Tugas Pengelolaan Limbah b3

25
TUGAS PENGELOLAAN LIMBAH B3 REVIEW JURNAL TENTANG SOLVENT Oleh : Heri Kurniawan (10513065) JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

Transcript of Tugas Pengelolaan Limbah b3

TUGAS PENGELOLAAN LIMBAH B3REVIEW JURNAL TENTANG SOLVENT

Oleh :Heri Kurniawan (10513065)

JURUSAN TEKNIK LINGKUNGANFAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAANUNIVERSITAS ISLAM INDONESIA2013

PENGARUH STIMULAN ASAM ASETAT TERHADAPEFISIENSI PENGIKATAN URANIUM DALAMBIOREMEDIASI LINGKUNGAN MENGGUNAKANBacillus sp. dan Pseudomonas sp.Prosiding PPI - PDIPTN 2010Pustek Akselerator dan Proses Bahan - BATANYogyakarta, 20 Juli 2010

PENDAHULUAN

Pemanfaatan teknologi nuklir di berbagai bidang akan berpotensi terjadinya pelepasan radionuklida non alami baik berupa produk fisimaupun aktivasi ke lingkungan. Limbah radioaktif banyak mengandung sejumlah logam berat dan radionuklida yang berbahaya terhadap manusia dan lingkungan apabila tidak dikelola dengan baik. Limbah tersebut merupakan kombinasi antara logam non radioaktif seperti tembaga dan timah dengan logam radioaktif seperti stronsium, uranium,thorium dan radium. Keberadaan radionuklida dalam limbah dapat berpotensi sebagai sumber radiasi eksternal dan apabila terserap oleh mahluk hidup akan berperan sebagai sumber radiasi internal.

Lingkungan yang tercemar uranium maupun jenis radionuklida lainnya adalah dengan memanfaatkan organisme hidup sebagai agen bioremediator. Pengunaan organisme hidup untuk mengurangi kandungan logam berat dan bahan beracun lainnya (termasuk radionuklida) merupakan prinsip dasar bioremediasi lingkungan. Untuk bioremediasi lingkungan, mikrobia memiliki bebrapa kelebihan antara lain waktu hidupnya singkat, dapat diproduksi dalam jumlah besar, produksinya mudah ditingkatkan, mempunyai kemampuian adaptasi yang besar dan lenih aman terhadap lingkungan.Penggunaan bakteri menjadi salah satu teknik yang paling menjanjikan dalam menanganiradiotoksisitas, teknik ini berkaitan dengan kemampuan bakteri untuk hidup menghasilkan suatu enzim untuk mengurangi kadar bahan toksik di lingkungan.(4) Bakteri memiliki berbagai mekanisme dalam mendetoksifikasi radionuklida, antara lain melalui reaksi reduksi oksidasi, kompleksasi, biosurfaktan dan siderofor. Selain itu, bakteri memiliki kemampuan untuk mengikat radionuklida baik pada permukaan luar maupun intraselularnya.(5)Bakteri memiliki kemampuan beradaptasi yang baik terhadap berbagai kondisi ekstrim,termasuk lingkungan yang mengandung radionuklida. Dengan waktu generasinya yang paling pendek dan kemampuan beberapa spesies untuk mengikat radionuklida, memungkinkan bakteri untuk dijadikan sebagai salah satu solusi dalam penanganan lingkungan yang tercemar radionuklida. Peningkatan efisiensi kinerja bakteri dalam melakukan pengikatan radionuklida dapat dilakukan dengan cara aklimatisasi bakteri sehingga telah mampu beradaptasi terhadap kondisi yang diinginkan serta penambahan nutrisi yang sesuai untuk menstimulasi pertumbuhannya. Asam asetat merupakan bahan organik yang dapat dimanfaatkan mikroba sebagai sumber karbon dalam proses metabolismenya. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan data kinerja kedua jenis bakteri tersebut untuk digunakan sebagai agen bioremediasi limbah radioaktif khususnya yang mengandung uranium.

TATA KERJA

Bahan yang diperlukan

Isolat Bakteri Pseudomonas sp., Isolat Bakteri Bacillus sp., Uranil Nitrat UO2(NO3)2.6H2O, Asam asetat CH3COOH, Medium Nutrient Broth (NB), Nutrient Agar Miring.

Alat yang digunakan

Laminer Air Flow (LAF), Mikroskop, Autoclave, Waterbath shaker 37 OC, Magnetikstirrer, Spektrofotometer, Sentrifuge, Peralatan gelas.

Cara kerja :

Kultivasi Bakteri

Kultivasi bakteri dilakukan dalam medium Nutrient Borth (NB) dengan memasukkan 10 ml kultur bakteri ke dalam medium tersebut yang mengandung uranium 60 ppm untuk Bacillus sp, dengan jumlah sel 1.11 x 109 sel/ml. dan 100 ppm untuk Psedomonas sp, dengan jumlah sel 0.98x109 sel/ml. Medium yang telah mengandung bakteri kemudian diinkubasikan pada waterbath shaker pada kecepatan 100 rpm, suhu 37 oC. Kedua kultur bakteri tersebut kemudian diamati pertumbuhan, kadar asam asetat, konsentrasi uranium dan pH.nya.

Penentuan kurva pertumbuhan Penentuan kurva pertumbuhan bakteri dimaksudkan untuk identifikasi fase yang akan digunakan dalam analisis pengaruh penambahan asam asetat terhadap lama waktu pencapaian fase stasioner (jam). Penentuan kurva pertumbuhan dilakukan dengan cara analisis menggunakan spektrofotometer pada jam ke 0, 3, 6, 9, 12, 15, 18,21, 24, 27, 30, 33, 36, 39, 42, 45, 48, 51 dan 54.

