BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar...
Transcript of BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar...
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negara agraris yang kaya akan sumber daya alam.
Hingga saat ini sebagian besar penduduk Indonesia memanfaatkan sumberdaya
alam untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan 50% lebih tenaga kerja di
pedesaan terserap di sektor pertanian (Salikin, 2003). Sektor pertanian juga
berperan penting sebagai penghasil pangan untuk memenuhi kebutuhan pangan
bagi penduduk yang semakin lama jumlahnya semakin bertambah. Kebutuhan
akan pangan merupakan kebutuhan yang paling penting, sehingga ketahanan
pangan bagi masyarakat harus tetap terjamin.
Ketahanan pangan merupakan kondisi terpenuhinya pangan yang tercemin
dari ketersediaan pangan yang cukup baik dalam jumlah maupun mutu, aman,
merata dan terjangkau oleh masyarakat. Dalam rangka mewujudkan ketahanan
pangan nasional, pemerintah berupaya untuk meningkatkan produktivitas dan
kualitas hasil pertanian melalui penerapan teknologi budidaya pertanian dengan
penggunaan sarana produksi sesuai dengan yang direkomendasikan pada masing-
masing wilayah. Sarana produksi yang mempunyai peranan sangat penting dalam
peningkatan produktivitas dan kualitas pertanian antara lain adalah pupuk.
(Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian, 2012)
Pupuk merupakan bahan yang digunakan untuk mengubah sifat fisik,
kimia, atau biologi tanah sehingga kesuburan tanah tetap terjaga dan dapat
membantu pertumbuhan tanaman. Pada kondisi pupuk tersedia diprediksi bahwa
adopsi penggunaan pupuk anorganik oleh petani padi akan semakin meningkat
dan mencapai 80-90%. Bukan hanya kebutuhan pupuk anorganik saja yang
mengalami peningkatan, kebutuhan pupuk organik pun juga semakin bertambah.
(Irawan dkk., 2012). Upaya pemenuhan kebutuhan pupuk nasional tidak terlepas
dari kinerja 5 perusahaan pupuk besar di Indonesia yakni PT. Petrokimia Gresik,
PT. Pupuk Sriwidjaya Palembang, PT. Pupuk Kujang, PT. Pupuk Iskandar Muda
dan PT. Pupuk Kaltim (www.pupuk-indonesia.com/id/produk-a-jasa/produk-
pupuk-indonesia/pupuk, 2013).
PT. Pupuk Kalimantan Timur yang terletak di Kota Bontang Provinsi
Kalimantan Timur menjadi salah satu perusahaan pupuk terbesar penghasil pupuk
urea (pupuk nitrogen) dengan kandungan nitrogen 46%, pupuk majemuk NPK,
pupuk organik dan amonia. Saat ini PT. Pupuk Kaltim memiliki 5 unit produksi
yakni unit produksi pabrik Kaltim 1 (K1), pabrik Kaltim 2 (K2), pabrik Kaltim 3
(K3), pabrik Kaltim 4 (K4), dan POPKA. Unit produksi pabrik Kaltim 1 (K1)
memiliki kapasitas produksi urea sebanyak 700.000 ton/tahun dan amonia sebesar
595.000 ton/tahun. Unit produksi pabrik Kaltim 2 (K2) memiliki kapasitas
produksi urea 570.000 ton/tahun dan amonia 595.000 ton/tahun. Unit produksi
Kaltim 3 (K3) memiliki kapasitas produksi urea sebesar 570.000 ton/tahun dan
amonia 330.000 ton/tahun. Unit produksi pabrik Kaltim 4 (K4) memiliki kapasitas
produksi urea 570.000 ton/tahun dan amonia 330.000 ton/tahun. Unit produksi yg
terakhir yakni pabrik POPKA memiliki kapasitas produksi 570.000 ton/tahun.
(www.pupukkaltim.com/ina/pabrik-profil-unit-produksi/#, 2013). Namun,
persaingan ekonomi tidaklah cukup jika hanya didukung oleh kapasitas produksi
pupuk yang tinggi karena tantangan dunia saat ini juga meliputi pemenuhan
permintaan konsumen terkait pola produksi pupuk yang tetap mengedepankan
isu-isu lingkungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
Pengelolaan lingkungan hidup ialah upaya yang dilakukan untuk
melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran atau
kerusakan lingkungan hidup. Kegiatan pelestarian fungsi lingkungan hidup dapat
dilakukan dengan cara mengidentifikasi, mengevaluasi dan mengendalikan emisi
udara, limbah cair, limbah B3, limbah padat dan memanfaatkan sumberdaya
secara efisien. Namun dalam penelitian ini ditelaah lebih lanjut mengenai kualitas
limbah cair kegiatan industri pupuk di PT. Pupuk Kalimantan Timur dan juga
kualitas air laut di sekitar outlet buangan limbah cair.
Kegiatan produksi dalam skala besar yang dilakukan oleh suatu kegiatan
industri akan menghasilkan limbah cair dalam jumlah yang besar pula. Limbah
cair dalam jumlah besar dan memiliki potensi untuk mengganggu fungsi
lingkungan. Bila kualitas limbah cair yang merupakan hasil samping dari kegiatan
produksi itu buruk kualitasnya dan berpotensi mengganggu fungsi lingkungan
maka limbah cair tersebut harus melalui proses pengelolaan kualitas air limbah
sebelum akhirnya dibuang kedalam sistem lingkungan yaitu perairan laut.
Pengelolaan kualitas air limbah dilakukan sesuai dengan jumlah dan karakteristik
limbah cair yang dihasilkan, dengan tujuan agar kualitas air tetap terjamin dalam
kondisi alamiahnya. Limbah cair yang dihasilkan oleh kegiatan industri pupuk
pabrik Kaltim 1 (K1), Kaltim 2 (K2), Kaltim 3 (K3), Kaltim 4 (K4), POPKA di
PT. Pupuk Kalimantan Timur ini harus memenuhi baku mutu limbah cair yang
berdasar pada Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 560 Tahun
2009. Baku mutu limbah cair yang mengacu pada Keputusan Menteri Negara
Lingkungan Hidup No. 560 Tahun 2009 ini merupakan acuan dalam mengukur
kadar pencemar dan atau unsur pencemar yang ditenggangkan keberadaannya
dalam air limbah industri PT. Pupuk Kalimantan Timur.
Limbah cair kegiatan industri pupuk yang selanjutnya akan dibuang
kedalam perairan laut juga harus memenuhi baku mutu yang telah ditetapkan
karena apabila unsur yang terkandung pada limbah cair tersebut melebihi ambang
batas maka akan dapat menyebabkan pencemaran. Perairan laut sangat potensial
untuk mengalami pencemaran. Pencemaran yang terjadi di perairan laut dapat
menyebabkan terjadinya bioakumulasi serta memberikan dampak buruk bagi
biota laut dan manusia. Penyebaran pencemaran dari sumber utama ke perairan
laut dapat disebabkan oleh karakteristik fisik dan kimia perairan laut yang
meliputi interaksi proses-proses fisik termasuk arus pantai dan pasang surut, sifat
kimia termasuk masukan nutrien. (Leal et al., 2009). Potensi pencemaran limbah
cair industri pada badan perairan laut bukan hanya dipengaruhi oleh sifat fisik dan
kimia saja. Interaksi proses fisik badan perairan laut berupa arus dan pasang surut
juga akan sangat mempengaruhi tingkat persebaran pencemaran pada badan
perairan laut, maka dari itu kegiatan pemantauan kualitas air menjadi sangat
penting untuk dilakukan.
