BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/45136/5/Chapter...BAB I...

47
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum, kehidupan perekonomian merupakan salah satu unsur yang terpenting dalam kehidupan bernegara. Hal ini dikarenakan hanya melalui kegiatan perekonomian, suatu negara dapat memenuhi berbagai kebutuhan hidup masyarakatnya dalam rangka mencapai kesejahteraan. Kegiatan ekonomi ini kemudian diimplementasikan oleh suatu negara dalam wujud pembangunan ekonomi nasional yang berkesinambungan, dengan tujuan utamanya mencapai pertumbuhan ekonomi yang setinggi-tingginya. Pembangunan ekonomi ini sendiri, oleh banyak negara, ditempatkan pada urutan pertama dari seluruh aktivitas pembangunan. 2 Permasalahan kemudian timbul karena di dalam dunia usaha dan bisnis, persaingan itu akan selalu ada. Secara terminologi, kata persaingan dapat diartikan bahwa ketika ada dua pihak atau lebih yang terlibat dalam upaya saling mengungguli dan ada kehendak di antara mereka untuk mencapai tujuan yang Namun, dalam rangka mengembangkan kegiatan perekonomian, Negara tidak dapat bergerak sendiri. Negara membutuhkan keiikutsertaan dan keaktifan masyarakat dalam pasar yang kemudian diimplementasikan oleh masyarakat dengan melakukan berbagai kegiatan ekonomi dan bisnis. 2 Sirojuzilam dan Kasyful Mahalli, Regional: Pembangunan, Perencanaan, dan Ekonomi, (Medan: USU Press, 2010), hlm. 1. Universitas Sumatera Utara

Transcript of BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/45136/5/Chapter...BAB I...

Page 1: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/45136/5/Chapter...BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum, kehidupan perekonomian merupakan salah

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Secara umum, kehidupan perekonomian merupakan salah satu unsur yang

terpenting dalam kehidupan bernegara. Hal ini dikarenakan hanya melalui

kegiatan perekonomian, suatu negara dapat memenuhi berbagai kebutuhan hidup

masyarakatnya dalam rangka mencapai kesejahteraan. Kegiatan ekonomi ini

kemudian diimplementasikan oleh suatu negara dalam wujud pembangunan

ekonomi nasional yang berkesinambungan, dengan tujuan utamanya mencapai

pertumbuhan ekonomi yang setinggi-tingginya. Pembangunan ekonomi ini

sendiri, oleh banyak negara, ditempatkan pada urutan pertama dari seluruh

aktivitas pembangunan.2

Permasalahan kemudian timbul karena di dalam dunia usaha dan bisnis,

persaingan itu akan selalu ada. Secara terminologi, kata persaingan dapat diartikan

bahwa ketika ada dua pihak atau lebih yang terlibat dalam upaya saling

mengungguli dan ada kehendak di antara mereka untuk mencapai tujuan yang

Namun, dalam rangka mengembangkan kegiatan

perekonomian, Negara tidak dapat bergerak sendiri. Negara membutuhkan

keiikutsertaan dan keaktifan masyarakat dalam pasar yang kemudian

diimplementasikan oleh masyarakat dengan melakukan berbagai kegiatan

ekonomi dan bisnis.

2 Sirojuzilam dan Kasyful Mahalli, Regional: Pembangunan, Perencanaan, dan Ekonomi, (Medan: USU Press, 2010), hlm. 1.

Universitas Sumatera Utara

Page 2: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/45136/5/Chapter...BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum, kehidupan perekonomian merupakan salah

sama.3

Contoh klasik dari unfair competition ini adalah praktek monopoli yang

telah dilakukan sejak zaman penjajahan oleh Belanda melalui VOC.

Itu artinya, persaingan dilakukan oleh beberapa pelaku usaha yang sama –

sama bertujuan untuk mendapatkan keuntungan dari setiap usahanya. Dengan

adanya persaingan di antara beberapa pelaku usaha, sering mengakibatkan adanya

suatu pelaku usaha yang melakukan kecurangan – kecurangan atau melakukan

tindakan yang tidak fair untuk mengungguli pelaku usaha lainnya dalam

memperoleh keuntungan. Akibatnya, maka akan ada pelaku usaha yang dirugikan

dan bisa saja pelaku usaha tersebut tidak dapat lagi melakukan kegiatan usahanya

jika terus – menerus dirugikan. Persaingan di antara para pelaku usaha yang

terjadi secara curang (unfair competition), tidak hanya dapat mengakibatkan

kerugian bagi konsumen, tetapi juga dapat merugikan negara.

4 Tidak hanya

pada masa penjajahan, praktik monopoli juga masih banyak terjadi setelah

kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945. Pada era orde baru misalnya, praktik-

praktik monopoli dengan perilaku pengusaha yang anti persaingan berkembang

pesat dan bahkan tidak mampu diatasi oleh pemerintah saat itu. Dapat diambil

contoh misalnya monopsoni BPPC dalam pembelin cengkeh5, masuknya PT

Timor sebagai industri otomotif nasional dengan berbagai fasilitas dan

kemudahan, dan beberapa contoh kasus monopoli lainnya.6

3 Arie Siswanto, Hukum Persaingan Usaha (Jakarta : Ghalia Indonesia, 2002), hlm. 13.

Hal ini telah

4 Suhasril dan Mohammad Taufik Makarao, Hukum Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat di Indonesia (Jakarta,Ghalia Indonesia, 2010), hlm. 2.

5 Ningrum Natasya Sirait, Hukum Persaingan di Indonesia: UU No.5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, (Ningrum Natasya Sirait I), (Medan: Pustaka Bangsa Press, 2004), hlm. 6-7.

6 Munir Fuady, Hukum Antimonopoli: Menyongsong Era Persaingan Sehat (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1999), hlm. 41.

Universitas Sumatera Utara

Page 3: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/45136/5/Chapter...BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum, kehidupan perekonomian merupakan salah

menumbuhkan korporasi besar dan konglomerasi yang menguasai dan

memonopoli hampir disemua sector perekonomian Indonesia. Dunia

perekonomian dimonopoli oleh beberapa pengusaha yang mempunyai ikatan baik

dengan penguasa. Namun di sisi lain, tidak ada instrumen hukum yang secara

tegas dapat diterapkan untuk menghukum para pelaku praktik monopoli tersebut

berakibat pada sulitnya penegakan hukum dibidang persaingan usaha karena tidak

adanya aturan yang secara khusus mengatur tentang larangan praktik monopoli.

Monopoli ini kemudian mengakibatkan situasi perekonomian Indonesia

menjadi kurang sehat dan seiring waktu, banyak kendala yang terjadi akibat

kegiatan monopoli tersebut. Bahkan kegiatan monopoli tersebut kemudian

menjadi salah satu faktor Indonesia dilanda krisis moneter tahun 1998.7

Dihadapkan dengan situasi tersebut, Pemerintah kemudian sadar bahwa harus

dibuat suatu regulasi dalam rangka pencegahan maupun penanggulangan

permasalahan yang akan/sedang timbul khususnya dibidang persaingan usaha.8

Suatu Undang-Undang Antimonopoli atau Undang-Undang Persaingan

Usaha merupakan kelengkapan hukum yang diperlukan dalam suatu

Untuk itu, maka pada tanggal 5 Maret 1999 diundangkanlah sebuah Undang-

Undang yang mengatur persoalan Antimonopoli, yaitu Undang- Undang No. 5

Tahun 1999 (LN 1999-33) tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan

Usaha Tidak Sehat.

7 Munir Fuady, op.cit., hlm. 3. 8 Andi Fahmi Lubis, et.al., Hukum Persaingan Usaha Antara Teks dan Konteks (Jakarta :

Deutsche Gesellschaft für Technische Zusammenarbeit, 2009), hlm. 3.

Universitas Sumatera Utara

Page 4: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/45136/5/Chapter...BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum, kehidupan perekonomian merupakan salah

perekonomian yang menganut mekanisme pasar.9 Disatu sisi Undang- Undang ini

diperlukan untuk menjamin agar kebebasan bersaing dalam perekonomian dapat

berlangsung tanpa hambatan, dan dilain pihak Undang- Undang ini juga berfungsi

sebagai rambu-rambu untuk memagari agar tidak terjadi praktik-praktik ekonomi

yang curang. Memilih ekonomi pasar tanpa melengkapi dengan pagar-pagar

peraturan, sama saja dengan membiarkan ekonomi berjalan berdasarkan hukum

siapa yang kuat boleh menghabiskan siapa yang lemah yang kemudian akhirnya

akan mengakibatkan penghentian fungsi pasar.10

Lahirnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik

Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat kemudian berimbas pada

pembentukan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) sebagai lembaga yang

berwenang untuk mengimplementasikan Undang-Undang tersebut. Sebagai

lembaga yang akan mengawasi pelaksanaan Undang-Undang ini, maka KPPU

memiliki tugas dan kewenangan dalam melakukan pencegahan dan penindakan

atas pelanggaran hukum persaingan usaha serta memberikan saran dan

pertimbangan kepada pemerintah dan instansi negara terkait.

Oleh karena itulah, keberadaan

Undang-Undang ini sangatlah krusial dan merupakan suatu keniscayaan.

11

9 Hermansyah, Pokok-Pokok Hukum Persaingan Usaha di Indonesia (Jakarta: Kencana, 2008), hlm. 57.

Kewenangan

KPPU tidak terbatas hanya pada penindakan terhadap kegiatan monopoli saja

tetapi juga terhadap seluruh perbuatan yang dilarang dalam UU Nomor 5 tahun

10 Knud Hansen, Undang-Undang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (Jakarta: Katalis Publishing Media Services, 2002), hlm. 6.

11 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Bab VI, Pasal 35, Huruf d dan e.

Universitas Sumatera Utara

Page 5: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/45136/5/Chapter...BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum, kehidupan perekonomian merupakan salah

1999 misalnya Kartel, Predatory Pricing, Persekongkolan Tender (Tender

Conspiracy), dll.

