BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang...

23
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Laporan Asian Sustainability Rating yang melakukan penelitian tentang tingkat keberlanjutan perusahaan (sustainability) dan implementasinya di negara- negara asia terutama sepuluh negara Asia, menunjukkan hasil peringkat Indonesia berada pada posisi ke 6 dari 10 negera Asia yang disurvei, ranking Indonesia ini masih dibawah negara ASEAN lainya, yaitu Thailand dan Malaysia yakni diposisi kedua dan ketiga, Indonesia masih dirasa lemah dalam pengungkapan dalam kategori lingkungan. Dalam hal rangking perusahaan Indonesia dalam Asian Sustainability hanya diwakilkan oleh PT Unilever Indonesia dan PT Vale Indonesia Tbk yang masing masing bergerak pada sektor household and personal product dan material. Sejalan dengan Asian Sustainability Report, Indeks Sri-Kehati sebagai salah satu Indeks Bursa Efek Indonesia yang melakukan penilaian akan sustainability pada perusahan publik di Indonesia, juga cenderung didominasi oleh perusahaan perbankan, tambang, minyak bumi, transportasi dan alat berat, hal yang sama juga ditemukan pada hasil Indonesia Sustainability Reporting Awards (ISRA) 2015. Hal ini dikarenakan bisnis sektor Industri non migas Indonesia, cenderung mengalami pertumbuhan yang bersifat fluktuatif sejak lebih dari 10 tahun terakhir, sehingga laju pertumbuhannya masih belum sesuai harapan, yang berdampak terhadap pola CSR dan kemitraan yang mereka lakukan.

Transcript of BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang...

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Penelitian

Laporan Asian Sustainability Rating yang melakukan penelitian tentang

tingkat keberlanjutan perusahaan (sustainability) dan implementasinya di negara-

negara asia terutama sepuluh negara Asia, menunjukkan hasil peringkat Indonesia

berada pada posisi ke 6 dari 10 negera Asia yang disurvei, ranking Indonesia ini

masih dibawah negara ASEAN lainya, yaitu Thailand dan Malaysia yakni diposisi

kedua dan ketiga, Indonesia masih dirasa lemah dalam pengungkapan dalam

kategori lingkungan. Dalam hal rangking perusahaan Indonesia dalam Asian

Sustainability hanya diwakilkan oleh PT Unilever Indonesia dan PT Vale Indonesia

Tbk yang masing – masing bergerak pada sektor household and personal product

dan material.

Sejalan dengan Asian Sustainability Report, Indeks Sri-Kehati sebagai

salah satu Indeks Bursa Efek Indonesia yang melakukan penilaian akan

sustainability pada perusahan publik di Indonesia, juga cenderung didominasi oleh

perusahaan perbankan, tambang, minyak bumi, transportasi dan alat berat, hal yang

sama juga ditemukan pada hasil Indonesia Sustainability Reporting Awards

(ISRA) 2015. Hal ini dikarenakan bisnis sektor Industri non migas Indonesia,

cenderung mengalami pertumbuhan yang bersifat fluktuatif sejak lebih dari 10

tahun terakhir, sehingga laju pertumbuhannya masih belum sesuai harapan, yang

berdampak terhadap pola CSR dan kemitraan yang mereka lakukan.

2

Dilihat dari kinerja industri TPT berdasarkan tujuan ekspor utama TPT

Indonesia terutama sektor garmen masih didominasi tujuan negara Amerika

Serikat, Jepang dan Jerman baik secara nilai maupun secara berat bersih per ton

nya. Pada tahun 2014 pangsa pasar Indonesia di pasar Amerika Serikat sebesar USD

3,758 Milyar persen diikuti oleh Jepang sebesar USD 645 Juta.

Tabel 1.1. Ekspor TPT Indonesia berdasarkan Negara Tujuan Ekspor

(dalam ribuan USD)

Negara Tujuan 2010 2011 2012 2013 2014

Amerika Serikat 3.935.568,3 4.342.369,0 3.872.148,7 3.887.406,8 3.758.453,5

Jepang 169.534,1 328.924,9 470.312,6 628.567,1 645.203,5

Jerman 502.737,7 624.567,3 541.333,9 523.478,9 548.507,1

Inggris 331.070,5 351.261,4 319.692,4 285.672,6 268.288,3

Uni Emirat Arab 125.022,2 153.377,0 177.777,5 161.817,9 204.874,9

Kanada 142.442,6 178.292,7 154.933,8 166.785,4 178.850,4

Belgia 142.173,7 167.431,5 160.552,7 150.120,2 174.232,8

Belanda 159.503,2 184.599,0 136.298,0 139.205,8 108.458,1

Perancis 119.775,7 141.042,8 108.028,5 104.144,1 105.463,3

Italia 75.341,7 91.050,1 75.822,8 84.746,4 80.307,5

Sumber : International Trade Statistics (2015)

Data ekspor TPT keluar negeri sejalan dengan adanya Permintaan hasil

produksi TPT yang akan cenderung meningkat seiring dengan laju pertumbuhan

penduduk, sehingga potensi pasar TPT domestik masih cukup besar. Hal ini

berdasarkan pada tingkat populasi masyarakat Indonesia yang mencapai lebih dari

220 juta jiwa dan membaiknya tingkat perekonomian dan pendapatan masyarakat.

