BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.utu.ac.id/589/1/BAB I_V.pdf · 2.2. Jenis-jenis...
Transcript of BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.utu.ac.id/589/1/BAB I_V.pdf · 2.2. Jenis-jenis...
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Aceh merupakan wilayah daratan dengan topografi berbukit, bergunung,
dan berlembah, hal ini yang merupakan salah satu faktor terjadi cuaca lokal.Aceh
berada pada ketinggian antara 0-1.205 meter di atas permukaan laut. Wilayah ini
memiliki perairan umum yang berupa danau dan sungai. Iklim Aceh termasuk
iklim tropis yang dipengaruhi oleh angin muson, dengan curah hujan tidak merata
beragam antara1.000-3.000 milimeter setiap tahun.Suhu udara beragam antara
33°C-37°C. [1]
Aceh bermusim kemarau pada awal bulan Maret sampai Agustus dan
musim hujan di bulan September sampai dengan Februari. Kelembaban udara
relatif di wilayah itu berkisar antara 70 sampai dengan 90 persen.Musim kemarau
(Junisampai September), dipengaruhi oleh masa udara kontinental Australian, dan
musim hujan (Desember sampai Maret) yang dihasilkan masa udara dari daratan
Asia dan Samudra pasifik. Perubahan iklim menyebabkan terjadinya perubahan
siklus dan kacaunya iklim dunia yang diakibatkan oleh pemanasan global akibat
efek rumah kaca. Hujan di musim kemarau sangat mungkin terjadi, demikian juga
sebaliknya. Namun secara umum, musim penghujan menjadi lebih pendek dengan
curahh ujan yang lebih tinggi [1]
2
Pengaruh temperatur dan kelembaban udara relatif terhadap laju korosi
atmosferik ini penting dilakukan karena kondisi udara yang lembab akan
membantu proses pengendapan bahan pencemar, sebab dengan keadaan udara
yang lembab maka beberapa bahan pencemar berbentuk partikel (misalnya debu)
akan berikatan dengan air yang ada dalam udara dan membentuk partikel yang
berukuran lebih besar sehingga mudah mengendap ke permukaan material.[2]
Proses korosi yang paling nyata adalah reaksi logam dengan oksigen
udara. Kendati reaksi dengan oksigen pada prinsipnya sangat sederhana, para
ilmuwan di masa lampau mengalami kesulitan dalam memahami perubahan berat
yang menyertai kalsinasi (oksidasi) logam di udara. Bahkan sekarang, pengkajian
tentang oksidasi dan reaksi – reaksi temperatur tinggi lain menyangkut paduan –
paduan moderen telah membuktikan bahwa proses yang dilibatkan kompleks
sekali.
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Peunaga Pasi dan Kubang Gajah (area
gedung BMKG) Kabupaten Nagan Raya, dengan melihat pengaruh Temperatur
dan kelembaban udara relatif terhadap laju korosi atmosferik pada baja dengan
menggunakan data dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Giofisika (BMKG)
Nagan Raya.
1.2. Rumusan Masalah
Perubahan iklim yang semakin tinggi menyebabkan tingginya korosifitas
pada baja infrastruktur yang digunakan untuk kontruksi. Sampai saat ini, data
tingkat korosifitas atmosferik untuk wilayah Barat Aceh belum tersedia, sehingga
sangat diperlukan sebagai salah satu pertimbangan pemilihan bahan logam dalam
3
perencanaan tataruang suatu kawasan, penentuan lokasi dan perencanaan
perawatan untuk menghindari kerusakan dini di berbagai kontruksi infrastruktur
akibat serangan korosi.
1.3. Tujuan Penelitia
Tujuan penelitian adalah melihat pengaruh temperatur dan kelembaban
udara relatif terhadap laju korosi atmosferik pada baja kontruksi
1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dapat dihasilkan dari penelitian ini
adalah:
Rujukan awal untuk penggunaan baja kontruksi dikawasan pantai Barat
Aceh dalam hal mempertimbangkan tingkat pengaruh temperatur dan kelembaban
udara relatif.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Korosi
Korosiadalahistilah yang diberikanmasyarakatterhadaplogam yang
mengalamikerusakanberbentukkeropos.Sedangkanbagianlogam yang
rusakdanberwarnahitamkecoklatanpadabajadisebutkarat.Didalam praktek, proses
korosi sudah terjadi sejak bahan-bahan diambil dari bumi sampai kembali ke bumi
atau dalam keadaan ketidak
setimbangan.Korosimerupakanperistiwapenurunanmutulogamakibatberinterakside
nganlingkungannya.Secarakimiawikorosimerupakansuatu proses
elektrokimiadimanareaksielektrokimiainidisertaidenganaliranaruslistrik[3].
Akibatreaksiinisebagianlogamakanmenjadisulfida, oksidaatauhasil-hasilreaksi lain
yang dapatlarutdenganlingkungannya. Dalamreaksielektrokimia,
penurunanmutulogamdapatterjadiantaralogamdenganlogamataupunbutirdenganbut
irlogamlainnyaselamamasihterjadiperpindahanelektron.
Reaksikorosiadalahreaksikimia yang cukuplambat,
akantetapihasilreaksinyasangatberpengaruhsekaliterhadapkehidupanumatmanusia.
Logam yang mengalamikorosiakanrusakataudayatahannyaberkurang.
Olehkarenaitudibutuhkancaraataumetodetertentuuntukmengurangilajukorosididala
msuatulogam. Reaksi yang terjadipadalogam yang
mengalamikorosiadalahreaksioksidasi, dimana atom-atom
logamlarutkelingkungannyamenjadi ion-ion
5
denganmelepaskanelectronpadalogamtersebut.Sedangkandarikatodaterjadireaksi,
dimana ion- ion darilingkunganmendekatilogamdanmenangkapelektron-elektron
yang tertinggalpadalogam [3].
