ANALISIS PERLAKUAN AKUNTANSI ASET BIOLOGIS PERUSAHAN ...

46
i ANALISIS PERLAKUAN AKUNTANSI ASET BIOLOGIS PERUSAHAN PERKEBUNAN (PERSERO) DI INDONESIA Oleh: RANI DAME SIMANJORANG NIM : 232011260 KERTAS KERJA Diajukan Kepada Fakultas Ekonomika Dan Bisnis Guna Memenuhi Sebagian dari Persyaratan-persyaratan untuk Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi FAKULTAS : EKONOMIKA DAN BISNIS PROGRAM STUDI : AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2014

Transcript of ANALISIS PERLAKUAN AKUNTANSI ASET BIOLOGIS PERUSAHAN ...

Page 1: ANALISIS PERLAKUAN AKUNTANSI ASET BIOLOGIS PERUSAHAN ...

i

ANALISIS PERLAKUAN AKUNTANSI ASET BIOLOGIS

PERUSAHAN PERKEBUNAN (PERSERO) DI INDONESIA

Oleh:

RANI DAME SIMANJORANG

NIM : 232011260

KERTAS KERJA

Diajukan Kepada Fakultas Ekonomika Dan Bisnis

Guna Memenuhi Sebagian dari

Persyaratan-persyaratan untuk Mencapai

Gelar Sarjana Ekonomi

FAKULTAS : EKONOMIKA DAN BISNIS

PROGRAM STUDI : AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA

2014

Page 2: ANALISIS PERLAKUAN AKUNTANSI ASET BIOLOGIS PERUSAHAN ...
Page 3: ANALISIS PERLAKUAN AKUNTANSI ASET BIOLOGIS PERUSAHAN ...
Page 4: ANALISIS PERLAKUAN AKUNTANSI ASET BIOLOGIS PERUSAHAN ...

ii

FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

Jalan Diponegoro 52-60

Salatiga 50711-Indonesia

Telp. (0298) 321212, 311881

Fax. (0298) 321433, 311881

Homepage: http://feb.ukw.edu

Email: [email protected]

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS KERTAS KERJA

Yang bertanda tangan dibawah ini :

N a m a : RANI DAME SIMANJORANG

N I M : 232011260

Program Studi : Akuntansi

Fakultas Ekonomika dan Bisnis

Universitas Kristen Satya Wacana

Salatiga

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa kertas kerja,

Judul : ANALISIS PERLAKUAN AKUNTANSI ASET BIOLOGIS

PTPN (PERSERO) DI INDONESIA

Pembimbing : Supatmi, SE., M.Ak., Ak

Tanggal di uji : Desember 2014

Adalah benar-benar hasil karya saya.

Di dalam kertas kerja ini tidak terdapat keseluruhan atau sebagian tulisan atau gagasan orang

lain yang saya ambil dengan cara menyalin atau meniru dalam bentuk rangkaian kalimat atau

simbol yang saya aku seolah-olah sebagai tulisan saya sendiri tanpa memberikan pengakuan

pada penulis aslinya.

Apabila kemudian terbukti bahwa saya ternyata melakukan tindakan menyalin atau meniru

tulisan orang lain seolah-olah hasil pemikiran saya sendiri, saya bersedia menerima sanksi

sesuai peraturan yang berlaku di Fakultas Ekonomika Dan Bisnis Universitas Kristen Satya

Wacana Salatiga, termasuk pencabutan gelar kesarjanaan yang telah saya peroleh.

Salatiga, Desember 2014

Yang memberi pernyataan,

Rani Dame Simanjorang

Page 5: ANALISIS PERLAKUAN AKUNTANSI ASET BIOLOGIS PERUSAHAN ...
Page 6: ANALISIS PERLAKUAN AKUNTANSI ASET BIOLOGIS PERUSAHAN ...

iv

MOTTO

“ALA BISA KARENA BIASA”

“Amsal 1:7 Takut akan Tuhan adalah permulaan ilmu pengetahuan”

“Pribadi terbaik adalah mereka yang selalu memiliki kecintaan kuat terhadap karir dan

keluarga” By Mario Teguh

Page 7: ANALISIS PERLAKUAN AKUNTANSI ASET BIOLOGIS PERUSAHAN ...

v

KATA PENGANTAR

Kertas kerja yang berjudul “Analisis Perlakuan Akuntansi Aset Biologis PTPN

(Persero) di Indonesia” dibuat untuk memenuhi salah satu syarat akademik yang harus

dipenuhi oleh penulis untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi strata satu dari Fakultas

Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga. Kertas kerja ini

merupakan hasil penelitian yang dilaksanakan penulis mengenai analisis perlakuan akuntansi

aset biologis PT. Perkebunan Nusantara (PTPN) di Indonesia yang didukung dengan data

sekunder berupa laporan keuangan dari 9 PTPN milik pemerintah di Indonesia, kemudian

membandingkan perlakuan akuntansi aset biologis PTPN di Indonesia dengan perlakuan

akuntansi aset biologis menurut IAS 41. Penulis memilih judul penelitian ini untuk

mengetahui penting atau tidaknya IAS 41 sebagai standar yang mengatur perlakuan akuntansi

aset biologis diadopsi di Indonesia.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa kertas kerja ini belum sempurna dan masih

terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran, kritik, dan

koreksi yang membangun.

Akhir kata penulis berharap semoga kertas kerja yang sederhana ini dapat bermanfaat

bagi semua pihak yang berkepentingan.

Salatiga, Desember 2014

Penulis

Page 8: ANALISIS PERLAKUAN AKUNTANSI ASET BIOLOGIS PERUSAHAN ...

vi

UCAPAN TERIMAKASIH

Dalam penyelesaian kertas kerja ini Penulis banyak mendapat bantuan, dorongan dan

bimbingan dari berbagai pihak. Karena itu penulis menyampaikan rasa terima kasih yang

tulus kepada:

1. Tuhan Yesus Kristus, yang selalu mencurahkan berkat dan kasihNya kepadaku dan

memimpin tiap langkahku sehingga kertas kerja ini dapat terselesaikan.

2. Bapak Ramulia Simanjorang, Mamak Heldina Br Damanik, Kakak Monika Br

Manjorang, Abang Surahman Simanjorang, Adik Franswinata Simanjorang & Ganda

Rizki Rajaya Simanjorang terima kasih atas doa, bimbingan, sarana, dan dorongan

semangat, serta dukungan yang diberikan kepada penulis.

3. Ibu Supatmi, SE., M.Ak., Ak selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan

motivasi, berusaha dengan sabar dan cermat dalam membimbing dan mengarahkan

penulis untuk menyelesaikan kertas kerja ini.

4. Bapak Usil Sis Sucahyo SE, MBA selaku Wali Studi yang telah memberikan

masukan serta memberikan pengetahuan kepada penulis.

5. Seluruh Dosen Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana

yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan yang tak ternilai.

6. Staf dan Tata Usaha Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya

Wacana yang telah memberi bantuan administrasi dan teknis kepada penulis selama

kuliah.

7. Buat sahabat dan teman-teman Jon Lamhot Sinaga, Endang Naibaho, Irmawati

Sagala, Susi Sagala, Rani Sihombing, Anis Yulianti, Nico Rinaldi Saragih serta buat

pacar tersayang Edy Jaya Sitepu, terimakasih atas semua dukungan, bantuan, doanya.

8. Buat teman-teman FEB angkatan 2011, terima kasih atas doa dan dukungan yang

selalu diberikan.

Akhirnya penulis berharap, kertas kerja ini dapat bermanfaat bagi

organisasi/peruahaan yang ada di Indonesia, khususnya di perusahaan yang bergerak di

Page 9: ANALISIS PERLAKUAN AKUNTANSI ASET BIOLOGIS PERUSAHAN ...

vii

bidang agrikultur, segala kekurangan dalam penulisan ini, penulis harapkan kritik dan saran

dari semua pihak.

Page 10: ANALISIS PERLAKUAN AKUNTANSI ASET BIOLOGIS PERUSAHAN ...

viii

ABSTRACT

Biological asset is a living plant or animal that have biological transformation that

cause qualitative and quantitative changes in the lives of biological asset. because the

biological transformation need measurements that can demonstrate the value of those assets

are reasonably in accordance with their contribution in producing the flow of economic

benefits for the company. IASC (International Accounting Standards Committee) has

published IAS 41 on Agriculture which regulates the biological assets but in Indonesia the

accounting treatment of biological asset is based on Statement of Financial Accounting

Standard (SFAS) 14 about inventory and SFAS 16 about fixed asset. This research was

conducted at PT. Perkebunan Nusantara (Persero) in Indonesia which is engaged in the

plantation. The purpose of this study is to investigate how the accounting treatment of

biological assets and the comparison of biological asset accounting treatment in PTPN with

a biological asset accounting treatment under IAS 41. the analysis of this research is based

on data from the financial statement are published on the website of PTPN. The result of this

research showed that there are no differences in the regocnation,but there are difference in

measurement and disclosure. In term of measurement, IAS 41 using the fair value method but

PTPN using the cost method. In term of disclosure, IAS 41 only regulate biological assets up

to the point of harvest and don’t disclose depreciation but PTPN reveal biological assets

form processing of agricultural products at the point of harvest into finished product and

disclose depreciation.

Keyword: biological asset, accounting treatment, SFAS 14, SFAS 16, IAS 41, PTPN

Page 11: ANALISIS PERLAKUAN AKUNTANSI ASET BIOLOGIS PERUSAHAN ...

ix

SARIPATI

Aset biologis merupakan tanaman atau hewan yang dapat mengalami transformasi

biologis yang menyebabkan perubahan secara kualitatif dan kuantitatif dalam kehidupan aset

biologis. Dengan adanya transformasi biologis itu maka diperlukan suatu pengukuran yang

dapat menunjukan nilai aset pada perusahaan agrikultur secara wajar sesuai dengan

kontribusinya dalam menghasilkan aliran keuntungan yang ekonomis bagi perusahaan. IASC

(International Accounting Standards Committee) telah menerbitkan IAS 41 tentang agrikultur

yang mengatur aset biologis tetapi perlakuan akuntansi aset biologis di Indonesia didasarkan

pada PSAK 14 tentang persediaan dan PSAK (Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan) 16

tentang aset tetap. Penelitian ini dilakukan pada PT. Perkebunan Nusantara (Persero) milik

pemerintah yang bergerak dalam bidang perkebunan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk

mengetahui bagaimana perlakuan akuntansi aset biologis serta perbandingan perlakuan

akuntansi aset biologis yang diterapkan PTPN di Indonesia dengan berdasarkan IAS 41.

Analisis pada penelitian ini dibuat berdasarkan data yang diperoleh dari laporan keuangan

PTPN yang dipublikasikan di website PTPN. Hasil penelitian menunjukkan tidak ada

perbedaan dalam hal pengakuan tetapi ada perbedaan dalam hal pengukuran serta penyajian

dan pengungkapan. Dalam hal pengukuran IAS 41 menggunakan metode nilai wajar

sedangkan PTPN mengukur aset biologis yang dimiliki berdasarkan biaya perolehan. Dalam

hal penyajian dan pengungkapan, IAS 41 hanya mengatur dan mengungkapkan aset biologis

sampai pada titik panen saja dan tidak mengungkapkan penyusutan, sedangkan PTPN

mengungkapkan aset biologis berupa pengolahan produk agrikultur pada titik panen menjadi

produk jadi dan mengungkapkan penyusutan.

