BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar...

27
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam kehidupan seseorang seringkali tidak dapat dihindari terjadinya berbagai peristiwa tragis yang menimpa diri, keluarga dan lingkungan, sekalipun usaha pencegahan telah dilakukan secara serius dan upaya penanggulangannya pun telah dilakukan secara optimal. Di antara peristiwa- peristiwa tragis itu adalah kegagalan dalam mencapai tujuan, kehilangan orang-orang yang dikasihi, berpisah dengan orang yang dicintai, mengalami kecelakaan, menderita cacat, mengidap penyakit yang sulit disembuhkan, kehilangan pekerjaan, kehamilan yang tak diinginkan, mengalami keguguran kandungan, mendekam di penjara, kebangkrutan usaha, menunggu saat-saat kematian sendiri, perceraian, kemiskinan dan beragam musibah lainnya. Jika peristiwa-peristiwa tragis tersebut tidak diselesaikan dengan cara yang benar dan tidak diterima dengan sikap yang tepat, maka dapat menyebabkan stres, kecewa, trauma, tertekan, sedih, cemas, marah, malu, terhina, rendah diri, putus asa, hampa, tidak bermakna, serta penghayatan yang tidak menyenangkan lainnya. Bahkan dapat menyebabkan penyakit organik, perilaku menyimpang dan berpengaruh terhadap kesehatan mental. Menurut Kartono (1989: 5), fenomena-fenomena tersebut merupakan tanda-tanda penyakit mental, yang berbentuk gangguan pada ketenangan batin dan ketentraman hati.

Transcript of BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar...

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dalam kehidupan seseorang seringkali tidak dapat dihindari terjadinya

berbagai peristiwa tragis yang menimpa diri, keluarga dan lingkungan,

sekalipun usaha pencegahan telah dilakukan secara serius dan upaya

penanggulangannya pun telah dilakukan secara optimal. Di antara peristiwa-

peristiwa tragis itu adalah kegagalan dalam mencapai tujuan, kehilangan

orang-orang yang dikasihi, berpisah dengan orang yang dicintai, mengalami

kecelakaan, menderita cacat, mengidap penyakit yang sulit disembuhkan,

kehilangan pekerjaan, kehamilan yang tak diinginkan, mengalami keguguran

kandungan, mendekam di penjara, kebangkrutan usaha, menunggu saat-saat

kematian sendiri, perceraian, kemiskinan dan beragam musibah lainnya.

Jika peristiwa-peristiwa tragis tersebut tidak diselesaikan dengan cara

yang benar dan tidak diterima dengan sikap yang tepat, maka dapat

menyebabkan stres, kecewa, trauma, tertekan, sedih, cemas, marah, malu,

terhina, rendah diri, putus asa, hampa, tidak bermakna, serta penghayatan

yang tidak menyenangkan lainnya. Bahkan dapat menyebabkan penyakit

organik, perilaku menyimpang dan berpengaruh terhadap kesehatan mental.

Menurut Kartono (1989: 5), fenomena-fenomena tersebut merupakan

tanda-tanda penyakit mental, yang berbentuk gangguan pada ketenangan batin

dan ketentraman hati.

2

Orang-orang yang mengalami penderitaan hebat seperti yang telah

digambarkan di atas, banyak yang tidak mampu mengatasi kesulitan-kesulitan

yang menimpa dirinya. Tetapi tidak sedikit di antara mereka yang berhasil

mengatasi kesulitan-kesulitan dan perasaan-perasaan tidak menyenangkan

akibat penderitaannya. Mereka mampu merubah kondisi penghayatan dirinya

dari penghayatan hidup tidak bermakna (meaningless) menjadi bermakna

(meaningful). Bahkan di antara mereka ada yang berhasil mencapai prestasi

tinggi, yaitu dengan menemukan hikmah di balik penderitaannya (meaning in

suffering) (Bastaman, 1996: 5).

Proses pencarian makna hidup juga telah dialami Viktor E. Frankl, seorang

pemuka psikiater di Eropa. Melalui pengalaman yang dialaminya di kamp-

kamp “konsentrasi” pada waktu perang dunia II, dimana Frankl termasuk

salah satu dari ribuan tawanan tentara Nazi. Selama menjadi tawanan itulah,

Frankl dapat membuktikan bahwa suatu makna dapat ditemukan baik dalam

kebahagiaan maupun dalam penderitaan.

Frankl menuangkan semua pengalamannya selama di kamp-kamp

“konsentrasi” dalam sebuah buku yang semula berjudul “from Death Camp to

Existensialism,” kemudian diubah menjadi “Man’s Search for Meaning.”

Frankl juga menulis teori dan pandangan-pandangannya tentang makna hidup

dalam berbagai buku dan tulisan, yang ternyata mendapat sambutan dari

kalangan ilmuwan. Teori dan pandangan Frankl seputar makna hidup itu

dikenal dengan nama logoterapi (Budiraharjo, 1997:150).

3

Kata logo berasal dari bahasa Yunani logos yang berarti “makna”.

Logoterapi yang lazim dikenal sebagai “Aliran Psikoterapi Ketiga dari Wina,”

memusatkan perhatiannya pada makna hidup dan upaya manusia untuk

mencari makna hidup tersebut. Logoterapi percaya bahwa perjuangan untuk

menemukan makna dalam hidup seseorang merupakan motivator utama orang

tersebut. (Frankl, 2004: 159).

Motivator utama ini disebut juga oleh Schultz sebagai satu dorongan yang

fundamental, yakni kemauan akan arti yang begitu kuat sampai mampu

mengalahkan semua dorongan lain pada manusia. Kemauan akan arti sangat

penting untuk kesehatan psikologis (mental), terutama dalam situasi-situasi

yang gawat (seperti yang dihadapi Frankl di kamp-kamp konsentrasi).

