BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang -...

59
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gamelan Jegog merupakan salah satu kesenian khas kabupaten Jembrana yaitu, sebuah kabupaten yang terletak di ujung barat pulau Bali. Gamelan Jegog adalah salah satu perangkat gamelan Bali yang berukuran besar dibuat dari bambu berukuran besar 1 . Pada umumnya besar gamelan Jegog dilihat dari jumlah tungguhan, serta ukuran yang digunakan. Wawancara dengan Bapak I Nyoman Ridia mengatakan bahwa, gamelan Jegog pada awalnya disajikan sebagai sarana untuk mengumpulkan warga masyarakat untuk melakukan kegiatan ”nyucuk” yaitu membuat atap rumah dari ijuk. Dalam perkembangan berikutnya gamelan Jegog juga dipergunakan untuk instrumental ( versi Genjor )1912-1945, mengiringi pencak silat ( versi Suprig )1945- 1965, dan selanjutnya kesenian ini dipergunakan untuk mengiringi tari-tarian ( versi Jayus )1965-Sekarang. Dari ketiga versi yang ada diatas hanya versi yang ketiga yang mengalami perkembangan yang sangat pesat, karena pada versi ini fungsi Gamelan Jegog adalah sebagai sarana balih-balihan (profane) 2 . 1 Suwentra, I Ketut.Jegog Seni Pertunjukan Unggulan Kabupaten Jembrana.Denpasar :Percetakan Plawa Sari,2000, p. 10 2 Sukerna I Nyoman,2001.Tesis Gamelan Jegog ansambel bambu di kabupaten Jembrana Bali.Program Pasca Sarjana universitas Gadjah Mada Yogyakarta.p..5

Transcript of BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang -...

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gamelan Jegog merupakan salah satu kesenian khas kabupaten Jembrana

yaitu, sebuah kabupaten yang terletak di ujung barat pulau Bali. Gamelan Jegog

adalah salah satu perangkat gamelan Bali yang berukuran besar dibuat dari bambu

berukuran besar1. Pada umumnya besar gamelan Jegog dilihat dari jumlah tungguhan,

serta ukuran yang digunakan. Wawancara dengan Bapak I Nyoman Ridia mengatakan

bahwa, gamelan Jegog pada awalnya disajikan sebagai sarana untuk mengumpulkan

warga masyarakat untuk melakukan kegiatan ”nyucuk” yaitu membuat atap rumah

dari ijuk. Dalam perkembangan berikutnya gamelan Jegog juga dipergunakan untuk

instrumental ( versi Genjor )1912-1945, mengiringi pencak silat ( versi Suprig )1945-

1965, dan selanjutnya kesenian ini dipergunakan untuk mengiringi tari-tarian ( versi

Jayus )1965-Sekarang. Dari ketiga versi yang ada diatas hanya versi yang ketiga yang

mengalami perkembangan yang sangat pesat, karena pada versi ini fungsi Gamelan

Jegog adalah sebagai sarana balih-balihan (profane)2.

1 Suwentra, I Ketut.Jegog Seni Pertunjukan Unggulan Kabupaten Jembrana.Denpasar

:Percetakan Plawa Sari,2000, p. 10 2 Sukerna I Nyoman,2001.Tesis Gamelan Jegog ansambel bambu di kabupaten Jembrana

Bali.Program Pasca Sarjana universitas Gadjah Mada Yogyakarta.p..5

2

Gamelan Jegog kemudian tumbuh subur sebagai seni kebanggaan masyarakat

Jembrana. Nilai-nilai luhur dari Jegog seperti pantang menyerah, memiliki jiwa

ksatria, persatuan dan kesatuan, membuat kesenian Jegog tetap berkelanjutan dan

berkembang seperti sekarang. Hal penting untuk diketahui, gamelan Jegog juga

dipandang sebagai salah satu identitas budaya dari masyarakat Jembrana dengan

kharakter yang khas dari masyarakatnya. Yang membedakan masyarakat Jembrana

dengan masyarakat lainnya yaitu, dinamis, adaptif, kompetitif, keras dan terbuka.

Karena sifat-sifat itulah di daerah Jembrana terdapat kompetisi kesenian Jegog yang

disebut dengan Jegog mebarung. Kompetisi ini adalah pertemuan dua sekeha Jegog

yang bersama-sama tampil untuk unjuk kekuatan, keindahan dan kekompakan untuk

menjadi yang terbaik.3

Gamelan Jegog seperti nafas keperkasaan masyarakat Jembrana saat

berkompetisi / mebarung merupakan suatu ajang bergengsi untuk merangsang

kreativitas dan upaya pelestarian kesenian Jegog agar tidak tenggelam oleh kemajuan

teknologi. Dalam mebarung masing-masing sekeha akan tampil semaksimal mungkin

untuk menunjukan permainan yang terbaik, berusaha mengalahkan lawan dengan

lagu / gending yang dikreasikan atau terobosan-terobosan gending yang bisa

menjadikan tim / sekehanya tampil beda dari sekeha yang lain. Dengan gerak-gerak

yang atraktif dari penabuh, sesekali bergaya seakan melumpuhkan permainan lawan,

3 Ni Made Arshiniwati., “Tesis Jegog Suar Agung Jembrana” Kajian Budaya Universitas

Udayana. Denpasar ,2002 p. 23

3

beradu kekuatan nafas, memukul bilah-bilah bambu dengan penuh semangat untuk

meraih sebuah kemenangan. Mebarung dilakukan dengan penuh semangat dan

pantang mundur yang menggelorakan para penabuh Jegog untuk memperoleh

kemenangan dengan permainan yang kompak, atraktif dan penuh semangat persatuan

dan disiplin dalam berlomba. Dua tim berhadap-hadapan dengan semangat

keperkasaan, beradu kekuatan nafas, beradu kelihaian mempertunjukan kebolehan

dengan cara dan gaya yang berbeda. Saat satu sekeha menghentak dengan irama yang

bergelora, sekeha tandingannya akan berusaha pula menunjukan jati diri mereka yang

tidak kalah semangatnya. Saling ejek berusaha membuat ciut nyali lawannnya,

kondisi itulah yang terdapat dalam mebarung.

1.2 Ide Garapan

Dari aktivitas mebarung tersebut muncul ide penggarap untuk mengangkat

kondisi dan situasi saat gamelan Jegog berkompetisi / mebarung ke dalam sebuah

karya seni. Berbagai suara-suara yang muncul dan bergelora dalam suasana

mebarung. Suara Jegog yang bergelora hingga akhir sebuah pertunjukan mebarung

yang penuh dengan pergolakan, saling sahut, saling isi, sama-sama atraktif untuk

memukul bilah bambunya masing-masing untuk sebuah kemenangan. Suara-suara

tersebut sangat menarik keinginan penggarap untuk mentranformasikan ke dalam

sebuah karya seni karawitan inovatif dengan mengambil judul ”mebarung”. Arti kata

mebarung adalah suatu aktivitas yang dilakukan antara satu sekeha dengan sekeha

lainnya dalam ajang kompetisi / mebarung yang dilakukan dalam waktu yang

4

bersamaan. Mebarung berasal dari kata ”barung” yang artinya perangkat / ansambel

gamelan. Sedangkan awalan ”ma” berarti melakukan suatu aktifitas4. Mebarung

dalam garapan ini memiliki arti melakukan kegiatan bertanding gamelan. Dalam

bahasa Indonesia pengucapan mebarung ditulis dengan mabarung, namun penata

disini menggunakan bahasa daerah bali dimana awalan ”ma” diucapkan dengan ”me”.

Dalam mebarung sangat menjunjung sportifitas, dengan penguasaan teknik-

teknik permainan dan keterampilan dalam menyajikan materi / gending yang

disajikan. Hal ini penggarap cermati dengan sering mengalaminya secara langsung.

