Ulama‟ Kota Pontianak

Tentang Nikah Sirri Dan Akibatnya Bagi Istri Serta Keturunannya.” Dalam

melakukan wawancara, terlebih dahulu peneliti menghubungi responden untuk

diwawancarai dan menentukan waktu serta tempat wawancara. Sebelum melakukan

wawancara, peneliti meminta kesediaan dan kesanggupan dari responden apabila ada

kesempatan untuk mengadakan wawancara, maka wawancara dapat dilakukan.

Adapun prosedur pengumpulannya dilakukan sebagai berikut:

1. Memilih dan menetapkan subjek yang akan diwawancarai

2. Menentukan waktu dan tempat wawancara

3. Menyusun pedoman wawancara

4. Mencatat hasil wawancara

5. Menyusun hasil wawancara

6. Menganalisis hasil wawancara

Alat bantu yang digunakan dalam wawancara adalah handfone perekam.

Sedangkan alat yang digunakan dalam mengumpulkan data-data dari wawancara

adalah pedoman wawancara.

b. Dokumentasi

Dokumentasi terdiri dari dua kelompok, yaitu dokumen dalam arti sepit dan

dokumen dalam arti luas. Dokumen dalam arti sempit adalah berupa teks, catatan,

surat pribadi, autobiografi dan lain sebagainya. Sedangkan dokumen dalam arti luas

adalah dapat berupa artifak, monument, foto, dan lain sebagainya.

Page 52: analisis pendapat ulama tentang nikah sirri serta akibatnya bagi isteri dan keturunannya

52

Dokumen digunakan untuk mencari dan memperoleh data berupa teks-teks

tertulis, catatan, surat atau biografi. Penggunaan teknik ini dimaksudkan untuk

memperoleh data-data demi memperlengkap data-data yang diperoleh lewat

wawancara dan observasi, sehingga hasil penelitian ini bertambah jelas dan tidak

meragukan.

Data yang akan diperoleh oleh peneliti dari alat pengumpul data ini adalah

berupa Pendapat Ulama‟ Kota Pontianak Tentang Nikah Sirri Dan Akibatnya Bagi

Istri Serta Keturunannya. Selain itu, dokumen-dokumen lain yang akan diteliti adalah

naskah-naskah atau catatan-catatan yang dipakai oleh ulama‟ Kota Pontianak dalam

memberikan pendapat tentang nikah sirri.

5. Tehnik Analisa Data

Analisa data adalah proses pengaturan urutan data, mengorganisasikannya ke

dalam suatu pola, katagori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema

dan dapat dirumuskan suatu hipotesis (kesimpulan) sementara dari data yang

dianalisis. (Lexy Moleong, 1996:130).

Selama pengumpulan data, analisis dilakukan dengan observasi partisipan,

wawancara dan dokumentasi. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan data yang masih

mentah untuk kepentingan penelitian yang berkenaan masalah “Pendapat Ulama‟

Kota Pontianak Tentang Nikah Sirri Dan Akibatnya Bagi Istri Serta Keturunannya.”

Bedasarkan pernyataan di atas, maka penelitian ini menggunakan analisis data

yang bersifat deskriptif, yaitu analisis data yang aktual dan faktual dari hasil

penelitian, sedangkan penganalisaan data menggunakan tehnik analisis kwalitatif.

Page 53: analisis pendapat ulama tentang nikah sirri serta akibatnya bagi isteri dan keturunannya

53

Tehnik yang digunakan adalah komponen analisis yang digunakan oleh Miles dan

Huberman dalam Harun Rasyid (2007:70), komponen analisis data tersebut melalui

langkah-langkah kegiatan sebagai berikut:

a. Pengumpulan Data

Sebelum analisa data dilakukan, perlu diadakan pengumpulan data melalui

alat pengumpul data yang digunakan, sehingga diperoleh informasi yang cukup

terhadap penelitian yang dilakukan. Data-data mengenai Pendapat Ulama‟ Kota

Pontianak Tentang Nikah Sirri Dan Akibatnya Bagi Istri Serta Keturunannya yang

dikumpulkan berasal dari hasil wawancara dan dokumentasi.

b. Reduksi Data

Reduksi data adalah proses pemilihan data yang terkumpul selama melakukan

penelitian. Data yang diperoleh dari lapangan ditulis dalam bentuk uraian yang

merupakan rangkuman dari hasil wawancara dengan aspek-aspek yang ingin

diketahui dari peneliti. Hasil wawancara dan observasi sebagai bahan mentah

direduksi disusun lebih sistematis sehingga lebih mudah dikendalikan. (Nasution,

1996:129). Reduksi data dilakukan pada data-data mengenai Pendapat Ulama‟ Kota

Pontianak Tentang Nikah Sirri.

c. Display Data

Untuk mempermudah pengelompokan hasil wawancara agar dapat dilihat

gambaran keseluruhan atau bagian hasil penelitian ini, maka peneliti menggunakan

display data, yaitu menggunakan semacam alat atau matrik, chart atau grafik network.

Page 54: analisis pendapat ulama tentang nikah sirri serta akibatnya bagi isteri dan keturunannya

54

Dengan demikian akan mempermudah untuk menguasai data. (Harun Rasyid,

2000:70).

Display data ini dilakukan pada data-data mengenai Pendapat Ulama‟ Kota

Pontianak Tentang Nikah Sirri Dan Akibatnya Bagi Istri serta Keturunannya. Display

data pada penelitian ini adalah dalam bentuk tabel. Data-data yang sudah

dikumpulkan oleh peneliti kemudian dikelompokkan sesuai dengan jenis pertanyaan

dan jawaban antara peneliti dan responden. Hal ini dilakukan agar peneliti dengan

mudah melihat gambaran keseluruhan data untuk mempermudah melakukan analisis

data.

d. Penarikan Kesimpulan Atau Verifikasi

Penarikan kesimpulan atau verifikasi adalah penarikan kesimpulan dari semua

data yang ditampilkan dengan melibatkan pemahaman dan kemudahan peneliti.

(Harun Rasyid, 2000:124).

Dalam rangka mencari makna, verifikasi perlu dilakukan. Meskipun pada

mulanya kesimpulan masih kabur, akan tetapi dengan bertambahnya data, maka

kesimpulan itu bisa grounded. Kesimpulan diambil terus menerus selama

berlangsungnya penelitian. Demikian juga analisispun terus dilakukan sejak data

terkumpul untuk dilakukan verifikasi satu persatu dari data-data tersebut.

6. Tehnik Pemeriksaan Keabsahan Data

Agar data yang diperoleh objektif dan teruji keabsahannya, maka perlu adanya

pemeriksaan keabsahan data. Dari cara-cara pemeriksaan keabsahan data yang

Page 55: analisis pendapat ulama tentang nikah sirri serta akibatnya bagi isteri dan keturunannya

55

dikemukakan oleh Lexy J. Moleong (1996:175-183), peneliti hanya menggunakan

tiga cara pemeriksaan keabsahan data dalam penelitian ini, yaitu:

a. Triangulasi

Triangulasi adalah tehnik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan

sesuatu yang lain diluar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai

perbandingan terhadap data itu. Dan penelitian ini menggunakan triangulasi dengan

membandingkan dan mengecek derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh

melalui wawancara, yang mana waktu dan alatnya berbeda dalam penelitian

kualitatif.

Menurut Lexy J. Moleong (1996:178), sumber triangulasi dapat dicapai

dengan jalan sebagai berikut:

1. Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara.

2. Membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan apa yang

dikaitkan secara pribadi.

3. Membandingkan apa yang dikatakan orang tentang situasi penelitian dengan

apa yang dikatakan secara pribadi.

4. Membandingakan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai

pendapat dan pandangan orang seperti rakyat biasa, orang berpendidikan

menengah atau tinggi dan orang pemerintahan.

b. Member Check

Dari data-data di lapangan tentang Pendapat Ulama‟ Kota Pontianak Tentang

Nikah Sirri Dan Akibatnya Bagi Istri Serta Keturunannya, baik itu data yang

Page 56: analisis pendapat ulama tentang nikah sirri serta akibatnya bagi isteri dan keturunannya

56

diperoleh dari interview peneliti dengan ulama‟ kota Pontianak maupun data yang

diperoleh dari hasil observasi dan dokumentasi peneliti, setelah dianalisis, lalu

ditafsirkan dan disimpulkan, kemudian peneliti mengadakan pengecekan kembali

terhadap data-data yang sudah disimpulkan. Dengan demikian, maka tujuan

dilakukannya member check ini adalah untuk mengecek kembali data-data yang

sudah disimpulkan.

c. Ketekunan Pengamatan

Menurut Lexy J. Moleong (1989:192), bahwa yang dimaksud dengan

ketekunan pengamatan adalah menemukan ciri-ciri dan unsur-unsur dalam situasi

yang sangat relevan dengan persoalan atau isu yang sedang dicari dan kemudian

memusatkan diri pada hal-hal tersebut secara rinci.

Dalam hal ini, peneliti akan melakukan pengamatan dengan teliti dan rinci

secara berkesinambungan terhadap faktor-faktor yang menonjol atau kejadian-

kejadian yang tidak biasa, kemudian menelaahnya sampai pada suatu titik sehingga

peneliti melihat atau mengamati langsung Pendapat Ulama‟ Kota Pontianak Tentang

Nikah Sirri Dan Akibatnya Bagi Istri Serta Keturunannya.

Page 57: analisis pendapat ulama tentang nikah sirri serta akibatnya bagi isteri dan keturunannya

57

BAB IV

PAPARAN DATA DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Kota Pontianak

Kota Pontianak didirikan oleh Sultan Syarif Abdurrahman pada tanggal 23

Oktober 1771 M, bertepatan dengan tanggal 14 Rajab 1185 H. Asal kota ini dibangun

di semenanjung simpang tiga buah sungai, yaitu sungai Kapuas Besar, sungai Kapuas

Kecil dan Sungai Landak. Tahun 1192 Hijriyah, Syarif Abdurrahman Al-Qadrie

dinobatkan sebagai Sultan Kerajaan Pontianak yang pertama. Letak pusat

pemerintahan ditandai dengan didirikannya Masjid Raya Sultan Ayarif Abdurrahman

Al-Qadrie dan Istana Kadariah, yang sekarang terletak di Kelurahan Dalam Bugis

Kecamatan Pontianak Timur

Kota Pontianak terletak di lintasan garis Khatulistiwa pada garis 0° Lintang

Utara-Selatan dan Bujur Timur Barat dengan ketinggian berkisar antara 0,10 meter

samapi 1,50 meter di atas permukaan laut. Selain itu, Kota Pontianak beriklim tropis

dengan suhu rata-rata 28°C sampai dengan 34°C disertai dengan curah hujan terbesar

(bulan basah) jatuh pada bulan Mei dan Oktober. Sedangkan curah hujan terkecil

(bulan kering) jatuh pada bulan Juli. yang berkisar antara musim hujan dan kemarau.

