BAB I PENDAHULUAN A. Gambaran Umum Perusahaan/Analisis... · online melalui teller ataupun...

65
1 BAB I PENDAHULUAN A. Gambaran Umum Perusahaan 1. Sejarah Berdirinya Perusahaan PD BPR Bank Salatiga adalah lembaga keuangan perbankan milik Pemerintah Kota Salatiga. Keberadaannya merupakan salah satu alat kelengkapan otonomi daerah dalam bidang keuangan yang menjalankan usahanya sebagai bank perkreditan rakyat sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. PD BPR Bank Salatiga didirikan pada tanggal atau dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Kota Kecil Salatiga Nomor 50 tanggal 30 Maret 1953 tentang Bank Pasar yang diundangkan dalam Lembaran Propinsi Jawa Tengah tanggal 30 Nopember 1953 (Tambahan Seri B Nomor 15) Jo. Peraturan Daerah Kotamadya Salatiga tanggal 25 Januari 1973 tentang Peraturan Daerah Bank Pasar yang telah disahkan oleh Gubernur Kepala Daerah Propinsi Jateng tanggal 5 Nopember 1973 Nomor Hukum G.6/ 2/ 20 dan diundangkan dalam Lembaran Daerah Jateng Seri B Nomor 30 tahun 1973 dan diperbarui dengan Peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Salatiga Nomor 4 Tahun 1989. Pada tahun 2009 PD BPR Kota Salatiga mengganti namanya menjadi PD BPR Bank Salatiga, sesuai dengan Keputusan Pemimpin Bank Indonesia Nomor 11/ 4/ Kep. PBI/ Sm/ 2009 tanggal 12 Agustus 2009 tentang Persetujuan Penetapan Penggunaan Izin Usaha Perusahaan

Transcript of BAB I PENDAHULUAN A. Gambaran Umum Perusahaan/Analisis... · online melalui teller ataupun...

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Gambaran Umum Perusahaan

1. Sejarah Berdirinya Perusahaan

PD BPR Bank Salatiga adalah lembaga keuangan perbankan

milik Pemerintah Kota Salatiga. Keberadaannya merupakan salah satu

alat kelengkapan otonomi daerah dalam bidang keuangan yang

menjalankan usahanya sebagai bank perkreditan rakyat sesuai dengan

ketentuan perundang-undangan yang berlaku. PD BPR Bank Salatiga

didirikan pada tanggal atau dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Kota

Kecil Salatiga Nomor 50 tanggal 30 Maret 1953 tentang Bank Pasar yang

diundangkan dalam Lembaran Propinsi Jawa Tengah tanggal 30

Nopember 1953 (Tambahan Seri B Nomor 15) Jo. Peraturan Daerah

Kotamadya Salatiga tanggal 25 Januari 1973 tentang Peraturan Daerah

Bank Pasar yang telah disahkan oleh Gubernur Kepala Daerah Propinsi

Jateng tanggal 5 Nopember 1973 Nomor Hukum G.6/ 2/ 20 dan

diundangkan dalam Lembaran Daerah Jateng Seri B Nomor 30 tahun

1973 dan diperbarui dengan Peraturan Daerah Kotamadya Daerah

Tingkat II Salatiga Nomor 4 Tahun 1989.

Pada tahun 2009 PD BPR Kota Salatiga mengganti namanya

menjadi PD BPR Bank Salatiga, sesuai dengan Keputusan Pemimpin

Bank Indonesia Nomor 11/ 4/ Kep. PBI/ Sm/ 2009 tanggal 12 Agustus

2009 tentang Persetujuan Penetapan Penggunaan Izin Usaha Perusahaan

2

Daerah BPR Kota Salatiga menjadi Perusahaan Daerah BPR Bank

Salatiga. Perubahan tersebut juga disetujui Bank Indonesia lewat surat

No.11/ 1452/ DKBU/ Idad/ SM tanggal 28 Agustus 2009. Pelaksanaan

operasional PD BPR Bank Salatiga dimulai sejak tanggal 11 Juni 1997.

PD BPR Bank Salatiga dalam operasionalnya memprioritaskan pada

pemberdayaan potensi masyarakat Salatiga, dalam bentuk penggalangan

dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali untuk mendorong

kesejahteraan masyarakat. Didukung dengan karyawan dan karyawati

yang ramah, siap melayani nasabah dari hari Senin sampai dengan hari

Jumat (Jam 8.00 WIB-15.00 WIB) dan hari Sabtu (Jam 8.00 WIB-12.00

WIB).

2. Tujuan Operasi PD BPR Bank Salatiga

a. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk tabungan dan

deposito.

b. Memberikan kredit dan melakukan pembinaan khususnya terhadap

pengusaha golongan kecil dan menengah mikro.

c. Melakukan kerjasama dengan BPR dan lembaga perbankan atau

keuangan lainnya.

d. Melaksanakan usaha-usaha perbankan lainnya sepanjang tidak

bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

3

3. Visi dan Misi

a. Visi

Menjadikan PD BPR Bank Salatiga sebagai lembaga keuangan

yang terpercaya, dengan selalu mengutamakan pelayanan terbaik

sebagai perwujudan PD BPR Bank Salatiga menjadi “Mitra Usaha

Sejati Nasabah”.

b. Misi

1) Menghimpun dana dari masyarakat.

2) Mengembangkan usaha bagi pedagang kecil dan menengah serta

melakukan pembinaan kepada debitur pengelolaan modal kerja.

3) Memberi kontribusi pembangunan Kota Salatiga dengan menjadi

sumber Pendapatan Asli Daerah yang diandalkan.

4) Membantu perkembangan ekonomi di Salatiga dan sekitarnya.

4. Lokasi PD BPR Bank Salatiga

Lokasi PD BPR Bank Salatiga terletak di Jalan Diponegoro

Nomor 10 Salatiga, dengan berlokasi di pusat bisnis Kota Salatiga

dimaksudkan untuk dapat mempermudah akses nasabah maupun calon

nasabah PD BPR Bank Salatiga dan meningkatkan kualitas pelayanan

pada nasabah karena berada dalam lingkup kawasan industri perbankan.

Dengan demikian, secara kualitas PD BPR Bank Salatiga dapat

disejajarkan dengan perbankan nasional lainnya. PD BPR Bank Salatiga

telah mengembangkan usahanya dengan membuka cabang yang terletak

di lokasi yang strategis tepatnya di Jalan Soekarno Hatta, Ruko Harjosari,

4

No. 8, Bawen dan Kantor Kas yang terletak di Jalan Letjen Sukowati

No. 51 Salatiga.

5. Spesifikasi Produk

PD BPR Bank Salatiga berkomitmen tinggi pada pemberdayaan

pelaku ekonomi menengah ke bawah. Berbagai fasilitas dan produk

perbankan disediakan untuk mengakomodasikan kebutuhan seluruh

lapisan masyarakat. Saat ini PD BPR Bank Salatiga melayani para

pedagang pasar tradisional, para pegawai, perorangan, dan kelompok

usaha kecil dalam masyarakat. Produk perbankan yang disediakan adalah

tabungan, deposito, dan kredit. Seluruh layanan perbankan PD BPR Bank

Salatiga dapat dilayani di kantor yang terletak di lokasi yang strategis.

a. Tabungan

Dana masyarakat yang berupa tabungan ini merupakan sumber

dana yang relatif murah, dapat diusahakan, dan dihimpun dari

berbagai kelompok masyarakat baik itu masyarakat umum, pelajar

atau siswa, maupun pedagang eceran yang berjualan di pasar-pasar

lokal dan para debitur (melalui tabungan wajib).

Pelaksanaan dari penghimpunan dana tabungan ini sebagian

besar menggunakan “sistem jemput bola” (petugas BPR langsung

melayani nasabah tabungan tersebut ke rumah atau lokasi penabung

itu sendiri). Berdasarkan jenis produknya, tabungan pada PD BPR

Bank Salatiga dapat dibedakan menjadi 6 (enam) macam, yaitu:

5

1) Tabungan Masa Depan (Tamasdep)

Tabungan ini diluncurkan sejak BPR berdiri. Tabungan

Masa Depan merupakan salah satu pilihan tabungan yang fleksibel,

dapat diambil sewaktu–waktu pada jam kerja, dan di akhir tahun

diadakan undian dengan hadiah yang menarik, diantaranya hadiah

utama sebuah mobil Xenia dan puluhan hadiah lainnya. Tabungan

ini diberlakukan suku bunga sebesar maksimal 7% per tahun

(penetapan tingkat suku bunga disesuaikan dengan kebutuhan

pasar).

2) Tabungan Wajib

Tabungan ini diluncurkan sejak pertama BPR berdiri yang

diperuntukan bagi masyarakat umum sebagai pendukung produk

kredit. Tabungan Wajib diperoleh dari 1% dari plafon kredit yang

diberikan kepada nasabah, dan bunga yang berlaku sebesar

maksimal 5% per tahun. Tabungan ini belum bisa dicairkan oleh

nasabah apabila kredit dari nasabah tersebut belum lunas.

3) Tabungan Teladan

Tabungan ini diluncurkan khusus untuk para pelajar. PD

BPR Bank Salatiga ikut serta dalam menggalakkan gemar

menabung dan hidup hemat dari usia dini, yang juga bermanfaat

bagi para pelajar sebagai simpanan dan persiapan biaya ketika telah

menamatkan sekolah dan akan melanjutkan kepada tingkat yang

lebih tinggi. Produk Tabungan Teladan PD BPR Bank Salatiga

6

memberikan suku bunga maksimal sebesar 10% per tahun. Jenis

tabungan ini merupakan tabungan berjangka. Pengambilan dana

nasabah dapat dilakukan setelah masa jatuh tempo. Apabila

sebelum jatuh tempo dana nasabah telah diambil, maka nasabah

akan dikenakan penalti berupa pengurangan jumlah bunga sebesar

50% dari yang seharusnya diterima.

4) Tabungan Tahapan

Tabungan Tahapan adalah tabungan berjangka yang

diluncurkan pada pertengahan tahun 2008 diperuntukan bagi

seluruh masyarakat umum yang memiliki rencana pada masa yang

akan datang dengan jangka waktu dan jumlah setoran setiap

bulannya dapat disesuaikan dengan kemampuan serta kesanggupan

nasabahnya. Persiapan mewujudkan impian di masa depan.

Tabungan Tahapan ini juga dapat dikombinasikan dengan kredit

bagi para pegawai yang diangsur dengan jumlah angsuran kredit,

paket yang diambil senilai kredit yang diterimanya. Pada akhir

periode debitur dapat menikmati jumlah simpanan yang telah

diangsurnya dan fasilitas kredit yang diterima sebelumnya dengan

bunga kredit yang cukup ringan.

Produk Tabungan Tahapan PD BPR Bank Salatiga

memberikan suka bunga sebesar 5% per tahun, selain pemberian

bunga nasabah juga akan mendapatkan hadiah sesuai dengan yang

telah ditetapkan oleh PD BPR Bank Salatiga. Produk tabungan ini

7

merupakan tabungan berjangka, ketentuan yang berlaku sama

dengan tabungan teladan.

5) Tabungan Arisan

Produk tabungan ini tidak memberikan bunga kepada

nasabah, karena dalam produk ini nasabah akan diberikan hadiah

pada akhir jangka waktu. Produk ini merupakan tabungan

berjangka dengan nominal setoran yang tetap setiap bulannya.

Tabungan ini memberikan nilai lebih berupa hadiah yang

jumlahnya variatif melalui proses undian. Setiap pemenang undian

akan keluar dari kelompok peserta dan secara otomatis terjadi

penutupan rekening.

6) Tabungan Tamasdep Premium

Tabungan ini merupakan pengembangan dari Tamasdep.

Jenis tabungan ini menawarkan tingkat suku bunga yang variatif

antara 3% sampai dengan 8% per tahun dan atau berbagai macam

hadiah yang dapat diperoleh secara langsung oleh nasabah.