Salah satu kasus Persekongkolan Tender yang ditangani oleh KPPU dan

telah diputus pada tahun 2011 adalah kasus Proyek Donggi– Senoro di Sulawesi

Tengah yang melibatkan PT Pertamina (Persero), PT Medco Energi International,

Tbk., PT Medco E&P Tomori Sulawesi, dan Mitsubishi Corporation dengan No

Putusan 35/KPPU-I/2010. Indikasi awal adanya dugaan praktik persaingan usaha

tidak sehat dalam Proyek Donggi Senoro ini sebenarnya muncul setelah adanya

laporan dari PT LNG Energi Utama (PT LEU) yang kalah dalam proses beauty

contest12

12 Erman Rajagukguk, “Perluasan Tafsir Pasal 22 Undang-Undang No. 5 Tahun 1999”, Jurnal Yudisial, Komisi Yudisial R.I. Volume V, No.01, April 2012, hlm.1.

pembangunan PT Donggi Senoro LNG (PT DSL). PT LEU awalnya

melaporkan bahwa telah terjadi persaingan usaha tidak sehat yaitu terkait dugaan

pelanggaran Pasal 20 dan 21 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dalam Proyek

Donggi Senoro dan juga pencurian rahasia perusahaan yang dilakukan oleh

Mitsubishi Corporation setelah melakukan due diligence. PT LEU meminta

KPPU untuk menyelidiki Gase Sale Agreement (GSA) yang telah ditandatangani

oleh PT DSL dengan PT Pertamina EP serta kontrak GSA antara PT DSL dengan

PT Pertamina HE Tomori dan PT Medco HE Tomori karena dengan meneliti

GSA tersebut, diharapkan KPPU dapat mempelajari perbandingan harga, baik

harga jual gas maupun nilai proyek pada saat tender, dengan harga yang

disepakati di dalam GSA sebagai bukti adanya tindakan merusak pesaing

(predatory practices) dan penawaran pura-pura (artificial offering) dalam beauty

contest tersebut. Namun setelah KPPU melakukan klarifikasi laporan yang

Universitas Sumatera Utara

Page 6: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/45136/5/Chapter...BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum, kehidupan perekonomian merupakan salah

tercatat dengan Nomor 1038 mulai tanggal 29 Januari 2009 hingga 9 Juni 2009

dan telah menyelesaikan resume laporan akhirnya diputuskan bahwa laporan

dugaan praktik persaingan usaha tidak sehat dalam proyek Donggi Senoro

tersebut dihentikan karena tidak cukup bukti.

Setelah selang beberapa waktu kasus tersebut sempat dinyatakan

dihentikan karena tidak cukup bukti, KPPU kemudian memutuskan untuk

membuka kembali dengan melakukan monitoring terhadap kasus dugaan

persaingan usaha tidak sehat tersebut. Setelah melakukan serangkaian kegiatan

monitoring, Tim Monitoring menemukan adanya indikasi bahwa dalam

pembangunan Proyek Donggi Senoro tersebut telah terjadi pelanggaran terhadap

Pasal 22 dan Pasal 23 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dimana KPPU

menilai bahwa proses Beauty Contest yang dilakukan oleh PT Pertamina dan PT.

Medco Energi Internasional telah sengaja mengarahkan PT Mitsubishi

Corporation sebagai pemenang dalam proses Beauty Contest tersebut. Dalam

perkara ini, KPPU kemudian pada tanggal 5 Januari 2011 memutuskan bahwa PT

Pertamina (Persero), PT Medco Energi Internasional, Tbk dan Mitsubishi

Corporation telah terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 22 dan

menyatakan bahwa PT Medco Energi Internasional, Tbk, PT Medco E&P Tomori

Sulawesi dan Mitsubishi Corporation terbukti secara sah dan meyakinkan

melanggar Pasal 22 dan 23 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dan

menghukum PT Pertamina (Persero) membayar denda sebesar Rp

10.000.000.000,- (sepuluh milyar rupiah), PT Medco Energi Internasional, Tbk

membayar denda sebesar Rp 5.000.000.000,- (lima milyar rupiah) dan Mitsubishi

Universitas Sumatera Utara

Page 7: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/45136/5/Chapter...BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum, kehidupan perekonomian merupakan salah

Corporation membayar denda sebesar Rp. 15.000.000.000,- (lima belas milyar

rupiah) yang harus disetor ke Kas Negara sebagai setoran pendapatan denda

pelanggaran di bidang persaingan usaha Satuan Kerja Komisi Pengawas

Persaingan Usaha melalui bank Pemerintah dengan kode penerimaan 423755

(Pendapatan Denda Pelanggaran di Bidang Persaingan Usaha).13 Putusan KPPU

ini kemudian dikuatkan oleh Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No.

34/PDT.G/KPPU/2011/PN.JKT.PST setelah melalui mekanisme banding. 14

Putusan yang dikeluarkan oleh KPPU tersebut dinilai bermasalah dan

tidak sesuai dengan aturan yang ada. PT. Pertamina dan PT. Medco Energi

Internasional menilai bahwa KPPU tidak bisa membedakan antara beauty contest

yang digunakan dalam proyek Donggi Senoro dan tender seperti yang dimaksud

dalam kedua pasal tersebut.

15

13 Putusan KPPU No.35/KPPU-I/2010 tentang Proses Beauty contest Proyek Donggi Senoro hlm. 244-245.

Meskipun kasus ini telah diputus pada tahun 2011

dan telah dibawa banding ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, namun kaidah dan

norma hukum yang telah diputus tersebut masi menjadi suatu polemik yang

hangat di dalam dunia Hukum Persaingan Usaha di Indonesia. Pertimbangan

KPPU dalam menilai bahwa proses/praktik beauty contest dalam memilih mitra

usaha dapat disamakan dengan proses tender telah mengakibatkan kebingungan

dan kerancuan dalam kegiatan perekonomian di Indonesia. Hal ini dapat

dibuktikan dengan perbedaan pendapat antara para pakar Hukum Persaingan

Usaha seperti Prof. Erman Rajagukguk, Dr. Susanti Adi Nugroho,dll dengan

14 Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No. 34/PDT.G/KPPU/2011/PN.JKT.PST hlm. 275.

15 Hukum-online, “Pertamina dan Medco Keberatan Atas Putusan KPPU”, http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol20357/pertamina-danmedco- keberatan-atas-putusan-kppu, (diakses tanggal 23 Januari 2014).

Universitas Sumatera Utara

Page 8: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/45136/5/Chapter...BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum, kehidupan perekonomian merupakan salah

KPPU dimana mereka menilai bahwa beauty contest tidak dapat disamakan

dengan tender sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 UU Nomor 5 Tahun 1999.

Eksistensi polemik ini kemudian kembali dipertegas dengan adanya perbedaan

pendapat oleh Mahkamah Agung melalui putusan kasasi dengan No Perkara. 305

K/Pdt.Sus/2012 yang mengabulkan permohonan pemohon kasasi (PT. Pertamina)

dan membatalkan Putusan KPPU dan Putusan PN Jakarta Pusat16

Oleh karena masih adanya polemik didalam menanggapi putusan KPPU

mengenai beauty contest ini dan bahwa penulis merasa perkara ini khususnya

dalam interpretasi pasal 22 UU No 5 Tahun 1999 mengenai Persekongkolan

Tender merupakan masalah yang krusial dan fundamental bukan hanya antara

pihak PT. Pertamina et al dan KPPU namun juga untuk kejelasan bagi dunia usaha

di Indonesia, maka penulis berpendapat bahwa masih perlu dilakukan pembahasan

lebih lanjut dan mendalam untuk memperjelas dan menjawab polemik yang

timbul. Oleh karena itu, maka penelitian ini akan berusaha untuk mendefinitifkan

dan mencari jawaban terhadap perdebatan antara apakah Beauty contest dalam

rangka mencari partner usaha dapat dianggap sebagai tender atau tidak dalam

semangat Pasal 22 UU No.5 Tahun 1999. Selain itu juga diharapkan penelitian ini

dapat memberikan sedikit gambaran dan titik terang dalam penyelesaian beda

(salinan putusan

kasasi belum diturunkan oleh Mahkamah Agung sampai pada saat penelitian ini

dimulai). Polemik mengenai “Beauty Contest” ini sepertinya masih belum dapat

mencapai keputusan konkret dalam waktu dekat dikarenakan masih adanya upaya

Peninjauan Kembali yang mungkin akan diambil oleh Pemerintah.

16 http://kepaniteraan.mahkamahagung.go.id/perkara/perkara_detail.php?id=712881c0-904d-104d-87d2 30353433 (diakses tanggal 23 Januari 2014).

Universitas Sumatera Utara

Page 9: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/45136/5/Chapter...BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum, kehidupan perekonomian merupakan salah

pendapat dalam perkara eksplorasi minyak dan gas di Donggi – Senoro antara PT.

Pertamina, PT. Medco Energi Internasional dan Mitsubishi Corporation dengan

pihak KPPU. Penulis berharap nantinya penelitian ini dapat dijadikan bahan acuan

dan referensi karya ilmiah dalam menganalisis dan menyelesaikan perkara ini.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan sebelumnya, maka dapat

dirumuskan 3 permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini, yaitu:

1. Bagaimana Ruang Lingkup Praktek Tender dan Beauty Contest yang ada di

Indonesia.

2. Bagaimana Perbedaan Pengertian “Beauty Contest” untuk memilih mitra usaha

dengan pengertian persekongkolan tender sebagaimana diatur dalam Pasal 22

UU No.5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan

Usaha Tidak Sehat?

3. Bagaimana Pertimbangan Hukum KPPU dalam menafsirkan dan menerapkan

Pasal 22 UU No.5 Tahun 1999 dalam memutus perkara No. 35/KPPU-I/2010

tentang praktek Beauty Contest proyek Donggi Senoro?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penulisan

Tujuan yang ingin dicapai melalui karya tulis skripsi ini ialah:

a. Untuk mengetahui cakupan pengertian “Tender” dan Persekongkolan

Tender” sebagaimana diatur dalam UU No.5 Tahun 1999

Universitas Sumatera Utara

Page 10: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/45136/5/Chapter...BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum, kehidupan perekonomian merupakan salah

b. Untuk menjelaskan perbedaan proses beauty contest dalam memilih

mitra usaha dengan persekongkolan tender sebagaimana diatur dalam

Pasal 22 Undang- Undang No.5 Tahun 1999.

c. Untuk menganalisis secara ilmiah permasalahan hukum eksplorasi gas

Blok Donggi Senoro dan menjawab permasalahan yang ada dalam

pertimbangan KPPU dalam memutus perkara ini.

