BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · teknologi canggih, praktis bebas hambatan dan...

19
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Transportasi merupakan kegiatan pendukung bagi aktivitas masyarakat di Indonesia. Hal ini disebabkan karena beberapa faktor diantaranya yaitu keadaan geografis Indonesia yang terdiri dari ribuan pulau pulau kecil maupun besar, perairan yang sebagian besar terdiri dari laut, danau, dan sungai yang mengharuskan dilakukannya transportasi dalam tiga bidang, yaitu transportasi darat, laut, dan udara. Transportasi udara merupakan transportasi yang paling digemari oleh masyarakat Indonesia dan mempunyai peran yang penting dengan berbagai aspek yang penting juga 1 . Hal ini disebabkan karena transportasi udara menggunakan teknologi canggih, praktis bebas hambatan dan merupakan transportasi yang tercepat dibandingkan dengan transportasi lainnya. Selain itu, transportasi udara dapat menjangkau tempat tempat yang tidak dapat ditempuh dengan alat transportasi darat dan laut. Transportasi udara menggunakan pesawat udara sebagai alat angkutan dan udara atau angkasa sebagai jalur jalannya. ________________ 1 Suwardi, 1994, Penulisan Karya Ilmiah Tentang Penentuan Tanggung Jawab Pengangkut Yang Terikat Dalam Kerjasama Pengangkutan Udara Internasional, Badan Pembinaan Hukum Nasional, Jakarta, h.6.

Transcript of BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · teknologi canggih, praktis bebas hambatan dan...

Page 1: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · teknologi canggih, praktis bebas hambatan dan merupakan transportasi yang tercepat dibandingkan dengan transportasi lainnya.

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Transportasi merupakan kegiatan pendukung bagi aktivitas masyarakat di

Indonesia. Hal ini disebabkan karena beberapa faktor diantaranya yaitu keadaan

geografis Indonesia yang terdiri dari ribuan pulau – pulau kecil maupun besar,

perairan yang sebagian besar terdiri dari laut, danau, dan sungai yang

mengharuskan dilakukannya transportasi dalam tiga bidang, yaitu transportasi

darat, laut, dan udara.

Transportasi udara merupakan transportasi yang paling digemari oleh

masyarakat Indonesia dan mempunyai peran yang penting dengan berbagai aspek

yang penting juga1. Hal ini disebabkan karena transportasi udara menggunakan

teknologi canggih, praktis bebas hambatan dan merupakan transportasi yang

tercepat dibandingkan dengan transportasi lainnya. Selain itu, transportasi udara

dapat menjangkau tempat – tempat yang tidak dapat ditempuh dengan alat

transportasi darat dan laut. Transportasi udara menggunakan pesawat udara

sebagai alat angkutan dan udara atau angkasa sebagai jalur jalannya.

________________

1Suwardi, 1994, Penulisan Karya Ilmiah Tentang Penentuan Tanggung Jawab

Pengangkut Yang Terikat Dalam Kerjasama Pengangkutan Udara Internasional, Badan

Pembinaan Hukum Nasional, Jakarta, h.6.

Page 2: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · teknologi canggih, praktis bebas hambatan dan merupakan transportasi yang tercepat dibandingkan dengan transportasi lainnya.

2

Pada Pasal 1 angka 1 Undang Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang

Penerbangan menyatakan, “penerbangan adalah satu kesatuan sistem yang terdiri

atas pemanfaatan wilayah udara, pesawat udara, bandar udara, angkutan udara,

navigasi penerbangan, keselamatan dan keamanan, lingkungan hidup, serta

fasilitas penunjang dan fasilitas umum lainnya”. Penerbangan kini menjadi pilihan

yang utama bagi masyarakat yang sering bepergian dengan waktu yang singkat

dan biaya yang relatif murah.

