BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · teknologi canggih, praktis bebas hambatan dan...
Transcript of BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · teknologi canggih, praktis bebas hambatan dan...
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Transportasi merupakan kegiatan pendukung bagi aktivitas masyarakat di
Indonesia. Hal ini disebabkan karena beberapa faktor diantaranya yaitu keadaan
geografis Indonesia yang terdiri dari ribuan pulau – pulau kecil maupun besar,
perairan yang sebagian besar terdiri dari laut, danau, dan sungai yang
mengharuskan dilakukannya transportasi dalam tiga bidang, yaitu transportasi
darat, laut, dan udara.
Transportasi udara merupakan transportasi yang paling digemari oleh
masyarakat Indonesia dan mempunyai peran yang penting dengan berbagai aspek
yang penting juga1. Hal ini disebabkan karena transportasi udara menggunakan
teknologi canggih, praktis bebas hambatan dan merupakan transportasi yang
tercepat dibandingkan dengan transportasi lainnya. Selain itu, transportasi udara
dapat menjangkau tempat – tempat yang tidak dapat ditempuh dengan alat
transportasi darat dan laut. Transportasi udara menggunakan pesawat udara
sebagai alat angkutan dan udara atau angkasa sebagai jalur jalannya.
________________
1Suwardi, 1994, Penulisan Karya Ilmiah Tentang Penentuan Tanggung Jawab
Pengangkut Yang Terikat Dalam Kerjasama Pengangkutan Udara Internasional, Badan
Pembinaan Hukum Nasional, Jakarta, h.6.
2
Pada Pasal 1 angka 1 Undang Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang
Penerbangan menyatakan, “penerbangan adalah satu kesatuan sistem yang terdiri
atas pemanfaatan wilayah udara, pesawat udara, bandar udara, angkutan udara,
navigasi penerbangan, keselamatan dan keamanan, lingkungan hidup, serta
fasilitas penunjang dan fasilitas umum lainnya”. Penerbangan kini menjadi pilihan
yang utama bagi masyarakat yang sering bepergian dengan waktu yang singkat
dan biaya yang relatif murah.
Sebelum dilakukannya penerbangan, penumpang dan perusahaan
penerbangan terlebih dahulu mengikatkan diri dalam suatu perjanjian yang
disebut dengan perjanjian pengangkutan. Dalam perjanjian pengangkutan,
kewajiban pengangkut antara lain mengangkut penumpang dan/atau barang
dengan aman, utuh dan selamat sampai di tempat tujuan, memberikan pelayanan
yang baik, mengganti kerugian penumpang dalam hal adanya kerugian yang
menimpa penumpang, memberangkatkan penumpang sesuai dengan jadwal yang
telah ditetapkan dan lain-lain. Kewajiban penumpang adalah membayar ongkos
pengangkutan yang besarnya telah ditentukan dimana terdapat alat bukti tiket
sebagai bukti adanya perjanjian antara penumpang dengan perusahaan
penerbangan2. Kewajiban lainnya yaitu menjaga barang-barang yang berada
dibawah pengawasannya,melaporkan jenis-jenis barang yang dibawanya
________________
2H. K. Martono dan Amad Sudiro, 2011, Hukum Angkutan Udara Berdasarkan
UU RI No. 1 Tahun 2009, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 2
3
terutama barang-barang yang berkategori berbahaya, mentaati ketentuan-
ketentuan yang ditetapkan pengangkut yang berkenaan dengan pengangkutan.
Dalam hal ini pengangkut atau perusahaan penerbangan berkewajiban untuk
mengangkut penumpang beserta dengan bagasi penumpang dengan aman dan
selamat sampai di tempat tujuan secara tepat waktu, dan sebagai kompensasi dari
pelaksanaan kewajibannya tersebut maka perusahaan penerbangan mendapatkan
bayaran sebagai ongkos penyelenggaran pengangkutan dari penumpang.
Bagasi penumpang dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu bagasi kabin dan
bagasi tercatat. Menurut pasal 1 angka 25 Undang Undang Nomor 1 Tahun 2009,
“bagasi kabin adalah barang yang dibawa oleh penumpang dan berada dalam
pengawasan penumpang sendiri”. Sedangkan, menurut pasal 1 angka 24 Undnag
Undang Nomor 1 Tahun 2009 “bagasi tercatat adalah barang penumpang yang
diserahkan oleh penumpang kepada pengangkut untuk diangkut dengan pesawat
yang sama”. Dalam penulisan skripsi ini, hanya diteliti tentang tanggung jawab
perusahaan penerbangan terhadap bagasi tercatat.