2. Manfaat Penulisan

a. Secara Teoritis

1) Untuk menambah wawasan mahasiswa Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara dalam bidang hukum persaingan

usaha terutama berhubungan dengan persekongkolan tender.

2) Sebagai salah satu bahan kajian oleh kalangan akademisi dalam

mempelajari cakupan persekongkolan tender dalam kaitannya

dengan praktik beauty contest untuk memilih mitra usaha

b. Secara Praktis

1) Untuk memberikan masukan kepada pihak pemerintah dan KPPU

dalam melakukan interpretasi dan penafsiran terhadap Pasal 22

UU No.5 Tahun 1999 tentang Persekongkolan Tender

2) Untuk memberikan masukan kepada pihak KPPU, PT.Pertamina

et al untuk dapat menyelesaikan permasalahan hukum yang

terjadi dalam proses beauty contest eksplorasi gas Blok Donggi

Senoro.

Universitas Sumatera Utara

Page 11: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/45136/5/Chapter...BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum, kehidupan perekonomian merupakan salah

D. Keaslian Penulisan

Skripsi yang berjudul “PERTIMBANGAN HUKUM KPPU DALAM

MEMUTUS PERKARA NO. 35/KPPU-I/2010 TENTANG PRAKTEK BEAUTY

CONTEST SEBAGAI BENTUK PERSEKONGKOLAN TENDER” ini

merupakan benar hasil karya sendiri dari penulis sendiri, tanpa meniru Karya

Tulis milik orang lain. Oleh karenanya, keaslian dan kebenaran ini dapat

dipertanggungjawabkan oleh penulis sendiri dan telah sesuai dengan asas-asas

keilmuan yang harus dijunjung tinggi secara akademik yaitu kejujuran, rasional,

objektif, dan terbuka. Hal ini merupakan implikasi etis dalam proses menemukan

kebenaran ilmu sehingga dengan demikian penulisan Karya Tulis ini dapat

dipertanggungjawabkan secara ilmiah, keilmuan dan terbuka untuk kritik yang

sifatnya konstruktif. Selain itu, semua informasi di dalam skripsi ini berasal dari

berbagai karya tulis penulis lain, baik yang dipublikasikan ataupun tidak, serta

telah diberikan penghargaan dengan mengutip nama sumber penulis dengan benar

dan lengkap.

Karya tulis skripsi ini memiliki kemiripan dengan beberapa skripsi yang

sudah ditulis oleh beberapa mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera

Utara, yaitu:

1. Nama : Elizabeth Aritonang

NIM : 010200035

Judul : Peranan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)

dalam Penegakan Hukum Persaingan Usaha di

Indonesia menurut Undang-Undang No.5 Tahun 1999

Universitas Sumatera Utara

Page 12: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/45136/5/Chapter...BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum, kehidupan perekonomian merupakan salah

2. Nama : Agung Yuriandi

NIM : 030200058

Judul : Peran Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)

dalam mengawasi Tender Badan Usaha Milik Daerah

(BUMD) di Sumatera Utara.

3. Nama : Corry Sinaga

NIM : 070200084

Judul : Analisis Yuridis Terhadap Perjanjian Tertutup dalam

Undang-Undang No.5 Tahun 1999 tentang Praktek

Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (Studi

Putusan KPPU No.6/KPPU-L/2004.

4. Nama : Johannes Tare Pangaribuan

NIM : 070200235

Judul : Posisi Dominan yang Mengakibatkan Praktik Monopoli

dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (Studi Kasus

Putusan KPPU No.02/KPPU-L/2005 Tentang

Carrefour).

Walaupun terdapat kemiripan dengan beberapa judul di atas, namun

terdapat perbedaan signifikan mengenai substansi pembahasan. Penelitian yang

Universitas Sumatera Utara

Page 13: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/45136/5/Chapter...BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum, kehidupan perekonomian merupakan salah

dilakukan dengan judul “Pertimbangan Hukum KPPU dalam Memutus Perkara

no.35/KPPU-I/2010 Tentang Praktek Beauty Contest Sebagai Bentuk

Persekongkolan Tender” ini secara khusus membahas mengenai perbedaan

praktek beauty contest yang dilakukan oleh perusahaan dalam rangka mencari

mitra usaha dengan pengertian tender sebagaimana dimaksud UU No.5 Tahun

1999 serta analisis pertimbangan hukum KPPU dalam memutus perkara

No.35/KPPU-I/2010 tentang proyek Blok Donggi Senoro. Sedangkan keempat

skripsi diatas membahas mengenai UU No.5 Tahun 1999 secara umum,

kewenangan KPPU dalam mengawasi pelaksanaan tender serta Studi Kasus

Putusan KPPU yang sama sekali berbeda dengan judul penelitian ini.

E. Tinjauan Kepustakaan

1. Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat

Kata "monopoli" berasal dari bahasa Yunani yang berarti "penjual

tunggal" 17Black’s Law Dictionary mendefinisikan monopoli sebagai sebuah

keistimewaan atau keuntungan yang melekat pada satu atau lebih orang atau

perusahaan, yang terdiri dalam hak eksklusif (atau kekuasaan) untuk menjalankan

suatu bisnis tertentu atau perdagangan, manufaktur tertentu, atau mengontrol

penjualan pasokan seluruh komoditas tertentu.18

17 Munir Fuady, Op. cit., hlm. 4.

Disamping istilah monopoli, di

Amerika Serikat sering digunakan kata antitrust untuk pengertian yang sepadan

dengan istilah "Antimonopoli" atau istilah "domination" yang dipakai oleh

masyarakat Eropa yang artinya juga sepadan dengan istilah "monopoli". Selain

18 Black’s Law Dictionary 8th edition.

Universitas Sumatera Utara

Page 14: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/45136/5/Chapter...BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum, kehidupan perekonomian merupakan salah

itu, terdapat lagi istilah yang artinya mirip-mirip yaitu istilah "kekuatan pasar".

Dalam praktik keempat istilah itu, yaitu istilah "monopoli" ," antitrust' , "kekuatan

pasar", dan "dominasi" saling dipertukarkan pemakaiannya. Keempat istilah

tersebut dipergunakan untuk menunjukkan suatu keadaan di mana seseorang

menguasai pasar, di mana pasar tersebut tidak tersedia lagi produk substitusi atau

produk substitusi potensial' dan terdapatnya kemampuan pelaku pasar tersebut

untuk menerapkan harga produk tersebut yang lebih tinggi tanpa mengikuti

hukum persaingan pasar atau hukum tentang permintaan dan penawaran pasar.19

Monopoli dapat teriadi dalam setiap sistem ekonomi. Dalam sistem

ekonomi kapitalisme dan liberalisme dengan instrumen kebebasan pasar,

kebebasan keluar masuk tanpa restriksi, serta informasi dan bentuk pasarnya yang

atomistik monopolistik telah melahirkan monopoli sebagai anak kandungnya.

Adanya persaingan tersebut mengakibatkan lahirnya perusahaan-perusahaan yang

secara naluriah ingin mengalahkan pesaing-pesaingnya agar menjadi yang paling

besar paling hebat, dan paling kaya Sedangkan dalam sistem ekonomi sosialisme

dan komunisme monopoli juga teriadi dengan bentuk yang khas. Dengan nilai

instrumental perencanaan ekonomi yang sentralistik dan pemilikan faktor

produksi secara kolektif segalanya doimonopoli negara dan diatur dari pusat.

20

Kemunculan monopoli dapat terjadi dalam berbagai bentuk dan cara,

yaitu:

21

19 Munir Fuady, Op. cit., hlm.4.

20 Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja, Anti Monopoli (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1999), hlm. 3-4.

21 Arie Siswanto, Op. cit., hlm. 22.

Universitas Sumatera Utara

Page 15: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/45136/5/Chapter...BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum, kehidupan perekonomian merupakan salah

a. Monopoli yang terjadi karena memang dikehendaki oleh hukum, maka

timbullah monopoly by law. Undang-Undang Dasar Tahun 1945

membenarkan adanya monopoli jenis ini, dengan memberi monopoli bagi

negara untuk menguasai bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di

dalamnya serta cabang-cabang produksi yang menguasai hajat hidup orang

banyak. Berhubung sektor yang menguasai hajat hidup orang banyak karena

sifatnya yang memberi pelayanan untuk masyarakat dilegitimasi untuk

dimonopoli dan tidak diharamkan. Selain itu pemberian hak-hak istimewa dan

eksklusif atas penemuan baru, merupakan bentuk monopoli yang diakui oleh

undang-undang;

b. Monopoli yang lahir dan tumbuh secara alamiah karena didukung oleh iklim

dan lingkungan yang cocok, timbullah monopoly by nature. Bentuk monopoli

ini, dapat dilihat dengan tumbuhnya perusahaan- perusahaan yang karena

memiliki keunggulan dan kekuatan terntentu dapat menjadi raksasa bisnis

yang menguasai seluruh pangsa pasar yang ada. Mereka menjadi besar karena

memiliki sifat-sifat yang cocok dengan tempat dimana mereka tumbuh. Selain

itu karena berasal dan didukung dengan bibit yang unggul serta memiliki

faktor-faktor dominan;

c. Monopoli yang diperoleh melalui lisensi dengan menggunakan mekanisme

kekuasaan, timbullah monopoly by license. Monopoli ini diperoleh melalui

lisensi dengan menggunakan mekanisme kekuasaan kekuasaan. Monopoli

jenis inilah yang sering menimbulkan distorsi ekonomi karena kehadirannya

mengganggu keseimbangan (equilibrium) pasar yang sedang berjalan dan

Universitas Sumatera Utara

Page 16: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/45136/5/Chapter...BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum, kehidupan perekonomian merupakan salah

bergeser kearah yang diinginkan oleh pihak yang memiliki monopoli

tersebut.22

Kemunculan Monopoli yang dapat menyebabkan distorsi pasar inilah yang

kemudian perlu dicegah dan dihindari. Richard Posner dalam bukunya "Antitrust

Law (An Economic Perspective)" mengemukakan ada 3 (tiga) alasan politis

mengapa monopoli tidak dikehendaki, yaitu: pertama, monopoli mengalihkan

kekayaan dari para konsumen kepada pemegang saham perusahaan-perusahaan

yang monopolistic, yaitu suatu distribusi kekayaan yang berlangsung dari

golongan yang kurang mampu kepada yang kaya. Kedua, monopoli atau secara

lebih luas setiap kondisi (seperti concentration) yang memperkuat kerja sama di

antara perusahaan-perusahaan yang bersaing, akan mempermudah dunia industri

untuk melakukan manipulasi politis guna dapat memperoleh proteksi (dari

pemerintah) berupa dikeluarkannya peraturan perundang-undangan yang memberi

proteksi kepada mereka yang memungkinkan mereka memperoleh kesempatan

meningkatkan keuntungan mereka di bidang industri yang bersangkutan.