Analisis kadar asam asetat

Analisis kadar asetat dalam medium pertumbuhan bakteri bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pemanfaatan stimulan asam asetat yang oleh bakteri. Analisis ini dilakukan menggunakan metode titrasi netralisasi denganlarutan standar NaOH dan indikator phenophtalin (PP).

Penentuan efisiensi bioremediasi uranium

Efisiensi bioremediasi uranium dilakukan dengan cara mengukur konsentrasi uranium di dalam medium pertumbuhan bakteri pada jam ke 0, 6, 15, 21, 27, 33, 39, 42, 48 dan 54. Sampel disentrifuge pada kecepatan 3500 rpm selama 30 menit untuk memisahkan sel bakteri dengan medium. Sentrifugasi akan menghasilkan endapanyang berisi sel bakteri dan supernatan yang mengandung uranium sisa. Supernatan dimasukkan ke dalam botol flakon dan diukur kadar uraniumnya.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Upaya peningkatan efisiensi bioremediasi pada umumnya dilakukan dengan dua cara yaitu penambahan mikroba yang telah beradaptasi dan penambahan nutrisi yang spesifik untukmenstimulasi pertumbuhan mikroba tersebut sehingga efisiensinya bioremediasinya meningkat.Asam asetat merupakan nutrisi bahan organik yang dapat dimanfaatkan mikroba sebagai sumber karbon dalam proses metabolisme, sehingga diharapkan akan mampu menstimulasi pertumbuhannya. Dalam penelitian ini dilakukan penambahan asam asetat dengan beberapa variasi konsentrasi dan volume ke dalam medium pertumbuhan Bacillus subtilis dan Pseudomonas aeruginosa yang mengandung uranium.

Pengukuran pertumbuhan bakteri dilakukandengan menggunakan prinsip turbidimetri yangberdasarkan kekeruhan larutan. Apabila seberkascahaya dengan panjang gelombang tertentudilewatkan pada suatu larutan, maka semakin pekatlarutan tersebut akan semakin banyak menyerapcahaya, sehingga semakin sedikit cahaya yangditeruskan. Prinsip turbidimetri pada panjanggelombang 600 nm digunakan untuk mengukurbiomassa sel bakteri hidup maupun mati. Pemilihanmetode didasarkan pada mekanisme bioremediasiuranium yang melibatkan sel bakteri hidup dan yangmati; karena sel bakteri yang mati juga berperandalam mekanisme biosorpsi dengan emnfaatkangugus-gugus fungsional pada permukaan dindingsel bakteri.

Adapun penentuan kurva pertumbuhanbakteri dimaksudkan untuk melakukan identifikasifase pertumbuhannya. Pola pertumbuhan bakterisecara batch culture terdiri dari empat fase, yaitufase lambat (lag phase), fase logaritmik (exponentialphase), fase statis (stationary phase) dan fasekematian (death phase). Analisis kurva pertumbuhan bakteri dititik beratkan pada lamawaktu pencapaian fase stasioner dalam jam. Fasestasioner dicapai setelah bakteri mengalami fase lagdan log sehingga dalam rentang waktu pencapaianfase stasioner berlangsung fase lag dan log.Penambahan stimulan asam asetat diharapkan dapat menyediakan sumber karbon kedua selain extract yeast sebagai sumber karbon utama.

KESIMPULAN

1. Waktu inkubasi yang optimal untuk pengikatan uranium oleh Bacillus maupun Pseudomonas baik dengan penambahan stimulan asam asetat ke dalam media pertumbuhan maupun tidak adalah 54 jam2. Penambahan stimulan asam asetat memberikan pengaruh yang paling optimal terhadap rentang waktu pencapaian fase stasioner untuk Bacillus pada konsentrasi 1 mM, sedangkan untuk Pseudomonas 3 mM.3. Efisiensi pengikatan uranium oleh Bacillus maksimal pada penambahan asam asetat 1 mM sebanyak 7,5 ml dengan waktu inkubasi 54 jam yaitu sebesar 99,8 %, sedangkan pada Pseudomonas maksimal pada penambahan asam asetat 3 mM sebanyak 1,5 ml dengan waktu inkubasi 54 jam yaitu sebesar 99,8 %.