Pasal 144 Undang Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan
menyatakan, “pengangkut bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh
penumpang karena bagasi tercatat hilang, musnah, atau rusak yang diakibatkan
oleh kegiatan angkutan udara selama bagasi tercatat berada dalam pengawasan
pengangkut”. Dalam pasal 168 Undang Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang
Penerbangan dinyatakan bahwa mengenai jumlah ganti kerugian untuk setiap
bagasi tercatat sebagaimana dimaksud dalam pasal 144 diatur dengan Peraturan
Menteri.
4
Peraturan Menteri yang dimaksud adalah Peraturan Menteri Perhubungan
Nomor 77 Tahun 2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkutan Udara pada pasal
5 ayat (1)b yang menyatakan, “kerusakan bagasi tercatat, diberikan ganti kerugian
sesuai jenisnya, bentuk, ukuran, dan merk bagasi tercatat.”
Meningkatnya jumlah penumpang pesawat saat ini tidak dibarengi dengan
meningkatnya profesionalisme pihak perusahaan penerbangan. Seringkali bagasi
yang diambil kembali oleh penumpang pada conveyor belt di bandara tujuan
keadaannya tidak utuh atau tidak sesuai dengan pada saat bagasi diserahkan oleh
penumpang di konter check in. Keluhan masyarakat akan hal ini sering tidak
ditanggapi serius hingga berlarut – larut dan tidak menemukan titik temu antara
penumpang dengan perusahaan penerbangan.
Salah satunya adalah kasus yang dialami oleh Riezky Heryanti Pratama
Putri penumpang Garuda Indonesia dari Denpasar menuju Surabaya pada bulan
Desember 2015. Riezky sangat terkejut ketika melihat gembok kunci kopernya
telah rusak. Ia telah melaporkan kejadian ini pada pihak PT. Garuda Indonesia.
Kasus serupa juga dialami oleh Alida Simanjuntak penumpang Lion Air
dengan nomor penerbangan JT-211 dari Medan menuju Jakarta pada tanggal 9
Juni 2013. Alida sangat terkejut ketika melihat resleting kopernya telah rusak
serta pakaian dan kosmetika yang ada di dalam kopernya telah teracak – acak. Ia
telah melaporkan kejadian ini pada pihak Lion Air tetapi belum ada tanggapan.
5
Mengacu pada hal – hal tersebut, terjadinya kerusakan pada bagasi
penumpang merupakan salah satu bentuk dari tidak terlaksananya kewajiban
perusahaan penerbangan dengan baik dan benar sehingga penumpang angkutan
udara merasa tidak nyaman atas tidak terpenuhinya hak mereka. Setiap kerugian
yang dialami oleh penumpang merupakan masalah hukum khususnya merupakan
tanggung jawab perusahaan penerbangan atau pengangkut (carrier) terhadap
penumpang dan pemilik barang sebagai pihak dalam perjanjian pengangkutan.
Pada pengangkutan udara terdapat beberapa ketentuan hukum yang berkaitan
dengan tanggung jawab pihak pengangkut (dalam hal ini perusahaan
penerbangan) terhadap penumpang dan juga bagasi penumpang. Ketentuan
hukum tersebut ada yang bersifat nasional dan ada yang bersifat internasional.
Ketentuan hukum nasional yang mengatur tentang kegiatan penerbangan di
Indonesia adalah Undang Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan
dan peraturan pelaksananya. Ketentuan hukum nasional yang secara khusus
mengatur kegiatan penerbangan komersial domestik adalah ordonansi 1939 atau
OPU 1939. Ketentuan hukum internasional yang mengatur tentang kegiatan
penerbangan adalah Konvensi Warsawa 1929 yang merupakan konvensi tertua
dalam bidang penerbangan sipil dan masih berlaku sampai saat ini dengan peserta
paling banyak3.
________________
3Suwardi, op.cit. h. 20.
