BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I.pdf · beresiko rendah. Alternatif yang ......

26
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai Negara yang sedang bergerak menjadi Negara maju atau berkembang semakin mengalami masalah yang timbul dalam fenomena masyarakatnya. Masalah yang seringkali muncul pada negara yang sedang berkembang saat ini diantaranya adalah masalah ekonomi rakyatnya yang kurang mencapai kesejahteraan yang menjadi batasan suatu Negara untuk dinyatakan sebagai negara yang berkembang. Namun, sebagai orang yang sudah dapat dikategorikan sebagai orang mampu juga mempengaruhi pergerakan suatu Negara dalam mencapai kemajuan. Ada beberapa hal unik yang dimiliki oleh beberapa orang yang dapat dikategorikan sebagai orang mampu tersebut, diantaranya adalah : 1. Tidak ingin diajak untuk susah 2. Ingin segalanya serba cepat. Dalam memenuhi keinginan dari orang tersebut banyak badan usaha yang mulai berkembang untuk memenuhi bisnis yang menguntungkan dan serba cepat tersebut. Saat ini sudah mulai bermunculan perdagangan bebas yang merupakan konsep ekonomi yang mengacu kepada perdagangan antar negara tanpa pajak export import atau hambatan perdagangan lainnya. Perdagangan bebas juga dapat didefinisikan sebagai suatu perdagangan dengan tidak adanya hambatan buatan (hambatan yang diterapkan oleh pemerintah) dalam perdagangan antar individu

Transcript of BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I.pdf · beresiko rendah. Alternatif yang ......

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Indonesia sebagai Negara yang sedang bergerak menjadi Negara maju atau

berkembang semakin mengalami masalah yang timbul dalam fenomena

masyarakatnya. Masalah yang seringkali muncul pada negara yang sedang

berkembang saat ini diantaranya adalah masalah ekonomi rakyatnya yang kurang

mencapai kesejahteraan yang menjadi batasan suatu Negara untuk dinyatakan

sebagai negara yang berkembang. Namun, sebagai orang yang sudah dapat

dikategorikan sebagai orang mampu juga mempengaruhi pergerakan suatu

Negara dalam mencapai kemajuan. Ada beberapa hal unik yang dimiliki oleh

beberapa orang yang dapat dikategorikan sebagai orang mampu tersebut,

diantaranya adalah :

1. Tidak ingin diajak untuk susah

2. Ingin segalanya serba cepat.

Dalam memenuhi keinginan dari orang tersebut banyak badan usaha yang

mulai berkembang untuk memenuhi bisnis yang menguntungkan dan serba cepat

tersebut. Saat ini sudah mulai bermunculan perdagangan bebas yang merupakan

konsep ekonomi yang mengacu kepada perdagangan antar negara tanpa pajak

export import atau hambatan perdagangan lainnya. Perdagangan bebas juga dapat

didefinisikan sebagai suatu perdagangan dengan tidak adanya hambatan buatan

(hambatan yang diterapkan oleh pemerintah) dalam perdagangan antar individu

dan perusahaan yang berada di Negara yang berbeda. Perdagangan internasional

sering dibatasi oleh pajak Negara, biaya tambahan yang diterapkan pada barang

ekspor-impor, dan juga regulasi non tarif pada barang impor. Secara teori, semua

hambatan inilah yang dihindari oleh perdagangan bebas. Namun pada

kenyataannya, perjanjian perdagangan yang didukung oleh para penganut

perdagangan bebas inilah yang justru sebenarnya menciptakan halangan baru.

Perjanjian itulah yang sering dikritik karena melindungi kepentingan perusahaan –

perusahaan besar.

Dalam menghadapi era perdagangan bebas dan sejalan dengan

kesepakatan Indonesia dalam WTO, APEC, dan AFTA serta paket reformasi 15

januari 1998, pemerintah Indonesia telah mengurangi campur tangan di bidang

tata niaga komoditi dan menyerahkannya pada mekanisme pasar. Semakin tinggi

taraf hidup serta kesejahteraan yang dimiliki oleh seseorang maka dari itu makin

besar kemungkinan orang tersebut untuk memikirkan kelangsungan hidupnya,

dalam arti orang tersebut menerapkan pola hidup yang Future Oriented1. Hal ini

dilakukan misalnya dengan menyisihkan sebagian dari pendapatannya saat ini

untuk bekal masa depannya. Prinsip bahwa dollar saat ini tidak sama dengan

dollar yang ada dimasa yang akan datang, kegiatan dengan melakukan penyisihan

pendapatan, dengan adanya harapan nilai uang tersebut meningkat di kemudian

hari dikenal dengan istilah investasi.

Investasi terjadi karena adanya keinginan unutuk menambah maupun

hanya sekedar mempertahankan nilai dari aset yang dimiliki. Kegiatan investasi

1 Jasso Winarto, 1997, Pasar Modal Indonesia: Retrospeksi Lima Tahun Swastanisasi

BEJ, Pustaka Sinar Harapan Jakarta h. 32

sendiri tidak hanya terdiri kegiatan ekonomi, namun dari bermacam- macam,

seperti kegiatan bersekolah yang dilakukan dari taman kanak-kanak hingga saat

ini penulis menjalani perkuliahan merupakan suatu bentuk investasi tersendiri

bagi penulis kelak untuk kehidupan masa depannya nanti. Investasi yang saat ini

dibahas adalah mengenai investasi keuangan (financial investment). Investasi

keuangan ini dapat dilakukan di pasar keuangan (financial market) yang pada

umumnya dibagi menjadi dua, yaitu pasar modal dan pasar uang.