Kata Kunci: Perlakuan Akuntansi, Aset Biologis, PSAK 14, PSAK 16, IAS 41, PTPN

Page 12: ANALISIS PERLAKUAN AKUNTANSI ASET BIOLOGIS PERUSAHAN ...

x

DAFTAR ISI

Halaman Judul ........................................................................................................... i

Surat Pernyataan Keaslian Kertas Kerja .................................................................... ii

Halaman Persetujuan/Pengesahan ............................................................................ iii

Motto ......................................................................................................................... iv

Kata Pengantar .......................................................................................................... v

Ucapan Terimakasih .................................................................................................. vi

Abstract ...................................................................................................................... viii

Saripati ....................................................................................................................... ix

Daftar Isi…………………………………………………………………… ............ x

Daftar Tabel ............................................................................................................... xii

Daftar Bagan .............................................................................................................. xiii

Daftar Lampiran ......................................................................................................... xiv

PENDAHULUAN .................................................................................................... 1

TELAAH LITERATUR .......................................................................................... 3

Defenisi Aset ...................................................................................... 3

Defenisi Aset Biologis ....................................................................... 3

International Accounting Standard 41 Tentang Agriculture ............. 4

Pengakuan ................................................................... 5

Pengukuran ................................................................... 5

Penyajian dan Pengungkapan ............................................. 6

PSAK 14 Tentang Persediaan ........................................................... 6

Pengakuan ................................................................... 7

Pengukuran ................................................................... 7

Penyajian dan Pengungkapan ............................................. 8

PSAK 16 Tentang Aset Tetap ........................................................... 8

Pengakuan ................................................................... 9

Pengukuran ................................................................... 9

Penyajian dan Pengungkapan ............................................ 10

Penelitian Terdahulu ................................................................... 10

Page 13: ANALISIS PERLAKUAN AKUNTANSI ASET BIOLOGIS PERUSAHAN ...

xi

Populasi dan Sampel .......................................................................... 11

Jenis dan Sumber Data ....................................................................... 11

Teknik dan Analisis Data ................................................................... 12

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran PTPN di Indonesia ........................................................... 12

Pengakuan Aset Biologis di PTPN .................................................... 13

Pengukuran Aset Biologis di PTPN ................................................... 21

Penyajian dan Pengungkapan Aset Biologis di PTPN ....................... 23

PENUTUP

Kesimpulan ........................................................................................ 25

Implikasi Teori dan Terapan. ............................................................. 26

Keterbatasan dan Saran untuk Penelitian Mendatang ........................ 27

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Page 14: ANALISIS PERLAKUAN AKUNTANSI ASET BIOLOGIS PERUSAHAN ...

xii

DAFTAR TABEL

Tabel 1 PTPN di Indonesia Tahun 2012 ............................................................ 13

Tabel 2 Pengakuan Aset Biologis Menurut IAS 41 dengan PTPN.................... 13

Tabel 3 Penyusutan Aset Biologis PTPN di Indonesia . .................................... 20

Tabel 4 Perbandingan Pengukuran Aset Biologis Menurut IAS 1

dengan PTPN........................................................................................ 22

Tabel 5 Perbandingan Pengungkapan Aset Biologis menurut IAS 1

dengan PTPN ........................................................................................ 24

Page 15: ANALISIS PERLAKUAN AKUNTANSI ASET BIOLOGIS PERUSAHAN ...

xiii

DAFTAR BAGAN

Bagan 1 Pengakuan Aset Biologis Secara Umum di PTPN.............................. 14

Bagan 2 Pengakuan Komoditas Kelapa Sawit .................................................. 16

Bagan 3 Pengakuan Komoditas Karet................................................................ 17

Bagan 4 Pengakuan Komoditas Teh................................................................... 18

Bagan 5 Pengakuan Komoditas Kopi................................................................. 19

Page 16: ANALISIS PERLAKUAN AKUNTANSI ASET BIOLOGIS PERUSAHAN ...

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Kriteria Pengakuan Aset Biologis PTPN di Indonesia

Page 17: ANALISIS PERLAKUAN AKUNTANSI ASET BIOLOGIS PERUSAHAN ...

1

PENDAHULUAN

Terdapat berbagai jenis perusahaan, salah satunya perusahaan agrikultur. Perusahaan

agrikultur merupakan bagian penting dalam perekonomian Indonesia, hal tersebut terlihat

dari data Departemen Pertanian yang menyebutkan bahwa pemanfaatan lahan pertanian di

Indonesia setiap tahunnya mengalami peningkatan dan selain itu sektor agrikultur juga telah

mampu menyerap 38% tenaga kerja dan menyumbang 13% di dalam perekonomian

Indonesia, bahkan sektor ini juga memiliki peranan dalam menjaga ketahanan pangan

nasional (Badan Koordinasi Penanaman Modal, 2011). Perusahaan agrikultur khususnya

perkebunan dalam aktivitasnya memiliki aset yang berbeda dengan aset yang dimiliki oleh

perusahaan di bidang lain. Dalam artikel yang ditulis oleh Sari dan Martini (2011) mengenai

Historical Cost vs Fair Value Accounting atas Pengakuan dan Penilaian Tanaman

Perkebunan, disebutkan bahwa industri perkebunan memiliki karakteristik khusus yang

membedakannya dengan sektor industri lain, yang ditunjukkan oleh adanya aktivitas

pengelolaan dan transformasi biologis atas tanaman untuk menghasilkan produk yang akan

dikonsumsi atau diproses lebih. Dengan adanya transformasi biologis itu maka diperlukan

suatu pengukuran yang dapat menunjukan nilai aset pada perusahaan agrikultur secara wajar

sesuai dengan kontribusinya dalam menghasilkan aliran keuntungan yang ekonomis bagi

perusahaan.

Dewan Standar Akuntansi Keuangan - Ikatan Akuntan Indonesia (DSAK - IAI)

mempublikasikan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 14 tentang persediaan

dan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 16 tentang aset tetap sebagai standar

akuntansi keuangan yang terkait dengan perlakuan akuntansi aset biologis. Menurut PSAK

14, persediaan harus diukur berdasarkan biaya atau realisasi neto, dan dipilih mana yang

lebih rendah. Sedangkan PSAK 16 menggunakan model biaya dimana nilai tercatat aset

merupakan biaya perolehan untuk memperoleh tanaman tersebut dikurangi akumulasi

depresiasi dan penurunan nilai. Sementara itu, pada tahun 2000 International Accounting

Standar Committee (IASC) telah mempublikasikan International Accounting Standard 41

(IAS 41) tentang agrikultur yang mengatur tentang perlakuan akuntansi selama periode

pertumbuhan, degenerasi, produksi, dan prokreasi, serta untuk pengukuran awal hasil

pertanian pada titik panen. IAS 41 sangat mempengaruhi entitas penilaian aset biologis

perkebunan karena berdasarkan IAS 41 dibedakan penilaian atas aset biologis yang

mengalami transformasi biologis.

Page 18: ANALISIS PERLAKUAN AKUNTANSI ASET BIOLOGIS PERUSAHAN ...

2

Tujuan membandingkan perlakuan akuntansi yang diterapkan perusahaan perkebunan

di Indonesia yang terkait dengan PSAK 14 dan PSAK 16 berhubungan dengan teori

stewardship. Teori Stewardship mempunyai akar psikologi dan sosiologi yang didesain

untuk menjelaskan situasi dimana manajer sebagai steward dan bertindak sesuai kepentingan

pemilik (Donaldson & Davis, 1989, 1991). Terkait dengan penelitian ini, manajer akan

berperilaku sesuai kepentingan bersama contohnya manajer akan memilih menggunakan

standard perlakuan akuntansi aset biologis yang lebih mewakili keadaan sebenarnya dari

PTPN supaya pemilik dapat mengetahui keadaan sebenarnya dari PTPN. Teori

stewardship mengasumsikan hubungan yang kiat antara kesuksesan organisasi dengan

kepuasan pemilik. Steward akan melindungi dan memaksimalkan kekayaan organisasi

dengan kinerja perusahaan.

Munculnya IAS 41 menimbulkan minat beberapa peneliti untuk melakukan penelitian

terkait dengan perlakuan akuntansi aset biologis untuk industri agrikultur. Ridwan (2011)

menyebutkan bahwa pengukuran aset biologis berupa tanaman perkebunan yang berdasarkan

harga perolehan dipandang belum mampu memberikan informasi yang relevan bagi

pengguna laporan keuangan, karena nilai tersebut belum mampu menunjukkan informasi

tentang nilai sebenarnya yang dimiliki oleh aset biologis. Safitri (2012) menyimpulkan bahwa

dalam pengukuran suatu aset biologis berupa tanaman pada PT. Perkebunan Nusantara VI

(persero) yang berdasarkan harga perolehan dipandang belum mampu memberikan informasi

yang relevan bagi pengguna laporan keuangan, karena nilai tersebut belum mampu

menunjukan informasi tentang nilai sebenarnya yang dimiliki oleh aset biologis. Widyastuti

(2012) menyatakan tidak ada perbedaan signifikan antara pengakuan, pengukuran, dan

penilaian aset biologis sebelum dan sesudah penerapan IAS 41 pada PT. Sampoerna Agro,

Tbk. Hasil penelitian yang telah disebutkan diatas belum menyimpulkan apakah IAS 41

penting diadopsi di Indonesia. Perbedaan hasil penelitian Ridwan dan Safitri dengan

penelitian Widyastuti membuat topik penelitian tentang perlakuan akuntansi aset biologis

PTPN di Indonesia menarik untuk diteliti kembali.

Sampai saat ini, setelah hampir 11 tahun IAS 41 dipublikasikan pada tahun 2003,

DSAK-IAI belum menerbitkan PSAK yang mengacu pada IAS 41 karena IAS 41 masih

direvisi beberapa kali dari tahun ke tahun karena terdapat kesalahan dalam konsepnya,

kesalahan dalam konsep tersebut belum dikaji dampak untuk praktik akuntansinya

bagaimana, revisi IAS 41 yang terakhir adalah revisi tahun 2009 (Handoko, 2011). Oleh

karena itu entitas perkebunan mendasarkan perlakuan akuntansinya menggunakan PSAK 14

Page 19: ANALISIS PERLAKUAN AKUNTANSI ASET BIOLOGIS PERUSAHAN ...

3

dan PSAK 16. Berbagai penelitian sebelumnya yang telah disebutkan diatas menggunakan

hanya satu perusahaan perkebunan sebagai objek penelitiannya. Sedangkan penelitian ini

menggunakan semua perusahaan perkebunan milik pemerintah yang ada di Indonesia sebagai

objek penelitian sehingga dapat mengetahui bagaimana perlakuan akuntansi aset biologis

perusahaan perkebunan milik pemerintah di Indonesia, selanjutnya membandingkannya

dengan perlakuan akuntansi aset biologis berdasarkan IAS 41 untuk mengetahui perlu atau

tidaknya IAS 41 diadopsi di Indonesia.

Penelitian ini dilakukan pada PT Perkebunan Nusantara (PTPN) milik Badan Usaha

Milik Negara (BUMN) di Indonesia yaitu PTPN I – PTPN XIV (Persero) yang bergerak

dalam bidang perkebunan. Penelitian ini hanya berupa studi kasus dan membatasi penelitian

ini dengan mengambil objek penelitian hanya pada aset biologis berupa tanaman perkebunan

yang dimiliki oleh perusahaan PT Perkebunan Nusantara Indonesia (Persero). Tujuan

penelitian ini adalah untuk mengetahui perlakuan akuntansi aset biologis perkebunan pada

perusahaan agrikultur di Indonesia yaitu PT Perkebunan Nusantara yang masih menggunakan

PSAK 14 dan PSAK 16 sebagai standar pengakuan, pengukuran, penyajian dan

pengungkapannya di dalam laporan keuangan, selanjutnya membandingkannya dengan

perlakuan akuntansi aset biologis berdasarkan IAS 41.