Adapun wilayah Kota Pontianak secara keseluruhan berbatasan dengan

wilayah Kabupaten Pontianak, yaitu seperti yang tertulis pada tabel:

Page 58: analisis pendapat ulama tentang nikah sirri serta akibatnya bagi isteri dan keturunannya

58

Batas Wilayah Kota Pontianak

NO KECAMATAN

Berbatasan dengan Kecamatan-

kecamatan Kab. Ponbtianak Desa/Dusun

01 Ptk Selatan 1. Kecamtan Sungai Raya -Sungai Raya

2. Kecamtan Sungai Kakap -Punggur Kecil

02 Ptk Timur 1. Kecamtan Sungai Raya -Kapur

2. Kecamtan Sungai Ambawang -Kuala Ambawang

03 Ptk Barat 1. Kecamtan Sungai Kakap -Pal IX

-Sungai Rengas

04 Ptk Utara 1. Kecamatan Siantan -Wajok Hulu

2. Kecamatan Sungai Ambwang -Kuala Ambawang

05 Ptk Kota 1. Kecamatan Ptk Selatan -Sei Jawi Dalam

2. Kecamatan Ptk Barat -Punggur Kecil

06 Ptk Tenggara - -

Sumber : Kementrian Agama Pontianak

Pada tabel ini menunjukkan bahwa secara administratif Kota Pontianak terdiri

atas enam kecamatan, yaitu Kecamatan Pontianak Selatan, Kecamatan Pontianak

Timur, Kecamatan Pontianak Barat, Kecamatan Pontianak Utara, Kecamatan

Pontianak Kota, dan Kecamatan Pontianak Tenggara. Selain itu, Kota Pontianak juga

berbatasan dengan beberapa Kecamatan dan Desa yang berada di luar wilayah Kota

Pontiank.

Dari hasil Sensus Penduduk tahun 2010, jumlah penduduk kota Pontianak

sebanyak 550.304 jiwa, yang terdiri laki-laki berjumlah 265.775 jiwa, dan perempuan

sebanyak 284.529 jiwa. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat seperti yang tertera di

dalam tabel berikut :

Page 59: analisis pendapat ulama tentang nikah sirri serta akibatnya bagi isteri dan keturunannya

59

Jumlah Penduduk Kota Pontianak Menurut Agama dan Kepercayaan

Yang Dianut

No Kecamatan Islam Protestan Katolik Hindu Budha Lain-lain

1 Ptk Selatan 60.546 11.854 11.305 119 1.607 15.531

2 Ptk Timur 46.656 8.825 10.712 302 1.052 199

3 Ptk Barat 158.267 8.372 9.268 623 1.006 571

4 Ptk Kota 95.994 3.346 4.653 949 1.091 9.822

5 Ptk Utara 50.594 2.587 2.784 431 378 37.386

6 Ptk Tenggara - - - - - -

Jumlah 412.057 34.984 38.722 2.424 5.134 63.490

Total 2011 556.811 Jiwa

Total 2010 543.692 Jiwa Sumber : Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil

Pada tabel ini menunjukkan bahwa penduduk Kota Pontianak yang memeluk

agama yang diakui oleh negara adalah sebagai berikut; Islam sebanyak 412.057

orang, Katolik 34.984 orang, Protestan 38.722 orang, Hindu 2.424 orang, Budha

5.134 orang. Sedangkan yang memeluk agama selain kelima agama yang diakui oleh

pemerintah tersebut, seperti aliran kepercayaan, Kong Hu Cu, Animisme, dan lain

sebaginya adalah sebanyak 63.490 orang.

B. Paparan Data

B.i. Beberapa contoh kasus nikah sirri di Kota Pontianak

a). Sa mau menikah sirri dan menjadi istri kedua dengan Pn dengan alasan

karena Sa sangat menginginkan keturunan dari Pn yang di masyarakat dianggap

sebagai seorang guru spiritual. Dikarenakan keluarga besar Sa mayoritas orang

awam, dan Sa hanya berpendidikan sampai Sekolah Dasar saja, sehingga ia tidak

mengerti tentang seluk-beluk administrasi KUA dan tidak mengerti terhadap akibat

Page 60: analisis pendapat ulama tentang nikah sirri serta akibatnya bagi isteri dan keturunannya

60

nikah sirri, maka ia merasa enjoy-enjoy saja dengan status pernikahannya dan

sebagai istri kedua.

b). Ha mau menikah sirri dengan Rd karena memang itu adalah

permintaannya sendiri kepada orang tuanya. Hal itu ia lakukan karena usia

kehamilannya semasa pacaran bersama teman lelakinya telah memasuki usia tiga

bulan. Rd pun mau bertanggung jawab atas kehamilan Ha, dan menikahi Ha secara

sirri yang hanya dihadiri penghulu kampung, wali dan saksi serta sanak kerabatnya

saja, tanpa pesta dan tanpa tenda.

c). Nd mau menikah sirri dan menjadi isrti kedua dengan MJ karena status Mj

yang PNS. Selain itu, karena Mj yang sudah beristri dan mempunyai tiga orang anak

selalu kepergok oleh warga saat kencan. Hal itu membuat keluarga Nd tidak terima

terhadap perlakuan Mj pada Nd. Keluarga Nd khawatir kalau ternyata Nd hanya

dipermainkan dan pada akhirnya ditinggalkan begitu saja oleh Mj. Akhirnya keluarga

Nd menyuruh Mj agar menikahi Nd, dan terjadilah pernikahan siiri itu.

Seringkali suatu ajaran menimbulkan polemik, kontroversi atau pro dan

kontra bila ajaran tersebut dipraktekkan dalam kenyataan. Dan hal yang halal, yang

suci dan mulia serta sah di mata agama yang menjadi bahan polemik di masyarakat

di antaranya adalah nikah sirri. Polemik ini berkaitan dengan segala sesuatu yang

muncul akibat pernikahan tersebut. Sebagai sebuah ajaran, nikah sirri ini bisa

dipraktekkan oleh siapapun yang hendak menikah, karena nikah sirri adalah nikah

yang sah atau nikah yang legal atau nikah yang diperbolehkan oleh syari‟at.

Page 61: analisis pendapat ulama tentang nikah sirri serta akibatnya bagi isteri dan keturunannya

61

Ketika praktek nikah sirri itu dicermati secara mendalam dan diteliti oleh

sebagian fihak, ditemukanlah bentuk-bentuk penyimpangan khususnya berkaitan

dengan perempuan yang dinikahi secara sirri. Yang muncul kemudian adalah

anggapan bahwa nikah sirri adalah praktek penyimpangan dari ajaran Islam,

khususnya ajaran tentang hak-hak kaum perempuan di dalam Islam. Akibatnya,

muncul pemikiran bahwa nikah sirri seharusnya dilarang, dan pelaku nikah sirri

seharusnya dihukum, dipidanakan atau didenda. Tujuannya adalah agar pelaku nikah

sirri merasa jera.

Ironisnya, yang kemudian dipersoalkan adalah ajaran nikahnya, bukan para

pelaku yang telah berbuat dzalim di dalam pernikahan sirri. Muncullah pemikiran

bahwa nikah sirri itu tidak boleh dilakukan karena dapat menjadi penyebab

penindasan dan penderitaan bagi kaum perempuan. Pemikiran seperti ini tentu banyak

ditentang oleh banyak fihak yang secara pasti dan meyakinkan dapat membuktikan

keabsahan nikah sirri ditinjau dari aspek syari‟at Islam.

Untuk menjernihkan masalah ini, maka pada bagian ini peneliti akan

memaparkan data-data dari hasil wawancara mengenai pendapat ulama‟ kota

Pontianak tentang status hukum nikah sirri dan dampak serta solusinya bila nikah sirri

sudah terlanjur terjadi. Dalam hal ini peneliti sendiri sebagai instrumen dan ulama‟

yang berdomisili di Kota Pontianak sebagai nara sumber. Dengan menggunakan

tehnik wawancara langsung, peneliti mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang telah

dipersiapkan kepada nara sumber.

Page 62: analisis pendapat ulama tentang nikah sirri serta akibatnya bagi isteri dan keturunannya

62

Untuk melengkapi pemaparan data penelitian ini, selain menggunakan tehnik

wawancara langsung kepada nara sumber, peneliti juga menelaah dokumen-dokumen

dan catatan-catatan yang dimungkinkan dapat memberi informasi, penjelasan dan

rujukan terhadap penelitian ini. Adapun data-data yang akan dipaparkan sebagai

berikut:

Peneliti melakukan wawancara kepada Ustadz Rudi (37 th) yang merupakan

pengasuh Lembaga Pendidikan Dan Pondok Pesantren Darul Faizin jalan Danau

Sentarum Pontianak. Tentang nikah sirri, beliau berkomentar ;

“Nikah sirri itu tidak batal, nikah sirri itu tidak haram, dan bukan pula sesuatu

yang aneh. Toh kenyataannya sebelum ada Undang-undang perkawinan tahun

1974 itu semua orang Islam yang ada di Indonesia ini pernikakannya sirri

semua, karena tidak ada suratnya. Kakeknya saya, kakeknya Sampeyan,

kakeknya lagi, kakeknya lagi, kakeknya lagi, kan nikahnya tak punya surat,

berarti nikahnya sirri. Jadi secara agama, nikah sirri itu bukan sesuatu yang

aneh, yang penting lima syarat dan rukunnya itu dipenuhi, sahlah pernikahan

itu, selesailah urusan nikah. Lantas kemudian muncul peraturan baru bahwa

pernikahan harus dicatakan. Bagi yang nikahnya tidak dicatakan di KUA tidak

lantas kemudian nikahnya batal atau tidak sah, tetap sah, hanya saja dia

termasuk warga yang tidak patuh terhadap pemerintah. Pemerintah kan punya

kekuasaan, dan kalau ada urusan administrasi biasanya dikait-kaitkan dengan

surat nikah. Ditinjau dari segi agama, dari sisi apapun, nikah sirri tidak rusak,

nikah sirri tidak batal. Dan kalau ada orang-orang pemerintah yang mengatakan

bahwa nikah sirri itu seolah-olah sesuatu yang sangat berdosa dan merupakan

pelanggaran yang sangat berat karena pernikahannya tidak dicatatkan, maka

lebih berat mana dan lebih berdosa mana jika dibanding dengan prostitusi…?