Ketentuan yang berlaku adalah simpanan nasabah tersebut

mengendap dalam jangka waktu dan nominal tertentu yang akan

diperhitungkan pada awal penempatan dana. Sasaran dari produk

ini adalah nasabah yang mempunyai dana cukup besar dan bukan

merupakan modal kerja sehingga simpanan mereka adalah salah

satu bentuk investasi yang menguntungkan. Minimal saldo

tabungan pada jenis produk ini adalah Rp50.000.000,00

8

(lima puluh juta rupiah), sedangkan jenis hadiah disesuaikan

dengan jangka waktu dan suku bunga tabungannya.

b. Deposito Berjangka

Deposito berjangka adalah simpanan pihak ketiga kepada bank

yang penarikannya dapat dilakukan setelah jangka waktu tertentu,

sesuai dengan perjanjian antara bank dengan deposan dan

diperuntukkan untuk perorangan dan lembaga. Dibandingkan dengan

sumber dana tabungan, dana deposito ini merupakan dana masyarakat

yang relatif mahal, sehingga perlu dikelola secara baik, agar dapat

memberi profit bagi bank.

c. Kredit

Produk layanan ini disamping memberikan kontribusi positif

bagi pengembangan usaha skala kecil, juga membantu para pelaku

usaha dan pegawai dalam mengoptimalkan pendapatannya. Beberapa

jenis layanan kredit yang disediakan antara lain:

1) Kredit Umum

Kredit Umum adalah layanan kredit yang ditawarkan

kepada seluruh masyarakat umum, khususnya golongan ekonomi

lemah. Kredit umum yang ditawarkan antara lain kredit investasi,

modal kerja, dan UKM. Sebagai jaminannya adalah sertifikat atas

nama sendiri, BPKB, Kartu Dasar untuk Berdagang.

9

2) Kredit Pegawai

Kredit Pegawai adalah kredit yang ditujukan untuk para

pegawai, antara lain PNS (Pegawai Negeri Sipil), POLRI, ABRI,

dengan angsuran bulanan dengan sistem potong gaji melalui

bendahara instansi. Sebagai jaminannya adalah SK Terakhir, Kartu

Taspen, Kartu Pegawai, Kartu Jamsostek.

Dari kedua jenis layanan kredit yang ditawarkan tersebut,

kredit yang paling banyak diminati oleh masyarakat adalah kredit

pegawai, karena syarat yang mudah dan tingkat bunga yang rendah.

d. Jenis Produk Lainnya

Pembayaran Listrik Online merupakan salah satu jenis produk

lainnya yang dimiliki PD BPR Bank Salatiga. Layanan ini bertujuan

untuk memberi kemudahan kepada nasabah PLN pada umumnya dan

nasabah PD BPR Bank Salatiga pada khususnya untuk membayar

listrik. Pembayaran listrik dapat dilakukan secara online dalam

jangkauan wilayah seluruh pulau Jawa. Sistem pembayaran listrik

online melalui teller ataupun autodebet bagi nasabah yang mempunyai

tabungan di PD BPR Bank Salatiga.

6. Struktur Organisasi

Berhasil tidaknya suatu perusahaan sangat ditentukan oleh

organisasi, pembagian tugas, kedudukan, wewenang, dan tanggung

jawab, serta penetapan sistem koordinasi dan komunikasi. Dengan

demikian, organisasi dapat dipandang sebagai alat untuk mencapai

10

tujuan. Adapun struktur organisasi PD BPR Bank Salatiga dapat dilihat

pada gambar berikut ini:

Sumber: Sistem Operasional Pengelolaan PD BPR Bank Salatiga Gambar 1.1 Struktur Organisasi PD BPR Bank Salatiga 7. Deskripsi Tugas dan Tanggung Jawab:

a. Dewan Pengawas

Dewan Pengawas mempunyai tugas menetapkan kebijaksanaan

umum yang digariskan oleh Walikota, melaksanakan pengawasan,

pemeriksaan dan pembinaan terhadap PD BPR Bank Salatiga.

DEWAN PENGAWAS

KA.BAG PEMASARAN

DIREKTUR UTAMA

DIREKTUR

SPI

KASUBAG KAS &

PEMBUKUAN

KA.BAGIAN OPERASIONAL

KEPALA CABANG

KASUBAG UMUM

&PERSONALIA

KASUBAG KREDIT

KASUBAG DANA

11

Untuk melaksanakan tugas tersebut Dewan Pengawas harus

melaksanakan tugas sebagai berikut:

1) Penyusunan tata cara pengawasan terhadap pengelolaan dan

pengurusan BPR.

2) Penetapan kebijakan penyusunan anggaran dan keuangan PD BPR

Bank Salatiga.

3) Pembinaan dan pengembangan PD BPR Bank Salatiga.

b. Direksi

Direksi mempunyai tugas dan tanggung jawab sebagai berikut:

1) Melaksanakan manajemen bank berdasarkan kebijaksanaan umum

Walikota yang ditetapkan Dewan Pengawas.

2) Menetapkan kebijaksanaan untuk melaksanakan pengurusan dan

pengelolaan Bank berdasarkan kebijaksanaan umum Walikota yang

ditetapkan Dewan Pengawas.

3) Melaksanakan rencana kerja dan perubahannya.

4) Menyusun dan menyampaikan Rencana Kerja dan Anggaran

beserta perubahannya kepada Walikota melalui Dewan Pengawas.

5) Bertanggung jawab dalam penyusunan dan penyampaian Laporan

Bulanan, Laporan Keuangan Tahunan dan laporan-laporan lainnya

kepada Walikota dan Bank Indonesia.

6) Bertanggung jawab dalam penyusunan dan mengumumkan

Laporan Keuangan Publikasi dan melaporkannya kepada Walikota

dan Bank Indonesia.

12

7) Menyusun dan mengumumkan laporan pertanggungjawaban

kepada Walikota.

8) Menyusun dan menyampaikan Laporan Akhir Masa Jabatan

kepada Walikota.

9) Menjaga setiap kerahasiaan perusahaan dan memegang teguh kode

etik perbankan yang berlaku.

c. Satuan Pengawas Intern (SPI)

Satuan Pengawas Internal mempunyai tugas dan tanggung jawab

sebagai berikut:

1) Melakukan penilaian yang bersifat independen atas setiap kegiatan

yang bertujuan untuk mendorong dipatuhinya setiap ketentuan

yang ditetapkan oleh manajemen bank.

2) Mendorong dan memberdayakan seluruh komponen perusahaan

untuk lebih berfungsinya pengawasan dengan memberikan saran-

saran yang membangun dan melindungi agar sasaran perusahaan

dapat tercapai.

3) Mengidentifikasi segala kelemahan dan kekuatan perusahaan untuk

dapat memperbaiki dan meningkatkan efisiensi penggunaan sumber

daya dan dana serta meningkatkan kegiatan yang ada.

4) Menjaga setiap kerahasiaan perusahaan dan memegang teguh kode

etik perbankan yang berlaku.

13

d. Kepala Kantor Cabang

Kepala Kantor Cabang memiliki tugas dan tanggung jawab:

1) Memimpin kepala bagian, subbagian dan seksi berdasarkan asas

keseimbangan dan keserasian.

2) Melaksanakan manajemen kantor cabang sesuai dengan kebijakan

yang telah ditetapkan oleh Direksi.

3) Memberikan laporan secara periodik kepada kantor pusat tentang

hasil kinerja kantor cabang.

4) Bertanggung jawab atas kinerja dan seluruh kegiatan operasional

kantor cabang.

5) Menjaga setiap kerahasiaan perusahaan dan memegang teguh kode

etik perbankan yang berlaku.

e. Kepala Bagian Operasional

Kepala Bagian Operasional mempunyai tugas dan tanggung

jawab sebagai berikut:

1) Menyusun perencanaan kegiatan operasional perusahaan.

2) Melaksanakan koordinasi kegiatan operasional perusahaan dengan

kepala subbagian beserta staf operasional.

3) Bertanggung jawab atas semua pelaksanaan kegiatan operasional

perusahaan.

4) Melakukan koordinasi dengan bagian lain dalam usaha mencapai

tujuan perusahanan secara optimal.

14

5) Menjaga setiap kerahasiaan perusahaan dan memegang teguh kode

etik perbankan yang berlaku.

f. Kepala Subbagian Umum atau Personalia

Kepala Subbagian Umum dan Personalia memiliki tugas dan

tanggung jawab sebagai berikut:

1) Mengagendakan dan mendistribusikan surat masuk dan surat

keluar.

2) Menyimpan secara aman (dan rahasia), berkas-berkas dan dokumen

pendirian BPR (akte notaris dengan segala perubahannya), notulen

hasil RUPS atau Peraturan Walikota, Rapat Dewan Pengawas dan

lain-lain.

3) Perencanaan kebutuhan pegawai dan pendidikan pegawai.

4) Pengadaan peralatan dan perlengkapan kantor.

g. Kepala Subbagian Kas dan Pembukuan

Kepala Subbagian Kas dan Pembukuan memiliki tugas dan

tanggung jawab sebagai berikut:

1) Mencatat (posting) segala transaksi keuangan BPR.

2) Membuat Laporan Posisi Harian untuk keperluan pimpinan.

3) Membuat Laporan Perhitungan Rugi/ Laba Bulanan.

4) Membuat Laporan-laporan:

a) Neraca (Sandi) Bulanan ke Bank Indonesia

b) Neraca Publikasi Triwulan ke Bank Indonesia

15

c) Konsep Laporan Dewan Pengawas (per akhir semester) ke Bank

Indonesia.

5) Menyusun Laporan Keuangan Akhir Tahun (Neraca dan

Perhitungan Rugi/ Laba beserta penjelasannya) yang akan diaudit

oleh akuntan publik.

6) Menyusun daftar-daftar yang menjadi kelengkapan neraca tiap

akhir bulan.

7) Menyusun Daftar Rekonsiliasi Rekening Antarbank Aktiva cq

Rekening Tabungan atau Deposito yang ditempatkan BPR di bank

lain.

8) Pembayaran dan pelaporan PPh Pasal 25 bulanan ke Kantor

Pelayanan Pajak setempat.

9) Perhitungan pajak akhir tahun serta pengisian dan penyampaian

SPT akhir PPh Pasal 25 ke Kantor Pelayanan Pajak setempat secara

tepat waktu.

10) Mengelola arsip-arsip pembukuan.

h. Kepala Bagian Pemasaran

Kepala Bagian Pemasaran memiliki tugas dan tanggung jawab

sebagai berikut:

1) Menyusun perencanaan di bidang pemasaran.

2) Melakukan koordinasi terhadap subbagian kredit dan subbagian

dana.

3) Melakukan evaluasi kinerja subbagian kredit dan subbagian dana.

16

4) Bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan pemasaran baik di

bidang kredit maupun di bidang dana.

5) Melakukan koordinasi dengan bagian lain dalam usaha mencapai

tujuan perusahanan secara optimal.

6) Menjaga setiap kerahasiaan perusahaan dan memegang teguh kode

etik perbankan yang berlaku.

i. Kepala Subbagian Dana

Kepala Subbagian Dana memiliki tugas dan tanggung jawab

sebagai berikut:

1) Melakukan koordinasi dengan bagian lain dalam usaha mencapai

tujuan perusahanan secara optimal.

2) Melakukan koordinasi dengan kepala pemasaran dalam

menjalankan rencana pemasaran berkaitan dengan penghimpunan

dana.

3) Menjaga setiap kerahasiaan perusahaan dan memegang teguh kode

etik perbankan yang berlaku.

j. Kepala Subbagian Kredit

Kepala Subbagian Kredit memiliki tugas dan tanggung jawab

sebagai berikut:

1) Melakukan koordinasi dengan kepala pemasaran dalam

menjalankan rencana pemasaran berkaitan dengan penyaluran

kredit.

17

2) Melakukan koordinasi dengan bagian lain dalam usaha mencapai

tujuan perusahanan secara optimal.

3) Bertanggung jawab terhadap kelancaran proses penyaluran kredit,

baik analisa atau survey, pencairan, penagihan serta pengarsipan

data atau agunan.

4) Menjaga setiap kerahasiaan perusahaan dan memegang teguh kode

etik perbankan yang berlaku.

k. Staf

Staf memiliki tugas dan tanggung jawab sebagai berikut:

1) Melakukan pelayanan nasabah secara optimal.

2) Melayani penghimpunan dana masyarakat dan melayani jasa

perbankan lainnya.

3) Menjabarkan dan melaksanakan kebijakan direksi.

4) Melaksanakan tugas yang diberikan oleh atasan langsung.