Pengelolaan kualitas air limbah dan air laut dengan kegiatan pemantauan
kualitas air yang mengacu pada Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup
No. 560 Tahun 2009 dan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 51
Tahun 2004 ini bertujuan sebagai langkah awal untuk melakukan proteksi
terhadap keanekaragaman dan bagian dari upaya pemanfaatan sumberdaya secara
bijaksana sehingga dapat tercipta pembangunan yang berkelanjutan dan
mendukung terciptanya keseimbangan antar dimensi ekonomi, sosial dan ekologi.
1.2 Rumusan Masalah
Pupuk merupakan sarana produksi yang memiliki peranan penting dalam
peningkatan produktivitas dan kualitas pertanian di Indonesia. Penggunaan pupuk
dilakukan dengan tujuan untuk mengubah sifat fisik, kimia atau biologi tanah
sehingga kesuburan tanah tetap terjaga. Telah diprediksi bahwa adopsi
penggunaan pupuk anorganik dan organik mengalami peningkatan dan untuk
dapat memenuhi kebutuhan pupuk nasional PT. Pupuk Kalimantan Timur
memiliki kapasitas besar untuk melakukan kegiatan produksi pupuk urea (pupuk
nitrogen) dengan kandungan nitrogen 46%, pupuk majemuk NPK, pupuk organik
dan amonia. PT. Pupuk Kalimantan Timur sebagai salah satu perusahaan pupuk
terbesar yang memproduksi ratusan ribu ton urea dan amonia. Kegiatan produksi
dalam skala besar yang dilakukan oleh industri pupuk akan menghasilkan limbah
cair dalam jumlah yang besar pula dan limbah cair yang dihasilkan oleh kegiatan
industri pupuk dan telah melalui proses pengelolaan di PT. Pupuk Kalimantan
Timur kemudian selanjutnya dibuang ke badan perairan laut.
Limbah cair kegiatan produksi pupuk di PT. Pupuk Kalimantan Timur
yang akan dibuang ke badan perairan laut harus memenuhi baku mutu kualitas air
limbah dengan mengacu pada Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.
560 Tahun 2009 untuk pabrik K1, K2, K3, K4 dan POPKA. Selanjutnya, untuk
mengetahui kualitas limbah cair yang akan dibuang ke badan perairan maka
kegiatan pemantauan kualitas limbah cair tersebut harus terus dilakukan. Selain
pemantauan kualitas limbah cair, pemantauan kualitas badan perairan yang
menjadi tempat buangan limbah cair juga harus dilakukan. Kegiatan pemantauan
kualitas badan perairan laut yang dilakukan PT. Pupuk Kalimantan Timur
mengacu pada Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 2004.
Adapun pertanyaan penelitian yang dibuat atas dasar rumusan masalah yang telah
diuraikan adalah sebagai berikut.
1. Bagaimana kualitas limbah cair yang dihasilkan oleh kegiatan industri
pupuk di PT. Pupuk Kalimantan Timur?
2. Bagaimana kualitas air laut di sekitar outlet buangan limbah cair PT. Pupuk
Kalimantan Timur?
3. Bagaimana sebaran kualitas air laut di sekitar outlet buangan PT. Pupuk
Kalimantan Timur?
1.3 Tujuan Penelitian
1. Mengetahui karakteristik kualitas limbah cair pada pabrik K1, K2, K3, K4,
POPKA dan membandingkannya dengan baku mutu air limbah kegiatan
industri pupuk yang ditetapkan oleh pemerintah melalui KEPMEN LH No.
560 Tahun 2009 untuk pabrik K1, K2, K3, K4, dan POPKA.
2. Mengkaji kualitas air laut di sekitar outlet buangan air limbah dengan
mengacu pada KEPMEN LH No. 51 Tahun 2004.
3. Mengetahui sebaran kualitas air perairan laut di sekitar outlet buangan PT.
Pupuk Kalimantan Timur
1.4 Sasaran Penelitian
1. Kualitas limbah cair pada outfall pabrik K1, K2, K3, K4, dan POPKA yang
meliputi parameter pH, Amonia sebagai NH3-N (mg/L), Minyak dan
Lemak (mg/L), COD (mg/L), TSS (mg/L), Total Kjeldahl Nitrogen
(mg/L).
2. Kualitas air laut di sekitar outlet buangan limbah cair PT. Pupuk
Kalimantan Timur meliputi parameter pH, Temperatur (oC), Amonia
sebagai NH3-N (mg/L).
3. Peta sebaran kualitas air laut
1.5 Kegunaan Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk menambah ilmu pengetahuan dalam studi
lingkungan mengenai kualitas air limbah industri pupuk di PT. Pupuk Kalimantan
Timur dan juga untuk menambah pengalaman mengenai pengujian kualitas air.
Hasil dari penelitian diharapkan dapat memberikan informasi mengenai kulitas air
limbah dan kualitas air laut di sekitar outlet buangan akhir limbah cair yang telah
disesuaikan dengan baku mutu. Hasil penelitian juga dapat mendukung kegiatan
analisis spasial pengaruh buangan limbah cair terhadap lingkungan sehingga
dapat diketahui secara jelas faktor-faktor yang dapat mempengaruhi nilai kualitas
air laut khususnya.
Hasil dari kegiatan penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi
yang benar dan jelas mengenai ada atau tidaknya penurunan kualitas pada limbah
cair dan kualitas air laut. Informasi mengenai kualitas air sangat penting bagi
pihak PT. Pupuk Kalimantan Timur maupun bagi masyarakat karena pada
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 82 Tahun 2001 telah disebutkan
bahwa setiap orang mempunyai hak yang sama atas kualitas air yang baik, dan
setiap orang mempunyai hak yang sama untuk mendapatkan informasi mengenai
kualitas air dan pengelolaan kualitas air hingga informasi potensi pencemaran.
1.6 Tinjauan Pustaka
1.6.1 Air Limbah dan Pencemaran Lingkungan
Air limbah adalah air buangan dari air bersih yang telah digunakan dan
dapat berasal dari masyarakat, rumah tangga, industri, air tanah dan air
permukaan serta buangan lainnya (Frick dan Setiawan, 2002). Zat-zat yang
terdapat dalam air buangan diantaranya adalah endapan atau padat, padat
tersuspensi, terlarut sebagai koloid, emulsi (Kodotie dan Sjarief, 2010). Air
buangan yang dikeluarkan oleh masing-masing kegiatan industri tergantung pada
banyak produk yang dihasilkan dan jenis produknya. Limbah cair industri dapat
berasal dari air yang digunakan pada proses produksinya, maupun berasal dari
bahan baku yang mengandung air sehingga dalam proses pengelolaannya air
tersebut harus dibuang. (Chandra, 2007). Penjelasan mengenai air buangan juga
telah disampaikan oleh Ehlers dan Steel pada tahun 1979 bahwa air buangan
adalah air yang dibawa oleh saluran pembuangan atau sewer.