Karena dibesarkan di Jembrana penggarap berkeinginan sekali mengungkapkan

kesenian mebarung ini ke dalam suatu garapan karya seni komposisi karawitan yang

inovatif. Alasannya adalah dalam mebarung yang merupakan ajang bergengsi bagi

masyarakat Jembrana. Titik tolak keinginan yang ingin dicapai dalam karya ini

adalah penampilan yang kompak, semangat membawakan pola tabuh yang harmonis

dengan semangat yang tinggi. Saat-saat tertentu satu sekeha bermain dengan tehnik

permainan yang keras, dengan waktu yang lama. Dengan permainan melodi yang

menghentak maupun lirih. Kemudian akan disambut oleh lawannya dengan

permainan yang berimbang, selaras dengan teknik-teknik permainan serta kreasi-

kreasi yang berbeda pula. Suara-suara yang mengelegar karena pukulan yang keras ke

bilah-bilah bambu yang besar, dalam pengolahannya ingin penggarap ungkapkan

dalam garapan seni karawitan inovatif melalui permainan melodi, tempo dan

4 I Wayan Warna,Dkk.1990.Kamus Bali-Indonesia.Denpasar:Dinas Pendidikan Dasar Propinsi Dati I

Bali,p.702

5

dinamika. Berbekal pengalaman dan secara langsung memainkan gamelan jegog,

maka timbul sebuah ide untuk mengangkat suasana mebarung tersebut ke dalam suatu

bentuk komposisi musik yang lahir dari pola tradisi namun telah dikembangkan

melalui sentuhan-sentuhan kreatif dalam pengolahannya sesuai dengan karya

komposisi kekinian. Ide yang ingin diungkapkan adalah sebuah keadaan mebarung

yang dilakukan oleh dua sekeha jegog yang berkompetisi untuk menjadi pemenang.

1.3 Tujuan dan Manfaat Garapan

1.3.1 Tujuan Garapan

Penggarapan karya seni komposisi inovatif ini bertujuan untuk :

1. Berupaya turut serta melestarikan kesenian Jegog yang merupakan salah

satu identitas budaya masyarakat kabupaten Jembrana, melalui suatu

bentuk komposisi karawitan inovatif yang lahir dari pola-pola tradisi.

2. Membuat suatu garapan karya seni komposisi karawitan yang dapat

menggambarkan suasana Jegog mebarung dengan pola permainan

kekinian yang mengolah unsur-unsur musik seperti melodi, tempo dan

dinamika.

1.3.2 Manfaat Garapan

Manfaat dari garapan “mebarung” adalah :

- Memberikan tambahan pengalaman dan wawasan untuk

berkreativitas dalam karawitan Bali.

6

- Membantu menambah kreativitas seni karawitan dalam

merefleksikan suasana hati ke dalam sebuah garapan musik dengan

merespon peristiwa sekitar melalui proses pengamatan dan

pengalaman.

- Mengukur kemampuan diri dalam mengaplikasikan hasil belajar

sekaligus mengevaluasi kemampuan dalam mempertunjukan

kepada masyarakat.

- Meningkatkan apresiasi masyarakat umum terhadap komposisi

karawitan inovatif yang digarap.

- Berupaya melestarikan serta mengembangkan kreativitas dengan

media ungkap gamelan Jegog melalui berbagai bentuk garapan

komposisi karawitan.

1.4 Ruang Lingkup

Ruang lingkup dalam penciptaan sebuah komposisi karawitan inovatif

sangatlah penting. Batasan-batasan / ruang lingkup perlu mendapat perhatian karena

merupakan acuan dalam proses berkarya. Untuk menghindari salah penafsiran dalam

garapan ini maka penata membatasi dan memperjelas hal – hal yang berkaitan dengan

garapan agar terdapat kesamaan pandangan dalam menyimak karya komposisi musik

ini. Sebagaimana sudah dipaparkan dalam bagian awal tulisan ini, garapan ini

berjudul ”mebarung” yang bertemakan kehidupan sosial masyarakat Jembrana dalam

budayanya yang memiliki jiwa kompetitif. Keinginan untuk mewujudkan judul dan

7

tema diatas menjadi sebuah karya musik akan digarap melalui konsep karya. Konsep

karya merupakan sebuah rancangan pemikiran untuk mencapai sebuah ide yang akan

dituangkan dalam garapan. Garapan ini adalah sebuah komposisi yang berbentuk

tradisi inovatif maksudnya adalah penata masih menggunakan pola-pola tradisi dari

teknik , tempo , dinamika namun mengadakan pembaharuan dalam hal struktur / pola

lagu, teknik maupun dinamika yang di campur menggunakan pola-pola musik barat

yang ditata secara apik untuk mewujudkan sebuah komposisi karawitan yang

memiliki bobot estetika. Media ungkap yang dipergunakan adalah dua barung

Gamelan Jegog yang memiliki nada dasar / basic tone yang sama, yaitu :

• Enam buah Kancil

• Enam buah Suir

• Empat buah Celuluk

• Dua buah Undir

• Dua buah Jegog

Ruang lingkup dalam garapan ini dapat diuraikan sebagai berikut :

1. Garapan ini adalah sebuah garapan komposisi karawitan yang

berbentuk karawitan inovatif, dengan durasi waktu antara dua belas

sampai lima belas menit, dengan mengangkat tema dari kehidupan

sosial masyarakat kabupaten Jembrana yaitu ”mebarung”.

8

2. Garapan ini memiliki empat bagian yang berbeda-beda yaitu proses

awal sebelum ajang mebarung dimulai hingga berakhirnya ajang

kompetisi tersebut. Adapun garapan ini dibagi menjadi empat bagian

yaitu :

Pertama :

Bagian awal disajikan dengan permainan tabuh secara bersama-sama yang

menggunakan pola lagu memohon kepada Tuhan Yang Maha Esa agar

pertunjukan berjalan dengan aman sukses dan lancar.

Kedua :

Bagian kedua ini disajikan dengan permainan tabuh secara bersama-sama

yang disajikan dengan nuansa lirih / melakukan sebuah pemanasan ( warming

up ).

Ketiga :

Bagian ketiga ini disajikan dengan dimulainya tantangan lewat lagu oleh

sekeha Jegog satunya kemudian diladeni oleh sekeha jegog lainnya yang

disajikan melalui penataan secara apik dan kompak dan diakhiri dengan

keadaan “mebarung” secara utuh.

Keempat :

Bagian keempat disajikan dengan kalahnya satu sekeha dan mengikuti alunan

melody dari sekeha tandingannya kemudian melakukan conversation dengan

saling bersahut-sahutan dan berakhir dengan keadaan damai. Bagian ini

dilakukan secara bersama-sama.

9

1.5 Konsep Garapan

Sebuah konsep karya adalah hal yang sangat penting untuk dicermati karena

merupakan suatu acuan dalam membangun sebuah karya seni. Konsep karya

merupakan sebuah rancangan pemikiran untuk mencapai sebuah ide yang akan

dituangkan dalam garapan. Garapan ini adalah sebuah komposisi yang berbentuk

tradisi inovatif maksudnya adalah penata masih menggunakan pola-pola tradisi dari

teknik , tempo , dinamika namun mengadakan pembaharuan dalam hal struktur / pola

lagu, teknik maupun dinamika yang di campur menggunakan pola-pola kekinian yang

ditata secara apik untuk mewujudkan sebuah komposisi karawitan yang memiliki

bobot estetika. Dalam hal ini penggarap berpatokan pada karya seni tradisi yang

inovatif. Tradisi karena penggarap menggunakan Gamelan Jegog sebanyak dua

barung. Gamelan Jegog memiliki laras pelog empat nada yaitu : Ndong ( 4 ), Ndeng

( 5 ), Ndung ( 7 ) dan Ndaing ( 2 ). Instrumentasi yang dipergunakan adalah :

• Enam buah Kancil

• Enam buah Suir

• Empat buah Celuluk

• Dua buah Undir

• Dua buah Jegog

10

Konsep garapan terdiri dari empat bagian yang terdiri dari bagian

pertama,bagian kedua, ketiga, keempat serta beberapa penyalit untuk menyambung

bagian yang satu dengan lainnya. Penggarap juga melakukan beberapa pembaharuan

melalui teknik pukulan yang lahir dari pola tradisi namun tidak terikat oleh pakem-

pakem tradisional. Komposisi ini mengembangkan teknik / gagebug bermain pola

lagu, struktur dan juga beberapa ornamentasi gending yang disesuaikan dengan

kebutuhan lagunya yang tidak terlepas dari beberapa konsep garapan seperti

kelangen, keindahan, nafas garapan dan rangsangan awal. Bernafaskan pada pola-

pola kekebyaran yang ditransfer ke dalam barungan Jegog. Dengan penyusunan pola-

pola atau motif elemen gending menjadi satu kesatuan yang utuh dalam satu garapan

seni karawitan inovatif. Penataan media ungkapnya yaitu dengan meletakkan kedua

barungan Jegog secara berdampingan sehingga menimbulkan kesan bertanding.

