BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21870/4/Chapter... ·...
Transcript of BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21870/4/Chapter... ·...
13
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang memiliki banyak sumber kekayaan alam,
dimana sumber daya alam tersebut menjadi modal pembangunan yang akan
mensejahterakan rakyatnya. Salah satu sumber daya alam yang ada di Indonesia
adalah minyak bumi dan gas bumi , minyak bumi dan gas bumi merupakan sumber
utama pemakai energi didalam negeri. Segala sumber daya alam yang ada di bumi
Indonesia sesuai dengan Undang – Undang pasal 33 UUD 1945, sepenuhnya dikuasai
oleh Negara. Minyak bumi dan gas bumi merupakan salah satu sumber daya alam
yang merupakan devisa negara yang penting dalam kegiatan pembangunan nasional,
dimana pembangunan nasional tersebut dilaksanakan secara bersama-sama oleh
pemerintah dan masyarakat, saling menunjang dan saling melengkapi dalam satu
kesatuan langkah menuju tercapainya tujuan pembangunan nasional yaitu
mewujudkan masyarakat adil dan makmur, yang merata dalam segi materiil maupun
spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Minyak bumi dan gas bumi termasuk dalam golongan bahan galian yang
strategis bagi negara. Penggolongan tersebut termuat dalam pengaturan mengenai
bahan galian, yaitu PP nomor 27 tahun 1980 tentang Pengelolaan Bahan Galian, yang
pada intinya membagi bahan galian menjadi tiga golongan, yaitu :
Universitas Sumatera Utara
14
1. Golongan A : golongan bahan galian yang strategis
2. Golongan B : golongan bahan galian yang vital.
3. Golongan C : golongan bahan galian yang tidak termasuk golongan bahan galian
A dan B.
Berdasarkan penggolongan bahan galian yang mengklasifikasikan minyak
bumi dan gas bumi sebagai kekayaan alam yang strategis bagi negara tersebut, maka
berdasarkan pasal 33 Undang – Undang Dasar 1945, kemudian diatur lebih lanjut
dalam pasal 4 Undang Undang nomor 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi
yang menyebutkan, Minyak dan gas bumi sebagai sumber daya alam strategis tidak
dapat diperbaharui yang terkandung di dalam wilayah hukum pertambangan
Indonesia merupakan kekayaan nasional yang dikuasai oleh negara.maka
penyelenggaraan kegiatan usaha minyak bumi dan gas bumi di Indonesia sepenuhnya
dilaksanakan oleh negara.
Salah satu tujuan dari penyelenggaraan kegiatan usaha minyak dan gas bumi,
sebagaimana telah ditentukan dalam pasal 3 huruf b Undang-Undang nomor 22 tahun
2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, adalah untuk menjamin efektivitas pelaksanaan
dan pengendalian usaha pengolahan, pengangkutan, penyimpanan, dan niaga secara
akuntabel, yang diselenggarakan melalui mekanisme persaingan usaha yang wajar,
sehat, dan transparan. Untuk mewujudkan tujuan penyelenggaraan kegiatan usaha
minyak dan gas bumi tersebut, pemerintah melimpahkan kewenangannya kepada
PT.PERTAMINA (Persero) untuk melaksanakan kegiatan yang mencakup
Universitas Sumatera Utara
15
pengusahaan pertambangan minyak dan gas bumi, berikut pendistribusiannya ke
seluruh pelosok tanah air.
PERTAMINA adalah perusahaan minyak dan gas bumi yang dimiliki oleh
Pemerintah Indonesia (National Oil Company), yang berdiri sejak tanggal 10
Desember 1957 dengan nama PT. PERMINA. Pada tahun 1961 perusahaan ini
berganti nama menjadi PN. PERMINA dan setelah merger dengan PN. PERTAMIN
di tahun 1968, namanya berubah menjadi PN. PERTAMINA. Setelah bergulirnya
Undang Undang No. 8 Tahun 1971, sebutan perusahaan berubah menjadi
PERTAMINA. Sebutan ini tetap dipakai setelah PERTAMINA berubah status
hukumnya menjadi PT. PERTAMINA (Persero) pada tanggal 17 September 2003
berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 tahun 2001 tentang
Minyak dan Gas Bumi.1
PT. PERTAMINA (Persero) didirikan berdasarkan akta Notaris Lenny Janis
Ishak, SH. No. 20 tanggal 17 September 2003, dan disahkan oleh Menteri Hukum &
HAM melalui Surat Keputusan No. C-24025 HT.01.01 pada tanggal 09 Oktober
2003. Pendirian Perusahaan ini dilakukan menurut ketentuan-ketentuan yang
tercantum dalam Undang-Undang No. 1 tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas,
Peraturan Pemerintah No. 12 tahun 1998 tentang Perusahaan Perseroan (Persero), dan
Peraturan Pemerintah No. 45 tahun 2001 tentang Perubahan atas Peraturan
Pemerintah No. 12 tahun 1998, dan peralihannya berdasarkan PP No.31 Tahun 2003
1 PT.PERTAMINA(Persero),”Sejarah PERTAMINA”,diakses dari http://www.pertamina.com
tanggal 24 Desember 2008
Universitas Sumatera Utara
16
tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Pertambangan Minyak Dan Gas Bumi Negara
(PERTAMINA) menjadi Perusahaan Perseroan (Persero) .2
Sesuai dengan akta pendiriannya, maksud dari didirikannya PERTAMINA
adalah untuk menyelenggarakan usaha di bidang minyak dan gas bumi, baik di dalam
maupun di luar negeri serta kegiatan usaha lain yang terkait atau menunjang kegiatan
usaha di bidang minyak dan gas bumi tersebut.
Berdasarkan pasal 2 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 31 tahun 2003
tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara
(PERTAMINA) menjadi Perusahaan Perseroan (Persero), tujuan dari PT.
PERTAMINA adalah :
1. Mengusahakan keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan Perseroan secara
efektif dan efisien.