Perlindungan tersebut sering berbentuk hambatan terhadap kemudahan untuk

memasuki pasar bagi perusahaan lain dan hambatan terhadap berlakunya Undang-

Undang Anti Monopoli kepada mereka, yang lebih lanjut akan menimbulkan

pembentukan kartel di dalam industri yang bersangkutan yang melalui cara itu

akan lebih efektif bekerjanya daripada dilakukan melalui pembuatan perjanjian di

antara perusahaan-perusahaan tersebut. Terakhir, berkaitan dengan keberatan atas

22 Ibid, hlm. 5-6

Universitas Sumatera Utara

Page 17: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/45136/5/Chapter...BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum, kehidupan perekonomian merupakan salah

praktik monopoli bahwa kebijakan Antimonopoli yang bertujuan untuk

meningkatkan economic efficiency dengan cara membatasi monopoli itu, adalah

suatu kebijakan yang bertujuan untukmembatasi kebebasan bertindak dari

perusahaan-perusahaan besar demi tumbuh dan berkembangnya perusahaan-

perusahaan kecil.23

Namun, dalam konteks yuridis tidak semua bentuk kegiatan monopoli

dilarang. Hanya kegiatan monopoli yang mengakibatkan terjadinya praktik

persaingan usaha tidak sehatlah yang dilarang yaitu pasar monopoli yang dapat

menimbulkan pemusatan ekonomi pada satu kelompok dimana tidak terjadi

persaingan usaha yang sehat dan keadaan ini dapat merugikan konsumen karena

tidak terdapat pesaing lainnya.

24 Namun, selama suatu pemusatan kekuatan

ekonomi tidak menyebabkan terjadinya persaingan usaha yang tidak sehat, maka

tidak dapat dikatakan telah terjadi suatu praktek monopoli, yang melanggar atau

bertentangan dengan undang-undang, meskipun monopoli itu sendiri nyata-nyata

telah terjadi (dalam bentuk penguasaan produksi dan/atau pemasaran barang

dan/atau jasa tertentu). Di sini monopoli itu sendiri tidak dilarang karena yang

dilarang adalah praktik monopoli yang menyebabkan terjadinya persaingan usaha

tidak sehat.25

Sementara itu, persaingan usaha tidak sehat adalah:

"Persaingan usaha tidak sehat adalah persaingan antar pelaku usaha dalam

menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang dan/atau jasa

23 Rachmadi Usman, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, Cet. Pertama(Jakarta: Sinar Grafika, 2013), hlm. 85-86.

24 Ibid, hlm. 83. 25 Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja, Op. cit., hlm. 18.

Universitas Sumatera Utara

Page 18: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/45136/5/Chapter...BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum, kehidupan perekonomian merupakan salah

yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau

menghambat persaingan usaha."26

Istilah lain persaingan usaha tidak sehat adalah persaingan curang (unfair

competition) atau praktik bisnis yang tidak jujur. Jadi, persaingan usaha tidak

sehat itu adalah suatu persaingan usaha yang dilakukan oleh antar pelaku usaha

secara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat persaingan usaha.

Pelaku usaha di sini melakukan cara-cara persaingan usaha yang tidak jujur,

melawan hukum, atau setidak-tidaknya perbuatan yang dilakukan pelaku usaha

tersebut dapat menghambat persaingan usaha.

Praktik bisnis yang tidak jujur dapat diartikan sebagai segala tingkah laku

yang tidak sesuai dengan iktikad baik, kejujuran di dalam berusaha. Perbuatan ini

termasuk perbuatan melawan hukum. Karenanya praktik bisnis yang tidak jujur

dilarangkarena dapat mematikan persaingan yang sebenarnya ataupun merugikan

perusahaan pesaing secara tidak wajar/tidak sehat dan juga dapat merugikan

konsumen. 27

Selain pelarangan kegiatan monopoli, berdasarkan laporan kerja United

Nation Conference on Trade and Development, legislasi Undang-Undang

Monopoli di berbagai Negara mempunyai esensi yang sama yaitu melarang:

28

26 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Bab I, Pasal 1, Angka6.

27 Rachmadi Usman, Op. cit., hlm. 88. 28 United Nations Conference on Trade and Developments, “Issues Related to

Competition Law of Particular Relevance to Development: Preparations for a Handbook on Competition Legislation, Handbook on Competition Legislation, Note by the UNCTAD Secretariat”, UNCTAD, 18 November 1998, hlm. 5.

Universitas Sumatera Utara

Page 19: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/45136/5/Chapter...BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum, kehidupan perekonomian merupakan salah

a. Perjanjian Tertutup

Pelarangan terhadap perjanjian yang mengatur harga, menyamakan

harga, mengatur pasar, syarat-syarat penjualan maupun tying contract.

Contoh tying contract, misalnya penjualan susu dikaitkan dengan sikat

gigi. Hal ini tidak adil bagi penjual susu yang tidak bisa mengikatkan

diri pada penjualan produk susu.

b. Price Discrimination dan Price Fixing

Contoh price discrimination, seperti menjual produk dengan harga

yang berbeda pada 2 (dua) orang. Contoh price fixing adalah pelaku

usaha yang menetapkan harga jual kembali apabila barang tersebut

dijual kembali oleh pembeli.

c. Pembagian pasar atau konsumen

Misalnya pembagian wilayah pada penjualan semen. Untuk daerah

timur diberikan kepada Semen Tomasa dan wilayah Barat kepada

Semen Padang.

d. Collusive tendering atau bid rigging

Collusive tendering atau bid rigging adalah suatu tindakan yang

dilakukan oleh para peserta tender untuk memenangkan suatu peserta

tender, dengan oleh para peserta tender untuk memenangkan suatu

peserta tender dengan cara berpura-pura menjadi competitor. Di

Indonesia dikenal dengan istilah “persekongkolan tender”. Tender ini

merupakan kecenderungan di seluruh dunia terutama di proyek

pemerintah.

Universitas Sumatera Utara

Page 20: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/45136/5/Chapter...BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum, kehidupan perekonomian merupakan salah

e. Boycott

Boycott adalah tidak membeli pada atau menjual kepada satu pelaku

tertentu.29

f. Cartel

Dalam pasar oligopoli, sangat cenderung untuk dilakukan kartel.

Kartel adalah kelompok produsen independen yang bertujuan

menetapkan harga, untuk membatasi suplai dan kompetisi.

g. Merger dan akuisisi

Merger adalah penggabungan dua perusahaan menjadi satu, dimana

perusahaan yang me-merger mengambil/membeli semua assets dan

liabilities perusahaan yang di-merger dengan begitu perusahaan yang

me-merger memiliki paling tidak 50% saham dan perusahaan yang di-

merger berhenti beroperasi dan pemegang sahamnya menerima

sejumlah uang tunai atau saham di perusahaan yang baru. Sedangkan

akuisisi adalah pembelian suatu perusahaan oleh perusahaan lain atau

oleh kelompok investor. Akuisisi sering digunakan untuk menjaga

ketersediaan pasokan bahan baku atau jaminan produk akan diserap

oleh pasar.

h. Predatory behavior

Predatory behavior didasarkan pada rule of reason. Misalnya satu

pabrik menjual murah dibawah produksi, apakah hal itu termasuk

predatory. Kalau memakai per se lllegal dipastikan bahwa perilaku

29 Rachmadi Usman, Op. cit., hlm. 75.

Universitas Sumatera Utara

Page 21: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/45136/5/Chapter...BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum, kehidupan perekonomian merupakan salah

tersebut cenderung membunuh pelaku usaha lain. Akan tetapi apabila

menggunakan rule of reason harus dicari alasan dibaliknya apakah

memang mengakibatkan pelaku lain mati untuk kemudian diambil alih,

atau memang karena pelaku tersebut sudah akan bangkrut, atau

mempunyai stok barang-barang yang tidak laku (semacam cuci

gudang). Hal ini sering terjadi di Jepang yang melakukan hal itu

dengan alasan efisiensi.30

2. Hukum Anti Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat di Indonesia.

Di Indonesia, pengaturan mengenai larangan anti monopoli diatur di dalam

Undang-Undang No.5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan

Persaingan Usaha Tidak Sehat. Munculnya Undang-Undang ini merupakan

puncak dari berbagai upaya yang mengatur masalah persaingan antar pelaku usaha

dan larangan melakukan praktik monopoli. Dalam sejarahnya upaya untuk

membentuk hukum persaingan usaha telah dimulai sejak tahun 1970-an. Berbagai

rancangan undang-undang dan naskah akademis telah dimunculkan, namun baru

pada tahun 1998, sebagian karena desakan International Monetary Fund (IMF),

pembicaraan untuk membentuk undang-undang yang mengatur masalah

persaingan usaha secara serius dilakukan.31

30 Ibid.

Dalam perjanjian tersebut, IMF

menyetujui pemberian bantuan keuangan kepada Negara Republik Indonesia

sebesar US$ 43 miliar yang bertujuan untuk mengatasai krisis ekonomi, akan

tetapi dengan syarat Indonesia melaksanakan reformasi ekonomi dan hukum

31 Ningrum Natasya Sirait I, Op. cit., hlm. 7.

Universitas Sumatera Utara

Page 22: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/45136/5/Chapter...BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum, kehidupan perekonomian merupakan salah

ekonomi tertentu. Hal ini menyebabkan diperlukannya undang-undang

Antimonopoli. Akan tetapi perjanjian dengan IMF tersebut bukan merupakan

satu-satunya alasan penyusunan undang-undang tersebut32

Terdapat beberapa pertimbangan yang dijadikan alasan untuk segera

membuat UU Antimonopoli tersebut yaitu:

a. RUU tentang Antimonopoli tersebut merupakan RUU atas Usul

Insiatif DPR pada Kabinet Reformasi Pembangunan yang pada rezim

Orde Baru berkuasa tidak pernah dipergunakan/difungsikan. Peran

serta fungsi DPR sebagai lembaga perwakilan rakyat yang

memperjuangkan hak-hak serta aspirasi rakyat selama itu terbelenggu

oleh kekuasaan Orde Baru;

b. RUU tentang Antimonopoli dan Persaingan Usaha, usulan dari

Kementerian Perindustrian dan Perdagangan, karena adanya tekanan

dari IMF, merupakan suatu hal yang sangan dinantikan oleh para

pelaku usaha untuk lebih membangkitkan iklim bisnis dan usaha yang

sehat dan etis;

c. Karakter iklim usaha yang dibina oleh pemerintahan Orde Baru selama

32 tahun sangat monopolistis, dekat dengan penguasa, sehingga terjadi

monopoli kebenaran, monopoli kekuasaan, dan sebagainya. Mereka

yang memperjuangkan kehadiran UU Antimonopoli dan Persaingan

Usaha yang Sehat dianggap telah melakukan perbuatan subversive

oleh rezim Orde Baru.