2.2. Jenis-jenis Korosi
Korosididefinisikan sebagai penurunan mutu suatu bahan terutama logam
yang disebabkan oleh reaksi antara bahan tersebut dengan lingkungan sekitarnya
[4]. Didalam praktek, proses korosi sudah terjadi sejak bahan-bahan diambil dari
bumi sampai kembali ke bumi atau dalam keadaan ketidaksetimbangan [5]. Secara
umum, fenomena korosi dikenal dengan istilah karat.
Contohprodukkorosipadabahanberbasisbesiadalahproduk reaksi bewarna coklat,
yang terdiridaricampuranbesioksidaterhidrasidanbesihidroksida.
Berdasarkan jenis dan produk, korosi biasanya digolongkan kedalam
delapan bentuk [5], yaitu:
1. Korosi Merata (Unifom Corrosion)
Bentukkorosi yang paling
umumdijumpaiadalahkorosimerata.Korosiiniterjadibilapermukaanlogamterdap
atbedapotensial yang dapatmenimbulkandaerahanodadandaerahkatoda,
reaksikimiadanreaksielektrokimiaberlangsungsecaraseragamdiseluruhpermuka
anlogam yang tidakterisolasi. Logam yang
mengalamikerusakaninilambatlaunakanmenjaditipisdanpadaakhirnyaakankehil
angandayagunanya.
2. Korosi Galvanik (Galvanic Corrosion)
6
Korosiiniterjadikarenaadadualogamdenganbedapotensial yang
terdapatdidalamsuatuelectrolit. Sehinggalogam yang
anodicakanlebihcepatterserangolehkorosi. Sedangkanlogam yang
lebihkatodikakanterlindungidariserangankorosi.
3. Korosi Celah (Crevice Corrosion)
Korosicelahialahbentukkorosilokal yang terjadidiantaracelah-
celahataudaerah yang tersembunyipadapermukaanlogam yang
beradadidalamlingkungankorosif.Padadasarnyakorosiiniterjadikarenaadanyape
rbedaankonsentrasioksigenatau
ionlogamantaradaerahcelahdenganudaradansekitarnya.
4. Korosi Sumuran (Pitting Corrosion)
Korosiinitimbuldenganterbentuknyalubang-
lubangpadapermukaansuatulogam yang diiakibatkanolehadanya ion-ion
reaktif.Adanyaoksigenjugamempercepat proses korosiini.
Suatuanodaakanterbentukpadabagianpelindung,lapisan yang
tidakrusakakanbertindaksebagaikatoda.
Akibatkorosiiniakanterjadilubangsehinggasemakin lama semakindalam.
5. Korosi Batas Butir (Intergranular Corrosion)
Korosibatasbutirseringterjadipadabajatahan karat sebagaiakibatdari proses
perlakuanpanasataupengelasan.
Dalamkondisitertentubidangantaramukabutiran (grain interface)
menjadisangatrelatifdanmenyebabkankorosibatasbutir,
7
yaitukorosilocalpadabatasbutir,
sementarabutiranitusendiritidakmengalamikorosi.
6. KorosiErosi (Erosion Corrosion)
Proses korosiinitimbulbilacairan yang mengalirmengandungpartikel-
partikelpadat yang bergesekanlangsungdenganpermukaan material
sehinggaakanmerusaklapisanlindungdarilogam.
7. Korosi Tegangan (Stress Corrosion)
Korositeganganadalahkorosipadalogamakibattegangan yang
diberikandanlogamberadadalam media yang korosif,
sehinggalogammengalamisuaturetakan.Korosiinidipengaruhiolehsuatufactorte
gangandanreaksielektrokimiapadalingkungan yang korosif.
8. Korosi selektif
Korosiiniterjadikarenaterlarutnyasuatupaduan yang
bersifatlebihanodicdarisuatupaduan.Sepertihalnyakejadianpeluruhansengpada
kuningandengankadarsengnyatinggi yang dikenaldengan proses
dezincification.
2.3. Korosi Atmosferik
Korosi atmosferik termasuk kedalam jenis korosimerata,terjadikarena
prosesanodicdankatodik yang
8
langsungpadapermukaanlogamterdistribusisecaramerata.
Initerjadikarenaadanyapengaruhdarilingkungansehinggakontaklangsungmengakib
atkanseluruhpermukaanlogamterkorosi.Korosisepertiiniumumnyadapatkitatemuka
npadabaja di atmosferdanpadalogamataupaduan yang aktifterkorosi
Korosi terjadi akibat zat-zat aktif yang berasal dari udara sekitar, maka
korosi ini dinamakan korosi atmosferik. Zat-zat aktif yang terutama dapat
mengakibatkan korosi atmosferik ini adalah polutan akibat pembakaran bahan
bakar fosil (seperti SO2) yang banyak dijumpai di daerah perkotaan (urban), dan
ion klorida yang banyak terkandung di udara di daerah tepi pantai (marine). Di
daerah pedesaan (rural), walaupun kadar polutan rendah (atau bahkan dapat
diabaikan), korosi atmosferik dapat disebabkan oleh uap air, oksigen dan karbon
dioksida[6].
Studi korosi atmosferik atau atmosfer dapat dibagi menjadi lima jenis
berdasarkan kandungan senyawa SOx dan ion klorida, seperti pada Tabel 2.1
berikut ini (data ini didapat dari pengukuran dengan periode 20-25 bulan).