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar bagi perusahaan dalam perlakuan

akuntansi aset biologisnya agar lebih andal. Bagi dunia akademik penelitian ini diharapkan

dapat dijadikan sebagai salah satu rujukan bagi peneliti-peneliti di masa datang mengenai aset

biologis. Bagi Dewan Standar Akuntansi Keuangan – Ikatan Akuntan Indonesia (DSAK-IAI),

penelitian ini juga diharapkan bisa menjadi dasar pertimbangan perlu atau tidaknya IAS 41

diadopsi di Indonesia.

TELAAH LITERATUR

Definisi Aset

Menurut Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) yang berlaku di Indonesia, aset adalah

sumber daya yang dikuasai oleh perusahaan sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari

mana manfaat ekonomi di masa depan diharapkan akan diperoleh perusahaan. Menurut Kieso

(2011), aset dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kelompok, seperti aset berwujud dan

tidak berwujud, aset tetap dan tidak tetap. Secara umum klasifikasi aset pada neraca

dikelompokkan menjadi aset lancar (current assets) dan aset tidak lancar (noncurrent assets).

Page 20: ANALISIS PERLAKUAN AKUNTANSI ASET BIOLOGIS PERUSAHAN ...

4

Definisi Aset Biologis

Menurut Ridwan (2011) Aset biologis merupakan jenis aset berupa tanaman pertanian

maupun perkebunan dan hewan peternakan yang diolah dan dimiliki oleh perusahaan dengan

tujuan untuk mendapatkan keuntungan. Aset biologis merupakan jenis aset berupa hewan dan

tumbuhan hidup, seperti yang didefinisikan dalam IAS 41 paragraf 5:“Biological asset is a

living animal or plant”, Jika dikaitkan dengan karakteristik yang dimiliki oleh aset, maka aset

biologis dapat dijabarkan sebagai tanaman pertanian atau hewan ternak yang dimiliki oleh

perusahaan yang diperoleh dari kegiatan masa lalu.

Aset biologis merupakan aset yang sebagian besar digunakan dalam aktivitas

agrikultur, karena aktivitas agrikultur adalah aktivitas usaha dalam rangka manajemen

transformasi biologis dari aset biologis untuk menghasilkan produk yang siap dikonsumsikan

atau yang masih membutuhkan proses lebih lanjut. Aset biologis memiliki karakteristik yang

berbeda dengan aset lainnya karena aset biologis mengalami transformasi biologis.

Tranformasi biologis merupakan proses pertumbuhan, degenerasi, produksi, dan prokreasi

yang disebabkan perubahan kualitatif dan kuantitatif pada makhluk hidup dan menghasilkan

aset baru dalam bentuk produk agrikultur atau aset biologis tambahan pada jenis yang sama

(IAS 41 paragraf 5).

International Accounting Standard 41 Tentang Agriculture (IAS 41)

Pada tahun 2000, IASC menerbitkan IAS 41 pada bulan Desember 2000 dan menjadi

efektif untuk laporan keuangan yang mencakup periode mulai atau setelah Januari 2003, dan

revisi IAS 41 yang digunakan sekarang yaitu revisi 2009. IAS 41 mengatur perlakuan

akuntansi untuk aktivitas agrikultural sebagaimana tercermin dalam kalimat pembukaan

standar akuntansi tersebut: IAS 41 mengatur perlakuan akuntansi, penyajian laporan

keuangan, dan pengungkapan yang berhubungan dengan kegiatan pertanian, suatu hal yang

tidak tercakup dalam standar lainnya. Kegiatan pertanian adalah manajemen oleh entitas dari

transformasi biologis dari hewan hidup atau tanaman (aset biologis) untuk penjualan, hasil

pertanian, atau aset biologis tambahan (IAS 41 paragraf 1). IAS 41 berlaku untuk aset

biologis dengan pengecualian tanah yang berkaitan dengan aset biologis, aset tidak berwujud

yang berkaitan dengan aktivitas agrikultur, dan hibah pemerintah yang berkaitan dengan aset

biologis tersebut (IAS 41 paragraf 2).

Page 21: ANALISIS PERLAKUAN AKUNTANSI ASET BIOLOGIS PERUSAHAN ...

5

Pengakuan awal

Entitas mengakui aset biologis menghasilkan hanya ketika aset merupakan akibat dari

peristiwa masa lalu, besar kemungkinan manfaat ekonomi masa depan akan mengalir ke

entitas, dan nilai wajar atau biaya aset dapat diukur secara andal. (IAS 41 paragraf 10). Aset

biologis menurut IAS 41 dibagai menjadi aset biologis belum dewasa dan aset biologis

dewasa, serta persediaan berupa produk agrikultur pada titik panen. Suatu aset disebut

sebagai aset biologis belum dewasa apabila umur atau manfaat aset biologisnya kurang dari

atau sama dengan satu tahun dan disebut sebagai aset biologis dewasa apabila umur aset

biologisnya lebih dari satu tahun serta telah mencapai spesifikasi untuk di panen.

Pengukuran

Aset biologis dalam lingkup IAS 41 diukur pada pengakuan awal dan pada tanggal

laporan keuangan pada nilai wajar berbasis harga pasar setelah dikurangi dengan taksiran

biaya untuk menjual (IAS 41 paragraf 12). IAS 41 memperkenalkan pendekatan nilai wajar

(fair value) berbasis harga pasar untuk mengukur aset biologis yaitu aset tanaman dan hewan

ternak.

Pendekatan ini mengasumsikan adanya harga pasar untuk tanaman dan hewan ternak

yang sedang tumbuh. IASC memandang bahwa penggunaan nilai wajar lebih unggul karena:

a) efek perubahan transformasi biologis akan paling baik dicerminkan dengan mengacu

pada perubahan nilai wajar dari aset biologis;

b) nilai wajar memiliki relevansi, keandalan, keterbandingan dan dapat dimengerti yang

lebih tinggi untuk mengukur nilai ekonomi di masa depan dari aset biologis

dibandingkan dengan biaya historis karena hadirnya pasar yang aktif dengan harga

pasar yang dapat diamati untuk sebagian besar aset biologis yang akan meningkatkan

keandalan nilai pasar sebagai indikator nilai wajar;

c) siklus produksi yang relatif panjang dan berkesinambungan dan tidak ada pendapatan

yang dilaporkan sampai dengan panen pertama dan penjualan (bisa sampai 30 tahun)

dalam industri kehutanan jika menggunakan model akuntansi historis. (IAS 41

paragraf B14-B16).

Walaupun demikian, IASB juga menyimpulkan bahwa, dalam kasus tertentu, nilai

wajar tidak dapat diukur dengan andal (IAS 41 par.B19). Konsekuensinya diputuskan untuk

memasukkan „pengecualian keandalan‟ (reliability exception) untuk kasus dimana harga yang

ditentukan pasar tidak tersedia, dan alternatif estimasi nilai wajar (alternative estimates of

fair value) dinyatakan secara jelas tidak dapat diandalkan. Dalam kasus-kasus seperti ini, aset

Page 22: ANALISIS PERLAKUAN AKUNTANSI ASET BIOLOGIS PERUSAHAN ...

6

biologis seharusnya diukur dengan biaya perolehannya dikurangi dengan akumulasi

depresiasi dan penurunan nilai aset (IAS 41 paragraf B20). IAS 41 menyatakan bahwa

penentuan nilai wajar untuk aset biologis atau hasil yang dipanen dapat difasilitasi dengan

mengelompokkan aset biologis atau hasil yang dipanennya berdasarkan atribut pentingnya,

contohnya umur atau kualitas. Entitas memilih atribut ini sesuai dengan atribut yang

digunakan di pasar untuk menentukan harga (IAS 41 paragraf 15). IAS 41 paragraf 17-24

memberikan aturan dalam menentukan nilai wajar aset biologis dan hasil yang akan dipanen.

Aturan tersebut yaitu berdasarkan pasar aktif, jika terdapat pasar aktif untuk aset biologis

atau hasil yang dipanennya, harga kuotasi di pasar merupakan dasar yang tepat untuk nilai

wajar aset tersebut. Jika entitas memiliki akses terhadap berbagai pasar yang aktif, maka

harus dipilih harga pasar yang paling relevan (yaitu harga di pasar yang akan dipakai dan jika

tidak terdapat pasar yang aktif, maka entitas harus menggunakan salah satu atau lebih antara

harga pasar transaksi terakhir, harga pasar untuk aset yang sama dengan memperhitungkan

penyesuaian untuk perbedaan, dan berdasarkan biaya historis dalam menentukan nilai

wajarnya.

Penyajian dan Pengungkapan

Entitas mengungkapkan keuntungan agregat atau kerugian yang timbul selama periode

berjalan, deskripsi dari setiap kelompok aset biologis, jika tidak diungkapkan sebagai

informasi yang dipublikasikan dengan laporan keuangan maka entitas harus menjelaskan sifat

kegiatan yang melibatkan setiap kelompok aset biologis, entitas harus mengungkapkan metode

dan asumsi signifikan yang diterapkan dalam menentukan nilai wajar setiap kelompok hasil

pertanian pada titik panen dan setiap kelompok aset biologis, entitas harus mengungkapkan nilai

wajar dikurangi biaya untuk menjual dari produk agrikultural yang telah dipanen selama

periode tertentu, entitas mengungkapkan keberadaan dan jumlah tercatat dari aset biologis,

entitas harus menyajikan daftar rekonsiliasi perubahan dalam nilai tercatat pada aset biologis

di antara awal dan akhir periode berjalan (IAS 41 Paragraf 40-50).

Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK ) 14 Tentang Persediaan

Dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 14 (2008) disebutkan bahwa

persediaan adalah aset yang tersedia untuk dijual dalam kegiatan usaha biasa, dalam proses

produksi untuk penjualan tersebut atau dalam bentuk bahan atau perlengkapan untuk

digunakan dalam proses produksi atau pemberian jasa (PSAK 14 paragraf 5).

Page 23: ANALISIS PERLAKUAN AKUNTANSI ASET BIOLOGIS PERUSAHAN ...

7

Pengakuan

Suatu aset dapat diklasifikasikan sebagai persediaan bila memenuhi salah satu kriteria

berikut: barang yang dibeli untuk dijual kembali, barang jadi yang diproduksi atau barang

dalam penyelesaian yang sedang diproduksi termasuk bahan serta perlengkapan yang akan

digunakan dalam proses produksi (PSAK 14 paragraf 7).

Pengukuran

Persediaan harus diukur berdasarkan biaya atau nilai realisasi neto, mana yang lebih

rendah (PSAK 14 paragraf 8).

a. Biaya Persediaan

Biaya persediaan harus meliputi biaya pembelian, biaya konversi, biaya lain yang

timbul sampai persediaan berada dalam kondisi dan lokasi saat ini (PSAK 14 paragraf 9).