Kemauan akan arti sangat diperlukan untuk bertahan hidup. Tanpa arti untuk

kehidupan, tidak ada alasan untuk meneruskan kehidupan (Schultz, 1991:153).

Selanjutnya Frankl (2004: 166) menyatakan bahwa upaya manusia untuk

mencari makna hidup dapat menimbulkan ketegangan batin, bukan

keseimbangan batin. Tetapi ketegangan seperti itu justru merupakan pra syarat

yang sangat dibutuhkan bagi tercapainya kesehatan mental. Frankl percaya

bahwa tidak ada sesuatu pun di dunia ini yang lebih efektif dalam membantu

seseorang untuk bertahan hidup, bahkan dalam kondisi terburuk sekalipun,

selain kesadaran bahwa hidupnya memiliki makna.

Sedangkan konseling dalam Islam adalah aktivitas pemberian bimbingan,

pelajaran dan pedoman kepada individu yang meminta bimbingan (klien),

dalam hal bagaimana seharusnya seorang klien dapat mengembangkan potensi

4

akal pikirannya, kejiwaannya, keimanan dan keyakinan serta dapat

menanggulangi problematika hidup dan kehidupannya dengan baik dan benar

secara mandiri yang berparadigma kepada Al-Qur'an dan As-Sunnah

Rasulullah SAW. (Adz-Dzaky, 2002: 189).

Firman Allah SWT.:

.احسن لهم بالتى هى د أدع الى سبيل ربك بالحكمة والوعظة الحسنة وجا

)125: النحل . ( إن ربك هو اعلم بمن ضل عن سبيله وهو اعلم بالمهتدین

Artinya : “Ajaklah orang-orang kepada Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik serta bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dia lebih mengetahui tentang siapa saja yang telah tersesat dari jalannya dan Dia pun lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”. (Q.S. An-Nahl : 125) (Tim Disbintalad, 1999: 526).

Ayat di atas menjelaskan tentang teori atau metode yang dipakai oleh

konseling Islam dalam membimbing, mengarahkan dan mendidik untuk

menuju kepada perbaikan, perubahan dan pengembangan yang lebih positif

dan membahagiakan. Di sini dapat diketahui bahwa pada dasarnya dalam tiap

diri manusia telah dikaruniai kemampuan dasar kejiwaan yang mengandung

kemungkinan untuk berkembang ke arah tingkat perkembangan hidup yang

menguntungkan. Firman Allah SWT.:

. من زآهافلح قد ا. لهمها فجورها وتقوها فأ.ونفس وما سوها

) 7-10: الشمس ( .سها وقد خاب من د

5

Artinya : “Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaan-Nya) maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (dalam) kefasikan dan ketakwaan. Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu. Dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya”. (Q.S. As-Syams, 7-10) (Tim Disbintalad, 1999: 1246-1247).

Tujuan konseling secara umum di antaranya adalah kesehatan mental

(mental health) dan keefektifan pribadi (personal effectively), demikian halnya

dengan konseling Islam. Konseling Islam dapat menjadi sarana tepat untuk

menyembuhkan penyakit kejiwaan yang salah satu sebabnya adalah telah

diabaikannya sisi spiritual dalam diri. Dalam hal ini Viktor E. Frankl

berpendapat bahwa hakikat dari eksistensi manusia terdiri dari tiga faktor:

spiritualitas, kebebasan dan tanggung jawab (Schultz, 1991: 152).

Berbicara tentang bimbingan konseling Islam, maka tidak terlepas dari

Al-Qur’an dan Al-Hadits, karena keduanya merupakan sumber pedoman

hidup umat Islam dan menjadi landasan utama bimbingan konseling Islam.

Dari Al-Qur’an dan Al-Hadits itulah, gagasan, tujuan dan konsep-konsep

bimbingan konseling Islam bersumber (Faqih, 2001: 5).

Dengan dijadikannya Al-Qur’an dan Al-Hadits sebagai sumber dan

landasan utama, maka bimbingan konseling Islam juga dapat dijadikan

sebagai media dalam berdakwah. Karena materi-materi dakwah juga

bersumber dari Al-Qur’an dan Al-Hadits. Di samping itu, bimbingan

konseling Islam dan dakwah mempunyai tujuan yang sama, yaitu hidup

bahagia di dunia dan di akhirat.

Sejalan dengan hal ini, agama diberi tempat yang tinggi dalam logoterapi.

Frankl berpendapat bahwa agama merupakan kekuatan paling besar yang

6

memberi arti kepada penderitaan manusia. Pendapatnya ini sangat berbeda

dengan pandangan ateis Freud dan psikologi barat yang sejenis (Badri, 1994:

75-76). Selanjutnya Koswara juga menyatakan bahwa melalui logoterapi,

para psikoterapis dapat menjangkau spiritualitas manusia, bahkan

menemukan jalan menuju kawasan yang selama ini dianggap tabu oleh para

teoris dan psikoterapis yang positivis dan sekular yaitu: agama (Koswara,

1992: 185).

Dalam ilmu kesehatan mental, agama juga berperan besar dalam

mengatasi mental yang sakit. Hal ini dapat dilihat pada seseorang yang

mempunyai keimanan yang teguh dan mantap. Dengan keimanan yang teguh

dan mantap, telah tertanam keyakinan yang kuat, bahwa tiada Tuhan selain

Allah yang menjamin dan memberikan ketentraman dalam jiwa manusia,

sehingga hilanglah rasa takut dan gelisah serta penyakit mental lainnya

(Kartono, 1989: 297).