2. Memberikan kontribusi dalam meningkatkan kegiatan ekonomi untuk
kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.
PERTAMINA melaksanakan beberapa kegiatan usaha untuk mencapai
maksud dan tujuan tersebut. Kegiatan usaha tersebut meliputi:
1. Menyelenggarakan usaha di bidang minyak dan gas bumi beserta hasil olahan dan
turunannya.
2 PT.PERTAMINA (persero), “Tentang PERTAMINA”, diakses dari
http://www.pertamina.com tanggal 24 Desember 2008
Universitas Sumatera Utara
17
2. Menyelenggarakan kegiatan usaha di bidang panas bumi yang ada pada saat
pendiriannya, termasuk Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi PLTP) yang telah
mencapai tahap akhir negosiasi dan berhasil menjadi milik PERTAMINA.
3. Melaksanakan pengusahaan dan pemasaran Liquifield Natural Gas (LNG) dan
produk lain yang dihasilkan dari kilang LNG.
4. Menyelenggarakan kegiatan usaha lain yang terkait atau menunjang kegiatan
usaha sebagaimana dimaksud dalam nomor 1, 2, dan 3.
Berkaitan dengan salah satu kegiatan usaha yang dilakukan oleh
PERTAMINA, yaitu menyelenggarakan usaha di bidang minyak dan gas bumi
beserta hasil olahan dan turunannya, maka PERTAMINA memproduksi antara lain
produk-produk hasil olahan minyak dan gas bumi yang meliputi Bahan Bakar Minyak
(yang terdiri dari minyak bensin, minyak solar, minyak tanah, minyak diesel, dan
minyak bakar), Bahan Bakar Khusus (BBK), Non BBM, petrokimia, pelumas, dan
gas, yang terdiri dari LPG (Liqueifield Petroleum Gas), BBG (Bahan Bakar Gas), dan
Musicool (Pengganti CFC yang ramah lingkungan).
PERTAMINA kemudian melaksanakan pendistribusian dan pemasaran atas
keseluruhan produknya yang ditujukan terutama untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat Indonesia. Dalam kegiatan pendistibusian produk PERTAMINA,
khususnya BBM, PERTAMINA dituntut untuk melaksanakan pendistribusian ke
seluruh pelosok tanah air dalam jumlah yang cukup, waktu yang tepat, mutu yang
baik dengan harga yang layak (sesuai ketentuan yang berlaku).
Universitas Sumatera Utara
18
Luasnya wilayah yang harus dijangkau oleh PERTAMINA dalam
pendistribusian BBM mengharuskan PERTAMINA melakukan kerja sama dengan
pihak ketiga sebagai mitra kerja yang akan menyalurkan BBM dan BBK, serta
produk lain yang disediakan dan dijual oleh PERTAMINA. Pengusaha pemilik SPBU
(Stasiun Pengisian Bahan Bakar Minyak Umum) sebagai salah satu mitra kerja
PERTAMINA dalam kegiatan penyaluran BBM mengemban tugas dari
PERTAMINA untuk melayani kebutuhan masyarakat pemakai kendaraan bermotor
dengan cara yang mudah, cepat, tertib dan aman. Kehadiran SPBU sebagai lembaga
penyalur retail BBM, yang saat ini tersebar diseluruh Indonesia, lebih memberi
kemudahan bagi masyarakat untuk mendapatkan BBM.
Setelah bergulirnya Undang-Undang nomor 22 tahun 2001 tentang Minyak
dan Gas Bumi, kegiatan usaha minyak dan gas bumi diserahkan kepada mekanisme
pasar, sehingga PERTAMINA tidak lagi menjadi satu-satunya perusahaan yang
memonopoli industri MIGAS. Menghadapi persaingan bebas tersebut, khususnya di
sektor retail BBM, PERTAMINA saat ini sedang berbenah untuk melakukan
transformasi di segala bidang, termasuk di fungsi Retail Outlet SPBU. Upaya yang
dilakukan dalam transformasi tersebut adalah pemberian standarisasi pelayanan
SPBU Pertamina. Pertamina berkomitmen memberikan pelayanan terbaik, dengan
istilah “Pertamina Way”, SPBU yang telah sukses menerapkan Pertamina Way
berhak mendapatkan Sertifikasi PASTI PAS3
3 “Program ‘Pertamina Way’ Tingkatkan Pelayanan SPBU”, Suara Merdeka, 17 April, 2007.
h. II
Universitas Sumatera Utara
19
Seperti telah dibahas diatas, dalam penyaluran BBM kerjasama pihak
Pertamina dengan pihak ketiga dapat berupa pengelolaan SPBU dalam pengadaan
bahan bakar secara bersama sesuai dengan prosedur yang ada. Oleh karena itu agar
tercipta keteraturan dalam ketertiban selama kerjasama tersebut, peran hukum diuji
kemampuan untuk dapat mengayomi kepentingan-kepentingan para pihak dalam hal
perjanjian kerjasama yang akan disepakati kelak.
Sebab jika kita kembali kepada proporsinya betapa hukum itu merupakan
suatu kebutuhan yang melekat pada kehidupan sosial itu sendiri, yaitu sebagai sarana
untuk melayani hubungan diantara sesama anggota masyarakat sehingga terdapat
kepastian hukum dalam lalu lintas hubungan tersebut.4
Dalam Burgerlijk Wetboek (BW) yang kemudian diterjemahkan oleh Subekti, dan R.