5) Bertanggung jawab terhadap atasan langsung atas semua kegiatan

yang dilaksanakan.

6) Menjaga setiap kerahasiaan perusahaan dan memegang teguh kode

etik perbankan yang berlaku.

l. Kasir

Kasir memiliki tugas dan tanggung jawab sebagai berikut:

1) Mengatur dan mengamankan uang tunai dan surat berharga yang

dititipkan.

2) Menerima setoran dan membayarkan bukti pengeluaran kas.

18

3) Menjaga kerahasiaan keuangan nasabah dan hal lain yang wajib

dirahasiakan.

4) Menghitung dan membuat rincian kas sesuai dengan nominal uang.

5) Melaporkan kepada atasan langsung apabila terjadi selisih lebih

atau kurang.

6) Menjaga setiap kerahasiaan perusahaan dan memegang teguh kode

etik perbankan yang berlaku.

8. Sumber Daya Manusia (SDM)

PD BPR Bank Salatiga dalam sistem operasionalnya didukung

oleh tenaga kerja profesional di bidangnya. Keseluruhan tenaga kerja

tersebut terdiri dari 35 staf, 2 dewan pengawas, 2 sekretaris dewan

pengawas, dan 2 direksi. Penempatan karyawan dengan rincian untuk

kantor pusat 26 orang dan 11 orang untuk kantor cabang dengan latar

belakang pendidikan sebagai berikut:

Tabel I.1. Daftar Tenaga Kerja dengan Latar Belakang Pendidikan

Sampai Dengan Tahun 2010

Pendidikan Jumlah Sarjana S2 3 orang Sarjana S1 18 orang Ahli Madya (Diploma) 5 orang

Sumber: Laporan RAT PD BPR Bank Salatiga Tahun 2011

Tabel I.1. Daftar Tenaga Kerja dengan Latar Belakang Pendidikan

Sampai Tahun 2010 (Lanjutan)

Pendidikan Jumlah SMA 8 orang SMP 1 orang

Sumber: Laporan RAT PD BPR Bank Salatiga Tahun 2011

19

Tabel I.2 Daftar Staf Kepegawaian PDBPR Bank Salatiga

Sampai Dengan Tahun 2010

Status Pegawai Jumlah Pegawai Tetap 20 orang Kontrak 15 orang

Sumber: Laporan RAT PD BPR Bank Salatiga Tahun 2011

B. Latar Belakang Masalah

Perbankan memiliki peranan yang sangat penting dalam menunjang

perekonomian dan pembangunan bangsa Indonesia. Peran penting bank

tersebut tercermin pada fungsi utamanya yaitu sebagai wahana yang mampu

menghimpun dan meyalurkan dana masyarakat secara efektif dan efisien ke

arah peningkatan taraf hidup rakyat. Selain itu, bank merupakan lembaga

perantara keuangan sekaligus prasarana pendukung yang amat vital bagi

kelancaran perekonomian bangsa.

Dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 yang telah

diamandemen dengan Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 tentang

Perbankan, menurut jenisnya bank terdiri dari Bank Umum dan Bank

Perkreditan Rakyat (BPR). Bank Perkreditan Rakyat (BPR) adalah bank yang

menjalankan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip

syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas

pembayaran (Peraturan Bank Indonesia: 2006).

BPR memiliki kedudukan yang sangat strategis dalam berpartisipasi

mengembangkan perekonomian Indonesia khususnya di sektor Usaha Mikro,

Kecil dan Menengah (UMKM), umumnya usaha mikro yang mendapat

20

pelayanan keuangan dalam bentuk bantuan permodalan, pendapatannya

meningkat. Sebagai lembaga Financial Intermediary (lembaga perantara),

BPR memiliki salah satu fungsi pokok yaitu menyalurkan dana kepada

masyarakat dalam bentuk kredit.

Menurut Undang-Undang No. 10 tahun 1998 (pasal 1, butir 11), kredit

adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu,

berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank

dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi

utangnya setelah jangka waktu tertentu, dengan pemberian bunga.

PD BPR Bank Salatiga selalu mengembangkan produk-produknya

terutama kredit, salah satunya pembiayaan kepada kelompok Usaha Mikro

Kecil Menengah, pedagang kaki lima dan bekerjasama dengan perusahaan

swasta serta instansi lainnya. Hal tersebut dilakukan karena wilayah pasar

terutama pengusaha kecil masih banyak yang harus dibiayai dalam memenuhi

kebutuhan modal. Selain itu, penyaluran dana dalam bentuk kredit ini

merupakan usaha pokok yang memberikan kelangsungan hidup dan

perkembangan usaha perbankan itu sendiri.

Walaupun usaha perkreditan merupakan sumber utama penghasilan

BPR namun untuk usaha ini dibutuhkan metode tersendiri dalam

pengelolaannya. Dalam menyalurkan dana atau kredit, BPR memiliki

jangkauan yang cukup luas bagi sendi-sendi kehidupan masyarakat luas.

Bukan hanya menyangkut segi-segi sosial namun juga menyangkut

kesejahteraan masyarakat.

21

Selama tahun 2007 sampai dengan tahun 2011 kualitas kredit PD BPR

Bank Salatiga mengalami peningkatan, dengan tingkat kesehatan bank dalam

kategori cukup sehat. Hal tersebut diproyeksikan akan terus mengalami

peningkatan di tahun-tahun selanjutnya.

Agar proyeksi tersebut dapat tercapai, maka penyaluran kredit harus

dilakukan secara aman dan sehat, tanpa mengesampingkan prinsip pemberian

kredit yang benar. Untuk dapat melaksanakan kegiatan perkreditan tersebut

sebelum menyalurkan kredit pada masyarakat atau calon debitur diperlukan

adanya manajemen kinerja kredit yang baik. Manajemen kinerja kredit dapat

berjalan dengan baik bila didukung dengan sumber daya manusia yang

handal, organisasi yang baik, kebijakan, pengawasan kredit, dan kegiatan

analisis kredit yang cermat.

Analisis kredit akan menjadi suatu pedoman yang penting karena

menyangkut dengan jalannya prosedur kegiatan perkreditan yang dijalankan

oleh bank setiap harinya yaitu dengan melakukan penilaian kredit dalam

segala aspek, baik keuangan maupun non-keuangan untuk mengetahui

kemungkinan dapat atau tidak dapat dipertimbangkan suatu permohonan

kredit, sehingga timbulnya kredit bermasalah dapat dicegah (Suyatno, dkk,

1995: 70).

Risiko yang dihadapi bank dalam pemberian kredit adalah timbulnya

kredit bermasalah atau kredit macet, yaitu suatu keadaan dimana debitur tidak

dapat memenuhi kewajiban atas pembayaran bunga dan pokok pinjaman atas

kredit yang mereka peroleh. Kredit macet merupakan masalah yang harus

22

memperoleh perhatian khusus karena tidak hanya dapat merugikan BPR

tetapi juga dapat membuat BPR dilikuidasi. Hal ini sangat memberikan

dampak buruk, sehingga perlu dilakukan upaya penanganan kredit macet

yang serius oleh BPR. Upaya yang dapat dilakukan BPR untuk menjaga

kualitas kreditnya dengan cara pelaksanaan kinerja kredit yang baik, karena

kinerja kredit dapat menentukan tingkat kesehatan bank tersebut.

Bahkan pemerintah telah menegaskan pentingnya penilaian tingkat

kesehatan bank yang dituangkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 10 Tahun 1998, pasal 29 ayat 2, yang menyatakan bahwa bank wajib

memelihara tingkat kesehatan bank sesuai dengan ketentuan kecukupan

modal, kualitas aset, kualitas manajemen, likuiditas, rentabilitas, solvabilitas,

dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank dan wajib melakukan

kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian.

Sebuah predikat kinerja suatu bank berdasarkan hasil identifikasi

tingkat kesehatan bank merupakan tolok ukur bagi manajemen bank dalam

menilai prestasi atas pengelolaan usahanya. Bank Indonesia menegaskan

pentingnya tingkat kesehatan bank karena dijadikan sebagai dasar dalam

menetapkan arah pembinaan dan pengembangan bank. Teridentifikasinya

tingkat kesehatan suatu bank sangat berarti bagi pihak-pihak yang

berkepentingan terhadap bank, baik bagi pemilik dan pengelola bank, bagi

masyarakat sebagai pengguna jasa bank dan juga bagi Bank Indonesia.

Motivasi penelitian ini adalah untuk mengetahui kondisi kesehatan PD

BPR Bank Salatiga berdasar kinerja kredit, apabila dianalisis dengan faktor

23

likuiditas dan kualitas aset, yang menggunakan rasio Loan to Deposit Rate

(LDR), Non Performing Loan (NPL), Kualitas Aset Produktif (KAP), dan

Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP), sesuai dengan pendekatan

Peraturan Bank Indonesia No. 9/ 17/ PBI/ 2007 tentang Tata Cara Penilaian

Tingkat Kesehatan Bank Perkreditan Rakyat (BPR), Surat Keputusan Direksi

Bank Indonesia No. 30/ 12/ KEP/ DIR, Surat Edaran Bank Indonesia (SE BI)

No. 30/ 3/ UPPB, dan Peraturan Bank Indonesia No. 8/ 19/ PBI/ 2006 tentang

Kualitas Aktiva Produktif dan Pembentukan Penyisihan Aktiva Produktif

Bank Perkreditan Rakyat.

Perbankan diharapkan selalu dalam kondisi sehat, sehingga bank tidak

akan merugikan masyarakat yang berhubungan dengan perbankan. Bank yang

beroperasi dan berhubungan dengan masyarakat diharapkan hanya bank yang

betul-betul sehat. Aturan tentang kesehatan bank yang diterapkan oleh Bank

Indonesia mencakup berbagai aspek dalam kegiatan bank mulai dari

penghimpunan dana sampai dengan penggunaan dan penyaluran dana

(Peraturan Bank Indonesia: 2007).

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan

penelitian pada PD BPR Bank Salatiga dengan judul penelitian “ANALISIS

TINGKAT KESEHATAN PD BPR BANK SALATIGA BERDASAR

KINERJA KREDIT TAHUN 2007-2011”.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka perumusan

masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah “bagaimana tingkat

24

kesehatan bank pada PD BPR Bank Salatiga berdasarkan kinerja kredit pada

tahun 2007-2011?”

D. Tujuan Penelitian

Bedasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka

tujuan yang ingin dicapai adalah untuk mengetahui tingkat kesehatan bank

PD BPR Bank Salatiga berdasar analisis kinerja kredit pada tahun 2007-2011.

E. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diperoleh pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagi pengelola bank

Hasil penelitian dari penulis diharapkan dapat menjadi bahan

pertimbangan pengambilan keputusan dan masukan dalam penyusunan

kebijakan yang berkaitan dengan analisis kinerja kredit, sehingga

perusahaan BPR dapat mencapai tingkat kesehatan dengan kategori yang

sehat.

2. Bagi nasabah

Bagi nasabah dapat melihat bagaimana pengaruh penyaluran kredit

dan keamanan nasabah dengan melihat risiko usaha dan kredit.

3. Bagi kalangan akademis

Sebagai referensi, informasi, pembanding hasil penelitian yang

berkaitan dengan analisis kinerja kredit, dan landasan penelitian

selanjutnya yang bersifat ilmiah guna mendukung upaya menjadikan

generasi berikutnya yang kritis dalam menganalisis masalah.

25

BAB II

ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

A. Tinjauan Pustaka

1. Kredit

a. Pengertian Kredit

Menurut Martono (2004: 52) kredit adalah pemberian prestasi

(berupa barang atau uang) dengan kontraprestasi yang akan terjadi pada

waktu yang akan datang.

Berdasarkan UU No.10 Tahun 1998 tentang Perbankan, yang

dimaksud dengan kredit adalah penyedia uang atau tagihan yang dapat

dipersamakan dengan itu, berdasar persetujuan atau kesepakatan

pinjam-meminjam antara pihak bank dengan pihak lain yang

mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka

waktu dengan pemberian bunga.