6
Berdasarkan hal yang telah diuraikan diatas, maka akan diteliti secara
lebih dalam mengenai tanggung jawab dari pihak perusahaan penerbangan
terhadap bagasi tercatat penumpang dalam hal terjadinya kerusakan. Penelitian ini
dilaksanakan di PT. Garuda Indonesia Denpasar. Penelitian ini disusun dalam
suatu penulisan hukum yang berjudul : ”Tanggung Jawab Perusahaan
Penerbangan Terhadap Bagasi Tercatat Dalam Hal Terjadi Kerusakan
Berdasarkan Undang – Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan
: Studi Pada PT. Garuda Indonesia Denpasar”.
1.2 Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan
sebagai berikut.
1. Bagaimanakah bentuk tanggung jawab dari PT. Garuda Indonesia
Denpasar terhadap bagasi tercatat dalam hal terjadi kerusakan?
2. Bagaimanakah batas tanggung jawab PT. Garuda Indonesia Denpasar
dalam hal terjadinya kerusakan pada bagasi tercatat?
1.3 Ruang Lingkup Masalah
Dalam setiap karya ilmiah diperlukan adanya suatu ketegasan mengenai
batasan-batasan yang jelas tentang materi yang diuraikan berkaitan dengan
permasalahan yang ada agar materi yang dibahas tidak menyimpang dari pokok
permasalahan. Ruang lingkup yang akan dibahas pada penulisan skripsi ini adalah
7
mengenai bentuk tanggung jawab dari perusahaan penerbangan dalam hal ini PT.
Garuda Indonesia Denpasar, terhadap kerusakan yang terjadi pada bagasi tercatat.
Pada permasalahan kedua, akan dibahas mengenai batas – batas tanggung jawab
PT. Garuda Indonesia Denpasar terhadap bagasi tercatat yang mengalami
kerusakan.
1.4 Orisinalitas Penelitian
Penelitian yang berjudul “Tanggung Jawab Perusahaan Penerbangan
Terhadap Bagasi Tercatat Dalam Hal Terjadi Kerusakan Berdasarkan Undang –
Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan : Studi Pada PT. Garuda
Indonesia Denpasar” ini merupakan hasil pemikiran asli penulis. Beberapa
penelitian terdahulu dengan jenis yang sama yang ada dalam perpustakaan skripsi
dan internet diantaranya sebagai berikut.
NO JUDUL RUMUSAN MASALAH
NAMA
PENULIS
1. Perlindungan Hukum
Bagi Penumpang
Angkutan Udara (Studi
Kasus Pada PT. Garuda
Indonesia)
a. Bagaimana perlindungan
hukum pada konsumen
selaku pengguna jasa Garuda
Indonesia Airways?
b. Bagaimana upaya hukum
yang dapat dilakukan oleh
penumpang yang dirugikan
akibat resiko operasional
penerbangan?
Vinna
Vanindia,
Universitas
Pembangunan
Nasional
“Veteran”
Jawa Timur
2. Tanggung Jawab
Pengangkut Terhadap
Pengangkutan Barang
Melalui Pesawat Udara
Negara
a. Bagaimanakah ketentuan
yang mengatur fungsi
pesawat udara negara
berdasarkan Undang-
Undang No. 1 Tahun 2009
terhadap pengangkutan
Louis Adi
Putra,
Universitas
Hasanuddin
Makassar
8
barang dan bagaimana
dalam pelaksanaannya?
b. Bagaimana tanggung jawab
penyedia jasa titipan kepada
konsumen yang barang /
kargonya dimuat
menggunakan pesawat udara
negara memintakan ganti
kerugian akibat hilang,
musnah, atau rusak selama
dalam pengawasan
pengangkut?
3. Kajian Yuridis
Tanggung Jawab
Perusahaan Angkutan
Udara Atas
Keterlambatan dan
Pembatalan Jadwal
Keberangkatan
Penumpang Dalam
Perspektif Hukum
Perlindungan
Konsumen
a. Bagaimanakah pengaturan
perlindungan hukum
terhadap konsumen
penerbangan di Indonesia?
b. Bagaimanakah tanggung
jawab hukum perusahaan
angkutan penerbangan jika
penerbangan mengalami
keterlambatan dan
pembatalan jadwal
keberangkatan?
c. Apa upaya hukum yang
dapat dilakukan oleh
konsumen jika dirugikan
atas adanya keterlambatan
dan pembatalan
keberangkatan angkutan
penerbangan?
Felix David
Dwi Saputro,
Universitas
Jember
1.5 Tujuan Penelitian
Secara garis besar, dapat dikemukakan tujuan dari penulisan skripsi ini
adalah sebagai berikut.