Teknik pengukuran biaya persediaan seperti metode biaya standar, metode eceran (retail)

dapat digunakan bila hasilnya mendekati biaya historis (PSAK 14 paragraf 19). Biaya

persediaan untuk item yang biasanya tidak dapat diganti dengan barang lain (not ordinary

interchangeable) dan barang atau jasa yang dihasilkan dan dipisahkan untuk proyek tertentu

harus diperhitungkan berdasarkan identifikasi spesifik terhadap biayanya masing masing

(PSAK 14 paragraf 21). Biaya persediaan, kecuali yang disebut dalam paragraf 21, harus

dihitung dengan menggunakan rumus biaya masuk pertama keluar pertama (MPKP) atau

rata-rata tertimbang. Entitas harus menggunakan rumus biaya yang sama terhadap semua

persediaan yang memiliki sifat dan kegunaan yang sama. Untuk persediaan yang memiliki

sifat dan kegunaan yang berbeda, rumusan biaya yang berbeda diperkenankan (PSAK 14

paragraf 23).

b. Nilai Realisasi Neto

Nilai realisasi neto adalah estimasi harga jual dalam kegiatan usaha biasa dikurangi

estimasi biaya penyelesaian dan estimasi biaya yang diperlukan untuk membuat penjualan

(PSAK paragraf 5). Biaya persediaan mungkin tidak akan diperoleh kembali jika persediaan

rusak, seluruh atau sebagian persediaan telah usang, atau harga jualnya telah menurun. Biaya

persediaan juga tidak akan diperoleh kembali jika estimasi biaya penyelesaian atau estimasi

biaya untuk membuat penjualan telah meningkat. Praktek penurunan nilai persediaan di

bawah biaya menjadikan nilai realisasi neto konsisten dengan pandangan bahwa aset

seharusnya tidak dinyatakan melebihi perkiraan jumlah yang dapat direalisasi dari penjualan

atau penggunaannya (PSAK 14 paragraf 26). Nilai persediaan biasanya diturunkan ke nilai

realisasi neto secara terpisah untuk setiap item dalam persediaan. Namun demikian, dalam

Page 24: ANALISIS PERLAKUAN AKUNTANSI ASET BIOLOGIS PERUSAHAN ...

8

beberapa kondisi, penurunan nilai persediaan mungkin lebih sesuai jika dihitung terhadap

kelompok item yang serupa atau berkaitan. Misalnya barang-barang yang termasuk dalam lini

produk dengan tujuan atau penggunaan akhir yang serupa, yang diproduksi dan dipasarkan di

wilayah yang sama, dan tidak dapat dievaluasi terpisah dari item-item lain dalam lini produk

tersebut. Penurunan nilai persediaan tidak tepat jika dihitung berdasarkan klasifikasi

persediaan, misalnya, barang jadi, atau seluruh persediaan dalam suatu industri atau segmen

geografis tertentu. Pemberi jasa pada umumnya mengakumulasikan biaya-biaya untuk setiap

jasa di mana harga jual terpisah ditentukan. Dengan demikian, masing-masing jasa tersebut

diperlakukan secara terpisah (PSAK 14 paragraf 27).

Penyajian dan Pengungkapan

Laporan keuangan harus mengungkapkan kebijakan akuntansi yang digunakan dalam

pengukuran persediaan termasuk rumus biaya yang digunakan, total jumlah tercatat

persediaan dan jumlah nilai tercatat menurut klasifikasi yang sesuai bagi entitas, jumlah

tercatat persediaan yang dicatat dengan nilai wajar dikurangi biaya untuk menjual, jumlah

persediaan yang diakui sebagai beban selama periode berjalan, jumlah setiap penurunan nilai

yang diakui sebagai pengurang, kondisi atau peristiwa penyebab terjadinya pemulihan nilai

persediaan yang diturunkan dan nilai tercatat persediaan yang diperuntukkan sebagai jaminan

kewajiban (PSAK 14 paragraf 34).

Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan 16 (PSAK ) 16 Tentang Aset Tetap

Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 16 (2011) ini bertujuan untuk

mengatur perlakuan akuntansi aset tetap, agar pengguna laporan keuangan dapat memahami

informasi mengenai investasi entitas di aset tetap, dan perubahan dalam investasi tersebut. Isu

utama dalam akuntansi aset tetap adalah: pengakuan aset, penentuan jumlah tercatat,

pembebanan penyusutan, dan rugi penurunan nilai atas aset tetap (PSAK 16 paragraf 1).

Definisi dalam PSAK 16 paragraf 6 adalah sebagai berikut:

Aset tetap adalah aset berwujud yang:

(a) dimiliki untuk digunakan dalam produksi atau penyediaan barang atau jasa, untuk

direntalkan kepada pihak lain, atau untuk tujuan administratif; dan

(b) diharapkan untuk digunakan selama lebih dari satu periode (PSAK 16 paragraf 6).

Biaya perolehan aset tetap harus diakui sebagai aset jika dan hanya jika kemungkinan besar

entitas akan memperoleh manfaat ekonomik masa depan dari aset tersebut dan biaya

perolehan aset dapat diukur secara andal (PSAK 16 paragraf 7).

Page 25: ANALISIS PERLAKUAN AKUNTANSI ASET BIOLOGIS PERUSAHAN ...

9

Pengakuan Awal

Suatu aset tetap yang memenuhi kualifikasi untuk diakui sebagai aset pada awalnya

harus diukur sebesar biaya perolehan (PSAK 16 paragraf 15). Biaya perolehan aset tetap

meliputi:

a) harga perolehannya, termasuk bea impor dan pajak pembelian yang tidak boleh

dikreditkan setelah dikurangi diskon pembelian dan potongan-potongan lain;

b) biaya-biaya yang dapat diatribusikan secara langsung untuk membawa aset ke lokasi

dan kondisi yang diinginkan agar aset siap digunakan sesuai dengan intensi

manajemen;

c) estimasi awal biaya pembongkaran dan pemindahan aset tetap dan restorasi lokasi

aset. Kewajiban atas biaya tersebut timbul ketika aset tersebut diperoleh atau karena

entitas menggunakan aset tersebut selama periode tertentu untuk tujuan selain untuk

menghasilkan persediaan (PSAK 16 paragraf 16).

Pengukuran

Untuk pengukuran setelah pengakuan awal entitas memilih model biaya (paragraf 30)

atau model revaluasi (paragraf 31) sebagai kebijakan akuntansinya dan menerapkan

kebijakan tersebut terhadap seluruh aset tetap dalam kelompok yang sama (PSAK 16 paragraf

29).

a. Model Biaya (Cost Model)

Setelah diakui sebagai aset, aset tetap dicatat sebesar biaya perolehan dikurangi

akumulasi penyusutan dan akumulasi rugi penurunan nilai aset (PSAK 16 paragraf 30).

b. Model Revaluasi (Revaluation Model)

Setelah diakui sebagai aset, aset tetap yang nilai wajarnya dapat diukur secara andal

harus dicatat pada jumlah revaluasian, yaitu nilai wajar pada tanggal revaluasi dikurangi

akumulasi penyusutan dan akumulasi rugi penurunan nilai yang terjadi setelah tanggal

revaluasi. Revaluasi harus dilakukan dengan keteraturan yang cukup reguler untuk

memastikan jumlah tercatat tidak berbeda secara material dari jumlah yang ditentukan

dengan menggunakan nilai wajar pada akhir periode pelaporan (PSAK 16 paragraf 31). Nilai

wajar adalah jumlah yang dipakai untuk mempertukarkan suatu aset antara pihak-pihak yang

berkeinginan dan memiliki pengetahuan memadai dalam suatu transaksi wajar, namun

apabila tidak ada pasar yang dapat dijadikan dasar penentuan nilai wajar karena sifat dari aset

tetap yang khusus dan jarang diperjual-belikan, kecuali sebagai bagian dari bisnis yang

berkelanjutan, maka entitas mungkin perlu mengestimasi nilai wajar menggunakan

Page 26: ANALISIS PERLAKUAN AKUNTANSI ASET BIOLOGIS PERUSAHAN ...

10

pendekatan penghasilan atau biaya pengganti yang telah disusutkan (PSAK 16 paragraf 33).

Jika suatu aset tetap direvaluasi, maka seluruh aset tetap dalam kelompok yang sama harus

direvaluasi (PSAK 16 paragraf 36). Setiap bagian dari aset tetap yang memiliki biaya

perolehan cukup signifikan terhadap total biaya perolehan seluruh aset harus disusutkan

secara terpisah (PSAK 16 paragraf 44). Pilihan yang disediakan untuk entitas memilih antara

model biaya atau model revaluasi ini menjadi hal yang menarik dari PSAK 16.

Penyajian dan Pengungkapan

Laporan keuangan harus mengungkapkan dasar pengukuran yang digunakan dalam

menentukan jumlah tercatat bruto, metode penyusutan yang digunakan, umur manfaat atau

tarif penyusutan yang digunakan, jumlah tercatat bruto dan akumulasi penyusutan

(dijumlahkan dengan akumulasi rugi penurunan nilai) pada awal dan akhir periode, dan

rekonsiliasi jumlah tercatat pada awal dan akhir periode yang menunjukkan penambahan

(PSAK 16 paragraf 74). Laporan keuangan juga harus mengungkapkan keberadaan dan

jumlah restriksi atas hak milik dan aset tetap yang dijaminkan untuk liabilitas, jumlah

pengeluaran yang diakui dalam jumlah tercatat aset tetap yang sedang dalam pembangunan,

jumlah komitmen kontraktual dalam perolehan aset tetap, dan jumlah kompensasi dari pihak

ketiga untuk aset tetap (aset tetap yang mengalami penurunan nilai, hilang atau dihentikan

yang dimasukkan dalam laba rugi) (PSAK 16 paragraf 75).

Penelitian Terdahulu

Ridwan (2011) meneliti tentang perlakuan akuntansi aset biologis PT Perkebunan

Nusantara XIV Makassar dan menyatakan bahawa PTPN XIV (Persero) dalam melakukan

pengakuan dan pengukuran aset biologis berupa tanaman perkebunan telah dilakukan sesuai

dengan Prinsip Akuntansi yang Berlaku Umum di Indonesia, yaitu prinsip akuntansi yang

didasarkan pada Standar Akuntansi Keuangan (SAK), peraturan Badan Pengawas Pasar

Modal (Bapepam) serta peraturan pemerintah yang lain yang berlaku dalam penyajian

laporan keuangan perusahaan. Aset biologis berupa tanaman perkebunan pada PTPN XIV

(Persero) diukur berdasarkan harga perolehannya karena didasarkan pada pertimbangan

bahwa nilai ini lebih terukur sehingga mampu memberikan informasi yang lebih andal namun

pengakuan dan pengukuran yang berdasarkan harga perolehan dipandang belum mampu

memberikan informasi yang relevan bagi pengguna laporan keuangan, karena nilai tersebut

belum mampu menunjukkan informasi tentang nilai sebenarnya yang dimiliki oleh aset

biologis. Safitri (2012) juga melakukan penelitian tentang perlakuan aset biologis yaitu

tentang perlakuan akuntansi aset biologis dan hubungannya dengan kualitas informasi

Page 27: ANALISIS PERLAKUAN AKUNTANSI ASET BIOLOGIS PERUSAHAN ...

11

keuangan pada PT Perkebunan Nusantara VI (Persero) Jambi dan hasil penelitiannya sama

dengan hasil penelitian Ridwan (2011).

Widyastuti (2012) meneliti tentang analisis penerapan International Accounting

Standard (IAS) 41 pada PT Sampoerna Agro, TBK. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

tidak ada perbedaan yang signifikan antara pengakuan, pengukuran dan penilaian aset

biologis antara sebelum penerapan dan setelah penerapan IAS 41, hanya saja aset biologis

saat penerapan IAS 41 tidak mengakui adanya akumulasi depresiasi sehingga ada kenaikan

nilai aset biologisnya. Pengukuran aset biologis menggunakan nilai wajar sehingga lebih

relevan dengan masa sekarang. Aset biologis dikelompokkan berdasarkan umur tanaman

untuk menilai nilai wajarnya.