Jadi, kredit merupakan pemindahan dana kepada para debitur

pemohon kredit untuk mendapatkan keuntungan atas jasa yang

diberikan kepada peminjam, didasarkan pada kepercayaan dan

persetujuan kedua belah pihak atas pinjaman setelah jangka waktu

tertentu dengan jumlah bunga yang telah disepakati.

b. Unsur-unsur Kredit

Menurut Martono (2004: 53) unsur-unsur yang terkandung

dalam pemberian fasilitas kredit adalah sebagai berikut:

1) Kepercayaan

26

Kepercayaan merupakan keyakinan pemberi kredit (bank)

bahwa kredit yang diberikan baik berupa uang, atau jasa akan benar-

benar diterima kembali di masa tertentu, di masa datang.

2) Kesepakatan

Kesepakatan dituangkan dalam suatu perjanjian yang masing-

masing pihak menandatangani hak dan kewajibannya masing-

masing.

3) Jangka Waktu

Jangka waktu mencakup masa pengembalian kredit yang

telah disepakati. Jangka waktu tersebut merupakan batas

pengembalian kredit yang diberikan sesuai yang telah disepakati.

4) Resiko

Suatu resiko yang akan dihadapi sebagai akibat dari adanya

jangka waktu yang memisahkan antara pemberian prestasi dengan

kontra prestasi yang akan diterima di kemudian hari. Semakin lama

kredit yang diberikan semakin tinggi pula tingkat resikonya.

c. Fungsi dan Tujuan Kredit Perbankan dalam Perekonomian,

Perdagangan, dan Keuangan

Menurut Suyatno, dkk (1995: 16), fungsi kredit perbankan

adalah

1) Kredit pada hakikatnya dapat meningkatkan daya guna uang

2) Kredit dapat meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang

3) Kredit dapat meningkatkan daya guna dan peredaran barang

27

4) Kredit sebagai salah satu stabilitas ekonomi

5) Kredit menimbulkan kegairahan berusaha masyarakat

6) Kredit adalah jembatan untuk meningkatkan pendapatan nasional

7) Kredit sebagai alat hubungan ekonomi internasional

Adanya pemberian fasilitas kredit oleh suatu bank mempunyai

tujuan-tujuan tertentu. Tujuan pemberian kredit menurut Martono

(2004: 52) adalah:

1) Mencari keuntungan

Tujuan utama pemberian kredit adalah untuk memperoleh

keuntungan. Hasil keuntungan yang diperoleh berupa bunga yang

akan diterima oleh bank sebagai balas jasa dan biaya administrasi

kredit yang dibebankan kepada nasabah. Keuntungan ini penting

untuk kelangsungan hidup bank.

2) Membantu usaha nasabah

Untuk membantu usaha nasabah yang memerlukan dana, baik

dana untuk investasi maupun untuk modal kerja. Dengan dana

tersebut debitur dapat mengembangkan dan memperluas usahanya.

3) Membantu pemerintah

Semakin banyak kredit yang disalurkan berupa dana kepada

masyarakat dalam rangka peningkatan pembangunan khususnya di

sektor riil. Keuntungan bagi pemerintah yaitu penerimaan pajak yang

diperoleh dari nasabah bank, membuka kesempatan kerja, dan

meningkatkan jumlah barang dan jasa.

28

d. Jenis Kredit

Jenis kredit yang diberikan oleh perbankan dapat dibedakan dari

berbagai macam sudut pandang yaitu sifat penggunaan, keperluan,

jangka waktu, dan jaminan atas kredit yang diberikan bank. Menurut

Martono (2004: 53) jenis-jenis kredit tersebut antara lain:

1) Kredit menurut tujuannya dibedakan menjadi dua, yaitu:

a) Kredit Konsumtif

Kredit yang digunakan untuk membiayai pembelian barang-

barang atau jasa-jasa yang dapat memberikan kepuasan langsung

terhadap kebutuhan manusia.

b) Kredit Produktif

Peranan kredit produktif digunakan untuk peningkatan

usaha, baik usaha-usaha produktif, perdagangan maupun

investasi.

2) Kredit menurut kegunaannya dibedakan menjadi dua, yaitu:

a) Kredit Investasi

Kredit yang biasa digunakan untuk keperluan perluasan

usaha atau membangun proyek atau pabrik baru yang masa

pemakaiannya untuk suatu periode yang relatif lebih lama.

b) Kredit Modal Kerja

Kredit yang digunakan untuk keperluan meningkatkan

produksi dalam operasionalnya.

29

3) Jenis kredit menurut jangka waktunya dibedakan menjadi tiga, yaitu:

a) Kredit Jangka Pendek

Kredit jangka pendek yaitu kredit yang berjangka waktu

maksimal satu tahun. Misalnya, kredit modal kerja.

b) Kredit Jangka Menengah

Kredit jangka menengah yaitu kredit yang berjangka waktu

antara satu tahun hingga tiga tahun. Misalnya, kredit investasi

yang relatif memiliki jumlah yang tidak terlalu besar.

c) Kredit Jangka Panjang

Kredit jangka panjang yaitu kredit yang berjangka waktu

lebih dari tiga tahun. Misalnya, kredit investasi seperti pembelian

mesin-mesin berat, pembangunan gedung, pabrik, kredit

pemilikan rumah (KPR).

4) Kredit menurut sumber dananya dibedakan menjadi dua, yaitu:

a) Kredit yang Berasal dari Tabungan Masyarakat

Kredit yang berasal dari tabungan masyarakat yaitu

pemberian kredit karena adanya kelebihan pendapatan masyarakat

yang dikumpulkan dalam bentuk tabungan.

b) Kredit yang Berasal dari Penciptaan Uang Baru

Kredit yang berasal dari penciptaan uang baru yaitu

pemberian kredit yang dananya dibiayai oleh penambahan uang

yang beredar yang telah ada.

30

5) Kredit menurut jaminannya dibedakan menjadi dua, yaitu:

a) Kredit Dengan Jaminan

Kredit dengan jaminan yang diberikan dengan suatu

jaminan tertentu, dapat berbentuk barang berwujud atau tidak

berwujud.

b) Kredit Tanpa Jaminan

Kredit tanpa jaminan yang diberikan tanpa jaminan barang

atau orang tertentu. Penyerahan persediaan barang sebagai agunan

dilakukan dengan akses kepercayaan, sehingga barang itu sendiri

tetap berada dalam perusahaan.

6) Kredit menurut sektor usaha

Kredit menurut sektor usaha meliputi kredit pertanian,

perkebunan, industri, perdagangan, pariwisata, pendidikan

(pembangunan prasarana gedung), dan kredit profesi (guru, dosen,

pengacara, dokter).

e. Tingkat Kesehatan Bank BPR

Penilaian kesehatan suatu bank perkreditan rakyat (BPR) dapat

dilihat dari berbagai aspek yang berpengaruh terhadap kondisi dan

perkembangan suatu BPR. Menurut Susilo, dkk (2000: 22) mangartikan

kesehatan suatu bank merupakan kemampuan suatu bank untuk

melakukan kegiatan operasional perbankan secara normal dan mampu

memenuhi semua kewajibannya dengan baik dengan cara-cara yang

sesuai dengan peraturan perbankan yang berlaku.

31

Pemerintah telah menegaskan pentingnya penilaian tingkat

kesehatan bank yang dituangkan dalam Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 10 Tahun 1998, 10 November 1998 pasal 29 ayat 2,

yang menyatakan bahwa bank wajib memelihara tingkat kesehatan

bank sesuai dengan ketentuan kecukupan modal, kualitas aset, kualitas

manajemen, likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, dan aspek lain yang

berhubungan dengan usaha bank dan wajib melakukan kegiatan usaha

sesuai dengan prinsip kehati-hatian.

Hal-hal yang terkait dengan penilaian tingkat kesehatan bank

menurut Latumaerisa (2011: 309) antara lain:

1) Hasil penilaian ditetapkan dalam empat predikat yaitu: Sehat, Cukup

Sehat, Kurang Sehat, dan Tidak Sehat.

2) Bobot setiap faktor CAMEL adalah Permodalan 30%, Kualitas Aset

Produktif 30%, Manajemen 20%, Rentabilitas 10%, Likuiditas 10%.

3) Pelaksanaan ketentuan yang sanksinya dikaitkan dengan penilaian

tingkat kesehatan BPR meliputi pelanggaran dan atau pelampauan

teradap ketentuan Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK),

pelanggaran ketentuan Penerapan Mengenal Nasabah (KYC),

pelanggaran ketentuan transparansi informasi produk BPR, dan

penggunaan data pribadi nasabah.

4) Faktor-faktor yang dapat menggugurkan penilaian tingkat kesehatan

BPR menjadi kategori “Tidak Sehat”, yaitu perselisihan internal,

campur tangan pihak di luar manajemen BPR, window dressing,

32

praktik bank dalam bank, kesulitan keuangan, dan praktik perbankan

lain yang dapat membahayakan kelangsungan usaha BPR.

2. Analisis Kredit

Menurut Suyatno, dkk (1995: 70), analisis kredit merupakan suatu

pedoman yang penting karena menyangkut dengan jalannya prosedur

kegiatan perkreditan yang dijalankan oleh bank setiap harinya yaitu

dengan melakukan penilaian kredit dalam segala aspek, baik keuangan

maupun non-keuangan untuk mengetahui kemungkinan dapat atau tidak

dapat dipertimbangkan suatu permohonan kredit sehingga timbulnya

kredit macet dapat dicegah.

Adapun tujuan dari analisis kredit menurut Sunarti (2007: 14)

adalah:

a. Menilai kelayakan calon debitur yang akan memperoleh dana bank.

b. Untuk menekan resiko atau memperoleh keyakinan bahwa kredit yang

diberikan akan dibayar kembali sesuai dengan perjanjian.

c. Untuk menentukan jumlah pinjaman yang sesuai dengan kebutuhan

peminjam.

3. Prinsip Penilaian Kredit

Penilaian kredit dengan The Five’s C’S of Credit Analysis

(penjelasan UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan) adalah sebagai

berikut:

33

a. Character, adalah kepribadian dan moral calon debitur yang selalu

harus diteliti secara seksama, terutama dalam menghadapi calon debitur

yang baru.

b. Capacity, adalah kemampuan calon nasabah dalam membayar kredit

yang dihubungkan dengan kemampuannya mengelola bisnis serta

kemampuannya mencari laba.

c. Capital, adalah sumber-sumber pembiayaan yang dimiliki nasabah

terhadap usaha yang akan dibiayai oleh bank.

d. Collateral, adalah jaminan yang diberikan calon nasabah baik yang

bersifat fisik maupun non fisik.

e. Condition, adalah kondisi ekonomi sekarang dan yang akan datang

sesuai sektor masing-masing.

Prinsip-prinsip penilaian kredit menurut Martono (2004: 57-59),

yaitu:

a. Personality, merupakan penilaian dari segi kepribadiannya atau tingkah

lakunya sehari-hari maupun masa lalunya.

b. Party, merupakan pengklasifikasian calon debitur berdasarkan variabel

tertentu seperti modal, loyalitas, dan karakternya.

c. Purpose, merupakan penilaian terhadap tujuan nasabah dalam

mengambil kredit, termasuk jenis yang diinginkan nasabah.

d. Prospect, merupakan penilaian usaha nasabah di masa yang akan

datang apakah menguntungkan atau tidak.

34

e. Payment, merupakan ukuran bagaimana cara nasabah mengembalikan

kredit yang telah diambil atau dari sumber mana saja untuk

pengembalian kredit yang diperolehnya.

f. Profitability, merupakan penilaian kemampuan calon debitur dalam

mencari laba.

g. Protection, merupakan analisis kredit yang bertujuan menjaga kredit

yang akan disalurkan dengan melalui suatu perlindungan tertentu

seperti jaminan kebendaan, jaminan orang atau asuransi.

Penilaian kredit dengan prinsip 3R untuk kredit berskala besar

menurut Yuliantin (2010: 26) adalah sebagai berikut:

a. Return, merupakan penilaian kemampuan perusahaan calon debitur

untuk memperoleh hasil atas kredit yang akan ditanamkannya.

b. Repayment Capacity, adalah penganalisaan kemampuan membayar

kembali kredit beserta bunganya dan kesesuaian dengan schedule

pembayaran kembali kredit yang akan diterimanya.

c. Risk Bearing Ability, merupakan penganalisaan kemampuan suatu

proyek mengahadapi dan menanggung resiko beserta bunganya.