Besarnya pasar TPT Indonesia, dapat juga ditunjukkan oleh tingkat konsumsi serat

guna bahan baku utama tekstil, dari tahun ke tahun terus meningkat. Pada tahun

1995 dengan jumlah penduduk 198.50 juta jiwa, total konsumsi serat mencapai 1.60

juta ton, dan 831 ribu ton di antaranya merupakan konsumsi lokal, atau setiap

3

penduduk membutuhkan 4.20 kg. Angka tersebut terus naik dan pada tahun 2000

dengan total 211.50 juta jiwa, total konsumsi serat Indonesia sebanyak 2.03 juta ton

atau 1 044 ribu ton merupakan konsumsi domestik atau rata-rata per penduduk 4.90

kg. Dalam jangka panjang, tingkat konsumsi serat tekstil Indonesia akan terus

meningkat. Menurut perkiraan Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), tingkat

pertumbuhan konsumsi serat tekstil Indonesia berkisar 3.50 persen per tahun.

Sebagai salah satu industri yang telah lama berkembang di Indonesia, industri

TPT memegang peranan penting di dalam struktur perekonomian Indonesia. hal ini

dapat dilihat melalui besaran kontribusi industri TPT terhadap PDB Indonesia,

dimana dalam tiga tahun terakhir 2013 – 2015 rata – rata industri TPT memberikan

kontribusi sebesar rata – rata sebesar 1,29 % terhadap PDB Indonesia.

Tabel 1.2 Pertumbuhan dan Peran Industri TPT Indonesia

Indikator 2013 2014 2015 %

Perubahan

Pertumbuhan Industri TPT 12.661,70 12.720,30 12.262,60 -3,60

Persentasse Peran Industri

TPT terhadap PDB

1,36 1,32 1,21

Sumber : Kemenperin (2016)

Tabel 1.2 diatas menunjukkan bahwa pada tahun 2015, industri TPT

menyumbang 1,21 % dari PDB Indonesia dimana PDB Indonesia sebesar Rp

12,262 triliun Selain itu, periode yang sama tahun 2013-2015, Indonesia hanya

mengalami penurunan pertumbuhan nilai ekspor industri TPT sebesar -3,60%.

Padahal pemerintah menargetkan, Indonesia bisa meningkatkan nilai ekspor

industri TPT .

4

Sedangkan Tabel 1.3 di bawah ini menggambarkan pertumbuhan industri

pengolahan non migas dari tahun 2004-2012. Dimana salah satu industri yang

termasuk dalam kelompok ini adalah industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT)

yang memegang peranan penting dalam perekonomian Indonesia.

Tabel 1.3. Pertumbuhan Industri Pengolahan Non Migas

Sumber : BPS diolah Kemenperin (2013:14)

Berdasarkan tabel tersebut terungkap bahwa perkembangan industri tekstil

sebagai salah satu industri sektor pengolahan Non Migas, mengalami pertumbuhan

yang relatif tidak stabil, dan cenderung berfluktuasi. Hal tersebut mengindikasikan

bahwa kinerja bisnis sektor tersebut cenderung belum optimal.

Industri tekstil merupakan salah satu industri yang diprioritaskan oleh

pemerintah untuk dapat dikembangkan dikarenakan peran strategis dalam

perekonomian nasional, agar dapat mendatangkan devisa ekspor yang lebih besar

dari tahun-tahun sebelumnya. Selain itu, sektor ini juga berperan dalam

5

mengurangi angka pengangguran dengan menyerap tenaga kerja. Dari data yang

dihimpun BPS tercatat jumlah tenaga kerja Indonesia sampai bulan Februari 2011

mencapai 119,4 juta orang dengan tenaga kerja disektor industri manufaktur

sebanyak 13,71 juta orang. Di sektor TPT jumlah tenaga kerja langsung sebesar

1,4 juta orang dimana sebagian besar atau sekitar 47 persen berasal dari sektor

garmen, diikuti sektor pertenunan yang menyerap 19.250 orang dan sektor fiber

making dan spinning. Secara keseluruhan, industri TPT menyerap hampir 10% dari

total tenaga kerja manufaktur di Indonesia. Berdasarkan kontribusinya terhadap

Produk Domestik Bruto (PDB) dan penyerapan tenaga kerja, maka sektor industri

tekstil dan produk tekstil merupakan salah satu sektor utama, sekaligus memiliki

kedudukan strategis dalam perekonomian Indonesia.