Secara umum dari beberapa pengertian di atas yang dimaksud dengan
limbah cair kegiatan industri adalah air yang digunakan pada proses produksi
maupun yang berasal dari bahan baku yang mengandung air sehingga dalam
proses pengelolaannya air tersebut harus dibuang kembali ke lingkungan.
Sedangkan air buangan adalah air yang disalurkan melalui saluran pembuangan
(sewer) dapat berupa air limbah dari proses produksi atau bahan baku yang
mengandung air. Air buangan juga dapat pula berasal dari air pendingin mesin
dan lainnya yang telah digunakan.
Limbah baik berupa padatan maupun cairan merupakan konsekuensi logis
dari setiap pembangunan dan penyelenggaraan kegiatan industri. Limbah pada
suatu saat dan tempat tertentu keberadaannya tidak dikehendaki lingkungan
karena limbah yang mengandung bahan polutan dalam jumlah yang relatif sedikit
dapat berpotensi untuk menyebabkan pencemaran lingkungan, kerusakan
lingkungan hidup dan sumberdaya. (Philip, 2004). Lingkungan merupakan
kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup
didalamnya. Lingkungan merupakan ruang bagi komponen lingkungan untuk
dapat melangsungkan kehidupannya dengan kapasitas daya dukung untuk
adaptasi dari segala gangguan yang berasal dari aktifitas manusia termasuk
didalamnya adalah pencemaran lingkungan.
Pencemaran lingkungan adalah segala keadaan yang dapat memberikan
pengaruh buruk terhadap lingkungan dan juga dapat mengubah susunan
lingkungan (Tresna, 2009). Pencemaran lingkungan juga dapat diartikan sebagai
masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain
kedalam lingkungan oleh kegiatan manusia sehingga kualitas lingkungan
mengalami penurunan sampai pada tingkat tertentu yang dapat menyebabkan
lingkungan menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi sesuai dengan
peruntukannya (UU RI No. 23, 1997).
Masalah pencemaran lingkungan yang dominan pada dekade terakhir ini
adalah mengenai pencemaran air. Permasalah lingkungan mengenai pencemaran
air dapat diidentifikasi melalui kegiatan pemantauan kualitas air. Kegiatan
pemantauan kualitas air dilakukan untuk memperoleh gambaran mengenai kondisi
fisik dan kimia sehingga dapat diketahui karakteristiknya.
Identifikasi air yang tercemar dapat dilakukan secara visual maupun
melalui pemeriksaan laboratorium. Identifikasi secara visual dapat diketahui
melalui parameter fisik yang meliputi kekeruhan, suhu, warna air, rasa, bau yang
ditimbulkan dan indikasi lainnya. Sementara itu identifikasi melalui pemeriksaan
laboratorium dapat ditandai dengan adanya perubahan sifat kimia air yang bersifat
berbahaya, beracun dan melebihi baku mutu serta dengan menggunakan
identifikasi parameter biologi yang mencakup keberadaan plankton dan bakteri.
(Effendi, 2003).
Pencemaran air yang terjadi dapat menyebabkan penurunan kualitas air
sampai tingkat tertentu sehingga air tersebut tidak dapat berfungsi sesuai dengan
peruntukannya. Maka dari itu penting untuk dilakukan pengelolaan kualitas air
yang merupakan upaya untuk menjamin agar kualitas air tetap berada pada
kondisi alamiahnya. (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 82, 2001).
Pengelolaan kualitas air pada satu kegiatan industri harus memenuhi ketentuan
standar mutu, melalui baku mutu kualitas air limbah kegiatan industri sebagai
effluent standart maupun melalui baku mutu kualitas air laut sebagai stream
standart.
Upaya pengelolaan kualitas air merupakan bagian penting dari kegiatan
pengelolaan lingkungan hidup. Lingkungan hidup sebagai kesatuan ruang dengan
semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup, termasuk manusia dan
perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan hidup kesejahteraan manusia
serta makhluk lainnya yang akan membentuk suatu interaksi yang saling
mempengaruhi antara satu komponen lingkungan satu dengan lainnya. Proses
interaksi yang terjadi antara manusia dengan lingkungannya berwujud sebagai
ekosistem yang terdiri atas komunitas organisme dan lingkungan fisiknya saling
berinteraksi secara timbal-balik. (Siahaan, 2004). Adanya upaya pengelolaan
terhadap lingkungan tersebut idealnya dilakukan untuk menciptakan
kesinambungan pada wilayah yang didayagunakan.
1.6.2 Proses Produksi Unit Urea
Urea merupakan senyawa organik yang dikenal dengan rumus kimia CO
(NH2) atau dengan nama lain carbamide. Tahapan pembuatan urea meliputi
kegiatan persiapan bahan baku, tahap sintesis, resirkulasi, evaporasi dan finishing
(pemekatan), serta pengolahan air buangan (Syarifa dan Nurfitriyani, 2013).
Reaksi pembentukan urea pertama kali di temukan oleh Hilaire Rouelle pada
tahun 1773. Tahun 1828, Friedrich Woehler berhasil membuat urea melalui rekasi
berikut.
AgNCO + NH4Cl→ (NH2)2 CO + AgCl…………(1)
Kemudian pada tahun 1992, Bosh dan Meiser menemukan proses
pembuatan urea yang lebih efisien dibandingkan dengan proses yang di
kemukakan oleh Woehler secara sintesis dengan bahan dasar amonia dan
karbondioksida. (Overdahl et al., 1991 dalam Prabowo, 2009). Reaksi ini
kemudian dinamakan reaksi Bosh-Meiser dengan pembentukan urea sebagai
berikut.
2NH3 + CO2 ↔ H2N – COONH4………………(2)
H2N – COONH4 ↔ (NH2)2CO + H2O……...….(3)
Unit urea dari keempat pabrik K1, K2, K3 dan K4 secara umum
mempunyai proses yang sama, perbedaan hanya terletak pada proses komersial
tergantung pada lisensornya. Pabrik K1, K2, K3 menggunakan Stamicarbon,
sedangkan untuk pabrik K4 menggunakan proses Snam Progetti seperti yang
secara lebih rinci disajikan dalam Tabel 1.1.
Tabel 1.1 Rincian Proses Produksi Unit Urea
Rincian Snamprogetti Stamicarbon
Tekanan (atm) 130 140
Temperatur (oC) 180 – 190 170 – 190
Ratio NH3/ CO2 3,5 – 5 2
Proses daur
ulang
Internal Carbamate
Recycle
Internal Carbamate
Recycle
Pelucut Gas inert pada
tekanan reaktor
Gas CO2 pada
tekanan reaktor
Sumber : Anonim 2008
Pembuatan urea dilakukan atas dasar reaksi pembentukan carbamat dari
amonia dan karbondioksida, kemudian dilanjutkan dengan dehidrasi carbamat
menjadi urea dan air. Adapun reaksi pokok berlangsung sebagai berikut.