4. Kualitas Kredit

Sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor: 8/ 18/ PBI/ 2006

tentang Kualitas Aktiva Produktif Bank Perkreditan Rakyat, maka kualitas

kredit untuk BPR digolongkan ke beberapa keadaan yaitu:

a. Lancar (L), berarti tidak terdapat tunggakan angsuran pokok dan bunga.

35

b. Kurang Lancar (KL), berarti ada keterlambatan dalam pembayaran

angsuran pokok dan bunga, tetapi debitur masih membayar dan dapat

ditoleransi.

c. Diragukan (D), berarti selalu terlambat cukup lama dalam pembayaran

angsuran pokok dan bunga, tetapi debitur masih membayar dan sulit

ditoleransi.

d. Macet (M), berarti menunggak dan tidak lagi membayar angsuran dan

bunga.

Aktiva Produktif dalam bentuk kredit diklasifikasikan menjadi 3

(tiga) jenis sebagai berikut (Peraturan Bank Indonesia, 2006):

a. Kredit dengan angsuran, diluar Kredit Pemilikan Rumah, dengan masa

angsuran: Kurang dari 1 (satu) bulan,1 (satu) bulan atau lebih.

b. Kredit dengan angsuran, untuk Kredit Pemilikan Rumah.

c. Kredit tanpa angsuran.

Penilaian terhadap kualitas kredit dilakukan berdasarkan ketepatan

membayar dan atau kemampuan membayar kewajiban oleh debitur dengan

kriteria sebagai berikut:

a. Kualitas kredit dengan masa angsuran kurang dari 1 (satu) bulan

ditetapkan sebagai berikut:

1.) Lancar dengan kriteria sebagai berikut:

a) Tidak terdapat tunggakan angsuran pokok dan atau bunga.

b) Terdapat tunggakan angsuran pokok dan atau bunga tidak lebih

dari 1 (satu) bulan dan kredit belum jatuh tempo.

36

2.) Kurang Lancar dengan kriteria sebagai berikut:

a) Terdapat tunggakan angsuran pokok dan atau bunga lebih dari 1

(satu) bulan tetapi tidak lebih dari 3 (tiga) bulan.

b) Kredit telah jatuh tempo tidak lebih dari 1 (satu) bulan.

3.) Diragukan dengan kriteria sebagai berikut:

a) Terdapat tunggakan angsuran pokok dan atau bunga lebih dari 3

(tiga) bulan tetapi tidak lebih dari 6 (enam) bulan.

b) Kredit telah jatuh tempo lebih dari 1 (satu) bulan tetapi tidak

lebih dari 2 (dua) bulan.

4.) Macet dengan kriteria sebagai berikut:

a) Terdapat tunggakan angsuran pokok dan atau bunga lebih dari 6

(enam) bulan.

b) Kredit telah jatuh tempo lebih dari 2 (dua) bulan.

c) Kredit telah diserahkan kepada Badan Urusan Piutang Negara

(BUPN)

d) Kredit telah diajukan penggantian ganti rugi kepada perusahaan

asuransi kredit.

b. Kualitas kredit dengan masa angsuran 1 (satu) bulan atau lebih

ditetapkan sebagai berikut:

1.) Lancar dengan kriteria sebagai berikut:

a) Tidak terdapat tunggakan angsuran pokok dan atau bunga.

b) Terdapat tunggakan angsuran pokok dan atau bunga tidak lebih

dari 3 (tiga) kali angsuran dan kredit belum jatuh tempo.

37

2.) Kurang Lancar dengan kriteria sebagai berikut:

a) Terdapat tunggakan angsuran pokok dan atau bunga lebih dari 3

(tiga) kali angsuran tetapi tidak lebih dari 6 (enam) kali

angsuran.

b) Kredit telah jatuh tempo tidak lebih dari 1 (satu) bulan.

3.) Diragukan dengan kriteria sebagai berikut:

a) Terdapat tunggakan angsuran pokok dan atau bunga lebih dari 6

(enam) kali angsuran tetapi tidak lebih dari 12 (dua belas) kali

angsuran.

b) Kredit telah jatuh tempo lebih dari 1 (satu) bulan tetapi tidak

lebih dari 2 (dua) bulan.

4.) Macet dengan kriteria sebagai berikut:

a) Terdapat tunggakan angsuran pokok dan atau bunga lebih dari

12 (dua belas) kali angsuran.

b) Kredit telah jatuh tempo lebih dari 12 (dua belas) kali angsuran.

c) Kredit telah diserahkan kepada Badan Urusan Piutang Negara

(BUPN)

d) Kredit telah diajukan penggantian ganti rugi kepada perusahaan

asuransi kredit.

c. Kualitas kredit dengan angsuran, untuk Kredit Kepemilikan Rumah

ditetapkan sebagai berikut:

1.) Lancar dengan kriteria sebagai berikut:

a) Tidak terdapat tunggakan angsuran pokok dan atau bunga.

38

b) Terdapat tunggakan angsuran pokok dan atau bunga tidak lebih

dari 6 (enam) kali angsuran dan kredit belum jatuh tempo.

2.) Kurang Lancar dengan kriteria sebagai berikut:

a) Terdapat tunggakan angsuran pokok dan atau bunga lebih dari 6

(enam) kali angsuran tetapi tidak lebih dari 9 (sembilan) kali

angsuran.

b) Kredit telah jatuh tempo tidak lebih dari 1 (satu) bulan.

3.) Diragukan dengan kriteria sebagai berikut:

a) Terdapat tunggakan angsuran pokok dan atau bunga lebih dari 9

(sembilan) kali angsuran tetapi tidak lebih dari 30 (tiga puluh)

kali angsuran.

b) Kredit telah jatuh tempo lebih dari 1 (satu) bulan tetapi tidak

lebih dari 2 (dua) bulan.

4.) Macet dengan kriteria sebagai berikut:

a) Terdapat tunggakan angsuran pokok dan atau bunga lebih dari

30 (tiga puluh) kali angsuran.

b) Kredit telah jatuh tempo lebih dari 2 (dua) bulan.

c) Kredit telah diserahkan kepada Badan Urusan Piutang Negara

(BUPN)

d) Kredit telah diajukan penggantian ganti rugi kepada perusahaan

asuransi kredit.

d. Kualitas kredit tanpa angsuran ditetapkan sebagai berikut :

1.) Lancar dengan kriteria sebagai berikut:

39

a) Tidak terdapat tunggakan angsuran bunga.

b) Terdapat tunggakan angsuran bunga tidak lebih dari 3 (tiga)

kali angsuran dan kredit belum jatuh tempo.

2.) Kurang Lancar dengan kriteria sebagai berikut:

a) Terdapat tunggakan angsuran bunga lebih dari 3 (tiga) kali

angsuran tetapi tidak lebih dari 6 (enam) kali angsuran.

b) Kredit telah jatuh tempo tidak lebih dari 1 (satu) bulan.

3.) Diragukan dengan kriteria sebagai berikut:

a) Terdapat tunggakan angsuran bunga lebih dari 6 (enam) kali

angsuran tetapi tidak lebih dari 12 (dua belas) kali angsuran.

b) Kredit telah jatuh tempo lebih dari 1 (satu) bulan tetapi tidak

lebih dari 2 (dua) bulan.

4.) Macet dengan kriteria sebagai berikut:

a) Terdapat tunggakan angsuran bunga lebih dari 12 (dua belas)

kali angsuran.

b) Kredit telah jatuh tempo lebih dari 2 (dua) bulan.

c) Kredit telah diserahkan kepada Badan Urusan Piutang Negara

(BUPN)

d) Kredit telah diajukan penggantian ganti rugi kepada perusahaan

asuransi kredit.

5. Kinerja Perkreditan

Kinerja kredit adalah penilaian yang digunakan untuk mengukur

apakah tujuan perkreditan dapat tecapai atau tidak. Apakah terdapat

40

peningkatan terhadap kinerja keuangan bank atau tidak (Muljono, 1995:

23). Kinerja keuangan yang kurang baik dapat menjadikan perusahaan

bangkrut atau bahkan dapat terancam akan likuidasi.

Dalam mengukur kinerja perkreditan apakah tujuannya dapat

dicapai atau tidak, dapat digunakan analisis dengan rasio yang meliputi

rasio Loan to Deposit Ratio (LDR), Non Performing Loan’s (NPL),

Kualitas Aktiva Produktif (KAP), dan Penyisihan Penghapusan Aktiva

Produktif (PPAP). Rasio-rasio tersebut harus diukur menurut standar atau

tolok ukur yang sesuai. Tolok ukur yang paling sederhana adalah

membandingkan rasio-rasio suatu bank terhadap rasio-rasio untuk periode

terdahulu (Sunarti, 2007: 24; Martono, 2004: 92). Ukuran yang dipakai

untuk mengukur kinerja perkreditan adalah:

a. Loan to Deposit Ratio (LDR)

LDR merupakan rasio yang mengukur tingkat kesehatan bank

ditinjau dari aspek likuiditas. Jika dibandingkan dengan beberapa rasio

aspek likuiditas yang lain, pada dasarnya rasio likuiditas

membandingkan antara aktiva dengan pasiva, namun berbeda dalam

interpretasi. Jika LDR semakin besar persentasenya, maka semakin

rawan (buruk) likuiditasnya, dan jika rasio likuiditas yang lain semakin

besar persentasenya, maka likuiditasnya semakin baik. LDR merupakan

satu-satunya rasio dengan faktor pembentuk utama adalah kredit yang

diberikan, walaupun termasuk aset, tetapi tidak bisa dijadikan sebagai

41

aset lancar, karena kredit berasal dari piutang bank dan memiliki jangka

waktu pengembalian tertentu.

LDR mengukur kemampuan bank dalam mengelola dana

dengan membandingkan besarnya pinjaman yang diberikan oleh bank

dengan besarnya simpanan (Budisantoso dan Sigit, 2006: 54). Besarnya

LDR dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Kredit sebagaimana yang dimaksud dalam perhitungan ini

meliputi:

1) Kredit yang diberikan kepada masyarakat dikurangi dengan bagian

sindikasi yang dibiayai oleh bank lain.

2) Penanaman kepada bank lain, dalam bentuk kredit yang diberikan

dengan jangka waktu lebih dari tiga bulan.

3) Penanaman kepada bank lain, dalam bentuk kredit dalam rangka

kredit sindikasi.

Dana yang dimaksud dalam perhitungan tersebut meliputi:

1) Deposito dan tabungan masyarakat.

2) Pinjaman bukan dari bank lain dengan jangka waktu lebih dari 3

bulan.

3) Modal Inti.

4) Modal Pinjaman.

Rasio tersebut untuk mengetahui kemampuan bank dalam

membayar kembali kewajiban kepada para nasabahnya dengan menarik

42

kembali kredit-kredit yang telah diberikan kepada debiturnya.

Formulasi ini menjadi nilai kredit (NK), yaitu rasio 115% atau lebih

mendapat nilai 0, dan untuk setiap penurunan 1% mulai dari 115%

maka nilai kredit ditambah dengan 4, maksimum 100 (perhitungan NK

Murni=(115-Rasio LDR)×4); perhitungan NK Limit: Maksimal 100

dari NK Murni (SK DIR BI No 30/ 12/ KEP/ DIR).

Tabel II.1 Hasil Penilaian LDR menurut Ketentuan Bank Indonesia

Kategori Hasil Penilaian

Sehat Cukup Sehat Kurang Sehat Tidak Sehat

≤ 94,75% > 94,75% - ≤ 98,50% > 98,50% - ≤ 102,25%

> 102,25% Sumber: SK DIR BI No 30/ 12/ KEP/ DIR

b. Non Performing Loan’s (NPL)

NPL merupakan rasio yang mengukur tingkat kesehatan bank

ditinjau dari aspek kualitas aset. Dengan mengunakan rasio NPL maka

dapat diketahui risiko kredit yang terjadi. Nilai NPL mencerminkan

risiko kredit, semakin kecil NPL maka semakin kecil pula risiko kredit

yang ditanggung oleh bank. Semakin tinggi NPL, maka semakin

menurun kinerja atau profitabilitas bank tersebut, karena dengan

tingginya NPL maka kredit bermasalah yang dialami oleh bank juga

semakin tinggi dibandingkan dengan aktiva produktifnya. Sehingga

akan berakibat pada perolehan pendapatan dari kredit yang diberikan,

yang berpengaruh langsung pada menurunnya laba dan profitabilitas

bank tersebut (Budi Santoso dan Sigit, 2006: 55).