Sekarang kan pemerintah ribut kalau ada orang nikah sirri, oh itu lho contoh

orang tidak taat pada pemerintah, oh itu lho contoh orang liar karena nikahnya

tidak dicatat dan tidak punya surat nikah..,pokoknya segala macam. Sebenarnya

kalau mau diurus betul-betul, pemberantasannya bukan nikah sirri, tapi

prostitusi. Mana yang lebih mulia di hadapan Allah antara orang yang nikah

sirri, dengan orang yang nikahnya tercatat di KUA tapi perutnya “bengkak”

duluan…? Kan beda jauh. Pemerintah menganjurkan agar pernikahan

dicatatkan, itu betul, tapi jangan lantas mengatakan orang yang nikah sirri itu

orang yang melanggar hukum dan nikahnya tidak sah. Kalau dikatakan tidak

taat pada pemerintah oke lah, karena memang ada Undang-undangnya, tapi

Page 63: analisis pendapat ulama tentang nikah sirri serta akibatnya bagi isteri dan keturunannya

63

jangan mengatakan nikahnya tidak sah. Yang ngomong nikahnya ndak sah itu

mungkin kakeknya juga nikah sirri, mungkin dianya juga hasil produk nikah

sirri, karena zaman dulu ndak ada KUA, ndak ada apa-apa. Baru jaman-jaman

sekarang saja ada KUA. Cuma kalau memang mau yang terbaik, maka

athi‟ullah, athi‟urrasul, ulil amri mingkum…Patuhi saja aturan agama dan

pemerintah, beres…!!! Toh kenyataannya tidak susah kok, tinggal daftar di

KUA.” Kalo menurut saya, pelaku nikah sirri itu dibimbing saja, diarahkan dan

difasilitasi oleh pemerintah…tolong, ayo bagi masyarakat yang sudah terlanjur

nikah sirri, daftarkan ke KUA. Walau memang kadang-kadang nikah sirri itu

dijadikan sebagai alat oleh sebagian masyarakat yang tidak amanah untuk nikah

lagi, nikah lagi dan nikah lagi tanpa sepengetahuan istrinya yang resmi. Jadi

saya yakin dengan seyakin-yakinnya bahwa orang yang menikah sesuai dengan

ketentuan agama sudah sah dan mulia di hadapan Allah. Kalau sekarang kita

ngomong nikah sirri itu tidak sah karena tidak dicatatkan, oh nanti dulu, karena

tiap malam di hotel-hotel itu banyak orang yang melakukan praktek prostitusi.

Kalo mau dibetulkan, itu ada di KUA, KUA seharusnya bekerja sama dengan

elemen masyarakat, RT, RW, Kiai atau Ustadz atau orang-orang yang biasa

menikahkan orang. “Tolong Pak RT, Pak RW, Pak Kiai, Pak Ustadz, kami

minta tolong pada Sampeyan, bagi masyarakat yang sudah terlanjur nikah sirri,

tolong didata dan dilaporkan kepada kami, akan kami fasilitasi untuk kami

catatkan pernikahannya.” Nikah sirri itu kan banyak dilakukan di kampung-

kampung oleh Kiai-kiai atau Ustadz-ustadz, dan mereka tidak salah menikahkan

orang, daripada dibiarkan berzina, kan menjadi tanggungan kita, mudharatnya

juga bisa pada kita. Sekarang ini kan ribet, orang mau nikah sekarang, daftar

sekarang tapi tidak bisa nikah sekarang, harus nunggu dulu. Dan biasanya

orang-orang-orang kampung masih suke make‟ istilah hari baek. Oh ini kenna‟

hari baek, udahlah nikahkan sekarang ja‟dulu‟, di KUA kite urus nanti-nanti jak

lah. Alangkah bijaknya kalo‟ pemerintah tu mempermudah semudah-mudahnya

prosedur pernikahan tu, sampe‟ kemudian akan muncul tanggapan dari

masyarakat “kalo‟ urusan nikah di KUA ja‟ mudah, ngape pula‟ aku na‟ nikah

sirri.

“Dampak negatifnya sangat jelas ada di pihak perempuan/istri yang dinikahi

secara sirri itu. Suaminya punya peluang untuk menyia-nyiakan istrinya. Isrti

tidak dapat menuntut hak-haknya pada si suami, karena di Indonesia ini kan

mengutamakan bukti fisik. Karena nikahnya tidak dapat dibuktikan secara fisik

melalui akta nikah, maka si istri tidak dapat menuntut pada siapapun dan tidak

dapat mengadu kemana-mana. Itu baru sebagian kecil dampaknya, belum lagi

dampak-dampak yang lain. Tetapi sebenarnya bukan berarti bahwa pernikahan

yang dilakukan secara resmi dan dicatatkan di KUA itu adalah jaminan bahwa

si suami pasti melaksanakan hak dan kewajibannya dengan sebak-baiknya,

belum tentu. Dan belum tentu pula serta tidak dapat dijamin bahwa gara-gara

nikah sirri itu lalu si suami pasti akan sewenang-wenang terhadap istrinya dan

Page 64: analisis pendapat ulama tentang nikah sirri serta akibatnya bagi isteri dan keturunannya

64

tidak akan melaksanakan kewajiban-kewajibannya, justru dapat saja terjadi

yang sebaliknya.” “Kalo menurut saye, pelaku nikah sirri tu dibimbing ja‟,

diarahkan dan difasilitasi oleh pemerintah…tolong, ayo bagi masyarakat yang

uda terlanjor nikah sirri, daftarkan ja‟ ke KUA. Walau memang kadang-kadang

nikah sirri itu dijadikan sebagai alat oleh sebagian masyarakat yang tidak

amanah untuk nikah lagi, nikah lagi dan nikah lagi tanpa sepengetahuan istrinya

yang resmi. Jadi saye yakin dengan seyakin-yakinnye bahwa orang yang

menikah sesuai dengan ketentuan agama uda sah dan mulia di hadapan Allah.

Kalo sekarang kite ngomong nikah sirri itu tidak sah karena tadak dicatatkan, oh

nanti looo‟, karena mungkin tiap malam tu di hotel-hotel tu banyak orang yang

melakukan praktek prostitusi, ngape orang tak kalot pulak. Smentare kite nikah

sesuai dengan ketentuan agama eh orang kalot pulak.

“Solusinya : Kalo mau dibetulkan, itu ada di KUA, orang-orang di KUA itru

jangan hanya di podium saja, tapi terjun dan turun langsung ke masyarakat,

dekati dan bekerja sama dengan elemen masyarakat, RT, RW, Kiai atau Ustadz

atau orang-orang yang biasa menikahkan orang. “Tolong Pak RT, Pak RW, Pak

Kiai, Pak Ustadz, kami minta tolong pada Sampeyan, bagi masyarakat yang

sudah terlanjur nikah sirri, tolong didata dan dilaporkan kepada kami, akan

kami fasilitasi untuk kami catatkan pernikahannya.” Nikah sirri itu kan banyak

dilakukan di kampung-kampung oleh Kiai-kiai atau Ustadz-ustadz, dan mereka

tidak salah menikahkan orang, daripada dibiarkan berzina, kan menjadi

tanggungan kita, mudharatnya juga bisa pada kita. Sekarang ini kan ribet, orang

mau nikah sekarang, daftar sekarang tapi tidak bisa nikah sekarang, harus

nunggu dulu. Dan biasenye orang-orang-orang kampong tu mase suke make‟

istilah hari baek. Oh ini kenna‟ hari baek ni, udahlah nikahkan sekarang

ja‟dulu‟, di KUA kite urus nanti-nanti jak lah. Alangkah bijaknya kalo‟

pemerintah tu mempermudah semudah-mudahnya prosedur pernikahan tu,

sampe‟ kemudian akan muncul tanggapan dari masyarakat “kalo‟ urusan nikah

di KUA ja‟ mudah, ngape pula‟ aku na‟ nikah sirri.”

KH. Abdul Muthalib selaku pembina Pondok Pesantren Al-Jihad jalan H. Rais

A Rahman Sungai Jawi, pada saat diwawancarai oleh peneliti, beliau pun

berkomentar. Kata beliau;

“Menurut hukum syari‟at, nikah sirri itu sah, karena telah memenuhi syarat dan

rukun nikah, yaitu adanya calon suami, calon istri, wali nikah, saksi nikah dan

ijab-qabul. Tapi kita juga wajib mentaati pemerintah karena ada dalil athi‟ulloh

athi‟urrasul wa ulil amri mingkum. Hanya saja kalau melakukan nikah sirri

Page 65: analisis pendapat ulama tentang nikah sirri serta akibatnya bagi isteri dan keturunannya

65

maka tidak ada akta nikahnya di kepemerintahan karena tidak dicatat, tapi tetap

sah menurut hukum syari‟at.

“Dampak negatifnya lebih banyak mudharatnya daripada maslahahnya. Karena

kalau pernikahan itu tidak ada akta-nya, lalu kalau si suami melakukan

kesewenang-wenangan atau melakukan kekerasan dalam rumah tangga, maka

ke mana si istri akan melapor.? Si istri tidak dapat menuntut hak-haknya kepada

suaminya bila suaminya tidak melaksanakan kewajiban-kewajibannya sebagai

suami. Selain itu, dampaknya juga akan berimbas kepada anak yang dilahirkan,

statusnya, akta lahirnya, hak warisnya, yang pokoknya semua itu akan dapat

menjadi masalah di kemudian hari yang sulit untuk diselesaikan secara hukum

jika pernikahan itu tidak dapat dibuktikan dengan adanya akta nikah. Dan masih

banyak lagi dampak-dampak lain yang dapat merugikan istri dan anaknya.”

Bagi yang udah terlanjur nikah sirri, maka dapat dilegalkan dengan itsbat nikah

melalui sidang di Pengadilan Agama.”