9
1.5.1 Tujuan umum
1. Tujuan umum dari penelitian ini yaitu untuk mengembangkan
pengetahuan terhadap ilmu hukum serta dapat memberikan gambaran
umum dari segi ilmu hukum, khususnya mengenai pengangkutan udara.
2. Sebagai sarana untuk mendapatkan data dalam rangka penyusunan
penulisan hukum sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana pada
Fakultas Hukum Universitas Udayana.
1.5.2 Tujuan khusus
Tujuan khusus dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut.
1. Untuk mengetahui, meneliti dan memahami apa saja bentuk tanggung
jawab dari perusahaan penerbangan, dalam hal ini PT. Garuda
Indonesia Denpasar terhadap kerusakan pada bagasi tercatat.
2. Untuk mengetahui dan memahami batas – batas tanggung jawab dari
PT. Garuda Indonesia Denpasar dalam hal terjadinya kerusakan pada
bagasi tercatat.
1.6 Manfaat Penelitian
1.6.1 Manfaat teoritis
1. Dengan dilakukannya penelitian ini diharapkan dapat menambah
wawasan dan pengetahuan bagi para pembaca dan penulis mengenai
tanggung jawab perusahaan penerbangan terhadap bagasi tercatat dalam
hal terjadi kerusakan.
2. Untuk memahami teori-teori, asas-asas, dan konsep-konsep hukum
khususnya dalam bidang pengangkutan udara.
10
1.6.2 Manfaat praktis
1. Dengan dilakukannya penelitian ini diharapkan dapat memberikan
masukan terhadap perusahaan penerbangan agar lebih teliti dan berhati-
hati dalam menjalankan tugas berkaitan dengan bagasi tercatat.
2. Dengan dilakukannya penelitian ini diharapkan juga dapat memberikan
sumbangan pemikiran kepada para pihak dalam menjalankan kewajiban
dan haknya dalam hal kegiatan pengangkutan udara.
1.7 Landasan Teoritis
Pengangkutan berasal dari kata “angkut” yang berarti memindahkan,
membawa, atau mengantar suatu barang. Secara umum, pengangkutan berarti
suatu proses atau kegiatan pemindahan barang dari satu tempat ke tempat lainnya.
R. Soekardono mendefinisikan pengangkutan sebagai perpindahan tempat baik
mengenai benda maupun orang karena perpindahan itu mutlak diperlukan untuk
mencapai manfaat serta efisien. Proses dari pengangkutan itu sendiri adalah
gerakan yang dilakukan dari tempat asal kegiatan angkutan itu dimulai menuju ke
tempat tujuan dimana angkutan tersebut diakhiri.4
Menurut Abdulkadir Muhammad, pengangkutan mencakup tiga konsep
atau dimensi pokok yaitu pengangkutan sebagai suatu usaha (business),
pengangkutan sebagai suatu proses (process), dan pengangkutan sebagai suatu
perjanjian (agreement)5.
________________
4R. Soekardono, 1981, Hukum Dagang Indonesia, CV. Rajawali, Jakarta, hal. 5.
5Abdulkadir Muhammad, 2008, Hukum Pengangkutan Niaga, PT. Citra Aditya
Bakti, Bandung, (selanjutnya disingkat Abdulkadir Muhammad I), hal. 12.
11
Dari pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa pengangkutan
adalah proses kegiatan pemuatan barang atau penumpang ke dalam alat
pengangkutan, membawa barang atau penumpang dari dari tempat pemuatan ke
tempat tujuan, dan menurunkan barang atau penumpang dari alat pengangkutan ke
tempat yang ditentukan.
Suatu pengangkutan terjadi apabila telah adanya kesepakatan atau
perjanjian antara pengangkut dengan penumpang atau pemilik barang. Perjanjian
ini biasanya disebut dengan perjanjian pengangkutan. Perjanjian pengangkutan ini
pada umumnya bersifat konsensual yaitu tidak diperlukan adanya syarat tertulis.
Dalam pasal 1320 Kitab Undang – Undang Hukum Perdata disebutkan syarat
sahnya suatu perjanjian yaitu :
a. kesepakatan para pihak yang membuat perjanjian
b. kecakapan para pihak untuk membuat perjanjian
c. adanya suatu hal / objek tertentu
d. adanya suatu sebab yang halal
Menurut R. Soebekti, perjanjian pengangkutan yaitu suatu perjanjian
dimana satu pihak menyanggupi untuk dengan aman membawa orang atau barang
dari satu tempat ke tempat lain, sedangkan pihak lain menyanggupi akan
membayar ongkosnya6.