43

Rasio NPL digunakan untuk mengukur sejauh mana kredit yang

bermasalah (dalam kolektibilitas Kurang Lancar (KL), Diragukan (D),

dan Macet (M)) yang ada dapat dipenuhi dengan aktiva produktif yang

dimiliki oleh suatu bank.

Rumus yang digunakan untuk mengukur NPL adalah sebagai

berikut:

NPL = × 100%

Tabel II.2 Hasil Penilaian NPL menurut Ketentuan Bank Indonesia

Kategori Hasil Penilaian

Sehat Cukup Sehat Kurang Sehat Tidak Sehat

≤ 5% > 5% - ≤ 10%

> 10% s/d ≤ 20% > 20%

Sumber: SK DIR BI No 30/ 12/ KEP/ DIR

c. Kualitas Aktiva Produktif (KAP)

Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor: 8/ 19/ PBI/ 2006

tentang Kualitas Aktiva Produktif dan Pembentukan Penyisihan Aktiva

Produktif Bank Perkreditan Rakyat, disebutkan bahwa:

Kinerja dan kelangsungan usaha Bank Perkreditan Rakyat dipengaruhi oleh kualitas penyediaan dana pada aktiva produktif, termasuk kesiapan untuk menghadapi resiko kerugian dari penyediaan dana tersebut. Dalam rangka mengembangkan usaha dan mengelola risiko, pengurus Bank Perkreditan Rakyat wajib menjaga kualitas aktiva produktif dan membentuk penyisihan penghapusan aktiva produktif.

Menurut Peraturan Bank Indonesia (2006), aktiva produktif

adalah penyedia dana BPR dalam Rupiah untuk memperoleh

pengasilan, dalam bentuk kredit, Sertifikat Bank Indonesia dan

44

Penempatan Dana Antar Bank. Untuk dapat menjaga kualitas aktiva

produktif, maka digunakan rasio KAP untuk dapat mengetahui kualitas

aset sehubungan dengan risiko kredit dan investasi dana antar bank

pada portofolio yang berbeda. Salah satu komponen penghitungan rasio

KAP adalah aktiva produktif yang diklasifikasikan, yaitu aktiva

produktif baik yang sudah maupun yang mengandung potensi tidak

memberikan penghasilan atau menimbulkan kerugian bagi bank

(Peraturan Bank Indonesia, 2006). Adapun cara pengklasifikasian ini

mengikuti cara penilaian kolektibilitas yang diatur dalam SE BI No.23/

12/ BPPP tanggal 28 Desember 1991:

1) 0% dari aktiva produktif yang tergolong lancar.

2) 50% dari aktiva produktif yang tergolong kurang lancar.

3) 75% dari aktiva produktif yang tergolong diragukan.

4) 100% dari aktiva produktif yang tergolong macet.

Rasio KAP dapat dihitung dengan rumus (Sunarti, 2007:29):

KAP =

Perhitungan NK Murni:

Tabel II.3 Hasil Penilaian KAP menurut Ketentuan Bank Indonesia

Kategori Hasil Penilaian

Sehat Cukup Sehat Kurang Sehat Tidak Sehat

≤ 10,35% > 10,35% - ≤ 12,60% > 12, 60% - ≤ 14, 85%

> 14, 85% Sumber: SK DIR BI No 30/ 12/ KEP/ DIR; PBI No 8/ 19/ PBI/ 2006

45

d. Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP)

PPAP merupakan penyisihan yang wajib dibentuk oleh BPR

sebesar persentase tertentu dari baki debet berdasarkan penggolongan

kualitas aktiva produktif, untuk menutup resiko kerugian, yang

tergolong dalam penilaian kualitas aset (Latumaerisa, 2011: 308).

Sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor: 8/ 19/ PBI/

2006 tentang Kualitas Aktiva Produktif dan Pembentukan PPAP adalah

sebagai berikut:

1) 0,5 × Aktiva Produktif Lancar

2) 10% × (Aktiva Produktif Kurang Lancar – Nilai Agunan)

3) 50% × (Aktiva Produktif Diragukan – Nilai Agunan)

4) 100% × (Aktiva Produktif Macet – Nilai Agunan)

Nilai agunan yang diperhitungkan sebagai pengurang dalam

pembentukan PPAP diatur dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor:

8/ 19/ PBI/ 2006, pasal 12 ayat 3, ditetapkan sebagai berikut:

1) 100% dari agunan yang bersifat likuid, berupa Sertifikat Bank

Indonesia, tabungan, dan deposito yang diblokir pada bank yang

bersangkutan disertai dengan surat kuasa pencairan emas dan logam

mulia;

2) 80% dari nilai hak tanggungan untuk agunan berupa tanah,

bangunan, dan rumah bersertifikat hak milik (SHM), atau hak guna

bangunan (SHGB) yang diikat dengan hak tanggungan;

46

3) 60% dari nilai jual objek pajak untuk agunan berupa tanah,

bangunan, dan rumah bersertifikat hak milik (SHM) atau hak guna

bangunan (SHGB), hak pakai tanpa tanggungan;

4) 50% dari nilai jual objek pajak untuk agunan berupa tanah dengan

bukti kepemilikan berupa Surat Girik (Letter C) yang dilampiri surat

pemberitahuan pajak terutang (SPPT) terakhir;

5) 50% dari nilai pasar untuk agunan berupa kendaraan bermotor yang

disertai bukti kepemilikan dan diikat sesuai ketentuan yang berlaku.

PPAP dapat dihitung dengan rumus:

PPAP =

Perhitungan: Rasio PPAP × 1 (maksimal 100)

Tabel II.4 Hasil Penilaian PPAP menurut Ketentuan Bank Indonesia

Kategori Hasil Penilaian

Sehat Cukup Sehat Kurang Sehat Tidak Sehat

≥ 81,00% ≥ 66,00% - < 81,00% ≥ 51,00% - < 66,00%

< 51,00% Sumber: SK DIR BI No 30/ 12/ KEP/ DIR; PBI No 8/ 19/ PBI/ 2006

B. Pembahasan

Cara mengukur tingkat kesehatan bank berdasar kinerja kredit

didasarkan pada Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia (Surat Keputusan

Dirjen BI) No. 30/ 12/ KEP/ DIR, Surat Edaran Bank Indonesia (SE BI)

No. 30/ 3/ UPPB, dan Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 8/ 19/ PBI/ 2006

yang mengatur tentang Kualitas Aktiva Produktif dan Pembentukan

Penyisihan Aktiva Produktif Bank Perkreditan Rakyat.

47

Dalam penelitian ini, penilaian tingkat kesehatan PD BPR Bank

Salatiga berdasarkan kinerja kredit menggunakan beberapa rasio (LDR, NPL,

KAP, dan PPAP) yang didasarkan pada neraca dan rekapitulasi nominatif

kredit dari PD BPR Bank Salatiga tahun 2007 sampai dengan tahun 2011.

1. Loan to Deposit Ratio (LDR)

LDR merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur

perbandingan antara jumlah kredit yang diberikan dengan dana yang

diterima oleh bank. Dengan analisis rasio ini PD BPR Bank Salatiga akan

mengetahui seberapa besar efisiensi penggunaan dana yang diterima oleh

bank untuk membiayai permohonan kredit oleh debitur.

Rasio LDR yang digunakan penulis dalam mengukur tingkat

kesehatan bank ditinjau dari aspek likuiditas akan menjelaskan tentang

kesehatan rasio LDR tahun 2007 sampai dengan tahun 2011 serta trend

pertumbuhan tingkat kesehatan LDR. Hal tersebut dilakukan dengan

tujuan untuk mengetahui sejauh mana ketergantungan PD BPR Bank

Salatiga terhadap penarikan kembali kredit yang telah diberikan untuk

membayar kembali kewajiban kepada para deposannya. Berdasarkan data

yang diperoleh, LDR PD BPR Bank Salatiga selama tahun 2007 sampai

dengan tahun 2011 ditunjukan dengan tabel di bawah ini.

48

Tabel II.5 Perhitungan Loan to Deposit Rate (LDR) PD BPR Bank Salatiga

Tahun 2007-2011

Tahun Kredit yang Diberikan Dana yang Diterima LDR Predikat

(a) (b) (c) (d) (e) 2007

Rp38.288.155.000,00 Rp75.317.356.000,00 50,

84% Sehat

2008 Rp41.830.046.068,00 Rp77.671.135.192,00

53, 86% Sehat

2009 Rp58.950.539.000,00 Rp4.032.769.500,00

62, 69% Sehat

2010 Rp79.294.647.000,00

Rp106.805.429.000,00

74, 24% Sehat

2011 Rp86.713.286.000,00 Rp98.896.502.000,00

87, 68% Sehat

Sumber: Data sekunder yang telah diolah Keterangan:

LDR: (Kredit yang Diberikan÷ Dana yang Diterima)×100

Tabel II.6 Rekapitulasi Perhitungan Tingkat Kesehatan LDR PD BPR Bank

Salatiga Tahun 2007-2011

Tahun LDR Tingkat Kesehatan LDR

NK Murni

NK Limit

Predikat

2007 50,84% 0,00% 256,64 100 Sehat 2008 53,86% 5,94% 244,56 100 Sehat 2009 62,69% 16,39% 209,24 100 Sehat 2010 74,42% 18,71% 162,32 100 Sehat 2011 87,68% 17,82% 109,28 100 Sehat Rata 65,90% 11,77% 196,41 100 Sehat

Sumber: Data sekunder yang telah diolah Keterangan:

a. Perhitungan Pertumbuhan Tingkat Kesehatan LDR: Tahun 2008: ((53,86-50,84): 50,84) × 100 = 5, 94 Tahun 2009: ((62,69-53,86): 53,86) × 100 = 16,39 Tahun 2010: ((74,42-62,69): 62,69 )× 100 = 18,71 Tahun 2011: ((87,68-74,42): 74,42) × 100 = 17,82

b. Perhitungan NK Murni: ( c. NK Limit: Maksimal 100 dari NK Murni

49

Sumber: Data sekunder yang telah diolah Gambar 2.1 Grafik Perkembangan LDR PD BPR Bank Salatiga Tahun 2007-2011

Bersumber dari perhitungan yang ditunjukkan dalam Tabel II.5 PD

BPR Bank Salatiga dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2011 terus

mengalami kenaikan. Hasil perolehan LDR pada tahun 2007 sebesar

50,84%, tahun 2008 sebesar 53,86%, tahun 2009 sebesar 62,69%, tahun

2010 sebesar 74,42% dan tahun 2011 juga mengalami kenaikan menjadi

sebesar 87,68%. Kenaikan LDR yang terjadi dari tahun ke tahun tersebut

dikarenakan jumlah dana yang diperlukan untuk membiayai kredit menjadi

semakin besar.

Dari Tabel II.6 terlihat bahwa kondisi kesehatan rasio LDR selama

5 tahun dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2011 menunjukkan kondisi

sehat, dengan perolehan nilai kredit murni masing-masing pada tahun 2007

sebesar 256,64 angka kredit, tahun 2008 sebesar 244,56 angka kredit,

tahun 2009 sebesar 209,24 angka kredit, tahun 2010 sebesar 162,32 angka

kredit, dan tahun 2011 menurun namun masih di atas batas maksimal

menjadi sebesar 109,28 angka kredit.

50

Kondisi LDR secara umum baik yang ditunjukkan dengan rata-rata

nilai kredit limit sebesar 100 angka kredit. Hal ini berarti PD BPR Bank

Salatiga memiliki kemampuan untuk membayar kembali kewajiban

kepada para deposannya.

Selama 5 tahun terakhir dari tahun 2007 sampai tahun 2011

pertumbuhan tingkat kesehatan LDR cenderung mengalami kenaikan

dengan rata-rata peningkatan sebesar 11,77%. Kenaikan yang terjadi

tersebut disebabkan jumlah dana yang diterima meningkat lebih pesat

dibandingkan dengan kredit yang diberikan.