32 Andi Fahmi Lubis, Op. cit., hlm. 12.

Universitas Sumatera Utara

Page 23: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/45136/5/Chapter...BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum, kehidupan perekonomian merupakan salah

Dari konsiderans menimbang Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999,

dapat diketahui falsafah yang melatardepani kelahirannya yaitu:

a. Pembangunan bidang ekonomi harus diarahkan kepada terwujudnya

kesejahteraan rakyat berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar

1945;

b. Demokrasi dalam bidang ekonomi menghendaki adanya kesempatan

yang sama bagi setiap warga negara untuk berpartisipasi di dalam

proses produksi dan pemasaran barang atau jasa, dalam iklim usaha

yang sehat, efektif dan efisien, sehingga dapat mendorong

pertumbuhan ekonomi dan bekerjasama ekonomi pasar yang wajar.

c. Setiap orang yang berusaha di Indonesia harus berada dalam situasi

persaingan yang sehat dan wajar, sehingga tidak menimbulkan adanya

pemusatan kekuatan ekonomi pada pelaku usaha tertentu, dengan tidak

terlepas dari kesepakatan yang telah dilaksanakan oleh negara republik

Indonesia terhadap perjanjian-perjanjian Internasional.33

Sementara itu Penjelasan Umum Undang-Undang No.5 Tahun 1999 juga

menyatakan antara lain:

Memperhatikan situasi dan kondisi tersebut di atas, menuntut kita untuk mencermati dan menata kembali kegiatan usaha di Indonesia, agar dunia usaha dapat tumbuh serta berkembang secara sehat dan benar, sehingga tercipta iklim persaingan usaha yang sehat, serta terhindarnya pemusatan kekuatan ekonomi pada perorangan atau kelompok tertentu, antara lain dalam bentuk praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat yang merugikan masyarakat, yang bertentangan dengan cita-cita keadilan sosial. Oleh karena itu, perlu disusun undang-undang tentang larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat yang dimaksudkan untuk menegakkan

33 Rachmadi usman, Op. cit., hlm. 12.

Universitas Sumatera Utara

Page 24: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/45136/5/Chapter...BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum, kehidupan perekonomian merupakan salah

aturan hukum dan memberikan perlindungan yang sama bagi setiap pelaku usaha di dalam upaya untuk menciptakan persaingan usaha yang sehat, Undangundang ini memberikan jaminan kepastian hukum untuk lebih mendorong percepatan pembangunan ekonomi dalam upaya meningkatkan kesejahteraan umum, serta sebagai implementasi dari semangat dan jiwa Undang-Undang Dasar 1945. Dengan demikian kelahiran Undang-Undang No.5 Tahun 1999 ini

dimaksudkan untuk memberikan jaminan kepastian hukum dan perlindungan yang

sama kepada setiap pelaku usaha dalam berusaha, dengan cara mencegah

timbulnya praktik-praktik monopoli dan/atau persaingan usaha yang tidak sehat

lainnya dengan harapan dapat meneiptakan iklim usaha yang kondusif, di mana

setiap pelaku usaha dapat bersaingan secara wajar dan sehat. Untuk itu diperlukan

aturan hukum yang pasti dan jelas yang mengatur larangan praktik monopoli dan

persaingan usaha tidak sehat lainnya.

Pembentukan Undang-Undang Antimonopoli ini didasarkan pada asas-

asas dan tujuan yang pada intinya untuk mengatur berjalannya

kompetisi/persaingan usaha di Indonesia serta untuk memberikan “level playing

field” atau kesempatan yang sama bagi pelaku usaha untuk bersaing.34

34 Ningrum Natasya Sirait, Menata Ulang Kembali Persaingan Usaha di Indonesia dalam Hukum Persaingan Usaha di Indonesia dan Perkembangannya, (Ningrum Natasya Sirait II), (Yogyakarta: Cicods FH UGM, 2009), hlm. 25.

Asas dari

UU No. 5 tahun 1999 adalah bahwa: “Pelaku usaha di Indonesia dalam

menjalankan kegiatan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan

memperhatikan keseimbangan antar kepentingan pelaku usaha dan kepentingan

umum”. Asas demokrasi ekonomi tersebut merupakan penjabaran Pasal 33 UUD

Universitas Sumatera Utara

Page 25: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/45136/5/Chapter...BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum, kehidupan perekonomian merupakan salah

1945 dan ruang lingkup pengertian demokrasi ekonomi yang dimaksud dahulu

dapat ditemukan dalam penjelasan atas Pasal 33 UUD 1945.35

Adapun tujuan dari UU No. 5 tahun 1999 adalah untuk:

36

a. menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat;

b. mewujudkan iklim usaha yang kondusif melalui pengaturan persaingan usaha yang sama bagi pelaku usaha besar, pelaku usaha menengah dan pelaku usaha kecil;

c. mencegah praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat yang ditimbulkan oleh pelaku usaha, dan

d. terciptanya efektivitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha.

Pasal 2 dan 3 tersebut di atas menyebutkan asas dan tujuan-tujuan utama

UU No. 5 Tahun 1999. Diharapkan bahwa peraturan mengenai persaingan akan

membantu dalam mewujudkan demokrasi ekonomi sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 33 Ayat 1 UUD 1945 (Pasal 2) dan menjamin sistem persaingan usaha yang

bebas dan adil untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat serta menciptakan sistem

perekonomian yang efisien (Pasal 3). Oleh karena itu, mereka mengambil bagian

pembukaan UUD 1945 yang sesuai dengan Pasal 3 Huruf a dan b UU No. 5

Tahun 1999 dari struktur ekonomi untuk tujuan perealisasian kesejahteraan

nasional menurut UUD 1945 dan demokrasi ekonomi, dan yang menuju pada

sistem persaingan bebas dan adil dalam pasal 3 Huruf a dan b UU No. 5 Tahun

1999. Hal ini menandakan adanya pemberian kesempatan yang sama kepada

35 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Bab II, Pasal 2

36 Ibid, Pasal 3

Universitas Sumatera Utara

Page 26: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/45136/5/Chapter...BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum, kehidupan perekonomian merupakan salah

setiap pelaku usaha dan ketiadaan pembatasan persaingan usaha, khususnya

penyalahgunaan wewenang di sektor ekonomi.37

3. Ruang Lingkup Pengaturan Hukum Persaingan Usaha di Indonesia.

Undang-Undang Antimonopoli bertujuan untuk mengontrol tindakan

pelaku usaha dari perbuatan melakukan praktik monopoli, di samping berusaha

mempromosikan kompetisi yang sehat, jujur, dan terbuka. Undang-Undang No.5

Tahun 1999 memuat hal-hal yang cukup luas. Hal ini telah dilihat dari materi

undang-undang itu sendiri yang memuat mengenai pelanggaran terhadap

persaingan usaha, termasuk perbuatan apa yang diatur bagi tindakan pelaku usaha,

berikut dengan pengaturan mengenai sanksi.38

Perbuatan yang secara luas diatur dalam Undang-Undang No.5 Tahun

1999 adalah kartel (kombinasi keseluruhan pengontrolan produksi, penjualan dan

harga, yang bertujuan untuk memonopoli atau membatasi kompetisi suatu

industry atau komoditas); exclusive dealing (bentuk integrasi vertical dengan

kontrak dimana pembeli setuju untuk membeli seluruh kebutuhan pasokan

komoditas tertentu dari suatu penjual); merger/akuisisi perusahaan sejenis atau

vertical; price fixing (kerjasama dengan perusahaan yang bersaing untuk

Undang-Undang No.5 Tahun 1999

dapat dianggap disusun secara singkat dan sederhana. Namun ditinjau dari isinya,

Undang-Undang No.5 tahun 1999 ini sudah cukup memadai, terutama jika dilihat

dari ide untuk mencegah dan menanggulangi tindakan monopoli dan persaingan

usaha tidak sehat.

37 Andi Fahmi Lubis, Op. cit., hlm. 15. 38 Rachmadi Usman, Op. cit., hlm. 65.

Universitas Sumatera Utara

Page 27: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/45136/5/Chapter...BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum, kehidupan perekonomian merupakan salah

menetapkan harga pasar); oligopoli (hanya beberapa perusahaan yang menjual

produk yang sama yang mengakibatkan komoditas terbatas, harga tinggi);

monopsoni (pembeli tunggal, dan penjualan komoditas tersebut juga hanya

dikuasai oleh sang pembeli tunggal); tying contract (perjanjian yang terjadi ketika

penjual mewajibkan pembeli untuk membeli produk sampingan/tied product,

apabila hendak membeli produk pokok/tying product; division of market

allocation, yaitu perjanjian yang mengikat untuk membagi wilayah pasar diantara

produsen atau penjual pokok sejenis dengan pertimbangan memaksimalkan

keuntungan; dan boycotts, yaitu perbuatan mengajak orang lain untuk tidak

berhubungan dengan pihak ketiga atau pihak lain.39

Setelah menelusuri Batang Tubuh Undang-Undang No.5 Tahun 1999,

diketahui bahwa dalam undang-undang ini telah dimuat sejumlah norma hukum

persaingan usaha. Undang-Undang ini akan menjadi dasar hukum bagi pengaturan

anti monopoli dan persaingan usaha di Indonesia. Adapun hal-hal yang diatur

dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 ini dapat dikelompokkan ke dalam