Di dalam pasar modal (capital market) terdapat ajang penjual-belian surat

berharga jangka panjang seperti saham dan obligasi. Pasar modal Indonesia

terutama bagi dunia usaha, menawarkan suatu alternatif pembiayaan yang

menarik dimana ia berperan sebagai pihak yang menjembatani antar pihak yang

membutuhkan dana dengan pihak yang kelebihan dana dan ingin

menginvestasikannya. Pasar modal sendiri memberikan berbagai model investasi

mulai dari yang relatif tinggi resikonya sampai pada pilihan-pilihan investasi yang

beresiko rendah. Alternatif yang semula terbatas pada saham dan obligasi, kini

menjadi semakin beragam dengan adanya portofolio yang merupakan cikal bakal

terbentuknya reksadana.

Dalam perekonomian Indonesia, salah satu bidang yang cukup menonjol

adalah dalam bidang perdagangan yang mencakup tiga kegiatan pokok yaitu

produksi, distribusi, dan konsumsi. Dahulu perdagangan biasanya dilakukan

secara langsung, artinya langsung dilakukan pertukaran barang antara penjual

dengan pembeli. Oleh karena perdagangan yang berkembang begitu pesat,

beberapa Negara kemudian mempelajarinya agar mendapatkan model

perdagangan yang lebih baik sehingga dapat meningkatkan perekonomiannya.

Salah satunya adalah dengan investasi.

Investasi berasal dari kata invest yang berarti menanam atau

menginvestasikan modal atau uang.2 Investasi secara harfiah diartikan sebagai

aktifitas atau kegiatan penanaman modal, investasi memiliki pengetian yang lebih

luas karena dapat mencakup baik investasi langsung (direct investment) maupun

tidak langsung (portofolio investment), sedangkan penanaman modal lebih

memiliki arti yang cenderung kepada investasi langsung.

Menurut Ana rokhmatussa‟dyah dan suratman di dalam bukunya yang

berjudul “hukum investasi dan pasar modal” disebutkan bahwa :

Secara umum investasi atau penanaman modal dapat diartikan sebagai

suatu kegiatan yang dilakukan baik oleh orang pribadi (natural person)

maupun badan hukum (juridical person) dalam upaya untuk meningkatkan

dan/atau mempertahankan nilai modalnya, baik yang berbentuk uang tunai

(cash money), peralatan (equipment), asset tidak bergerak, hak atas

kekayaan intelektual, maupun keahlian. 3

investor adalah orang atau badan hukum yang mempunyai uang yang

melakukan investasi atau penanaman modal. Kegiatan investasi di Indonesia saat

ini semakin berkembang seiring dengan perkembangan perekonomian di dunia,

salah satunya adalah dengan melalui perdagangan berjangka komoditi.

Pada pasal 1 angka 1 dan angka 2 undang-undang no. 32 tahun 1997

tentang perdagangan berjangka komoditi (yang selanjutnya disebut dengan UU

perdagangan berjangka komoditi) disebutkan bahwa :

Perdagangan berjangka komoditi, yang selanjutnya disebut perdagangan

berjangka, adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan jual beli komoditi

2 Ana Rokhmatussa‟dyah dan Suratman, 2009, Hukum Investasi & Pasar Modal, sinar

grafika, Jakarta, hal. 3, (selanjutnya disebut Ana Rokhmatussa‟dyah I) 3 Ana Rokhmatussa‟dyah dan Suratman, 2009, Hukum Investasi & Pasar Modal, sinar

grafika, Jakarta, hal. 3. (selanjutnya disebut Ana Rokhmatussa‟dyah II)

dengan penyerahan kemudian berdasarkan kontrak berjangka dan opsi atas

kontra berjangka. Sedangkan komoditi merupakan barang dagangan yang

menjadi subjek kontrak berjangka yang diperdagangkan di bursa

berjangka.

Perdagangan berjangka komoditi merupakan salah satu solusi pasar yang

cukup menjanjikan dewasa ini ditengah derasnya tawaran ladang investasi yang

menjanjikan keuntungan menggiurkan lainnya. Perdagangan berjangka komoditi

menjadi salah satu sarana perdagangan yang dapat dimanfaatkan dunia usaha

untuk meraih keuntungan yang lebih besar lagi melalui transaksi yang dilakukan

dalam pasar yang terorganisir.

Keberadaan bursa komoditi di Indonesia diawali terjadinya berbagai kasus

penipuan pada tahun 1970-an yang dilakukan beberapa perusahaan komisioner

yang menjalankan kegiatan penyaluran amanat kontrak berjangka komoditi dari

nasabah di dalam negeri ke bursa berjangka di luar negeri.

Ketika itu perusahaan komisioner pada praktiknya tidak melakukan

penyaluran amanat dari nasabah tersebut ke bursa komoditi luar negeri

bahkan lebih parah lagi banyak nasabah yang dananya dilarikan oleh

perusahaan komisioner. Akibat keadaan tersebut, pada tahun 1977 menteri

perdagangan pada saat itu melarang kegiatan perdagangan berjangka

komoditi dengan penyerahan kemudian.4

Peran perdagangan berjangka yang diharapkan mampu untuk menunjang

perekonomian pada umumnya, pada tahun 1982 pemerintah mengeluarkan aturan

tentang perdagangan berjangka yaitu peraturan pemerintah nomor 35 tahun 1982

tentang bursa komoditi, yang diikuti dengan keluarnya keputusan presiden nomor

80 tahun 1982 tentang pendirian dan pokok-pokok organisasi bursa komoditi.5

Dan pada waktu itu pengawasan perdagangan komoditi dilakukan oleh badan

4 Departemen Perindustrian dan Perdagangan, Badan Pengawas Perdagangan Berjangka

Komoditi, Pengantar dan Peraturan, hal. 19. 5 Ibid, hal. 19-20

pelaksana bursa komoditi (Bapebti) yang berada dibawah kewenangan

departemen perdagangan pada saat itu.