________________
6R. Soebekti, 1979, Aneka Perjanjian, Penerbit Alumni, Bandung, hal. 81.
12
Pengangkutan dibagi menjadi tiga jenis, yaitu pengangkutan darat,
pengangkutan laut, dan pengangkutan udara. Pada penelitian ini hanya difokuskan
pada pengangkutan udara.
Dalam pasal 18 ayat (3) Konvensi Warsawa Tahun 1929, menyatakan
bahwa pengangkutan udara adalah meliputi jangka waktu selama bagasi atau
kargo tersebut berada di dalam pengawasan pengangkut, baik di pelabuhan udara
maupun di dalam pesawat udara, atau di tempat lain dalam hal terjadinya
pendaratan di luar pelabuhan udara. Angkutan udara menurut Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan adalah setiap kegiatan dengan
menggunakan pesawat udara untuk mengangkut penumpang, kargo, dan/atau pos
untuk satu perjalanan atau lebih dari satu bandar udara ke bandar udara yang lain
atau beberapa bandar udara.
Dalam pengangkutan udara terdapat aspek - aspek pendukung kegiatan
pengangkutan udara itu sendiri, antara lain adalah sebagai berikut.
- Pelaku, dalam hal ini adalah pengangkut, berdasarkan Pasal 466
KUHD pengertian pengangkut adalah :
“barangsiapa yang baik dengan persetujuan carter menurut waktu (time
charter) atau carter menurut perjalanan (voyage carter), baik dengan
persetujuan lain mengikatkan diri untuk menyelenggarakan
pengangkutan barang yang seluruhnya atau sebagian melalui lautan”.
- Alat pengangkutan, yaitu suatu alat yang digunakan oleh pengangkut
untuk menyelenggarakan kegiatan pengangkutan. Dalam pengangkutan
udara, alat pengangkutan yang digunakan adalah pesawat udara.
- Barang atau penumpang, yaitu muatan yang diangkut oleh pengangkut
sesuai dengan perjanjian pengangkutan.
13
- Perbuatan, yaitu kegiatan pengangkutan itu sendiri yaitu mengangkut
barang atau penumpang sejak pemuatan sampai dengan penurunan di
tempat tujuan.
- Fungsi pengangkutan, yaitu pembawaan barang atau orang dari suatu
tempat ke tempat lain. terdapat dua fungsi pengangkutan yaitu
kegunaan tempat (place utility) dan kegunaan waktu (time utility)7.
- Tujuan pengangkutan, yaitu sampai atau tiba di tempat tujuan yang
ditentukan dengan selamat, dan biaya pengangkutan lunas.
Pengangkutan udara dikelompokkan menjadi beberapa jenis yaitu sebagai berikut.
a. Angkutan udara niaga, yaitu angkutan udara untuk umum dan
memungut pembayaran.
b. Angkutan udara bukan niaga, yaitu angkutan udara yang digunakan
untuk memenuhi kepentingan pribadi untuk mendukung kegiatan usaha
selain di bidang angkutan udara.
c. Angkutan udara dalam negeri, yaitu kegiatan angkutan udara niaga
untuk melayani angkutan udara dari satu bandar udara ke bandar udara
lainnya di dalam negri yaitu wilayah NKRI.
d. Angkutan udara luar negri, yaitu kegiatan angkutan udara niaga untuk
melayani angkutan udara dari satu bandar udara dalam negri ke bandar
udara lainnya diluar wilayah NKRI.
________________
7Soegijatna Tjakranegara, 1995, Hukum Pengangkutan Barang dan
Penumpang,Rineka Cipta, Jakarta, hal. 1
14
e. Angkutan udara perintis, yaitu kegiatan angkutan udara niaga dalam
negri yang melayani jaringan dan rute penerbangan untuk
menghubungkan daerah terpencil dan tertinggal atau daerha yang belum
terlayani oleh mode transportasi lain dan secara komersial belum
menguntungkan.