Dengan melihat pemaparan di atas, maka konseling Islam dan kesehatan

mental, dalam hal ini dapat dikatakan berkaitan erat dengan pemikiran Viktor

E. Frankl tentang logoterapi. Karena seperti yang telah disebutkan di atas,

bahwa kemauan akan arti atau pencarian makna hidup dapat menimbulkan

ketegangan yang justru merupakan pra syarat untuk mendapatkan mental yang

sehat. Hal ini menandakan bahwa terdapat implikasi antara logoterapi dan

kesehatan mental. Jika logoterapi dapat berimplikasi terhadap kesehatan

mental, maka nampaknya logoterapi baik teori maupun tekniknya juga dapat

diaplikasikan dalam mengatasi mental yang sakit. Untuk mengetahui

7

bagaimana implikasi dan aplikasinya, maka perlu dijawab dalam penelitian

ini.

Selain itu, dengan adanya nilai spiritual dalam logoterapi, maka tidak

berlebihan jika Malik Badri dalam bukunya yang berjudul “Dilema Psikolog

Muslim”, memberikan penghargaan khusus kepada logoterapi. Dia

menganggap logoterapi sebagai aliran psikologi barat yang mengembangkan

sikap optimis dan banyak kesesuaiannya dengan ajaran Islam (Al-Qur’an dan

Al-Hadits). Tetapi apa dan bagaimana kesesuaiannya itu tidak dijelaskan

secara rinci (Bastaman, 2000: 68).

Jika memang logoterapi banyak kesesuaiannya dengan ajaran Islam, maka

memunculkan asumsi bahwa; nampaknya banyak ajaran logoterapi yang

dapat dijadikan sebagai materi dalam berdakwah, meskipun tidak semuanya.

Dengan kata lain, da’i harus memilah-milah ajaran logoterapi yang sesuai

dengan Al-Qur’an dan Al-Hadits, karena logoterapi tidak sepenuhnya bersifat

Islami. Hal ini merujuk dari pendapat Ya’qub (1992: 29), bahwa materi

dakwah adalah ajaran Islam itu sendiri, yaitu Al-Qur’an dan Sunnah

Rasulullah SAW. Seorang muballigh tidak boleh menyimpang dari kedua

pokok yang menjadi materi dakwah ini.

Untuk itu penelitian ini akan mengkaji lebih jauh tentang bagaimana

pandangan Islam terhadap pemikiran Viktor E. Frankl tentang logoterapi,

dengan melihat persamaan, perbedaan dan pertentangan di antara keduanya,

serta dalam hal apakah Islam mengisi, melengkapi dan meluruskan konsep

logoterapi Frankl. Di samping itu, penelitian ini juga menggali lebih dalam

8

tentang aplikasi pemikiran Viktor E. Frankl tentang logoterapi dalam

mengatasi mental yang sakit, serta implikasi pemikiran Viktor E. Frankl

tentang logoterapi terhadap kesehatan mental, ditinjau dari bimbingan

konseling Islam.

Penelitian ini menarik untuk dilakukan karena logoterapi terkonsep dari

penderitaan yang dialami Frankl sendiri ketika menjadi tawanan tentara NAZI

selama tiga tahun. Dari situlah, Frankl menuntun manusia untuk bersikap

optimis dalam menghadapi penderitaan dan berusaha menemukan hikmah

dibalik penderitaannya. Pemikiran-pemikirannya memberi inspirasi bagi

manusia modern dalam menemukan makna dan tujuan hidup yang

sesungguhnya. Karena dalam kehidupan modern sekarang ini, sebagian besar

manusia dilanda kecemasan dan mengidap penyakit mental yang disebabkan

oleh ketidakmampuan seseorang dalam menemukan makna hidup.

1.2. Perumusan Masalah

Atas dasar pemikiran tersebut, maka penelitian ini mencoba mengungkap

jawaban dari pertanyaan berikut :

1.2.1. Bagaimana pemikiran Viktor E. Frankl tentang logoterapi?

1.2.2. Bagaimana pandangan Islam terhadap pemikiran Viktor E. Frankl

tentang logoterapi?

1.2.3. Bagaimana aplikasi pemikiran Viktor E. Frankl tentang logoterapi

dalam mengatasi mental yang sakit?

1.2.4. Bagaimana implikasi pemikiran Viktor E. Frankl tentang logoterapi

terhadap kesehatan mental ditinjau dari bimbingan konseling Islam?

9

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui :

1.3.1.1. Pemikiran Viktor E. Frankl tentang logoterapi.

1.3.1.2. Pandangan Islam terhadap pemikiran Viktor E. Frankl

tentang logoterapi.

1.3.1.3. Aplikasi pemikiran Viktor E. Frankl tentang logoterapi dalam

mengatasi mental yang sakit.

1.3.1.4. Implikasi pemikiran Viktor E. Frankl tentang logoterapi

terhadap kesehatan mental ditinjau dari bimbingan konseling

Islam.

1.3.2. Adapun manfaat penelitian ini meliputi 2 aspek, yaitu :

1.3.2.1. Aspek teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan

secara teoritis, khususnya tentang pengembangan konsep

logoterapi Viktor E. Frankl dan memperkaya khasanah

pengetahuan dalam kajian ilmu kesehatan mental dan

bimbingan konseling Islam.

1.3.2.2. Aspek praktis

Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat

bermanfaat sebagai masukan atau bahan pertimbangan dan

terapi alternatif bagi para konselor muslim dalam

pelaksanaan bimbingan konseling Islam. Selain itu juga dapat

digunakan da’i dalam mengatasi penyakit mental mad’unya.

10

1.4. Tinjauan Pustaka

Untuk memetakan keaslian penelitian ini, maka penulis sampaikan

beberapa penelitian dan karya ilmiah yang sesuai dengan penelitian ini.