Dalam pelaksanaannya, perdagangan berjangka komoditi tentunya

memiliki landasan materiilnya yaitu Undang- Undang Nomor 32 Tahun 1997

Tentang Perdagangan Berjangka Komoditi dan Undang-Undang Nomor 10 Tahun

2011 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 1997 Tentang

Perdagangan Berjangka Komoditi, serta Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

Nomor 9 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Perdagangan Berjangka

Komoditi. Peraturan-peraturan tersebut dibuat dalam rangka menghadapi era

globalisasi dan perdagangan bebas yang penuh dengan persaingan, perdagangan

berjangka komoditi sebagai sarana pengelola resiko harga serta tempat

pembentukan harga yang efektif dan transparan mempunyai peranan strategis

dalam mewujudkan system perdagangan nasional yang efektif dan efisien, selain

itu bahwa agar perdagangan berjangka komoditi yang bertujuan meningkatkan

kegiatan usaha komoditi dapat terselenggara secara teratur, wajar, efisien, efektif

dan terlindungnya masyarakat dari tindakan yang merugikan serta memberikan

kepastian hukum kepada semua pihak yang melakukan kegiatan perdagangan

berjangka komoditi.

Tidak dapat ditutupi bahwa dalam berinvestasi tentunya memiliki resiko

yang tinggi tergantung pada jenis investasi tersebut dan pengetahuan para pihak

yang terlibat dalam investasi tersebut, sama halnya dengan kegiatan perdagangan

berjangka komoditi yang dapat memberikan keuntungan yang sangat besar bagi

para pihak, namun memiliki tingkatan resiko yang sangat tinggi juga. Atau

dengan kata lain, perdagangan berjangka komoditi merupakan alternatif

berinvestasi dengan High Risk High Return.

Ada dua fungsi utama dari perdagangan berjangka, yaitu :

1. Sebagai sarana pengelola resiko melalui kegiatan lindung nilai

(Hedging)

2. Sebagai sarana pembentukan harga ( price discovery )6

Kegunaan lindung nilai adalah untuk meminimalkan resiko perubahan

harga akibat perubahan permintaan dan penawaran. Pada dasarnya harga komoditi

primer sering berfluktasi karena ketergantungannya pada faktor-faktor yang sulit

dikuasai seperti kelainan musim, bencana alam, dan lain-lain. Dengan kegiatan

lindung nilai menggunakan kontrak berjangka, mereka dapat mengurangi sekecil

mungkin dampak (resiko) yang diakibatkan gejolak harga tersebut.

Dengan memanfaatkan kontrak berjangka, produsen komoditi dapat

menjual komoditi yang baru akan mereka panen beberapa bulan kemudian pada

harga yang telah dipastikan sekarang (sebelum panen). Dengan demikian mereka

dapat memperoleh jaminan harga sehingga tidak terpengaruh oleh kenaikan

maupun penurunan harga jual di pasar tunai. Manfaat yang sama juga dapat

diperoleh pihak lain seperti eksportir yang harus melakukan pembelian komoditi

di masa yang akan datang, pada saat harus memenuhi kontraknya dengan pembeli

di luar negeri, atau pengolah yang harus melakukan pembeleian komoditi secara

berkesinambungan.

6 Anang Rokhmatussa „dyah, 2011, Hukum Investasi dan Pasar Modal, Penerbit Sinar

Grafika, Jakarta, hal. 15 (selanjutnya disebut Ana Rokhmatussa‟dyah III)

fungsi sebagai sarana pembentukan harga bertujuan untuk membentuk

kesepakatan antara penjual dan pembeli pada harga tertentu dan syarat jual beli

yang tertentu pula. Selain itu juga sebagai sarana pembentukan harga yang

transparan dan wajar, yang mencerminkan kondisi pasokan dan permintaan yang

sebenarnya dari komoditi yang diperdagangkan. Hal ini dimungkinkan karena

transaksi hanya dilakukan oleh atau melalui anggota bursa, mewakili nasabah atau

dirinya sendiri, yang berarti antara pembeli dan penjual kontrak berjangka tidak

saling kenal atau mengetahui secara langsung. Harga terjadi di bursa umumnya

dijadikan harga acuan (reference price) oleh dunia usaha, termasuk petani dan

produsen/ pengusaha kecil, untuk melakukan transaksi di pasar fisik.

fungsi lainnya adalah sebagai alternatif investasi dimana para investor

dapat menginvestasikan dananya dan mendapatkan keuntungan dari perubahan

harga, baik harga naik maupun harga turun. Disamping fungsi-fungsi yang telah

disebutkan tadi. Perdagangan berjangka juga memberi beberapa memanfaatkan

ekonomi seperti :

“1. Penyediaan lapangan kerja

2. Peningkatan penerimaan devisa

3. Kepastian usaha”7

Dalam pelaksanaannya, tentu para pihak yang terkait di dalam kegiatan

perdagangan berjangka tersebut mengharapkan hasil yang terbaik, namun hingga

kini masih terdapat berbagai kendala, meskipun telah ada peraturan yang

mengatur kegiatan ini. Dengan perkembangan jaman dan kemajuan teknologi

7 Ibid

maka semakin maju juga kejahatan, dan hal yang sama juga terjadi di bursa

berjangka. Sebagai lembaga investasi yang baru dimana belum semua masyarakat

mengetahuinya, rata-rata kejahatan yang terjadi selain lemahnya penegakan

hukum yaitu belum taatnya para pialang dan pedagang berjangka terhadap

ketentuan investasi yang dibuat oleh pemerintah bersama dewan perwakilan

rakyat melalui Undang-Undang Nomor 32 Tahun 1997 Tentang Perdagangan

Berjangka Komoditi Dan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1999 Tentang

Penyelenggaraan Perdagangan Berjangka Komoditi juga disebabkan oleh kurang

jelinya investor terhadap investasi yang dilakukannya. Salah satunya adalah

tentang perjanjian investasi yang dibuatnya dengan pihak pedagang atau pialang

berjangka (yang biasanya berbentuk perseroan terbatas atau dikenal dengan istilah

perusahaan trading (perusahaan pialang berjangka).