Tabel 2.1.Jenis-jenis udara berdasarkan kandungan polutan SOx dan ion klorida
JenisUdara Kadar SOx/dm2/d (mg) Kadar Cl-/m2/d (mg)
Industrial 0.5-2 Nil
Urban (perkotaan) 0.5-4 Nil
Rural (semi) (pedesaan) nil-2 Nil
Marine (pantai) nil-0.5 25-150
Sumber : ASM International Tahun 2014
9
Selain ion-ion yang terkandung di udara,
factorpentingpendukungkorosiatmosferiklainnyaadalahWaktuKebasahan (Time of
Wetness, atau TOW), ataulamanyauap air berada di permukaanlogam.Lapisanuap
air inidapatdisebabkanolehhujan, salju, proses pengembunan, dan proses
kapilarisasi [5].
Secaraumum, faktor- faktor yang
mempengaruhikorosiatmosferikdapatdikategorikanmenjadideposisibasah (pH,
konduktivitas, ion- ion positifdannegatifsepertisulfat, nitrat, ion natrium, ion
hidrogen), deposisikering (SO2, NO2), factormeteorologis
(arahdankecepatanangin, suhu, kelembabanrelatif, radiasimatahari, curahhujan),
danfactorlainnyasepertisuhupermukaanspesimen.Namun faktor terpenting adalah
kandungan SO2 dan klorida, serta TOW [5].
Korosi atmosferik dapat dikatakan merupakan proses yang rumit yang
ditentukan oleh banyak variabel, terutama variabel-variabel yang berkaitan
dengan cuaca. Karena itu, laju korosi atmosferik sangat ditentukan oleh kondisi
iklim lokal yang akan berubah baik secara alami (misalnya musim), ataupun
karena faktor manusia (misalnya pembangunan) [3].
Serangan korosi atmosferik dapat bersifat merata (uniform) ataupun
terlokalisasi seperti dicontohkan pada Gambar 2.1. Serangan korosi atmosferik
yang bersifat merata biasanya terjadi pada baja dan tembaga. Sedangkan pada
material seperti aluminium dan paduannya, zinc (termasuk pelapis zinc pada baja
seperti pada “seng” yang digunakan sebagai atap rumah), baja tahan karat dan
nikel, serangan korosi atmosferik biasanya bersifat lokal [5].
10
Sumber: ASM Internasional Tahun 2014
Serangankorosimerata, lajukorosi yang terjadibesarnyahampirsama di
seluruhpermukaanbahan,
sehinggapermukaanbahanakanditemukandalamkeadaanterselimutiprodukkorosi.
Jikalapisanprodukkorosiinibertahan di ataspermukaanbahanlogamtersebut,
makalogamtersebutsecaraprinsipelektrokimiakorosiakanberhentidari proses korosi
(ataudisebutmenjadipasif), hanyasajapenampilanbahantersebutakanmenjadirelatif
buruk. Namunpadakenyataannya, produkkorosiinimungkinsajaakanhilang,
misalnyaakibatanginatauhujan. Jika produk korosi ini hilang, maka proses korosi
akan dimulai kembali pada permukaan yang baru. Sehingga permukaan bahan
logam tersebut akan menipis sedikit demi sedikit [5].
Serangan korosi atmosferik yang terlokalisasi terjadi pada satu titik dimana
proses korosi terkonsentrasi, mengakibatkan percepatan laju korosi pada lokasi-
lokasi tertentu. Serangan korosi atmosferik lokal biasanya dikaitkan dengan
kandungan ion klorida di udara, seperti udara di daerah pantai [7].
Gambar 2.1. Serangan korosi atmosferik yang bersifat (a) merata, (b) lokal
(a) (b)
Produk
korosi
11
2.4. Elektro Kimia Korosi
Korosi atmosferik (pada logam) terjadi pada udara terbuka, diakibatkan
oleh zat-zat aktif di udara seperti polutan atau uap air, dan dipengaruhi oleh
parameter-parameter iklim. Mekanisme yang terjadi adalah elektrokimia, seperti
pada contoh Gambar 2.2. Pada umumnya, korosi atmosferik terjadi seperti pada
contoh Gambar 2.1 (a), yaitu bersifat merata. Jika logam yang berada di udara
terbuka juga tergalvanisasi, maka laju korosi akan lebih tinggi lagi.
Reaksi reduksi-oksidasi yang terjadi pada korosi atmosferik melibatkan ion-
ion dari udara seperti uap air, oksigen atau polutan seperti SO2 atau ion klorida.
Contoh berikut adalah reaksi reduksi-oksidasi korosi besi dengan oksigen dalam
lingkungan terhidrasi (misalnya besi dalam udara lembab):
Reaksi oksidasi membentuk ion besi (II) (Fe2+), sedangkan reaksi reduksi
menghasilkan ion hidroksida (OH-). Ion besi(II) ini bereaksi dengan ion
hidroksida (reaksi 2.6) membentuk produk korosi besi(II) hidroksida ( )
yang berwarna hijau atau biru.
Reaksioksidasi
Reaksireduksi OHeOHO 22
2
122
(2.6)
eFeFe 22
(2.5)
22 2 OHFeOHFe
(2.7) OHFeOHFe 2
3
2
2 2444
(2.8) 33 3 OHFeOHFe
Pembentukanprodukkorosi
Pembentukanprodukkorosi
(2.4)
12
Ion besi (II) juga bereaksi dengan oksigen dan ion hidrogen (reaksi 2.7)
menjadi ion besi (III) (Fe3+). Ion besi (III) bereaksi lebih lanjut (reaksi 2.8)
menjadi besi (III) hidroksida ( ) yang berwarna kecoklatan. Karat yang
sering terlihat sebagai produk korosi adalah besi (III) diroksida ini.