2NH3 + CO2 ↔ NH4OCONH2↔ NH2 CONH2 + H2O
a. Persiapan Bahan Baku
Gas CO2 dari unit amonia dikirimkan melalui udara dalam aliran, ditekan
dari tekanan 0,4 sampai 150 kg/cm2 dan dialirkan ke H2 converter yang
mengandung katalis platinum. Reaksi berlangsung antara O2 dan H2 membentuk
uap air untuk mencegah terjadinya campuran gas yang eksplosif. Reaksi
berlangsung exothermic sehingga suhu naik menjadi 142oC dan perlu didinginkan
sampai dengan temperatur 108oC sebelum dikirim ke reaktor urea.
Amonia cair bertekanan 26 kg/cm2 dan temperatur 30
oC ditekan sampai
dengan 180 kg/cm2 dan dipanaskan sampai dengan temperatur 75
oC dan
bersamaan dengan itu larutan carbamat dari scrubber dan gas CO2 dari HP
stripper masuk ke HP carbamat condenser bertekanan 144 kg/cm2, dan akan
terjadi pembentukan carbamat yang reaksinya bersifat exothermic, panas yang
dihasilkan dimanfaatkan kembali untuk pembangkit steam reactor dengan
tekanan steam 4 kg/cm2.
b. Sintesa
Larutan carbamat dari HP condenser dialirkan ke reaktor, dan dari proses
itu akan terjadi reaksi pembentukan urea. Hasil sintesa keluar dari reaktor
kemudian dimasukkan ke stripper untuk memisahkan gas CO2, amonia dan inert
gas dari larutan urea-carbamat lalu dimanfaatkan kembali dengan
mengkondensasinya di scrubber. Kemudian CO2 diubah menjadi urea dalam
reaktor sekitar 80%.
c. Resirkulasi
Larutan ammonium carbamat yang mengandung urea, air dan carbamat
yang tak terpisahkan dimasukkan ke stripper dan rectifier. Disini carbamat
diuraikan kembali menjadi NH3 dan CO2 dengan sistem ekspansi, selanjutnya gas
yang terbentuk dipisahkan untuk mendapatkan larutan pekat urea berkadar 73%
dan bersuhu 86oC dan kemudian larutan ini dimasukkan ke dalam tangki urea
(Urea Solution Storage Tank). Tangki tersebut merupakan tempat penampungan
sementara urea sebelum dilakukan proses pemurnian pada proses selanjutnya.
d. Evaporasi dan Finishing
Larutan pekat urea berasal dari resirkulasi yang ada di tangki urea,
dialirkan ke evaporator untuk diuapkan dan mendapatkan larutan urea dengan
kadar 99,7% dan suhu 140oC. Evaporator terdiri dari 2 tingkat yang bekerja pada
tekanan masing-masing 0,4 dan 0, 04 kg/cm2, kemudian larutan ini dipompakan
ke prilling tower (±50 meter) untuk pembutiran urea. Lelehan urea dari atas
menara disebarkan ke dalam bentuk tetesan kecil oleh prilling bucket dengan
kecepatan terkontrol. Selama tetesan urea jatuh terjadi proses kristalisasi. Panas
dari proses kristalisasinya diserap oleh udara yang dihembuskan dari bagian
bawah tower. Selanjutnya butiran padat urea yang jatuh di bagian bawah menara
dikumpulkan oleh stripper dan dikirim ke gudang urea (Urea Product Storage).
Kapasitas produksi pupuk urea di Pabrik Kaltim 2 per hari mencapai 1900
ton. Proses produksi urea di pabrik Kaltim 2 berlangsung secara terus menerus.
Penurunan kapasitas terjadi apabila ada alat dan mesin yang sedang dilakukan
perbaikan. Pemenuhan kekurangan akan dilakukan pada bulan selanjutnya ketika
pabrik beroperasi sempurna.
e. Pengolahan Air Buangan In Plant Treatment (Waste Water Treatment)
Inlet pada WWT ini berasal dari amonia water tank yang terbagi menjadi 2
compartement yaitu small compartement untuk menampung kondensat dari tahap
evaporasi dan big compartement untuk menampung pembuangan (drain). Larutan
dari amonia water tank tersebut mengandung NH3 6,59%, CO2 3,13%, dan Urea
1,12%. Air limbah dari amonia water tank tersebut dipompakan menuju first
desorber yang dilengkapi dengan beberapa tray untuk mencegah terjadinya water
back. Larutan kemudian melewati desorber heat exchanger untuk dinaikkan
suhunya. Suhu dinaikkan dengan menggunakan uap yang mengalir naik dari
second desorber dan uap dari Hydrolizer sehingga mengakibatkan NH3 dan CO 2
terpisah dari larutan uap. (Syarifa dan Nurfitriyani, 2013).
NH3 dan CO2 yang telah terpisah kemudian meninggalkan bagian atas
desorber menuju reflux condenser untuk di kondensasikan kembali menjadi air.
Proses kondensat pada bagian bawah kondensat di pompa oleh Hydrolizer feed
pump dan diumpankan ke hidrolizer dengan melewati Heat exchanger untuk
menaikkan temperaturnya. Proses kondensat dalam hidrolizer menyebabkan NH3
dan CO2 terhidrolisa sehingga kandungan ureanya menurun. Proses kondensat
pada bagian bawah hydrolizer ini akan mengalir ke second desorber dan
dikontakkan dengan low pressure steam. Uap yang ada di bagian bawah second
desorber mengalir keatas dan menaikkan temperatur cairan yang turun sehingga
menghilangkan NH3 dan CO2 sedangkan uap air dari bagian atas desorber
disirkulasikan ke unit utilitas dengan kandungan NH3<1ppm dan CO2<1ppm. Air
yang tidak memenuhi baku mutu maka akan di sirkulasikan kembali ke WWT.
1.6.3 Batas dan Sumberdaya Wilayah Pantai, Wilayah Pesisir dan
Wilayah Lautan
Wilayah pantai merupakan wilayah yang digunakan untuk berbagai macam
kegiatan manusia diantaranya pertambakan, kawasan industri, pertanian,
pelabuhan, pariwisata, kegiatan konservasi alam serta kegiatan lainnya. Berbagai
macam aktifitas di wilayah pantai ini menyebabkan wilayah pantai menjadi salah
satu wilayah yang memiliki potensi besar untuk menimbulkan konflik yang
berakibat pada timbulnya berbagai macam permasalahan di wilayah pantai.
(Sunarto, 1991). Wilayah pantai ini juga memiliki potensi yang sama untuk
didayagunakan seperti wilayah pesisir.
Menurut (UU RI No. 27, 2007) wilayah pesisir adalah daerah peralihan
antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan didarat dan laut.
Wilayah pesisir juga dapat diartikan sebagai daerah pertemuan antara daratan dan
laut ke arah darat wilayah pesisir meliputi bagian daratan, baik kering, maupun
terendam, yang masih mendapat pengaruh dari sifat-sifat laut berupa pasang surut,
angin laut, dan perembesan air laut. Sedangkan ke arah laut, wilayah pesisir ini
mencakup bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses alami yang terjadi di
darat seperti sedimentasi dan aliran air tawar, maupun yang disebabkan karena
kegiatan manusia di darat seperti penggundulan hutan dan pencemaran
(Suprihayono, 2000). Beberapa karakteristik unik dari wilayah pesisir tersebut
kemudian menjadikan wilayah pesisir sebagai daerah yang potensial dalam
mendukung berbagai aktivitas pengembangan wilayah dan pembangunan
ekonomi.