Setiap transaksi bursa berjangka tidak dapat dilakukan secara langsung

oleh investor dan hanya dapat dilakukan melalui perantara yaitu pedagang dan

pialang berjangka. Dengan demikian investor harus memilih pedagang atau

pialang berjangka untuk melaksanakan investasinya pada bursa berjangka.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2011 Tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 1997 Tentang Perdagangan

Berjangka Komoditi antara lain mengatur pengertian Komoditi, Perdagangan

Berjangka Komoditi, dan Kontrak berjangka, Kontrak Derivatif Syariah, dan/atau

Kontrak Derivatif lainnya, praktik Perdagangan Berjangka di luar bursa, sanksi

pidana terhadap praktik kegiatan promosi, rekrutmen, pelatihan, seminar oleh

pihak-pihak yang tidak memiliki izin dari Bappebti (ilegal), demutualisasi Bursa

berjangka, Asosiasi Industri Perdagangan Berjangka, dan transaksi Perdagangan

Berjangka melalui elektronik.

Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas, maka penulis

tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut yang akan dituangkan dalam

bentuk skripsi berjudul : “PENGAWASAN PERDAGANGAN BERJANGKA

KOMODITI DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NO. 10 TAHUN 2011

TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NO. 32 TAHUN

1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI”

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka dapat dirumuskan

beberapa masalah, antara lain

1. Bagaimana efektifitas pengawasan Bappebti terhadap pelaksanaan

perdagangan berjangka komoditi ?

2. Bagaimana upaya-upaya penyelesaian masalah terhadap pelaksanaan

perdagangan berjangka komoditi ?

1.3. Ruang Lingkup Masalah

Untuk menghindari pembahasan yang menyimpang dari pokok

permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan skripsi ini dan untuk

mempermudah didalam pemahamanannya maka perlu pembatasan pembahasan

masalah.

Ruang lingkup pembahasan skripsi ini adalah meliputi efektifitas

pengaturan, pengembangan, pembinaan dan pengawasan kegiatan perdagangan

berjangka yang dilakukan oleh Bappebti dan upaya-upaya yang dilakukan dalam

menyelesaikan masalah terhadap pelaksanaan perdagangan berjangka komoditi

1.4. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penulisan ini menyangkut tujuan yang bersifat umum dan

bersifat khusus, yang dapat diuraikan sebagai berikut :

a. Tujuan umum

1. Untuk memahami sejauh mana perkembangan pengetahuan hukum

khususnya hukum dagang.

2. Untuk mengetahui upaya-upaya penyelesaian masalah terhadap

pelaksanaan perdagangan berjangka komoditi

b. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui apakah pengawasan kegiatan perdagangan

berjangka yang dilakukan oleh Bappebti sudah sesuai dengan Undang-

undang No. 10 tahun 2011 tentang perubahan atas undang-undang No.

32 Tahun 1997 tentang Perdagangan Berjangka Komoditi.

2. Untuk mengetahui upaya-upaya yang dilakukan bappeti dalam

menyelesaikan masalah-masalah yang terjadi dalam pelaksanaan

perdagangan berjangka komoditi.

1.5. Manfaat Penelitian

Dengan penulisan ini, diharapkan memberi manfaat sebagai berikut :

a. Manfaat Teoritis

1. Hasil penelitian ini diharapakan dapat dipakai sebagai sumbangan

pemikiran dalam hal perdagangan berjangka komoditi.

2. Disamping itu hasil penelitian ini juga diharapkan sebagai sumbangan

pemikiran mengenai akibat hukum apabila pengaturan, pengembangan,

pengawasan yang dilakukan oleh Bappebti tidak berjalan sesuai

dengan peraturan perundang-undangan.

b. Manfaat Praktis

1. Secara praktis diharapakan hasil penelitian ini dapat dipakai di

lembaga dalam hal ini universitas Udayana khsuusnya Fakultas

Hukum dapat dipakai sebagai bahan referensi di dalam memecahkan

permasalahan tentang perdagangan komoditi.

2. Kepada masyarakat hasil penelitian ini agar dapat bermanfaat sebagai

bahan pertimbangan bila ada masalah yang berkaitan dengan

perdagangan komoditi terutama jika terlibat sengketa.

1.6. Landasan Teoritis

Salah satu tugas utama pemerintah adalah meningkatkan kesejahteraan

rakyat melalui peningkatan dan pemberdayaan ekonomi nasional. Kesejahteraan

masyarakat akan meningkat apabila tingkat pendapatan mereka meningkat. Hal itu

secara tegas dan inheren dinyatakan dalam pembukaan Undang-Undang Dasar

Negera Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) dan pasal 33 UUD 1945,

bahwa bumi dan air dan segala isinya diupayakan sedemikian rupa untuk

kemakmuran Rakyat Indonesia.

Salah satu upaya untuk mewujudkan cita-cita tersebut adalah dengan

meningkatkan kegiatan di sektor perdagangan. Perdagangan Internasional yang

dalam hal ini kegiatan ekspor ditunjukan untuk mendapatkan devisa yang akan

dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk menunjang pembangunan suatu negara.