2. Non Performing Loan (NPL)

Dengan analisis NPL ini PD BPR Bank Salatiga dapat mengukur

dan mengetahui sejauh mana kredit bermasalah yang ada dan keberhasilan

PD BPR Bank Salatiga dalam menekan terjadinya kredit bermasalah.

Kredit yang bermasalah dikategorikan dalam kolektibilitas Kurang Lancar

(KL), Diragukan (D), dan Macet (M). Salah satu risiko yang muncul akibat

semakin kompleksnya kegiatan perbankan adalah munculnya NPL yang

semakin besar. Atau dengan kata lain, semakin besar skala operasi suatu

bank, maka aspek pengawasan semakain menurun, sehingga NPL semakin

besar atau risiko kredit semakin besar.

NPL mencerminkan risiko kredit, namun NPL juga menunjukkan

kemampuan bank dalam menghasilkan keuntungan melalui penyaluran

kredit.

25

Tabel II. 7 Tabel Perhitungan Non Performing Loan (NPL) PD. BPR Bank Salatiga Tahun 2007-2011

Tahun Kredit yg diberikan (Rp)

Kolektibilitas (dalam Rupiah) NPL PREDIKAT

Lancar Kurang Lancar Diragukan Macet

2007 38.288.155.000

35.038.155.000

1.295.000.000

1.027.500.000

927.500.000 8,49% Cukup Sehat

2008 41.830.046.068

39.280.046.068

1.250.000.000

628.000.000

672.000.000 6,10% Cukup Sehat

2009 58.950.539.000

55.552.145.125

493.239.940

282.370.450

2.622.783.485 5,76% Cukup Sehat

2010 79.294.647.000

76.077.554.000

1.477.190.000

510.973.000

1.228.930.000 4,06% Sehat

2011 86.713.286.000

83.266.946.000

905.818.000

891.776.000

1.648.746.000 3,97% Sehat

Rata-rata

61.015.334.614

57.842.969.239

1.084.249.588

668.123.890

1.419.991.897 5,68% Cukup Sehat

Sumber : Data Sekunder yang telah diolah

Keterangan:

Perhitungan NPL = (

51

52

Tabel II.8 Rekapitulasi Perhitungan Tingkat Pertumbuhan Non Performing

Loan (NPL) PD BPR Bank Salatiga Tahun 2007-2011

Tahun NPL (%) Naik/ Turun NPL (%) 2007 8,49% 0,00% 2008 6,10% -28,15% 2009 5,76% -5,57% 2010 4,06% -29,51% 2011 3,97% -2,22%

Rata-rata 5,68% -13,09% Sumber: Data sekunder yang telah diolah

Keterangan : Perhitungan Pertumbuhan Tingkat Kesehatan NPL:

Tahun 2008: ((6,10 - 8,49) ÷ 8,49)× 100 = - 28,15 Tahun 2009: ((5,76 - 6,10) ÷ 6,10) × 100 = -5,57 Tahun 2010: ((4,06 - 5,76) ÷ 5,76) × 100 = -29,51 Tahun 2011: ((3,97 -4,06)÷ 4,06) × 100 = -2,22

Sumber: Data sekunder yang telah diolah Gambar 2.2 Grafik Perkembangan NPL PD BPR Bank Salatiga Tahun 2007-2011

Bersumber dari perhitungan yang ditunjukkan dalam Tabel II.7 di

atas dapat dilihat bahwa dari tahun ke tahun NPL PD BPR Bank Salatiga

mengalami penurunan, dari tahun 2007 sebesar 8,49%, tahun 2008 sebesar

52

53

6,10%, tahun 2009 sebesar 5,76%, tahun 2010 sebesar 4,06% dan tahun

2011 menjadi sebesar 3,97%. Meskipun mengalami penurunan, kondisi

kesehatan NPL selama 5 tahun terakhir menunjukkan kondisi cukup sehat

dengan NPL rata-rata sebesar 5,68%.

Dari Tabel II.8 dan Grafik 2.1 di atas dapat dilihat bahwa selama 5

tahun terakhir pertumbuhan tingkat NPL PD BPR Bank Salatiga

cenderung mengalami penurunan dengan rata-rata sebesar 13,09%.

Dengan adanya penurunan ini menunjukkan bahwa PD BPR Bank Salatiga

mampu menekan terjadinya kredit bermasalah.

3. Kualitas Aktiva Produktif (KAP)

Rasio ini digunakan oleh PD BPR Bank Salatiga untuk

menganalisis kinerja dan kelangsungan usaha, yang dipengaruhi oleh

kualitas penyediaan dana pada aktiva produktif. Hal ini dilakukan dengan

tujuan untuk mengetahui kemampuan dan persentase kerugian yang terjadi

pada PD BPR Bank Salatiga dari jumlah aktiva produktif yang telah

ditanamkan baik dalam bentuk kredit maupun bentuk penanaman dana

lainnya dalam usaha untuk meningkatkan keuntungan.

Penulis menggunakan rasio KAP karena kualitas aktiva produktif

menunjukkan produktivitas pengelolaan bank, karena menjadi sumber

penghasilan utama bagi BPR, namun juga memiliki risiko yang paling

tinggi diatara faktor-faktor lainnya. Penilaian KAP ini didasarkan pada

penggolongan kolektibilitas (Lancar, Kurang Lancar, Diragukan, atau

Macet).

54

Tabel II.9 Perhitungan Rasio KAP PD BPR Bank Salatiga Tahun 2007-2011

Tahun Jml AP yg

Diklasifikasikan Jumlah AP Rasio KAP

NK Murni Predikat

2007 Rp2.345.625.000,00 Rp38.288.155.000,00 6,13% 109,13 SEHAT 2008 Rp1.768.000.000,00 Rp41.830.046.068,00 4,23% 121,80 SEHAT 2009 Rp2.021.078.034,00 Rp58.950.539.000,00 3,43% 127,13 SEHAT 2010 Rp2.350.754.750,00 Rp83.392.148.000,00 2,82% 131,20 SEHAT 2011 Rp2.770.487.000,00 Rp90.092.585.000,00 3,08% 129,47 SEHAT Rata Rp2.251.188.957,00 Rp62.510.694.614 3,94% 123,75 SEHAT

Sumber: Data sekunder yang telah diolah Keterangan:

a. AP: Aktiva Produktif b. Rasio KAP: Jumlah Aktiva Produktif yang Diklasifikasikan ÷ Jumlah

Aktiva Produktif)×100 c. NK Murni: (22,5– Rasio KAP) ÷ 0,15

Tabel II.9 di atas menunjukkan bahwa pada tahun 2007 PD BPR

Bank Salatiga mempunyai kualitas aktiva produktif sebesar 6,13%, pada

tahun 2008 hingga tahun 2010 mengalami penurunan kualitas aktiva

produktif masing-masing menjadi sebesar 4,23% pada tahun 2008, 3,43%

pada tahun 2009, dan 2,82% pada tahun 2010, sedangkan pada tahun 2011

mengalami kenaikan dengan perolehan rasio KAP sebesar 3,08%. Hasil

perhitungan rasio KAP yang mangalami penurunan pada tahun 2008

sampai dengan tahun 2010 tersebut disebabkan oleh kenaikan aktiva

produktif dan kenaikan aktiva produktif yang diklasifikasikan. Pada tahun

2011 perolehan KAP naik dari tahun sebelumnya yang disebabkan oleh

kenaikan yang terjadi pada aktiva produktif dan aktiva produktif yang

diklasifikasikan namun tidak signifikan.

Selama 5 tahun terakhir (2007-2011) menunjukkan hasil yang

memuaskan yakni rasio kualitas produktif dengan angka rata-rata sebesar

55

3,94% dengan capaian nilai rata-rata kredit murni sebesar 123,75 angka

kredit.

Tabel II.10 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Rasio KAP PD BPR Bank Salatiga

Tahun 2007-2011

Tahun Rasio KAP NK Murni KAP NK Limit Predikat

2007 6,13% 109,13 0,00 100 SEHAT 2008 4,23% 121,80 -31,00 100 SEHAT 2009 3,43% 127,13 -18,91 100 SEHAT 2010 2,82% 131,20 -17,78 100 SEHAT 2011 3,08% 129,47 9,22 100 SEHAT Rata 3,94% 123,75 -11,69 100 SEHAT

Sumber: Data sekunder yang telah diolah Keterangan: a. Perhitungan Tingkat Kesehatan KAP:

Tahun 2008 = ((4,23-6,13) ÷ 6,13) × 100 = -31,00 Tahun 2009 = ((3,43-4,23) ÷ 4,23) × 100 = -18,91 Tahun 2010 = ((2,82-3,43) ÷ 3,43) × 100 = -17,78 Tahun 2011 = ((3,08-2,82) ÷ 2,82) × 100 = 9,22

b. NK Limit: Maksimal 100

Sumber: Data sekunder yang telah diolah

56

Gambar 2.3 Grafik Perkembangan Rasio KAP PD BPR Bank Salatiga Tahun 2007-2011

Dari Tabel II.10 dan Grafik di atas menunjukkan kondisi kesehatan

bank berdasarkan perhitungan rasio Kualitas Aktiva Produktif (KAP) PD

BPR Bank Salatiga dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2011 dalam

kondisi sehat. Dilihat dari pertumbuhan tingkat kesehatan rasio KAP dari

tahun 2007 sampai dengan tahun 2011, tingkat kesehatan berdasarkan

rasio KAP dari tahun ke tahun mengalami penurunan rata-rata sebesar

11,69 %.

4. Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP)

Rasio ini digunakan oleh PD BPR Bank Salatiga untuk mengukur

pemenuhan Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP) yang telah

dibentuk oleh bank terhadap Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif

yang wajib dibentuk oleh bank (PPAWD). PPAP yang diperhitungkan

telah disesuaikan dengan Peraturan Bank Indonesia No. 8/ 19/ PBI/ 2006

tentang Kualitas Aktiva Produktif dan Pembentukan PPAP

Tabel II.11 Perhitungan Rasio PPAP PD BPR Bank Salatiga Tahun 2007-2011

Thn PPAP yang Telah

Dibentuk PPAP WD Rasio PPAP

NK Murni Predikat

2007 Rp986.426.000,00 Rp1.075.207.575,00 91,74% 91,74 SEHAT

2008 Rp543.711.427,00 Rp764.911.330,00 71,08% 71,08 CUKUP SEHAT

2009 Rp503.353.000,00 Rp931.742.822,00 54,02% 54,02 KURANG

SEHAT

2010

Rp1.027.606.000,00 Rp1.412.957.675,00 72,73% 72,73 CUKUP SEHAT

2011

Rp1.510.957.000,00 Rp1.795.816.925,00 84,14% 84,14 SEHAT

Rata Rp914.410.685,00 Rp1.196.127.265,00 74,74% 74,74 CUKUP SEHAT

Sumber: Data sekunder yang telah diolah

57

Keterangan: a. Rasio PPAP: (Jumlah PPAP yang telah dibentuk ÷ Jumlah PPAPWD) ×

100 b. NK Murni: rasio PPAP × 1

Tabel II.12 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Tingkat Kesehatan Rasio PPAP PD

BPR Bank Salatiga Tahun 2007-2011

Thn Rasio PPAP (%)

NK Murni

Pert. Tkt Kesehatan PPAP

NK Limit Predikat

2007 91,74 91,74 0,00 0,00 SEHAT

2008 71,08 71,08 -22,52 71,08 CUKUP SEHAT

2009 54,02 54,02 -24,00 54,02 KURANG SEHAT

2010 72,73 72,73 34,64 72,73 CUKUP SEHAT

2011 84,14 84,14 15,69 84,14 SEHAT

Rata 74,74 74,74 0,76 56,39 CUKUP SEHAT

Sumber: Data sekunder yang telah diolah

Keterangan: a. Perhitungan Pertumbuhan Tingkat Kesehatan PPAP:

Tahun 2008: ((71,08-91,74)÷91,74)×100=-22,52 Tahun 2009: ((54,02-71,08)÷71,08)×100= -24,00 Tahun 2010: ((72,73-54,02)÷54,02)×100= 34,64 Tahun 2011: ((84,14-72,73)÷72,73)×100= 15,69

b. NK Murni: Rasio PPAP × 1

Sumber: Data sekunder yang telah diolah Gambar 2.4 Grafik Perkembangan Rasio PPAP PD BPR Bank Salatiga Tahun 2007-2011

58

Berdasarkan Lampiran V, Tabel II.11, Tabel II.12, dan

Grafik pada Gambar 2.3 di atas dapat dilihat bahwa pada tahun

2007 PD BPR Bank Salatiga mempunyai PPAP sebesar 91,74%,

pada tahun-tahun berikutnya mengalami penurunan PPAP sebesar

71,08% pada tahun 2008 dan 54,02% pada tahun 2009. Penurunan

yang terjadi tersebut disebabkan oleh turunnya PPAP yang telah

dibentuk dan naiknya PPAPWD. Pada tahun 2010 mengalami

kenaikan dengan hasil perhitungan PPAP sebesar 72,73% dan

tahun 2011 juga mengalami kenaikan dengan hasil perhitungan

PPAP sebesar 84,14%. Kenaikan yang terjadi tersebut disebabkan

oleh naiknya PPAP yang telah dibentuk dan naiknya PPAPWD.