METODA PENELITIAN

Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini yaitu semua perusahaan perkebunan milik pemerintah di

Indonesia yakni PTPN I – PTPN XIV. Sampel yang digunakan yaitu perusahaan perkebunan

milik Pemerintah yang mempublikasikan laporan keuangan yang terdiri dari laporan posisi

keuangan, laporan rugi laba, laporan arus kas dan catatan atas laporan keuangan tahun 2012.

Pemilihan dan penentuan anggota sampel dari populasi menggunakan metoda purposive

sample, artinya bahwa populasi yang akan dijadikan sampel sesuai dengan kriteria yang

dikehendaki. Dari 14 perusahaan perkebunan milik Pemerintah, ada lima perusahaan yaitu

PTPN VIII, PTPN X, PTPN XI, PTPN XII dan PTPN XIV yang tidak mempublikasikan

laporan posisi keuangan, laporan rugi laba, laporan arus kas dan catatan atas laporan

keuangan tahun 2012 sehingga sampel yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 9

perusahaan perkebunan milik pemerintah di Indonesia.

Jenis dan sumber data

Penelitian ini menggunakan data sekunder. Data sekunder yang digunakan dalam

penelitian ini adalah data laporan keuangan yang terdiri dari laporan posisi keuangan, laporan

rugi laba, laporan arus kas dan catatan atas laporan keuangan tahun 2012 PTPN (Persero) di

Indonesia. Data laporan keuangan yang dibutuhkan dalam penelitian ini diperoleh dari

website resmi semu perusahaan perkebunan yang akan diteliti.

Page 28: ANALISIS PERLAKUAN AKUNTANSI ASET BIOLOGIS PERUSAHAN ...

12

Teknik dan Langkah Analisis

Penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif dengan tujuan untuk memberikan gambaran

mengenai perlakuan akuntansi aset biologis meliputi pengakuan, pengukuran, penyajian dan

pengungkapan berdasarkan standar yang berlaku di PTPN (Persero). Dengan metode analisis

deskriptif kualitatif, data yang diperoleh dari website resmi PTPN (Persero) dianalisis secara

kualitatif, yaitu dengan menjelaskan data-data yang diperoleh untuk mendapatkan gambaran

yang jelas dan menyeluruh hingga tersaji ke dalam laporan keuangan. Hasil analisis tersebut

menggunakan analisis isi (content analysis), yaitu metode untuk mengumpulkan dan

menganalisis muatan dari sebuah teks (Bell, 2001). Analisis isi ditekankan pada bagaimana

peneliti memaknakan isi komunikasi, membaca simbol-simbol, memaknakan isi interaksi

simbolik yang terjadi dalam komunikasi (Bungin, 2001; 220). Setelah mendapatkan

gambaran penuh tentang proses pengakuan dan pengukuran aset biologis berupa tanaman

perkebunan pada 9 perusahaan yang diteliti, langkah berikutnya adalah menganalisis

perlakuan akuntansi aset biologis berdasarkan IAS 41 kemudian membandingkan perlakuan

akuntansi aset biologis perkebunan yang diterapkan di Indonesia dengan perlakuan akuntansi

aset biologis berdasarkan IAS 41.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran PTPN di Indonesia

PT Perkebunan Nusantara (persero) di Indonesia adalah perusahaan Badan Usaha

Milik Negara (BUMN) yang bergerak di bidang usaha perkebunan. PTPN mengusahakan

tanaman perkebunan dengan komoditas kelapa sawit, karet, teh, dan kopi yang mencakup

areal dan tanaman perkebunan, kebun bibit dan pemeliharaan tanaman menghasilkan,

pengolahan komoditas menjadi bahan baku berbagai industri, pemasaran komoditas yang

dihasilkan dan kegiatan pendukung lainnya. Tabel di bawah ini akan menampilkan gambaran

umum PTPN di Indonesia.

Page 29: ANALISIS PERLAKUAN AKUNTANSI ASET BIOLOGIS PERUSAHAN ...

13

Tabel 1

PTPN di Indonesia Tahun 2012

No. Nama Lokasi Komoditas Tahun berdiri

1

2

3

4

5

6

7

8

9

PTPN I

PTPN II

PTPN III

PTPN IV

PTPN V

PTPN VI

PTPN VII

PTPN IX

PTPN XIII

Langsa, Provinsi Aceh

Tanjung morawa, Sumut

Medan, Sumatra Utara

Medan, Sumatra Utara

Pekanbaru, Riau

Jambi

Bandar Lampung

Semarang, Jawa tengah

Kalimantan

Kelapa sawit, Karet

Kelapa sawit

Kelapa sawit, Karet

Kelapa sawit, Teh

Kelapa sawit, Karet

Kelapa Sawit, Teh

Kelapa sawit, Karet, Teh

Karet, Kopi, Teh

Kelapa sawit, Karet

1996

1996

1996

1996

1996

1996

1996

1996

1996

Sumber: Data sekunder diolah, 2014.

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa semua PT Perkebunan Nusantara

(PTPN) merupakan perusahaan perkebunan yang telah berdiri sejak 18 tahun lalu yaitu pada

tahun 1996. PTPN (persero) tersebar di berbagai wilayah Indonesia, dengan mayoritas

terletak di daerah Sumatra khususnya Sumatra utara. Dari ke empat lini produk tersebut

tanaman kelapa sawit adalah komoditas terbesar yang diusahakaan PTPN di Indonesia.

Pengakuan aset biologis di PTPN

Aset biologis menurut IAS 41 dibagi atas aset biologis belum dewasa, aset biologis

dewasa dan persediaan sedangkan menurut PTPN aset biologis dibagi atas aset tanaman

semusim, tanaman belum menghasilkan, tanaman menghasilkan, dan persediaan.

Tabel 2

Perbandingan Pengakuan Aset Biologis Menurut IAS 41 dengan PTPN

IAS 41 PTPN Keterangan

Aset Biologis diakui sebagai

Aset biologis belum dewasa,

aset biologis dewasa, dan

persediaan

Aset biologis terbagi atas Aset

Tanaman Semusim (ATS),

Tanaman Belum Menghasilkan

(TBM), Tanaman Menghasilkan

(TM ), dan Persediaan

Perbedaan terletak pada

istilah aset biologis.

Sumber: Data sekunder diolah, 2014.

Page 30: ANALISIS PERLAKUAN AKUNTANSI ASET BIOLOGIS PERUSAHAN ...

14

Pengklasifikasian aset biologis menurut PTPN dengan menurut IAS 41 secara umum

sama, perbedaannya hanya terletak pada istilah aset biologis. Aset biologis tanaman

perkebunan menurut IAS 41 diakui sebagai aset biologis belum dewasa dan aset biologis

dewasa tetapi PTPN di Indonesia membagi aset biologisnya ke dalam 4 kategori besar yang

terdiri dari Aset Tanaman Semusim (ATS), Tanaman Belum Menghasilkan (TBM), Tanaman

Menghasilkan (TM), dan Persediaan.. Berikut ini dijelaskan pengakuan aset biologis menurut

PTPN secara umum untuk keempat kategori tersebut.

Bagan 1

Pengakuan Aset Biologis Secara Umum di PTPN

Suatu aset yang diakui

sebagai tanaman

semusim adalah aset

pembibitan berupa

bibit untuk tanaman

yang akan datang

Aset Tanaman

Semusim

(ATS)

Tanaman Belum

Menghasilkan

(TBM)

Tanaman

Menghasilkan

(TM)

Persediaan

Aset diakui sebagai

TBM selama masa

awal penanaman

sampai memenuhi

syarat diakui sebagai

TM

Aset diakui sebagai

TM apabila telah siap

panen dan memenuhi

syarat yang

ditentukan oleh

pertumbuhan vegetatif

dan berdasarkan

taksiran manajemen

Aset yang diakui

sebagai persediaan

yaitu berupa hasil

panen dan produk

olahan

Sumber: Data sekunder diolah, 2014.

Tidak semua PTPN mempunyai ke empat kategori tersebut, dimana hanya PTPN II

dan PTPN IX yang memiliki aset biologis berupa ATS sedangkan tujuh PTPN lainnya hanya

membagi aset biologisnya ke dalam tiga kategori yaitu TBM, TM, dan persediaan. PTPN

yang memiliki pembibitan sendiri dapat menjual bibit tersebut ke PTPN lain dan mengakui

bibit tersebut sebagai persediaan namun jika PTPN tersebut memiliki pembibitan yang

selanjutnya ditanam ke areal perkebunannya sendiri maka bibit tersebut diakui sebagai ATS .

PTPN yang tidak memiliki pembibitan sendiri dan membeli bibitnya dari PTPN lain akan

mengakui bibit tersebut sebagai input bibit yang biaya perolehannya termasuk ke dalam

TBM. Di dalam laporan keuangan ATS dikategorikan sebagai aset lancar, karena ATS yang

dapat ditanam sendiri sebagai tanaman perkebunan atau dijual ke PTPN lain digunakan dalam

jangka waktu paling lama 12 bulan sejak tanggal awal pelaporan.

Page 31: ANALISIS PERLAKUAN AKUNTANSI ASET BIOLOGIS PERUSAHAN ...

15

TBM dan TM diklasifikasikan sebagai aktiva tidak lancar karena bersifat jangka

panjang yaitu mempunyai masa manfaat lebih dari 12 bulan. TBM direklasifikasi menjadi

TM pada saat tanaman tersebut dianggap sudah mampu menghasilkan produk agrikultur.

Jangka waktu tanaman dapat menghasilkan ditentukan oleh pertumbuhan vegetatif tanaman

serta berdasarkan taksiran manajemen dengan ketentuan yang telah disepakati dan ditetapkan

oleh manajemen perusahaan.Persediaan dikategorikan sebagai aset lancar. Persediaan yaitu

produk agrikultur dari tanaman menghasilkan pada PTPN. Produk agrikultur tersebut setelah

dipanen diakui sebagai persediaan untuk dijual atau dapat juga digunakan sebagai bahan baku

dari proses produksi untuk menghasilkan produk baru berupa persediaan barang jadi.

Menurut IAS 41 aset biologis didalam laporan keungan diakui sebagai aset biologis belum

dewasa dan aset biologis dewasa yang diklasifikasikan berdasarkan umurnya. Aset biologis

belum dewasa yang sudah memenuhi syarat diakui sebagai aset biologis dewasa

direklasifikasi menjadi aset biologis dewasa. Selanjutnya produk agrikultur pada titik panen

diakui sebagai persediaan. IAS 41 diterapkan pada produk agrikultur berupa hasil pertanian

pada titik panen namun untuk pengolahan produk agrikultur menjadi persediaan barang jadi

tidak diatur di dalam IAS 41 tetapi diatur sendiri di dalam IAS 2 inventory (IAS 41 paragraf

3) atau jika di Indonesia menggunakan PSAK 14 tentang persediaan. Jika pengakuan aset

biologis menurut PTPN dihubungkan dengan IAS 41 maka Aset Tanaman Semusim (ATS)

yang di dalam laporan keuangan disajikan sebagai aset lancar sama dengan aset biologis

belum dewasa pada IAS 41 yang juga disajikan sebagai aset lancar, sedangkan TBM dan TM

menurut PTPN yang disajikan sebagai aktiva tidak lancar sama dengan aset biologis dewasa

menurut IAS 41 yang juga disajikan sebagai aset tidak lancar, sedangkan untuk persediaan

sama-sama disajikan sebagai aset lancar. Perbedaannya PTPN mengakui aset biologis berupa

hasil pengolahan persediaan pada titik panen menjadi barang jadi sedangkan IAS 41 hanya

mengatur standar aset biologis sampai persediaan pada titik panen saja.