Merasa kurang cukup dalam memperoleh data, peneliti kemudian

bersilaturrahim ke kediaman KH. Jalaluddin Haz, Lc yang berlokasi di komplek

Masjid Jami‟ Al-Jihad Gang Muria Jalan H. Rais A. Rahman Sungai Jawi. Pada saat

di wawancarai tentang nikah sirri, dampak negatif dan solusinya, beliau menjawab:

“Yang namanya nikah baru lah sah kalau sudah memenuhi semua syarat dan

rukunnya, entah itu mau nikah sirri atau nikah resmi, semuanya sah dari sudut

pandang syari‟at dan pemerintah. Di kepemerintahan, nikah sirri tuh bukannya

tidak sah, tapi tidak diakui, tidak mendapat pengakuan dan perlindungan hukum

negara. Orang tidak salah kalau dia nikah sirri, karena dia melaksanakan

syari‟at, dan apa yang dilakukannya itu benar menurut syari‟at, tidak melanggar

syari‟at. Tapi kita ini kan hidup di negara hukum, negara yang berundang-

undang. Dan pemerintah punya wewenang membuat aturan hukum atau

undang-undang demi kemaslahatan rakyat atau ummat ini, selama undang

undang-undang yang dibuat pemerintah itu tidak bertentangan dengan hukum

syari‟at, maka kita juga harus patuh pada hukum yang dibuat oleh pemerintah

itu, karena kita ada dan hidup dalam wilayah pemerintah. Begitu juga dengan

undang undang yang dubuat pemerintah tentang Undang-undang Perkawinan

tuh…Tapi banyak pula hal yang nyebabkan orang tuh nikah sirri… banyak

faktor lah.

“Kalo‟ dampak negatifnya…yaaah jelas pada bidang yang berkaitan dengan

administratif kepemerintahan, na‟ buat KK bise jadi hal, na‟ ngurus Akte Lahir

Page 66: analisis pendapat ulama tentang nikah sirri serta akibatnya bagi isteri dan keturunannya

66

anka, bise siiih, tapi di Akte tu tak ada name bapaknye…kalo‟ dalam kluarge

tuh ada sengketa…tu yang repot…cam mane hak waris, cam mane

nasab…belom agi‟ ini-itu yang laen. Kalo‟ dalam keluarga tu tak ada masalah

dan tak ada sengketa…tetap lah hukum dan aturan agama tuh yang berkaitan

dengan waris, nasab, dan laen sebagainye.”

“Solusinye…ye kalo‟ na‟ minta ke KUA supaye nikahnye tu tercatatkan dan

supaye dibutkan akte nikah. Kalo‟ dari KUA tu ade prosedur administrasinye,

ikuti jaaak…cam mane carenye supaye nikah kite tu tecatat dan dapat akte

nikah.”

Peneliti kemudian mewawancarai Habib Zaki bin Ridho bin Yahya yang

merupakan alumni dari lembaga pendidikan Al-Ahqaaf Hadramaut Yaman, yang kini

beliau merupakan pengasuh Pondok Pesantren Darun Na‟im jalan Ampera Kota Baru.

Komentar beliau tentang nikah sirri adalah sebagai berikut;

“Nikah sirri menurut agama dan menurut pemerintah, menurut syari‟at agama

sudah sah sekali, tapi tidak sah menurut jalur kepemerintahan, kalau dari agama

jelas sekali syari‟at membolehkan. Sekarang kalau di pedesaan dan masyarakat

yang dalam golongan ekonomi lemah kadang-kadang untuk mendapatkan dan

mengeluarkan uang Rp 50.000 saja susah, untuk makan sehari-hari saja susah,

namun mereka ada keinginan untuk berkeluarga. Namun karena faktor ekonomi

yang sangat lemah dan kurangnya dukungan finansial maka mereka nikah sirri.

Cukup dengan mengundang keluarga dan sanak kerabat serta tetangga, dengan

memenuhi syarat dan rukunnya sesuai dengan syari‟at Islam, maka

pernikahanpun dilangsungkan. Kadang untuk penghulu, mereka harus bayar,

untuk ini-itu juga harus bayar, dan mungkin itu berat bagi mereka, sehingga

mereka mersa takut untuk menikah, takut dihadang dan diberatkan oleh

masalah-masalah finansial tadi, dihadang oleh prosedur-prosedur administrasi

pernikahan yang berbelit-belit, itu yang memberatkan. Kecuali kalau

pemerintah menyediakan atau mengadakan program…ayo adakan

pernikahan…buku nikahnya gratis, itu cara untuk menghilangkan nikah sirri

tadi. Seharusnya pemerintah memberikan kelonggaran, dalam arti bagi mereka

yang sudah terlanjur menikah sirri dan bearanak-pinak, pemerintah tinggal

mendata saja dan membuatkan buku nikah untuk mereka. Dan alangkah

bijaknya andai pemerintah itu terlebih dulu mengentaskan kemiskinan rakyat

dan meningkatkan pendidikan rakyat, dan bukan hanya sebatas program saja.

Karena faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya nikah sirri itu bisa

karena faktor ekonomi, yaitu kemiskinan. Kalo rakyat miskin, cari kerja susah

Page 67: analisis pendapat ulama tentang nikah sirri serta akibatnya bagi isteri dan keturunannya

67

untuk makan saja susah, maka bagaimana mereka akan membayar kelengkapan

administrasi atau prosedur pernikahannya. Kalau rakyat sudah keluar dari

kemiskinan, lapangan kerja tersedia, perekonomian meningkat, maka program-

program yang lain dari pemerintah dapat terlaksana dengan mudah, termasuk

program-program yang berkaitan dengan perkawinan. “Kecuali kalau

pemerintah menyediakan atau mengadakan program…ayo adakan

pernikahan…buku nikahnya gratis, itu cara untuk menghilangkan nikah-nikah

sirri. Dan alangkah bijaknya andai pemerintah itu terlebih dulu mengentaskan

kemiskinan rakyat dan bukan hanya sebatas program saja. Karena faktor-faktor

yang dapat menyebabkan terjadinya nikah sirri itu bisa karena faktor ekonomi,

yaitu kemiskinan. Kalo rakyat miskin, cari kerja susah, untuk makan saja susah,

maka bagaimana mereka akan membayar kelengkapan administrasi atau

prosedur pernikahannya. Kalau rakyat sudah keluar dari kemiskinan, lapangan

kerja tersedia, perekonomian meningkat, maka program-program yang lain dari

pemerintah dapat terlaksana dengan mudah, termasuk program-program yang

berkaitan dengan perkawinan.Tapi selama pemerintah belum bisa mengentaskan

rakyat dari dilema kemiskinan, maka bisa jadi sangat berat bagi pemerintah

untuk melaksanakan program pernikahan yang sesuai dengan Undang-undang

pemerintah. Siapa yang akan menikahkan orang-orang yang ada di kolong-

kolong jembatan, orang-orang miskin, sementara di satu sisi mereka ingin

menikah dan ingin hidup seperti orang kebanyakan, namun di satu sisi yang lain

mereka tidak di dukung oleh perekonomian yang kuat, ditambah lagi dengan

prosedur administrasi pernikahan yang mungkin dirasa berat dan berbelit-belit

bagi mereka.

“Dampaknya : Selama pernikahan itu sudah benar menurut aturan syari‟at, maka

tidak ada dampak negatifnya. Soal dampak negatif nikah sirri, itu dampak

administratif yang tidak ada kaitannya dengan keabsahan nikah yang telah

terjadi.”

“Solusinya : Itu tugas pemerintaaaaah…!!! Seharusnya pemerintah memberikan

kelonggaran dan kemudahan bagi mereka yang akan menikah. Dan bagi

masyarakat yang sudah terlanjur nikah sirri dan beranak-pinak, dipanggil, di

data saja oleh pemerintah, diberi penyuluhan, pengarahan dan bimbingan

tentang pernikahan dan nikah sirri serta dampak negatifnya, lalu dibuatkan buku

nikah atau akta nikah untuk mereka secara gratis. Seharusnya pemerintah

memberikan kemudahan dan kelonggaran bagi mereka untuk mendapatkan akta

nikah, mau lewat tajdid an nikah juga ndak masalah, boleh.”

Page 68: analisis pendapat ulama tentang nikah sirri serta akibatnya bagi isteri dan keturunannya

68

Selanjutnya, peneliti mengadakan wawancara kepada KH. Su‟aidi selaku

pengasuh Pondok Pesantren Darul Khairat, Jln. Dr. Wahidin Sepakat. Dengan lebih

lengkap, beliau berkomentar ;

“Menurut fiqh, nikah sirri itu adalah nikah yang dilakukan oleh seorang laki-laki

(suami) secara rahasia dan tidak diketahui oleh istrinya atau orang lainatau fihak

keluarga dari si laki-laki dan perempuan yang dinikahinya.” Sedangkan menurut

pemerintah, nikah sirri itu adalah nikah yang dilakukan dengan tidak

menghadirkan Petugas Pencatat Nikah dari KUA walaupun disaksikan oleh

masyarakat, dan nikahnya tidak serta tidak diakui oleh pemerintah. Menurut

madzhab Syafi‟i, nikah ini sah, karena telah memenuhi syarat dan rukun nikah

yang meliputi : a). Adanya calon suami, b). Adanya calon istri, c). Adanya wali,

d). Adanya saksi, e). Adanya ijab-qabul. Walaupun nikahnya sah tetapi kurang

afdhal, karena dapat mempersulit suami-istri yang menikah sirri tadi, juga akan

menimbulkan kesulitan pada anak-anaknya untuk mendapatkan legalitas

hukum. Sedangkan menurut madzhab Malikiyah, nikahnya tidak sah. “Dampak

nikah sirri itu di antaranya dapat mempermainkan pihak perempuan, selain itu

anaknya tidak dapat diakui sebagai ahli waris dari bapaknya, dan andai terjadi

pertikaian dalam keluarga itu, maka negara tidak dapat membela perempuan

yang dinikahi secara sirri itu.” Ya bagi yang bersangkutan itu supaya mengurus

administrasi formalnya, walaupun harus melalui tajdi an nikah juga ndak apa-

apa, demi mengantisipasi mafsadah yang dapat terjadi dikemudian hari, toh itu

juga demi kemaslahatan orang yang bersangkutan tersebut.”