Dalam pasal 1 ayat (3) Peraturan Mentri Perhubungan Nomor PM 77
Tahun 2011 Tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara, tanggung
jawab pengangkut didefinisikan sebagai kewajiban perusahaan angkutan udara
untuk mengganti kerugian yang diderita oleh penumpang dan/atau pengirim
barang serta pihak ketiga.
Dalam pasal 468 KUHD diatur mengenai tanggung jawab pengangkut,
yaitu sebagai berikut.
Ayat (1) :
“Persetujuan pengangkut untuk menjaga keselamatan barang yang harus
diangkutnya mulai saat diterimanya hingga saat diserahkan barang tersebut”.
Ayat 2(a) :
“Pengangkut wajib mengganti kerugian pengirim, apabila barang yang
diangkutnya tidak diserahkan atau rusak”.
Ayat 2(b) :
“Tetapi pengangkut tidak berkewajiban mengganti kerugian pengirim, bila tidak
dapat diserahkan atau rusaknya barang itu yang disebabkan karena :
1. suatu malapetaka yang tidak dapat dihindari terjadinya
2. sifat, keadaaan atau cacat dari barang itu sendiri
3. suatu kelalaian atau kesalahan si pengirim sendiri.”
15
Ayat 3 :
“Pengangkut juga bertanggung jawab kepada :
1. segala perbuatan merekayang dipekerjakan bagi kepentingan pengangkut
itu
2. sifat, keadaan atau cacat barang itu sendiri
3. segala barang (alat – alat) yang dipakainya untuk menyelenggarakan
pengangkutan itu.”
Selain hal – hal yang diatur dalam KUHD, terdapat pula prinsip – prinsip
tanggung jawab hukum yang sangat penting dan diperlukan kehati – hatian dalam
menganalisis siapa yang harus bertanggung jawab dan seberapa besar tanggung
jawab dapat dibebankan kepada pihak – pihak terkait tersebut8.
Prinsip tanggung jawab hukum dibagi menjadi tiga jenis, yaitu tanggung
jawab hukum atas dasar kesalahan (based on fault liability), tanggung jawab
hukum atas dasar praduga bersalah (presumption of liability), dan tanggung jawab
mutlak (strict liability /absolute liability)9. Selain ketiga prinsip tersebut, juga
dikenal adanya prinsip praduga untuk tidak selalu bertanggung jawab
(presumption of non-liability). Dalam Konvensi Warsawa Tahun 1929 prinsip
tanggung jawab hukum yang digunakan selalu disertai dengan prinsip tanggung
jawab terbatas (limitation of liability).
________________
8Shidarta, 2006, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, PT. Grasindo,
Jakarta, hal. 72.
9H.K. Martono dan Amad Sudiro, op.cit. hal. 219
16
Prinsip tanggung jawab hukum atas dasar kesalahan (based on fault
liability) adalah suatu prinsip dimana pembuktian kesalahan tergugat harus
dilakukan oleh penggugat (pihak yang dirugikan). Prinsip ini di Indonesia terdapat
dalam pasal 1365 KUHPerdata yang dikenal dengan pasal perbuatan melawan
hukum. Arti perbuatan melawan hukum dalam prinsip ini tidak hanya perbuatan
aktif tetapi juga meliputi perbuatan pasif.
Prinsip tanggung jawab hukum atas dasar praduga bersalah (presumption
of liability) yaitu berdasarkan prinsip ini tergugat (pengangkut) dianggap selalu
bertanggung jawab atas kesalahannya, kecuali pengangkut dapat membuktikan hal
– hal yang dapat membebaskannya dari kesalahannya. Beban pembuktian pada
prinsip ini ada pada tergugat untuk membuktikan bahwa ia tak bersalah.
Prinsip tanggung jawab mutlak (strict liability), secara umum prinsip ini
menjelaskan bahwa tanggung jawab itu berlaku mutlak tanpa ada kemungkinan
membebaskan diri, kecuali dalam hal kerugian disebabkan atau turut disebabkan
oleh pihak yang menderita kerugian itu sendiri.
Prinsip praduga untuk tidak selalu bertanggung jawab (presumption of
non-liability) yaitu prinsip yang menyatakan bahwa seseorang tidak harus selalu
bertanggung jawab terhadap kerugian yang timbul.
Prinsip tanggung jawab terbatas (limitation of liability) adalah prinsip yang
menyatakan bahwa tanggung jawab tergugat terbatas sampai suatu limit tertentu10.