Seperti ditunjukkan oleh reaksi (2.5) hingga (2.8), pada proses korosi besi
dalam udara lembab ini, besi (Fe) terurai menjadi ion besi dan akhirnya dapat
membentuk dua jenis produk korosi. Secara visual, besi ini akan tampak
terselimuti oleh produk korosi yang umumnya berwarna kecoklatan, yaitu karat.
Besi itu sendiri akan mengalami penipisan (kehilangan massa). Besi juga akan
beresiko mengalami penurunan kekuatan. Aspek lainnya adalah penampilan besi
yang menjadi relatif buruk.
Proses korosi ini tak dapat dihindari, namun dengan penanganan yang
tepat, dapat diminimalisir lajunya, dan akhirnya kerugian yang dapat ditimbulkan
juga dapat diminimalisir. Cara praktis dalam melakukan hal ini adalah dengan
memisahkan bahan logam dengan lingkungannya (coating) dan pemilihan bahan
logam yang sesuai untuk lingkungan kerja. Kedua hal ini perlu dilakukan dalam
perencanaan penggunaan bahan logam.
2.5. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Korosi Atmosferik
Korosi atmosferik sangat dipengaruhi kondisi cuaca lokal, sehingga tidak
ada dua tempat di dunia ini yang memiliki karakteristik korosi atmosferik yang
sama satu dengan yang lain [7]. Parameter atmosferik yang sangat mempengaruhi
13
laju korosi atmosferik adalah kelembaban udara relatif, temperatur, curah hujan,
arah dan kecepatan angin, serta kandungan polutan dalam udara sekitar [7].
Polutan yang sangat mempengaruhi laju korosi atmosferik adalah SO2 dan
ion klorida, sehingga kadar SO2 dan salinitas udara (kandungan klorida) di udara
digunakan sebagai basis dalam menentukan kategori korosivitas atmosfer pada
suatu lokasi/lingkungan.SO2 berasal dari polusi industri, yang jika terlarut dalam
larutan akuatik di permukaan logam akan membentuk H2S atau H2SO4 yang akan
mempercepat laju korosi atmosferik. Ion klorida dalam salinitas udara akan
terlarut pada lapisan tipis air di permukaan air dan kemudian menyerang logam,
sehingga efeknya adalah peningkatan laju korosi di permukaan logam. Apabila
suatu lingkungan memiliki kadar SO2 dan ion klorida sangat tinggi, seperti daerah
industri di tepi laut, maka dapat diperkirakan daerah tersebut akan memiliki
karakter atmosfer dengan laju korosi atmosferik yang sangat tinggi [8].
Adapun faktor- faktor yang mempengaruhi proses korosi antara lain
sebagai berikut :
a. Temperatur
Temperatur berpengaruh terhadap kenaikan laju korosi bahkan dalam
suatu larutan yang bertemperatur mendekati temperatur kamar, jika sebagian dari
logam memiliki temperatur yang lebih tinggi dibandingkan bagian lainnya, maka
bagian yang lebih tinggi menjadi anodik.
14
b. Kelembaban udara relatif
Kelembaban udara relatif dari suatu campuran udara-air didefinisikan
sebagai rasio dari tekanan parsia uap air dalam campuran terhadap tekanan uap
jenuh air pada temperatur tersebut.
c. Perbedaan Potensial
Penggunaan dua logam yang mempunyai potensial yang berbeda dalam
suatu lingkungan tanpa isolasi diantara kedua logam tersebut akan menyebabkan
terjadinya korosi pada salah satu logam. Logam yang mempunyai potensial lebih
tinggi pada deret galvanic akan bersifat katodik (terlindung dari korosi) sedangkan
yang lebih rendah akan menjadi anodik (terkorosi)
d. Kondisi Permukaan
Kondisi suatu permukaan suatu material akan dapat mempengaruhi proses
terjadinya korosi, ada atau tidaknya lapisan tipis dan keberadaan zat-zat asing
dapat memberikan pengaruh yang kuat terhadap inisiasi dan kecepatan korosi.
e. Tegangan Sisa
Proses mekanis yang dilakukan pada suatu bahan atau material akan
menimbulkan tegangan sisa pada daerah tertentu pada material tersebut, misalnya
proses pengelasan. Daerah yang mangalami tegangan yang lebih besar akan
menjadi anoda dan akan terkorosi lebih cepat.
f. Waktu
Jumlah produk korosi biasanya bertambah dengan meningkatnya waktu.
15
2.6. Pengaruh Klimatologi Terhadap Korosi Atmosferik
Pencemaran udara berbeda pada satu tempat dengan tempat lain karena
adanya perbedaan kondisi pencahayaan, kelembaban, temperatur, angin serta
hujan yang akan membawa pengaruh besar dalam penyebaran dan difusi
pencemar udara yang diemisikan baik dalam skala lokal (kota tersebut) atau skala
regional (kota dan sekitarnya).[2]
1. Kelembaban Udara Relatif
Kelembaban udara menyatakan banyaknya uap air dalam udara.
Kandungan uap air ini penting karena uap air mempunyai sifat menyerap radiasi
bumi yang akan menentukan cepatnya kehilangan panas dari bumi sehingga
dengan sendirinya juga ikut mengatur suhu udara.
Fog (kabut) terbentuk ketika udara lembab dan mengembun, jenis partikel
cair ini merugikan karena memudahkan perubahan SO3 menjadi H2SO4. Selain itu
fog yang terjadai di daerah lembab akan menghalangi matahari memanasi
permukaan bumi untuk memecah inversi, akibatnya sering memperpanjang waktu
kejadian pencemaran udara.
Kelembaban udara yang relatif rendah (< 60%) di daerah tercemar
SO2akan mengurangi efek korosif dari bahan kimia tersebut sedangkan pada
kelembaban relatif lebih atau sama dengan 80% di daerah tercemar SO2 akan
terjadi peningkatan efek korosif SO2 tersebut.