Untuk melengkapi data-data yang diperoleh, selain mewawancarai ulama‟

yang berbasis pesantren yang ada di wilayah Pontianak, peneliti juga menghubungi

Kantor Sekretariat Majelis Ulama‟ Indonesia (MUI) Propinsi Kalimantan Barat yang

berlokasi di komplek Islamic Center Masjid Raya Mujahidin. Di sana peneliti

disambut oleh Bapak Bachit Nawawi selaku Ketua MUI Propinsi dan Bapak Tengku

selaku stafnya. Di ruang Ketua MUI, peneliti mengadakan wawancara bersama kedua

orang tersebut. Ketika ditanya tentang nikah sirri, Bapak Tengku menjawab;

Page 69: analisis pendapat ulama tentang nikah sirri serta akibatnya bagi isteri dan keturunannya

69

“Dari sudut pandang fiqh, selama pernikahan itu telah memenuhi syarat dan

rukunnya, maka sahlah pernikahan itu. Namun yang perlu diingat bahwa kita ini

berada dan hidup dalam negara yang berhukum dan berundang-undang. Kita

juga harus patuh pada pemerintah…athi‟ulloh, athi‟urrasuul, ulil amri

mingkum…Untuk mengangkat martabat serta menyelamatkan dan melindungi

hak-hak kaum perempuan, maka pemerintah membuat UU Nomor 1 Tahun

1974 itu. Kita kan harus melindungi kaum wanita. Tapi bagaimana ya, kalau

sudah berhadapan dengan masyarakat yang terlalu fanatik terhadap ajaran

agama Islam dengan hanya mengacu pada referensi kitab-kitab klasik, maka

pereturan pemerintah terkadang diabaikan. Ya contohnya praktek nikah sirri itu.

Dan biasanya kalau di Pesantren-pesantren di Jawa itu ada banyak Kiai yang

nikah sirri, sah, bukannya tidak sah, tapi kita kan hidup di negara yang

berhukum dan berundang-undang, dan Undang-undang itu kan untuk kita

semua, demi kemaslahatan kita semua. Banyak hal yang dapat menjadi faktor

nikah sirri itu, terutama kurangnya kesadaran dan pemahaman masyarakat

terhadap hakikat hukum Islam yang sebenarnya. Alaah, sudahlah, nikah pada

Ustadz Anu saja, minta nikahkan pada Kiai Anu saja, yang penting sudah

terpenuhi syarat rukunnya, soal urusan di KUA bisa menyusul, kadang-kadang

gitu masyarakat kita.”

“Dampak negatif nikah sirri,…Waduuuh, pokoknya, kalau nikah sirri itu bisa

repot lah ujung-ujungnya. Kalau si suami itu seorang PNS, waah bisa

diberhentikan itu. Karena tidak mudah lho prosedur yang dibuat oleh Undang-

undang untuk berpoligami, harus ada persetujuan istri yang sah melalui sidang

pengadilan, namanya Persidangan Poloigami. Dari persidangan itu akan

dibuatkan Akta, barulah KUA bisa mengurus administrasinya. Sebab kalo

suami menikah lagi tanpa sepengetahuan istrinya yang sah, maka si istri yang

sah itu dapat melaporkan suaminya dan istri sirrinya itu ke Polisi, kalau istrinya

yang sah itu melaporkan suaminya pada polisi dengan segala macam alasan dan

dakwaan gara-gara suaminya itu kawin lagi, bisa dipidana itu suami, istri

sirrinya pun bisa dipidana karena dianggap mengganggu dan merusak

ketentraman rumah tangga orang.” Pokoknya, dari segi administratif saja, nikah

sirri itu lebih banyak mafsadahnya yang akan muncul daripada maslahahnya.

Bagaimana na‟ buat Kartu Keluarga, bagaimana na‟ buat KTP, bagaimana na‟

buatkan Akta Kelahiran Anak yang dilahirkan, dan lain sebagainya.”

“Solusinya…pertama bagaimana caranya agar masyarakat ini sadar dan

mengerti bahwa betapa pentingnya kita tuh ikot aturan undang-undang yang

dibuat oleh pemerintah, termasuklah tentang pencatatan pernikahan tu, ya kita

berikan penyuluhan kepada masyarakat. Kalo‟ yang uda telanjor, masyarakat

yang uda telanjor nikah sirri malah biase-biase jak, tak ade masalah, ape yang

na‟ dimasalahkan, katenye. Tapi biasenye kalo‟ dalam pernikahannyae tuh ade

hal, ade masalah, baro‟lah bekalot. Na‟ ngadu kemane, na‟ lapor ke siape,

Page 70: analisis pendapat ulama tentang nikah sirri serta akibatnya bagi isteri dan keturunannya

70

Pengadilan tak mau ngurus kalo‟ tak ada bukti hitam di atas putih, apelagi‟

pelaku nikah sirri tu datang ke KUA atau Pengadilan na‟ minta supaye nikah

mereka dicatatkan dan minta dibuatkan surat nikah, tak bise, prosedurnye

panjang dan sulit, peke‟ besidang segale.”

Setelah mewawancarai Bapak Bachit dan Bapak Tengku di Kantor Sekretariat

MUI Propinsi, peneliti kemudian mengunjungi Pondok Pesantren As-Salam, jalan

Husen Hamzah Paal IV yang diasuh oleh KH. Zainuddin Ahmad. Beliau bersedia

untuk diwawancarai oleh peneliti tentang nikah sirri, dampak negatif dan solusinya.

Kata beliau;

“Dari sisis syari‟at, apa bedanya nikah sirri dengan nikah tidak sirri…dalam

syari‟at Islam tidak ada istilah nikah sirri. Nikah ya nikah…selama terpenuhi

semua syarat dan rukun pernikahannya, itulah nikah, saah. Nikah resmi juga

memenuhi syarat dan rukun nikah. Ada perbedaan dan ada persamaan. Sama-

sama nikah, sama-sama memenuhi syarat dan rukun nikah. Laah, Nikah sirri itu

kan munculnya baru-baru ini, dari pemerintah yang menyikapi pernikahan

masyarakat yang tidak sesuai dengan undang-undang pemerintah, dikatakanlah

itu nikah sirri. Saaah, nikah sirri sah dari segi syari‟at dan dari segi pemerintah.

Hanya saja nikah sirri itu tidak diakui oleh negara, bukan tidak sah…sah, tapi

tidak diakui dan tidak mempunyai kekuatan dan perlindungan hukum dari

pemerintah bila sewaktu-waktu terjadi sengketa dalam keluarga itu.

“Dampak negatifnya…Kalau dalam keluarga nikah sirri itu tidak ada sengketa,

ya tidak ada apa-apa…tidak ada pengaruh apa-apa terhadap hak waris dan hak

nasab, tidak ada apa-apa, tetap dapat, tidak ada masalah. Tak ada dampak

negatifnya kalau dari segi syari‟at, karena nikahnya suidah benar dan sah

menurut aturan syari‟at. Itu dari sudut syari‟at, tapi kalau dari sisi pemerintah,

ya lain lagi, kalau dalau dalam keluarga itu ada sengketa, ya jelas ampak negatif

duniawi-nya. Ya paling hanya berkaitan dengan administrasi kepemerintahan

itu yang bermasalah, mau buat akta kelahiran anak, mau buat KK, hak nasab,

hak waris…dan lain sebagainya. Ya kalau sudah terlanjur nikah sirri dan punya

anak-keturunan, datang ke KUA dulu lah, kita tanya pada orang-orang di sana,

bagaimana caranya agar pernikahan itu dapat dicatatkan dan mendapat buku

nikah.

Page 71: analisis pendapat ulama tentang nikah sirri serta akibatnya bagi isteri dan keturunannya

71

Menurut penulis, walaupun dari aspek syari‟at maupun pemerintah nikah sirri

adalah sah karena telah memenuhi kriteria rukun dan syarat-syarat pernikahan, tetapi

dengan mengacu pada kaidah fiqhiyyah yang mengatakan “dar-ul mafasid

muqaddamun „ala jalbil mashalih,” maka hukum nukah sirrinya adalah makruh, dan

pelaku nikah sirri adalah berdosa. Ia berdosa bukan karena ia telah melakukan nikah

sirri, tetapi karena pelanggaran dan ketidakpatuhannya terhadap undang-undang atau

peraturan pemerintah/ulil amri.

C. Pembahasan

Sebelum pembahasan ini dimulai, terlebih dahulu akan dibahas tentang

devinisi ulama‟. Secara bahasa, kata „ulama‟ berasal dari kata kerja dasar (fi‟il madhi)

(„alima - telah mengetahui). Kemudian kata berubah menjadi (kata

benda pelaku/isim fa‟il - orang yang mengetahui - mufrad/singular). Kata ini

berubah menjadi ( jamak taksir/irregular plural - adalah kalimat isim yang

menunjukkan arti lebih dari dua, dengan bentuk lafadz yang berubah dari mufrod-nya,

baik perubahan itu tampak atau dalam perkiraan saja), dengan diikutkan pada wazan

. (Sholihuddin Shofwan, 2006:180).

Menurut Abdul Aziz Dahlan (2001:1840), secara istilah, kata (ulama‟)

yang merupakan bentuk jamak dari kata (alim) adalah orang-orang yang

memiliki kwalitas ilmu yang luas dan mendalam, atau orang yang ahli dan memiliki

Page 72: analisis pendapat ulama tentang nikah sirri serta akibatnya bagi isteri dan keturunannya

72

ilmu pengetahuan agama Islam dan ilmu pengetahuan kealaman, yang dengan

pengetahuannya tersebut menjadikan ia bertakwa kepada Allah SWT.

Anggapan masyarakat selama ini bahwa yang disebut ulama‟ adalah orang-

orang yang memiliki lembaga Pondok Pesantren lengkap dengan santrinya. Atau

ulama‟ adalah orang-orang yang tidak pernah lepas dari kopiah dan sorban serta

lengkap dengan sarung dan jasnya, yang pandai berorasi di podium, berkhubah dan

diundang ceramah kemana-mana, yang selalu memimpin acara tahlilan dan sekaligus

do‟anya. Semua anggapan tersebut di atas tidaklah salah, dan tidaklah semuanya

benar.

Terkadang masyarakat awam tertipu oleh performa dan gaya bahasa serta

retorika orang yang berpenampilan seperti seorang kiai atau ulama‟ besar. Dengan

kata-kata dan retorika yang disusun sebagus dan seindah mungkin, dan dengan

penampilan yang di-setting semenarik mungkin, sehingga mengundang decak kagum

dari masyarakat, ia berbicara tentang agama Islam dari mimbar ke mimbar, dari

majelis yang satu ke majelis yang lain, padahal wawasan dan ilmu pengetahuannya

tentang agama Islam tidak berkwalitas, tidak mendalam, bahkan sangat dangkal.