Selama tahun 2007 sampai dengan tahun 2011 kondisi

kesehatan PD BPR Bank Salatiga berdasarkan rasio PPAP dalam

kondisi cukup sehat. Hal ini ditunjukkan dengan rata-rata nilai

kredit murni selama 5 tahun terakhir (2007-2011) sebesar 74,74%

dengan pertumbuhan tingkat kesehatan rasio PPAP yang

mengalami kenaikan sebesar 0,76 %.

59

BAB III

TEMUAN

Berikut ini hasil rangkuman dari perhitungan analisis tingkat kesehatan

bank berdasarkan kinerja kredit dengan rasio Loan to Deposit Rate (LDR), Non

Performing Loan (NPL), Kualitas Aktiva Produktif (KAP), dan Penyisihan

Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP) pada PD BPR Bank Salatiga untuk periode

2007-2011.

Tabel III.1 Rangkuman Hasil Perhitungan Rasio LDR, NPL, KAP, dan PPAP PD BPR

Bank Salatiga Periode 2007-2011

Keterangan Tahun Rata-

rata Predika

t 2007 2008 2009 2010 2011

Rasio LDR 50,84% 53,86

% 62,69% 74,42% 87,68% 65,90

% SEHAT

Rasio NPL 8,49% 6,10% 5,76% 4,06% 3,97% 5,68% CUKU

P SEHAT

Rasio KAP 6,13% 4,23% 3,43% 2,82% 3,08% 3,94% SEHAT

Rasio PPAP

91,74% 71,08%

54,02% 72,73% 84,14% 74,74%

CUKUP

SEHAT Sumber: Data sekunder yang telah diolah

A. Ditinjau dari Rasio Loan to Deposit Rate (LDR)

Loan to Deposit Rate (LDR) selama periode tahun 2007 sampai

dengan tahun 2011 mengalami kenaikan dari tahun ke tahun dengan rata-rata

perolehan LDR sebesar 65,90%, dan rata-rata peningkatan sebesar 11,77%

setiap tahunnya. Kenaikan yang terjadi selama 5 tahun berturut-turut tersebut

disebabkan karena jumlah dana yang diperlukan untuk membiayai kredit

60

menjadi semakin besar. Padahal, pembiayaan bukanlah aktiva yang paling

likuid, bila sewaktu-waktu nasabah hendak mencairkan dana depositonya

maka bisa jadi penyimpan dana tidak bisa segera mencairkan rekening

simpanannya, karena dananya tertanam dalam pembiayaan yang belum jatuh

tempo. Oleh karena itu, meskipun rata-rata rasio LDR selama periode 2007

sampai dengan tahun 2011 dalam predikat sehat, bank harus lebih berhati-hati

dalam menyalurkan dana kepada masyarakat.

B. Ditinjau dari Rasio Non Performing Loan (NPL)

Non Performing Loan (NPL) selama periode tahun 2007 sampai

dengan tahun 2011 mengalami penurunan rata-rata sebesar 13,09% dengan

perolehan rata-rata NPL sebesar 5,68%. Penurunan rasio NPL yang terjadi

tersebut dikarenakan fluktuasi nilai kredit dalam kolektibilitas kurang lancar,

diragukan, dan macet yang cenderung mengalami penurunan. Penurunan NPL

yang terjadi dapat diartikan bahwa kinerja dan profitabilitas bank yang

semakin meningkat karena terjadinya kredit bermasalah dapat ditekan.

C. Ditinjau dari Rasio Kualitas Aktiva Produktif (KAP)

Kualitas Aktiva Produktif (KAP) selama periode tahun 2007 sampai

dengan tahun 2011 mengalami penurunan rata-rata sebesar 11,69% dengan

perolehan rata-rata KAP sebesar 3,94%, hal tersebut dapat diartikan bahwa

setiap Rp100,00 penanaman dana aktiva produktif mengandung potensi

kerugian rata-rata sebesar 3,94%. Penurunan rata-rata rasio KAP yang terjadi

tersebut disebabkan oleh kenaikan aktiva produktif dan kenaikan aktiva

produktif yang diklasifikasikan.

61

D. Ditinjau dari Rasio Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP)

Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP) selama periode

tahun 2007 sampai dengan tahun 2011 mengalami kenaikan rata-rata sebesar

0,76% dengan perolehan rata-rata PPAP sebesar 74,74%. Kenaikan tersebut

disebabkan oleh PPAP yang telah dibentuk mengalami kenaikan dan

PPAPWD yang juga mengalami kenaikan. Hal tersebut berarti setiap

Rp100,00, kewajiban untuk memenuhi PPAPWD guna menutup terjadinya

resiko kerugian atas penanam dalam aktiva produktif yang sudah dibentuk

dengan rata-rata sebesar Rp74,74.

62

BAB IV

PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil analisis tingkat kesehatan PD BPR Bank Salatiga

berdasar kinerja kredit pada tahun 2007-2011, dengan menggunakan rasio

Loan to Deposit Rate (LDR), Non Performing Loan (NPL), Kualitas Aktiva

Produktif (KAP) dan Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP),

maka tingkat kesehatan PD BPR Bank Salatiga dalam kondisi cukup sehat.

Hal tersebut dikarenakan PD BPR Bank Salatiga mampu untuk menjaga

keseimbangan kinerja kredit jika ditinjau dari rasio LDR, NPL, KAP, dan

PPAP. Selain itu, kinerja kredit yang mengalami peningkatan yang

ditunjukkan dengan jumlah kredit yang disalurkan dengan kolektibilitas

lancar terus meningkat dari tahun ke tahun yang diimbangi dengan

peningkatan jumlah dana yang diterima oleh bank. Kinerja kredit PD BPR

Bank Salatiga pada tahun 2011 merupakan kinerja yang paling baik

dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, hal ini terlihat dari hasil

perhitungan keempat rasio tersebut yang menunjukkan predikat sehat.

Berdasarkan pembahasan analisis kinerja kredit PD BPR. Bank

Salatiga dan temuan pada bab-bab sebelumnya, maka penulis dapat menarik

kesimpulan sebagai berikut:

1. Loan to Deposit Rate (LDR)

Tingkat kesehatan LDR pada PD BPR Bank Salatiga periode

tahun 2007 sampai dengan tahun 2011 sesuai dengan Surat Keputusan

63

Dirjen BI No. 30/ 12/ KEP/ DIR dalam kondisi sehat. Dengan demikian,

secara umum hasil perolehan LDR di PD BPR Bank Salatiga dengan

kategori memuaskan yang ditunjukkan dengan rata-rata nilai kredit limit

LDR sebesar 100 angka kredit. Ini berarti penggunaan dana yang

diterima oleh bank untuk membiayai permohonan kredit yang diajukan

oleh debitur sudah efisien dan bank mampu membayar kembali

kewajiban kepada para deposannya. Hal tersebut ditunjukkan dengan

jumlah dana yang diterima oleh bank lebih besar dibandingkan dengan

jumlah kredit yang diberikan.

2. Non Performing Loan (NPL)

Tingkat kesehatan NPL pada PD BPR Bank Salatiga periode

tahun 2007 sampai dengan tahun 2011 sesuai dengan Surat Keputusan

Dirjen BI No. 30/ 12/ KEP/ DIR dalam kondisi cukup sehat, dengan NPL

rata-rata sebesar 5,68%. Dari tahun ke tahun hasil perhitungan NPL di

PD BPR Bank Salatiga mengalami penurunan, hal tersebut menunjukkan

bahwa PD BPR Bank Salatiga berhasil menekan terjadinya kredit

bermasalah.

3. Kualitas Aktiva Produktif (KAP)

Tingkat kesehatan KAP pada PD BPR Bank Salatiga periode

tahun 2007 sampai dengan tahun 2011 sesuai dengan Surat Keputusan

Dirjen BI No. 30/ 12/ KEP/ DIR dan PBI No. 8/ 19/ PBI/ 2006 dalam

kondisi sehat, dengan hasil perhitungan rata-rata KAP sebesar 3,94%.

Hal tersebut menunjukkan bahwa PD BPR Bank Salatiga memiliki

64

kemampuan untuk mengatasi resiko usaha yang terkandung dalam

komponen kredit yang diberikan apabila debitur gagal mengembalikan

sebagian atau seluruh kredit yang telah diterima bank.

4. Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP)

Tingkat kesehatan PPAP pada PD BPR Bank Salatiga periode

tahun 2007 sampai dengan tahun 2011 sesuai dengan Surat Keputusan

Dirjen BI No.30/ 12/ KEP/ DIR dan PBI No. 8/ 19/ PBI/ 2006 dalam

kondisi cukup sehat, dengan hasil perhitungan rata-rata PPAP sebesar

74,74%. Hal ini berarti pembentukan PPAP yang dilakukan oleh PD BPR

Bank Salatiga cukup sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia, sehingga

PPAP yang dibentuk dapat digunakan untuk mengatasi resiko usaha yang

timbul atas kredit yang diberikan.

B. Saran

Berdasarkan hasil analisis, temuan-temuan, dan simpulan di atas,

maka penulis dapat memberikan beberapa saran untuk meningkatkan

perkembangan PD BPR Bank Salatiga sebagai berikut:

1. Meskipun selama periode tahun 2007 sampai dengan tahun 2011 LDR

yang diperoleh PD BPR Bank Salatiga dalam kondisi sehat, akan tetapi

bank sebaiknya lebih cermat dalam menyalurkan kredit atau pelepasan

dana yang dihimpun kepada masyarakat, mengingat pengembalian dana

dari kredit masih sangat diandalkan oleh bank untuk mengembalikan

dana yang telah diterima oleh bank.

65

2. Sehubungan dengan kondisi NPL pada PD BPR Bank Salatiga selama

tahun 2007 sampai dengan tahun 2011 dalam kondisi cukup sehat,

hendaknya PD BPR Bank Salatiga harus lebih cermat dan berhati-hati

dalam menyalurkan kredit yang disesuaikan dengan prosedur dan

peraturan yang berlaku, sehingga dapat menekan timbulnya kredit

bermasalah, serta segera melakukan penanganan dan penagihan secara

intensif ketika terjadi kredit bermasalah.

3. Melihat perkembangan rasio untuk komponen kualitas aktiva produktif

yang terus menurun dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2010 dan

mengalami kenaikan yang tidak signifikan pada tahun 2011, sebaiknya PD

BPR Bank Salatiga lebih ketat dalam melakukan analisis terhadap calon

nasabah baru dan melakukan upaya penanggulangan kredit non lancar

seperti pembentukan tim pemantau yang kompetitif dalam penanganan

kredit bermasalah serta mengelola dan menjaga kualitas aktiva produktif,

khususnya dalam penyaluran kredit kategori lancar. Dengan upaya

tersebut kredit yang berkategori non lancar dapat dikurangi dan dapat

menurunkan kredit yang diklasifikasikan.

4. Sehubungan dengan kondisi PPAP pada PD BPR Bank Salatiga selama

tahun 2007 sampai dengan tahun 2011 dalam kondisi cukup sehat,

hendaknya PD BPR Bank Salatiga harus memperhatikan pembentukan

PPAP yang disesuaikan dengan ketentuan Bank Indonesia yaitu Peraturan

Bank Indonesia No.8/ 19/ PBI/ 2006 untuk mengantisipasi resiko usaha

(bermasalah) yang sewaktu-waktu timbul.