16
2. Temperatur
Salah satu karakteristik atmosfir yang penting adalah kestabilan atmosfir
itu sendiri yaitu kecenderungan untuk memperbanyak atau menahan pergerakan
udara vertikal. Pada kondisi stabil pergerakkan udara ditahan atau tidak banyak
terjadi pergerakkan vertikal. Kondisi ini dipengaruhi oleh distribusi suhu udara
secara vertikal.
Suhu udara menurun ± 1 °C per kenaikan ketinggian 100 meter, namun
pada malam hari lapisan udara yang dekat dengan permukaan bumi mengalami
pendinginan terlebih dahulu sehingga suhu pada lapisan udara di lapisan bawah
dapat lebih rendah daripada atasnya. Kondisi metereologi itu disebut inversi yaitu
suhu udara meningkat menurut ketinggian lapisan udara, yang memerlukan pada
kondisi stabil dan tekanan tinggi.
Gradien tekanan pada kondisi tersebut menjadi lemah sehingga angin
menjadi lambat yang menyebabkan penurunan penyebaran zat pencemar secara
horisontal. Sementara itu tidak terjadi perpindahan udara vertikal yang
menyebabkan penurunan zat pencemar secara vertikal dan meningkatkan
akumulasi lokal.
Suhu dapat menyebabkan polutan dalam atmosfir yang lebih rendah dan
tidak menyebar. Peningkatan suhu dapat menjadi ketalisato r atau membantu
mempercepat reaksi kimia perubahan suatu polutan udara. Pada musim kemarau
dimana keadaan udara lebih kering dengan suhu cenderung meningkat serta angin
yang bertiup lambat dibanding dengan keadaan hujan maka polutan udara pada
17
keadaan musim kemarau cenderung tinggi karena tidak terjadi pengenceran
polutan di udara.
Suhu yang menurun pada permukaan bumi dapat menyebabkan
peningkatan kelembaban udara relatif sehingga akan meningkatkan efek korosif
bahan pencemar.Sedangkan pada suhu yang meningkat akan meningkatkan pula
reaksi suatu bahan kimia. Inversi suhu dapat mengakibatkan polusi yang serius
karena inversi dapat menyebabkan polutan terkumpul di dalam atmosfer yang
lebih rendah dan tidak menyebar. Selain hal itu suhu udara yang tinggi akan
menyebabkan udara makin renggang sehingga konsentrasi pencemar menjadi
makin rendah dan sebaliknya pada suhu yang dingin keadaan udara makin padat
sehingga konsentrasi pencemar di udara makin tinggi. Suhu udara yang tinggi
akan menyebabkan bahan pencemar dalam udara berbentuk partikel menjadi
kering dan ringan sehingga bertahan lebih lama di udara, terutama pada musim
kemarau dimana hujan jarang turun.[2]
2.7. Metode Pengukuran Laju Korosi Atmosferik
Pengukuran laju korosi atmosferik dapat dilakukan dengan dua metode
yaitu:
Pengujian ekpos merupakan bentuk yang paling sederhana dalam
pengukuran korosi atmosferik [6]. Pengujian ekpos hanya
mempertimbangkan variabel kehilangan masa, dengan mengasumsikan
bahwa semua faktor- faktor korosi atmosferik direpresentasikan dalam
bentuk kehilangan masa.
18
Metode yang keduaadalahdenganmengukur parameter-parameter yang
menyebabkankorosiatmosferiksepertikadarpolutan (terutama SO2dan ion
klorida), TOW, dan lain- lain. Hasildaripengukurandapat-
direpresentasikandalamklasifikasiudaraberdasarkanparameterparameterters
ebut, berdasarkanstandar ISO 9223. Standar tersebut juga menjelaskan
metode mengkonversi klasifikasi udara menjadi satuan penetrasi pertahun.
Tabel 2.2. Kriteria laju korosi pada baja nikel paduan
Sumber: (M.G Fontana)
Contohperhitunganlajukorosiatmosferikdapatdilihatsebagaiberikut:
Sebuahspesimenbajatulangan yang
diekspospadaudaraterbukadalamjangkawaktusatubulan. Beratspesimen yang
hilangadalah 0,51gr. Denganmenggunakanpersamaan 2.9
dapatdihitunglajukorosi:
19
Laju korosi )(mpyTAD
WK
..
.
720.00,305.85,7
51,0.1045,3 6x
mpy01,1
dimana : 𝐾 = konstanta konversisatuanlajukorosi (Tabel2.2)
𝑊= kehilangan massa, gram
𝐴 = luas permukaan, cm2
𝑇 = waktu eksposur, jam
𝐷= massa jenis, g/cm3
Pengukurankehilanganmassadalam interval waktutertentu (per hari,
mingguataubulan, bergantungkepadalajukorosinyasecara visual) dilakukan,
danlajukorosiatmosferikpadalokasitersebut, untukbahanlogam yang diuji,
dapatditentukandandirepresentasikandalamsatuanpenetrasi per tahun (seperti mils
per tahunataumilimeter per tahun),(ASTM G 50). [9].
Tabel 2.3. Nilai K untuk persamaan (2.9)
No Satuan laju korosi Nilai K
1 Mils per tahun (mpy) 3.45 X 106
2 Milimeter per tahun (mm/y) 8.76 X 104
3 Gram per meter kuadrat per jam (g/m2.h) 1.00 X 104 x D
Sumber : ASM International Tahun 2014
Standaruntukmetodeiniadalah ASTM G 50.Metodeinidinamakan
pengujian eksposur (exposure test).Gambar 2.3 menunjukkan contoh pelaksanaan
pengujian ekspos.