Kriteria pengakuan untuk semua komoditas Aset biologis PTPN di Indonesia yang

terdiri dari kelapa sawit, karet, teh, dan kopi akan dijelaskan pada bagan berikut:

Page 32: ANALISIS PERLAKUAN AKUNTANSI ASET BIOLOGIS PERUSAHAN ...

16

Bagan 2

Pengakuan Komoditas Kelapa Sawit

-Pembibitan

-Input bibit

Aset Tanaman

Semusim

(ATS)

Tanaman Belum

Menghasilkan

(TBM)

Tanaman

Menghasilkan

(TM)

Persediaan

Masa awal penanaman

sampai memenuhi

syarat diakui sebagai

TM

Umur 3-3,5 tahun,

produksi Tandan Buah

Segar (TBS) 4-6 ton,

per hektar per tahun,

atau antara 60-70%

dari seluruh jumlah

pohon per blok telah

menghasilkan Tandan

Buah Segar (TBS)

dengan berat lebih

besar atau sama

dengan 3 kg

Hasil panen berupa

Tandan Buah Segar

(TBS) dan produk

olahan seperti

minyak sawit dan inti

sawit

Sumber: Data sekunder diolah, 2014.

Aset Tanaman Semusim (ATS) untuk PTPN yang memiliki pembibitan sendiri diakui

sebagai pembibitan yang dapat dijual ke PTPN lain atau ditanam sendiri sebagai tanaman

perkebunan. Untuk PTPN yang tidak memiliki pembibitan sendiri, maka PTPN tersebut

membeli bibit dari perusahaan lain dan mengakui bibit tersebut sebagai input bibit yang biaya

perolehannya dihitung termasuk ke dalam biaya perolehan Tanaman Belum Menghasilkan

(TBM).

Pembibitan kelapa sawit berasal dari biji yang disemaikan hingga berkecambah,

ketika masih berupa bibit tanaman kelapa sawit diakui sebagai ATS. Setelah ditanam ke areal

perkebunan tanaman tersebut diakui sebagai TBM sampai memenuhi syarat sebagai TM.

Syarat-syarat tanaman kelapa sawit dikategorikan sebagai TM yaitu jika umur tanamannya,

persentase produksi Tanaman Belum Menghasilkan (TBS), dan berat rata-rata TBS telah

sesuai dengan taksiran manajemen perusahaan. Ketika tanaman kelapa sawit telah memenuhi

syarat tersebut dan dinilai mampu menghasilkan produk agrikultur maka akan diakui sebagai

TM. Hasil dari tanaman kelapa sawit berupa produk agrikultur yaitu berupa Tandan Buah

Segar (TBS). TBS diakui sebagai persediaan bahan baku yang nantinya akan digunakan

dalam proses produksi untuk memproduksi minyak sawit serta inti sawit. TBS yang

merupakan persediaan bahan baku selanjutnya diolah menjadi minyak sawit dan inti sawit,

Page 33: ANALISIS PERLAKUAN AKUNTANSI ASET BIOLOGIS PERUSAHAN ...

17

kemudian inti sawit disaring menjadi lebih jernih lagi yang selanjutnya digunakan sebagai

minyak goreng.

Bagan 3

Pengakuan Komoditas Karet

-Pembibitan

-Input bibit

Aset Tanaman

Semusim

(ATS)

Tanaman Belum

Menghasilkan

(TBM)

Tanaman

Menghasilkan

(TM)

Persediaan

Masa awal penanaman

sampai memenuhi

syarat diakui sebagai

TM

Umur 5-6 tahun, 60%

dari seluruh pohon per

blok sudah dapat

dideres dan

mempunyai ukuran

lilit batang lebih besar

dari 45 cm dari

pertautan okulasi

Hasil panen berupa

getah dan produk

olahannya berupa

karet kering

Sumber: Data sekunder diolah, 2014.

Komoditas karet dikembangbiakkan dengan okulasi, yaitu mengembangbiakkan

tumbuhan dengan cara menempelkan sepotong kulit pohon yang bermata tunas dari batang

suatu tanaman ke tanaman lain. Ketika bibit tanaman karet tersebut ditanam ke areal

perkebunan, maka tanaman karet dinyatakan sebgai TBM. Setelah memenuhi syarat yang

ditentukan manajemen perusahaan untuk dapat menghasilkan produk agrikultur yakni

mencakup syarat umur tanaman, persentase kemampuan, dan ukuran lilit batang tanaman

karet, maka tanaman karet tersebut direklasifikasi menjadi TM. Produk agrikultur berupa

getah karet dinyatakan sebagai persediaan bahan baku yang kemudian diolah menjadi karet

kering dan diakui sebagai persediaan barang jadi.

Page 34: ANALISIS PERLAKUAN AKUNTANSI ASET BIOLOGIS PERUSAHAN ...

18

Bagan 4

Pengakuan Komoditas Teh

-Pembibitan

-Input bibit

Aset Tanaman

Semusim

(ATS)

Tanaman Belum

Menghasilkan

(TBM)

Tanaman

Menghasilkan

(TM)

Persediaan

Masa awal penanaman

sampai memenuhi

syarat diakui sebagai

TM

Hasil panen berupa

daun teh basah dan

produk olahannya

berupa teh jadi

Umur 3-4 tahun,

pertumbuhan daun

yang telah saling

bertemu antar satu

pokok dengan pokok

lainnya mencapai

70%, dan 60% daun

dari seluruh jumlah

pohon per blok telah

dapat dipetik

Sumber: Data sekunder diolah, 2014.

Bibit tanaman teh bisa dari biji teh dan bisa juga dengan stek. Ketika telah ditanam ke

areal bibit tersebut diakui sebagai TBM sampai dinilai mampu untuk menghasilkan daun teh.

Tanaman karet dinilai mampu menghasilkan produk agrikultur apabila umur tanaman,

pertumbuhan daun, dan persentase daun yang dapat dipetik telah memenuhi syarat yang

ditentukan manjemen perusahaan Ketika telah memenuhi syarat tersebut dan mampu

menghasilkan daun teh basah tanaman teh diakui sebagai TM. Produk agrikultur berupa daun

teh basah diakui sebagai persediaan bahan baku yang selanjutnya diolah menjadi teh kering

yang akhirnya diakui sebagai persediaan barang jadi.

Page 35: ANALISIS PERLAKUAN AKUNTANSI ASET BIOLOGIS PERUSAHAN ...

19

Bagan 5

Pengakuan Komoditas Kopi

-Pembibitan

-Input bibit

Aset Tanaman

Semusim

(ATS)

Tanaman Belum

Menghasilkan

(TBM)

Tanaman

Menghasilkan

(TM)

Persediaan

Masa awal penanaman

sampai memenuhi

syarat diakui sebagai

TM

Hasil panen berupa

buah kopi. dan

produk olahannya

berupa kopi jadi

Aset diakui sebagai

TM apabila telah

memasuki tahun

keempat

Sumber: Data sekunder diolah, 2014.

Pembibitan kopi yaitu berasal dari biji kopi. ketika bibit siap tanam dan disebar kse

areal perkebunan, kopi tersebut diakui sebagai TBM. Ketika umur tanaman telah memasuki

tahun keempat makan tanaman kopi dinilai telah mampu menghasilkan buah kopi, makat

diakui sebagai TM. Hasil panen berupa buah kopi dinyatakan sebagai persediaan bahan baku

yang selanjutnya diolah menjadi persediaan barang jadi berupa kopi jadi.

Pengakuan aset biologis PTPN di Indonesia menerapkan standar yang berbeda di

setiap kriteria. Untuk TBM dan TM, PTPN menggunakan PSAK 16 tentang aset tetap

sebagai standarnya yakni menggunakan biaya perolehan serta mengakui adanya penyusutan,

dan untuk persediaan perusahaan menggunakan PSAK 14 atau IAS 2 sebagai standarnya

yaitu dapat memilih mana yang paling rendah antara biaya perolehan dan nilai realisasi neto.

Pengakuan TM di beberapa PTPN bervariasi, ada kemungkinan hal tersebut disebabkan

lokasi, letak geografis, dan cuaca di setiap perusahaan perkebunan.

Karena TM dinilai mampu memberikan kontribusi manfaat ke dalam perusahaan

yakni berupa kemampuan untuk menghasilkan produk agrikultur, maka perlu diadakan

pengakuan terhadap pemakaian manfaat tersebut ke dalam setiap periode dimana manfaat

tersebut dipakai. Cara untuk mengakui pemakaian manfaat dari tanaman telah menghasilkan

adalah dengan menghitung penyusutan terhadap nilai tanaman perkebunan. Penyusutan

tanaman perkebunan dimulai sejak TBM direklasifikasi ke TM. Dengan adanya penyusutan

tanaman perkebunan berupa TM maka PTPN mengakui adanya pengurangan aset sebagai

hasil dari penyusutan umur ekonomis aset tanaman perkebunan. Metode penyusutan tanaman

perkebunan telah disesuaikan berdasarkan pedoman akuntansi Badan Usaha Milik Negara

Page 36: ANALISIS PERLAKUAN AKUNTANSI ASET BIOLOGIS PERUSAHAN ...

20

(BUMN) perkebunan yang penerapannya telah diberlakukan untuk BUMN perkebunan sejak

tanggal 1 Januari 2009 berdasarkan surat dari Kementerian Negara BUMN Nomor :S-

206/D4.MBU/2008 tanggal 7 Oktober 2008.

Penyusutan dihitung berdasarkan taksiran masa manfaat ekonomis aset tanaman

dengan menggunakan metode garis lurus yang dapat diuraikan sebagai berikut:

Tabel 3

Penyusutan Aset Biologis PTPN di Indonesia

Komoditas Umur ekonomis Tarif penyusutan per tahun

Kelapa sawit

Karet

Teh

Kopi

25 tahun

25 tahun

50 tahun

40 tahun

4%

4%

2%

2,5%

Sumber: Data sekunder diolah, 2014.

Dari tabel diketahui bahwa tanaman teh memiliki umur ekonomis yang paling tinggi,

kemudian diikuti kopi dengan umur ekonomis 40 tahun, dan yang memiliki umur ekonomis

paling sedikit yaitu tanaman kelapa sawit dan karet yakni 25 tahun. Tarif penyusutan aset

biologis telah sesuai dengan pedoman akuntansi BUMN perkebunan yang menggunakan

metode garis lurus dalam menghitung penyusutannya. Dengan metode garis lurus PTPN

membagi manfaat ekonomi dari tanaman telah menghasilkan sama besar setiap periodenya

sampai dengan masa manfaat dari tanaman telah menghasilkan dapat digunakan. Semakin

tinggi umur ekonomis suatu tanaman perkebunan maka semakin kecil tarif penyusutannya.

Menurut IAS 41 bagi perusahaan yang melakukan penilaian terhadap aset biologis

menggunakan nilai wajar, seharusnya tidak mengakui adanya akumulasi penyusutan, kecuali

ketika nilai wajar tidak dapat ditentukan maka perusahaan menilai aset biologis dengan biaya

perolehan sehingga penyusutan tetap diakui dan metode serta tarif penyusutannya sesuai

dengan kebijakan perusahaan. Adanya pengakuan penyusutan aset biologis pada perusahaan

berdampak pada penurunan laba rugi pada tahun berjalan, sedangkan menurut IAS 41 yang

tidak mengakui adanya penyusutan, maka pada laporan laba/rugi tidak ada beban depresiasi

yang berakibat adanya kenaikan pada laporan laba/rugi.