Peningkatan dibidang perdagangan sebagai sarana untuk meningkatkan

kesejahtraan rakyat merupakan tolak ukur utama untuk kemajuan suatu negara.

Dewasa ini perdagangan tidak hanya dilakukan dengan cara perdagangan biasa,

seperti ekspor, impor dan perdagangan dalam negeri, tetapi jauh lebih luas dari

pada itu, yaitu dengan perdagangan berjangka komoditi.

Dalam area globalisasi dan liberalisasi yang saat ini berlangsung sangat

cepat telah mengakibatkan terjadinya persaingan yang makin tajam di dunia

diiringi dengan terjadinya resiko yang sering dialami oleh para pelaku usaha

adalah resiko pada mata rantai pemasaran, harga, produksi, distribusi dan

pengolahan. Dari semua resiko tersebut, yang paling sulit diperkirakan adalah

resiko akibat terjadinya fluktuasi harga, khususnya harga dibidang komoditi.

Di dalam penjelasan atas Undang-Undang No. 10 Tahun 2011 tentang

Perubahan atas Undang-Undang No. 32 Tahun 1997 Tentang Perdagangan

Berjangaka Komoditi menegaskan :

Indonesia sangat beruntung sebagai salah satu negara penghasil komoditi

dunia yang memiliki manfaat ekonomi yang tinggi karena sebagaian besar

hasilnya dijual kepasar internasional (Exspor). Sebagai ilustrasi, komoditi

utama dunia yang dihasilan oleh Indonesia seperti kopi, karet, minyak

kelapa sawit, olein, timah, batu bara, emas, rumput laut, hasil hutan, dan

alumunium. Sebagai negara penghasil komoditi, resiko yang mungkin

terjadi sebagaimana yang dijelaskan di atas perlu diatasi dengan instrumen

yang disebut sebagai perdangan berjangka. Fungsi ekonomi perdagangan

berjangka adalah sebagai sarana lindung nilai (hedging) serta sarana

penciptaan harga (price decovery) sebagai harga rujukan (reference of

price) yang transparan yang menjadi acuan harga dunia. Dengan

perdangan berjangka tersebut, resiko yang merugikan para pelaku usaha

khususnya petani kecil dapat terlindungi.

Peraturan perundang-undangan, baik yang tingkatannya lebih rendah

maupun yang lebih tinggi bertujuan agar masyarakat maupun aparatur penegak

hukum dapat melaksanakannya secara konsisten dan tanpa membedakan antara

masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lainnya. Semua orang dipandang

sama dihadapan hukum (equality before the law). Namun dalam realitasnya

peraturan perundang-undangan yang ditetapkan tersebut sering dilanggar,

sehingga aturan itu tidak berlaku efektif. Tidak efektifnya undang-undang bisa

disebabkan karena undang-undangnya kabur atau tidak jelas, aparatnya tidak

konsisten dan atau masyarakatnya tidak mendukung pelaksanaan dari undang-

undang tersebut. apabila undang-undang itu dilaksanakan dengan baik, maka

undang-undang itu dikatakan efektif. Dikatakan efektif karena bunyi undang-

undangnya jelas dan tidak perlu ada penafsiran, aparat yang menegakkan hukum

secara konsisten dan masyarakat yang terkena aturan tersebut sangat

mendukungnya. Teori yang mengkaji dan menganalisis tentang hal itu, yaitu teori

efektifitas hukum.

Istilah efektifitas hukum berasal dari terjemahan bahasa Inggris, yaitu

effectiveness of the legal theory, bahasa Belanda disebut dengan, effectiviteit van

de juridische theorie, bahasa Jermannya yaitu, wirksamkiet der rechtlichem

theorie. Ada tiga suku kata yang terkandung dalam teori efektifitas hukum, yaitu

teori, efektifitas, dan hukum. Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, ada dua

istilah yang berkaitan dengan efektifitas, yaitu efektif dan keefektifan. Efektif

artinya (1) ada efeknya (akibatnya, pengaruhnya, kesannya), (2) manjur atau

mujarab, (3) dapat membawa hasil, berhasil guna (tentang usaha, tindakan), (4)

mulai berlaku (tentang undang-undang, peraturan). Keefektifan artinya (1)

keadaan berpengaruh, hak berkesan, (2) kemanjuran; kemujaraban, (3)

keberhasilan (usaha, tindakan), dan (4) hal mulai berlakunya (undang-undang,

peraturan).8

Hans Kelsen menyajikan definisi tentang efektivitas hukum. Efektivitas

hukum adalah :

Apakah orang-orang pada kenyataanya berbuat menurut suatu cara untuk

menghindari sanksi yang diancamkan oleh norma hukum atau bukan, dan

apakah sanksi tersebut benar-benar dilaksanakan bila syaratnya terpenuhi

atau tidak terpenuhi9

Konsep efektivitas dalam definisi Hans Kelsen difokuskan pada subyek

dan sanksi. Subyek yang melaksanakannya, yaitu orang-orang atau badan hukum.

Orang-orang tersebut harus melaksanakan hukum sesuai dengan bunyinya norma

hukum. Bagi orang-orang yang dikenai sanksi hukum, maka sanksi hukum benar-

benar dilaksanakan atau tidak.