20
Karena itu persiapan pengujian metode pertama lebih praktis daripada
metode kedua, dimana jumlah pengukuran yang harus dilakukan lebih banyak
dengan jenis peralatan yang lebih banyak pula (pengukuran kadar polutan seperti
SO2 dan ion klorida, dan pengukuran kelembaban/TOW, jika diperlukan
dilakukan pengukuran faktor- faktor lainnya seperti kecepatan dan arah angin,
radiasi matahari dan sebagainya). Hasil dari pengukuran kedua juga tidak
menghasilkan laju penetrasi per tahun, melainkan klasifikasi udara berdasarkan
faktor- faktor penyebab korosi atmosferik. Meskipun klasifikasi ini dapat
dikonversi menjadi penetrasi per tahun, metode kedua lebih tepat jika ingin
melihat gambaran tingkatan parameter-parameter korosi atmosferik di suatu
daerah [5].
Gambar 2.3.Spesimen yang
dieksposdiatasrakuji(Sumber):www.corrosion-doctors.org 2014
21
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 WaktudanTempat Penelitian
Penelitianini di lakukan di Desa Peunaga Pasi Kecamatan Meureubo
Kabupaten Aceh Barat, dan Desa Kubang Gajah lokasi gedungBMKG
Kecamatan Kuala Kabupaten Nagan Raya. Adapun waktu pelaksanaan penelitian
dan penyusunan Tugas Akhir ini dilaksanakan mulai dari bulan Januari 2014
sampai dengan bulan Juni 2014. Lokasi penelitian dapat dilihat pada gambar 3.1.
Gambar 3.1.Petalokasipenempatan spesimen uji di wilayah BMKG
Sumber : Gogle Earth 2014
22
3.2. Bahan – bahan yang digunakan
Material uji yang digunakan dalam penelitian ini berupa baja kontruksi
dengan lima bentuk yang berbeda. Kelima bentuk baja tersebut adalah sebagai
berikut:
3.2.1.Baja plat
Baja plat merupakan baja yang dicetak tipis panjang dan biasanya
berbentuk lembaran, baja plat banyak digunakan untuk keperluan bak
mobil, lambung kapal dan sebagainya.Mempunyai panjang 150 mm, lebar
100 mm dan tebal 1 mm. Spesimen baja plat yang digunakan dalam
penelitian ini berdasarkan standar ASTM G – 50
Gambar 3.2. bajaplat
23
3.2.2.Baja strep
Baja srtrep yang digunakan dalam penelitian ini mempunyai panjang 150
mm, lebar 36 mm dan ketebalan 2 mm. Spesimen baja srtep yang
digunakan dalam penelitian ini berdasarkan standar ASTM G – 50
3.2.3.Baja Siku
Baja siku yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan standar ASTM
G – 50, mempunyai panjang 150 mm, lebar 32 mm dan ketebalan 2 mm.
Baja siku banyak digunakan pada kontruksi pagar rumah, perkantoran dan
sebagainya.
Gambar 3.3. Baja Strep
Gambar 3.4. Baja siku
24
3.2.4.Baja Segi Empat
Baja segi empat yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan standar
ASTM G – 50, mempunyai panjang 150 mm, lebar 11 mm dan ketebalan
11 mm. Baja segi empat biasanya digunakan sebagai jeruji besi yang
digunakan untuk kebutuhan teralis seperti jendela, pintu dan lain- lain.
3.2.5.Baja Tulangan (poros)
Baja tulangan (poros) yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan
standar ASTM G – 50, mempunyai panjang 150 mm dan diameter 12 mm.
Baja tulangan (poros) ini biasanya digunakan kontruksi.
Gambar 3.5. Baja Segi Empat
Gambar 3.6. Baja Tulangan
25
Ukuranspecimendipotongsesuaidengan ASTM G - 50 danbentukbahanbaja
yang tersediadipasaran.Variasibentuk,
jumlahdandimensispecimendapatdilihatpadaTabel 3.1.
Tabel 3.1. KeteranganSpesimen
No VariasiSpesimenUji Ukuran (mm)
Jumlah Panjang Lebar Ketebalan Diameter
1 Baja Plat 150 100 1 - 6
2 Baja Strip 150 36 2 - 6
3 Baja Siku 150 32 2 6
4 Baja Segi Empat 150 11 11 6
5 Baja Tulangan 150 12 6
Total 30
3.3 PeralatanYang Digunakan
Peralatan dan bahan yang digunakan pada penelitian ini
adalahsebagaiberikut :
3.3.1. Rak Pengujian
Untuk melaksakan pemaparan (exspos) spesimen uji, digunakan rak uji
Spesifikasi rak uji merujuk kepada ASTM G-50, dan untuk mencegah terjadinya
kontak langsung antara spesimen uji dengan rak uji digunakan pemegang dari
plastik [10]. Terjadinya kontak langsung antara spesimen uji dengan rak uji akan
menyebabkan terjadinya korosi galvanis.