11 Bab dan dituangkan ke dalam 53 Pasal dan 26 Bagian.

Secara umum, kerangka dan sistematika dari Undang-Undang No.5 Tahun

1999 dapat dilihat dalam tabel berikut ini:

39 Ibid.

Universitas Sumatera Utara

Page 28: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/45136/5/Chapter...BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum, kehidupan perekonomian merupakan salah

Tabel 1.1 Sistematika Undang-Undang No.5 Tahun 1999

Sumber: Usman hal 67

No Bab Perihal/Isi Pasal Jumlah Persentase

(%)

1 I Ketentuan Umum 1 1 pasal 1,89

2 II Asas dan Tujuan 2-3 2 pasal 3,78

3 III Perjanjian yang Dilarang 4-16 13 pasal 24,52

4 IV Kegiatan yang Dilarang 17-24 8 pasal 15,09

5 V Posisi Dominan 25-29 5 pasal 9,43

6 VI Komisi Pengawas Persaingan

Usaha

30-37 8 pasal 15,09

7 VII Tata Cara Penanganan

Perkara

38-46 9 pasal 16,98

8 VIII Sanksi 47-49 3 pasal 5,66

9 IX Ketentuan Lain 50-51 2 pasal 3,78

10 X Ketentuan Peralihan 52 1 pasal 1,89

11 X1 Ketentuan Penutup 53 1 pasal 1,89

Universitas Sumatera Utara

Page 29: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/45136/5/Chapter...BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum, kehidupan perekonomian merupakan salah

Di samping itu, Undang-Undang No.5 Tahun 1999 dilengkapi pula

dengan:

1. Penjelasan Umum;

2. Penjelasan Pasal Demi Pasal.

Dalam Penjelasan Umum atas Undang-Undang No.5 Tahun 1999

dinyatakan bahwa:

“Secara umum, materi materi Undang-Undang No.5 Tahun 1999

mengandung 6 (enam) bagian pengaturan yang terdiri atas:

1. Perjanjian yang dilarang;

2. Kegiatan yang dilarang

3. Posisi dominan

4. Komisi Pengawas Persaingan Usaha

5. Penegakan hukum

6. Ketentuan lain-lain.”

Selanjutnya, apabila diteluri lebih seksama isi Undang-Undang No.5

Tahun 1999 tersebut, maka materi kandungan yang diatur meliputi hal-hal sebagai

berikut:40

a. Perumusan istilah atau konsep-konsep dasar yang terdapat atau

dipergunakan dalam undang-undang maupun aturan pelaksanaan lainnya,

agar dapat diketahui pengertiannya. Pasal 1 memuat perumusan dari 19

istilah atau konsep dasar, yaitu pengertian monopoli, praktik monopoli,

40 Ibid, hlm. 68.

Universitas Sumatera Utara

Page 30: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/45136/5/Chapter...BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum, kehidupan perekonomian merupakan salah

pemusatan kekuatan ekonomi, posisi dominan, pelaku usaha, persaingan

usaha tidak sehat,perjanjian, persekongkolan, struktur pasar, perilaku

pasar, pangsa pasar, harga pasar, Komisi Pengawas Persaingan Usaha, dan

Pengadilan Negeri;

b. Perumusan kerangka politik Antimonopoli dan persaingan usaha tidak

sehat, berupa asas dan tujuan pernbentukan undang-undang, sebagaimana

dalam Pasal 2 dan Pasal 3;

c. Perumusan macam perjanjian yang dilarang dilakukan oleh pengusaha.

Pasal 4-16 memuat macam perjanjian yang dilarang tersebut, yaitu

perjanjian oligopoli, penetapan harga, pembagian wilayah pemasaran,

pemboikotan, kartel, oligopsoni, imegrasi vertikal, perjanjian tertutup, dan

perjanjian dengan pihak luar negeri;

d. Perumusan macam kegiatan yang dillarang dilakukan pengusaha. Pasal 17

sampai dengan Pasal 22 memuat macam kegiatan yang dilarang tersebut,

yaitu monopoli, monopsoni, penguasaan pasar, dan persengkonglan;

e. Perumusan macam posisi dominan yang dilarang dilakukan oleh

pengusaha. Pasal 17 sampai dengan Pasal 22 memuat macam kegiatan

yang dilarang tersebut, yaitu monopoli, monopsoni, penguasaan pasar, dan

persengkonglan;

f. Masalah susunan, tugas, dan fungsi Komisi Pengawas Persaingan Usaha.

Pasal 30 sampai dengan pasal 37 memuat perumusan status, keanggotaan,

tugas dan wewenang Komisi Pengawas Persaingan Usaha.

Universitas Sumatera Utara

Page 31: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/45136/5/Chapter...BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum, kehidupan perekonomian merupakan salah

g. Perumusan tata cara penanganan perkara persaingan usaha oleh Kornisi

Pengawas Persaingan Usaha. Pasal 38 sarnpai dengan Pasal 46 memuat

perumusan penerimaan laporan, pemeriksaan pendahuluan dan

pemeriksaan lanjutan, pemeriksaan terhadap pelaku usaha dan alat-alat

bukti, jangka waktu pemeriksaan, serta putusan komisi, kekuatan putusan

komisi, dan upaya hukum terhadap putusan kornisi;

h. Ketentuan sanksi yang dapat dijatuhkan kepada pelaku usaha yang telah

melanggar ketentuan dalam undang-undang. Pasal 47 sampai dengan Pasal

49 memuat macam sanksi yang dapat dijatuhkan kepada pelaku usaha,

yaitu tindal administrative, pidana pokok, dan pidana tambahan;

i. Perumusan perbuatan atau perjanjian yang g dikecualikan dari ketentuan

undang-undang dan monopoli oleh Badan Usaha Milik Negara dan/atau

badan atau lembaga yang dibentuk atau ditunjuk oleh pemerintah. Pasal 50

memuat ketentuan yang dikecualikan dari undang-undang dan Pasal 51

memuat ketentuan monopoli oleh Badan Usaha Milik Negara;

j. Hal-hal yang menyangkut pelaksanaan undang-undang, yaitu perumusan

ketentuan peralihan dan ketentuan penutup. Pasal 52 mengatur bahwa

pelaku usaha yang telah membuat dan/atau melakukan kegiatan dan/atau

tindakan yang tidak sesuai dengan undang-undang diberi waktu untuk

menyelesaikan selama 6 (enam) bulan sejak undang-undang diberlakukan.

Sedangkan pasal 153 mengatur mengenai mulai berlakunya undang-

undang yaitu terhitung sejak 1 (satu) tahun sesudah undang-undang

diundangkan oleh pemerintah, yaitu tepatnya pada tanggal 5 Maret 2000.

Universitas Sumatera Utara

Page 32: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/45136/5/Chapter...BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum, kehidupan perekonomian merupakan salah

Dari kerangka dan sistematika Undang-Undang No.5 Tahun 1999,

sebagaimana diterangkan di atas dapat diketahui bahwa hal-hal yang berkaitan

dengan pasar yang telah diatur oleh hukum persaingan usaha meliputi:41

a. perjanjian yang dilarang;

b. kegiatan yang dilarang;

c. penyalahgunaan posisi dominan;

d. Komisi Pengawas Persaingan Usaha;

e. Tata cara penanganan perkara persaingan usaha;

f. Sanksi-sanksi;

g. Perkecualian-perkecualian.

Adapun hal-hal yang dilarang dalam hukum persaingan usaha berdasarkan

Undang-Undang Nomor 5 tahun 1999, meliputi:

a. Perjanjian-perjanjian tertentu yang berdampak tidak baik untuk persaingan

pasar, yang terdiri atas :

1) Oligopoli;

2) Penetapan harga (price fixing);

3) Diskriminasi harga;

4) Penetapan harga dibawah harga pasar;

5) Penjualan kembali dengan harga terendah;

6) Pembagian wilayah(market division);

7) Pemboikotan (boycott);

41 Munir Fuady, Op. cit., hlm. 10-11.

Universitas Sumatera Utara

Page 33: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/45136/5/Chapter...BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum, kehidupan perekonomian merupakan salah

8) Kartel (cartel);

9) Trust (trust agreement);

10) Oligopsoni;

11) Intergrasi vertikal;

12) Perjanjian tertutup (exclusive dealing);

13) Perjanjian dengan luar negeri.

b. Kegiatan-kegiatan tertentu yang berdampak tidak baik untuk persaingan

pasar, yang terdiri atas :

a. Monopoli;

b. Monopsoni;

c. Penguasaan pasar;

1) Predatory pricing;

2) Price war and price comptetition ;

3) Penetapan biaya produksi dengan curang;

d. Persekongkolan (conspiracy):

1) persekongkolan tender;

2) persekongkolan rahasia perusahaan;

3) persekongkolan untuk menghambat perdagangan (entry barriers).

c. Posisi dominan di pasar, terdiri dari :

1) mencegah atau menghalangi konsumen memperoleh barang atau jasa

yang bersaing;

2) membatasi pasar dan pengembangan teknologi;

3) menghambat pelaku usaha lain sebagai pesaing untuk memasuki pasar;

Universitas Sumatera Utara

Page 34: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/45136/5/Chapter...BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum, kehidupan perekonomian merupakan salah

4) jabatan rangkap secara bersamaan;

5) pemilikan saham;

6) penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan badan usaha atau

saham.

Salah satu bentuk tindakan yang dapat mengakibatkan persaingan tidak

sehat dan yang akan menjadi inti/fokus penelitian ini sebagaimana telah

disebutkan di atas, adalah persengkongkolan dalam tender, yang merupakan salah

satu bentuk kegiatan yang dilarang oleh Pasal 22 UU No.5 tahun 1999 tentang

Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Persekongkolan tender pengadaan barang/jasa dapat dilakukan antara

pihak penyelenggara tender dengan pihak penyedia barang/jasa maupun dapat

dilakukan antara sesama peserta tender. Persekongkolan tender merupakan salah

satu bentuk tindakan yang dilarang dalam Undang-undang Anti Monopoli karena

persekongkolan tender merupakan perbuatan curang dan tindakan yang merugikan

terutama peserta tender yang lain yang tidak ikut bersekongkol, sebab dengan

sendirinya dalam tender pemenangnya tidak dapat diatur-atur, melainkan siapa

yang melakukan penawaran terbaik dialah yang jadi pemenangnya dan selain itu

persekongkolan tender merupakan tindakan yang anti persaingan. Dari segi

hukum perjanjian pun persekongkolan tender adalah batal demi hukum, karena

perjanjian persekongkolan tender melanggar syarat suatu sebab atau causa yang

halal yaitu melanggar ketentuan perundang-undangan yang mengatur ketentuan di

bidang pengadaan barang/jasa dan melanggar Pasal 22 UU No.5 Tahun 1999.