Sebelum dilakukannya penerbangan, penumpang dan perusahaan

penerbangan terlebih dahulu mengikatkan diri dalam suatu perjanjian yang

disebut dengan perjanjian pengangkutan. Dalam perjanjian pengangkutan,

kewajiban pengangkut antara lain mengangkut penumpang dan/atau barang

dengan aman, utuh dan selamat sampai di tempat tujuan, memberikan pelayanan

yang baik, mengganti kerugian penumpang dalam hal adanya kerugian yang

menimpa penumpang, memberangkatkan penumpang sesuai dengan jadwal yang

telah ditetapkan dan lain-lain. Kewajiban penumpang adalah membayar ongkos

pengangkutan yang besarnya telah ditentukan dimana terdapat alat bukti tiket

sebagai bukti adanya perjanjian antara penumpang dengan perusahaan

penerbangan2. Kewajiban lainnya yaitu menjaga barang-barang yang berada

dibawah pengawasannya,melaporkan jenis-jenis barang yang dibawanya

________________

2H. K. Martono dan Amad Sudiro, 2011, Hukum Angkutan Udara Berdasarkan

UU RI No. 1 Tahun 2009, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 2

Page 3: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · teknologi canggih, praktis bebas hambatan dan merupakan transportasi yang tercepat dibandingkan dengan transportasi lainnya.

3

terutama barang-barang yang berkategori berbahaya, mentaati ketentuan-

ketentuan yang ditetapkan pengangkut yang berkenaan dengan pengangkutan.

Dalam hal ini pengangkut atau perusahaan penerbangan berkewajiban untuk

mengangkut penumpang beserta dengan bagasi penumpang dengan aman dan

selamat sampai di tempat tujuan secara tepat waktu, dan sebagai kompensasi dari

pelaksanaan kewajibannya tersebut maka perusahaan penerbangan mendapatkan

bayaran sebagai ongkos penyelenggaran pengangkutan dari penumpang.

Bagasi penumpang dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu bagasi kabin dan

bagasi tercatat. Menurut pasal 1 angka 25 Undang Undang Nomor 1 Tahun 2009,

“bagasi kabin adalah barang yang dibawa oleh penumpang dan berada dalam

pengawasan penumpang sendiri”. Sedangkan, menurut pasal 1 angka 24 Undnag

Undang Nomor 1 Tahun 2009 “bagasi tercatat adalah barang penumpang yang

diserahkan oleh penumpang kepada pengangkut untuk diangkut dengan pesawat

yang sama”. Dalam penulisan skripsi ini, hanya diteliti tentang tanggung jawab

perusahaan penerbangan terhadap bagasi tercatat.

Pasal 144 Undang Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan

menyatakan, “pengangkut bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh

penumpang karena bagasi tercatat hilang, musnah, atau rusak yang diakibatkan

oleh kegiatan angkutan udara selama bagasi tercatat berada dalam pengawasan

pengangkut”. Dalam pasal 168 Undang Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang

Penerbangan dinyatakan bahwa mengenai jumlah ganti kerugian untuk setiap

bagasi tercatat sebagaimana dimaksud dalam pasal 144 diatur dengan Peraturan

Menteri.

Page 4: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · teknologi canggih, praktis bebas hambatan dan merupakan transportasi yang tercepat dibandingkan dengan transportasi lainnya.

4

Peraturan Menteri yang dimaksud adalah Peraturan Menteri Perhubungan

Nomor 77 Tahun 2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkutan Udara pada pasal

5 ayat (1)b yang menyatakan, “kerusakan bagasi tercatat, diberikan ganti kerugian

sesuai jenisnya, bentuk, ukuran, dan merk bagasi tercatat.”

Meningkatnya jumlah penumpang pesawat saat ini tidak dibarengi dengan

meningkatnya profesionalisme pihak perusahaan penerbangan. Seringkali bagasi

yang diambil kembali oleh penumpang pada conveyor belt di bandara tujuan

keadaannya tidak utuh atau tidak sesuai dengan pada saat bagasi diserahkan oleh

penumpang di konter check in. Keluhan masyarakat akan hal ini sering tidak

ditanggapi serius hingga berlarut – larut dan tidak menemukan titik temu antara

penumpang dengan perusahaan penerbangan.

Salah satunya adalah kasus yang dialami oleh Riezky Heryanti Pratama

Putri penumpang Garuda Indonesia dari Denpasar menuju Surabaya pada bulan

Desember 2015. Riezky sangat terkejut ketika melihat gembok kunci kopernya

telah rusak. Ia telah melaporkan kejadian ini pada pihak PT. Garuda Indonesia.

Kasus serupa juga dialami oleh Alida Simanjuntak penumpang Lion Air

dengan nomor penerbangan JT-211 dari Medan menuju Jakarta pada tanggal 9

Juni 2013. Alida sangat terkejut ketika melihat resleting kopernya telah rusak

serta pakaian dan kosmetika yang ada di dalam kopernya telah teracak – acak. Ia

telah melaporkan kejadian ini pada pihak Lion Air tetapi belum ada tanggapan.