Pertama, Umy Rahaju. 1996. “Makna Penderitaan menurut Kitab Ayub:

Suatu Pendekatan Logoterapi tentang Penderitaan dalam Kitab Ayub”

(Fakultas Theologia Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga).

Penelitian ini membahas tentang makna penderitaan dalam kitab Ayub

dengan pendekatan logoterapi. Penulis menuturkan kisah penderitaan Ayub

yang dicoba oleh Allah dengan membinasakan kekayaan dan anak-anaknya

serta memberi penyakit kepadanya. Kemudian tiga temannya datang

menghibur. Setelah itu penulis melanjutkan dengan narasi dialog antara Ayub

dan ketiga temannya. Setiap narasi dialog antara Ayub dan masing-masing

temannya dianalisis dengan menggunakan metode analisis narasi. Selain itu

narasi pertemuan Ayub dengan Allah beserta analisanya juga dikemukakan

dalam penelitian ini.

Tujuan penulisan penelitian ini adalah untuk:

a. Mendeskripsikan dialog yang terjadi antara Ayub dan kawan-kawannya,

dan pertemuan Ayub dengan Allah dengan menggunakan metode analisa

narasi.

b. Mendeskripsikan teori logoterapi tentang arti, landasan filosofisnya dan

teknik yang digunakan.

c. Memahami makna penderitaan dengan cara menelaah narasi kitab Ayub

dengan pendekatan logoterapi.

11

Kemudian penelitian ini menggunakan metode analisa narasi dengan

sumber data study kepustakaan. Yang dimaksud metode analisa narasi adalah

penulis mencoba mengemukakan alur cerita dan kemudian menganalisa

dengan cara menanyakan realitas yang diacu oleh cerita serta peranan tokoh

yang ditampilkan dalam cerita tersebut.

Dalam penelitian ini penulis menyimpulkan beberapa hal, antara lain

sebagai berikut:

1. Kisah penderitaan Ayub yang disajikan dalam bentuk dialog

menggambarkan seorang manusia yang mengalami krisis karena

kehilangan cinta, anak, harta, status sosial dalam masyarakat dan penyakit

yang menjijikkan. Dalam kondisi krisis ini, ada usaha dari manusia untuk

mencari makna keberadaannya di tengah-tengah penderitaan yang dialami.

Usaha ini didorong oleh dimensi spiritual karena ada keinginan untuk

bermakna di dalam hidupnya.

2. Krisis bukan merupakan sesuatu yang menakutkan. Karena krisis

membawa manusia pada pengenalan diri yang lebih dalam dan pembaruan

sikap terhadap hidup. Krisis yang dimaksud dalam hal ini adalah

kegagalan manusia dalam memenuhi keinginan akan makna hidup.

3. Penderitaan adalah bagian hidup manusia, oleh sebab itu siapapun akan

mengalami. Penderitaan membawa manusia pada suatu pemahaman bahwa

di dalam penderitaan dibutuhkan adanya perjuangan untuk mewujudkan

visi hidup. Sehingga membawa manusia pada realisasi nilai melalui cara

yang kreatif, penghayatan dan sikap.

12

Kedua, Hanna Djumhana Bastaman. 1996. “Meraih Hidup Bermakna-

Kisah Pribadi dengan Pengalaman Tragis”. (Jakarta: Paramadina)

Buku ini semula adalah tesis Hanna Djumhana Bastaman di bangku S2

psikologi Universitas Indonesia. Buku ini bermaksud mengungkapkan kisah-

kisah keberhasilan dalam proses pemgembangan pribadi dari kondisi

eksistensial hidup tak bermakna menjadi bermakna, dengan menggunakan

pendekatan study kasus terhadap pribadi-pribadi yang memiliki pengalaman

unik, yaitu mereka yang berhasil merubah kehidupan tak bermakna

(meaningless) menjadi bermakna (meaningful). Atau dengan kata lain,

merubah nasib sendiri dari derita menjadi bahagia melalui proses pencarian

dan penemuan arti hidup serta usaha merealisasikan potensi-potensi pribadi

yang positif. Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data melalui

wawancara mendalam dengan pendekatan kulitatif-fenomenologis, dalam

kerangka teori logoterapi.

Namun sebelum memaparkan kisah-kisah pencarian makna hidup, di

awal bukunya, Bastaman menyampaikan terlebih dahulu gambaran umum

logoterapi, diantaranya kedudukan logoterapi sebagai teori kepribadian dan

terapi klinis. Sedangkan di akhir bukunya, Bastaman menjelaskan tentang

implikasi dari penemuan makna hidup. Dia mengungkapkan bahwa hasil

penelitian mengenai keberhasilan mengubah penghayatan hidup tak bermakna

menjadi bermakna dapat diterapkan sekurang-kurangnya untuk dua kegiatan

psikologi klinis, yaitu konseling dan latihan pengembangan pribadi.

13

Kemudian dalam membantu klien mencari dan memenuhi makna hidup,

tahap-tahap konseling secara konvensional yang meliputi: pembinaan rapport,

pengungkapan masalah, pembahasan bersama, interpretasi dan pengubahan

perilaku dapat dipadukan dengan empat tahap konseling logoterapi dari

Elisabeth Lukas yang meliputi: pengambilan jarak terhadap simtom,

modifikasi sikap, pengurangan simtom dan orientasi terhadap makna. Hal ini

tidak berbeda dengan temuan dalam penelitiannya, yaitu penerimaan diri,

penemuan makna dan pemenuhan makna. Jadi diantara konseling

konvensional, konseling logoterapi dari Elisabeth Lukas dan temuan

penelitian Hanna Djumhana Bastaman dapat dikatakan sejalan dan saling

melengkapi.