Urutan terdepan barungan Jegog adalah Kancil yang diapit oleh kancil kanan dan kiri.

Kemudian dibelakangnya terdapat suir, kemudian dibelakang bagian kanan dan kiri

terdapat celuluk kanan dan celuluk kiri di urutan paling belakang terdapat Dua buah

jegog dengan diapit oleh undir. Tempat pertunjukan bisa dilaksanakan di dalam

panggung ( indoor ) atau di luar panggung ( outdoor ).Penata menggunakan properti

tumbuhan bambu yang dipasang di tengah bagian belakang stage, daun-daun kering

yang berguguran dan tehnik tata lampu yang akurat. Pada saat awal tabuh dibunyikan,

dengan suasana gelap gulita kemudian pelan pelan pencahayaan menjadi terang. Pada

saat mebarung terjadi, daun-daun bambu yang kering berjatuhan karena terlalu

kerasnya suara yang dihasilkan oleh kedua barungan jegog tersebut.

11

BAB II

KAJIAN SUMBER

Untuk mendapatkan karya seni yang sempurna dan sesuai dengan nilai-nilai

karawitan bali, maka komposisi karawitan ini didukung oleh beberapa kajian sumber

yaitu sumber tertulis, audio visual serta wawancara.

2.1 Sumber Pustaka

Sebuah buku yang berjudul Estetika Sebuah Pengantar karangan A.AM

Djelantik, penerbit Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia (MSPI) Bandung tahun

1999. Buku ini memberikan penjelasan tentang ilmu keindahan / estetika dalam

intrumental. Pada halaman 62 dalam buku ini penata mendapatkan sebuah pernyataan

tentang proses sublimasi. Yaitu sebuah pengendapan yang terjadi dari proses suatu

garapan dimana sikap menolak tersebut bisa menjadi diterima oleh masyarakat.

Manfaat yang penata dapatkan dari buku ini adalah penata menggunakan pola lagu

dengan memainkan panggul dengan memukul wadah gamelan sambil memainkan

kaki.

Sebuah buku yang berjudul Pengetahuan Karawitan Bali karangan I.W.M

Aryasa, dkk.Penerbit Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Denpasar Tahun

1984-1985. Buku ini banyak memberikan gambaran mengenai Jegog dengan sifat

kompetisinya yang memiliki laras pelog 4 nada yaitu ndong, ndeng, ndung dan

ndaing.

12

Buku yang ketiga adalah Creating Through Dance yang diterjemahkan oleh

Y.Sumandio Hadi. Buku ini banyak menjelaskan tentang bagaimana proses

penciptaan sebuah tari, namun menurut penata buku ini bisa juga digunakan sebagai

landasan untuk membuat suatu rancangan garapan dari awal hingga akhir. Dijelaskan

juga bahwa tahapan-tahapan yang sangat penting dalam proses kreativitas tersebut

adalah : eksplorasi, improvisasi, dan forming.

Buku karangan I Ketut Suwentra yang berjudul Jegog Seni Pertunjukan

Unggulan Kabupaten Jembrana pada tahun 2000 penerbit percetakan plawa sari

Denpasar. Buku ini menguraikan penyusunan laras 4 nada barungan Jegog dan

membahas tentang perkembangan, bentuk, serta instrumentasi yang digunakan

penggarap.

Sebuah tesis oleh Ni Made Arshiniwati yang berjudul Jegog ’Suar Agung’

Jembrana kesinambungan dan perubahannya dalam perspektif budaya pada tahun

2002 dalam rangka program studi magister S2 Kajian Budaya Universitas Udayana

Denpasar. Dalam tesis ini didapatkan konsep identitas budaya kabupaten Jembrana

yaitu kesenian Jegog dengan ajang kompetisi yang disebut dengan Jegog Mebarung

dan nilai-nilai luhur dari Jegog Mebarung.

13

2.2 Sumber Audio visual / Discografy

Selain sumber pustaka, ada beberapa sumber yang digunakan sebagai acuan

untuk menggarap “jegog mebarung” yaitu :

Sebuah rekaman CD yang berjudul Gamelan Jegog by Suar Agung yang

direkam pada tahun 2006 oleh Ricks dan Maharani record Denpasar. Dalam rekaman

ini penata mendapat masukan mengenai bentuk-bentuk gending tradisi yang mudah

dicerna yang ingin penata garap dengan mengaplikasi proses belajar di ISI Denpasar.

Sebuah VCD yang berjudul Megaliticum Kuantum yang direkam oleh televisi

swasta pada tahun 2005. Sebagai penata karawitan adalah Bapak I Nyoman Windha

dan Indra Lesmana. Dalam rekaman VCD ini penata mendapat masukan mengenai

teknik memukul bilah bambu jegog dengan pola baru.

2.3 Wawancara

Wawancara dengan Bapak I Ketut Suwentra, seorang seniman Jegog asal

Kabupaten Jembrana yang dilakukan di rumahnya di Jalan Sandat Gang III no 6 pada

tanggal 25 januari 2007. Dalam wawancara ini penata banyak mendapatkan support /

dukungan serta masukan-masukan untuk menggarap komposisi lagu dengan

menggunakan dua barung gamelan Jegog.

Wawancara dengan I Nyoman Sutama , seorang komposer muda yang berasal

dari desa penyaringan Negara yang bertempat tinggal di jalan Nangka utara .Dalam

wawancara pada tanggal 15 januari 2007 tersebut penata banyak mendapatkan

masukan tentang garap musikalnya, porsi-porsi gending yang harus dibagi secara rata

14

serta cara meracik adonan gending agar bisa dirasakan nikmat oleh para penikmat

seni.

Wawancara dengan Bapak I Made Sidia . Seorang pengajar / dosen ISI

denpasar di bidang seni pertunjukan. Wawancara yang dilakukan pada tanggal 30

januari 2007 bertempat di Puskom ISI Denpasar, penata banyak mendapatkan

masukan untuk garap musikal, penampilan pada waktu pertunjukan serta efek-efek

yang bisa dihasilkan oleh tehnik pencahayaan dan Background panggung.

15

BAB III

PROSES KREATIVITAS

Sebuah karya seni tidak akan tercipta begitu saja tanpa adanya proses

kreativitas dari seniman pendukungnya. Proses ini diperlukan keseriusan dan

kesungguhan dari senimannya untuk melakukan penggarapan suatu karya seni.

Begitu juga dengan penggarapan komposisi musik mebarung ini, dalam usaha

penggarapannya melalui tiga tahapan yang diambil dari bukunya Alma M. Hawkins

yang berjudul Creating Through Dance, University of California Los Angeles.5

Disebutkan dalam buku tersebut bahwa dalam proses penggarapan karya seni dapat

dilakukan melalui tahapan : penjajagan (eksplorasi), percobaan (improvisasi), dan

pembentukan (forming). Adapun penjabarannya adalah sebagai berikut :

3.1 Eksplorasi / penjajagan.

Tahapan ini merupakan tahapan awal dari proses penggarapan karya seni.