Wilayah pesisir yang merupakan daerah landai yang didayagunakan untuk
berbagai macam kepentingan itu sesungguhnya tidak memiliki batasan wilayah
nyata. Batas wilayah pesisir merupakan batas khayal yang di tentukan atas dasar
kondisi dan situasi setempat yang apabila ditinjau dari garis pantai (coastline),
maka suatu wilayah pesisir memiliki dua macam batas (boundaries), yaitu batas
yang sejajar garis pantai (longshore), dan batas yang tegak lurus terhadap garis
pantai (cross-shore). (Dahuri dkk., 1996).
Wilayah pesisir merupakan salah satu ekosistem yang memiliki
karakteristik dinamis dan memiliki kekayaan habitat yang beragam baik di darat
maupun di laut. Selain mempunyai potensi yang besar, wilayah pesisir juga
dikenal sebagai ekosistem perairan yang paling mudah untuk terkena dampak
kegiatan manusia karena selain dimanfaatkan untuk kegiatan perekonomian
wilayah pesisir juga digunakan sebagai tempat membuang limbah dari berbagai
aktivitas manusia baik dari darat maupun di kawasan pesisir itu sendiri. Adanya
kegiatan pembangunan dan aktivitas pendayagunaan wilayah pesisir ini akan
memberi pengaruh pada perubahan ekosistem dengan skala tertentu. Pemanfaatan
sumberdaya dengan tidak mempertimbangkan prinsip-prinsip ekologi dapat
menurunkan mutu lingkungan serta dapat menyebabkan terjadinya kerusakan
ekosistem wilayah pesisir (Baja, 2012).
Kejelasan mengenai batas nyata antara wilayah pesisir (coastal) dengan
wilayah lautan (oceanic) hingga saat ini belum ada. Para ahli oseanografi
menyimpulkan dalam persepsi global bahwa wilayah pesisir adalah seluruh area
yang ada dalam batas paparan benua sedangkan para pengelola wilayah pesisir
umumnya menganggap wilayah laut adalah seluruh area yang ada di luar batas
wilayah laut teritorial (3 sampai 12 mil laut). (Dahuri dkk., 2001).
1.6.4 Kondisi Oseanografi Wilayah Pantai dan Lautan
a. Arus
Menurut Siahaan (2004) Arus laut adalah gerakan air laut dari suatu
wilayah ke wilayah lainnya. Gerakan massa air laut ini dapat secara mendatar
berupa arus permukaan dan arus dasar, ataupun secara vertikal, dari lapisan bawah
ke atas atau sebaliknya. Beberapa hal yang mempengaruhi terjadinya arus laut
adalah :
1. Adanya gerakan angin yang arahnya tetap sepanjang tahun yang dapat
mengakibatkan terbentuknya gerakan air permukaan yang arahnya
mendatar.
2. Adanya pengaruh tinggi muka air laut sehingga menyebabkan arus mengisi
wilayah laut ditempat lain yang permukaannya lebih rendah.
3. Adanya rintangan pulau atau benua yang mengakibatkan arus berbelok
mengikuti garis pantai pulau atau benua tersebut.
4. Adanya perbedaan suhu serta salinitas air laut yang menimbulkan gerakan
air laut dari wilayah yang memiliki densitas tinggi ke wilayah yang
densitasnya rendah.
Besar kecilnya kecepatan arus dapat dipengaruhi oleh angin, tahanan dasar,
gaya coriolis dan perbedaan densitas (Wibisiono, 2005). Arus yang merupakan
gerakan air yang sangat luas yang terjadi di seluruh lautan didunia dapat
dipengaruhi oleh bentuk topografi dasar lautan dan pulau-pulau yang ada di
sekitarnya (Hutabarat dan Evans, 1985). Arus memiliki energi atau kapasitas
angkut (Carrying capacity) yang sebanding dengan kecepatannya. Kapasitas
angkut tersebut merupakan representasi dari tekanan (stress) yang terjadi akibat
gesekan (friction) antara lapisan badan air yang bergerak dan dengan dasar
perairan. Tekanan yang bekerja didasar perairan disebut sebagai tekanan geser
dasar (bed shear stress). (Poerbondono dan Djunasjah, 2005).
b. Pasang Surut
Pasang surut adalah gerakan vertikal (naik dan turunnya permukaan air laut
secara teratur dan berulang-ulang) dari seluruh partikel massa air laut dari
permukaan sampai bagian terdalam dari dasar laut yang disebabkan oleh pengaruh
gravitasi benda-benda langit terutama Bulan dan Matahari (Surinati, 2007).
Gravitasi Bulan merupakan pembangkit pasang surut yang utama. Massa Matahari
jauh lebih besar dibandingkan dengan massa Bulan, namun jarak Bulan yang lebih
dekat dengan Bumi dibandingkan dengan Matahari maka dari itu Matahari hanya
memberi pengaruh yang lebih kecil terhadap pembangkit pasang surut
(Poerbondono dan Eka, 2005). Hal yang menyebabkan adanya perbedaan yang
besar antara tinggi pasang dan surut adalah apabila kondisi Bulan dan Matahari
terletak kurang lebih pada satu garis lurus dengan Bumi seperti saat Bulan muda
atau pada Bulan purnama maka daya tarik keduanya akan saling memperkuat
(Anugerah, 1993). Begitu pula sebaliknya apabila Bulan dan Matahari ada pada
saat seperempat bulan awal maupun akhir bulan maka pada saat itu gaya tarik
menarik keduanya akan saling meniadakan sehingga terjadi tinggi pasang rendah
atau biasa di sebut dengan pasang perbani (neap tide). Arus pasang surut yang
terjadi pada daerah pantai yang langsung memiliki hubungan dengan laut dan
mengalami proses percampuran dengan air tawar dari sungai (estuary) akan
mengalami gesekan dengan dasar perairan. Gesekan yang terjadi dapat
menyebabkan adanya interfensi pada gelombang periodik sehingga dapat
membentuk gelombang diam atau gelombang stasioner.
1.6.5 Baku Mutu Air Limbah PT. Pupuk Kalimantan Timur
Baku mutu air limbah adalah batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi,
atau komponen lain yang harus ada dan atau unsur pencemar yang terkandung
didalam air limbah tersebut masih dapat ditenggang keberadaannya (Peraturan
Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 03, 2010). Baku mutu air limbah industri
pupuk di PT. Pupuk Kalimantan Timur ini digunakan sebagai salah satu aturan
yang dibuat oleh pemerintah yang merupakan bagian dari upaya pengendalian
pencemaran lingkungan. Aturan yang dibuat dan tercantum pada baku mutu
kualitas air limbah pada tiap-tiap kegiatan industri berbeda-beda nilainya, hal ini
dipengaruhi oleh perbedaan karakteristik air limbah yang dihasilkan oleh masing-
masing kegiatan dan disamping itu juga dipengaruhi oleh adanya perbedaan
kapasitas produksi serta besar potensi polusi yang dihasilkan.