Page 5: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · teknologi canggih, praktis bebas hambatan dan merupakan transportasi yang tercepat dibandingkan dengan transportasi lainnya.

5

Mengacu pada hal – hal tersebut, terjadinya kerusakan pada bagasi

penumpang merupakan salah satu bentuk dari tidak terlaksananya kewajiban

perusahaan penerbangan dengan baik dan benar sehingga penumpang angkutan

udara merasa tidak nyaman atas tidak terpenuhinya hak mereka. Setiap kerugian

yang dialami oleh penumpang merupakan masalah hukum khususnya merupakan

tanggung jawab perusahaan penerbangan atau pengangkut (carrier) terhadap

penumpang dan pemilik barang sebagai pihak dalam perjanjian pengangkutan.

Pada pengangkutan udara terdapat beberapa ketentuan hukum yang berkaitan

dengan tanggung jawab pihak pengangkut (dalam hal ini perusahaan

penerbangan) terhadap penumpang dan juga bagasi penumpang. Ketentuan

hukum tersebut ada yang bersifat nasional dan ada yang bersifat internasional.

Ketentuan hukum nasional yang mengatur tentang kegiatan penerbangan di

Indonesia adalah Undang Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan

dan peraturan pelaksananya. Ketentuan hukum nasional yang secara khusus

mengatur kegiatan penerbangan komersial domestik adalah ordonansi 1939 atau

OPU 1939. Ketentuan hukum internasional yang mengatur tentang kegiatan

penerbangan adalah Konvensi Warsawa 1929 yang merupakan konvensi tertua

dalam bidang penerbangan sipil dan masih berlaku sampai saat ini dengan peserta

paling banyak3.

________________

3Suwardi, op.cit. h. 20.

Page 6: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · teknologi canggih, praktis bebas hambatan dan merupakan transportasi yang tercepat dibandingkan dengan transportasi lainnya.

6

Berdasarkan hal yang telah diuraikan diatas, maka akan diteliti secara

lebih dalam mengenai tanggung jawab dari pihak perusahaan penerbangan

terhadap bagasi tercatat penumpang dalam hal terjadinya kerusakan. Penelitian ini

dilaksanakan di PT. Garuda Indonesia Denpasar. Penelitian ini disusun dalam

suatu penulisan hukum yang berjudul : ”Tanggung Jawab Perusahaan

Penerbangan Terhadap Bagasi Tercatat Dalam Hal Terjadi Kerusakan

Berdasarkan Undang – Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan

: Studi Pada PT. Garuda Indonesia Denpasar”.

1.2 Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan

sebagai berikut.

1. Bagaimanakah bentuk tanggung jawab dari PT. Garuda Indonesia

Denpasar terhadap bagasi tercatat dalam hal terjadi kerusakan?

2. Bagaimanakah batas tanggung jawab PT. Garuda Indonesia Denpasar

dalam hal terjadinya kerusakan pada bagasi tercatat?

1.3 Ruang Lingkup Masalah

Dalam setiap karya ilmiah diperlukan adanya suatu ketegasan mengenai

batasan-batasan yang jelas tentang materi yang diuraikan berkaitan dengan

permasalahan yang ada agar materi yang dibahas tidak menyimpang dari pokok

permasalahan. Ruang lingkup yang akan dibahas pada penulisan skripsi ini adalah

Page 7: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · teknologi canggih, praktis bebas hambatan dan merupakan transportasi yang tercepat dibandingkan dengan transportasi lainnya.

7

mengenai bentuk tanggung jawab dari perusahaan penerbangan dalam hal ini PT.

Garuda Indonesia Denpasar, terhadap kerusakan yang terjadi pada bagasi tercatat.

Pada permasalahan kedua, akan dibahas mengenai batas – batas tanggung jawab

PT. Garuda Indonesia Denpasar terhadap bagasi tercatat yang mengalami

kerusakan.

1.4 Orisinalitas Penelitian

Penelitian yang berjudul “Tanggung Jawab Perusahaan Penerbangan

Terhadap Bagasi Tercatat Dalam Hal Terjadi Kerusakan Berdasarkan Undang –

Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan : Studi Pada PT. Garuda

Indonesia Denpasar” ini merupakan hasil pemikiran asli penulis. Beberapa

penelitian terdahulu dengan jenis yang sama yang ada dalam perpustakaan skripsi

dan internet diantaranya sebagai berikut.