Hukum diartikan norma hukum, baik yang tertulis maupun norma hukum

yang tidak tertulis. Norma hukum tertulis merupakan norma hukum yang

ditetapkan oleh lembaga yang berwenang untuk itu. Lembaga yang berwenang

8 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai

Pustaka, Jakarta, h. 219 9 Hans Kelsen, 2006, Teori Umum tentang Hukum dan Negara, Nusa Media, Bandung,

h.39

untuk itu, yaitu DPR RI dengan persetujuan bersama Presiden RI. Sedangkan

norma hukum tidak tertulis merupakan norma hukum yang hidup dan berkembang

dalam masyarakat adat.

Anthomy Allot mengemukakan tentang efektifitas hukum. Ia

mengemukakan bahwa :

“Hukum akan menjadi efektif jika tujuan keberadaan dan penerapannya

dapat mencegah perbuatan-perbuatan yang tidak diinginkan dapat

menghilangkan kekacauan. Hukum yang efektif secara umum dapat

membuat apa yang dirancang dapat diwujudkan. Jika suatu kegagalan,

maka kemungkinan terjadi pembetulan secara gampang jika terjadi

keharusan untuk melaksanakan atau menerapkan hukum dalam suasana

baru yang berbeda, hukum akan sanggup menyelesaikannya.”10

Konsep Anthony Allot tentang efektivitas hukum difokuskan pada

perwujudannya. Hukum yang efektif secara umum dapat membuat apa yang

dirancang dapat diwujudkan dalam kehidupan sosial kemasyarakatan.

Kedua pandangan diatas, hanya menyajikan tentang konsep efektifitas

hukum, namun tidak mengkaji tentang konsep teori efektifitas hukum. Dengan

memperhatikan terhadap kedua pandangan diatas, maka dapat dikemukakan

konsep tentang teori efektivitas hukum. Teori efektivitas hukum adalah :

“Teori yang mengkaji dan menganalisis tentang keberhasilan, kegagalan,

dan faktor-faktor yang mempengaruhi dalam pelaksanaan dan penerapan hukum.”

Ada tiga fokus kajian teori efektivitas hukum, yang meliputi :

“1. Keberhasilan dalam pelaksanaan hukum;

2. Kegagalan pelaksanaanya; dan

10

Feliks Thadeus Liwupung, 2003, Eksistensi dan Efektivitas Fungsi Du’a Mo’ang, Nusa

Media, Bandung, h.25

3. Faktor-faktor yang mempengaruhinya”11

Keberhasilan dalam pelaksanaan hukum adalah bahwa hukum yang dibuat

telah tercapai maksudnya. Maksud dari norma hukum adalah mengatur

kepentingan manusia. Apabila norma hukum itu ditaati dan dilaksanakan oleh

masyarakat maupun penegak hukum, maka pelaksanaan hukum itu dikatakan

efektif atau berhasil dalam inmplementasinya.

Dapat dilihat dalam masyarakat yang telah secara sadar telah menyetorkan

kewajiban pajaknya kepada Negara (100%), termasuk masyarkat yang berdagang

berjangka komoditi.

Kegagalan di dalam pelaksanaan hukum adalah bahwa ketentuan-

ketentuan hukum yang telah ditetapkan tidak mencapai maksudnya atau tidak

berhasil didalam implementasinya. Hal ini, dapat dicontohkan bahwa Ijin Usaha

Pertambangan (IUP) yang diterbitkan oleh Bupati/Walikota tidak dapat

dilaksanakan oleh pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) dengan baik, karena

selalu mendapat perlawanan dari masyarakat setempat.

Faktor yang mempengaruhi adalah hal-hal yang ikut menyebabkan atau

berpengaruh didalam pelaksanaan dan penerapan hukum tersebut. faktor-faktor

yang mempengaruhi dapat dikaji dari :

1. Aspek keberhasilannya; dan

2. Aspek kegagalannya.

Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan itu, meliputi substansi

hukum, struktur, budaya, dan fasilitasnya. Norma hukum dikatakan berhasil atau

11

Ibid

efektif. Apabila norma itu ditaati dan dilaksanakan oleh masyarakat maupun

aparatur penegak hukum itu sendiri. Hal ini, dapat dicontohkan pelaksanaan

hukum yang berhasil yaitu masyarakat telah melaksanakan kewajiban

perdagangan berjangka komoditi sesuai dengan undang-undang yaitu Undang-

undang No. 10 Tahun 2011 tentang perubahan atas undang-undang No. 32 tahun

1997 tentang Perdagangan Berjangka Komoditi.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kegagalan di dalam pelaksanaan

hukum adalah karena norma hukum yang kabur atau tidak jelas, aparatur hukum

yang korup, atau masyarakat yang tidak sadar atau taat kepada hukum atau

fasilitas yang tersedia untuk mendukung pelaksaan hukum itu sangat minim. Hal

ini dapat dilihat pelaksanaan perdagangan berjangka komoditi.

Komoditi adalah suatu benda nyata yang relative mudah diperdagangkan,

dapat diserahkan secara fisik, dapat disimpan untuk suatu jangka waktu tertentu

dan dapat dipertukarkan dengan produk lainnya dengan jenis yang sama, yang

biasanya dapat dibeli atau dijual oleh investor melalui bursa berjangka. Secara

lebih umum, komoditas adalah suatu produk yang diperdagangkan termasuk

valuta asing, instrument keuangan dan indeks.

Pasal 1 angka 4 UU No. 10 Tahun 2011 tentang perdagangan berjangka

komoditi menyebutkan bahwa

Kontrak berjangka adalah suatu bentuk kontrak standar untuk membeli

atau menjual komoditi dalam jumlah, mutu, jenis, tempat, dan waktu

penyerahan di kemudian hari yang telah ditetapkan, dan termasuk dalam

pengertian kontrak berjangka ini adalah opsi atas kontrak berjangka.