Baku mutu kualitas air limbah bagi PT. Pupuk Kalimantan Timur adalah
mengacu pada Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 560 Tahun
2009. Nilai batas yang ditenggangkan keberadaannya pada air limbah yang akan
dibuang ke badan perairan laut disajikan pada Tabel 1.2 dan Tabel 1.3 sedangkan
untuk nilai beban pencemar maksimum yang ditenggangkan serta jumlah produksi
maksimum tertera pada Tabel 1.4 dan Tabel 1.5. Nilai beban pencemar
maksimum ialah batasan tertinggi suatu unsur pencemar yang terkandung di
dalam air atau air limbah yang masih diperbolehkan dibuang ke lingkungan yang
dinyatakan dalam satuan berat per parameter per satuan berat produk (Peraturan
Daerah Kalimantan Timur, 2011).
Tabel 1.2 Baku Mutu Air Limbah Outfall K-1 dan K-2
Parameter
Beban Maksimum
(kg/Ton produk)
Pabrik Urea Pabrik Amonia
NH3-N 0,5 0,2
TKN 1 -
COD 0,75 0,3
TSS 0,5 0,15
Minyak dan lemak 0,1 0,1
Debit air limbah
maksimum
1,5 m3 per ton
produk
1,5 m3 per ton
produk
pH 6-10 6-10
Sumber : Lampiran KEPMENLH No. 560 Tahun 2009
Tabel 1.3 Baku Mutu Air Limbah Outfall K-3, K-4 dan POPKA
Parameter
Pabrik Urea
Beban Maksimum
(kg/Ton produk)
NH3-N 0,35
TKN 0,7
COD 0,75
TSS 0,5
Minyak dan lemak 0,1
Debit air
limbah maksimum 1,5 m
3 per ton produk
pH 6-10
Sumber : Lampiran KEPMENLH No. 560 Tahun 2009
Tabel 1.4 Produksi Urea Maksimum yang di Izinkan
No. Pabrik Urea Kapasitas (ton/hari)
1 Kaltim-1 2550
2 Kaltim-2 2070
3 Kaltim-3 2070
4 Kaltim-4 2070
5 Popka 2070
Sumber : Lampiran KEPMENLH No. 560 Tahun 2009
1.6.6 Baku Mutu Kualitas Air Laut
Baku mutu kualitas air laut ialah batas atau kadar makhluk hidup, zat,
energi, atau komponen yang lain yang harus ada dan atau unsur pencemar yang
terkandung didalam air laut tersebut masih dapat ditenggang keberadaannya
(Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 51, 2004). Baku mutu
kualitas air laut yang digunakan sebagai acuan pemantauan nilai kualitas air laut
pada penelitian ini adalah mengacu pada baku mutu kualitas air laut untuk
perairan pelabuhan pada Tabel 1.6.
Tabel 1.5 Baku Mutu Air Laut untuk Pelabuhan
No. Parameter
Satuan Baku Mutu Fisika
1. Kecerahana
M >3
2. Keabuan - Tidak berbau
3. Padatan tersuspensi totalb
mg/l 80
4. Sampah - Nihil1(4)
5. Suhuc o
C Alami3(c)
6. Lapisan minyak5
- Nihil1(5)
Kimia
1. pHd
- 6,5-8,5(d)
2. Salinitase
% o Alami3(e)
3. Amonia total (NH3-N) mg/l 0,3
4. Sulfida (H2S) mg/l 0,03
5. Hidrokarbon total mg/l 1
6. Senyawa fenol total mg/l 0,002
7. PCB (poliklor bifenil) µg/l 0,1
8. Surfaktan (deterjen) mg/l MBAS 1
9. Minyak dan lemak mg/l 5
10. TBT (tri butyl tin)6
µg/l 0,01
Logam terlarut
1. Raksa (Hg) mg/l 0,003
2. Kadmium (Cd) mg/l 0,01
3. Tembaga (Cu) mg/l 0,05
4. Timbal mg/l 0,05
5. Seng mg/l 0,01
Biologi
1. Coliform (total)f
MPN/100ml 100(f)
Sumber : Lampiran KEPMENLH No. 51 Tahun 2004
Penggunaan nilai baku mutu untuk pelabuhan pada kajian kualitas air laut
ini didasarkan adanya pelabuhan milik PT. Pupuk Kalimantan Timur yang
beroperasi di sekitar area perusahaan. Baku mutu air laut ini pada dasarnya
digunakan sebagai pengontrol terhadap parameter-parameter kualitas air laut yang
berpotensi untuk menimbulkan gangguan pada keberlangsungan kehidupan
organisme perairan laut alami. Baku mutu air laut ini lebih lanjut juga digunakan
untuk mengindentifikasi ada tidaknya pencemaran di perairan laut yang dapat
menyebabkan penurunan nilai ekonomis, nilai keindahan dan nilai penghargaan
atas sumberdaya alam yang selama ini berperan sebagai pendukung
keberlangsungan berbagai kegiatan manusia.
1.7 Penelitian Sebelumnya
Penelitian yang dilakukan oleh Rahmawati (2013) dilakukan di Halmahera
Timur, Maluku Utara. Penelitian ini difokuskan untuk mengkaji kualitas limbah
cair dari aktifitas kegiatan pertambangan nikel di PT. Aneka Tambang Tbk.
Lokasi pengambilan sampel limbah cair yang dilakukan oleh Rahmawati (2011)
adalah pada kolam penampungan limbah cair kegiatan pertambangan dan perairan
laut, sedangkan dalam penelitian yang dilakukan di PT. Pupuk Kalimantan Timur
ini dilakukan dengan mengkaji kualitas limbah cair pada outfall pabrik K1, K2,
K3, K4, POPKA, chemical pond, dan perairan laut yang masih dimungkinkan
untuk mendapat pengaruh dari aktifitas pembuangan limbah cair.
Penelitian acuan berikutnya dilakukan oleh Sial, R.A dkk (2006) yang
beerjudul “Quality of Effluent from Hattar Industrial Estate”. Penelitian
mengenai “Quality of Effluent from Hattar Industrial Estate” dilakukan dengan
melakukan pengambilan sampel air limbah pada masing-masing outlet point
industri. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik
masing-masing dari parameter kualitas air limbah dan membandingkannya
dengan standar kualitas lingkungan yang ditetapkan. Metode yang digunakan
dalam penelitian ini adalah dengan mengambil sampel air limbah pada outlet
point di unit industri yang berbeda. Berdasarkan hasil analisis kualitas limbah
pada outlet point diketahui bahwa dari parameter EC dan TSS pada sampel
limbah, nilainya melebihi standar kualitas lingkungan yang ditetapkan dan dari
hasil analisis tersebut diketahui bahwa nilai parameter COD yang tinggi pada
semua limbah industri kecuali industri kimia. Hasil lain yang ditemui adalah
adanya kandungan Fe pada outlet point semua limbah industri kecuali yang
berasal dari industri kimia. Adapun perbedaan antara penelitian “Quality of
Effluent from Hattar Industrial Estate” dengan Kajian Kualitas Limbah Cair
Industri Pupuk PT. Pupuk Kalimantan Timur ini adalah pada parameter yang di
uji. Hal tersebut didasari oleh sifat dan karakteristik limbah cair yang dihasilkan
tiap industri tersebut berbeda-beda tergantung pada bahan baku yang digunakan
dan proses produksi yang dilakukan. Beberapa penelitian sebelumnya yang
memiliki kajian tema yang sama secara lengkap disajikan pada Tabel 1.7.