Page 37: ANALISIS PERLAKUAN AKUNTANSI ASET BIOLOGIS PERUSAHAN ...

21

Pengukuran Aset Biologis di PTPN

Pengukuran aset biologis PTPN di Indonesia untuk semua komoditas sama sesuai

dengan kriterianya yaitu sebagai berikut:

a) Aset Tanaman Semusim (ATS) dinyatakan sebesar biaya yang berhubungan dengan

input bibit, tenaga kerja langsung dan biaya yang dapat diatribusikan secara langsung

dan tidak langsung. Biaya penyisipan suatu aset tanaman dalam areal pembibitan

diakui sebagai penambah jumlah tercatat aset tanaman semusim. Penyusutan aset

tanaman semusim dimulai ketika bibit ditanam menjadi tanaman siap panen. Jumlah

penyusutan adalah sebesar jumlah yang dapat disusutkan dengan metode garis lurus

tanpa dikurangi nilai residu. Entitas melakukan review atas umur manfaat dan metode

penyusutan aset tanaman semusim secara periodik.

b) Tanaman Belum Menghasilkan (TBM) dinyatakan sebesar biaya perolehan, terdiri dari

biaya langsung seperti biaya-biaya pembibitan, persiapan lahan, penanaman,

pemupukan, dan pemeliharaan atas TBM serta biaya tidak langsung seperti biaya

kapitalisasi biaya bunga pinjaman dan kerugian selisih kurs pinjaman dalam mata uang

asing selama masa TBM.

c) Tanaman Menghasilkan (TM) Diukur berdasarkan nilai yang telah direklasifikasi dari

TBM ke akun tanaman telah menghasilkan pada saat tanaman tersebut mulai

menghasilkan. Jangka waktu suatu tanaman dinyatakan mulai menghasilkan ditentukan

oleh pertumbuhan vegetatif dan berdasarkan taksiran manajemen.

d) Persediaan dinyatakan sebesar nilai yang lebih rendah antara harga perolehan dan nilai

realisasi bersih (the lower of cost or net realizable value). Biaya persediaan hasil jadi

terdiri dari semua biaya yang dikeluarkan untuk TM seperti biaya pemupukan, biaya

pemeliharaan dan biaya panen, serta biaya pengolahan termasuk biaya olah lanjut dan

biaya umum (biaya tidak langsung) yang timbul di kebun dan pabrik. Keseluruhan

biaya tersebut diperhitungkan dengan nilai persediaan pada awal periode dengan

menggunakan metode rata-rata tertimbang untuk menentukan harga perolehan

persediaan hasil jadi. Nilai realisasi bersih adalah estimasi harga penjualan dalam

kegiatan usaha normal dikurangi taksiran biaya penyelesaian dan biaya penjualan.

Page 38: ANALISIS PERLAKUAN AKUNTANSI ASET BIOLOGIS PERUSAHAN ...

22

Tabel 4

Perbandingan Pengukuran Aset Biologis Menurut IAS 41 dengan PTPN

IAS 41 PTPN Keterangan

Aset biologis berupa aset

biologis belum dewasa dan

aset biologis dewasa diukur

sebesar nilai wajar dikurangi

taksiran biaya untuk menjual

Tidak mengukur atau

menghitung penyusutan

Aset Biologis berupa ATS, TBM, dan

TM diukur sebesar harga perolehan

dikurangi akumulasi penyusutan

sedangkan aset biologis berupa

persediaan diukur sebesar nilai yang

lebih rendah antara harga perolehan

dan nilai realisasi bersih

Mengukur atau menghitung

penyusutan ketika aset biologis telah

dikategorikan sebagai TM

Tidak sesuai

Tidak sesuai

Sumber: Data sekunder diolah, 2014.

Berbeda dengan pengukuran aset biologis menurut PTPN, aset biologis menurut

lingkup IAS 41 harus diukur pada pengakuan awal dan pada tanggal pelaporan berikutnya

pada nilai wajar berbasis harga pasar aktif setelah dikurangi dengan taksiran biaya untuk

menjual, kecuali nilai wajar tidak dapat diukur secara andal. Harga pasar aktif menurut IAS

41 sulit diketahui. Misalnya untuk komoditas kelapa sawit harga pasar dapat diketahui bila

manakala terdapat kebun kelapa sawit yang akan dijual. Menurut Riyadi (2010) disebutkan

contoh pada tahun 2008 harga yang ditawarkan untuk kebun kelapa sawit di Sumatera

Selatan seluas 2.000 hektar dengan tahun tanam 2004 dan 2005 ditawarkan dengan harga

Rp42.000.000,- per hektar dan 5.000 hektar lahan kosong siap tanam ditawarkan dengan

harga Rp12.000.000,- per hektar. Harga pasar kelapa sawit sulit ditentukan karena sangat

bervariasinya kondisi satu kebun kelapa sawit dengan kebun kelapa sawit lainnya karena

disebabkan perbedaan wilayah, kondisi tanah, letak kebun dan skala luasnya kebun.

Akibatnya nilai wajar tidak dapat ditentukan dengan andal apabila menggunakan harga pasar

paling kini. Ketika nilai wajar tidak dapat ditentukan maka perusahaan dianjurkan

menggunakan biaya perolehan dikurangi akumulasi penyusutan dan akumulasi penurunan

nilai, tetapi apabila di kemudian hari nilai wajar dapat ditentukan maka tanaman perkebunan

yang telah dinilai menggunakan biaya perolehan dikurangi akumulasi penyusutan dan

akumulasi penurunan nilai tersebut harus dinilai kembali menggunakan nilai wajar dikurangi

taksiran biaya untuk menjual (IAS 41 paragraf 30).

Begitu juga dengan pengukuran persediaan yang merupakan hasil pertanian menurut

IAS 41 diukur pada nilai wajar dikurangi biaya untuk menjual pada titik panen. Menurut

Page 39: ANALISIS PERLAKUAN AKUNTANSI ASET BIOLOGIS PERUSAHAN ...

23

PTPN pada saat TBM direklasifikasi ke TM yang diukur dengan akumulasi biaya perolehan

sebelumnya PTPN tidak mengakui adanya keuntungan maupun kerugian. Namun menurut

IAS 41 apabila pada saat dilakukan pengukuran pada suatu periode terdapat kenaikan atau

penurunan pada nilai wajar maka harus diakui sebagai keuntungan atau kerugian dan

dimasukkan kedalam laporan laba rugi (IAS 41 paragraf 28). Pada PTPN harga perolehan

dari aset biologis diperoleh dari biaya-biaya yang dikapitalisasi ke dalam aset biologis, tetapi

menurut IAS 41 semua biaya yang berkaitan dengan aset biologis yang diukur pada nilai

wajar contohnya biaya pemupukan dan pemeliharaan diakui sebagai beban pada saat

terjadinya, selain biaya untuk membeli aset biologis yaitu biaya pembibitan atau biaya untuk

membeli bibit.

Penyajian dan Pengungkapan Aset Biologis di PTPN

Di dalam laporan posisi keuangan PTPN aset biologis berupa Aset Tanaman Semusim

(ATS) dan persediaan disajikan sebagai komponen aset lancar sedangkan aset biologis berupa

Tanaman Belum Menghasilkan (TBM) dan Tanaman Menghasilkan (TM) disajikan sebagai

aktiva tidak lancar. Menurut IAS 41, di dalam laporan keuangan, aset biologis belum dewasa

disajikan sebagai aktiva lancar dan aset biologis dewasa disajikan sebagai aktiva tidak lancar,

sedangkan persediaan pada titik panen disajikan pada aset lancar. Secara umum penyajian

aset biologis pada aktivitas agrikultur menurut PTPN dan menurut IAS 41 adalah sama,

perbedaannya terletak pada jenis aset biologis yang diungkapkan. Pada PTPN di Indonesia

dan juga menurut IAS 41 suatu perusahaan yang bergerak di bidang agrikultur harus

menyajikan daftar rekonsiliasi perubahan dalam nilai tercatat pada aset biologis di antara

awal dan akhir periode berjalan.

Pada PTPN di Indonesia perusahaan tidak hanya mengungkapkan aset biologis pada

aktivitas agrikultur sampai titik panen saja, tetapi juga menyajikan produk olahan dari hasil

pada titik panen. Contohnya pada kelapa sawit yaitu berupa Tandan Buah Segar (TBS) yang

kemudian diolah menjadi minyak sawit dan inti sawit, kemudian inti sawit diolah menjadi

minyak inti sawit yang lebih jernih dan selanjutnya digunakan sebagai minyak goreng.

Namun menurut IAS 41 perusahaan hanya mengatur perlakuan akuntansi dan pengungkapan

yang berhubungan dengan kegiatan pertanian sampai pada titik panen saja, pengolahan

persediaan pada titik panen menjadi barang jadi diatur sendiri dalam IAS 2 atau PSAK 14

mengenai pesediaan.

Page 40: ANALISIS PERLAKUAN AKUNTANSI ASET BIOLOGIS PERUSAHAN ...

24

Pengungkapan aset biologis menurut PTPN dengan IAS 42 memiliki persamaan serta

perbedaan dalam beberapa hal. Perbandingan pengungkapan aset biologis menurut PTPN

dengan IAS 41 ditampilkan pada tabel berikut:

Tabel 5

Perbandingan Pengungkapan Aset Biologis Menurut IAS 41 dengan PTPN

IAS 41 PTPN Keterangan

- IAS 41 mengungkapkan

jenis dan jumlah aset

biologis

- IAS 41 hanya mengatur

perlakuan akuntansi dan

hanya mengungkapkan aset

biologis yang berhubungan

dengan kegiatan pertanian.

Untuk pengolahan ghasil

panen menjadi produk jadi

tidak diungkapkan menurut

IAS 41

- IAS 41 mengungkapkan

kebijakan akuntansi yang

digunakan dalam

pengukuran aset biologis

- IAS 41 tidak

mengungkapkan adanya

penyusutan aset biologis,

maka pada laporan laba/rugi

tidak ada beban depresiasi

yang berakibat adanya

kenaikan pada laporan

laba/rugi.

- PTPN mengungkapkan

jenis dan jumlah aset

biologis

- PTPN tidak hanya

mengungkapkan aset

biologis pada aktivitas

agrikultur saja tetapi juga

mengungkapkan

pengolahan produk

agrikultur pada titik panen

menjadi produk jadi

- PTPN mengungkapkan

dasar pengukuran yang

digunakan dalam

menentukan jumlah

tercatat aset biologis

- Pada saat pengakuan aset

biologis PTPN

mengungkapkan adanya

depresiasi yang

berdampak pada

penurunan laba – rugi

pada tahun berjalan. PTPN

mengungkapkan metode

penyusutan yang digunakan,

umur, manfaat ekonomi, dan

tarif penyusutan yang

digunakan.

- Sesuai

- Tidak

sesuai

- Sesuai

- Tidak

sesuai

Sumber: Data sekunder diolah, 2014.

Penyajian dan pengungkapan aset biologis menurut IAS 41 dengan menurut PTPN di

Indonesia mempunyai kesamaan dalam hal pengungkapan jumlah dan jenis aset serta sama-

sam mengungkapkan dasar pengukuran yang digunakan dalam menentukan jumlah tercatat

aset biologis. Sedangkan perbedaannya yaitu IAS 41 hanya mengatur dan mengungkapkan

aset biologis sampai pada titik panen saja, sedangkan PTPN mengungkapkan aset biologis

Page 41: ANALISIS PERLAKUAN AKUNTANSI ASET BIOLOGIS PERUSAHAN ...