Tjitrosudibio menjadi Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) bahwa
mengenai hukum perjanjian diatur dalam Buku III tentang Perikatan, dimana hal
tersebut mengatur dan memuat tentang hukum kekayaan yang mengenai hak-hak dan
kewajiban yang berlaku terhadap orang-orang atau pihak-pihak tertentu.5
Keberadaan suatu perjanjian atau yang saat ini lazim dikenal sebagai kontrak,
tidak terlepas dari terpenuhinya syarat-syarat mengenai sahnya suatu perjanjian/
kontrak seperti yang tercantum dalam Pasal 1320 KUH Perdata, antara lain sebagai
berikut:
1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
4 Satjipto Raharjo, Hukum dan Masyarakat, Angkasa Bandung, 1980 hal.11
5 . R. Subekti, dan R. Tjitrosudibio, “Kitab Undang-undang Hukum Perdata=Burgerlijk
Wetboek (terjemahan),” Cet. 28, (Jakarta: PT. Pradnya Paramita, 1996), hal. 323.
Universitas Sumatera Utara
20
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan
3. Suatu hal tertentu
4. Suatu sebab yang halal
Dengan dipenuhinya empat syarat sahnya perjanjian tersebut, maka suatu
perjanjian menjadi sah dan mengikat secara hukum bagi para pihak yang
membuatnya. Istilah hukum perjanjian atau kontrak merupakan terjemahan dari
bahasa Inggris yaitu contract law, sedangkan dalam bahasa Belanda disebut dengan
istilah overeenskomsrecht.6 Dari peristiwa ini, timbullah suatu hubungan anatara dua
orang tersebut yang dinamakan perikatan. Dengan demikian perjanjian itu
menerbitkan suatu perikatan antara dua orang yang membuatnya. Dalam bentuknya,
perjanjian itu berupa suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji atau
kesanggupan yang diucapkan atau ditulis. Perikatan adalah suatu perhubungan hukum
antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan yang mana pihak yang satu berhak
menunutut sesuatu hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk
memenuhi tuntutan itu. Maka hubungan hukum antara perikatan dan perjanjian
adalah bahwa perjanjian itu menerbitkan perikatan. Perjanjian adalah sumber
perikatan. Hubungan hukum adalah hubungan yang menimbulkan akibat hukum.
Akibat hukum disebabkan karena timbulnya hak dan kewajiban, dimana hak
merupakan suatu kenikmatan, sedangkan kewajiban merupakan beban. hukum yang
terdapat di dalam peraturan perundang-undangan, traktat, dan yurisprudensi.
6 Salim H.S,“Hukum Kontrak: Teori & Teknik Penyusunan Kontrak,” Cet. II, (Jakarta: Sinar
Grafika, 2004), hal. 3
Universitas Sumatera Utara
21
Sedangkan kaidah hukum perjanjian tidak tertulis adalah kaidah-kaidah hukum yang
timbul, tumbuh, dan hidup dalam masyarakat, seperti: jual beli lepas, jual beli
tahunan, dan lain sebagainya.
Saat ini di sektor bisnis retail BBM sedang marak dipromosikan pada berbagai
media adanya SPBU dengan sertifikasi PASTI PAS yang menjamin pelayanan
terhadap konsumen setaraf dengan standar kelas dunia, yang merupakan perwujudan
PERTAMINA dalam meningkatkan pelayanan terhadap konsumen. Sebagaimana
lazimnya suatu hubungan bisnis, tentunya kerjasama pengusahaan SPBU PASTI PAS
ini terbingkai dalam suatu perjanjian. Oleh karena perjanjian kerjasama ini tergolong
baru, melibatkan perusahaan besar yaitu PT.PERTAMINA (persero), serta banyak
melibatkan pengusaha SPBU sebagai pedagang perantara atau middle man, maka
karakteristik perjanjian tersebut perlu dikaji dari sudut pandang hukum
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka jelaslah bahwa peran
SPBU 14.201.103 Setia Budi Medan dalam perjanjian pengadaan bahan bakar dengan
PERTAMINA yang dituangkan dalam SURAT PERJANJIAN KERJASAMA
PENGUSAHAAN SPBU sangat penting.Permasalahan-permasalahan yang timbul
seputar pelaksanaan perjanjian kerjasama pengadaan bahan bakar seperti bentuk
wanprestasi yang dilakukan para pihak dan penyelesaiannya dapat diketahui,juga
untuk mengetahui sejauh mana perlindungan hukum dapat menjamin kepentingan
para pihak baik PERTAMINA maupun SPBU 14.201.103 Setia Budi Medan.
Maka dari itulah penulis terdorong untuk menguji dan meneliti permasalahan
tersebut dengan memberikan judul “ANALISIS TENTANG PERJANJIAN
Universitas Sumatera Utara
22
PENDIRIAN SPBU ANTARA PT.PERTAMINA DENGAN PENGUSAHA
SPBU 14.201.103 SETIA BUDI MEDAN ”
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, dapat ditarik pokok permasalahan yang akan
menjadi dasar dalam penyusunan tesis ini. Perumusan masalah dalam suatu penelitian
sangat penting keberadaannya karena akan diteliti.7 Adapun pokok permasalahan
yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut :
1. Apa yang menjadi karakteristik dari perjanjian pendirian SPBU antara
PT.Pertamina dan Pengusaha?
2. Bagaimana perlindungan konsumen dari Pihak SPBU 14.201.103 Setia
Budi Medan sebagai Pengelola terhadap masyarakat umum yang
menggunakan bahan bakar di SPBU tersebut?
3. Bagaimana upaya penyelesaian di dalam isi perjanjian kerjasama jika
terjadi sengketa?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan uraian yang terdapat pada perumusan masalah di atas maka yang
menjadi tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui karakeristik dari perjanjian pendirian SPBU antara
PT.Pertamina dengan Pengusaha.
7 Winarno Surakhman, Dasar dan Teknik Riset, Pengantar Metodologi Ilmiah, edisi ke-6,
tahun 1978 hal.33
Universitas Sumatera Utara
23
2. Untuk mengetahui bagaimana upaya penyelesaian yang tercantum di dalam isi
perjanjian kerjasama jika terjadi sengketa.