Ada ulama‟ yang hanya bergelut di bidang pendidikan dengan mendirikan

lembaga Pondok Pesantren dan menampung serta mendidik para santri. Ada ulama‟

yang tidak mendirikan lembaga Pondok Pesantren, tetapi selalu aktif dalam dunia

pendidkan Islam di sekolah dan kampus. Ada ulama‟ yang tidak bergelut di bidang

pendidikan formal dan non formal, tetapi ia aktif dalam syi‟ar Islam dari mimbar

yang satu ke mimbar yang lain. Ada pula ulama‟ yang duduk dalam kabinet para

Page 73: analisis pendapat ulama tentang nikah sirri serta akibatnya bagi isteri dan keturunannya

73

mentri dan wakil rakyat. Ada pula ulama‟ yangs aktif dalam bidang kepemerintahan,

yang mereka ini biasanya tergabung dalam Majelis Ulama‟ Indonesia, misalnya.

1. Nikah sirri menurut ulama’ Kota Pontianak

Berdasarkan pemaparan di atas, maka praktek nikah sirri menurut ulama‟ kota

Pontianak adalah tidak sah ditinjau dari aspek pemerintah, karena tidak dilaksanakan

sesuai dengan prosedur dan ketentuan Undang-undang perkawinan yang dibuat oleh

pemerintah. Pada dasarnya peraturan dan perundang-undangan yang dibuat oleh

pemerintah bertujuan demi tercapainya kemaslahatan rakyat dalam kehidupan

masyarakat. Dan praktek nikah sirri adalah sebuah bentuk pelanggaran dan

ketidakpatuhan masyarakat terhadap pemerintah.

Syari‟at Islam dengan tegas jelas memerintahkan agar umat Islam patuh

kepada Allah, patuh kepada Rasulullah dan patuh kepada pemerintah. Hal itu

ditegaskan oleh Allah dalam Al Qur‟an surt An-Nisa‟ ayat 59 ;

Artinya : Wahai orang-orang yang beriman, patuhlah kepada Allah, patuhlah kepada

Rasulullah, dan patuhlah kepada pemerintah yang memimpinmu. (Qal-

Qur‟an Terjemah, surat An-Nisa‟:59).

Berkaitan dengan hal ini, Abu Hasan „Aly Al Mawardi mengatakan bahwa:

Page 74: analisis pendapat ulama tentang nikah sirri serta akibatnya bagi isteri dan keturunannya

74

Artinya: Diwajibkan bagi kita untuk taat kepada ulil amri, yaitu pemerintah yang

memimpin kita. (Al-Ahkam As-Shulthaniyah, 1960:5).

Dalam fakta pernikahan sirri, yakni pernikahan yang sah menurut ketentuan

syari‟at Islam, namun tidak dicatatkan pada Lembaga Pencatatan Sipil atau pada

Kantor Urusan Agama (KUA). Dalam hal ini sesungguhnya ada dua hukum yang

harus dikaji secara berbeda; yakni 1). Hukum pernikahannya; dan 2). Hukum tidak

mencatatkan pernikahan tersebut pada Lembaga Pencatatan Sipil atau pada Kantor

Urusan agama (KUA).

Dari aspek pernikahannya, nikah sirri tetap sah menurut ketentuan syari‟at,

dan pelaku nikah sirri tidak dapat dianggap telah melakukan kemaksiyatan sehingga

berhak dijatuhi hukuman di dunia ataupun di akhirat. Pasalnya, pernikahan yang ia

lakukan telah mmemenuhi syarat dan rukun pernikahan yang telah dtetapkan oleh

syari‟at dan dirumuskan oleh fara ahli fiqh. Selain itu, suatu perbuatan baru dianggap

sebagai kemaksiyatan dan berhak dijatuhi hukuman kalau perbuatan tersebut

termasuk dalam katagori “mengerjakan yang haram” dan “meninggalkan yang

wajib.” Seseorang baru absah dinyatakan telah melakukan kemaksiyatan ketika ia

telah mengerjakan perbuatan yang haram atau meninggalkan kewajiban yang telah

ditetapkan oleh syara‟.

Adapun berkaitan dengan hukum tidak mencatatkan pernikahan tersebut pada

lembaga pemerintah, pada dasarnya fungsi pencatatan pernikahan pada lembaga

pencatatan sipil adalah agar seseorang memiliki alat bukti (bayyinah) untuk

membuktikan bahwa dirinya benar-benar telah melakukan pernikahan. Sebab salah

Page 75: analisis pendapat ulama tentang nikah sirri serta akibatnya bagi isteri dan keturunannya

75

satu bukti yang dianggap absah sebagai bukti syar‟i (bayyinah syar‟iyyah) adalah

dokumen resmi yang dikeluarkan oleh negara. Ketika pernikahan dicatatkan di

lembaga pencatatan sipil, tentunya seseorang telah mempunyai sebuah dokum resmi

yang bisa dijadikan sebagai alat bukti (bayyinah) di hadapan majelis pengadilan

manakala ada sengketa yang berkaitan dengan pernikahan tersebut.

Walaupun dokumen resmi yang dikeluarkan oleh pemerintah itu merupakan

alat bukti (bayyinah), tetapi hal itu bukanlah satu-satunya alat bukti syar‟i, karena

kesaksian dari saksi-saksi dalam pernikahan atau orang-orang yang hadir juga absah

dan harus diakui oleh negara sebagai alat bukti syar‟i. Negara tidak boleh

menetapkan bahwa satu-satunya alat bukti untuk membuktikan keabsahan pernikahan

seseorang hanya dengan dokumen tertulis semata dengan mengabaikan para saksi,

karena syari‟at telah menetapkan keabsahan alat bukti lain selain dokumen tertulis,

seperti kesaksian para saksi, sumpah dan pengakuan (ikrar).

Berdasarkan penjelasan ini dapatlah disimpulkan bahwa orang yang menikah

sirri tetap memiliki hubungan kewarisan yang sah dan hubungan-hubungan lain yang

lahir dari pernikahan. Selain itu, kesaksian-kesaksian dari para saksi yang menghadiri

pernikahan sirri tersebut tetap sah dan harus diakui sebagai alat bukti syar‟i.

Pemerintah tidak boleh menolak kesaksian mereka hanya karena pernikahan tersebut

tidak dicatatkan pada lembaga pencatatan sipil, atau tidak mengakui hubungan

pewarisan, hubungan nasab dan hubungan-hubungan lain yang lahir yang lahir dari

pernikahan sirri tersebut.

Page 76: analisis pendapat ulama tentang nikah sirri serta akibatnya bagi isteri dan keturunannya

76

Yang perlu digarisbawahi adalah bahwa status illegal nikah sirri itu hanya

dilihat dari aspek peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh pemerintah.

Tetapi kalau ditinjau dari aspek hukum Islam (fiqh), selama suatu pernikahan itu telah

memenuhi semua kriteria syarat dan rukunnya, maka sahlah pernikahan itu, karena

dalam madzhab-madzhab fiqh tidak ditemukan keterangan yang mengatakan bahwa

pernikahan itu harus dilaksanakan di hadapan pemerintah dan dicatatkan.

2. Akibat negatif nikah sirri menurut ulama’ Kota Pontianak

Menurut ulama‟ Kota Pontianak, meskipun dari aspek syari‟at Islam praktek

nikah sirri adalah sah, namun pernikahan tersebut tidak memiliki kekuatan hukum

dan dianggap tidak sah di mata hukum. Di sinilah, walau sebenarnya nikah sirri

adalah sah secara agama, namun menjadi problem agama tersendiri, karena dapat

menimbulkan mafsadah yang lebih banyak daripada maslahahnya. Padahal bukan

yang demikian itu yang diharapkan oleh maqashid asy-syari‟ah.

Jadi, secara hukum, akibat negatif dari nikah sirri yang cenderung akan

ditanggung oleh si istri dan keturunannya adalah:

1. Pihak istri tidak di anggap sebagai istri yang sah. Akibatnya, suami mempunyai

kebebasan secara hukum, termasuk bila kemungkinan terjadi pengingkaran

atas perkawinannya, atau suami menikah lagi secara resmi dengan perempuan

lain, maka istri yang dinikahi secara sirri tidak bisa menuntut apa-apa dari

suaminya.

Page 77: analisis pendapat ulama tentang nikah sirri serta akibatnya bagi isteri dan keturunannya

77

2. Pihak istri tidak bisa memperoleh perlindungan hukum bila terjadi kekerasan

dalam rumah tangga. Karena secara hukum status suami yang terbebas dari

tanggung jawab, maka bukan tidak menutup kemungkinan jika pernikahan

sirri justru membuka peluang terjadinya kekerasan terhadap istri, baik itu

berupa kekerasan fisik, psikhis maupun kekerasan seksual.

3. Pihak istri tidak berhak memperolah harta gono-gini bila terjadi perceraian.

Kalau mungkin si istri bisa mendapatkan sebagian harta suami, itu semata-

mata pemberian secara cuma-cuma dari suami, bukan atas dasar pembagian

yang sesuai dengan hak yang seharusnya ia dapatkan.

4. Istri tidak berhak atas nafkah dan hak waris bila suami meninggal. Jika

posisinya sebagai istri kedua, maka hak waris jatuh ketangan istri dan anaknya

yang sah. Hal tersebut dapat difahami, karena secara hukum, pernikahan

tersebut tidak pernah terjadi.

5. Semua akibat yang menjadi beban istri jaga berlaku pada anak yang dilahirkan

dari pernikahan sirri tersebut. Bagaimana si anak akan menuntut nafkah, hak

pendidikan, hak perwalian maupun hak waris pada ayahnya jika secara

hukum anak tersebut dianggap tidak pernah ada. Untuk mengurus akta

kelahirannya dibutuhkan akta nikah, sementara akta pernikahan orang tuanya

tidak pernah ada. Kesulitan-kesulitan anak tersebut merupakan kesulitan

berlipat bagi ibunya, karena siapa lagi yang akan mengurus masalah

prosedural si anak jika suaminya telah meninggal, atau pergi tanpa keterangan

yang jelas, atau menikah lagi dengan wanita lain. Status anak yang dilahirkan

Page 78: analisis pendapat ulama tentang nikah sirri serta akibatnya bagi isteri dan keturunannya

78

dianggap sebagai anak yang tidak sah. Konsekuensinya, anak tersebut hanya

mempunyai hubungan perdata dengan si ibu. Bila ada akta kelahiran, maka

statusnya dianggap sebagai anak ibu, sehingga hanya dicantumkan nama ibu

tanpa nama ayah.