Selain mempunyai peran dan kontribusi yang besar terhadap nilai PDB dan

perolehan devisa Indonesia, industri TPT ini juga memiliki tipikal yang dapat

menyerap banyak tenaga kerja, hal ini dapat kita lihat dari pangsa tenaga kerja

industri TPT terhadap industri pengolahan mencapai rata-rata 10% per tahun,

setidaknya ini dapat terlihat pada tahun 2004 dimana lebih dari 1.18 juta orang

bekerja di industri TPT atau 1.26 persen dari jumlah tenaga kerja Indonesia dan

pada tahun 2013 Kemenperin menyampaikan Tenaga kerja yang terserap sebanyak

1,55 juta orang di sektor tektil dan sekitar 570 ribu orang di sektor pakaian jadi

(garmen) yang apabila ditotalkan sebanyak 3.50 juta orang bekerja baik langsung

maupun tidak langsung dalam Industri TPT ini (Wu, 2005)

Industri tekstil di Indonesia mencakup tiga sektor industri dari mulai hulu

sampai hilir, yaitu: Sektor Industri Hulu (upstream) adalah industri yang

6

memproduksi serat/fiber dan proses pemintalan (spinning) menjadi produk benang

(yarn). Sektor Industri Menengah/Antara (midstream) adalah industri yang

melakukan pemrosesan benang menjadi kain-jadi (Fabric). Sedangkan sektor

Industri Hilir (downstream) adalah industri manufaktur pakaian jadi (garment).

Sektor ini terdiri dari perusahan kategori menengah dan kecil dan paling banyak

menyerap tenaga kerja, sehingga industrinya bersifat padat karya. Industri tekstil

itu sendiri paling banyak berlokasi di wilayah Pulau Jawa, dari mulai pemintalan

(spinning), pertenunan (weaving), kain, garmen, hingga produk tekstil lainnya yang

tergambar pada tabel dibawah ini. Berikut adalah jumlah dan penyebaran

perusahaan tekstil di Indonesia.

Tabel 1.4. Gambaran Umum Industri TPT di Indonesia

Komoditi Sumate

ra

Jakart

a

Jaba

r

Jate

ng

Y

og

ya

Jati

m

Bal

i

Sulaw

esi

Total

1.Fibers (Serat) - - 4 3 1 - - 8

2.Yarns

(Benang) 4 8 135 8 4 4 1 - 204

3.Fabrics

(Kain)

Woven

Knitting

Non

Woven

9

8

499

98

1

8

1

1

1

775

6 4 181 8 2 4 - - 255

- - 1 - - 2 - - 3

4.Garment 0 28 315 1 8 6 83 4 855

5.Others

False

Twisting

Thread

Embroider

y Processing

Carpet

Others

-

7

1

2

1

-

-

-

11

- - 5 - - 3 - - 8

- 2 14 2 1 2 - - 21

4 22 223 81 5 1 - - 346

- 2 3 - - 1 - - 6

3 17 0 52 - 9 1 - 82

7

Tota

l

46 458 1.50

1

375 22 151 86 5 2.654

Sumber : Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), 2010

Dari pengelompokan tersebut, menunjukkan bahwa Provinsi Jawa Barat

mendominasi banyaknya perusahaan yang bergerak dalam industri TPT. Di Jawa

Barat terdapat perusahaan yang bersifat terbuka (go-public) dan juga perusahaan

yang sifatnya tertutup. Untuk perusahaan terbuka, misalnya: PT Indo-Rama

Synthetics Tbk, PT Pan Brothers Tbk, PT Panasia Filament Inti Tbk, PT Panasia

Indosyntec Tbk, PT Tifico Fiber Indonesia Tbk, PT Century Textile Industry Tbk

(Centex), PT Ever Shine Textile Industry Tbk, PT Eratex Djaya Tbk. Sementara

itu, masih terdapat pula perusahaan TPT skala besar yang masih bersifat tertutup

misalnya: PT Sri Rejeki Isman (PT. SRITEX), PT Kahatex, PT Indah Jaya Textile,

PT Duniatex, PT Apac Inti Corpora, PT Toray Industries Indonesia, PT Singlong

Brothers Industrial, Fujitex, Dewa Sutratex, Trubustex, dan lain-lain.

Namun dominannya jumlah banyaknya perusahaan yang bergerak dalam

industri TPT di Jawa Barat dibandingkan provinsi lainnya tidak serta merta

menunjukkan bahwa kinerja perusahaan pada industri TPT di Jawa Barat

menunjukkan angka yang meningkat, karena berdasarkan data pertumbuhan

industri pengolahan non migas pada Tabel 1.1, terungkap bahwa pertumbuhan

industri ini cenderung fluktuatif pada tahun 2004-2012. Sementara itu, produksi

TPT cenderung meningkat seiring dengan laju pertumbuhan dan jumlah penduduk.

Dengan jumlah penduduk Indonesia yang mencapai lebih dari 237,6 juta menurut

data Badan Pusat Statistik, maka tentu saja Indonesia menjadi pasar yang sangat

menarik bagi produsen TPT dari mancanegara. Selain itu, berdasarkan struktur

8

populasi, sekitar 60% dari total populasi berumur antara 15-54 tahun. Pada usia

tersebut membutuhkan kosumsi sandang yang meningkat. Namun kinerja

perusahaan sektor ini di Provinsi Jawa Barat terindikasi belum optimal.

Apalagi produk TPT Indonesia menghadapi saingan yang cukup berat yaitu

yaitu Cina dan India yang bisa menghasilkan produk TPT dengan lebih kompetitif.