3. Untuk mengetahui bagaimana perlindungan konsumen dari Pihak SPBU
14.201.103 Setia Budi Medan sebagai Pengelola terhadap konsumen atau
masyarakat umum yang menggunakan bahan bakar di SPBU tersebut.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian merupakan penentu apakah penelitian itu berguna atau
tidak, mempunyai nilai atau tidak. Bertitik tolak dari hal tersebut di atas, maka
penulis menghendaki manfaat penelitian sebagai berikut :
1. Manfaat Teoritis
a. Memberikan sumbangan pemikiran dalam pengembangan ilmu hukum
pada umumnya, dan hukum perdata pada khususnya.
b. Dapat memberikan jawaban terhadap permasalahan yang sedang diteliti.
c. Dapat digunakan untuk menambah referensi sebagai bahan acuan bagi
penelitian yang akan datang apabila sama bidang penelitiannya dengan
yang penyusun teliti.
2. Manfaat Praktis
a. Memberikan sumbangan pemikiran bagi para pihak yang berkepentingan
dalam penelitian ini.
b. Bagi masyarakat umum atau pelaku bisnis lainnya agar lebih mengetahui
dan memhami mengenai perjanjian kerjasama antara PERTAMINA
dengan pengelola SPBU sehingga bisa menjadi perbandingan atau pun
Universitas Sumatera Utara
24
referensi bagi semua pihak yang berkepentingan, sehingga bisa
memberikan jawaban terhadap permasalahan yang sama.
E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan hasil penelitian dan penelusuran yang telah dilakukan, baik
terhadap hasil-hasil penelitian yang sudah ada, maupun yang sedang dilakukan,
khususnya pada Sekolah Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara,
belum ada penelitian yang menyangkut masalah, “ANALISIS TENTANG
PERJANJIAN PENDIRIAN SPBU ANTARA PT.PERTAMINA DENGAN
PENGUSAHA SPBU 14.201.103 SETIA BUDI MEDAN.
Berdasarkan hasil penelusuran tersebut, dengan demikian maka penelitian ini
adalah asli, serta dapat dipertanggungjawabkan keasliannya secara ilmiah.
F. Kerangka Teori dan konsepsi
Teori adalah untuk menerangkan dan menjelaskan segala spesifik untuk
proses tertentu terjadi8, dan suatu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada
fakta – fakta yang dapat menunjukkan ketidakbenarannya.9 Kerangka teori adalah
kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori tesis mengenai suatu kasus atau
permasalahan yang menjadi bahan perbandingan atau pegangan teoritis dalam
penelitian.10
Suatu kerangka teori bertujuan untuk menyajikan cara-cara untuk
bagaimana mengorganisasikan dan mengimplementasikan hasil-hasil penelitian dan
8 J.J.JM. Wuisaman dengan penyunting M. Hisman, Penelitian Ilmu – Ilmu Sosial, Jilid 1,
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta, 1996, hlm.203. 9 Ibid,hlm.316
10 M.Solly Lubis, Filsafat ilmu dan Penelitian, Cetakan ke I, (Bandung : Mandar Maju), 1994,
hal.80
Universitas Sumatera Utara
25
menghubungkannya dengan hasil-hasil terdahulu.11
Sedang dalam kerangka
konsepsional diungkapkan beberapa konsepsi atau pengertian yang akan
dipergunakan sebagai dasar penelitian hukum.12
Agar tidak menjadi perbedaan
pengertian tentang konsep-konsep yang dipergunakan dalam penelitian ini maka perlu
diuraikan pengertian-pengertian konsep yang dipakai, yaitu sebagai berikut :
Perjanjian kerjasama antara PERTAMINA dan pengelola SPBU ini
merupakan suatu perjanjian yang dilakukan antara PERTAMINA dengan pengusaha
swasta (SPBU), yang dalam hal ini melakukan kegiatan penyaluran dan pelayanan
bahan bakar minyak bagi masyarakat umum, sesuai ketentuan yang berlaku.
Perjanjian tersebut dinamakan Surat Perjanjian Kerjasama Pengelolaan dan
Penggunaan Stasiun Pengisian Bahan Bakar untuk Umum.
Sektor migas sangat berperan penting dalam peningkatan pertumbuhan
ekonomi. Karena itu pemerintah membentuk Undang-undang Nomor 8
Tahun 1971 jo Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas,
yang pada intinya Pertamina sebagai BUMN mempunyai wewenang
untuk mengelola migas. Karena keterbatasan modal dan jangkauan wilayah Indonesia
yang sangat luas, pertamina menjalin kerjasama dengan pihak swasta seperti yang
11
Burhan Ashsofa, Metode Penelitian Hukum, Cetakan ke II, (Jakarta : Rineka Cipta), 2003,
hal.23 12
Soerjono Soekanto, dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat,
Edisi I cetakan ke 7, (Raja Grafindo Persada : Jakarta), 2003, hal.7
Universitas Sumatera Utara
26
telah dijelaskan sebelumnya. Salah satu bentuknya yaitu kerjasama pengelolaan
SPBU.13
Mengingat perjanjian tersebut merupakan perbuatan hukum, maka
perlindungan hukum bagi para pihak adalah sangat penting, agar kepentingan para
pihak dapat terlindungi.
Adapun pengertian Perjanjian pada umumnya dapat dilihat sebagai berikut
1. Pengertian Perjanjian.
Pengertian perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah sebagai
berikut :
“Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih
mengikatkan dirinya dengan satu orang atau lebih “.
Para sarjana menyatakan bahwa rumus pasal 1313 KUH Perdata diatas
memiliki banyak kelemahan. Abdul Kadir Muhammad Menyatakan kelemahan pasal
tersebut adalah sebagai berikut :
a. Hanya menyangkut sepihak saja.
Hal tersebut dapat diketahui dari perumusan “satu orang atau lebih mengikatkan
dirinya pada satu orang atau lebih”. Kata “mengikatkan diri “ sifatnya hanya
datang dari satu pihak saja,tidak dari kedua belah pihak.Seharusnya dirumuskan
saling mengikatkan diri.jadi ada consensus antara pihak-pihak.
b. Kata “perbuatan”mencakup juga tanpa konsensus.