PENGAMBILAN MINYAK ATSIRI BUNGA CENGKEH(Clove Oil) MENGGUNAKAN PELARUTn-HEKSANA DAN BENZENA

Vol. 1 No. 2 Desember 2012 | 25

PENDAHULUAN

Cengkeh termasuk suku Myrta- ceae yang banyak ditanam di beberapa negara termasuk Indonesia. Tanaman ini berpotensi sebagai penghasil minyak at- siri. Minyak cengkeh dapat diperoleh dari bunga cengkeh (Clove Oil), tangkai atau gagang bunga cengkeh (Clove Steam Oil) dan dari daun cengkeh (Clove Leaf Oil). Kandungan minyak atsiri di dalam bunga cengkeh mencapai 21,3% dengan kadar eugenol antara 78-95%, dari tangkai atau gagang bunga mencapai 6% dengan kadar eugenol antara 89-95%, dan dari daun cengkeh mencapai 2-3% dengan kadar eugenol antara 80-85%. Kandungan terbe- sar minyak cengkeh adalah eugenol, yang bermanfaat dalam pembuatan vanilin, eu- genil metil eter, eugenil asetat, dll. Vani- lin merupakan bahan pemberi aroma pada makanan, permen, coklat dan parfum. Bunga cengkeh juga digunakan sebagai bahan baku pembuatan rokok. Minyak cengkeh merupakan mi- nyak atsiri yang diperoleh dengan cara pe- nyulingan, ekstraksi dengan pelarut, dan ekstraksi dengan lemak padat. Penyuli- ngan adalah proses pemisahan komponen yang berupa cairan atau padatan dari dua macam campuran, berdasarkan perbedaan titik uapnya dan proses ini di lakukan terhadap minyak atsiri yang tidak larut terhadap air. Metode penyulingan ada tiga macam yaitu penyulingan dengan air, penyulingan dengan uap dan air, dan penyulingan dengan uap langsung. Ektraksi adalah salahsatu metode operasi yang digunakan dalam proses pemisahan suatu komponen daricampurannya dengan menggunakan sejumlah massa bahan solven sebagai tenagapemisah. Ekstraksi dengan lemak padat, proses ekstraksi ini digunakan khusus untukmengestraksi bunga-bungaan, dalam rangka mendapatkan mutu dan rendemenminyak yang tinggi. Metode yang digunakan pada percobaan ini adalah ekstraksidengan menggunakan pelarut. Pelarut yang digunakan dalam proses ekstraksi adalah n-heksana dan benzena. Heksana adalah sebuah senyawa hidrokarbon alkana dengan rumus kimia C6H14. Heksana mempunyai sifat stabil dan bersifat mudah menguap, sehingga pelarut tersebut sangat baik digunakan dalam proses ekstraksi, khususnya untuk proses ekstraksi bunga. Menggunakan pelarut ini sangat menguntungkan, karena bersifat selektif dalam melarutkan zat, proses ini menghasilkan sejumlah kecil lilin, albumin, dan zat warna, namun dapat mengekstraksi zat pewangi dalam jumlah besar. Benzena juga dikenal dengan nama C6H6, adalah senyawa kimia organik yang merupakan cairan tak berwarna dan mudah terbakar serta mempunyai bau yang manis. Dibandingkan dengan heksana, benzene biasanya menghasilakan jumlah mutlak yang lebih besar, akan tetapi mengandung fraksi lilin, serta albumin dan zat warna dalam jumlah lebih besar. Secara ringkas dapat dikatakan bahwa heksana lebih banyak digunakan untuk mengekstraksi minyak bunga bernilai tinggi, sedangkan benzena digunakan untuk mengekstraksi minyak yang mempunyai nilai yang lebih rendah. Penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut: mengetahui rendemen yang diperoleh dari minyak atsiri bunga cengkeh melalui ekstraksi soxhlet dengan menggunakan pelarut n-heksana dan benzene serta mengetahui pelarut yang lebih baik antara n-heksana dan benzena untuk menghasilkan eugenol terbesar.

METODE PENELITIANBahan-bahan yang digunakan antara lain bunga cengkeh serta pelarut nheksanadan benzena. Alat utama yang digunakanadalah ekstraktor soxhlet. Bunga cengkeh dalam soxhlet diekstraksi dengan100 mL n-heksana pada suhu 150-160oCsampai warna pelarut menjadi seperti semula.Setelah dilakukan proses ekstraksi, diperoleh fi ltrat minyak bunga cengkeh.Filtrat kemudian dimurnikan dengan ekstraktor soxhlet pada suhu 150-160Csampai pelarutnya tidak menetes lagi dan diperoleh minyak bunga cengkeh murni.Untuk pengambilan minyak bunga cengkehmenggunakan pelarut benzena, prosedurkerja yang dilakukan sama sepertiprosedur di atas.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada percobaan ekstraksi minyak bunga cengkeh (Clove Oil) dengan pelarutn-heksana dan benzena meliputi tahapanyaitu meliputi: perlakuan bahan, prosesekstraksi minyak bunga cengkeh, prosespemurnian minyak dan hasil produknya.Pada proses perlakuan bahan, bahan yangdigunakan adalah bunga cengkeh yang tuadan kering, penggunaan bahan yang tuakarena kandungan minyak atsirinya lebihbanyak daripada bahan yang muda sertamengandung kadar air yang rendah. Penggunaanbahan yang kering bertujuan agarkadar air dalam bunga cengkeh berkurangsehingga pada ekstraksi bunga cengkehdapat menghasilkan minyak bunga cengkehyang relatif banyak. Bahan kemudianditumbuk sekecil mungkin agar minyak dapat terambil sempurna pada proses ekstraksidan laju penguapan minyak atsiri dari bahan menjadi cukup cepat.

Proses ekstraksi dan pemurnianminyak bunga cengkeh menggunakan alatekstraktor soxhlet karena untuk efi siensiwaktu, kemudahan dalam perangkaianalat, dan proses pengambilan pelarutnyayang relatif banyak. Proses ekstraksi bungacengkeh menggunakan dua macam pelarutyaitu n-heksana dan benzene. Pemilihan nheksana sebagai pelarut, karena n-heksana bersifat stabil dan mudah menguap, selektif dalam menguapkan zat, mengekstraksisejumlah kecil lilin serta dapat mengekstrak zat pewangi dalam jumlah besar. Sedangkanbenzena dipilih sebagai pelarut karena benzena dapat digunakan untukmengekstraksi bahan kering, bunga, daundaunan,batang dan akar.Pengamatan yang dilakukan padapercobaan ini meliputi ekstraksi minyakbunga cengkeh dengan pelarut n-heksanadan benzena.