25

berupa pengolahan produk agrikultur pada titik panen menjadi produk jadi. Selain itu, IAS 41

tidak mengungkapkan adanya penyusutan aset biologis, maka pada laporan laba/rugi tidak

ada beban depresiasi yang berakibat adanya kenaikan pada laporan laba/rugi sedangkan

PTPN mengungkapkan adanya depresiasi yang berdampak pada penurunan laba – rugi pada

tahun berjalan sehingga PTPN mengungkapkan metode penyusutan yang digunakan, umur,

manfaat ekonomi, dan tarif penyusutan yang digunakan.

PENUTUP

Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis penelitian yang telah dilakukan pada PT. Perkebunan

Nusantara (PTPN) XIV (Persero), diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. PTPN (Persero) di Indonesia dalam melakukan perlakuan akuntansi aset biologisnya

telah menggunakan standar akuntansi yang berlaku di Indonesia yaitu prinsip

akuntansi yang didasarkan pada Standar Akuntansi Keuangan (SAK) yang mencakup

PSAK 14 tentang persediaan dan PSAK 16 tentang aset tetap serta peraturan

pemerintah yang lain yang berlaku dalam penyajian laporan keuangan perusahaan.

2. Perbedaan pengakuan aset biologis berupa tanaman perkebunan menurut perusahaan

dengan IAS 41 terjadi dalam hal istilah. Pada perusahaan aset yaitu Tanaman Belum

Menghasilkan (TBM) dan Tanaman Menghasilkan (TM), sedangkan menurut IAS 41

dibagi atas aset biologis belum dewasa dan aset biologis dewasa. Jika PTPN dikaitkan

dengan IAS 41 maka ATS dikategorikan sebagai aset biologis belum dewasa,

sedangkan TBM dan TM dikategorikan sebagai aset biologis dewasa.

3. Pengukuran Aset biologis berupa Aset Tanaman Semusim (ATS), Tanaman Belum

Menghasilkan (TBM), dan Tanaman Menghasilkan (TM) pada PTPN (Persero) di

Indonesia diukur berdasarkan harga perolehan dan pada TM yang dinilai telah mampu

menghasilkan produk agrikultur diakui adanya penyusutan. Pengukuran persediaan

pada PTPN dinilai berdasarkan nilai yang lebih rendah antara harga perolehan dan

nilai realisasi bersih. Sedangkan menurut IAS 41 semua yang termasuk ke dalam aset

biologis diukur sebesar nilai wajar dikurangi taksiran biaya untuk menjual.

4. Pada PTPN di Indonesia Aset Biologis berupa Aset Tanaman Semusim (ATS),

Tanaman Belum Menghasilkan (TBM) dan Tanaman Menghasilkan (TM) disajikan

sebesar nilai setelah dikurangi dengan akumulasi penyusutannya. Dalam laporan

Page 42: ANALISIS PERLAKUAN AKUNTANSI ASET BIOLOGIS PERUSAHAN ...

26

posisi keuangan ATS dan persediaan disajikan sebagai aset lancar sedangkan TBM

dan TM disajikan sebagai aset tidak lancar. Aset biologis belum dewasa pada IAS 41

disajikan sebagai aset lancar sedangkan aset biologis dewasa sebagai aktiva tidak

lancar.

5. Terkait penyajian dan pengungkapan di dalam laporan keungan, PTPN di Indonesia

menyajikan metode penyusutan, umur, manfaat ekonomi, dan tarif penyusutan serta

mengungkapkan pengolahan produk agrikultur menjadi barang jadi sedangkan IAS

41 tidak mengakui adanya penyusutan sehingga metode penyusutan, umur, manfaat

ekonomi, dan tarif penyusutan tidak diungkapan. Selain itu, IAS 41 hanya mengatur

aset biologis yang berhubungan dengan kegiatan pertanian sampai pada titik panen

saja, sehingga pengolahan produk agrikultur pada titik panen menjadi produk jadi

tidak diungkapkan.

Implikasi Teori dan Terapan

Berdasarkan hasil penelitian mengenai perlakuan akuntansi aset biologis pada PTPN

diketahui bahwa hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat perbedaan pengukuran serta

penyajian dan pengungkapan aset biologis PTPN di Indonesia yang menggunakan biaya

perolehan sebagai dasar pengukurannya dengan berdasarkan IAS 41 yang menggunakan nilai

wajar. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian Ridwan (2011) dan Safitri (2012) yang

menyatakan bahwa pengukuran berdasarkan harga perolehan dipandang belum mampu

memberikan informasi yang relevan bagi pengguna LK , karena nilai tersebut belum mampu

menunjukan informasi tentang nilai yang sebenarnya dimiliki oleh aset biologis dan

penelitian Widyastuti (2012) yang menyebutkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang

signifikan antara perlakuan akuntansi aset biologis di PTPN dengan IAS 41. Perlakuan

akuntansi aset biologis PTPN di Indonesia telah didasarkan pada PSAK 14 tentang

persediaan dan PSAK 16 tentang aset tetap. Untuk itu, IAS 41 tidak perlu diadopsi karena di

Indonesia nilai wajar masih sulit ditentukan. Ketika nilai wajar tidak bisa diukur maka IAS

41 memberi opsi menggunakan biaya perolehan sebagai dasar pengukurannya, hal tersebut

sama saja kembali ke dasar pengukuran menurut PSAK 16. Selain itu apabila menggunakan

nilai wajar menurut IAS 41, maka laporan keuangan akan mengakui keuntungan dan

kerugian yang timbul dari perubahan nilai wajar selama satu periode tetapi keuntungan dan

kerugian tersebut belu direalisasi karena tidak ada transaksi penjualan atau penyerahan

barang sehingga tidak terdapat arus kas masuk. Dalam situasi seperti ini apabila otoritas

Page 43: ANALISIS PERLAKUAN AKUNTANSI ASET BIOLOGIS PERUSAHAN ...

27

pajak memiliki penafsiran yang berbeda, maka akan timbul pajak terhutang dari keuntungan

perubahan nilai wajar yang sebenarnya belum terealisasi, hal tersebut tentu saja merugikan

perusahaan.

Keterbatasan Penelitian dan Saran Untuk Penelitian Mendatang

Keterbatasan dalam penelitian ini yaitu data-data yang diolah dan dianalisis hanya

dari laporan keuangan yang dipublikasikan oleh PTPN tidak diverifikasi ke PTPN secara

langsung dengan wawancara maupun observasi. Untuk penelitian selanjutnya diharapkan

melakukan verifikasi data dengan cara wawancara maupun observasi untuk memperoleh

informasi yang lebih relevan mengenai perlakuan akuntansi aset biologis PTPN di Indonesia.

Page 44: ANALISIS PERLAKUAN AKUNTANSI ASET BIOLOGIS PERUSAHAN ...

DAFTAR PUSTAKA

Accounting Principles Board. 1970. APB Statement No.4 Basic Concepts and Accounting

Principles Underlying Financial Statement of Business Enterprises. AICPA.

BAPEPAM. 2002. Pedoman Penyajian dan Pengungkapan Laporan Keuangan Emiten atau

Perusahaan Publik Industri Perkebunan. Surat Edaran Bapepam. Online: www.

Bapepam.go.id. Diunduh tanggal 23 Juni 2014

Baridman, Zaki. 1986. Intermediate Accounting Theory. Edisi alih bahasa. Yogyakarta: AK

Group.

Bell, G.F. 2001. Minority Rights and Regionalism in Indonesia . Will Constitutional

Recognition lead to Disintegration and Discrimination?. Singapore Journal of

internasional and Comparative Law.

Bungin, B. 2001. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta; Kharisma Putra Utama Offset.

Dewan Pembuat Standar Akuntansi (DSAK) 2008. Pernyataan Standar Akuntansi No. 14,

Persedian.

Dewan Pembuat Standar Akuntansi (DSAK) 2011. Pernyataan Standar Akuntansi No. 16,

Aset Tetap.

Handoko. 2011. Overview IAS 41: Agriculture. Surabaya. Diunduh tanggal 8 Januari 2011

International Accounting Standard Committee (IASC). 2009. International Accounting

StandardNo. 41, Agriculture. Online: www.iasplus.com. Diunduh tanggal 7 Juli 2014

Kieso, Donald E., Jerry J. Weygandt, and Terry D. Warfield. 2011. Intermediate Accounting.

IFRS Ed. New York: John Willey & Sons, Inc.

Raharjo, Eko. 2007. Teori Agensi dan Teori Stewarship dalam Perspektif

Akuntansi.Semarang; STIE Pelita Nusantara. Diunduh tanggal 15 Januari 2015

Reeve, James M. Warren, Carl S. 2008. Principles of Accounting. Indonesia Adaptation.

Indonesia: Salemba Empat

Ridwan, Achmad. 2011. Perlakuan Akuntansi Aset Biologis PT. Perkebunan Nusantara `XIV

Persero). Makassar; Universitas Hasanuddin. Diunduh tanggal 23 Juni 2014

Page 45: ANALISIS PERLAKUAN AKUNTANSI ASET BIOLOGIS PERUSAHAN ...

Riyadi, Deden. 2010. Analisis nilai wajar kelapa sawit berdasarkan international accounting

standard 41 Agriculture dibandingkan dengan berdasarkan pernayataan standard

akuntansi16 aset tetap: Studi pada PT Agro Indonesia. Jakarta; Universitas

Indonesia. Diunduh tanggal 23 juni 2014

Sari, K Rachma, Rita M. 2011. Historical Cost vs Fair Value Accounting atas

Pengakuan dan Penilaian Tanaman Perkebunan. Jurnal Eksistansi Politeknik

Negeri Sriwijaya Jurusan Akuntansi Volume 3 Tahun 2011 (362-370). Diunduh

Tanggal 23 juni 2014

Safitri, Syamsi. 2012. Perlakuan Akuntansi Aset Biologis Hubungannya Dengan Kualitas

Informasi Keuangan pada PT. Perkebunan Nusantara VI Jambi. Padang: UPI.

Diunduh tanggal 23 Juni 2014

Widyastuti, Adita. 2012. Analisis Penerapan International Accounting Standard (IAS) 41

pada PT. Sampoerna Agro, TBK. Semarang; Universitas Diponegoro. Diunduh

tanggal 23 Juni 2014

Page 46: ANALISIS PERLAKUAN AKUNTANSI ASET BIOLOGIS PERUSAHAN ...

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Rani Dame Simanjorang

Tempat, Tanggal Lahir : Garingging, 07 Juli, 1993

Agama : Kristen

Alamat : Saribudolok, Kab. Simalungun, Sumatra Utara

Email : [email protected]

RIWAYAT PENDIDIKAN :

1. 1999 – 2005 : SD Negeri Desa Tamba Saribu, Kab. Simalungun

2. 2005 – 2008 : SMPN 2 Silimakuta, Kab. Simalungun

3. 2008 – 2011 : SMA CR Van Duynhoven Saribudolok, Kab. Simalungin

4. 2011 – 2014 : Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga

PENGALAMAN PANITIA / KERJA :

1. 2013 : Panitia Retret and Blessing Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB)

2. 2013 – 2014 : Bendahara Umum Organisasi Kepencintaalaman Mitra Gahana FEB

3. 2013 : Trainer Outbound Malam Keakraban Mahasiswa Baru FEB

Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW)

4. 2014 : Trainer Outbound Retreat GKI Salatiga

5. 2014 : Panitia Pelatihan Hutan Gunung FEB

6. 2014 : Trainer Outbound Latihan Dasar Kepemimpinan Mahasiswa

(LDKM) FEB UKSW