Sebagai gambaran, sejak perdagangan bebas diberlakukan, yang membuat seluruh

kuota secara bertahap dihapuskan, pada Tahun 2013 Cina berhasil menguasai pasar

TPT Amerika utara (Kanada dan AS) dan Uni Eropa sebanyak 50 % dari seluruh

impor TPT Amerika Utara. Nilai ini jauh lebih tinggi dari nilai impor mereka di

tahun 1997 yang hanya mencapai 15 persen, saat kuota masih diberlakukan. Di

bawah Cina, adalah negara India yang menguasai 15 persen nilai impor TPT ke

Amerika Utara, dimana hal ini meningkat dari hanya 4 persen di tahun 1997.

Dengan menguasai 65 persen total pasar, tidaklah mengherankan apabila beberapa

negara lain yang termasuk 10 besar negara pengekspor TPT ke Amerika Utara

mengalami penurunan. Indonesia adalah termasuk yang mengalami penurunan

cukup drastis, yaitu dari 4 persen, menjadi 2 persen. Di Uni Eropa, ekspor Cina

mengalami peningkatan yang juga cukup pesat menjadi 29 persen dari hanya 18

persen di tahun 1997. Sementara India juga mengalami peningkatan sekitar 3

persen. Hal ini berakibat pada posisi ekspor TPT Indonesia tidak mengalami

perubahan, hanya berkisar sekitar 3 persen saja. Dengan demikian menunjukkan

bahwa kinerja perusahaan sektor tekstil belum dikatakan tinggi. Dikarenakan

Jawa Barat mendominasi banyaknya perusahaan pada industri TPT, maka

dapat dikatakan bahwa kinerja perusahaan industri tekstil di Jawa Barat juga

9

belum optimal.

Sebagai salah satu negara besar di dunia yang menandatangani program

Millenium Development Goals, Indonesia diharapkan dapat ikut serta mengurangi

dan menanggulangi berbagai masalah yang ada di dunia. Target program yakni

tercapainya kesejahteraan rakyat dan pembangunan masyarakat, dimana salah

satunya ditunjang dengan cara memastikan kelestarian lingkungan serta

menanggulangi kemiskinan dan kelaparan.

Salah satu cara pemerintah Indonesia untuk dapat melaksanakan program

tersebut yaknin melalui program Corporate Sosial Responsibility (CSR) dan

Program Kemitraan yang digulirkan oleh pemerintah melalui Undang-Undang No.

32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup,

Peraturan Pemerintah No. 47 Tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial dan

Lingkungan serta Peraturan Menteri BUMN No. PER-O7/MBU/2015 tentang

Program Kemitraan BUMN dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan,

dimana pemerintah mengikutsertakan BUMN dan pihak swasta untuk ikut serta

menyukseskan program tersebut.

Program CSR dan kemitraan ini menjadi salah satu perhatian pemerintah

Indonesia, dikarenakan masih banyaknya perusahaan di Indonesia yang belum

melakukan CSR dengan baik di lapangan. Seolah-olah CSR hanya dirasa sebagai

satu kewajiban dari pemerintah kepada perusahaan

Banyak penelitian yang telah dilakukan untuk membuktikan pengaruh CSR

terhadap biaya operasional dan kinerja perusahaan seperti penelitian Kotler dan Lee

(2005) dimana penerapan CSR dapat menurunkan biaya operasi suatu perusahaan,

10

karena setelah diterapkannya CSR perusahaan akan mengurangi biaya pemasaran

karena perusahaan akan mengalihkan kepada dana CSR. Sedangkan Leki dan

Christiawan (2013) menyatakan bahwa penerapan CSR dapat meningkatkan

efisiensi penggunaan bahan baku (reused, recycle) dan overhead (berpengaruh

kepada penggunaan air dan listrik) sehingga mengurangi biaya operasional

perusahaan.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Sullivan (1998) menemukan bahwa

reputasi perusahaan dapat dijadikan jaminan bagi pelanggan untuk menilai kualitas

produk atau jasa yang diberikan oleh perusahaan. Dengan demikian, semakin baik

reputasi suatu perusahaan, maka semakin meningkat pula pembelian yang

dilakukan oleh pelanggan sehingga mengakibatkan penjualan perusahaan

meningkat.

Penelitian yang dilakukan oleh Gulsevim dan Gokhan (2009) menyebutkan

bahwa, kegiatan CSR yang dilakukan sebagai upaya meningkatkan reputasi sosial

yang bertujuan untuk meningkatkan nilai perusahaan dalam kaitannya dengan sisi

tenaga kerja, keselamatan kerja dan kesehatan tenaga kerja yang merupakan isu

penting dalam industri bidang tekstil.

Vintila dan Gherghina (2012) melakukan pengukuran kinerja melalui:

kinerja operasional (Return On Equity, net profit margin, pertumbuhan penjualan),

penilaian (Tobin Q) dan payout pemegang saham (dividend yield dan pembelian

saham kembali). Namun pada Tabel 1.5 di bawah ini, terungkap rendahnya kinerja

keuangan yang diukur oleh salah satu rasio keuangan yakni Return On Equity

(ROE).