NO JUDUL RUMUSAN MASALAH

NAMA

PENULIS

1. Perlindungan Hukum

Bagi Penumpang

Angkutan Udara (Studi

Kasus Pada PT. Garuda

Indonesia)

a. Bagaimana perlindungan

hukum pada konsumen

selaku pengguna jasa Garuda

Indonesia Airways?

b. Bagaimana upaya hukum

yang dapat dilakukan oleh

penumpang yang dirugikan

akibat resiko operasional

penerbangan?

Vinna

Vanindia,

Universitas

Pembangunan

Nasional

“Veteran”

Jawa Timur

2. Tanggung Jawab

Pengangkut Terhadap

Pengangkutan Barang

Melalui Pesawat Udara

Negara

a. Bagaimanakah ketentuan

yang mengatur fungsi

pesawat udara negara

berdasarkan Undang-

Undang No. 1 Tahun 2009

terhadap pengangkutan

Louis Adi

Putra,

Universitas

Hasanuddin

Makassar

Page 8: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · teknologi canggih, praktis bebas hambatan dan merupakan transportasi yang tercepat dibandingkan dengan transportasi lainnya.

8

barang dan bagaimana

dalam pelaksanaannya?

b. Bagaimana tanggung jawab

penyedia jasa titipan kepada

konsumen yang barang /

kargonya dimuat

menggunakan pesawat udara

negara memintakan ganti

kerugian akibat hilang,

musnah, atau rusak selama

dalam pengawasan

pengangkut?

3. Kajian Yuridis

Tanggung Jawab

Perusahaan Angkutan

Udara Atas

Keterlambatan dan

Pembatalan Jadwal

Keberangkatan

Penumpang Dalam

Perspektif Hukum

Perlindungan

Konsumen

a. Bagaimanakah pengaturan

perlindungan hukum

terhadap konsumen

penerbangan di Indonesia?

b. Bagaimanakah tanggung

jawab hukum perusahaan

angkutan penerbangan jika

penerbangan mengalami

keterlambatan dan

pembatalan jadwal

keberangkatan?

c. Apa upaya hukum yang

dapat dilakukan oleh

konsumen jika dirugikan

atas adanya keterlambatan

dan pembatalan

keberangkatan angkutan

penerbangan?

Felix David

Dwi Saputro,

Universitas

Jember

1.5 Tujuan Penelitian

Secara garis besar, dapat dikemukakan tujuan dari penulisan skripsi ini

adalah sebagai berikut.

Page 9: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · teknologi canggih, praktis bebas hambatan dan merupakan transportasi yang tercepat dibandingkan dengan transportasi lainnya.

9

1.5.1 Tujuan umum

1. Tujuan umum dari penelitian ini yaitu untuk mengembangkan

pengetahuan terhadap ilmu hukum serta dapat memberikan gambaran

umum dari segi ilmu hukum, khususnya mengenai pengangkutan udara.

2. Sebagai sarana untuk mendapatkan data dalam rangka penyusunan

penulisan hukum sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana pada

Fakultas Hukum Universitas Udayana.

1.5.2 Tujuan khusus

Tujuan khusus dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut.

1. Untuk mengetahui, meneliti dan memahami apa saja bentuk tanggung

jawab dari perusahaan penerbangan, dalam hal ini PT. Garuda

Indonesia Denpasar terhadap kerusakan pada bagasi tercatat.

2. Untuk mengetahui dan memahami batas – batas tanggung jawab dari

PT. Garuda Indonesia Denpasar dalam hal terjadinya kerusakan pada

bagasi tercatat.

1.6 Manfaat Penelitian

1.6.1 Manfaat teoritis

1. Dengan dilakukannya penelitian ini diharapkan dapat menambah

wawasan dan pengetahuan bagi para pembaca dan penulis mengenai

tanggung jawab perusahaan penerbangan terhadap bagasi tercatat dalam

hal terjadi kerusakan.

2. Untuk memahami teori-teori, asas-asas, dan konsep-konsep hukum

khususnya dalam bidang pengangkutan udara.