Pengertian ”perbuatan” termasuk juga tindakan melaksanakan tugas tanpa
kuasa,tindakan melawan hukum yang tidak mengandung consensus. seharusnya
digunakan kata “persetujuan”
c. Pengertian perjanjian terlalu luas.
Pengertian perjanjian dalam pasal tersebut terlalu luas karena mencakup juga
pelangsungan perkawinan,janji kawin,yang yang diatur dalam lapangan hukum
keluarga. Padahal yang dimaksudkan adalah hubungan antara kreditur dengan
debitor dalam lapangan harta kekayaan saja. Perjanjian yang dikehendaki oleh
buku III KUH Perdata sebenarnya adalah perjanjian yang bersifat kebendaan,
bukan perjanjian yang bersifat personal.
13
www.lib.atmajaya.ac.id
Universitas Sumatera Utara
27
d. Tanpa menyebut tujuan mangadakan perjanjian, sehingga pihak-pihak yang
mengikatkan diri itu tidak jelas untuk apa.14
Berdasarkan kelemahan-kelemahan tersebut, Abdul Kadir Muhammad
merumuskan definisi perjanjian,yaitu persetujuan antara dua orang yang saling
mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal dalam lapangan harta kekayaan.15
Dalam kehidupan sehari-hari istilah perjanjian sering juga disebut sebagai
persetujuan, hal ini dapt dilihat dari adanya persetujuan kedua belah pihak untuk
melakukan atau tidak untuk melakukan sesuatu. Dari pengertian tersebut dapat
dikatakan bahwa kata perjanjian dan persetujuan memliki arti yang sama.
Perkataan kontrak merupakan pengambilan-alihan dari perkataan bahasa latin
contactus,yang berarti perjanjian, Istilah kontrak yang semula hanya merupakan
padanan kata dari perjanjian tertulis.16
2. Asas-Asas Perjanjian
Dalam hukuman perjanjian dikenal adanya asas hukum yang berkaitan
dengan lahirnya perjanjian. Berdasarkan pasal 1338 KUH Perdata, asas hukum
tersebut adalah :
1. Asas konsensualisme
Asas ini berkaitan dengan lahirnya suatu perjanjian. Kata “konsensualisme”
berasal dari bahasa latin consensus berarti sepakat. Jadi yang dimaksud Asas
konsensualisme adalah bahwa perjanjian itu terjadi karena adanya kata
14
Abdulkadir Muhammad, Hukum Perikatan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1990, hal.78 15
Ibid, hal.79 16
P.J.Supratignyo, Metode dan Teknik Pembuatan Akta Kontrak, Unika Soegiyapranata,
Semarang, 1997, hal.1
Universitas Sumatera Utara
28
sepakat/kehendak yang bebas dari para pihak yang membuat perjanjian mengenai
isi/pokok perjanjian.17
Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata, menyebutkan bahwa : “ Semua perjanjian
yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang
membuatnya “. Didalam pasal tersebut dijumpai asas konsensualisme yang terdapat
pada kata “……….perjanjian yang dibuat secara sah……….” yang menunjukkan
pada pasal 1320 KUH Perdata,terutama butir 1 yaitu sepakat mereka yang
mengikatkan dirinya.
Asas konsensulitas mengandung arti bahwa perjanjian dan perikatan yang
timbul karenanya itu sudah dilahirkan sejak detik tercapai kesepakatan. Dengan
perkataan lain perjanjian itu sudah sah apabila sudah sepakat mengenai hal-hal pokok
dan tidaklah diperlukan suatu formalitas lain. Salah satu bentuk konsensulitas suatu
perjanjian adalah adanya pembubuhan tanda tangan dari pihak-pihak yang terlibat
dalam perjanjian yang dimaksud. Tanda tangan selain berfungsi sebagai wujud
kesepakatan, juga sebagai wujud persetujuan atas tempat dan waktu asas isi
perjanjian yang dibuat tersebut. Tanda tangan ini juga berhubungan dengan
kesengajaan para pihak untuk menbuat suatu kontrak sebagai suatu bukti atas suatu
peristiwa.18
2. Asas kekuatan mengikat
17
Wirjono Prodjodikoro, Pokok-Pokok Hukum Perdata Tentang Persetujuan-Persetujuan
Tertentu, Sumur Bandung, 1982, hal.21 18
Ibid, hal.6
Universitas Sumatera Utara
29
Asas ini berkaitan dengan kekuatan mengikatnya perjanjian bagi para pihak.
kita jumpai asas tersebut dalam pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata. dari kalimat
“berlaku sebagai Undang-Undang bagi yang membuatnya”. Perjanjian yang dibuat
secara sah , apabila telah memenuhi syarat sahnya perjanjian yang ditentukan dalam
pasal 1320 KUH pedata. Perjanjian tersebut mempunyai kekuatan yang mengikat
para pembuat dan pemakainya. Pasal 1338 ayat (2) KUH Perdata menentukan bahwa
:”pejanjian itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak
atau karena alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu “.
Para pihak yang telah melakukan perjanjian berdasarkan kata sepakat harus
melaksanakan apa yang telah disepakatinya. Pelanggaran oleh salah satu pihak
terhadap isi perjanjian dapat diajukan oleh pihak lainnya atas dasar wanprestasi pihak
lawan.