11

Tabel 1.5 Rasio Return On Equity (ROE) Industri Tekstil

No Nama Perusahaan Tahun

2007 2008 2009 2010 2011

1

APAC Citra Centertex

Tbk -2,14133 -6,70956 0,721021 -5,36378 -6,70996

2 Argo Pantes Tbk -9,59271 -10,9629 -5,20192 -8,7535 -7,4329

3 Centex Tbk ***) -8,94118 -21,6981 -13,7931 8,400201 9,969789

4

Centex Tbk (Seri

B)***) -8,94118 -21,6981 -13,7931 -3,1746 9,969789

5

Delta Dunia Petroindo

Tbk *) 0,496278 0,952381 -2,43494 0 0

6 Eratex Djaja Tbk -1,0274 -42,0118 -14,433 -3,1746 49,4186

7

Ever Shine Textile

Industry Tbk -2,77264 -4,15094 1,541426 -41,7391 0,470958

8

Hanson International

Tbk -26,0952 -12550 1400 0,171527 0

9

Hanson International

Tbk (Seri B) -26,0952 -12550 1400 25,56391 0

10

Indorama Synthetics

Tbk 0,374468 1,213301 2,081307 25,56391 0,032749

11 Karwell Indonesia Tbk 1,980198 -39,4737 -6,86275 4,587517 353,8462

12 Pan Brothers Tbk 3,0012 0,694444 0,645161 -13,5135 4,752475

13

Panasia Filament Inti

Tbk -9,24092 -4,3022 4,02439 0,322581 -19,2568

14

Panasia Indosyntex Tbk

*) 0,080451 -25,0859 -3,01724 4,058625 1,676529

15

Polychem Indonesia

Tbk 1,393896 -9,09816 0,091743 -25,8523 5,603202

16

Polysindo Eka Perkasa

Tbk -18,8693 -6,82054 1,451613 0,098619 0

17

Ricky Putra Globalindo

Tbk 7,130435 -46,4482 25,88621 1,009028 1,869159

18 Roda Vivatex Tbk 6,003431 -1,39319 0,666667 1,794454 0

19

Sunson Textile

Manufacturer Tbk 0,222469 9,810671 15,82181 1,146789 -2,84698

20 Texmaco Jaya Tbk -18,136 -7,65816 3,534778 5,443322 0

21

Teijin Indonesia Fiber

Tbk -12,0415 -29,0234 -9,30365 0 0

22 Unitex Tbk 45,03311 -43,7908 21,52778 -16,2338 -4,96894

Sumber : IDX (2012)

12

Berdasarkan data pada tabel 1.5 di atas, terungkap bahwa ROE perusahan

tersebut menunjukkan angka yang cenderung menurun setiap tahunnya. Sehingga

dapat menjadi suatu indikator bahwa kinerja perusahaan sektor ini belum optimal.

Masih belum optimalnya kinerja perusahaan tekstil, diduga karena pihak

perusahaan masih memiliki kelemahan dalam pengembangan daya saing

perusahaan, yang diindikasikan dengan produk yang relatif belum variatif jika

dibandingkan dengan produk dari impor. Selain itu masyarakat lebih percaya akan

kualitas bahan impor. Padahal menurut Castro et al (2004:302), agar suatu

perusahaan dianggap memiliki daya saing dari sudut pandang operatif, maka

perusahaan harus mendesain strategi untuk melengkapi kondisi harga yang

kompetitif, produk dengan kualitas unggul, dan pelayanan tingkat tinggi kepada

pelanggan (speed and variety).

Dugaan belum tingginya daya saing tersebut didukung dengan hasil survei

pendahuluan sebagaimana tergambar berikut ini.

Grafik 1.1

Hasil Survei Pendahuluan tentang Daya Saing

Perusahaan TPT di Jawa Barat

Sumber : Hasil Survei pendahuluan, n=30 (2015)

3,53 3,63 3,67

Harga yang Kompetitif Produk Berkualitas Speed & Variety

13

Survei pendahuluan mengukur empat aspek daya saing yaitu harga yang

kompetitif, produk berkualitas, serta speed and variety yang secara keseluruhan,

rata-rata menunjukkan indeks di bawah 4.00 (skala baik). Nilai indeks terendah

adalah pada aspek harga yang kompetitif (3.53), sementara indeks tertinggi adalah

speed and variety (3.67). Sehingga berdasarkan hasl survei tersebut, dapat

dikatakan bahwa daya saing pada industri tekstil di Jawa Barat belum tergolong

tinggi. Sementara itu hasl riset Agic, Kurtović, Cicic (2010) menyimpulkan bahwa

sesuai dengan kriteria posisi kompetitif, perusahaan dapat dikelompokkan menjadi

tiga kategori dasar. Kategori pertama meliputi perusahaan yang menawarkan

kualitas tertinggi, dengan harga yang sama tinggi. Perusahaan-perusahaan ini

menargetkan segmen pasar eksklusif yang sesuai dan sebagian besar menggunakan

strategi diferensiasi. Perusahaan dari kelompok kedua ditandai dengan cakupan

pasar yang luas; mereka fokus pada promosi, dan hampir tidak pernah

menggunakan harga sebagai faktor keunggulan kompetitif. Kelompok terakhir

perusahaan diposisikan dengan menawarkan produk standar kualitas agak rendah

dan dengan harga yang jauh lebih rendah.