Ektraksi Minyak Bunga Cengkeh denganPelarut n-HeksanaPada proses ekstraksi bunga cengkeh dilakukan dengan menggunakanpelarut n-heksana sebanyak 100 mL, denganberat bunga cengkeh yang diekstraksisebesar 11,5343 gram. Ekstraksi berlangsungpada kondisi operasi 150-160 C karena titik didih n-heksana 69 C sedangkan titik didih minyak cengkeh 253oC, sehingga diharapkan pada kondisi operasi tersebut n-heksana dapat menguap dan minyak dapat terambil semaksimal mungkin. Proses ekstraksi dilakukan sampai warna pelarut menjadi seperti semula. Siklus yang terjadi pada eksraksi bunga cengkeh mencapai 15 siklus dengan waktu 80 menit. Pada percobaan diperoleh minyak bunga cengkeh yang berwarna hijau kekuningan.Ekstraksi bunga cengkeh dengan pelarut nheksanamenghasilkan rendemen 17,61%.Hal ini hampir sama rendemen dalam penelitianKetaren (1985) yang menggunakanmetode penyulingan uap menghasilkanrendemen 17-18%.

Ektraksi Minyak Bunga Cengkeh denganPelarut Benzena

Dengan prosedur yang sama, pengambilan minyak cengkeh denganpelarut benzena menghasilkan minyakbunga cengkeh yang berwarna kuning kecoklatandengan rendemen 18,90%. Halini hampir sama dengan rendeman yang dihasilkandalam penelitian Ketaren (1985)menggunakan metode penyulingan uapyang menghasilkan rendemen 17-18%.Dari percobaan yang telah dilakukan dihasilkan kadar eugenol sebesar8,81% yang lebih sedikit jika dibandingkandengan penelitian Ketaren yang menggunakanmetode penyulingan uap dengankadar eugenol sebesar 78-95% dan juga lebih sedikit dengan percobaan ini yangmenggunakan pelarut n-heksana dengan kadar eugenol sebesar 65,02%. Hal inidisebabkan karena pelarut benzena tidak dapat mengekstrak dengan baik dibandingkan dengan pelarut n-heksana.

KESIMPULAN

Dari hasil percobaan pengambilan minyak bunga cengkeh dengan dua pelarutyang berbeda, yaitu n-heksana dan benzena, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Ekstraksi bunga cengkeh dengan pelarut n-heksana menghasilkan rendemenminyak 17,61% dan kadar eugenol 65,02%.

2. Ekstraksi bunga cengkeh dengan pelarut benzena menghasilkan rendemenminyak 18,90% dan kadar eugenol 8,81%.

3. Pengambilan minyak atsiri bunga cengkeh dengan menggunakan pelarutn-heksana memberikan kadar eugenol lebih besar daripada pelarut benzena.

Fitoremediasi Limbah Detergen Menggunakan Kayu Apu (Pistia stratiotes L. )dan Genjer (Limnocharis flava L.)ERVINA HERMAWATI, WIRYANTO SOLICHATUNJurusan Biologi FMIPA Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta 57126Diterima: 1 Juni 2005. Disetujui: 18 Agustus 2005.

PENDAHULUANPencemaran perairan tawar di Indonesia, 80% disebabkanoleh limbah domestik baik dalam bentuk cair maupun padatan. Dari limbah domestik yang bersifat cair, 35% berasal dari buangan limbah rumah tangga yang mengandung bahan detergen (Sitorus, 1997). Detergen merupakan senyawa sabun yang terbentuk melalui proses kimia. Pada umumnya komponen utama penyusun detergen adalah Natrium Dodecyl Benzen Sulfonat (NaDBS) dan Sodium Tripolyphosphat (STPP) yang bersifat sangat sulit terdegradasi secara alamiah. Senyawa NaDBS dan STPP dapat membentuk endapan dengan logam-logam alkali tanah dan logam-logam transisi (Sumarno dkk. 1996). Untuk menanggulangi pencemaran yang timbul akibat air limbah, maka pengolahan air limbah merupakan hal yang mutlak diperlukan. Metode pengolahan air limbah dapat berupa metode pengolahan secara fisika, kimia dan biologi. Dari ketiga metode tersebut yang dinilai paling efisien dalam menurunkan zat organik dalam air limbah dengan biaya relatif murah adalah dengan metode pengolahan biologis (Momon dan Meilani, 1997). Dari beberapa metode pengolahan biologis, penggunaan menurunkan kadar bahan organik detergen di perairan.Kemungkinan penggunaan tanaman air dalam pengolahan air limbah sudah banyak dilakukan baik skala laboratorium maupun industri. Kayu apu dan genjermerupakan jenis gulma air yang sangat cepat tumbuh dan mempunyai daya adaptasi terhadap lingkungan baru yangsangat besar sehingga merupakan gangguan kronis dan sulit dikendalikan (Tjitrosoepomo, 2000). Pada umumnyatumbuhan akan menyerap unsur-unsur hara yang larutdalam air dan dari tanah melalui akar-akarnya. Semuatumbuhan mempunyai kemampuan menyerap yangmemungkinkan pergerakan ion menembus membran sel,mulai dari unsur yang berlimpah sampai dengan unsur yangsangat kecil dibutuhkan tanaman dan ternyata dapatdiakumulasikan oleh tanaman (Wolverton dan Mcknown,1975). Oleh sebab itu kayu apu dan genjer dapatdimanfaatkan untuk melakukan penjernihan air. Umumnyatanaman air sangat tahan terhadap kadar unsur hara yangsangat rendah dalam air tetapi responnya terhadap kadarhara yang tinggi juga sangat besar. Tanaman air menyerapsenyawa organik maupun anorganik terlarut ke dalamstrukturnya sehingga pada umumnya limbah yangpolutannya sudah dibersihkan oleh tumbuhan saat dialirkan ke lingkungan akibat kerusakannya lebih kecil (Lusiantydan Soerjani, 1974).Soerjani dkk. (1980) menyatakan bahwa tumbuhan airmelalui proses fotosintesis dapat membantu peredaranudara di dalam air dengan menyerap kelebihan zat haraB io S MART Vol. 7, 116 No. 2, Oktober 2005, hal. 115-124yang menyebabkan pencemaran air. Penggunaan tanamanair seperti kayu apu dan genjer dalam menurunkantoksisitas air limbah di perairan masih harus terusdikembangkan, untuk mencari sistem pengolahan airlimbah yang aman bagi lingkungan dan mudah di dapatdari lingkungan sekitar kita (Anonymous, 1976).Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kandunganbahan pencemar yang terdapat dalam limbah detergendibandingkan dengan Baku Mutu Limbah berdasarkanSurat Keputusan Gubernur Jawa Tengah No. 660.1/02/1997, mengetahui kemampuan tanaman kayu apu dangenjer dalam meningkatkan kualitas limbah detergen danmengetahui pengaruh limbah terhadap pertumbuhantanaman kayu apu dan genjer.