Universitas Sumatera Utara

Page 35: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/45136/5/Chapter...BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum, kehidupan perekonomian merupakan salah

4. Komisi Pengawas Persaingan Usaha.

Untuk mengawasi pelaksanaan UU No.5 Tahun 1999 dibentuk suatu

komisi dimana pembentukan susunan organisasi, tugas, dan fungsi komisi

ditetapkan melalui Keputusan Presiden. Komisi ini kemudian dibentuk

berdasarkan Keppres No 75 Tahun 1999 dan diberi nama Komisi Pengawas

Persaingan Usaha atau KPPU.42

KPPU diberi status sebagai pengawas pelaksanaan UU No.5 Tahun 1999.

Status hukumnya adalah sebagai lembaga yang independen yang terlepas dari

pengaruh dan kekuasaan Pemerintah dan pihak lain.

Sebagai suatu lembaga independen, dapat

dikatakan bahwa kewenangan yang dimiliki Komisi sangat besar yang meliputi

juga kewenangan yang dimiliki oleh lembaga peradilan. Kewenangan tersebut

meliputi penyidikan, penuntutan, konsultasi, memeriksa, mengadili, dan memutus

perkara.

43 Dengan demikian,

penegakan hukum Antimonopoli dan persaingan usaha berada dalam kewenangan

KPPU. Menurut Bagir Manan, KPPU adalah salah satu instrumen meski tidak

dikatakan sebagai salah satu bentuk Dispute Resolution. Hal ini diartikan bahwa

perselisihan-perselisihan bisnis yang berkaitan dengan persaingan atau monopoli

kalau dapat tidak perlu masuk ke pengadilan, tetapi cukup diselesaikan oleh

KPPU saja.44

42 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Bab VI, Pasal 34.

Namun demikian, tidak berarti bahwa tidak ada lembaga lain yang

43 Hermansyah, Op. cit., hlm. 73. 44 Bagir Manan, “Sambutan Pengarahan” dalam Undang-undang No.5/1999 dan KPPU

Filosofi dan latar belakang UU No.5/1999: Procedings Rangkaian Lokakarya Terbatas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Page 36: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/45136/5/Chapter...BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum, kehidupan perekonomian merupakan salah

berwenang menangani perkara monopoli dan persaingan usaha. Pengadilan

Negeri (PN) dan Mahkamah Agung (MA) juga diberi wewenang untuk

menyelesaikan perkara tersebut. PN diberi wewenang untuk menangani keberatan

terhadap putusan KPPU dan menangani pelanggaran hukum persaingan yang

menjadi perkara pidana karena tidak dijalankannya putusan KPPU yang sudah in

kracht. MA diberi kewenangan untuk menyelesaikan perkara pelanggaran hukum

persaingan apabila terjadi kasasi terhadap keputusan PN tersebut.45

Dalam konteks ketatanegaraan, KPPU merupakan lembaga negara

komplementer (state auxiliary organ)

46 yang mempunyai wewenang berdasarkan

UU No 5 Tahun 1999 untuk melakukan penegakan hukum persaingan usaha.

Secara sederhana state auxiliary organ adalah lembaga negara yang dibentuk

diluar konstitusi dan merupakan lembaga yang membantu pelaksanaan tugas

lembaga negara pokok (Eksekutif, Legislatif, dan Yudikatif) yang sering juga

disebut dengan lembaga independen semu negara (quasi judicial).47

Kepailitan Dan Wawasan hukum Bisnis Lainnya”, Cet. Pertama (Jakarta: Pusat Kajian Hukum, 2003), hlm. Xviii.

Artinya,

meskipun KPPU mempunyai fungsi penegakan hukum khususnya Hukum

Persaingan Usaha, namun KPPU bukanlah lembaga peradilan khusus persaingan

usaha. Dengan demikian KPPU tidak berwenang menjatuhkan sanksi baik pidana

maupun perdata. Kedudukan KPPU lebih merupakan lembaga administrative

45 Andi Fahmi Lubis, Op. cit., hlm. 311. 46 L. Budi Kagramanto, “Implementasi UU No 5 Tahun 1999 Oleh KPPU”, Jurnal Ilmu

Hukum Yustisia 2007, hlm. 2. 47 Suhasril dan Mohammad Taufik Makarao, Op. cit., hlm. 36.

Universitas Sumatera Utara

Page 37: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/45136/5/Chapter...BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum, kehidupan perekonomian merupakan salah

karena kewenangan yang melekat padanya adalah kewenangan administratif,

sehingga sanksi yang dijatuhkan merupakan sanksi administratif.48

KPPU dalam menjalankan kegiatannya mempunyai tugas untuk :

49

a. Melakukan penilaian terhadap perjanjian yang dapat mengakibatkan

terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

b. Melakukan penilaian terhadap kegiatan usaha dan atau tindakan pelaku

usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau

persaingan usaha tidak sehat.

c. Melakukan penilaian terhadap ada atau tidak adanya penyalahgunaan

posisi dominan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek

monopoli dan atau persaingan usaha.

d. Mengambil tindakan sesuai dengan wewenang Komisi sebagaimana

diatur dalam Pasal 36.

e. Memberikan saran dan pertimbangan terhadap kebijakan Pemerintah

yang berkaitan dengan praktek monopoli dan atau persaingan usaha

tidak sehat.

f. Menyusun pedoman dan atau publikasi yang berkaitan dengan UU

No.5/1999

g. Memberikan laporan secara berkala atas hasil kerja Komisi kepada

Presiden dan DPR.

48 Ningrum Natasya Sirait II, Op. cit., hlm. 30. 49 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek

Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Bab VI, Pasal 35.

Universitas Sumatera Utara

Page 38: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/45136/5/Chapter...BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum, kehidupan perekonomian merupakan salah

Dalam menjalankan tugas tugasnya tersebut, KPPU mempunyai

kewenangan untuk:50

a. Menerima laporan dari masyarakat dan atau dari pelaku usaha tentang

dugaan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak

sehat.

b. Melakukan penelitian tentang dugaan adanya kegiatan usaha dan atau

tindakan pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek

monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

c. Melakukan penyelidikan dan atau pemeriksaan terhadap kasus dugaan

praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat yang

dilaporkan oleh masyarakat atau oleh pelaku usaha atau yang

ditemukan komisi sebagai hasil penelitiannya.

d. Menyimpulkan hasil penyelidikan dan atau pemeriksaan tentang ada

atau tidak adanya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak

sehat.

e. Memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran

terhadap ketentuan UU No.5/1999.

f. Memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli, dan setiap orang yang

dianggap mengetahui pelanggaran ketentuan UU No.5/1999.

g. Meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha, saksi,

saksi ahli atau setiap orang yang dimaksud dalam nomor 5 dan 6

tersebut di atas yang tidak bersedia memenuhi panggilan Komisi.

50 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Bab VI, Pasal 36.

Universitas Sumatera Utara

Page 39: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/45136/5/Chapter...BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum, kehidupan perekonomian merupakan salah

h. Meminta keterangan dari instansi Pemerintah dalam kaitannya dengan

penyelidikan dan atau pemeriksaan terhadap pelaku usaha yang

melanggar ketentuan UU No.5/1999.

i. Mendapatkan, meneliti, dan atau menilai surat, dokumen atau alat

bukti lain untuk keperluan penyelidikan dan atau pemeriksaan.

j. Memutuskan dan menetapkan ada atau tidak adanya kerugian di pihak

pelaku usaha lain atau masyarakat.

k. Memberitahukan putusan Komisi kepada pelaku usaha yang diduga

melakukan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

l. Menjatuhkan sanksi berupa tindakan administratif kepada pelaku

usaha yang melanggar ketentuan UU No.5/1999.

Jadi, KPPU berwenang untuk melakukan penelitian dan penyelidikan dan

akhirnya memutuskan apakah pelaku usaha tertentu telah melanggar UU No.5

Tahun 1999 atau tidak. Pelaku usaha yang merasa keberatan terhadap Putusan

KPPU tersebut diberikan kesempatan selama 14 hari setelah menerima

pemberitahuan putusan tersebut untuk mengajukan keberatan ke Pengadilan

Negeri. KPPU merupakan lembaga administratif. Sebagai lembaga semacam ini,

KPPU bertindak demi kepentingan umum. Oleh karena itu, KPPU harus

mementingkan kepentingan umum dari pada kepentingan perorangan dalam

menangani dugaan pelanggaran hukum Antimonopoli. Hal ini sesuai dengan

tujuan UU No.5 Tahun 1999 yang tercantum dalam Pasal 3 huruf a UU No.5

Tahun 1999 yakni untuk “menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi

Universitas Sumatera Utara

Page 40: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/45136/5/Chapter...BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum, kehidupan perekonomian merupakan salah

ekonomi nasional sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan

rakyat”.51

5. Konsepsi

Konsepsi diartikan sebagai: ”kata yang menyatukan abstraksi yang

digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus yang disebut defenisi operasional.

Soerjono Soekanto berpendapat bahwa kerangka konsepsi pada hakekatnya

merupakan suatu pengarah, atau pedoman yang lebih konkrit dari kerangka

teoritis yang seringkali bersifat abstrak, sehingga diperlukan defenisi-defenisi

operasional yang menjadi pegangan konkrit dalam proses penelitian.52

Konsepsi juga digunakan untuk memberikan pegangan pada proses

penelitian. Oleh karena itu, dalam rangka penelitian ini, perlu dirumuskan

serangkaian defenisi operasional atas beberapa variable yang digunakan.

Selanjutnya, untuk menghindari terjadinya salah pengertian dan pemahaman yang

berbeda tentang tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini, maka kemudian

dikemukakan konsepsi dalam bentuk defenisi operasional sebagai berikut:

a. Pelaku usaha adalah setiap orang perorangan atau badan usaha, baik yang

berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum yang didirikan dan

berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara

Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui

perjanjian, menyelenggarakan berbagai kegiatan usaha dalam bidang

ekonomi.53

51 Andi Fahmi Lubis, Op. cit., hlm. 315-316.

52 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum (Jakarta: UI Press, 1986), hlm. 133. 53 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek

Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Bab I, Pasal 1, Angka 5.