Di samping itu hingga kini citra perusahaan industri tekstil masih relatif

terpuruk karena sebagai efek dari kondisi awal tahun tahun 2000 yang diposisikan

sebagai sunset industry. Dimana menurut Zeithaml dan Bitner (2011)

mengemukakan bahwa citra organisasi sebagai persepsi dari suatu organisasi

tercermin dalam benak konsumen. Berdasarkan pendapat tersebut, corporate image

memiliki arti yang sangat penting bagi perusahaan karena diasosiasikan dalam

memori pelanggan. Saat ini citra perusahaan produk lokal masih belum baik,

14

dibandingkan produk impor. Polat (2010) menyatakan dimensi organizational

image meliputi: Quality image, Programme image, Infrastructure image.

Dugaan masih belum kuatnya citra perusahaan, didukung dengan hasil

survei pendahuluan sebagaimana tergambar berikut.

Grafik 1.2

Hasil Survei Pendahuluan tentang Citra Perusahaan TPT di Jawa Barat

Sumber : Hasil Survei pendahuluan, n=30 (2015)

Survei pendahuluan mengukur tiga aspek citra perusahaan yaitu quality

image, programme image, dan infrastructure image, yang secara keseluruhan, rata-

rata menunjukkan indeks di bawah 4.00 (skala baik). Nilai indeks terendah adalah

pada aspek programme image (3.31), sementara indeks tertinggi adalah quality

image (3.43). Sehingga berdasarkan hasl survei tersebut, dapat dikatakan bahwa

citra perusahaan pada industri tekstil di Jawa Barat belum optimal.

Sementara itu citra perusahaan memegang peranan sebagai faktor kunci

dalam meningkatkan kinerja perusahaan sebagaimana yang dikemukakan dalam

Boonpattarakan (2012) bahwa citra perusahaan adalah sebagai respon dari

konsumen ataupun keyakinan akan suatu organisasi.

3,43

3,31

3,39

Quality Image Programme Image Infrastruktur Image

15

Rendahnya citra perusahaan cenderung tidak terlepas dari komitmen pihak

perusahaan untuk peduli kepada lingkungan, dimana pada kenyataannya isu ini

masih terus berkembang, karena tanggung jawab sosial pihak perusahaan relatif

masih rendah. Bueble (2008) menyatakan bahwa pencapaian keberhasilan

komersial dalam cara yang menghormati nilai-nilai etika dan menghargai

masyarakat. Sedangkan tujuan dari CSR menurut Uddin et al (2008) adalah untuk

membuat aktivitas dan budaya perusahaan yang berkelanjutan dalam tiga aspek

yaitu : Economic aspects, Social aspects, dan Environmental aspects. Dugaan

masih rendahnya implementasi CSR oleh industri tekstil tersebut diperkuat dengan

hasil survei pendahuluan mengenai pelaksanaan CSR pada industri tekstil di Jawa

Barat berikut ini.

Grafik 1.3

Hasil Survei Pendahuluan tentang Corporate Social Responsibility

Perusahaan TPT di Jawa Barat

Sumber : Hasil Survei pendahuluan, n=30 (2015)

3,6 3,53 3,57

Economic aspects Social aspects Environmental andEcological aspects

16

Survei pendahuluan mengukur tiga Corporate Social Responsibility yaitu

economic aspecst, social aspects, dan environmental/ecological aspects, yang

secara keseluruhan, rata-rata menunjukkan indeks di bawah 4.00 (skala baik). Nilai

indeks terendah adalah pada aspek social aspects (3.57), sementara indeks tertinggi

adalah economic aspects (3.60). Sehingga berdasarkan hasl survei tersebut, dapat

dikatakan bahwa citra perusahaan pada industri tekstil di Jawa Barat belum optimal.

Sementara itu hasil penelitian Buciuniene dan Kazlauskaite (2012:15)

menunjukkan korelasi antara CSR dan kinerja dimana menunjukkan hubungan

positif antara praktek HRM terkait CSR dan hasil kinerja.

Mahoney et al (2003) yang meneliti hubungan antara kinerja sosial dan

lingkungan perusahaan dengan kinerja keuangan dengan hasilnya menunjukkan

hubungan positif. Sedangkan penelitian Suratno et al (2006) menunjukkan bahwa

environmental performance berpengaruh secara positif terhadap economic

performance. Berbeda dengan hasil penelitian Fauzi et al (2007) seorang peneliti

yang mengembangkan model slack resource theory dan good manajement theory

dalam meneliti hubungan Corporate Social Performance (CSP) dan Corporate

Performance (CP) Hasil studi tidak menunjukkan hubungan yang signifikan.

Analisis lebih jauh dengan menggunakan slack resource theory menunjukkan

ukuran perusahaan mempengaruhi hubungan CSP dan CP.

Pengembangan kemitraan yang belum dijalin secara optimal merupakan

fenomena yang terjadi dewasa ini dimana masih lemahnya kerja sama lintas fungsi

dalam perusahaan, belum terciptanya budaya kerja yang lebih mengarah kepada

peningkatan efektivitas perusahaan, belum terciptanya kerja sama dengan lembaga

17

intermediasi dalam hal pembentukan skema pembiayaan yang sesuai untuk industri

tekstil, serta belum terbentuknya kerja sama dengan pihak supplier dalam hal

menyediakan kebutuhan input, serta belum optimalnya penggalangan komunitas

bisnis dengan pihak pelanggan yang ditunjang dengan adanya perlakuan istimewa

dari pihak perusahaan bagi pelanggan yang memberikan share profit yang tinggi.