26
3.3.2. Timbangan digital
Timbangan digital digunakan untukpengambilan data
beratspecimenujibaiksebelummaupunsesudahpengujian,digunakantimbangan
digital
Gambar 3.7. Rak pengujian spesimen
Gambar 3.8. Timbangan digital
27
28
Spesifikasi :
Dimensi : 13 cm x 8,5 cm x 2 cm
Kapasitas : 1000 gram
Ketelitian (g) : 0,01 gram
Temperature : temperature operasionalantara 50dan 400
Kontrol : Tombol on/off telahmenyatudenganreferencenya
Power : Rechargeable
3.4 Prosedurpenelitian
Penelitianinidimulaidenganmelakukanstudiliteraturmengenaikorosiatmosfe
rik, mempersiapkantahapanpenelitian, mempelajarifaktor-faktor yang
mempengaruhinya,Kemudianmelakukan survey lapangan, untuk penentuan lokasi
penelitian yang tepat untuk pengujian ekpos.Pembuatanspecimenuji,
pembuatanrakuji.Sebelumdilakukanekspos (pemaparan),
terlebihdahulusetiapspecimen dibersihkan dari karatan dan
ditimbanguntukmendapatkan data beratawal spesimen uji.Pengambilan data
dilakukansebulan sekaliselama6 bulan.Pembersihan spesimen dilakukan dengan
cara penyikatan dengan menggunakan bros. Penyikatan dilakukan secara pelan
dan kontinu untuk menghindari tergores spesimen uji. Sebelum dilakukan
penimbangan terlebih dahulu spesimen dibersihkan dengan kapas dan alkohol
guna untuk membersihkan sisa produk korosi atau debu pada permukaan logam
(benda uji).
Setiap spesimen dilakukan pengujian kehilangan berat (weight loss).
Mula-mula spesimen dibersihkan dari produk korosi, kemudian berat spesimen
29
pada saat itu ditimbang menggunakan timbangan digital untuk menjamin
keakuratan data. Data yang diambil dicatat kedalam tabel pengambilan data
lapangan. Tahap akhir merekapitulasi semua data yang telah didapat untuk
melakukan pengolahan data.
Tabel 3.2. Contoh tabel Pengambilan Data Lapangan
Nama lokasi :
Bulan :
Spesimen Awal Akhir Kehilangan Berat Rata –
Rata
A1
Baja Plat A2
A3
A1
Baja Strep A2
A3
A1
Baja siku A2
A3
A1
Baja Segi Empat A2
A3
A1
Baja Tulangan A2
30
Mulai
Studi literatur
Llliteratur
- Pembuatan rak
- Pembuatan Spesimen
- Lokasi Penempatan Rak
- Pembersihan spesimen Sebelum di Ekspose
Spesimen diletakkan di rak pengujian
A3
3.3.3. Diagram Alir Penelitian
Diagram alirpenelitian yang
menggambarkansetiaptahapanmulaidaripersiapanspesimen hinggapengolahandata
ditunjukkanpadaGambar 3.7.Sebagaiberikut:
Penimbangan spesimen setelah dibersihkan
Pembersihan spesimen setelah di ekspose
Pengangkatan Spesimen Dari rak setiap sebulan
sekali
Ekspose selesai untuk setiap bulan
pengambilan data
Rekapitulasi data, pengolahan data dan analisis
Selesai
Ya Tidak
Gambar 3.9. diagram alir penelitian
30
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Penelitian
Data klimatologi atau data cuaca diperoleh dari Badan Meteorologi
Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun Meteorologi Meulaboh. Data
klimatologi yang digunakan merupakan data global untuk wilayah Aceh
Barat, . Data klimatologi yang diperoleh dalam rata-rata perbulan dapat
dilihat pada Lampiran 1
4.1.1. Perhitungan Laju Korosi
Dari penelitian yang dilakukan akan didapatkan data awal berupa
data kehilangan berat. Untuk mendapat data kehilangan berat pengukuran
dilakukan pada setiap spesimen. Data kehilangan berat tersebut diolah dengan
menggunakan (persamaan 2.9) . Nilai laju korosi yang dihasilkan kemudian
ditampilkan pada grafik dalam bentuk nilai laju per satu bulan pengambilan
data. Untuk melihat perbandingan standar tingkat laju korosi pada baja dan
nikel paduan bagus atau dapat dilihat pada Tabe 2.3.
31
4. 2. Pembahasan
4.2.1. Pengaruh Temperatur Terhadap laju Korosi Atmosferik Pada
Lokasi Peunaga Pasi
Gambar 4.1. Menunjukkan Grafik pengaruh temperatur terhadap laju
korosi atmosferik pada lokasi Peunaga Pasi. Untuk tingkat laju korosi pada
baja plat mencapai 0,52 mpy –1,20mpy. Untuk tingkat laju korosi pada
baja strip mencapai 0,80 mpy –1,57 mpy. Untuk tingkat laju korosi pada
baja siku mencapai 0,44 mpy –1,09 mpy. Untuk tingkat laju korosi pada baja
segi empat mencapai 1,10 mpy –2,29 mpy. Untuk tingkat laju korosi pada
baja tulangan mencapai 1,04 mpy -2,36 mpy.
Berdasarkan dari tabel 2.3. tingkat laju koros i pada baja plat
untuk lokasi Peunaga Pasi masih tergolong baik hanya berkisar antara
0,52mpy – 2,36 mpy.
Gambar 4.1. Grafik pengaruh temperatur terhadap laju korosi atmosferik
pada lokasi Peunaga Pasi
32
4.2.2. Pengaruh Kelembaban Udara Relatif Terhadap laju Korosi
Atmosferik Pada Lokasi Peunaga Pasi
Pada Gambar 4.2. menunjukkan Grafik pengaruh kelembaban udara
relatif terhadap laju korosi atmosferik. Untuk tingkat laju korosi pada baja
plat mencapai 0,52 mpy –1,20 mpy. Untuk tingkat laju korosi pada baja strip
mencapai 0,80 mpy –1,57 mpy. Untuk tingkat laju korosi pada baja siku
mencapai 0,44 mpy –1,09 mpy. Untuk tingkat laju korosi pada baja segi
empat mencapai 1,10 mpy –2,29 mpy. Untuk tingkat laju korosi pada baja
tulangan mencapai 1,04 mpy -2,36 mpy.
Berdasarkan dari table 2.3. tingkat laju korosi pada baja plat untuk
lokasi Peunaga Pasi masih tergolong baik hanya berkisar antara 0,52mpy –
2,36 mpy.