3. Asas Kebebasan Berkontrak
Asas ini behubungan denagn isi Perjanjian yang telah ditentukan oleh kedua
belah pihak. Asas ini terkandung dalam pasal 1338 ayat (1) KUH perdata dari kata “
semua perjanjian” , dalam pasal tersebut berarti meliputi semua perjanjian. Dengan
adanya asas ini, maka dapat disimpulkan bahwa system hukum perjanjian apa saja
meskipun belum diatur dalam KUH Perdata.19
4. Asas Itikad Baik
Dalam pembuatannya suatu perjanjian terdapat satu asas yang menghendaki
agar suatu perjanjian dilaksanakan dalam itikad baik sebagaimana yang tercantum
19
Purwahid Patrik, Diktat Hukum Perdata, Undip, Semarang, 1982, hal.11
Universitas Sumatera Utara
30
dalam pasal 1338 (3) KUH Perdata. Asas itikad baik ini dapat dipakai dalam menilai
sah tidaknya syarat eksonerasi yang terdapat dalam perjanjian baku.
Dari keempat asas ini yang paling penting adalah asas kebebasan berkontrak,
yang dalam bahas asing disebut : Contract Vrijheid,Conyaceer Vrijheid,atau Partij
Autonomie.
Sesuai dengan pernyataan Asser Rutten dalam Purwahid Patrik : “Asas
kebebasan berkontrak tidak ditulis dengan kata-kata yang banyak didalam Undang-
Undang tetapi seluruh hukum Perdata kita didasarkan padanya.20
Dalam setiap perjanjian selalu diasumsikan bahwa kedudukan kedua belah
pihak membuat perjanjian adalah sama, baik dalam hal kekuatan maupun
pengetahuan para pihak tentang isi perjanjian, akan tetapi dalam kenyataannya tidak
selalu demikian. Sering terjadi dalam pembuatan suatu perjanjian salah satu puhak
memiliki kedudukan atau posisi yang jauh lebih kuat dibandingkan pihak yang lain.
Hal ini menyebabkan pihak yang lemah hanya memiliki dua pilihan,yaitu menerima
begitu saja syarat atau ketentuan-ketentuan yang diajukan oleh pihak yang lebih kuat
kedudukannya, atau menolaknya.
Pihak yang secara sepihak membuat kontrak standart pada hakekatnya
merupakan pembuat undang-undang swasta, sebab menurut pasal 1338 KUH Perdata
suatu perjanjian mengikat sebagai undang-undang ini disalah gunakan dengan
membebani suatu kontrak standar dengan syarat-syarat merugikan pihak lain
(konsumen).
20
Purwadid Patrik, Peranan Perjanjian Baku Dalam Masyarakat …, Op.cit. hal.12
Universitas Sumatera Utara
31
Asas kebebasan berkontrak ini berhubungan dengan isi perjanjian yang telah
dibuat oleh kedua belah pihak. Asas ini terkandung pada pasal 1338 ayat (1 ) KUH
Perdata.
Dengan adanya asas ini dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam pembuatan
suatu perjanjian menganut sistem terbuka, artinya bahwa para pihak boleh
mengadakan perjanjian apa saja meskipun belum diatur dalam KUH Perdata.
Namun kebebasan itu tidak bersifat mutlak melainkan adanya batasannya seperti
yang diatur dalam pasal 1337 KUH Perdata, yaitu :
1. Tidak dilarang oleh Undang-Undang.
2. Tidak bertentangan dengan kepentingan umum.
3. Tidak bertentangan dengan kesusilaan.21
3. Syarat Sahnya Perjanjian
Oleh karena kontrak merupakan perjanjian yang dibuat secara tertulis,maka
syarat sahnya suatu perjanjian yang diatur dalam pasal 1320 KUH Perdata adalah
sebagai berikut :
1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
3. Suatu hal tertentu;
4. Suatu sebab atau causa yang halal.22
21
Purwahid Patrik, Diktat Hukum Perdata…, Op.cit, hal.15 22
R.Setiawan, PokokPokok Hukum Perikatan, Putra A Bardin, 1999, hal.57
Universitas Sumatera Utara
32
Syarat pertama dan kedua menyangkut subyeknya, sedangkan syarat ketiga
dan keempat mengenai obyeknya.Terdapatnya cacat kehendak (keliru, paksaan,
penipuan) atau tidak cakap untuk membuat perikatan mengakibatkan dapat
dibatalkannya persetujuan. Jika obyeknya tidak tertentu atau tidak dapat ditentukan
atau causanya tidak,halal persetujuannya adalah batal.23
3.1. Sepakat mereka yang mengikatkan diri
Pasal 1338 KUH Perdata menyatakan adanya kebebasan berkontrak yang
dinyatakan bahwa segala perjanjian yang dibuat para pihak mengikat sebagai
Undang-Undang. Artinya orang bebas membuat atau tidak membuat perjanjian, bebas
menentukan isi, berlakunya dan syarat-syarat perjanjian, dengan bentuk tertentu atau
tidak dan bebas memilih Undang-Undang mana yang akan dipakai dalam perjanjian
tersebut. “Bahkan menurut Subekti, pasal-pasal dari hukum perjanjian merupakan apa
yang dinamakan hukum pelengkap,yang berarti bahwa pasal-pasal boleh disingkirkan
manakala dikehendaki oleh pihak-pihak yang membuat perjanjian, asalkan tidak
melanggar ketertiban umum dan kesusilaan”.24
Tetapi dalam perkembangannya, penerapan asas kebebasan berkontrak
semakin kabur. “Para pihak dalam perjanjian tidak lagi dapat membuat kesepakatan
sesuai dengan kehendak mereka sendiri berdasarkan asas keseimbangan (equal of
contract). Keadaan ini disebabkan karena dalam pembuatan sebuah perjanjian kedua
belah pihak tidak mempunyai kedudukan (bargaining position) yang seimbang.