Sedangkan menurut Menurut Cravens (2013) kemitraan merupakan suatu upaya

untuk melakukan kerjasama dengan stakeholders, dimana aliansi strategis

digunakan oleh banyak perusahaan yang bersaing di seluruh dunia. Kemitraan

meliputi hubungan secara vertikal yang terdiri dari hubungan dengan supplier dan

customer (pelanggan) serta horizontal yang terdiri dari kemitraan lateral dan

internal.

Fenomena tersebut diperkuat dengan hasil survei pendahuluan berikut ini.

Grafik 1.4

Hasil Survei Pendahuluan tentang Kemitraan

Perusahaan TPT di Jawa Barat

Sumber : Hasil Survei pendahuluan, n=30 (2015)

3,6 3,63 3,6 3,57

Internal partnership Supplier Partnership Buyer partnership Lateral partnership

18

Survei pendahuluan mengukur tiga aspek kemitraan yaitu internal

partnership, supplier partnership, buyer partnership, dan lateral partnership, yang

secara keseluruhan, rata-rata menunjukkan indeks di bawah 4.00 (skala baik). Nilai

indeks terendah adalah pada aspek lateral partnership (3.57), sementara indeks

tertinggi adalah supplier partnership (3.63). Sehingga berdasarkan hasl survei

tersebut, dapat dikatakan bahwa kemitraan yang dijalankan oleh industri tekstil di

Jawa Barat belum optimal.

Sementara itu Robert Half (2013) dalam hasil risetnya menyatakan bahwa

manfaat utama dari kemitraan adalah meningkatkan kinerja korporasi, manajemen

resiko yang lebih baik , dan pengurangan biaya dalam fungsi keuangan.

Berdasarkan uraian di atas, maka perlu dilakukan penelitian mengenai

Corporate Social Responsibility dan kemitraan bisnis, pengaruhnya terhadap citra

perusahaan dan daya saing serta implikasinya terhadap kinerja perusahaan.

1.2. Identifikasi Masalah, Batasan Masalah dan Rumusan Masalah

1.2.1 Identifikasi Masalah

Peran penting industri tekstil adalah mampu menyerap lebih dari 10% dari

total tenaga kerja manufaktur di Indonesia. Disamping sumbangannya tergolong

cukup besar terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), maka sektor industri ini

merupakan salah satu sektor utama, sekaligus memiliki kedudukan strategis dalam

perekonomian Indonesia. Penguatan industri tekstil akan mendukung fundamen

ekonomi yang lebih kuat, serta akan mampu mendukung stabilitas perekonomian

Indonesia serta memiliki daya saing tinggi dalam persaingan ekonomi global.

19

Dewasa ini industri tekstil, masih memiliki kelemahan dalam posisi daya

saing dan dalam meningkatan citra perusahaan, dasa saing yang rendah dapat

terlihat dari banyaknya produk pesaing luar negeri membanjiri pasar nasional,

dimana produk perusahaan TPT nasional kurang dapat bersaing dikarenakan

kurangnya keunggulan yng dimiliki oleh perusahaan TPT nasional, hal ini ditambah

dengan kurang modernnya alat produksi yang digunakan sehingga dapat

memperburuk kualitas hasil produksi yang akan berdampak terhadap citra

perusahaan ditengah pasar, selain itu mesin produksi ini juga mengeluarkan limbah

yang banyak yang sehingga fenomena yang ada di dalam industri tekstil di Jawa

Barat mengindikasikan belum optimalnya implementasi CSR untuk menunjang

citra perusahaan yang lebih baik agar menghasilkan kinerja perusahaan yang

berkelanjutan.

Hal ini terlihat dari meningkatnya keluhan para stakeholder terhadap limbah

produksi yang dihasilkan oleh perusahaan TPT yang tidak dapat dikelola dengan

baik sehingga mencemarkan kehidupan disekeliling perusahaan yang berdampak

langusng kepada masyarakat sekitar perusahaan, sehingga menimbulkan keluhan

sendiri kepada perusahaan TPT itu sendiri, hal ini tentunya dapat mempengaruhi

kinerja perusahaan dengan adanya ancaman dari masyarakat sekitar.

Selain itu, pengembangan kemitraan juga belum dijalin secara optimal,

fenomena yang terjadi dewasa ini masih lemahnya kerja sama lintas fungsi dalam

perusahaan, belum terciptanya budaya kerja yang lebih mengarah kepada

peningkatan efektivitas perusahaan, belum terciptanya kerja sama dengan lembaga

intermediasi dalam hal pembentukan skema pembiayaan yang sesuai untuk industri

20

tekstil, serta belum terbentuknya kerja sama dengan pihak supplier dalam hal

menyediakan kebutuhan input, serta belum optimalnya penggalangan komunitas

bisnis dengan pihak pelanggan yang ditunjang dengan adanya perlakuan istimewa

dari pihak perusahaan bagi pelanggan yang memberikan share profit yang tinggi.

Berdasarkan uraian di atas, maka perlu dilakukan penelitian mengenai CSR

dan kemitraan, pengaruhnya terhadap citra perusahaan dan daya saing serta

implikasinya terhadap kinerja perusahaan.