Tahapan ini penata melakukan pemikiran dengan merenung untuk mengeluarkan

sebuah ide. Hasil pemikiran tersebut muncul sebuah ide untuk membuat sebuah karya

seni yang memberikan ciri masyarakat Jembrana dengan jiwa kompetitifnya. Jegog

mebarung adalah sebuah ide yang menarik untuk menggambarkan semangat dan jiwa

5 Alma M Hawkins (diterj).Y.Sumandiyo Hadi, Creating Through Dance, Mencipta Lewat Tari.

Yogyakarta : Institut Seni Indonesia Yogyakarta. 1990.hal 62

16

masyarakat Jembrana. Berjiwa kompetitif dan menjunjung tinggi semangat sportifitas

sangat menarik keinginan penggarap untuk menuangkan ke dalam suatu karya seni

yang memiliki ciri khas kedaerahan dan kharakter masyarakat Jembrana.

Tahap eksplorasi ini sudah dimulai sejak bulan Januari tahun 2007, Karena

ingin menggarap kesenian Jegog mebarung maka instrumentasi yang dipergunakan

adalah gamelan Jegog, Adapun jenis tungguhan Jegog terdiri dari Tiga Barangan,

Tiga Kancil, Tiga Suir, Dua Celuluk / Kuntung, Dua Undir, dan Satu Jegog.

kemudian dilakukanlah penjajagan dengan mencoba formasi baru yaitu : Tiga Suir,

Tiga Kancil, Dua Celuluk, Satu Undir dan Satu Jegog.

Pada tanggal 10 Januari 2007 diajukan proposal garapan kepada Jurusan

Karawitan ISI Denpasar, kemudian menentukan pendukung garapan. Pendukung

yang digunakan adalah sekeha Jegog Suar Agung dimana penata adalah salah satu

anggotanya. Setelah menentukan pendukung , penata mulai membuat konsep lagu,

motif demi motif dicatat dengan menggunakan notasi ding-dong. Akhirnya dalam

proses ini didapatkanlah beberapa pola / motif lagu walaupun tidak semuanya akan

terpakai dalam garapan.

3.2 Improvisasi / Percobaan.

Tahap yang kedua adalah tahap percobaan dalam proses penggarapan. Dalam

tahapan ini penata melakukan latihan sendiri dengan menggunakan tingklik /

gamelan kecil dan direkam dengan menggunakan alat perekam untuk membuat suatu

pola atau motif lagu. Melalui proses ini akan memudahkan untuk menuangkan materi

17

kepada para pendukung nantinya. Kadang kala proses ini dilakukan secara silih

berganti dengan tahap pembentukan , karena tidak sesuai dengan keinginan penata

maka dilakukan lagi improvisasi untuk mencari bentuk yang akan digunakan dalam

garapan.

Kemudian pada tanggal 3 Maret 2007 dilakukan upacara Nuasen yaitu hari

baik dalam memulai suatu kegiatan. Tujuan upacara Nuasen adalah untuk memohon

keselamatan dan kelancaran dalam proses penggarapan karya seni. Sehabis

melakukan upacara tersebut penata langsung menuju gedung ”Lata mahosadhi”/

Pusdok untuk melakukan percobaan dengan memainkan gamelan Jegog. Tanpa

disadari, ada satu melodi yang lahir pada saat itu juga yang penata yakini dan

gunakan dalam komposisi lagu mebarung.

Pada sore harinya penata langsung menuju ke Negara untuk melakukan

pertemuan dengan para pendukung untuk memulai latihan bagian pertama.

Latihanpun berjalan dengan serius dan lancar. Disamping itu diberikan juga

penjelasan kepada para pendukung, mengenai ide dari karya seni ini, yang nantinya

para pendukung dapat menjiwai dan bertanggung jawab terhadap hasil garapan.

Dalam proses ini ada kalanya penata mengalami tekanan mental dimana dalam

proses, mengalami suatu kekosongan dalam pemikiran. Padahal materi sudah dicatat

maupun direkam namun ada kejanggalan-kejanggalan yang sangat mempengaruhi

proses penuangan materi. Dengan kesabaran dan tetap minta petunjuk dari-Nya maka

tekanan itu menjadi hilang dan membuahkan hasil yang sesuai dengan keinginan.

18

Setelah latihan bagian pertama agak dikuasai, maka disepakati lagi latihan keesokan

harinya untuk mendapatkan hasil yang diinginkan .

Keesokan harinya dilanjutkan lagi latihan bagian pertama agar benar-benar

sesuai dengan keinginan. Latihan berikutnya dilanjutkan lagi tiga hari kemudian

untuk melanjutkan bagian yang kedua. Setelah mencari-cari dan mengingat lagi apa

yang sudah pernah dibuat, penata kembali memberikan tambahan lagu untuk bagian

yang kedua yang dilakukan berkali-kali untuk mendapatkan hasil yang sesuai. Pada

bagian ini penata juga mengalami kebuntuan untuk mengisi ornamentasi maupun

penyambungan dari lagu bagian satu ke bagian kedua, maka dengan kesabaran dan

dilakukan berkali-kali akhirnya menemukan bentuk yang sesuai oleh keinginan

penata.

Pada tanggal 15 April 2007 kembali penata mengajak pendukung untuk

memantapkan latihan bagian yang ketiga, walaupun dalam keadaan pikiran yang

kosong namun penata dengan penuh kesabaran mengajak para pendukung semuanya

untuk ikut bertanggung jawab secara fisik maupun mental terhadap garapan ini

nantinya. Akhirnya latihanpun bisa berjalan seperti yang diinginkan walaupun tidak

sesuai dengan keinginan yang diharapkan. Keesokannya kembali penata melakukan

latihan untuk mencari bentuk yang sesuai dalam garapan ini. Sambil melakukan

latihan berulang-ulang penata juga memasukan beberapa ornamentasi untuk membuat

lagu menjadi lebih hidup. Pada tanggal 16 April 2007 penata memberikan pemaparan

kepada para pendukung untuk mewujudkan bagian ketiga. Dan latihanpun dimulai

dengan melanjutkan bagian ketiga dengan serius. Latihan pun berjalan dengan lancar

19

walaupun hasilnya kurang begitu pas, kembali penata untuk mengajak pendukung

latihan di hari berikutnya.

Latihan berikutnya dilakukan pada hari minggu tanggal 22 April 2007

bertempat di yayasan Suar Agung Negara yang terletak di banjar Sangkar Agung.

Penata kembali mengajak pendukung untuk melakukan latihan dari awal sampai

akhir. Sambil mengingat-ingat beberapa motif gending yang sudah pernah di

cobakan dalam garapan ini, penata juga melakukan beberapa penambahan

ornamentasi gending untuk menonjolkan permainan dalam sebuah lagu. Pada bagian

ketiga ini penata mencoba menuangkan pola – pola untuk membuat suatu tantangan

yang diladeni oleh lawannya. Latihan dapat berjalan dengan lancar dan baik, para

pendukung dapat membawakan gending yang dibawakan dengan intuisi musik yang

indah.

3.3 Forming / Pembentukan.

Pada tahapan yang ketiga yaitu pembentukan. Pada tahapan ini penata

mengumpulkan seluruh pendukung dan melakukan proses pembentukan sesuai

dengan rencana dan keinginan. Struktur lagu dipastikan dan disusun sesuai dengan

rencana dan siap untuk dipentaskan. Latihanpun dimulai dari awal sampai akhir

dengan serius. Setelah latihan dilakukan secara berulang-ulang secara tidak langsung

para pendukungpun mulai memahami dan merasakan lagu yang dibentuk sesuai

dengan pola dan struktur yang telah dipastikan. Selama latihan dilakukan disisipi pula

penekanan-penekanan yang membuat lagu menjadi enak didengar, seperti mengatur

20

keras lirihnya lagu, cepat lambatnya tempo serta aksen / angsel yang mengatur

jalannya lagu. Seiring latihan berjalan saran-saran dari pembimbingpun dilaksanakan

untuk menambah bobot dalam karya ini. Walaupun tidak semua saran bisa

dilaksanakan namun penata dapat menangkap maksud dan tujuan dari pembimbing

yang mengarahkan dan memberikan masukan secara positif terhadap garapan ini.