Kemudian Bastaman mengemukakan bahwa rahasia keberhasilan

mereka ternyata dalam penderitaan itu, mereka tidak bersikap pasif meratapi

nasib, tetapi terus aktif melakukan apa saja untuk memperbaiki kondisi diri.

Mengembangkan bakat dan meningkatkan kemampuan, berkarya dan mampu

meringankan beban orang lain, mengasihi keluarga dan beriman kepada

Tuhan. Termasuk belajar dari pengalaman orang lain yang senasib dan

meyakini bahwa dibalik musibah ada hikmah, serta mengambil sikap yang

tepat atas musibah yang tak mungkin dapat diubah. Ini semua adalah contoh-

contoh aktivitas yang secara sadar tetap mereka lakukan sekalipun dalam

penderitaan luar biasa. Dan umumnya setelah itu mereka menemukan apa

yang paling bermakna dan berharga untuk ditetapkan sebagai tujuan hidup dan

dijadikan arah segala kegiatan mereka. Dengan sendirinya kehadiran orang-

14

orang terdekat yang setiap saat dapat diminta bantuannya sangat mendukung,

karena terkadang upaya ini terlalu sulit dilakukan sendiri. Dan sebagai insan-

insan beragama, sudah tentu keimanan sangat berperan memperkuat

ketahanan mental menghadapi berbagai cobaan.

Apabila makna berhasil dipenuhi dan tujuan hidup dapat diraih, maka

selanjutnya kehidupan akan dihayati lain, yaitu dari semula tak bermakna

berubah menjadi bermakna. Hidup bermakna adalah gerbang kepada

kebahagiaan.

Ketiga, E. Koswara, 1992, Logoterapi Psikoterapi Viktor Frankl,

Yogyakarta, Kanisius.

Dalam buku ini, E. Koswara menuturkan riwayat hidup dan karya-karya

Viktor Frankl, kritik Frankl atas Freud dan Adler, landasan filosofis

logoterapi, pengalaman pribadi dan psikoterapi di dalam kamp “konsentrasi”,

Sindroma ketidak bermaknan dan teknik-teknik logoterapi serta

penerapannya.

Dalam bab “landasan filosofis logoterapi”, disebutkan bahwa psikoterapi

adalah bidang yang memiliki komitmen dengan filsafat. Prinsip-prinsip atau

konsep-konsep yang dirumuskan oleh seorang psikoterapis adalah perwujudan

dari pemikiran filosofis sang psikoterapis tentang manusia yang berakar pada

filsafat tertentu.

Sedangkan dalam bab “Teknik-teknik logoterapi dan penerapannya”, E.

Koswara menguraikan enam kasus yang ditangani dengan teknik-teknik

logoterapi. Dari enam kasus tersebut, empat kasus ditangani melalui intensi

15

paradoksikal, yakni kasus-kasus neurosis yang terdiri atas kasus hidrofobia,

bakterofobia dan kompulsi mencuci, alkoholisme neurosis dan kecemasan

neurosis. Sedangkan dua kasus terakhir, yaitu kasus gangguan buang air yang

ditangani melalui derefleksi dan kasus kehampaan eksistensial ditangani

melalui bimbingan rohani.

Penelitian dan karya ilmiah diatas mempunyai fokus kajian yang berbeda

dengan skripsi ini. Umy Rahaju memfokuskan pada konsep penderitaan

Viktor Frankl yang dikaitkan dengan makna penderitaan dalam kitab Ayub.

Hanna Djumhana Bastaman memfokuskan pada proses meraih hidup

bermakna melalui kisah-kisah pribadi dengan pengalaman tragis. Kemudian

E. Koswara memfokuskan pada konsep-konsep logoterapi dan penerapannya

di Indonesia. Sedangkan dalam skripsi ini, penulis memfokuskan pada

implikasi pemikiran Viktor E. Frankl tentang logoterapi terhadap kesehatan

mental dengan menggunakan analisis bimbingan konseling Islam.

1.5. Kerangka Teoritik

Viktor Frankl (2004: 159) menjelaskan arti dari istilah logoterapi bahwa

logos berasal dari bahasa Yunani yang berarti “makna”. Logoterapi

memusatkan perhatiannya pada makna hidup dan pada upaya manusia untuk

mencari makna hidup tersebut. Jadi logoterapi adalah psikoterapi yang

memusatkan upayanya pada pencarian makna hidup.

Adapun makna hidup adalah hal-hal yang memberikan nilai khusus bagi

seseorang, yang apabila dipenuhi akan menjadikan hidupnya berharga dan

akhirnya akan menimbulkan penghayatan bahagia. Dalam logoterapi dikenal

16

dua peringkat makna hidup yaitu makna hidup pribadi dan makna hidup

paripurna (Jalaluddin, 2001: 157-158).

Makna hidup paripurna bersifat mutlak dan universal, serta dapat

dijadikan landasan dan sumber makna hidup pribadi. Bagi mereka yang

kurang dalam penghayatan agama, mungkin saja pandangan falsafah atau

ideologi tertentu dianggap memiliki nilai-nilai universal dan paripurna.

Sedangkan bagi penganut agama, maka Tuhan merupakan sumber nilai Yang

Maha Sempurna dengan agama sebagai perwujudan tuntunan-Nya. Di sinilah

barangkali letak peranan agama dalam membina kesehatan mental,

berdasarkan pendekatan logoterapi. Karena bagimanapun, ketika berada

dalam keadaan tanpa daya, manusia akan kehilangan pegangan dan bersikap

pasrah. Dalam kondisi yang serupa ini ajaran agama paling tidak akan

membangkitkan makna dalam hidupnya. Makna hidup pribadi menurut

logoterapi hanya dapat dan harus ditemukan sendiri (Jalaluddin, 2001: 157-

158).