Page 10: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · teknologi canggih, praktis bebas hambatan dan merupakan transportasi yang tercepat dibandingkan dengan transportasi lainnya.

10

1.6.2 Manfaat praktis

1. Dengan dilakukannya penelitian ini diharapkan dapat memberikan

masukan terhadap perusahaan penerbangan agar lebih teliti dan berhati-

hati dalam menjalankan tugas berkaitan dengan bagasi tercatat.

2. Dengan dilakukannya penelitian ini diharapkan juga dapat memberikan

sumbangan pemikiran kepada para pihak dalam menjalankan kewajiban

dan haknya dalam hal kegiatan pengangkutan udara.

1.7 Landasan Teoritis

Pengangkutan berasal dari kata “angkut” yang berarti memindahkan,

membawa, atau mengantar suatu barang. Secara umum, pengangkutan berarti

suatu proses atau kegiatan pemindahan barang dari satu tempat ke tempat lainnya.

R. Soekardono mendefinisikan pengangkutan sebagai perpindahan tempat baik

mengenai benda maupun orang karena perpindahan itu mutlak diperlukan untuk

mencapai manfaat serta efisien. Proses dari pengangkutan itu sendiri adalah

gerakan yang dilakukan dari tempat asal kegiatan angkutan itu dimulai menuju ke

tempat tujuan dimana angkutan tersebut diakhiri.4

Menurut Abdulkadir Muhammad, pengangkutan mencakup tiga konsep

atau dimensi pokok yaitu pengangkutan sebagai suatu usaha (business),

pengangkutan sebagai suatu proses (process), dan pengangkutan sebagai suatu

perjanjian (agreement)5.

________________

4R. Soekardono, 1981, Hukum Dagang Indonesia, CV. Rajawali, Jakarta, hal. 5.

5Abdulkadir Muhammad, 2008, Hukum Pengangkutan Niaga, PT. Citra Aditya

Bakti, Bandung, (selanjutnya disingkat Abdulkadir Muhammad I), hal. 12.

Page 11: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · teknologi canggih, praktis bebas hambatan dan merupakan transportasi yang tercepat dibandingkan dengan transportasi lainnya.

11

Dari pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa pengangkutan

adalah proses kegiatan pemuatan barang atau penumpang ke dalam alat

pengangkutan, membawa barang atau penumpang dari dari tempat pemuatan ke

tempat tujuan, dan menurunkan barang atau penumpang dari alat pengangkutan ke

tempat yang ditentukan.

Suatu pengangkutan terjadi apabila telah adanya kesepakatan atau

perjanjian antara pengangkut dengan penumpang atau pemilik barang. Perjanjian

ini biasanya disebut dengan perjanjian pengangkutan. Perjanjian pengangkutan ini

pada umumnya bersifat konsensual yaitu tidak diperlukan adanya syarat tertulis.

Dalam pasal 1320 Kitab Undang – Undang Hukum Perdata disebutkan syarat

sahnya suatu perjanjian yaitu :

a. kesepakatan para pihak yang membuat perjanjian

b. kecakapan para pihak untuk membuat perjanjian

c. adanya suatu hal / objek tertentu

d. adanya suatu sebab yang halal

Menurut R. Soebekti, perjanjian pengangkutan yaitu suatu perjanjian

dimana satu pihak menyanggupi untuk dengan aman membawa orang atau barang

dari satu tempat ke tempat lain, sedangkan pihak lain menyanggupi akan

membayar ongkosnya6.

________________

6R. Soebekti, 1979, Aneka Perjanjian, Penerbit Alumni, Bandung, hal. 81.

Page 12: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · teknologi canggih, praktis bebas hambatan dan merupakan transportasi yang tercepat dibandingkan dengan transportasi lainnya.

12

Pengangkutan dibagi menjadi tiga jenis, yaitu pengangkutan darat,

pengangkutan laut, dan pengangkutan udara. Pada penelitian ini hanya difokuskan

pada pengangkutan udara.

Dalam pasal 18 ayat (3) Konvensi Warsawa Tahun 1929, menyatakan

bahwa pengangkutan udara adalah meliputi jangka waktu selama bagasi atau

kargo tersebut berada di dalam pengawasan pengangkut, baik di pelabuhan udara

maupun di dalam pesawat udara, atau di tempat lain dalam hal terjadinya

pendaratan di luar pelabuhan udara. Angkutan udara menurut Undang-Undang

Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan adalah setiap kegiatan dengan

menggunakan pesawat udara untuk mengangkut penumpang, kargo, dan/atau pos

untuk satu perjalanan atau lebih dari satu bandar udara ke bandar udara yang lain

atau beberapa bandar udara.