Penelitian yang menjadi acuan berikutnya adalah penelitian yang dilakukan
oleh Manurung (2010) mengenai pencemaran minyak dan lemak di Kawasan
Kepesisiran Dumai. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan
menentukan terlebih dahulu stasiun pengamatan dengan teknik purposive
sampling. Metode yang digunakan untuk mengambil sampel minyak dan lemak
adalah metode grab sampling. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengkaji kualitas perairan Dumai, mengkaji hubungan oseanografi fisik dengan
distribusi kandungan minyak dan lemak dan mengkaji pengaruh kandungan
minyak dan lemak terhadap struktur komunitas plankton.
Hasil yang diperoleh dari kegiatan analisis sampel adalah parameter BOD5,
minyak dan lemak nilainya melampaui baku mutu air laut untuk biota. Hasil
berikutnya menunjukan bahwa oseanografi fisik memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap distribusi minyak dan lemak di perairan dan hasil yang
terakhir menunjukan bahwa tidak terdapat hubungan antara nilai parameter
minyak dan lemak dengan kelimpahan plankton di perairan. Kesamaan penelitian
mengenai kajian kualitas limbah cair industri pupuk PT. Pupuk Kalimantan Timur
dengan penelitan mengenai pencemaran minyak dan lemak di Kawasan Pesisir
Dumai ini adalah dari metode penentuan titik pengambilan sampel perairan laut
dan pertimbangan aspek oseanografi fisik dalam pengambilan sampel dan analisis
hasil. Hal yang membedakan antara kedua penelitian tersebut adalah pada
penelitian kualitas limbah industri pupuk PT. Pupuk Kalimantan Timur tidak
menambahkan metode wawancara.
Tabel 1.6 Penelitian Sebelumnya
Peneliti Judul Tujuan Metode Hasil
Sial, R.A.,
Chaudhary,
M.F., Abbas,
S.T., Latif
M.I., dan
Khan, A.G.
(2006)
Quality of Effluent
from Hattar
Industrial Estate
1. Mengetahui karakteristik
limbah pada outlet point
masing-masing industri
dengan menggunakan
parameter konduktivitas, pH,
TSS, BOD, COD dan
membandingkannnya dengan
Standar Kualitas Lingkungan
yang ditetapkan
2. Mengetahui kandungan
logam pada outlet point
maisng-masing industri
seperti Fe, Zn, Cu, Pb, Ni
3. Mengetahui karakteristik
limbah pada outlet point
masing-masing industri
dengan menggunakan
parameter konduktivitas, pH,
TSS, BOD, COD dan
membandingkannnya dengan
Standar Kualitas Lingkungan
yang ditetapkan
Sampel air di ambil
pada 5 outlet point
dari unit industri yang
berbeda dan juga
melakukan
pengambilan sampel
air keran di sekitar
Kawasan Industri
Hattar. Selanjutnya
dilakukan uji
laboratorium terhadap
sampel air yang telah
diambil
1. pH Limbah dari industri tekstil
dan manufaktur adalah berkisar
antara 6-10 dan apabila
dibuang secara terus menerus
akan menyebabkan
produktifitas lahan menurun
karena sifat tanah yang
cenderung basa oleh akibat
pembuangan limbah industri
2. EC danTSS pada sampel
limbah industri manufaktur
melebihi Standar Kualitas
Lingkungan yang telah
ditetapkan. Tingginya nilai EC
dan TSS ini dapat disimpulkan
bahwa limbah cair industri
manufaktur tidak dapat
digunakan untuk keperluan
irigasi
3. Semua limbah industri kecuali
industri kimia memiliki nilai
COD yang tinggi
Lanjutan Tabel 1.6
Peneliti Judul Tujuan Metode Hasil
Sial, R.A.,
Chaudhary,
M.F., Abbas,
S.T., Latif
M.I., dan
Khan, A.G.
(2006)
(lanjutan) 4. Mengetahui kandungan logam
pada outlet point masing-
masing industri seperti Fe, Zn,
Cu, Pb, Ni
(lanjutan) 4. Semua limbah Kandungan Fe
dalam sampel air limbah
ditemukan pada outlet point
masing-masing industri kecuali
outlet point industri kimia
memiliki nilai yang sangat
tinggi sedangkan kandungan
nikel dan timah masih dalam
batas yang diperbolehkan
Maniur Eli
Hamonangan
Manurung
(2010)
Pencemaran
Minyak dan
Lemak di
Kawasan
Kepesisiran
Dumai, Riau
1. Mengkaji kualitas perairan
yang meliputi suhu, pH, BOD,
COD, Kecerahan air, minyak
dan lemak dan plankton di
perairan kepesisiran Dumai
2. Mengkaji hubungan
oseanografi fisik dengan
distribusi kandungan minyak
dan lemak diperairan Dumai
3. Mengkaji pengaruh kandungan
minyak dan lemak terhadap
struktur komunitas plankton di
kawasan perairan Dumai
Penentuan stasiun
pengamatan dengan
purposive sampling,
pengambilan sampel
minyak dan lemak
dengan grab sample,
pengambilan sampel
air untuk plankton
dengan composite
sampling dan
wawancara dengan
FGD (Focus group
discussion)
1. Kualitas perairan kepesisiran
yang telah tercemar dan
mengalami penurunan yang
signifikan karena ditinjau dari
kandungan BOD5, dan minyak
dan lemak telah melampaui
baku mutu air laut untuk biota
yang ditetapkan oleh KepMen
LH No. 51 Tahun 2004 yang
masing-masing adalah 20 mg/L
dan 1 mg/ L sehingga daya
dukung lingkungan perairan
juga menurun
2. Oseanografi fisik memiliki
hubungan yang signifikan
Lanjutan Tabel 1.6
Peneliti Judul Tujuan Metode Hasil
(lanjutan)
Maniur Eli
Hamonangan
Manurung
(2010)
(lanjutan)
4. Mengkaji persepsi masyarakat
yang bermukim di kawasan pesisir
Dumai terhadap kualitas perairan
(lanjutan) dalam mempengaruhi
distribusi minyak dan lemak
diperairan, sehingga
pencemaran minyak dan lemak
tidak hanya berdampak negatif
dimana minyak dan lemak
tersebut tertumpah/ditumpah
tetapi juga ke perairan lainnya
sesuai karakteristik oseanografi
fisik yang terjadi di perairan.
3. Tidak ada hubungan antara
minyak dan lemak dengan
kelimpahan komunitas
plankton di perairan
Kery
Rahmawati
(2013)
Kajian Kualitas
Limbah Cair
Kegiatan
Pertambangan
Bijih Nikel PT.