Setelah secara keseluruhan bagian awal dan bagian akhir terbentuk secara

kasar, sehari sebelum mengadakan bimbingan, kembali penata mengajak para

pendukung untuk melakukan latihan yang lebih serius untuk memantapkan garapan.

Pada tanggal 14 Mei 2007, diadakan proses bimbingan karya oleh pembimbing

utama. Hasil dari bimbingan ini adalah pada bagian ketiga agar lebih menekankan

permainan melodi yang menonjolkan kesan mebarung. Keesokan harinya apa yang

menjadi hasil bimbingan dari pembimbing utama dilaksanakan untuk menambah

permainan melodi agar menonjolkan kesan mebarung. Pada tahapan pembentukan ini,

garapan komposisi mebarung dapat terwujud dengan waktu latihan kurang lebih dua

bulan, namun belum mencapai hasil yang sempurna,hasil ini hanya berupa komposisi

lagu tanpa ada gerak-gerak dari pemain jegog. Gerak-gerak ini akan ditata pada tahap

penyempurnaan.

Penjabaran dari ketiga bagian proses kreativitas yang diambil dari bukunya

Alma M.Hawkin sangatlah tepat dilakukan untuk menciptakan sebuah karya seni,

namun penata tambahkan dengan melakukan satu tahapan lagi, agar garapan yang

diciptakan memiliki suatu bobot estetis. Tahapan tersebut adalah tahapan

Penyempurnaan.Tahapan ini adalah tahapan akhir dari proses kreativitas, yaitu

21

sebuah tahapan yang dilakukan untuk memberikan suatu keputusan akhir dari proses

awal sampai akhir. Intinya dalam jangka waktu dua bulan , penata dapat

merampungkan sebuah garapan musik melalui proses penjajagan, percobaan dan

pembentukan. Adapun tahapan yang keempat ini dapat dijabarkan sebagai berikut :

Memberikan rasa theatrikal. Maksudnya adalah penata memberikan nuansa

live concert, dimana dalam garapan mebarung ini menampilkan keadaan yang

sebenarnya dalam kompetisi jegog mebarung yang dilakukan di daerah Jembrana.

Misalnya dengan memberikan gerak kepada para pemain, saling ejek, bersorak sorai

ingin menunjukan yang terbaik.

Memberikan nuansa estetika. Maksudnya adalah dengan melakukan

pengaturan cepat lambatnya tempo, ngumbang ngisep ( keras lirih ), dinamika serta

permainan melodi yang dilakukan secara tepat dan akurat.

Penjiwaan . Setelah memberikan nuansa theater, rasa estetika dalam bermain

musik, penata juga mengajak para pemain agar bisa memberikan ”jiwa” dalam

garapan mebarung ini. Dengan menjiwai garapan ini maka komposisi musik

mebarung akan tampak hidup dan memiliki bobot estetis dalam sebuah karya seni.

22

Tabel I

Proses Kreativitas

Keterangan : Eksplorasi dilakukan pada bulan Januari 2007.Improvisasi dilakukan pada bulan Februari 2007.Forming dilakukan pada bulan maret 2007. Sedangkan pada bulan april dan mei dilakukan latihan dengan intensitas yang cukup padat. Ujian TA Dilaksanakan pada awal bulan Juni 2007.

Proses Kreativitas

Januari 2007

Februari 2007

Maret 2007

April 2007

Mei 2007

Juni 2007

Minggu 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 Eksplorasi Perenungan Ide Penjajagan Improvisasi Percobaan Diminusi Augmentasi Repetisi Forming Pembentukan Penyempurnaan

Ujian T A

23

BAB IV

WUJUD GARAPAN

Komposisi musik mebarung ini adalah sebuah komposisi musik yang lahir

dari pola tradisi namun diberikan suatu nuansa estetis secara apik dan akurat. Kesan-

kesan inovatif diharapkan dapat terjadi melalui pengolahan – pengolahan melodi,

tempo, ritme / irama dan dinamika. Penataan juga dilakukan dalam hal penyajian

garapan. Disamping garapan ini bisa dinikmati dengan cara mendengar juga dapat

dinikmati secara visual / ditonton. Menurut A.A. M Djelantik dalam bukunya yang

berjudul estetika sebuah pengantar, ada beberapa rasa estetis yang bersifat umum

seperti Unity ( keutuhan, kekompakan dan kerapian), intensity ( kekuatan, keyakinan,

kesungguhan), Complexity ( kerumitan) yang dipergunakan sebagai acuan untuk

mewujudkan karya komposisi yang memiliki bobot estetis dan berkualitas.

Penjabaran nilai-nilai estetis tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut :

a. Unity (Keutuhan, kekompakan, kerapian)

Unity yang dimaksud disini adalah keutuhan dari karya yang indah, bersih,

tidak kotor / cacat. Maksudnya garapan dengan durasi 12 sampai 14 menit ini dalam

penyajiannya tidak terlalu lebih dan tidak kurang. Dari bagian pertama, bagian kedua,

bagian ketiga dan bagian keempat semuanya terkait dan saling berhubungan dengan

nuansa dan suasana garapan.

24

b. Intensity (Keyakinan,kesungguhan,kekuatan)

Intensity yang dimaksud disini adalah Di dalam penyajian garapan dilakukan

dengan sebuah keyakinan, kesungguhan dengan menggunakan kekuatan. Dalam

garapan ini dibutuhkan sebuah kekuatan yang sungguh-sungguh dilakukan dengan

baik dan indah.

c.Complexity

Dalam penggarapan karya seni memang dibutuhkan suatu kerumitan agar

memperkaya motif-motif lagu dalam penyajian garapan seni. Kerumitan dalam

garapan ini ditunjukan dengan suatu permainan yang seimbang, dengan mengatur dua

buah barungan Jegog yang ditata secara apik.

4.1 Struktur Garapan

Struktur atau susunan garapan dalam garapan “mebarung”, antara bagian

pertama dan bagian akhir sangat terkait, karena menggambarkan suasana yang

diinginkan dalam garapan ini. Adapun penggambaran masing-masing bagian tersebut

dapat dipaparkan sebagai berikut :

- Bagian Pertama

Bagian ini adalah bagian awal dari garapan yang dimulai dengan pembukaan

dengan memukul nada “ndung” pada instrumen kancil. Kemudian dilanjutkan dengan

pola tabuh “truntungan”, yang maknanya memohon kepada Tuhan Yang Maha Esa

agar dalam permainan / penyajian tabuh ini diberikan keselamatan, kelancaran dan

25

kesuksesan.Dalam bagian ini para pemain akan mencangkupkan tangan diatas kepala

agar benar-benar menunjukan sikap sembah subakti kepada Tuhan yang menciptakan

alam semesta. Pada bagian ini pola tabuh yang sama diulang sebanyak dua kali agar

menunjukan ngumbang ngisep . Disamping itu juga penata ingin menunjukan suasana

khusuk dengan menyajikan lagu yang menunjukan suasana spiritual.

- Bagian Kedua

Bagian yang kedua merupakan lanjutan dari bagian pertama yang menunjukan

suasana pemanasan sebelum bertanding. Pada bagian ini juga dilakukan permainan-

permainan dengan memukul wadah (bagian tengah) gamelan dan memainkan kaki

agar menunjukan suasana pemanasan yang dilakukan sebelum kompetisi

dimulai.Pada bagian ini lagu dimainkan secara bersama-sama dengan saling bersahut-

sahutan.

-Bagian Ketiga

Pada bagian ketiga ini dimulailah sebuah tantangan oleh salah satu sekeha dan

diladeni oleh sekeha lainnya, yang mengakibatkan emosi terjadi dengan memukul

bilah- bambunya masing-masing. Dengan mempertahankan melodinya masing-

masing kedua sekeha akan saling menunjukan kekompakannya, mengatur keras

lirihnya lagu yang dimainkan. Bersorak sorai sambil mengacungkan panggulnya

sambil mengejek permainan lawannya masing-masing. Pada bagian ini penata ingin

menunjukan suasana mebarung yang asli seperti yang sudah ada di negara Jembrana,

namun ada suatu perbedaan yang terjadi yaitu mebarung yang penata ungkapkan

adalah mebarung yang berakhir dengan damai.