23
Loc.cit 24
Mariam Darus Badrulzaman, Perlindungan Konsumen Dilihat dari Perjajnjian Baku
(Standart), 1980, hal.58
Universitas Sumatera Utara
33
Sebab salah satu pihak memiliki kedudukan yang lebih kuat dibandingkan pihak yang
lain,dimana perbedaan kedudukan ini dimanfaatkan pihak yang mempunyai posisi
kuat untuk menekan pihak yang lemah, sehingga melahirkan suatu perjanjian yang
berat sebelah dan tidak adil. Keadaan yang semacam ini akan semakin memicu
munculnya perjanjian-perjanjian dalam bentuk baku yang dibuat secara berat
sebelah”.25
Dalam pembuatan sebuah akta kontrak atau perjanjian masing-masing pihak
pembuatnya harus mempunyai keinginan dan kehendak yang bebas untuk
mengikatkan dirinya,atau dengan kata lain para pihak pembuat kontrak harus sepakat
dalam bertindak atau mengenai hal-hal yang diatur dalam kontrak,artinya apa yang
menjadi kehendak salah satu pihak juga harus menjadi kehendak pihak lain.
3.2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan
Syarat kecakapan untuk membuat suatu perikatan,harus dituangkan secara
jelas mengenai jati diri para pihak. Pasla 1320 KUH Perdata menyebutkan bahwa
orang-orang yang tidak cakap dalam membuat suatu perjanjian adalah :
1. Orang-orang yang belum dewasa
2. Mereka yang ditaruh dibawah pengampunan
3. Orang perempuan dalam hal-hal yang ditetapkan oleh Undang-Undang,
dan semua orang kepada siapa Undang-Undang telah melarang membuat
perjanjian-perjanjian tertentu.
3.3. Suatu hal tertentu
25
Ibid, hal.59
Universitas Sumatera Utara
34
Prestasi dari persetujuan harus tertentu atau dapat ditentukan. Paling tidak
harus ditentukan jenisnya, sedangkan jumlah asal dapat ditentukan. Pasal 1332 KUH
Perdata menentukan bahwa hanya barang - barang yang dapat diperdagangkan yang
dapat menjadi obyek persetujuan. Selanjutnya pasal1334 KUH Perdata bahwa
barang-barang yang baru akan ada di kemudian hari dapat menjadi obyek
persetujuan, kecuali jika dilarang oleh undang-undang secara tegas.26
Kalau dihubungkan dengan pasal 1320 KUH Perdata yang menyatakan, salah
satu syarat sahnya perjanjian adalah “hal” yang tertentu dan kata “hal” ini berasal dari
kata Belanda onderwerp yang dapat juga diartikan pokok uraian atau pokok
pembicaraan (atau pokok persoalan), maka zaak lebih tepat ditejemahkan sebagai
pokok persoalan (arti nomor 4 dalam kamus Prof.Drs. S. Wojowasito ). Zaak dalam
pasal 1333 KUH Perdata lebih tepat diterjemahkan sebagai pokok persoalan karena
pokok atau obyek cari perjanjian dapat berupa benda/barang tetapi berupa jasa
misalnya perjanjian kerja.27
3.4. Suatu sebab atau causa yang halal
Menurut pasal 1320 KUH Perdata arti kata “sebab” bukan dalam arti yang
menyebabkan atau mendorong orang membuat perjanjian, melainkan sebab dalam
arti isi perjanjian itu sendiri yang menggambarkan tujuan yang ingin dicapai. Di
dalam pasal 1335 KUH Perdata disebutkan bahwa suatu persetujuan atau perjanjian
yang dibuat karena suatu sebab yang palsu atau terlarang, maka tidak akan
26
R.Setiawan, Pokok-Pokok Hukum Perikatan…, Op.cit, hal.61-62 27
R.subekti, Hukum Perjanjian…, Op.cit, hal.13
Universitas Sumatera Utara
35
mempunyai kekuatan. Sedangkan yang dimaksud suatu sebab yang halal adalah
sesuatu yang tidak bertentangan dengan Undang-Undang, kesusilaan, dan ketertiban
umum.
Adapun istilah lain yang disebutkan di dalam perjanjian adalah perjanjian
baku. Di Indonesia istilah perjanjian baku yang sering digunakan antara lain :
Perjanjian Standar, Perjanjian Baku, kontrak standar dan kontrak baku. Dalam
beberapa makalah dan buku yang ditulis oleh para ahli hukum, seperti Mariam Darus
Badrulzaman, Abdul Kadir Muhammad, Sutan Remy Sjahdeini dan Johannes
Gunawan, istilah yang digunakan adalah perjanjian baku. Oleh karena pada umumnya
para ahli menggunakan istilah tersebut, maka dalam tesis ini penulis menggunakan
istilah perjanjian baku.