Logos dalam bahasa Yunani selain berarti makna (meaning) juga

meliputi rohani (spirituality). Dengan demikian, secara umum logoterapi

dapat digambarkan sebagai corak psikologi yang dilandasi oleh filsafat hidup

dan wawasan mengenai manusia yang mengakui adanya dimensi kerohanian

(spiritual), disamping dimensi ragawi dan dimensi kejiwaan (termasuk

dimensi sosial) (Bastaman, 1996: 12). Namun Frankl menyatakan bahwa

spirituality atau keruhanian dalam logoterapi tidak mengandung konotasi

agama, bahkan menyatakan ajaran logoterapi bersifat sekular.

17

Logoterapi mengajarkan bahwa manusia harus dipandang sebagai

kesatuan raga-jiwa-rohani yang tak terpisahkan. Seorang psikoterapis tidak

mungkin dapat memahami dan melakukan terapi secara baik apabila

mengabaikan dimensi rohani yang justru merupakan salah satu sumber

kekuatan dan kesehatan manusia. Selain itu logoterapi memusatkan perhatian

pada kualitas-kualitas insani, seperti hasrat untuk hidup bermakna, hati nurani,

kreativitas dan tanggung jawab. Frankl memanfaatkan dan mengaplikasikan

kualitas-kualitas itu dalam terapi dan pengembangan kesehatan mental,

termasuk penyembuhan mental yang sakit (Bastaman, 1996: 16).

Ilmu kesehatan mental merupakan ilmu kesehatan jiwa yang

mempermasalahkan kehidupan rohani yang sehat, dengan memandang pribadi

manusia sebagai satu totalitas psikofisik yang kompleks (Kartono, 1989: 3-4).

Sedangkan kesehatan mental itu sendiri adalah terwujudnya keserasian

yang sungguh-sungguh antara fungsi-fungsi kejiwaan dan terciptanya

penyesuaian diri antara manusia dengan diri dan lingkungannya, berlandaskan

keimanan dan ketakwaan serta bertujuan untuk mencapai hidup yang

bermakna dan bahagia di dunia dan di akhirat (Daradjat, 1984: 4). Sebaliknya

ketidaksehatan mental atau mental yang sakit adalah ketidakmampuan

individu dalam menghadapi realitas, yang membuahkan banyak konflik

mental pada dirinya (Kartono, 1989: 12-13). Selanjutnya Kartono (1989: 5)

menyebutkan bahwa mental yang sakit ditandai dengan fenomena ketakutan,

pahit hati, hambar-hati, apatis, cemburu, iri hati, dengki, kemarahan-

kemarahan yang eksplosif, ketegangan batin yang kronis, dan lain-lain.

18

Pengertian kesehatan mental menurut Zakiah Daradjat berbeda dengan

pendapat Frankl yang menyatakan bahwa pencarian makna hidup merupakan

tugas yang membingungkan dan menantang, dan yang menambah, bukan

mereduksikan tegangan batin. Sesungguhnya, Frankl melihat peningkatan

tegangan ini sebagai pra syarat untuk kesehatan psikologis (Schultz,

1991:154).

Dalam pengertian kesehatan mental yang dikemukakan oleh Zakiah

Daradjat, tersirat bahwa agama merupakan salah satu kebutuhan psikis

manusia yang perlu dipenuhi oleh setiap orang yang merindukan ketentraman

dan kebahagiaan. Kebutuhan psikis manusia akan keimanan dan ketakwaan

kepada Allah tidak akan terpenuhi kecuali dengan agama (Jaelani, 2001: 77-

78). Tetapi menurut Frankl, hubungan antara agama dan kesehatan mental

bukan merupakan hubungan kausalitas langsung melainkan keduanya

berkaitan dalam hal akibat sampingnya (Bastaman, 2001: 131).

Kebahagiaan yang ditawarkan oleh logoterapi dan kesehatan mental,

nampaknya sejalan dengan bimbingan konseling Islam yang bertujuan untuk

membantu individu mewujudkan dirinya sebagai manusia seutuhnya agar

mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat (Faqih, 2001: 35).

Kemudian jika melihat kondisi manusia pada saat ini sedang mengalami

wabah cemas dan gelisah tanpa makna serta tujuan hidup yang jelas. Oleh

karena itu logoterapi menawarkan pendekatan untuk menemukan makna

hidup dan mengembangkan kehidupan bermakna dengan kebahagiaan sebagai

19

hasil akhirnya. Hal ini sejalan dengan kesehatan mental dan bimbingan

konseling Islam.

Kesehatan mental memuat aspek pencapaian hidup yang bermakna dan

kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Sedangkan bimbingan konseling Islam

mempunyai tujuan untuk membantu individu mewujudkan dirinya sebagai

manusia seutuhnya agar mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.

Jadi antara logoterapi, kesehatan mental dan bimbingan konseling Islam

dapat dikatakan sejalan dan saling berkaitan, sehingga dapat diketahui aplikasi

logoterapi dalam mengatasi mental yang sakit dan implikasi logoterapi

terhadap kesehatan mental dalam tinjauan bimbingan konseling Islam.

Selain itu, pandangan logoterapi tentang wawasan manusia dan

kesehatan mental, jika ditinjau dari sudut pandang Islam akan diketahui

persamaan, perbedaan dan pertentangan di antara keduanya.

Hal ini dapat dilihat antara lain pada dimensi spiritual dalam logoterapi.

Dimensi spiritual yang dimaksud Frankl tidak mengandung konotasi agama,

tetapi merupakan sumber dari kualitas-kualitas insani (Frankl, 1988: 17-18).