Universitas Sumatera Utara

Page 41: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/45136/5/Chapter...BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum, kehidupan perekonomian merupakan salah

b. Persaingan usaha tidak sehat adalah persaingan antar pelaku usaha dalam

menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa

yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau

menghambat persaingan usaha54

c. Persekongkolan atau konspirasi usaha adalah bentuk kerjasama yang

dilakukan oleh pelaku usaha dengan pelaku usaha lain dengan maksud

untuk menguasai pasar bersangkutan bagi kepentingan pelaku usaha yang

bersekongkol.

55

d. Komisi Pengawas Persaingan Usaha adalah komisi yang dibentuk untuk

mengawasi pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan usahanya agar tidak

melakukan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

56

e. Tender adalah tawaran mengajukan harga terbaik untuk membeli atau

mendapatkan barang/jasa, atau menyediakan barang/jasa, atau

melaksanakan suatu pekerjaan.

57

f. Persekongkolan tender merupakan upaya untuk mengatur dan menentukan

pemenang tender. Persekongkolan menjadi bentuk negatif dari kerja sama

antara peserta tender dengan penyelenggara tender.

g. Beauty Contest adalah proses pemilihan mitra kerja, sehingga pihak

penyelenggara dari proses ini dapat mencari dan menunjuk mitra kerja

54 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Bab I, Pasal 1, Angka 6.

55 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Bab I, Pasal 1, Angka 8.

56 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Bab I, Pasal 1, Angka 18.

57 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Penjelasan Pasal 22.

Universitas Sumatera Utara

Page 42: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/45136/5/Chapter...BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum, kehidupan perekonomian merupakan salah

yang dinilai memiliki pengalaman dan permodalan sesuai kriteria dalam

menjalankan proyek secara bersama-sama.58

F. Metode Penelitian

Penelitian merupakan sarana yang dipergunakan oleh manusia untuk

memperkuat, membina serta mengembangkan ilmu pengetahuan.59 Skripsi ini

sebagai hasil penelitian tentu dihasilkan dari penerapan metodologi penelitian

sebagai pertanggungjawaban ilmiah terhadap komunitas pengemban ilmu

hukum.60

1. Sifat atau Jenis Penelitian

Skripsi ini merupakan hasil dari penelitian hukum yang bersifat normatif

dan yang bersifat deskriptif. Penelitian hukum normatif adalah penelitian yang

dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka.61

Penelitian hukum normatif ini sendiri mencakup:62

a. penelitian terhadap asas-asas hukum,

b. penelitian terhadap sistematika hukum,

c. penelitian terhadap tahap sinkronisasi hukum,

d. penelitian sejarah hukum, dan

e. penelitian perbandingan hukum.

58 Erman Rajagukguk, Op. cit., hlm. 6. 59 Soerjono Soekanto, Op. cit., hlm. 3. 60Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi: Penelitian Hukum Nomartif, Ed. Revisi

(Malang: Bayumedia Publishing, 2008), hlm. 26. 61 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif: Suatu TInjauan

Singkat, Ed. Pertama, Cet. Ketujuh (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2003), hlm. 13-14. 62 Soerjono Soekanto, Op. cit., hlm. 51.

Universitas Sumatera Utara

Page 43: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/45136/5/Chapter...BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum, kehidupan perekonomian merupakan salah

Penelitian hukum normatif sendiri mengacu pada berbagai bahan hukum

sekunder,63 yaitu inventarisasi berbagai peraturan hukum nasional dan

internasional dalam bidang persaingan usaha, jurnal-jurnal dan karya tulis ilmiah

lainnya, serta artikel-artikel berita terkait. Sedangkan penelitian deskriptif ialah

penelitian yang pada umumnya bertujuan untuk mendeskripsikan secara

sistematis, faktual dan akurat terhadap suatu populasi atau daerah tertentu

mengenai sifat-sifat, karakteristik-karakteristik atau faktor-faktor tertentu.64

Penelitian deskriptif dimaksudkan untuk memberikan data yang seteliti mungkin

tentang manusia, keadaan atau gejala-gejala lainnya.65

2. Data

Pengumpulan data yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini,

menggunakan metode penelitian kepustakaan (library research) atau studi

dokumen (document study). Metode penelitian kepustakaan dilakukan terhadap

data yang bersifat sekunder yang ada di perpustakaan.66 Menurut Soerjono

Soekanto, data sekunder dalam penelitian hukum terdiri atas tiga bahan hukum,

yaitu:67

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, seperti

undang-undang, peraturan pemerintah, konvensi atau perjanjian

internasional, dan berbagai peraturan hukum nasional dan internasional

63 Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Ed. Pertama, Cet. Kedua (Jakarta: Sinar Grafika, 1996), hlm. 14.

64 Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum: Suatu Pengantar, Ed. Pertama, Cet. Kedua (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1998), hlm. 36.

65 Soerjono Soekanto, Op. cit., hlm. 10. 66 Bambang Waluyo, Op. cit., hlm. 13-14 67 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Op. cit., hlm. 13.

Universitas Sumatera Utara

Page 44: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/45136/5/Chapter...BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum, kehidupan perekonomian merupakan salah

yang mengikat (terutama yang berkaitan dengan persaingan usaha di

Indonesia) serta putusan-putusan hakim.

b. Bahan hukum sekunder, yang memberikan penjelasan mengenai bahan

hukum primer, seperti: rancangan undang-undang, hasil-hasil penelitian,

hasil karya dari kalangan hukum, dan berbagai karya tulis ilmiah yang

berkaitan dengan penelitian yang dilakukan ini.

c. Bahan hukum tersier (tertier), yakni bahan yang memberikan petunjuk

maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder;

contohnya adalah kamus, ensiklopedia, indeks kumulatif, dan seterusnya.

Selain itu, bahan tersier ini juga meliputi berbagai bahan primer,

sekunder, dan tersier di luar bidang hukum yang berhubungan dengan

penelitian yang dilakukan, terutama dari bidang ekonomi dan persaingan

usaha.

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data diperlukan untuk memperoleh suatu kebenaran

dalam penulisan skripsi, dalam hal ini digunakan metode pengumpulan data

dengan cara studi kepustakaan (library research), yaitu mempelajari dan

menganalisis data secara sistematis melalui buku-buku, surat kabar, makalah

ilmiah, internet, peraturan perundang-undangan, dan bahan-bahan lain yang

berhubungan dengan materi yang dibahas dalam skripsi ini.

Universitas Sumatera Utara

Page 45: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/45136/5/Chapter...BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum, kehidupan perekonomian merupakan salah

4. Analisis Data

Dalam menganalisis data penelitian digunakan analisis normatif kualitatif,

yaitu data yang diperoleh kemudian disusun secara sistematis dan selanjutnya

dianalisis secara kualitatif untuk mencapai kejelasan masalah yang akan dibahas

dan hasilnya tersebut dituangkan dalam bentuk skripsi. Metode kualitatif

dilakukan guna mendapatkan data yang bersifat deskriptif, yaitu data-data yang

akan diteliti dan dipelajari sesuatu yang utuh.

G. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan skripsi ini meliputi:

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini menguraikan tentang latar belakang, rumusan masalah,

tujuan dan manfaat penelitian, keaslian penulisan, tinjauan

kepustakaan metode penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN UMUM KEBERADAAN PRAKTEK TENDER DAN

BEAUTY CONTEST DI INDONESIA.

Bab ini menguraikan tentang ruang lingkup praktek tender serta

pengaturan tender yang ada di Indonesia. Selain itu, bab ini juga

akan membahas mengenai keberadaan praktek “Beauty Contest” di

Indonesia serta apakah tindakan tersebut dapat dibenarkan dalam

sistem hukum di Indonesia yang akan dikaitkan sebagai bentuk

manifestasi dari Aksi Korporasi.

Universitas Sumatera Utara

Page 46: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/45136/5/Chapter...BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum, kehidupan perekonomian merupakan salah

BAB III PERBEDAAN PENGERTIAN BEAUTY CONTEST DALAM

MEMILIH MITRA USAHA DENGAN PERSEKONGKOLAN

TENDER SEBAGAIMANA DIMAKSUD DALAM UU NO.5

TAHUN 1999.

Bab ini menguraikan tentang ruang lingkup pengertian tender dan

persekongkolan tender sebagaimana diatur dalam UU No.5 Tahun

1999 serta akan dibahas juga mengenai bentuk-bentuk umum

persekongkolan tender dan dampak yang diakibatkan oleh

persekongkolan tender. Selain itu akan dibahas juga mengenai

apakah “Beauty Contest” untuk memilih mitra usaha kemudian

dapat disamakan atau diinterpretasikan sebagai tender berdasarkan

Pasal 22 UU No.5 Tahun 1999 melalui tinjauan secara yuridis

formil.

BAB IV PERTIMBANGAN HUKUM KPPU DALAM MEMUTUS

PERKARA NO.35/KPPU-I/2010 TENTANG PRAKTEK

BEAUTY CONTEST PROYEK DONGGI SENORO

Bab ini menguraikan tentang pihak-pihak yang bersengketa dalam

perkara tersebut termasuk juga posisi kasus. Selain itu akan

dibahas juga pertimbangan hukum yang diambil KPPU dalam

memutus perkara tersebut serta analisa penulis terhadap apakah

pertimbangan hukum dan dasar- dasar hukum yang digunakan oleh

KPPU dalam memutus perkara Donggi Senoro telah

diimplementasikan secara tepat.

Universitas Sumatera Utara

Page 47: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/45136/5/Chapter...BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum, kehidupan perekonomian merupakan salah

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini menguraikan tentang kesimpulan dan saran atas perbedaan

pendapat antara pihak KPPU dengan pihak PT. Pertamina, PT.

Medco dan PT. Mitsubishi dalam menafsirkan Pasal 22 UU No.5

Tahun 1999 tentang Larangan Persekongkolan Tender dikaitkan

dengan Praktik “Beauty Contest” dalam memilih partner usaha.

Saran dan kesimpulan ini diharapkaan bisa memberikan

pertimbangan dan dapat dijadikan bahan acuan dalam menganalisis

dan menyelesaikan permasalahan ini.

Universitas Sumatera Utara