Gambar 4.2. Grafik pengaruh kelembaban udara relatif terhadap laju korosi
atmosferik pada lokasi Peunaga Pasi
33
4.2.3. Pengaruh Temperatur Terhadap laju Korosi Atmosferik Pada
Lokasi Kubang Kajah (BMKG)
Gambar 4..3. menunjukkan grafik pengaruh temperatur terhadap laju
korosi atmosferik pada lokasi Kubang Gajah (BMKG) . Untuk tingkat laju
korosi pada baja plat mencapai 0,73 mpy –1,12 mpy. Untuk tingkat laju
korosi pada baja strip mencapai 0,72 mpy –2,92 mpy. Untuk tingkat laju
korosi pada baja siku mencapai 0,48 mpy –1,07 mpy. Untuk tingkat laju
korosi pada baja segi empat mencapai 0,84 mpy –1,65 mpy. Untuk tingkat
laju korosi pada baja tulangan mencapai 0,85 mpy –1,92 mpy.
Berdasarkan dari table 2.3. tingkat laju korosi pada baja siku dan baja
strip masih tergolong sangat baik hanya berkisar antara 0,48mpy – 2,92mpy.
Untuk penggunaan baja siku dan strip masih baik untuk kebutuhan kontruksi pada
lokasi, Peunaga Pasi dan Kubanga Gajah (BMKG)
Gambar 4.3. Grafik pengaruh temperatur terhadap laju korosi atmosferik
pada lokasi Kubang Gajah (BMKG)
34
4.2.4. Pengaruh Kelembaban Udara Relatif Terhadap laju Korosi
Atmosferik Pada Lokasi Kubang Gajah (BMKG)
Gambar 4.4. menunjukkan grafik pengaruh kelembaban udara relatif
terhadap laju korosi atmosferik pada lokasi Kubang Gajah (BMKG) . Untuk
tingkat laju korosi pada baja plat mencapai 0,73 mpy –1,12 mpy. Untuk tingkat
laju korosi pada baja strip mencapai 0,72 mpy –2,92 mpy. Untuk tingkat laju
korosi pada baja siku mencapai 0,48 mpy –1,07 mpy. Untuk tingkat laju
korosi pada baja segi empat mencapai 0,84 mpy –1,65 mpy. Untuk tingkat
laju korosi pada baja tulangan mencapai 0,85 mpy –1,92 mpy.
Berdasarkan dari table 2.3. tingkat laju korosi pada baja segi empat
masih tergolong baik hanya berkisar antara 0,71mpy – 2,29mpy. Untuk
penggunaan baja segi empat masih baik untuk kebutuhan kontruksi pada
lokasi , Peunaga Pasi dan BMKG
Gambar 4.4. Grafik pengaruh kelembaban Udara Relatif terhadap laju korosi
atmosferik pada lokasi Kubang Gajah (BMKG)
36
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari dua lokasi penelitian, Laju korosi tertinggi terjadi pada baja strip
(2,92 mpy) pada bulan Januari dan terjadi pada lokasi Kubang Gajah (BMKG).
Sedangkan laju korosi terendah terjadi pada baja siku (0,44 mpy) pada bulan
Januari dan terjadi pada lokasi Peunaga Pasi. Secara keseluruhan tingkat
ketahanan korosi relatif untuk tiga lokasi penelitian yang dipilih berada dalam
kategori sangat baik .
5.2 Saran/Rekomendasi
Beberapa hal perlu dilakukan untuk penelitian lanjutan diantaranya:
1. Perlu penambahan lokasi penempatan specimen uji hingga dapat lebih
merepresentasikan pesisir pantai Barat Aceh.
2. Untuk mempelajari pengaruh jenis baja terhadap laju korosi, maka
dibutuhkan data sifat makanik dan komposisi untuk setiap jenis spesimen
3. Penelitian ini sebaiknya dilakukan minimal melebihi satu tahun untuk
mendapatkan gambaran laju korosi yang lebih yang meliputi pengaruh
cuaca dalam satu tahun.
4. Untuk penelitian lanjutan perlu untuk dilihat pengaruh jarak lokasi ekspos
yang lebih jauh dari garis pantai dan waktu ekspos yang lebih lama.
37
DAFTAR PUSTAKA
[1] http://www.aceheye.org/data_files/bahasa_format/aceh_disaster/aceh_disa
ster_reports/special_reports_env/special_reports_env_2005_02_00.pdf,
diakses 27 Februari 2012
[2]. Soedomo, Pencemaran Udara, 2000
[3] M.G. Fontana, dan N.D. Greene,1983, Corrosion Engineering”, 2nd.
Edition, McGraw-Hill International.
[4] Shreir, L.L, 1979, “Corrosion Control”, Newnes Butterworths. London
[5] R. Suratman, 1990, dasar-dasarkorosidanpenenggulangannya Lab.
TeknikProduksidanPembebtukan Material, ITB, Bandung.
[6] Anonym, http/:www.nasional.vivanews.com/news/read/195543-nasa (08
Juli 2012)
[7] Kadarsah,2007, Mengenal Iklim Indonesia, diakses tanggal 27 November
2011
[8] ASM International, 2003, ASM Handbook, Volume 13A, Corrosion:
Fundatmentals, Testing, and Protection, ASM international
[9] ASTM G 50 – 76 ASTM Standards,1997, Vol 03.02, Standard Practice for
Conducting Atmospheric Corrosion Tests on Metals1
[10] J. Supardi, 2012, Pemetaan Korosi Infrastruktur Di Pantai Barat Aceh, Tesis Magister Teknik Mesin, UNSYIAH, Banda Aceh.