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini dilaksanakan bulan November-Desember 2002 di Laboratorium Pusat MIPA Sublab Biologi dan Kimia, Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Bahan yangdigunakan meliputi bahan tanaman yaitu Kayu apu dan genjer kira-kira berumur 1 bulan diambil dari arealpersawahan di Desa Baki Kabupaten Sukoharjo. Limbahdetergen diambil dari BINATU Laundry Hotel SahidKusuma Jl. Sugiyopranoto no.20 Surakarta, bahan kimiauntuk analisis kualitas air (alkalinitas, sulfat dan fosfat)yaitu: indikator PP; indikator Metil Red; dan HCL 1N,Kalium phoshat {KH2PO4}; Asam Sulfat (H2SO4) 5N;Kalium antimonil tartrat {K(sbO)C4H4O}; Amoniummolibdat{(NH4)6 Mo7O24 0,03 M}; larutan askorbat 0,01M; aquades; Na2SO4; Barium Klorida {BaCl2.2H2O}; HClpekat; etil alkohol 95 %; NaCl dan gliserol dan analisisklorofil total tanaman yaitu aseton.

Rancangan percobaan Percobaan dilakukan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL), pola faktorial 3x4 dengan 3 ulangan.Faktor pertama konsentrasi limbah detergen yaitu 0%,20%, 40% dan 60%. Faktor kedua jenis tanaman, yaitukayu apu, genjer, dan tanpa tanaman.

Cara kerjaProsedur percobaan ini dibagi menjadi 2 tahap yaitu: Uji pendahuluan. Air limbah detergen diencerkan dengan konsentrasi 100%, 75%, 50%, 25% dan 0%(sebagai kontrol). Pengenceran limbah detergen dilakukan dengan penambahan air ledeng. Sepuluh liter air limbahdari masing-masing konsentrasi dimasukkan kedalam bakbakplastik dengan volume 15 L. Tanaman kayu apu dangenjer masing-masing dengan berat 300g sebanyak 10tanaman dimasukkan ke dalam bak-bak yang telah diisi airlimbah detergen. Masing-masing perlakuan diatasdilakukan sebanyak 3 ulangan. Bak-bak perlakuanditempatkan di rumah kaca. Setiap hari diamati jumlahtanaman yang mati sampai 7 hari perlakuan. Berdasarkanjumlah tanaman yang masih hidup sampai hari ketujuh ujipendahuluan maka dibuat konsentrasi baru yaitu 60%,40%, 20% dan 0% (sebagai kontrol) dan waktu perlakuan14 hari untuk uji sesungguhnya.

Perlakuan. Aklimasi tanaman kayu apu dan genjerselama 1 minggu pada bak-bak plastik yang diisi denganair. Menimbang kayu apu dan genjer dengan berat masingmasing300 g dengan umur kira-kira 1 bulan. Media airpada bak-bak aklimasi tanaman dibuang dan digantidengan air limbah yang baru sebanyak 10 L. Sebelum dansetelah perlakuan air limbah diukur parameter fisika dankimianya yang meliputi: suhu, DO, pH dan alkalinitasdengan metode indikator warna (Alaerts dan Santika,1987). Pengukuran berat basah, panjang akar dan klorofil total dengan menggunakan spektrofotometer UV-VIS padapanjang gelombang 663 nm dan 645 nm (Anggarwulan,2000). Penentuan kadar sulfat dan fosfat menggunakanSpektrofotometer UV-Vis (Bappedal, 1994)Data parameter kualitas air limbah detergen meliputipH, oksigen terlarut, suhu, alkalinitas, sulfat dan fosfatserta pertumbuhan tanaman air meliputi berat basah,panjang akar dan klorofil total tanaman dianalisis denganAnava dan dilanjutkan dengan uji DMRT pada taraf 5%. HASIL DAN PEMBAHASAN