Istilah perjanjian baku berasal dari terjemahan dari bahasa Inggris, yaitu
standart contract. Standar kontrak merupakan perjanjian yang telah ditentukan dan
telah dituangkan dalam bentuk formulir. Kontrak ini ditentukan secara sepihak oleh
salah satu pihak, terutama pihak ekonomi kuat terhadap pihak ekonomi lemah.28
Sebagaimana halnya dalam pemakaian istilah yang tidak seragam tersebut diatas,
dijumpai pula adanya beberapa pengertian mengenai perjanjian baku, antara lain
adalah :
28
Salim HS, Perkembangan Hukum Kontrak di Luar KUH Perdata, PT.Raja Grafindo
Perkasa, Jakarta, 2006, hal.145
Universitas Sumatera Utara
36
Pengertian menurut Mariam Darus Badrulzaman : “perjanjian baku adalah
perjanjian yang isinya dibakukan dan dituangkan dalam bentuk formulir.”29
Pengertian menurut Sutan Remy Sjahdeini : “Perjanjian baku adalah
perjanjian yang hampir seluruh klausul-klausul yang dibakukan oleh pemakainya dan
pihak lainnya pada dasarnya tidak mempunyai peluang hanyalah beberapa hal
saja,misalnya yang menyangkut jenis, harga, jumlah,.warna, tempat, waktu dan
beberapa hal lain nya yang spesifik dari obyjek yang diperjanjikan.Dengan kata lain
yang dibakukan bukan formulir perjanjian tersebut tetapi klausul-klausulnya. Oleh
karena itu suatu perjanjian yang dibuat dengan akta notarie, bila dibuat oleh notaris
dengan klausul-klausul yang hanya mengambil alih saja klausul-klausul yang telah
dibakukan oleh salah satu pihak, sedangkan pihak yang lain tidak mempunyai
peluang untuk merundingkan atau meminta perubahan atas klausul-klausul itu,maka
perjanjian yang dibuat dengan akta notaris itupun adalah juga perjanjian baku.30
E.H. Hondius, menyatakan bahwa : perjanjian baku adalah syarat-syarat
konsep tertulis yang dimuat dalam beberapa perjanjian yang masih akan dibuat, yang
jumlahnya tidak tertentu, tanpa membicarakan isinya lebih dahulu.31
Pengertian menurut J. Satrio :” Perjanjian baku adalah perjanjian tertulis,yang
bentuk dan isinya telah dipersiapkan terlebih dahulu,yang mengandung syarat-syarat
tetap, yang oleh salah satu pihak kemudian disodorkan kepada pihak lain untuk
29
Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis, Alumn, Bandung, 1994, hal.47-48 30
Sutan Remy Sjahdeini, dalam Salim HS, Op.cit, hal.146 31
E.H. Hondius, dalam Slim HS, Op.cit, hal.145
Universitas Sumatera Utara
37
disetujui (lawan janjinya) dan dimaksudkan untuk setiap kali digunakan pada
penutupan perjanjian seperti itu.32
Definisi diatas baru memberikan kerangka dari perjanjian baku yang tertulis
atau dalam bentuk formulir. Akan tetapi dalam prakteknya banyak terdapat perjanjian
baku yang tidak dapat dalam bentuk tertulis,misalnya tanda larangan parkir dipusat
perbelanjaan.
Perkembangan perjanjian baku dalam praktek kehidupan sehari-hari
merupakan kenyataan yang tidak dapat dihindari,hal ini disebabkan karena adanya
tuntutan kepentingan bisnis.Dalam dunia bisnis para pelakunya selalu mengutamakan
bagaimana cara memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya,secara efektif dan
efesien baik dalam hal tenaga,waktu,maupun biaya.
Menurut Mariam Darulzaman, perjanjian baku dapat dikelompokkan menjadi
3 jenis, yaitu :
1. Perjanjian baku sepihak ;
Perjanjian yang isinya ditentukan oleh pihak yang kuat kedudukannya didalam
perjanjian itu.
2. Perjanjian baku yang ditetapkan oleh pemerintah ;
Perjanjian baku yang mempunyai obyek hak-hak atas tanah.
3. Perjanjian yang ditentukan dilingkungan Notaris/ advokat.
32
J.Satrio, Beberapa Segi Hukum Perjanjian Kredit Standar, Media Notariat Nomor : 30-31-
31-33, Januari-April-Juli-Oktober, 1994, hal.136-137
Universitas Sumatera Utara
38
Perjanjian-perjanjian yang konsepnya sejak semula sudah disediakan untuk
memenuhi permintaan dari anggota masyarakat yang meminta bantuan notaris atau
advokat yang bersangkutan.33
G. Metode Penelitian
1. Sifat Penelitian
Sifat penelitian yang dipergunakan adalah penelitian pendekatan Yuridis
Sosiologis yaitu melakukan pembahasan terhadap kenyataan atau data yang
ada dalam praktik untuk selanjutnya dihubungkan dengan fakta yuridis.
Karena pendekatan ini mengkaji tentang unsur-unsur hukum SPBU, termasuk
asas-asas dan pengakuan dalam hukum. Selain itu juga mengkaji kenyataan
SPBU di dalam masyarakat.34
2. Teknik Pengumpulan Data
Dalam hal ini penulis menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut:
a. Studi Kepustakaan
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
melalui penelitian kepustakaan (library research) untuk mendapatkan
konsepsi teori atau doktrin, pendapat atau pemikiran konseptual dan
penelitian terdahulu yang berhubungan dengan objek telaahan penelitian
ini yang dapat berupa peraturan perundang-undangan dan karya ilmiah
33
Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis, Bandung, 1994, hal.49-50 34
Koentjaraningrat, Metode Penelitian Masyarakat, Jakarta, Gramedia, 1997, hal.16
Universitas Sumatera Utara
39
lainnya yang berhubungan dengan masalah perjanjian pendirian SPBU
antara PERTAMINA dengan SPBU 14.201.103 Setia Budi di Medan.
b. Wawancara
Cara ini suatu metode pengumpulan data primer yang dilakukan dengan
cara mengadakan tanya jawab secara langsung untuk menciptakan data
yang lebih jelas mengenai objek yang diteliti dengan tujuan untuk
melengkapi data sekunder.
Adapun pihak yang akan diwawancarai dari pihak PERTAMINA adalah
1. Legal Area Manager UPMS I Medan.
2. Dari pihak Pengelola SPBU diwakili oleh salah satu pemilik SPBU
yaitu pemilik SPBU 14.201.103, sesuai judul yang diangkat penulis
3 . Konsumen pemakai jasa dan pemakai Bahan Bakar Minyak dari
SPBU 14.201.103 Setia Budi Medan.
3. Metode Analisis Penelitian
Pada tahap ini, data yang telah terkumpul kemudian penulis olah dengan
menggunakan metode analisa data kualitatif yaitu untuk mengungkapkan dan
memahami kebenaran yang diperoleh dari hasil pengamatan dan pertanyaan
dalam penelitian. Hal ini dijelaskan oleh Soerjono Soekamto penelitian
dengan menggunakan metode analisa data kualitatif :
Universitas Sumatera Utara
40
“Penelitian yang menghasilkan data deskriptif artinya apa yang telah
dinyatakan oleh responden secara tertulis dan lisan serta prilaku nyata yang
dipelajari sebagai suatu yang utuh”.35
35
Soerjono Soekamto, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia, 1984, hal.43
Universitas Sumatera Utara