1.2.2. Pembatasan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, batasan masalah dalam penelitian ini adalah

meliputi aspek sebagi berikut:

a. Variabel Penelitian

Corporate Social Responsibility (CSR)

Kemitraan

Citra Perusahaan

Daya Saing

Kinerja Perusahaan

b. Unit Analisis dan Unit pengamatan

Unit analisis merujuk pada tingkat kesatuan data yang dikumpulkan selama

tahap analisis data selanjutnya (Sekaran, 2009). Adapun unit analisis dalam

penelitian ini adalah perusahaan TPT di Jawa Barat sedangkan unit

pengamatan adalah pihak manajemen dari perusahaan TPT di Jawa Barat

tersebut.

21

1.2. 3. Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka dapat terungkap beberapa

rumusan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana pengembangan CSR, Kemitraan Bisnis, Citra, Daya Saing, dan

Kinerja Perusahaan pada industri tekstil di Jawa Barat?

2. Apakah terdapat pengaruh CSR dan Kemitraan terhadap Citra Perusahaan pada

industri tekstil Jawa Barat baik secara simultan dan parsial?

3. Apakah terdapat pengaruh CSR dan Kemitraan terhadap Daya Saing Perusahaan

pada industri tekstil Jawa Barat baik secara simultan dan parsial?

4. Apakah terdapat pengaruh CSR dan Kemitraan terhadap Kinerja Perusahaan

pada industri tekstil Jawa Barat baik secara simultan dan parsial?

5. Apakah terdapat pengaruh Citra dan Daya Saing terhadap Kinerja Perusahaan

pada industri tekstil Jawa Barat baik secara simultan dan parsial?

6. Apakah terdapat pengaruh CSR dan Kemitraan terhadap Kinerja Perusahaan

melalui Citra Perusahaan pada industri tekstil Jawa Barat?

7. Apakah terdapat pengaruh CSR dan Kemitraan terhadap Kinerja Perusahaan

melalui Daya Saing Perusahaan pada industri tekstil Jawa Barat?

8. Apakah terdapat pengaruh CSR dan Kemitraan terhadap Kinerja Perusahaan

baik secara langsung maupun tidak langsung melalui Citra dan Daya Saing?

22

1.3. Tujuan Penelitian

Atas dasar pengungkapan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini

bertujuan untuk menganalisis, menggali dan mengkaji data dan informasi yang

berhubungan dengan hal-hal sebagai berikut:

1. Kinerja CSR, Kemitraan, Citra, Daya Saing, dan Kinerja Perusahaan pada

industri tekstil di Jawa Barat.

2. Pengaruh CSR dan Kemitraan terhadap Citra Perusahaan pada industri tekstil

Jawa Barat, baik secara simultan dan parsial.

3. Pengaruh CSR dan Kemitraan terhadap Daya Saing Perusahaan pada industri

tekstil Jawa Barat, baik secara simultan dan parsial.

4. Pengaruh CSR dan Kemitraan terhadap Kinerja Perusahaan pada industri tekstil

Jawa Barat, baik secara simultan dan parsial

5. Pengaruh Citra dan Daya Saing terhadap Kinerja Perusahaan pada industri

tekstil Jawa Barat, baik secara simultan dan parsial.

6. Pengaruh CSR dan Kemitraan terhadap Kinerja Perusahaan melalui Citra

Perusahaan pada industri tekstil Jawa Barat.

7. Pengaruh CSR dan Kemitraan terhadap Kinerja Perusahaan melalui Daya Saing

Perusahaan pada industri tekstil Jawa Barat.

8. Pengaruh CSR dan Kemitraan terhadap Kinerja Perusahaan, baik secara

langsung maupun tidak langsung, melalui Citra dan Daya Saing.

23

1.4. Kegunaan Penelitian

Sesuai dengan tujuan penelitian yang hendak dicapai, maka hasil penelitian

ini memiliki kegunaan pengembangan ilmu maupun kegunaan praktis sebagai

berikut ini.

1.4.1. Kegunaan Pengembangan Ilmu

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap

pengembangan ilmu manajemen, khususnya dalam teori manajemen strategik.

Penelitian ini diharapkan dapat mendorong peneliti – peneliti berikutnya untuk

dapat melanjutkan serta mengembangkan dengan lebih lengkap, terutama yang

berhubungan dengan CSR, kemitraan, citra perusahaan, dan daya saing perusahaan,

dalam meningkatkan kinerja perusahaan pada industri tekstil.

1.4.2. Kegunaan Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna:

1) Sebagai bahan masukan bagi pengambil kebijakan dalam penyempurnaan

regulasi industri tekstil dan produk tekstil di Jawa Barat, Indonesia, sehingga

diharapkan mampu menciptakan lingkungan usaha yang kondusif untuk

mendukung laju pertumbuhan nasional secara maksimal,

2) Sebagai bahan masukan bagi semua pihak yang bergerak pada industri

pengolahan, khususnya industri tekstil dan produk tekstil, dalam mengambil

keputusan stratejik melalui pemahaman CSR, kemitraan, citra, dan daya saing

dengan baik, sehingga mampu mengoptimalkan kinerja perusahaan.