Dalam pengangkutan udara terdapat aspek - aspek pendukung kegiatan

pengangkutan udara itu sendiri, antara lain adalah sebagai berikut.

- Pelaku, dalam hal ini adalah pengangkut, berdasarkan Pasal 466

KUHD pengertian pengangkut adalah :

“barangsiapa yang baik dengan persetujuan carter menurut waktu (time

charter) atau carter menurut perjalanan (voyage carter), baik dengan

persetujuan lain mengikatkan diri untuk menyelenggarakan

pengangkutan barang yang seluruhnya atau sebagian melalui lautan”.

- Alat pengangkutan, yaitu suatu alat yang digunakan oleh pengangkut

untuk menyelenggarakan kegiatan pengangkutan. Dalam pengangkutan

udara, alat pengangkutan yang digunakan adalah pesawat udara.

- Barang atau penumpang, yaitu muatan yang diangkut oleh pengangkut

sesuai dengan perjanjian pengangkutan.

Page 13: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · teknologi canggih, praktis bebas hambatan dan merupakan transportasi yang tercepat dibandingkan dengan transportasi lainnya.

13

- Perbuatan, yaitu kegiatan pengangkutan itu sendiri yaitu mengangkut

barang atau penumpang sejak pemuatan sampai dengan penurunan di

tempat tujuan.

- Fungsi pengangkutan, yaitu pembawaan barang atau orang dari suatu

tempat ke tempat lain. terdapat dua fungsi pengangkutan yaitu

kegunaan tempat (place utility) dan kegunaan waktu (time utility)7.

- Tujuan pengangkutan, yaitu sampai atau tiba di tempat tujuan yang

ditentukan dengan selamat, dan biaya pengangkutan lunas.

Pengangkutan udara dikelompokkan menjadi beberapa jenis yaitu sebagai berikut.

a. Angkutan udara niaga, yaitu angkutan udara untuk umum dan

memungut pembayaran.

b. Angkutan udara bukan niaga, yaitu angkutan udara yang digunakan

untuk memenuhi kepentingan pribadi untuk mendukung kegiatan usaha

selain di bidang angkutan udara.

c. Angkutan udara dalam negeri, yaitu kegiatan angkutan udara niaga

untuk melayani angkutan udara dari satu bandar udara ke bandar udara

lainnya di dalam negri yaitu wilayah NKRI.

d. Angkutan udara luar negri, yaitu kegiatan angkutan udara niaga untuk

melayani angkutan udara dari satu bandar udara dalam negri ke bandar

udara lainnya diluar wilayah NKRI.

________________

7Soegijatna Tjakranegara, 1995, Hukum Pengangkutan Barang dan

Penumpang,Rineka Cipta, Jakarta, hal. 1

Page 14: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · teknologi canggih, praktis bebas hambatan dan merupakan transportasi yang tercepat dibandingkan dengan transportasi lainnya.

14

e. Angkutan udara perintis, yaitu kegiatan angkutan udara niaga dalam

negri yang melayani jaringan dan rute penerbangan untuk

menghubungkan daerah terpencil dan tertinggal atau daerha yang belum

terlayani oleh mode transportasi lain dan secara komersial belum

menguntungkan.

Dalam pasal 1 ayat (3) Peraturan Mentri Perhubungan Nomor PM 77

Tahun 2011 Tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara, tanggung

jawab pengangkut didefinisikan sebagai kewajiban perusahaan angkutan udara

untuk mengganti kerugian yang diderita oleh penumpang dan/atau pengirim

barang serta pihak ketiga.

Dalam pasal 468 KUHD diatur mengenai tanggung jawab pengangkut,

yaitu sebagai berikut.

Ayat (1) :

“Persetujuan pengangkut untuk menjaga keselamatan barang yang harus

diangkutnya mulai saat diterimanya hingga saat diserahkan barang tersebut”.

Ayat 2(a) :

“Pengangkut wajib mengganti kerugian pengirim, apabila barang yang

diangkutnya tidak diserahkan atau rusak”.