6. Akibat yang mengkhawatirkan adalah bila kemudian pasangan nikah sirri ini

berusaha untuk memalsukan data-data, misalnya akta nikah dan akta kelahiran

anak. Hal ini bukan tidak mungkin terjadi, karena untuk mengurus itsbat, baik

itu itsbat nikah maupun pengakuan anak tentunya membutuhkan waktu yang

lama. Padahal tidak dapat diprediksikan jika suatu saat keluarga tersebut

membutuhkan data-data tersebut secepatnya untuk keperluan yang sangat

penting.

Adapun akibat negatif nikah sirri secara sosial adalah;

1. Perempuan biasanya akan sulit untuk bersosialisasi dengan masyarakat

sekitarnya. Anggapan tinggal serumah tanpa ikatan yang sah akan berdampak

kepada berbagai macam prasangka negatif dan cibiran dari masyarakat, yang

pada akhirnya akan merendahkan perempuan. Dianggap hamil di luar nikah,

dianggap sebagi istri simpanan, kawin lari, atau prasangka-prasangka lain

yang mengarah kepada pelecehan status perempuan.

2. Perempuan sebagai pihak yang seharusnya dilindungi justru dirugikan dari

berbagai aspek. Secara hukum posisinya tidak diakui sebagai istri, ditambah

lagi dengan beban psikhis yang berupa opini masyarakat yang

Page 79: analisis pendapat ulama tentang nikah sirri serta akibatnya bagi isteri dan keturunannya

79

memposisikannya secara tidak adil. Beban ini akan terus menjeratnya sampai

suaminya bersedia menceraikan atau meng-itsbat-kan pernikahannya.

3. Beban sosial tersebut pastinya juga akan berpengaruh pada kejiwaan anak yang

yang dilahirkannya. Seorang anak akan merasa tersisih dari pergaulan bila

statusnya sebagai anak mulai dipertanyakan, apalagi disaat usia sekolah.

Ketidakjelasan statusnya secara hukum tersebut menyebabkan hubungan

antara ayah dan anak tidak kuat, sehingga sewaktu-waktu dapat saja ayahnya

menyangkal bahwa anak tersebut adalah anak kandungnya.

Kita tidak boleh menutup mata dan menilai suatu perkara hanya dari satu sisi

saja, begitu pula dengan nikah sirri. Walaupun tidak dapat dipungkiri bahwa sisi

negatif dari praktek nikah sirri ini sangat dominan, tetapi dengan melihat faktor-

faktor dan situasi serta kondisi yang menyebabkan terjadinya praktek nikah sirri,

maka tidak dapat dipungkiri pula bahwa praktek nikah sirri tetap mempunyai akibat

positif bagi pelaku nikah sirri itu sendiri pada khususnya dan pada masyarakat pada

umumnya.

Demi menutupi aib dan menjaga nama baik keluarga, praktek nikah sirri

dijadikan sebagai solusi oleh orang tua dan keluarga manakala diketahui anak

gadisnya hamil di luar nikah. Sebelum usia kehamilan itu semakin tua dan belum

diketahui oleh khalayak ramai, maka lelaki yang menghamili gadis tersebut diminta

untuk menikahi gadis tersebut sebagai bentuk pertanggung jawaban.

Page 80: analisis pendapat ulama tentang nikah sirri serta akibatnya bagi isteri dan keturunannya

80

Pergaulan pemuda dan pemudi yang sedang dimabuk asmara terkadang

mengkhawatirkan, sehingga orang tua dari pemuda dan pemudi itu menikahkan anak-

anaknya secara sirri. Pernikahan tersebut dilakukan tidak hanya sebatas karena

mengantisipasi agar tidak terjadi hal-hal yang bertentangan dengan syara‟, agar

jangan sampai terjadi perzinahan dan hamil di luar nikah yang menjadikan aib

terhadap keluarga dan masyarakat. Tetapi bagaimana praktek nikah sirri itu tidak

akan terjadi, kalau ternyata situasi dan kondisinya sudah sedemikian

menghawatirkan. Sementara gunjingan orang-orang sekampung sudah menggema

kemana-mana. Di tambah lagi jauhnya jarak tempuh daerah tersebut dari KAU.

3. Solusi bila nikah sirri sudah terjadi

Bahwa dalam pernikahan sirri memunculkan banyak sekali kelemahan dan

ancaman, sementara kekuatan yang ada tidak bisa menghindarkan diri dari kelemahan

dan ancaman-ancaman yang akan muncul. Maka menurut ulama‟ Kota Pontianak,

cara untuk mengatasi nikah sirri yang sudah terjadi adalah dengan memanfaatkan

peluang yang ada untuk menghilangkan semua kelemahan dan ancaman yang akan

timbul. Ada 2 cara yang ditawarkan sesuai dengan kadar kekuatannya, yaitu;

1). Walimah Al-„ursy, 2). Itsbat Nikah

1. Mengadakan Walimah Al-‘Ursy

Walimah Al-„Ursy atau resepsi pernikahan ini hanya sebagai bentuk ungkapan

rasa syukur dengan cara memberitahukan kepada masyarakat bahwa telah terjadi

Page 81: analisis pendapat ulama tentang nikah sirri serta akibatnya bagi isteri dan keturunannya

81

pernikahan antara sepasang lelaki dan perempuan. Allah berfirman dalam Al Qur‟an

yang berbunyi:

Artinya: Dan ingatlah disaat Tuhanmu memaklumkan: “Jika kalian bersyukur

terhadap nikmat-Kami, maka akan Kami tambah nikmat itu, tetapi kalau

kalian ingkar terhadap nikmat itu, maka sesungguhnya nikmat-Ku amatlah

pedih. (Al-Qur‟an Terjemah, surat Ibrahim:7).

Berkaitan dengan walimah al-„ursy, Rasulullah pun menganjurkan hal

tersebut lewat haditsnya yang berbunyi;

Artinya: Umumkanlah pernikahan ini, laksanakanlah pernikahan ini di masjid dan

tabuhlah rebana. (Sunan At-Tirmidzi, juz II, t th:276).

Dalam riwayat yang lain, Rasulullah juga bersabda:

Artinya: Adakanlah walimah, walau hanya dengan memotong seekor kambing.

(Shahih Al-Bukhari, juz III, t th:252).

Dengan diadakannya walimah al-„ursy, maka akan mengurangi problem sosial

dan opini masyarakat tentang prasangka negatif atas perkawinan yang terjadi. Dengan

walimah al-„ursy ini pula diharapkan sepasang pengantin ini dapat bersosialisasi

dengan masyarakat secara baik tanpa khawatir ada gunjingan yang dapat membebani

hati dan fikirannya. Jadi, tidak ada alasan mengapa pernikahan harus dirahasiakan

bila memang sudah mampu dan siap secara lahir dan batin. Karena pernikahan adalah

Page 82: analisis pendapat ulama tentang nikah sirri serta akibatnya bagi isteri dan keturunannya

82

perbuatan hukum, maka harus ditegaskan dalam surat nikah. Demikian juga

pernikahan adalah rahmat, maka alangkah baiknya disebarluaskan kepada sesama

supaya tidak menimbulkan fitnah.

Mencerna kembali problematika yang dapat muncul dalam pernikahan sirri,

sebenarnya sangat tergantung bagaimana perempuan memposisikan statusnya dalam

pernikahan. Bila perempuan tetap berpegang pada keabsahan pernikahan sirri dengan

mengesampingkan hak-hak yang seharusnya dia peroleh, maka kaum lelaki akan

semakin nyaman memposisikan diri sebagai suami tanpa ada beban hukum

sedikitpun. Tapi bila perempuan menyadari bahwa ada prinsip kesetaraan dalam

relasi perkawinan, dan ada keseimbangan antara suami-istri, ada hak dan kewajiban,

maka seharusnya payung hukum yang sudah dibuat oleh pemerintah melalui UU

Perkawinan di manfaatkan dengan sebaik-baiknya.

Pada prinsipnya konsep pernikahan sesuai dengan maqashid al-syar‟iyyah

sudah jelas diperuntukkan kelanggengan pernikahan yang mawaddah warahmah

sampai akhir hayat. Praktek nikah sirri sah menurut hukum agama, membawa

ketenangan batin, terhindar dari perzinahan dan sebagainya. Tetapi hal itu hanya

untuk beberapa saat saja, karena sederet permasalahan yang menyertainya sudah

menunggu.

Seharusnya kaidah fiqhiyyah yang berbunyi “dar-ul mafasid muqaddamun

„ala jalbil mashalih” lebih sesuai diterapkan, karena menghindari ke-mafsadat-an

harus didahulukan daripada menutup ke-maslahat-an. Hal ini sangat tampak dalam

pernikahan sirri, yang meski sah secara agama, namun orang sengaja menutup mata

Page 83: analisis pendapat ulama tentang nikah sirri serta akibatnya bagi isteri dan keturunannya

83

atas resiko-resiko dan ke-mudhrat-an yang akan terjadi. Bila sudah seperti ini,

haruskah nikah sirri dibiarkan merebak dengan membiarkan kaum perempuan sebagai

korban, padahal hukum Islam sangat menjunjung tinggi derajat kaum perempuan.

2. Mencatatkan perkawinan dengan Itsbat Nikah.

Bagi yang beragama Islam, yang perkawinannya tidak dapat dibuktikan

dengan Akta Nikah, maka dapat mengajukan itsbat nikah ke Pengadilan Agama.

Pengajuan itsbat nikah ini dimungkinkan bila berkenaan dengan hal-hal bebagai

berikut:

a. Dalam rangka penyelesaian perceraian.

b. Hilangnya Akta Nikah.

c. Adanya keraguan tentang sah atau tidaknya salah satu syarat perkawinan.

d. Perkawinan yang terjadi sebelum berlakunya UU No. 1 Tahun 1974.

e. Perkawinan yang dilakukan oleh mereka yang tidak mempunyai halangan

perkawinan menurut UU No. 1 Tahun 1974.

Bila ada salah satu dari lima alasan tersebut dapat dipergunakan, maka

permohonan pengesahan perkawinan dapat diajukan ke Pengadilan Agama. Tetapi

untuk pernikahan sirri yang dilakukan setelah berlakunya UU No.1 Tahun 1974

hanya dimungkinkan itsbat nikah dalam rangka proses perceraian. Hal ini akan sulit

sekali bagi pasangan nikah sirri yang justru ingin melanggengkan pernikahannya

secara resmi. Bila permohonan itsbat nikah ditolak, maka jalan keluar yang dilakukan

Page 84: analisis pendapat ulama tentang nikah sirri serta akibatnya bagi isteri dan keturunannya

84

adalah dengan menikah lagi (tajdid an-nikah) secara resmi dan tentunya dengan

prosedur yang berlaku.