26

-Bagian keempat

Pada bagian terakhir ini salah satu sekeha kalah dengan menghentikan

permainannya kemudian menyusul mengikuti permainan lawannya dan saling

bersahut-sahutan dengan menunjukan pola permainan yang kompak, semangat dan

seimbang dengan satu harapan dan tujuan yaitu mebarung yang berakhir dengan

damai.

4.2 Instrumentasi

Seperti sudah diuraikan pada bab pendahuluan, instrumentasi yang

dipergunakan adalah dua buah barungan gamelan Jegog yang memiliki nada dasar

(basic tone) yang sama .Agar menunjukan suasana yang berbeda, barungan satu

menggunakan Gamelan Jegog dengan warna dasar merah dan barungan yang lainnya

tanpa warna cat atau menggunakan warna coklat (kayu).

Adapun intrumentasi yang dipergunakan adalah :

-Jegog Merah :

Satu Tungguhan Jegog

Satu Tungguhan Undir

Dua Tungguhan Celuluk/Kuntung

Tiga Tungguhan Kancil

Tiga Tungguhan Suir

-Jegog Coklat :

Satu Tungguhan Jegog

27

Satu tungguhan Undir

Dua Tungguhan Celuluk/Kuntung

Tiga Tungguhan Kancil

Tiga Tungguhan Suir

Kalau kedua barungan Jegog disatukan maka instrumentasi yang dipergunakan adalah

1. Dua Tungguh Jegog.

2. Dua Tungguh Undir.

3. Empat Tungguh Celuluk/Kuntung.

4. Enam Tungguh Suir.

5. Enam Tungguh Kancil

4.3 Fungsi Instrumentasi

Kebutuhan untuk menghasilkan suara / musikalitas yang muncul dari kedua

barungan tersebut sudah maksimal dengan penempatan instrumen yang digunakan

dalam karya ini. Adapun fungsi dari masing-masing instrumen tersebut adalah :

a. Jegog

Fungsi tungguhan Jegog adalah sebagai penghasil suara rendah dengan

memangku melodi dasar agar lagu menjadi enak untuk didengar.

b. Undir

Fungsi tungguhan Undir adalah sebagai penghasil suara rendah pula namun

dengan motif pukulan yang lebih banyak dan juga memangku melodi agar tidak lepas

dari tempo yang disepakati.

28

c. Celuluk/Kuntung

Fungsi tungguhan Celuluk / Kuntung adalah sebagai pembawa melodi pokok

dan juga sebagai penyambung melodi antara bagian satu dan bagian yang lain.

Disamping itu pula sebagai jembatan untuk menyatukan tempo antara barungan jegog

yang satu dengan yang lainnya. Suara yang dihasilkan adalah suara yang normal

(tidak tinggi / tidak rendah).

d.Suir.

Fungsi tungguhan Suir adalah sebagai penghasil suara tinggi, dan pemberi

ornamen gending agar lagu terdengar lebih sempurna.

e. Kancil.

Fungsi tungguhan Kancil adalah sebagai pemberi ornamen gending, pemberi

tanda (aksen) pada lagu dan juga sebagai pemimpin yang bertanggung jawab terhadap

jalannya lagu.

29

4.4 Teknik permainan

Lontar prakempa menyebutkan bahwa istilah umum yang dipergunakan untuk

teknik menabuh gamelan bali disebut dengan gegebug6. Gegebug merupakan suatu

hal yang pokok dalam gamelan Bali dan berhubungan erat dengan instrumentasi.

Adapun teknik bermain dalam menabuh gamelan Jegog memiliki beberapa perbedaan

dengan menabuh gamelan lainnya. Menabuh gamelan Jegog dilakukan dengan posisi

berdiri sedangkan untuk tungguhan undir dan jegog duduk diatas gamelan tersebut.

Teknik permainannya adalah pada tungguhan kancil dan suir terdiri dari kancil patus

yang terletak ditengah dan diapit oleh dua kancil pengapit, yaitu kancil pengapit

kanan dan kancil pengapit kiri. Adapun kancil patus menggunakan pola paketan yang

polos / on beat dan kancil pengapit menggunakan pola nyangsih / off beat. Begitu

pula tungguhan suir terdiri dari suir patus yang terletak ditengah-tengah dan diapit

oleh suir pengapit kiri dan suir pengapit kanan Adapun suir patus menggunakan pola

paketan yang polos / on beat dan suir pengapit menggunakan pola nyangsih / off

beat. Pukulan yang polos dan nyangsih apabila dipadukan menimbulkan bunyi yang

disebut dengan ubit-ubitan7.Sedangkan fungsi tungguhan celuluk / kuntung, undir

dan jegog sebagai pembawa melodi dasar dari setiap materi sajian.

6 I Made Bandem, Prakempa sebuah lontar Gamelan Bali. Denpasar ; Akademi Seni Tari Indonesia

Denpasar. 1986 hal 27. 7 ____________, Ubit-Ubitan sebuah tehnik permainan Gamelan Bali;Ditjen Pendidikan Tinggi

Depdikbud.Denpasar.1991 hal 14

30

Tehnik memainkan instrumen celuluk / kuntung, undir dan jegog disebut dengan

matingkadan8 yang dilakukan dalam satu instrumen. Hanya dalam tehnik

penyajiannya pola garap dalam instrumen Jegog menggunakan tempo yang lebih

jarang.

4.5 Sistem notasi

Notasi adalah cara penulisan gending atau lagu dengan menggunakan

lambang nada yang berupa angka, huruf, maupun gambar.9 Tujuan dari adanya notasi

adalah sebagai syarat secara tafsiran tentang garapan atau lagu yang dinotasikan.

Pada karya ini yang ditulis adalah notasi bali / ding dong yang sudah biasa

dipergunakan di kampus dan di masyarakat. Simbul notasi ini diambil dari pengangge

aksara Bali, karena gamelan jegog memiliki laras pelog empat nada maka penulisan

notasi dilakukan dengan menyebutkan keempat nada jegog yaitu ( 4 ) tedong,( 5

)taleng, ( 7 ) Suku, ( 2 ) pepet , wujud simbul-simbul tersebut dapat dibaca melalui

tabel dibawah ini.

8 I Nyoman Sukerna,2001.Tesis Gamelan Jegog ansambel bambu di kabupaten Jembrana

Bali.Program Pasca Sarjana universitas Gadjah Mada Yogyakarta.hal.141 9 I Wayan M Ariyasa. 1983. Pengetahuan Karawitan Bali. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan

Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah. Hal 24.

31

Tabel 2

Penganggening Aksara Bali dibaca dalam Laras Pelog Empat Nada.

No Simbul Nama Aksara Dibaca

1 4 Tedong Ndong

2 5 Taleng Ndeng

3 7 Suku Ndung

4 2 Pepet Ndaing

32

Tabel 3 Simbul-simbul suara masing-masing Instrumen

No Instrumen Simbul Dibaca

1 Jegog J Jegog 2 Undir U Undir 3 Celuluk / Kuntung C Celuluk 4 Suir S Suir 5 Kancil K Kancil 6 Memukul wadah gamelan T Tak 7 Memainkan Kaki K Jug

Keterangan : “Tak” Adalah suara yang dihasilkan dari memukul wadah gamelan di bagian tengah dengan menggunakan panggul. “Jug” Adalah suara yang dihasilkan dari memainkan kaki diatas lantai.

Selain penggunaan simbul-simbul suara diatas juga dilengkapi dengan simbul-

simbul dalam pencatatan / penotasian gambelan Bali. Adapun simbul-simbul tersebut

adalah :

a. Tanda titik . Tanda titik adalah tanda untuk menentukan jumlah ketukan

b. Tanda Ulang [….]

Tanda ini merupakan tanda yang terdiri dari dua garis vertikal diletakan

didepan dan dibelakang kalimat lagu yang mendapat pengulangan.