Kontrak berjangka atau juga dikenal dengan sebutan futures contract

dalam dunia keuangan merupakan suatu kontrak standar yang diperdagangkan

pada bursa berjangka, untuk membeli ataupun menjual asset acuan dari instrument

keuangan pada suatu tanggal dimasa yang akan datang, dengan harga tertentu.

Tanggal di masa yang akan datang tersebut disebut dengan istilah tanggal

penyerahan atau juga dikenal dengan istilah delivery date atau tanggal

penyelesaian akhir (final settlement date). Harga tertentu disebut dengan istilah

harga kontrak berjangka (futures price). Harga dari set acuan pada saat tanggal

penyerahan disebut dengan istilah harga penyelesaian (settlement price).

Pengertian perjanjian atau kontrak diatur dalam pasal 1313 KUHPerdata

yang berbunyi “ perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu pihak atau

lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih”.

Didalam melakukan kontrak dikenal beberapa asas yang dapat dijabarkan

sebagai berikut ;

1. Asas kebebasan berkontrak

Terlihat pada pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata yang berbunyi “semua

perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi

mereka yang membuatnya”. Asas ini memungkinkan para pihak untuk

membuat atau tidak membuat perjanjian, mengadakan dengan siapapun,

menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya, dan

menentukan bentuk perjanjian baik tertulis maupun lisan.

2. Asas konsensualisme

Asas ini dapat disimpulkan dari pasal 1320 ayat (1) KUHPerdata yang

menentukan bahwa salah satu syarat sahnya perjanjian adalah adanya

kesepakatan antara kedua belah pihak. Kesepakatan merupakan

persesuaian antara kehendak dan pernyataan yang dibuat oleh kedua belah

pihak. Asas konsensualisme yang dikenal dalam KUHPerdata adalah

berkaitan dengan bentuk perjanjian.

3. Asas pacta sunt servanda

Disebut juga dengan asas kepastian hukum yang berhubungan dengan

akibat perjanjian. Asas Pacta Sunt Servanda dapat disimpulkan dalam

pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata yang berbunyi “semua perjanjian yang

dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang

membuatnya”.

4. Asas itikad baik

Asas itikad baik terlihat dalam pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata yang

berbunyi “perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik”. Setiap pihak

yang hendak mengadakan kontrak atau perjanjian seharusnya memiliki

itikad yang baik berdasarkan kepercayaan atau keyakinan yang teguh atau

kemauan yang baik.

Landasan hukum dalam pelaksanaan perdagangan berjangka komoditi

terdiri dari undang-undang dan peraturan perundang-undangan lainnya, antara lain

:

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Undang-undang nomor 32 tahun 1997 Tentang Perdagangan

Berjangka Komoditi

Undang-undang nomor 10 tahun 2011 Tentang Perubahan Atas

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 1997 Tentang Perdagangan

Berjangka Komoditi

Undang-undang nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal

Peraturan pemerintah Nomor 9 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan

Perdagangan Berjangka Komoditi

Peraturan pemerintah nomor 10 tahun 1999 tentang Tata Cara

Pemeriksaan Dibidang Perdagangan Berjangka Komoditi

Peraturan kepala badan pengawas perdagangan berjangka komoditi

nomor : 95/BAPPEBTI/PER/06/2012 tentang system perdagangan

alternatif

Peraturan menteri perdagangan Republik Indonesia nomor : 01/M-

DAG/PER/3/2005 tentang tupoksi dan struktur organisasi BAPPEBTI

Keputusan presiden republik Indonesia nomor 12 tahun1999 tentang

komoditi yang dapat dijadikan subjek kontrak berjangka

Keputusan presiden republik Indonesia nomor 73 tahun 2000 tentang

komoditi yang dapat dijadikan subjek kontrak berjangka

Keputusan presiden republik Indonesia nomor 119 tahun 2001 tentang

komoditi yang dapat dijadikan subjek kontrak berjangka

1.7. Metode Penelitian

Metodelogi adalah salah satu cara untuk mendapatkan kebenaran materiil

terhadap penelitian yaitu dengan cara melakukan penelitian dan pengumpulan data

untuk dapat menyusun suatu karangan ilmiah atau skripsi sehingga betul-betul

akan terarah pada tujuannya dengan cara tertentu dan teratur. Dalam rangka

memperoleh, mengumpulkan, serta menganalisis setiap data atau informasi yang

bersifat ilmiah, tentunya dibutuhkan suatu metode dengan tujuan agar suatu karya

tulis ilmiah memiliki susunan yang sistematis, terarah dan konsisten.

a. Jenis Penelitian

Pada penulisan skripsi ini, dalam upaya mengkaji dan mencari pemecahan

terhadap masalah yang dikemukakan, maka jenis penelitian yang digunakan

adalah penelitian hukum empiris. Yang dimaksud dengan penelitian hukum

empiris adalah penelitian lapangan atau sering disebut dengan penelitian hukum

empiris yang mengkaji pelaksanaan dan implementasi ketentuan perundang-

undangan di lapangan dengan membahas permasalahan pada peraturan perundang

undangan dalam hal adalah peraturan perundang-undangan yang sedang berlaku

terkait dengan perdagangan berjangka komoditi12

.