Aneka Tambang
Tbk,
Halmahera Timur,
Maluku Utara
1. Mengetahui kualitas limbah cair
yang terdapat pada inlet, outlet
dan tiap-tiap kolam pengendapan
jika dibandingkan dengan baku
mutu limbah cair yang telah
ditetapkan
2. Mengetahui kualitas air laut di
sekitar outlet buangan akhir
dibandingkan dengan
Penentuan sampel
dilakukan dengan
menggunakan
purposive
sampling dan
sampel yang
diambil adalah
merupakan grab
sample
1. Limbah cair pada inlet dan
outlet di kolam-kolam
pengendapan memenuhi baku
mutu limbah cair
2. Kandungan logam yang
mengalami penurunan pada
kolam pengendapan hanya
terjadi pada beberapa
parameter saja
Lanjutan Tabel 1.6
Peneliti Judul Tujuan Metode Hasil
(lanjutan)
Kery
Rahmawati
(2013)
(lanjutan) baku mutu air laut yang telah
ditetapkan
3. Analisis s pasial pengaruh
buangan limbah cair terhadap
lingkungan
(lanjutan) 3 .Kualitas air laut masih berada
pada ambang batas
4. Limbah cair yang dibuang
melalui outlet tidak memberi
pengaruh terhadap kualitas air
laut di sekitar daerah penelitian
1.8 Kerangka Pemikiran
Dekade ini sektor industri yang menghasilkan produk menjadi salah satu
sektor yang paling menjadi sorotan mengenai aktifitas pembuangan hasil samping
baik berupa limbah padat, limbah cair dan limbah bahan beracun dan berbahaya
(B3) kedalam lingkungan khususnya badan perairan. Dalam jumlah yang kecil
pun limbah yang langsung dibuang ke lingkungan memiliki potensi untuk
menyebabkan terjadinya perubahan kualitas lingkungan ke arah yang negatif.
Maka dari itu aktifitas pengelolaan limbah sangat perlu dilakukan oleh suatu
industri untuk dapat berkelanjutan. Aktifitas mengenai pengelolaan limbah cair
khususnya saat ini, telah mendapat perhatian besar dari pemerintah melalui
Kementerian Lingkungan Hidup. Hal tersebut ditunjukan melalui peraturan-
peraturan yang membatasi kadar atau bahan pencemar yang akan dibuang ke
lingkungan dari aktifitas produksi.
Pengelolaan limbah cair di PT. Pupuk Kalimantan Timur dilakukan dengan
pengelolaan in plant treatment dan pengelolaan unit end of pipe treatment.
Pengelolaan in plant treatment dilakukan untuk mengelola intermediate waste
agar dapat didaur ulang yang terdiri atas unit stripper, unit hydrolizer, unit
scrubber dan unit urea solution pit. Pengelolaan unit end of pipe treatment
dilakukan dengan menampung limbah pada chemical pond yang berukuran 50 x
50m dengan kedalaman 2m yang dilengkapi dengan aerator.
Limbah cair dari masing-masing unit pengelolaan tersebut kemudian
dipantau kualitasnya sebelum dibuang ke badan perairan laut. Limbah cair yang
akan dibuang ke badan perairan laut harus memenuhi baku mutu limbah cair yang
telah ditetapkan agar tidak menimbulkan gangguan. Maka dari itu aktifitas
pemantauan kualitas air pada outfall pabrik K1, K2, K3, K4, POPKA, chemical
pond dan perairan laut sebagai badan perairan penerima sangat perlu dilakukan.
Diaam Alir Pemikiran Gambar 1.1 Diagram Alir Pemikiran
Unit Proses Pabrik
Pupuk
Produk
Limbah Padat Limbah Cair Limbah B3
Pengelolaan Unit end of
pipe treatment
penampungan limbah
cair pada chemical pond
yang dilengkapi dengan
aerator dan chemical
pond ini berukuran 50m
x 50m dengan
kedalaman 2m
Pengelolaan In Plant
Treatment
Mengolah intermediate
waste agar dapat didaur
ulang dan terdiri atas
unit stripper, unit
hydrolizer, unit
scrubber, dan unit area
solution pit
Kualitas Limbah cair
Baku Mutu Limbah
Cair pada KEPMEN
560 Tahun 2009
Kualitas air laut
Baku Mutu Air Laut
pada KEPMEN 51
Tahun 2004
Aktfitas pembuangan limbah cair hanya dilakukan apabila kualitas limbah
cair pada masing-masing outfall pabrik K1, K2, K3, K4, dan POPKA telah
memenuhi baku mutunya. Hal lain yang menjadi pertimbangan adalah limbah cair
saat pabrik dalam keadaan abnormal terkadang belum memenuhi baku mutunya
untuk dibuang ke badan perairan laut sehingga pada kondisi ini limbah cair
dialirkan ke chemical pond untuk ditampung sementara dan akan dibuang atas
pertimbangan beban limbah harian yang diperkenankan untuk dibuang ke badan
perairan penerima. Keadaan tersebut akan berbeda saat pabrik dalam kondisi
normal, air limbah yang telah memenuhi baku mutu akan langsung dibuang ke
badan perairan laut dan dari adanya kegiatan pembuangan limbah cair tersebut ke
badan perairan maka pemantauan kualitas air laut kemudian dilakukan dengan
mengacu pada Baku Mutu Kualitas Air Laut No. 51 Tahun 2004.
1.9 Batasan Istilah
a. Air limbah ialah air buangan dari air bersih yang telah digunakan dan dapat
berasal dari masyarakat, rumah tangga, industri, air tanah dan air
permukaan serta buangan lainnya (Frick dan Setiawan, 2002).
b. Air buangan ialah air yang mengandung endapan atau padat, padat
tersuspensi, terlarut sebagai koloid, emulsi (Kodotie dan Sjarief, 2010).
c. Limbah cair industri ialah air yang digunakan pada proses produksinya,
maupun berasal dari bahan baku yang mengandung air sehingga dalam
proses pengelolaannya air tersebut harus dibuang (Chandra, 2007).
d. Kualitas air adalah sifat air dan kandungan makhluk hidup, zat, energi, atau
komponen lain didalam air dan dapat dinyatakan dengan beberapa
parameter fisik, kimia dan biologi (Effendi, 2003).
e. Pencemaran lingkungan ialah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup,
zat, energi dan atau komponen lain kedalam lingkungan oleh kegiatan
manusia sehingga kualitas lingkungan mengalami penurunan sampai pada
tingkat tertentu yang dapat menyebabkan lingkungan menjadi kurang atau
tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya (UU RI No. 23, 1997).
f. Baku mutu air limbah adalah batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi,
atau komponen yang lain yang harus ada dan atau unsur pencemar yang
terkandung didalam air limbah tersebut masih dapat ditenggang
keberadaannya (Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 03,
2010).
g. Baku mutu air laut adalah batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi, atau
komponen yang lain yang harus ada dan atau unsur pencemar yang
terkandung didalam air laut tersebut masih dapat ditenggang
keberadaannya (Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 51,
2004).
h. Nilai beban pencemar maksimum ialah batasan tertinggi suatu unsur
pencemar yang terkandung di dalam air atau air limbah yang masih
diperbolehkan dibuang ke lingkungan yang dinyatakan dalam satuan berat
per parameter per satuan berat produk (Peraturan Daerah Kalimantan
Timur, 2011).