________________
10H. M. Hudi Asrori, 2010, Mengenal Hukum Pengangkutan Udara, Kreasi
Wacana, Yogyakarta, hal. 3.
17
1.8 Metode Penelitian
1.8.1 Jenis penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam karya ilmiah ini adalah penelitian
hukum empiris dengan menggunakan pendekatan perundang – undangan dan
pendekatan kasus. Jenis penelitian hukum empiris yaitu suatu metode penelitian
hukum dengan melihat hukum dalam artian yang nyata yaitu hukum dalam
prosesnya, hukum dalam interaksinya, dan hukum dalam penerapannya atau
bekerjanya di masyarakat11. Penelitian ini dilakukan dengan mengambil fakta –
fakta yang ada di dalam suatu masyarakat khususnya fakta – fakta hukum yang
terkait dengan hukum pengangkutan udara dalam hal tanggung jawab pengangkut
udara.
1.8.2 Sifat Penelitian
Penelitian ini bersifat penelitian Deskriptif yaitu penelitian yang bertujuan
untuk memberikan dan menjabarkan keadaan atau fenomena yang terjadi dengan
menggambarkan secara tepat sifat – sifat suatu individu, keadaan, gejala, atau
suatu kelompok tertentu12. Dalam penelitian ini, teori – teori, norma – norma, dan
peraturan – peraturan hukum sudah ada dan memadai.
________________
11Fokky Fuad. “Pemikiran Ulang Atas Metodologi Penelitian Hukum”, URL :
http://uai.ac.id/2011/14/13/pemikiran-ulang-atas-metodologi-penelitian-hukum/ , diakses
tanggal 12 Februari 2016. 12Buku Pedoman Pendidikan Fakultas Hukum Universitas Udayana, 2013,
Denpasar, Hal. 81
18
1.8.3 Data dan Sumber Data
a. Data Primer
Data primer yaitu data yang diperoleh langsung oleh dengan hasil wawancara
atau observasi terhadap para informan ataupun responden13.
b. Data Sekunder
Data sekunder bersumber dari penelitian kepustakaan yang dilakukan dengan
menelaah peraturan perundang – undangan dan pendapat para ahli hukum
yang terdapat dalam karya tulis hukum, media massa, ensiklopedi hukum,
dan internet. Peraturan perundang – undangan yang digunakan adalah sebagai
berikut.
- Kitab Undang – Undang Hukum Perdata
- Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009 Tentang
Penerbangan
- Ordonansi Pengangkutan Udara Tahun 1939
- Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011
- Konvensi Warsawa Tahun 1929
c. Data Tersier
Data tersier adalah data hukum yang memberikan petunjuk dan penjelasan
lebih lanjut dari data primer dan data sekunder, baik penjelasan mengenai
definisi, maupun penjelasan lain14.
________________
13Ibid 14Amirrudin dan Zainal Asikin, 2012, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT.
Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal. 119.
19
1.8.4 Teknik Pengumpulan Data
Dalam usulan penelitian ini, teknik pengumpulan data yang digunakan
adalah Teknik Wawancara (interview), dan Teknik Studi Dokumen. Pengumpulan
data tersebut diperoleh melalui cara berikut.
a. Pengumpulan data primer difokuskan dengan melakukan wawancara secara
terstruktur terhadap beberapa orang yang dijadikan sample yang telah
dipilih sebelumnya dan mempunyai kapasitas untuk dimintai pendapatnya.
b. Pengumpulan data sekunder difokuskan pada perpustakaan yang ada di
Fakultas Hukum Universitas Udayana dan di perpustakaan – perpustakaan
lainnya serta data yang diperoleh dari PT. Garuda Indonesia Denpasar
dengan menginventarisasi data, dan memilah data yang relevan dengan
penelitian.
c. Pengumpulan data tersier dilakukan dengan cara mengumpulkan dan
menelaah literatur lain yang didalamnya terdapat pendapat – pendapat para
ahli hukum yang relevan dan berkaitan dengan masalah yang dibahas dalam
penelitian ini.
1.8.5 Teknik Pengolahan dan Analisis Data
Dalam penelitian ini, teknik pengolahan dan analisis yang diterapkan
adalah Analisis Kualitatif atau yang juga sering disebut dengan Analisis
Deskriptif Kualitatif. Data primer dan data sekunder diolah dan dianalisis dengan
cara menyusun data secara sistematis