33

c.Garis nilai .. .. Garis nilai adalah garis yang ditempatkan secara horizontal diatas simbul

nada maupun suara nada yang lainya,yang menunjukan nilai nada

maupun nilai suara dalam satu ketukan.

d.Singkatan nama-nama alat

Untuk memudahkan sistim penotasian maka nama-nama instrumen

disingkat menjadi :

J = Jegog

U = Undir

C = Celuluk

S = Suir

Kc = Kancil

T = Memukul wadah gamelan bagian tengah

K = Memainkan kaki diatas lantai atau tanah.

34

NOTASI LAGU KOMPOSISI KARAWITAN MEBARUNG. Bagian I K 7.7.77777777777.777777.77777….77 Vokal bersama ( lirih ) Om Om Om Awighnam Astu Namo Shidam

U 2.7. 2.57 5427 ..2.7. J

2.5745.. 2.22.. 2.22 .5.7.. 4.57.. 5.27.5 5 x

.4.. 4..4.5..5..5.7 ..7..7.2..2.22..2.

35

22. 5

Transisi 7.2.7.5.7.2..5.55. .5.557.4545

[ 77777777557777755

77777777777775555 3x 77772222555577772 ]

Transisi

22.5.5.722.5.5.72. 2 x 45.45.54.54.45. [ 7777777777775555

7777777777775555 3x

77772222555577772 ] Transisi

22.5.5.722.5.5.725252

36

27.57.54 2. 2.57247257 ..2.2. 57247257.. 574572..724524 .

7245.2457.4572..2754.7542.5427 457.5. 4.45.45.54.54.457

Bagian II

7.7.5.5.7.7.5.5. 8x

[tttkk.tttttkkkk] 3x tttkk.tttttkk 77.5.5.755.4.4.5444444 7. 2.7.2.5.4.4.4. 4 x

7.2.7.2.45.72

2...2...2...2.45.72 4 x

37

555.555.5555..777.777.7777

4. 5. 7. 4. 5. 72 7 . 4. 5. 72.2..2..2..2.2

44.45.457....... 77777777555555557777777755555555 7777777555555557777777 77.5. 5.755.4. 4.544444.4 77227722554444447722772255444444 7722772.45.72 ...2...2...2.45.72

Transisi

257.745.524.472 257.745.524.472

38

4.5457..4.5457.4.5.7.2.. 5.7572..5.7572 ....5 7.7.4.4.7.7.4.4.7.4.7.4.7.4.5.7.

2.2. 5.5.2.2.5.5.2. . . . . . .. . . . . 5 7.7.4.4.7.7.4.4.7.4.7.4.7.4.5.7.2. 2.

5.5.2.2.5.5.2.2.5.2. 5.2.5.4.5. 774477447474745722.75.4.5.2.2.72

7572... 7545... 7457... 4572

4.4.5.5.7.7.2.2.4.4.5.5.77

bagian III mebarung

JK

555777555222777.4754.4

39

5.5.2.2.7.7.4.4. JM BSM

444777222.5...447722.5

4.4.7.7.2.2.5.5.

JK

7. 7. 7. 7.7.54.5..2.2.2.2.2.7.4.5.

7.7.7.7.7.4.5.7.2.2.2.2.2.7.4.5.

JM

7. 77.57572.22.72757. 7. 77.4

.4.7.5.7.4.7

7.7.7.7.7.54.5..2.2.2.2.25252

[ 7. 2.4.2.7.2.4.2.] Bagian IV

7.7.4.4.7.7.4.4.7.4.7.4.7.

4.5.7.2.2.5.5.2.2.5.5.2.

40

5.2.5.2.7.4.5.

774477447474745722.75.4.5.2.2.72.

22.. 22.22.2

7. 5. 2. 7.5.4 22.7527572572472452542..

52452542. . 52452542. 2

41

4.6 Setting Alat dan Tempat Pementasan

Garapan komposisi musik dengan judul mebarung ini di pentaskan di stage

Natya Mandala Institut Seni Indonesia ( ISI ) Denpasar yaitu sebuah stage yang

berbentuk procenium yaitu stage yang posisi penonton dari arah depan. Instrumentasi

yang dipergunakan diatur sedemikian rupa dengan tujuan selain enak didengar juga

enak dipandang. Properti yang mendukung garapan ini adalah pohon-pohon bambu,

beserta daun-daun bambu yang kering. Adapun penempatan masing-masing

instrumen adalah sebagai berikut :

Back ground Black layer

42

DEPAN

4.7 Lighting

Lighting / Tata lampu merupakan hal yang sangat penting dan mendukung di

dalam setiap pementasan karya seni. Walaupun seting instrumen dan penampilan

yang prima tanpa didukung oleh lighting maka karya seni tersebut tidak akan bagus.

Dalam garapan komposisi musik mebarung ini menggunakan tata lampu / lighting

yang telah disediakan di stage Natya Mandala yaitu :

Bagian pertama suasana gelap gulita, seiring dengan dimulainya nada ndung

pada kancil, pencahayaan menjadi semakin terang dengan warna kuning dengan

fokuskan seorang pemain agar kelihatan bahwa pertunjukan dimulai dengan

memohon kepada Tuhan agar diberikan keselamatan, kelancaran dan kesuksesan.

Bagian kedua menggunakan lampu yang terang agar mengambarkan suasana

pemanasan sebelum kompetisi dimulai.

Bagian ketiga pada saat mebarung dimulai menggunakan warna (general /

merah) agar menggambarkan suasana saling emosi.

Bagian yang terakhir menggunakan tata lampu dengan cahaya yang terang.

Agar dapat mendukung ending garapan dan memberikan kesan damai.

4.8 Tata Kostum

43

Dalam penampilan garapan jegog mebarung ini selain dituntut untuk

menyajikan keutuhan dan keharmonisan karya yang penting diperhatikan adalah tata

kostum untuk para pemain. Karena garapan ini adalah mebarung, penata

menggunakan dua jenis kostum yang berbeda antara barungan pemain jegog satu

dengan barungan pemain jegog lainya.Adapun kostum yang dipergunakan dalam

barungan gamelan Jegog Merah adalah:

-Udeng / destar warna hitam kombinasi merah

-Perpaduan Baju warna biru tua kombinasi merah.

-Saput Endek warna merah.

-Kain / kamen bercorak endek warna gelap.

Sedangkan untuk kostum pemain dalam barungan gamelan Jegog Kayu adalah :

-Udeng / destar bermotif batik coklat dengan warna dasar gelap.

-Tanpa menggunakan baju.

-Saput bermotif batik coklat dengan warna dasar gelap.

- Kain / Kamen bermotif batik dengan warna dasar merah hati.

44

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya, maka dapat ditarik

kesimpulan, yaitu garapan mebarung adalah sebuah komposisi musik yang

melukiskan keadaan dua barung gamelan jegog pada saat berkompetisi. Dengan

menggunakan dua barungan jegog sebagai media ungkapnya sekiranya mampu

mencerminkan keadaan gamelan Jegog dalam keadaan berkompetisi.

Dalam mewujudkan garapan ini upaya yang dilakukan antara lain melakukan

eksplorasi tentang suara - suara yang dihasilkan dalam jegog mebarung di daerah

jembrana, disamping itu juga menggunakan sumber dari buku, sumber Diskografi

dengan tujuan untuk menghasilkan karya yang berkualitas.

Garapan ini adalah sebuah garapan musik yang menggambarkan suasana

jegog mebarung yang menjadi identitas budaya masyarakat Jembrana. Penggambaran

garapan ini dapat dibagi menjadi empat bagian yaitu :

1.Suasana khusuk dengan memohon kepada Tuhan agar diberikan

kesuksesan dan kelancaran dalam pementasan ini.

45

2.Suasana pemanasan dengan memulai melakukan pemanasan sambil

bermain kaki dan tangan.

3.Suasana memanas yang dilakukan karena salah satu sekeha melakukan

tantangan dan diladeni oleh lawannya dan terjadilah mebarung dengan

semangat sportifitas.

4.Salah satu sekeha kalah, kemudian mengikuti call and respon dari

sekeha tandingannya.