Ayat 2(b) :

“Tetapi pengangkut tidak berkewajiban mengganti kerugian pengirim, bila tidak

dapat diserahkan atau rusaknya barang itu yang disebabkan karena :

1. suatu malapetaka yang tidak dapat dihindari terjadinya

2. sifat, keadaaan atau cacat dari barang itu sendiri

3. suatu kelalaian atau kesalahan si pengirim sendiri.”

Page 15: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · teknologi canggih, praktis bebas hambatan dan merupakan transportasi yang tercepat dibandingkan dengan transportasi lainnya.

15

Ayat 3 :

“Pengangkut juga bertanggung jawab kepada :

1. segala perbuatan merekayang dipekerjakan bagi kepentingan pengangkut

itu

2. sifat, keadaan atau cacat barang itu sendiri

3. segala barang (alat – alat) yang dipakainya untuk menyelenggarakan

pengangkutan itu.”

Selain hal – hal yang diatur dalam KUHD, terdapat pula prinsip – prinsip

tanggung jawab hukum yang sangat penting dan diperlukan kehati – hatian dalam

menganalisis siapa yang harus bertanggung jawab dan seberapa besar tanggung

jawab dapat dibebankan kepada pihak – pihak terkait tersebut8.

Prinsip tanggung jawab hukum dibagi menjadi tiga jenis, yaitu tanggung

jawab hukum atas dasar kesalahan (based on fault liability), tanggung jawab

hukum atas dasar praduga bersalah (presumption of liability), dan tanggung jawab

mutlak (strict liability /absolute liability)9. Selain ketiga prinsip tersebut, juga

dikenal adanya prinsip praduga untuk tidak selalu bertanggung jawab

(presumption of non-liability). Dalam Konvensi Warsawa Tahun 1929 prinsip

tanggung jawab hukum yang digunakan selalu disertai dengan prinsip tanggung

jawab terbatas (limitation of liability).

________________

8Shidarta, 2006, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, PT. Grasindo,

Jakarta, hal. 72.

9H.K. Martono dan Amad Sudiro, op.cit. hal. 219

Page 16: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · teknologi canggih, praktis bebas hambatan dan merupakan transportasi yang tercepat dibandingkan dengan transportasi lainnya.

16

Prinsip tanggung jawab hukum atas dasar kesalahan (based on fault

liability) adalah suatu prinsip dimana pembuktian kesalahan tergugat harus

dilakukan oleh penggugat (pihak yang dirugikan). Prinsip ini di Indonesia terdapat

dalam pasal 1365 KUHPerdata yang dikenal dengan pasal perbuatan melawan

hukum. Arti perbuatan melawan hukum dalam prinsip ini tidak hanya perbuatan

aktif tetapi juga meliputi perbuatan pasif.

Prinsip tanggung jawab hukum atas dasar praduga bersalah (presumption

of liability) yaitu berdasarkan prinsip ini tergugat (pengangkut) dianggap selalu

bertanggung jawab atas kesalahannya, kecuali pengangkut dapat membuktikan hal

– hal yang dapat membebaskannya dari kesalahannya. Beban pembuktian pada

prinsip ini ada pada tergugat untuk membuktikan bahwa ia tak bersalah.

Prinsip tanggung jawab mutlak (strict liability), secara umum prinsip ini

menjelaskan bahwa tanggung jawab itu berlaku mutlak tanpa ada kemungkinan

membebaskan diri, kecuali dalam hal kerugian disebabkan atau turut disebabkan

oleh pihak yang menderita kerugian itu sendiri.

Prinsip praduga untuk tidak selalu bertanggung jawab (presumption of

non-liability) yaitu prinsip yang menyatakan bahwa seseorang tidak harus selalu

bertanggung jawab terhadap kerugian yang timbul.

Prinsip tanggung jawab terbatas (limitation of liability) adalah prinsip yang

menyatakan bahwa tanggung jawab tergugat terbatas sampai suatu limit tertentu10.

________________

10H. M. Hudi Asrori, 2010, Mengenal Hukum Pengangkutan Udara, Kreasi

Wacana, Yogyakarta, hal. 3.

Page 17: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · teknologi canggih, praktis bebas hambatan dan merupakan transportasi yang tercepat dibandingkan dengan transportasi lainnya.