Bahan pencemar pada limbah detergen Penelitian ini dilaksanakan dua tahap yaitu uji pendahuluan dan uji sesungguhnya. Uji pendahuluandilakukan dengan tujuan untuk mengetahui tanaman yangmampu bertahan hidup paling lama pada konsentrasilimbah yang telah ditentukan yaitu konsentrasi 100%, 75%,50%, 25% dan 0% (sebagai kontrol) selama 7 hari danuntuk mengetahui batasan waktu hidup suatu tanamandalam lingkungan yang tercemar. Pada uji pendahuluandilakukan pengukuran parameter kualitas air limbah (pH,Oksigen terlarut, suhu, alkalinitas, sulfat dan fosfat) padakonsentrasi limbah detergen 100%. Hal ini digunakanuntuk mengetahui besarnya bahan pencemar yangterkandung dalam limbah detergen, untuk kemudiandibandingkan dengan limbah yang telah diencerkan.Dari Tabel 1 diketahui bahwa parameter kualitas airlimbah detergen (konsentrasi 100%) berupa pH dan suhuberada di atas baku mutu limbah yang ditetapkan oleh Surat Keputusan Gubernur Jawa Tengah No:660.1/02/1997. Sedangkan untuk parameter kadar fosfatnilainya berada di bawah Baku Mutu Limbah. Pengenceranair limbah dengan air ledeng mempengaruhi parameterkualitas air limbah detergen. Pengenceran akanmenurunkan nilai pH, suhu, alkalinitas, kadar sulfat danfosfat air limbah detergen.Berdasarkan uji pendahuluan, sampai hari ke-7diketahui bahwa untuk konsentrasi limbah 100% dan 75%tidak ada lagi tanaman uji yang tumbuh. Pada konsentrasi50%, 5 tanaman uji (dari 10 tanaman uji yangdiperlakukan) berupa tanaman kayu apu dan genjer masihhidup. Dari hasil tersebut ditetapkan waktu untuk uji sesungguhnya selama 14 hari, dengan asumsi bahwa padarentang waktu tersebut tanaman diperkirakan masih dapatdiamati (belum mati) sehingga diharapkan dapat diketahuipengaruh limbah terhadap tanaman maupun kemampuantanaman dalam memperbaiki kualitas air limbah detergen.Uji sesungguhnya dilakukan dengan limbah detergen yang baru, jadi tidak menggunakan limbah yang lama

Kualitas air limbah detergen setelah perlakuan dengan tanaman

Derajat keasaman (pH).Detergen di dalam air menganggu karena larutan sabun akan menaikkan pH air (Wardhana, 1995; Fardiaz, 1992).Nilai pH air limbah industri detergen sebelum pengenceransebesar 12 (Tabel 1). Tingginya nilai pH sebelumpengenceran dimungkinkan karena dalam detergen terdapatpenambahan zat yang bersifat alkalis yang dapat mengikatkotoran. Nilai pH limbah detergen yang masihdiperbolehkan untuk dibuang ke lingkungan sebesar 6-9,yang ditetapkan oleh Surat Keputusan Gubernur JawaTengah No: 660.1/02/1997. Nilai pH baik sebelum maupunsetelah pengenceran berada di atas baku mutu limbah cairindustri detergen yang diperbolehkan. Menurut Fardiaz(1992) Limbah detergen bersifat alkalis dan air ledeng yangdigunakan untuk mengencerkan limbah detergen menganungkapur. Adanya zat kapur di dalam air akan mengubahsistem penyangga (buffer) air dan memungkinkanperubahan nilai pH

Derajat keasaman (pH) air limbah detergen padakonsentrasi 60% mengalami penurunan tertinggi padaperlakuan dengan tanaman kayu apu sebesar 7,55% ataudari 9,94 menjadi 9,19. pH limbah detergen dengankonsentrasi 40% mengalami penurunan tertinggi juga padatanaman kayu apu sebesar 9,74% atau dari 9,75 menjadi8,80. pH air limbah detergen pada konsentrasi 20%mengalami penurunan tertinggi pada perlakuan dengantanaman genjer sebesar 9,24% atau dari 9,31 menjadi 8,45,sedangkan pada konsentrasi 0% atau kontrol justrumengalami peningkatan nilai pH pada semua perlakuantanaman. Penurunan pH oleh kedua tanaman disebabkankarena terserapnya unsur-unsur dalam air limbah ke dalamakar tanaman dalam jumlah yang banyak. Secara umum pHair dipengaruhi oleh konsentrasi CO2 bebas. Fitoplanktondan tanaman air lainnya akan mengambil CO2 dari airselama proses fotosintesis sehingga mengakibatkan pH airmeningkat pada siang hari dan menurun pada malam hari(Cholik dkk., 1991). Penurunan nilai pH limbah detergendiduga karena terjadinya pelepasan gugus sulfonat daridetergen yang kemudian teroksidasi menjadi sulfat(Suharjono dan Kurniati, 1994).

Oksigen terlarut (DO)Oksigen merupakan faktor penting untukrespirasi makhluk hidup. Kehidupan makhlukhidup di dalam air tergantung dari kemampunair untuk mempertahankan konsentrasi oksigenminimal yang dibutuhkan untuk kehidupan(Wardhana, 1995). Kadar oksigen terlarutlimbah detergen sebelum diencerkan sebesar1,03 mg/L (Tabel 1). Pengenceran air limbahdetergen meningkatkan nilai oksigen terlarut.Nilai ini menurut Dix (1981), terlalu rendahuntuk mendukung berlangsungnya kehidupanorganisme akuatik. Kadar oksigen terlarut dibawah 3 ppm akan membahayakan organismeperairan karena dapat mengakibatkan kematian.Hasil analisis sidik ragam pada parameterpersentase perubahan oksigen terlarut air limbahdetergen menunjukkan bahwa perlakuan jenistanaman dan tingkat konsentrasi detergenberpengaruh nyata terhadap persentaseperubahan oksigen terlarut air limbah detergen.Interaksi antara perlakuan jenis tanaman dantingkat konsentrasi limbah detergen tidakberpengaruh nyata terhadap persentaseperubahan oksigen terlarut.