Proses itsbat nikah sebenarnya tidaklah serumit seperti persidangan yang

dibayangkan oleh kebanyakan masyarakat awam. Asalkan bukti fisik pernikahan

sirrinya jelas dan bisa dipertanggungjawabkan, maka itsbat diterima dan akta nikah

bisa dikeluarkan sesuai dengan tanggal pernikahan sirri yang telah terjadi. Dengan

status tersebut, otomatis status anak dan segala sesuatu yang berkaitan dengannya

akan dapat diurus pula.

Jika nikah sirri tidak dapat dibuktikan, atau itsbat nya ditolak oleh Pengadilan

Agama, maka langkah berikutnya adalah menikah ulang dengan pernikahan baru

(tajdid an nikah). ). Namun hukum tidaklah berlaku surut. Dengan demikian, status

anak yang lahir sebelum terjadinya perkawinan ulang tersebut dianggap sebagai anak

di luar nikah, kecuali bila anak lahir setelah perkawinan ulang terjadi, maka status

anak tersebut adalah anak yang sah secara hukum.

Berikut ini adalah Laporan Tahunan yang berisi tentang jenis dan jumlah

perkara yang masuk dan ditangani oleh Pengadilan Agama Kelas I-A Pontianak.

Page 85: analisis pendapat ulama tentang nikah sirri serta akibatnya bagi isteri dan keturunannya

85

LAPORAN TAHUNAN

Pengadilan Tinggi Agama Kelas I-A Pontianak Tahun 2011

NO JENIS PERKARA JUMLAH

PERKARA

1 Izin Poligami 17

2 Pencegahan Perkawian 0

3 Penolakan Perkawinan Oleh PPN 0

4 Pembatalan Perkawinan 2

5 Kelalaian Atas Kewajiban Suami/Istri 0

6 Cerai Talak 774

7 Cerai Gugat 2.024

8 Harta Bersama 11

9 Penguasaan Anak 1

10 Nafkah Anak Oleh Ibu 1

11 Hak-hak Bekas Istri 0

12 Pengesahan Anak 1

13 Pencabutan Kekuasaan Orang Tua 0

14 Perwalian 0

15 Pencabutan Kekuasaan Wali 0

16 Penunjukan Orang Lain Sebagai Wali 3

17 Ganti Rugi Terhadap Wali 0

18 Asal-Usul Anak 0

19 Penolakan Kawin Campur 2

20 ITSBAT NIKAH 67

21 Izin Kawin 0

22 Dispensasi Nikah 12

23 Wali Adhol 6

24 Ekonomi Syari‟ah 0

25 Kewarisan 31

26 Hibah 1

27 Wakaf 1

28 Wasiat 1

29 Zakat/Infak/Shadaqah 0

30 P3HP/Penetapan Ahli Waris 42

31 Lain-lain 27

Jumlah 3.023 Sumber : Pengadilan Agama Kelas I-A Pontianak

Page 86: analisis pendapat ulama tentang nikah sirri serta akibatnya bagi isteri dan keturunannya

86

Dari data perkara-perkara di atas, dapat dilihat bahwa jumlah permohonan

perkara itsbat nikah di Pengadilan Agama Kelas I-A Pontianak adalah sebanyak 67

perkara. Jumlah ini sangatlah jauh jika dibandingkan dengan jumlah perkara cerai

talak dan cerai gugat.

Page 87: analisis pendapat ulama tentang nikah sirri serta akibatnya bagi isteri dan keturunannya

87

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian pada Bab IV di atas, maka penulis menarik kesimpulan

sebagai berikut:

1. Bahwa ulama di Kota Pontianak menyatakan nikah sirri adalah sah karena

telah memenuhi syarat dan rukun perkawinan. Praktek nikah sirri hanya

sebuah pelanggaran administratif dan bentuk ketidakpatuhan masyarakat

kepada pemerintah, yang hal itu tidak ada kaitannya terhadap status sah atau

tidaknya suatu pernikahan.

2. Pada dasarnya pernikahan sirri dilakukan karena ada hal-hal yang dirasa tidak

memungkinkan bagi pasangan itu untuk menikah secara formal. Ada banyak

faktor yang melatarbelakangi terjadinya nikah sirri, yang menurut peneliti,

semua alasan tersebut mengarah kepada posisi pernikahan sirri dipandang

sebagai alternatif yang lebih mudah untuk menghalalkan hubungan suami-

istri.

3. Akibat negatif nikah sirri bagi perempuan secara hukum atau undang-undang

negara adalah istri tidak dianggap sebagi istri yang sah, tidak berhak

mendapat warisan jika suaminya meninggal, tidak berhak mendapat harta

gono-gini bila terjadi perceraian. Akibat tersebut juga berlaku bagi anak

Page 88: analisis pendapat ulama tentang nikah sirri serta akibatnya bagi isteri dan keturunannya

88

kandung hasil pernikahan sirri. Adapun akibat sosial lebih mengarah kepada

benturan-benturan dengan pandangan-penilaian negatif dari masyarakat yang

dapat menimbulkan tekanan batin bagi istri dan anak tersebut.

B. Saran

1. Kepada masyarakat yang akan menikah, hendaknya melaksanakan

pernikahan sesuai dengan prosedur peraturan dan perundang-undangan

yang ada.

2. Kepada Kantor Urusan Agama untuk mempermudah prosedur pernikahan

demi menutup peluang bagi masyarakat untuk menikah sirri.

3. Perlu adanya sosialisasi dari pihak pemerintah/Kantor Urusan Agama

(KUA) untuk memberikan penyuluhan serta bimbingan seputar

pentingnya administrasi pernikahan kepada masyarakat serta dampak

nikah sirri.

4. Pihak pemerintah hendaknya memfasilitasi masyarakat yang sudah terlanjur

menikah sirri itu agar perniakahan mereka dapat tercatat dan memperoleh

akta nikah dengan gratis.

Page 89: analisis pendapat ulama tentang nikah sirri serta akibatnya bagi isteri dan keturunannya

89

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Aziz Dahlan. Ensiklopedi Hukum Islam, juz VI. Jakarta: Ichtiar Baru Van

Hoeve, 1996

Ahmad Zahari, Nurmiah Kamidjantono, Idham. Kumpulan Peraturan Perkawinan

Bagi Masyarakat Islam Di Indonesia. Pontianak: FH UNTAN Press, 2010

Al-Bukhary, Abu Abdillah Muhammad bin Isma‟il. Shahih Al-Bukhary, juz III.

Semarang: Maktabah Al-Munawwar, t th.

Al-Ghazali, Abu Hamid bin Muhammad. Ihya‟ „Ulumiddin, juz II. Bairut Libanon:

Daar al-Fikr, 2002

Al-Jaziry, Abdurrahman. Al-Fiqh „Ala Al-Madzahib Al-Arba‟ah, juz IV. Bairut

Libanon: Daar al-Kutub al-Islamiyah, 2008

Al-Mawardi, Abu Hasan Aly bin Muhammad. Al-Ahkam Al-Shulthaniyyah. Bairut

Libanon: Daar al-Fikr, 1960

Al Qur-an Dan Terjemahnya. Kudus: Menara Kudus. t th.

Al-Sijistani, Abu Dawud. Sunan Abi Dawud, juz I. Bairut Libanon: Daar al-Fikr, t th.

Al-Suyuthi, Jalaluddin. Al-Asybah Wa An-Nadhair. Rembang: Ma‟had Ad-Diniy Al-

Anwar, t th.

Al-Tahami, Syaikh Muhammad. Qurratu Al „Uyuni. Semarang: Pustaka Alawiyah, t

th.

Page 90: analisis pendapat ulama tentang nikah sirri serta akibatnya bagi isteri dan keturunannya

90

Al-Tirmidzi, Abu Isa Muhammad bin Isa. Sunan At-Tirmidzi, Al-Jami‟u As-Shahih,

juz II. Semarang: Toha Putra, t th.

Amir Syarifuddin. Garis-Garis Besar Fiqh. Jakarta: Prenada Media, 2003

Anonimous. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Pustaka Setia, Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan, 1994

Beni Ahmad Saebani. Perkawinan Dalam Hukum Islam Dan Undang-Undang.

Bandung: Pustaka Setia, 2008

………Fiqh Munakahat 1. Bandung: Pustaka Setia, 2008

Fawzy Al-Uwaisyi. Eny Bilkaf, Wanita Dan Nikah Menurut Urgensinya. Kediri:

Pustaka „Azm, 2004

Hadari Nawawi. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: UGM Univercity

Press, 1991

Sholahuddin Shofwan, Maqoshid An-Nahwiyyah, Pengantar Memahami Alfiyyah

Ibnu Malik, juz III, Jombang: Darul Hikmah, 2006.

Syatho‟, Abu Bakar. I‟anah al-Thalibin, juz III. Bairut Libanon, Daar al-Fikr, t th.

Taufiqurrahman Al-azizy. Jangan Sirri-kan Nikahmu. Jakarta: Himmah Media, 2010

Tihami, Sohari Sahrani. Fikih Munakahat, Kajian Fikih Nikah Lengkap. Jakarta: Raja

Grafindo Persada, 2010

Page 91: analisis pendapat ulama tentang nikah sirri serta akibatnya bagi isteri dan keturunannya

91

BIODATA PENULIS

1. Nama : Ahmad Junaidi

2. Tempat Tanggal Lahir : Pontianak, 24 April 1978

3. Pekerjaan : Wiraswasta

4. Alamat Rumah : Jln. M. Yamin. Gg. Kapuas Melawi. No 27

Kota Baru Pontianak. 78121

5. Nama Orang Tua :

Ayah : Abdul Muhsin (alm)

Ibu : Nur Samah

6. Jumlah Saudara : Anak ke-6 dari 7 bersaudara

7. Status Marital : Belum Menikah

8. Riwayat Pendidikan :

SD Negeri 63 Pontianak Barat (1985-1992)

SMP Negeri 9 Sungai Bangkong (1992-1995)

MA Tajul Ulum Grobogan Jawa Tengah (1995-1998)

Pon-Pes Sirojut Tholibin Brabu. Tanggungharjo. Grobogan. Purwodadi.

Jawa Tengah ( 1995 – 2007 )

Sekolah Tinggi Ilmu Syari‟ah (STIS) Syarif Abdurrahman Pontianak (2007-

2011)

Pontianak, 2 Desember 2011

Ahmad Junaidi

Page 92: analisis pendapat ulama tentang nikah sirri serta akibatnya bagi isteri dan keturunannya

92

Lampiran-lampiran