17

1.8 Metode Penelitian

1.8.1 Jenis penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam karya ilmiah ini adalah penelitian

hukum empiris dengan menggunakan pendekatan perundang – undangan dan

pendekatan kasus. Jenis penelitian hukum empiris yaitu suatu metode penelitian

hukum dengan melihat hukum dalam artian yang nyata yaitu hukum dalam

prosesnya, hukum dalam interaksinya, dan hukum dalam penerapannya atau

bekerjanya di masyarakat11. Penelitian ini dilakukan dengan mengambil fakta –

fakta yang ada di dalam suatu masyarakat khususnya fakta – fakta hukum yang

terkait dengan hukum pengangkutan udara dalam hal tanggung jawab pengangkut

udara.

1.8.2 Sifat Penelitian

Penelitian ini bersifat penelitian Deskriptif yaitu penelitian yang bertujuan

untuk memberikan dan menjabarkan keadaan atau fenomena yang terjadi dengan

menggambarkan secara tepat sifat – sifat suatu individu, keadaan, gejala, atau

suatu kelompok tertentu12. Dalam penelitian ini, teori – teori, norma – norma, dan

peraturan – peraturan hukum sudah ada dan memadai.

________________

11Fokky Fuad. “Pemikiran Ulang Atas Metodologi Penelitian Hukum”, URL :

http://uai.ac.id/2011/14/13/pemikiran-ulang-atas-metodologi-penelitian-hukum/ , diakses

tanggal 12 Februari 2016. 12Buku Pedoman Pendidikan Fakultas Hukum Universitas Udayana, 2013,

Denpasar, Hal. 81

Page 18: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · teknologi canggih, praktis bebas hambatan dan merupakan transportasi yang tercepat dibandingkan dengan transportasi lainnya.

18

1.8.3 Data dan Sumber Data

a. Data Primer

Data primer yaitu data yang diperoleh langsung oleh dengan hasil wawancara

atau observasi terhadap para informan ataupun responden13.

b. Data Sekunder

Data sekunder bersumber dari penelitian kepustakaan yang dilakukan dengan

menelaah peraturan perundang – undangan dan pendapat para ahli hukum

yang terdapat dalam karya tulis hukum, media massa, ensiklopedi hukum,

dan internet. Peraturan perundang – undangan yang digunakan adalah sebagai

berikut.

- Kitab Undang – Undang Hukum Perdata

- Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009 Tentang

Penerbangan

- Ordonansi Pengangkutan Udara Tahun 1939

- Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011

- Konvensi Warsawa Tahun 1929

c. Data Tersier

Data tersier adalah data hukum yang memberikan petunjuk dan penjelasan

lebih lanjut dari data primer dan data sekunder, baik penjelasan mengenai

definisi, maupun penjelasan lain14.

________________

13Ibid 14Amirrudin dan Zainal Asikin, 2012, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT.

Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal. 119.

Page 19: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · teknologi canggih, praktis bebas hambatan dan merupakan transportasi yang tercepat dibandingkan dengan transportasi lainnya.

19

1.8.4 Teknik Pengumpulan Data

Dalam usulan penelitian ini, teknik pengumpulan data yang digunakan

adalah Teknik Wawancara (interview), dan Teknik Studi Dokumen. Pengumpulan

data tersebut diperoleh melalui cara berikut.

a. Pengumpulan data primer difokuskan dengan melakukan wawancara secara

terstruktur terhadap beberapa orang yang dijadikan sample yang telah

dipilih sebelumnya dan mempunyai kapasitas untuk dimintai pendapatnya.

b. Pengumpulan data sekunder difokuskan pada perpustakaan yang ada di

Fakultas Hukum Universitas Udayana dan di perpustakaan – perpustakaan

lainnya serta data yang diperoleh dari PT. Garuda Indonesia Denpasar

dengan menginventarisasi data, dan memilah data yang relevan dengan

penelitian.

c. Pengumpulan data tersier dilakukan dengan cara mengumpulkan dan

menelaah literatur lain yang didalamnya terdapat pendapat – pendapat para

ahli hukum yang relevan dan berkaitan dengan masalah yang dibahas dalam

penelitian ini.

1.8.5 Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Dalam penelitian ini, teknik pengolahan dan analisis yang diterapkan

adalah Analisis Kualitatif atau yang juga sering disebut dengan Analisis

Deskriptif Kualitatif. Data primer dan data sekunder diolah dan dianalisis dengan

cara menyusun data secara sistematis