Ciri dari penelitian yuridis empiris adalah suatu penelitian yang beranjak

dari adanya kesenjangan-kesenjangan das sollen (teori) dengan das sein (praktek

atau kenyataan), kesenjangan antara keadaan teoritis dengan fakta hukum, dan

atau situasi ketidaktahuan yang dikaji secara sistematis dan terstruktur.

b. Sifat Penelitian

Penelitian hukum empiris menurut sifatnya dapat dibedakan menjadi :

1. Penelitian yang sifatnya eksploratif (penjajakan atau penjelajahan)

12

Peter Mahmud Marsuki, 2008, Penelitian Hukum¸ Cetakan IV Kencana Media Group,

Jakarta, h. 97

Penelitian eksploratif umumnya dilakukan terhadap pengetahuan

yang masih baru, masih belum ada teori-teori, atau belum adanya

informasi tentang norma-norma atau ketentuan yang mengatur

mengenai hal tersebut, ataupun kalau ada masih relatif sedikit, begitu

juga masih belum adanya dan atau sedikitnya literatur atau karya

ilmiah lainnya yang menulis tentang hal tersebut.

2. Penelitian yang sifatnya deskriptif

Penelitian deskriptif ada pada penelitian secara umum, termasuk

pula di dalamnya penelitian ilmu hukum, bertujuan menggambarkan

secara tepat sifat-sifat suatu individu, keadaan, gejala atau kelompok

tertentu, atau untuk menentukan penyebaran suatu gejala dengan gejala

lainnya di dalam masyarakat.

3. Penelitian yang sifatnya eksplanatoris

Penelitian eksplanatoris sifatnya menguji hipotesis yaitu penelitian

yang ingin mengetahui pengaruh atau dampak suatu variabel lainnya

atau penelitian tentang hubungan atau korelasi suatu variabel.

Penulisan skripsi ini menggunakan penelitian hukum empiris yang

sifatnya deskriptif yaitu, menggambarkan keadaan yang sebenarnya

yang terjadi di lapangan/praktek. Penelitian ini juga akan

membandingkan keadaan dilapangan dengan peraturan perundang-

undangan yang berlaku sehingga hasilnya nanti diharapkan dapat

memperkuat teori-teori/temuan-temuan yang telah ada sebelumnya

atau diharapkan dapat membentuk teori-teori/temuan-temuan baru

yang berguna bagi perkembangan ilmu hukum.

c. Sumber Data

Pembahasan dalam penulisan ini menggunakan bahan hukum primer,

sekunder dan tersier.

1. Data primer atau data dasar, yaitu data yang langsung diperoleh

langsung dari lokasi penelitian melalui wawancara pihak terkait.

Penelitian dilakukan pada Dinas Perindustrian Dan Perdagangan

Provinsi Bali, Dinas perdagangan Kota Denpasar, serta Pelaku

berdagangan berjangka komoditi.

2. Data sekunder, yaitu data-data hukum yang mengikat13

. Dalam hal ini

hasil dari penelitian kepustakaan (library research), antara lain dari

berbagai jenis bahan hukum yang dapat di klasifikasikan atas 3 jenis

yaitu :

a. Bahan-bahan hukum primer yang digunakan adalah Undang-

Undang No. 10 Tahun 2011 Tentang Perubahan atas undang-

Undang No. 32 Tahun 1997 Tentang Perdagangan Berjangka

Komoditi, Peraturan pemerintah No. 10 Tahun 1999 tentang tata

cara pemeriksaan dibidang perdagangan berjangka komoditi. Dan

PP No. 9 Tahun 1999 tentang penyelenggaraan perdagangan

berjangka komoditi.

13

Amirudin dan Zainal Asikin, 2006, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Raja

Grafindo Persada, Jakarta, h. 31

b. Bahan-bahan hukum sekunder yaitu bahan yang memberikan

penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti rancangan,

hasil-hasil penelitian, atau pendapat pakar hukum, literatur

dibidang hukum perdagangan.

c. Bahan-bahan hukum tersier, berupa bahan-bahan hukum yang

dapat member petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum

primer dan sekunder yang berasal dari kamus dan sebagainya.

d. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dipakai dalam penyusunan skripsi ini

adalah :

Teknik wawancara (interview), yaitu penelitian lapangan yang

dilakukan dengan wawancara. Adapun wawancara merupakan salah

satu cara untuk memperoleh informasi dengan bertanya langsung pada

yang diwawancarai/responden dan informan, untuk memperoleh data

yang otentik tentang pelaksanaan perdagangan berjangka komoditi.

Data-data yang dikumpulkan melalui wawancara ini dilakukan dengan

tanya jawab sistematis, dimana peneliti bertatap muka langsung

dengan pejabat atau pihak terkait untuk memberikan pernyataan

Teknik studi dokumentasi, yaitu merupakan data yang diperoleh

dengan mengumpulkan bahan-bahan pustaka, seperti dokumen-

dokumen hukum maupun perundang-undangan yang ada kaitannya

dengan perdagangan berjangka komoditi kemudian dicatat dengan

mencantumkan nama pengarang, judul buku, nama penerbit, tahun

penerbit dan nomor halaman yang dikutip.14

Teknik kepustakaan, yaitu mengumpulkan data yang diperoleh dengan

cara membaca dan memahami, kemudian mengambil teori-teori dan

penjelasan dari bahan bacaan yang relevan dengan penelitian ini.\

e. Teknik Pengolahan Dan Analisis Data

Dari data-data yang berhasil dikumpulkan, baik data primer, data

sekunder, kemudian diklasifikasikan secara kualitatif yaitu mengetahui kualitas

kebenaran dari data yang diperoleh dan dianalisisa berdasarkan teori-teori yang

relevan. Selanjutnya, data yang diklasifikasikan tersebut dianalisis secara

deskriptif kualitatif yaitu dengan cara menggambarkan secara jelas dan sistematis

yang kemudian dapat diperoleh suatu kesimpulan dan permasalahan yang dibahas

mengenai perdagangan berjangka komoditi.

14

Setyo Yuwono Sudikni, 1983, Pengantar Penyusunan Karya Ilmiah, Cetakan III Aneka

Ilmu Jakarta, h. 37