Kualitas-kualitas insani adalah semua kemampuan, sifat, sikap dan kondisi

yang semata-mata terpatri dan terpadu pada eksistensi manusia dan tidak

dimiliki oleh hewan dan makhluk-makhluk lainnya. Yang termasuk kualitas-

kualitas insani antara lain adalah intelegensi, ide, makna, imajinasi, kesadaran

diri, pengembangan diri, humor, nilai-nilai, cinta kasih, hasrat untuk hidup

bermakna, moralitas, hati nurani, transendensi diri, keimanan, kreativitas,

20

kebebasan dan tanggung jawab (Bastaman, 1996: 57). Kualitas-kualitas

tersebut, juga disebutkan dalam ajaran Islam

Terkait dengan kualitas-kualitas insani tersebut, dakwah juga berarti

upaya memanggil kembali hati nurani (fitrah) untuk menghilangkan sifat-sifat

buruk dan menggantinya dengan sifat-sifat mulia yang dikehendaki oleh Islam

seperti adil, jujur, rajin, cinta ilmu, suka menolong, dimana sifat-sifat itu

adalah sifat-sifat yang sesuai dengan nurani (fitrah) manusia (Dermawan,

dkk., 2002: 26-27).

Selanjutnya jika logoterapi dikaitkan dengan dakwah, maka nampaknya

logoterapi dapat dijadikan sebagai materi dakwah. Menurut Aminudin

Sanwar, yang menjadi materi dakwah adalah ajaran Islam yang tertuang di

dalam wahyu yang disampaikan kepada Rasulullah, yang perwujudannya

terkandung dalam Al-Qur’an dan Sunnah Nabi (Al-Hadits) (Sanwar, 1984:

74).

Selanjutnya, Hamzah Ya’qub menyatakan bahwa ajaran Islam itu

dinamis, progressif dan dialektis. Seorang muballigh harus mampu

menunjukkan kehebatan ajaran Islam itu kepada masyarakat yang menjadi

sasaran dakwah, melalui argumentasi (dalil-dalil) atau keterangan yang

mudah dipahami oleh mereka (Ya’qub, 1992: 29).

1.6. Metode Penelitian

Agar penelitian ini mencapai tujuan yang telah ditetapkan dan

memperoleh hasil yang optimal, maka penulis memakai metode sebagai

berikut:

21

1.6.1. Jenis, Pendekatan dan Spesifikasi Penelitian

1.6.1.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Karena penelitian

ini menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis dan

bukan angka. Hal ini merujuk pendapat Bogdan dan Taylor serta

Lexy Moeleong. Bogdan dan Taylor mendefinisikan metodologi

kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data

deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan (Moeleong, 2001:

3). Sedangkan Moeleong (2001: 6) mengemukakan bahwa data

yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar dan bukan angka-

angka.

1.6.1.2. Pendekatan Penelitian

Kemudian untuk memberikan pemahaman yang menyeluruh

dan mendalam, maka diperlukan pendekatan dalam penelitian

ini. Adapaun pendekatan yang digunakan adalah:

a. Pendekatan Filosofis

Pendekatan ini digunakan karena selain ajaran Frankl

merupakan suatu pemikiran psikoterapi, juga merupakan

suatu filsafat hidup, karena pemikirannya memberikan

interpretasi yang konsisten mengenai hidup, kematian,

cinta, tanggung jawab dan berbagai aspek penting dalam

hidup (Jasson, 1978: 162-163).

22

b. Pendekakatan Psikologis

Pendekatan ini digunakan karena pemikiran Frankl juga

merupakan suatu pandangan psikoterapi, karena interpretasi

filsafat tersebut ‘memiliki nilai atau dapat membantu

pemulihan individu-individu neurotik (Jasson, 1978: 163).

Alasan yang lain, karena penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui implikasi logoterapi terhadap kesehatan mental

yang ditinjau dari bimbingan konseling Islam, maka

psikologi sangat penting dalam penelitian ini. Di samping

itu, kesehatan mental adalah salah satu materi dalam ilmu

psikologi dan obyek garapan bimbingan konseling adalah

masalah-masalah psikologis.

1.6.2. Sumber Data

Data adalah hasil pencatatan peneliti, baik yang berupa fakta maupun

angka. Menurut SK Mentri P dan K No. 0259 / U / 1977 tanggal 11

Juli 1977 disebutkan bahwa data adalah segala fakta dan angka yang

dapat dijadikan bahan untuk menyusun suatu informasi. Sedangkan

informasi adalah hasil pengolahan data yang dipakai untuk suatu

keperluan (Arikunto, 1998: 99).

Jadi dalam penelitian ini datanya adalah fakta-fakta yang berkaitan

dengan judul penelitian, yang diambil dari konsep logoterapi,

kesehatan mental dan bimbingan konseling Islam serta Al-Qur’an dan

23

Al-Hadits, yang dijadikan bahan penelitian untuk menyusun informasi

yang diperlukan.

Sumber data adalah subjek dari mana data itu dapat diperoleh

(Arikunto, 1998: 120). Maka penulis dalam hal ini akan mengambil

data dari berbagai sumber seperti buku-buku, majalah, artikel, surat

kabar, essai, makalah-makalah maupun karya tulis lainnya yang

mendukung dan sangat relevan dengan variabel-variabel penelitian,

yaitu logoterapi, kesehatan mental dan bimbingan konseling Islam.

Menurut sumbernya, data penelitian dibagi menjadi dua, yaitu

data primer dan data sekunder.

a. Data Primer

Data primer atau data tangan pertama adalah data yang diperoleh

langsung dari subjek penelitian dengan mengenakan alat

pengukuran atau alat pengambilan data, langsung pada subjek

sebagai sumber informasi yang dicari (Azwar, 1998: 91). Jadi

dalam penelitian ini data primernya adalah karya-karya Viktor

Frankl, khususnya yang berkaitan dengan logoterapi.

b. Data Sekunder

Data sekunder atau data tangan kedua adalah data yang diperoleh

lewat pihak lain, tidak langsung diperoleh peneliti dari subjek

penelitiannya (Azwar, 1998: 91). Adapun data sekunder dalam

penelitian ini adalah buku-buku penunjang tentang logoterapi yang

ditulis oleh pengarang lain, buku-buku tentang kesehatan mental

24

dan bimbingan konseling Islam serta karya-karya yang sesuai

dengan judul penelitian. Sedangkan data sekunder tentang

pandangan Islam terhadap logoterapi diperoleh melalui Al-Qur’an

dan Al-Hadits.