KESIMPULAN

Parameter kualitas air limbah detergen sebelum perlakuan berada di atas Baku Mutu Limbah berdasarkanSurat Keputusan Gubernur Jawa Tengah No.660.1/02/1997 diantaranya pH sebesar 12, Suhu 330C,fosfat (PO42-) 4 mg/L, dan alkalinitas sebesar 1200mg/L.Tingkat pencemaran oleh limbah detergen denganparameter kualitas air (pH, oksigen terlarut, suhu,alkalinitas sulfat dan fosfat) dapat diperbaiki oleh tanamankayu apu dan genjer. Tanaman kayu apu menurunkanparameter suhu sebesar 16,9%, sulfat sebesar 43, 1% danfosfat sebesar 41,9% sedangkan tanaman genjer hanyamenurunkan parameter pH air limbah detergen sebesar9,24%, tetapi kedua tanaman meningkatkan alkalinitas airlimbah detergen. Pada konsentrasi limbah 60%, terjadipenurunan pertumbuhan tanaman kayu apu dan genjer.Berat basah dan panjang akar tanaman kayu apu menurunsebesar 66,7% sedangkan klorofil total menurun sebesar58,4%. Tanaman genjer pada konsentrasi limbah detergen60% mengalami kematian.

SOLVENTA. Benzene 1. Sumber Sumber antropogenik Benzena berasal dari gas buang kendaraan bermotor, stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU), dan buangan dari industri. Benzena juga dihasilkan dalam pembakaran tungku batu bara, asap rokok dan asap dari proses pembakaran lainnya (WHO, 1996). Celakanya potensi polusi udara dari jenis polutan Benzena akan justru diperkirakan akan meningkat pasca munculnya kebijakan penghapusan bensin tanpa timbal. 2. Sifat dan karakteristik Benzena Benzena merupakan senyawa yang tidak berwarna. Benzena berwujud cair pada suhu ruang (270C). Titik didih benzena : 80,10C, Titik leleh benzena : -5,50C Benzena tidak dapat larut air tetapi larut dalam pelarut nonpolar Benzena merupakan cairan yang mudah terbakar Benzena merupakan cairan yang mudah terbakar Benzena lebih mudah mengalami reaksi substitusi daripadaadisi Halogenasi

3. Dampak terhadap lingkungan

Paparan kronis (terus-menerus) terhadap benzena pada konsentrasi tertentu dapat meningkatkan kemungkinan terkena leukemia. Merkuri (air raksa) dan siklodiena dikenal dapat menyebabkan kerusakan ginjal, beberapa bahkan tidak dapat diobati. PCB dan siklodiena terkait pada keracunan hati. Organofosfat dan karmabat dapat menyebabkan gangguan pada saraf otot. Berbagai pelarut yang mengandung klorin merangsang perubahan pada hati dan ginjal serta penurunan sistem saraf pusat. Terdapat beberapa macam dampak kesehatan yang tampak seperti sakit kepala, pusing, letih, iritasi mata dan ruam kulit untuk paparan bahan kimia yang disebut di atas. Yang jelas, pada dosis yang besar, pencemaran tanah dapat menyebabkan Kematian.

4. Media yang mampu meremediasiYakni menggunakan Tumbuhan dari famil Araceae memiliki fungsi ganda selain sebagai tanaman hias juga merupakan tumbuhan anti polutan yang berasal dari udara dan tanah. Banyak diantara jenis tanaman tersebut yang menyerap racun seperti benzena dan formaldehid. Apabila ditanam didalam ruang bisa membuat raungan lembab karena bisa mengeluarkan uap air sehingga beberapa jenis tanaman ini bisa menjadi AC alami.

5. Cara meremediasi Menggunakan teknologi fitoremediasi diamana teknologi ini memanfaatkan tanamana dalam mendegradasi bahan pencemar.

Asam asetatAsam asetat dikenal sebagai pemberi rasa asam dan aroma dalam makanan. Asam cuka memiliki rumus empiris C2H4O2 . Rumus ini seringkali ditulis dalam bentuk CH3-COOH, CH3COOH atau CH3CO2H. Asam asetat bebas-air membentuk kristal mirip es pada 160C , sedikit di bawah suhu ruang. Asam asetat cair adalah pelarut protik hidrofilik (Polar), mirip seperti air dan etanol. asam asetat memiliki konstanta dielektrik yang sedang yaitu 6.2, sehingga ia bisa melarutkan baik senyawa polar seperti garam anorganik dan gula maupun senyawa non-polar seperti minyak dan unsur-unsur seperti sulfur dan iodin. asam asetat bercampur dengan mudah dengan pelarut polar atau nonpolar lainnya seperti air, kloroform dan heksana. sifat kelarutan dan kemudahan bercampur dari asam asetat. ini membuatnya berguna dalam industri kimia.Sumber Asam Asetat dihasilkan dari cairan piroligneous yang diperoleh dari distilasi kayu. Cairan ini direaksikan dengan kalsium hidroksida menghasilkan kalsium asetat kemudian diasamkan dengan asam sulfat dan kemudian menghasikan asam asetat.