1.6.3. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data-data yang diperlukan dalam penelitian ini,

penulis menggunakan metode: Library research (telaah kepustakaan).

Metode library research adalah penelitian yang dilakukan

terhadap sumber-sumber tertentu berupa buku, majalah, artikel dan

karangan lain (Singarimbun, 1982: 152). Artinya peneliti

mengumpulkan data-data berupa buku, majalah, artikel dan karangan

lain tentang logoterapi, kesehatan mental dan bimbingan konseling

Islam serta karangan-karangan yang sesuai dengan judul penelitian.

Dalam hal ini peneliti dapat memanfaatkan perpustakaan untuk

mengumpulkan data.

1.6.4. Teknik Analisis Data

Setelah data yang berhubungan dengan penelitian ini terkumpul secara

lengkap, penulis akan menganalisisnya untuk menemukan hasil

penelitian yang valid dan dapat dipertanggung jawabkan. Adapun

metode analisis yang digunakan sebagai berikut:

1.6.4.1. Metode Deskriptif Analisis

Yaitu menganalisis data deskriptif menurut isinya

(Suryabrata, 1995: 85). Artinya penulis menggambarkan

25

sebuah analisa tentang literatur-literatur yang berkaitan

dengan konsep logoterapi, konsep kesehatan mental dan

konsep bimbingan konseling Islam.

1.6.4.2. Metode Interpretasi

Interpretasi berarti bahwa tercapainya pemahaman yang

benar mengenai ekspresi manusiawi yang dipelajari. Di

dalam ekspresi itu dibaca dan ditangkap arti, nilai dan

maksud manusia. Berbagai hubungan dan arti masih harus

ditemukan, diintegrasikan, ditotalisasikan. Pendek kata,

manusia harus senantiasa menafsirkan. Interpretasi bertumpu

pada pencapaian kebenaran otentik. (Baker, 1994: 42-43).

Jadi dalam penelitian ini, data-data tentang Logoterapi,

kesehatan mental dan bimbingan konseling Islam yang masih

belum jelas maksudnya harus ditangkap, ditemukan,

diintegrasikan dan ditafsirkan artinya demi mencapai

pemahaman yang benar tentang implikasi konsep logoterapi

terhadap kesehatan mental dalam tinjauan bimbingan

konseling Islam.

1.6.4.3. Metode Komparasi

Metode komparasi adalah metode yang digunakan untuk

memperoleh suatu kesimpulan dengan meneliti faktor-faktor

tertentu yang berhubungan dengan situasi atau fenomena

yang diselidiki dan dibandingkan dengan faktor lain

26

(Muhadjir, 1992: 75). Dalam hal ini penulis meneliti faktor-

faktor tertentu yang berhubungan dengan logoterapi dan

dibandingkan dengan ajaran Islam.

1.7. Sistematika Penulisan

Untuk mendapatkan hasil penelitian yang sistematis dan mengarah pada

tujuan yang telah ditetapkan, maka penulisan laporan penelitian ini dibagi

menjadi lima bab.

Bab pertama merupakan pendahuluan yang menjelaskan latar belakang,

perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, kerangka

teoritik, metode penelitian yang digunakan dan sistematika penulisan.

Bab kedua membahas tentang kesehatan mental dan bimbingan

konseling Islam, serta korelasi antara logoterapi dan konsep dakwah.

Pembahasan kesehatan mental terdiri dari: Pengertian kesehatan mental,

faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan mental, tanda-tanda kesehatan

mental, prinsip-prinsip kesehatan mental serta metode perolehan dan

pemeliharaan kesehatan mental. Sedangkan yang berhubungan dengan

bimbingan konseling Islam meliputi: Pengertian bimbingan konseling Islam,

asas-asas bimbingan konseling Islam, tujuan bimbingan konseling Islam,

fungsi bimbingan konseling Islam serta metode dan pendekatan bimbingan

konseling Islam.

Bab ketiga memaparkan pemikiran Viktor E. Frankl tentang logoterapi,

sehingga perlu dijelaskan terlebih dahulu tentang biografi dan karya-karyanya.

Kemudian pemikiran Viktor E. Frankl tentang logoterapi yang meliputi:

27

Gambaran umum logoterapi, landasan filosofis logoterapi, meraih hidup

bermakna, sindroma ketidakbermaknaan, kesehatan mental dalam logoterapi,

dimensi spiritual dalam logoterapi serta teknik-teknik logoterapi dan

penerapannya.

Bab keempat adalah analisis pemikiran Viktor E. Frankl tentang

logoterapi dan implikasinya terhadap kesehatan mental ditinjau dari

bimbingan konseling Islam. Bab ini berisi analisis tentang pandangan Islam

terhadap pemikiran Viktor E. Frankl tentang logoterapi, aplikasi pemikiran

Viktor E. Frankl tentang logoterapi dalam mengatasi mental yang sakit, dan

dilanjutkan dengan analisis bimbingan konseling Islam terhadap pemikiran

Viktor E. Frankl tentang logoterapi dan implikasinya terhadap kesehatan

mental.

Bab kelima sebagai penutup, yaitu bab terakhir yang berisi kesimpulan,

saran-saran dan penutup.