SifatAsam asetat bersifat korosif terhadap banyak logam seperti besi, magnesium dan seng membentuk gas hidrogen dan garam-garam asesat (disebut logam asetat). Sifat sifat asam asetat :1. KeasamanAtom hidrogen (H) pada gugus karboksil (-COOH) dalam asam karboksilat seperti asam asetat dapat dilepaskan sebagai ion H + (Proton), sehingga memberikan sifat asam. asam asetat adalah asam lemah monoprotik dengan nilai pKa = 4.8. Basa konjungsinya adalah asetat (CH3COO-). Sebuah larutan 1.0 M asam asetat (kira-kira sama dengan konsentrasi pada cuka rumah) memilki pH sekitar 2.42. Dimer Siklis Struktur kristal asam asetat menunjukan bahwa molekul-molekul asam asetat berpasangan membentuk dimer yang dihubungkan oleh ikatan hidrogen. dimer juga dapat dideteksi pada uap bersuhu 120 0C. dimer juga terjadi pada larutan encer di dalam pelarut tak-berikatan-hidrogen (misalnya air). Entalpi disosiasi dimer tersebut diperkirakan 65.0-66.0 kJ/mol, entropi disosiasi sekitar 154-157 J Mol-1 k-1 .Sifat dimersiasi ini juga dimiliki oleh asam karboksilat sederhana lainnya.3. Sebagai Pelarut Asam asetat cair adalah pelarut protik hidrofilik (Polar), mirip seperti air dan etanol. asam asetat memiliki konstanta dielektrik yang sedang yaitu 6.2, sehingga ia bisa melarutkan baik senyawa polar seperti garam anorganik dan gula maupun senyawa non-polar seperti minyak dan unsur-unsur seperti sulfur dan iodin. asam asetat bercampur dengan mudah dengan pelarut polar atau nonpolar lainnya seperti air, kloroform dan heksana. sifat kelarutan dan kemudahan bercampur dari asam asetat. ini membuatnya berguna dalam industri kimia.

4. Reksi Kimia Asam piruvat dengan unsur lainnya. Asam asetat bersifat korosif terhadap banyak logam seperti besi, magnesium, dan seng, membentuk gas hidrogen dan garam-garam asetat (disebut logam asetat). Logam asetat juga dapat diperoleh dengan reaksi asam asetat dengan suatu basa yang cocok. Contoh yang terkenal adalah reaksi soda kue (Natrium Bikarbonat) bereaksi dengan cuka. Hapir semua garam asetat larut dengan baik dalam air. Salah satu pengecualian adalah Kromium (II) asetat.

Dampak LingkunganDampak terhadap laju korosi, dampak asetat yang berada di instalasi minyak dan gas bumi telah mengakibatkan pengaruh yang penting dalam kelajuan korosi. Pengaruhnya telah diketahui sejak lama, terutama pada ladang minyak yang mengandung asam dan gas CO2.Media RemediasiIsolat Bakteri Pseudomonas sp., Isolat Bakteri Bacillus sp., Uranil Nitrat UO2(NO3)2.6H2O, Asam asetat CH3COOH, Medium Nutrient Broth (NB), Nutrient Agar Miring.Cara RemediasiTelah dilakukan penelitian pengaruh asam asetat terhadap efisiensi pengikatan uranium dalam bioremediasi lingkungan. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan data pengaruh penambahan stimulan asam asetat terhadap peningkatan kinerja kedua jenis bakteri tersebut sebagai agen bioremediasi limbah radioaktif yang mengandung uranium. Penambahan asam asetat dilakukan dengan variasi konsentrasi 1, 2 dan 3 mM dan volume 1,5 ml; 3,5 ml; 5,5 ml dan 7,5 ml. Medium yang digunakan untuk pertumbuhan isolat bakteri adalah Nutrient Borth (NB) yang telah disterilkan menggunakan autoclave pada suhu 121 oC dengan tekanan 1 atm. Pengambilan sampel untuk pengukuran OD pada kedua kultur bakteri tersebut dilakukan dengan variabel waktu 0, 6, 12, 24, 48 dan 54 jam. Penentuan efisiensi pengikatan uranium oleh Pseudomonas sp dan Bacillus sp. dilakukan dengan analisis sisa uranium di dalam supernatan menggunakan metode spektrofotometri. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa waktu inkubasi yang optimal untuk pengikatan uranium oleh Bacillus maupun Pseudomonas adalah 54 jam. Penambahan stimulan asam asetat memberikan pengaruh yang paling optimal terhadap rentang waktu pencapaian fase stasioner untuk Bacillus pada konsentrasi 1 mM, dan Pseudomonas 3 mM. Efisiensi pengikatan uranium oleh Bacillus maksimal pada penambahan asam asetat 1 mM sebanyak 7,5 ml, untuk Pseudomonas pada penambahan asam asetat 3 mM sebanyak 1,5 ml dengan waktu inkubasi 54 jam yaitu sebesar 99,8%.

PENGARUH STIMULAN ASAM ASETAT TERHADAP EFISIENSI PENGIKATAN URANIUM DALAM BIOREMEDIASI LINGKUNGAN MENGGUNAKAN Bacillus sp. dan Pseudomonas sp. M. Yazid, Aris Bastianudin Pusat Teknologi Akselerator dan Proses Bahan BATAN, Yogyakarta