Keempat bagian ini memiliki karakter musikal yang berbeda-beda sesuai

dengan suasana yang diinginkan.

5.2 Saran saran

Selama proses terjadi hingga karya ini terwujud banyak sekali pengalaman

pengalaman yang harus diperhatikan, oleh karena itu penata ingin menyampaikan

beberapa hal yang terkait dengan penggarapan karya seni, khususnya kepada para

seniman, lembaga seni maupun calon-calon sarjana seni yang telah mempersiapkan

tugas akhir di Institut Seni Indonesia Denpasar.

Dalam mewujudkan karya seni bukanlah hal yang mudah, untuk itu

dibutuhkan kesiapan mental yang kuat, kesabaran dan keyakinan. Disamping itu pula

peralatan, tempat dan lain sebagainya harus diperhatikan dan diperhitungkan secara

matang.

46

Bagi para seniman pencipta, penentuan ide serta konsep yang matang

sebelum melakukan proses penggarapan merupakan sebuah modal utama untuk

meraih keberhasilan dalam berkarya.

Kepada lembaga seni khususnya Institut Seni Indonesia. Dengan

menampilkan garapan dengan barungan Jegog, diharapkan diberikan kelas khusus

kepada para mahasiswa untuk lebih mengenal barungan jegog , mengingat gamelan

Jegog sudah semakin memiliki daya tarik di kancah nasional maupun internasional.

47

DAFTAR PUSTAKA

Aryasa, I Wayan. M 1983, Pengetahuan Karawitan Bali. Departemen Pendidikan

dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah.

Arshini, Ni Made.2002; Jegog Suar Agung Jembrana .Program Studi Magister (S2)

Tesis Kajian Budaya Universitas Udayana.

Bandem, I Made, 1986, Prakempa Sebuah Lontar Gambelan Bali. Denpasar;

Akademi Seni Tari Indonesia.

_____________, 1991;Ubit-ubitan Sebuah Tehnik Permainan Gamelan Bali;

Denpasar;Ditjen Pendidikan Tinggi Depdikbud.

Djelantik, A.A.M, 1990,Pengantar Dasar Ilmu Estetika Jilid I Estetika instrumental

Denpasar; Sekolah Tinggi Seni Indonesia Denpasar.

Hawkins, Alma.M (diterjemahkan oleh Y.Sumandio Hadi), 1990,Creating Through

Dance. Yogyakarta;Institut Seni Indonesia Yogyakarta.

Suwentra, I Ketut.2000,Jegog Seni Pertunjukan Unggulan Kabupaten Jembrana

Bali .Percetakan Plawa Sari Denpasar.

48

Sukerna, I Nyoman.2001, Ansambel Bambu di Kabupaten Jembrana Bali,

Instrumentasi, Musikalitas dan Perkembangannya. Program Pasca Sarjana

Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

Tim Penyusun , 1989;Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka, Dinas

Pendidikan dan Kebudayaan.

____________ 2006; Buku Pedoman Tugas Akhir Fakultas Seni Pertunjukan

Denpasar. Institut Seni Indonesia Denpasar.

49

Lampiran 1

DAFTAR NARASUMBER

1. Nama : I Ketut Suwentra, SST

Umur : 56 Tahun

Pekerjaan : Seniman Jegog

Alamat : Desa Sangkar Agung Negara Kabupaten Jembrana

2. Nama : I Nyoman Ridia

Umur : 67 tahun

Pekerjaan : Seniman Jegog

Alamat : Desa Sangkar Agung Negara Kabupaten Jembrana

3. Nama : I Nyoman Sutama, SSKar

Umur : 43 Tahun

Alamat : Desa Penyaringan Negara Kabupaten Jembrana.

Pekerjaan : Seniman.

50

Lampiran 2

DAFTAR NAMA PENDUKUNG

Kancil Jegog coklat : I Made Sumberdana

I Nengah Sucita

Suir : I Kadek Wiwik Hartawan

I Ketut Pariyasa

I Wayan Suarma

Celuluk/Kuntung : I Made Subandiyasa

I Made Dwi

Undir : Heather Lee Sansky

Jegog : A.A Ketut Suardika

I Gede Suardika

Kancil Jegog Merah : I Putu Boby Agus Dharma

Manuelle

I Gede Agustino

Suir : I Gede Kusuma Rantawan

I Komang Gede Rudiarta

I Kadek Rai Bawa

Celuluk : I Ketut Udiyana

: I Made Suryantha

Undir : I Nyoman Darsana

Jegog : I Ketut Tongki

51

I Made Darmawan

Lampiran 3

FOTO-FOTO LATIHAN DAN PERTUNJUKAN MEBARUNG.

Foto 1

Latihan dengan khusuk dan serius di Sangkar Agung Negara

Dok. Putu Sumiarsa,Negara

52

Foto 2

Mendapat Bimbingan dan mohon doa restu untuk memulai latihan awal dari Bapak I

Nyoman Ridia seorang tokoh Jegog dan seniman tua di desa Sangkar Agung

Kabupaten Jembrana.

Dok. Putu Sumiarsa,Negara

53

Foto 3

“neh, tolih awak jani……….” Begitulah yang tergumam dalam benak pemain Jegog

kayu, karena merasa ditantang oleh Jegog Merah.

Dok. UKM Fotografi ISI Denpasar

54

Foto 4

Jegog Merahpun tidak mau kalah dengan gaya dan pukulan yang keras dan dahsyat.

Dok. UKM Fotografi ISI Denpasar

55

Foto 5

Kondisi di saat Jegog mebarung yang hingar bingar dengan suara melodi dari

masing-masing tim untuk menjadi yang terbaik.

Dok. UKM Fotografi ISI Denpasar

56

Foto 6

Ekspresi disaat memimpin dua barungan Jegog, Dalam pementasan Jegog Mebarung.

Dok. UKM Fotografi ISI Denpasar

57

Lampiran 4

Staff Produksi

Ujian Sarjana Seni Fakultas Seni Pertunjukan ISI

Denpasar tahun akademik 2006/2007

1. Pelindung : Prof.Dr.I Wayan Rai.S.,MA

2. Penasehat : 1. Drs. I Ketut Murdana,M.Sn

2. I Gede Arya Sugiartha, SSKar.,M.Hum

3. Drs.I Made Subrata.,M.Si

4. I Wayan Suweca.,SSKar.,M.Mus

3. Penanggung Jawab : I Ketut Sariada, SST

4. Ketua Pelaksana : I Komang Sudirga, SSn.,M.Hum

5.Wakil ketua : 1. Ida Ayu Trisnawati, SST.,M.Si

2. Anak Agung Ketut Oka Adnyana, SST

6.Sekretaris : I Gusti Ayu Sri Yuntriati,BA

7. Stage Manager : Dra.Ni Wayan Mudiasih., M.Si

7.1 Asisten Stage Manager : Drs. Rinto Widyarto.,M.Si

7.2 Stage Crew : 1. Ida Bagus Nyoman Mas,SSKar (koordinator)

2. Pande Gde Mustika,SSKar.,M.Si

3. I Wayan Suena, SSn

4. I Ketut Budiana, SSn

5. I Ketut Mulyadi, SSn

58

6. I Kadek Widnyana, SSP

7. I Wayan Budiarsa.,SSn

8. I Wayan Sutirta.,SSn

9. I Nyoman Kariasa.,SSn

10. I Made Mawan.,SSn

11. Senat Mahasiswa FSP

8. Pagelaran

8.1 Operator lighting, Sound System

dan rekaman audio visual : 1. I Gusti Ngurah Sudibya,SST

2. I Made Lila Sardana

3. I Nyoman Tri Sutanaya

4. I Ketut Agus Darmawan, A.Md

5. I Ketut Sadia Kariyasa

6. I Made Rai Karyasa

7. Ida Bagus Candra

8.2 Protokol : 1.A.A Ngurah Sri Mayun Putri,SST

2. Ni Putu Tisna Andayani, SS

3. Nyoman Lia Susanthi, SS

8.3 Penanggung Jawab Tari : I Ketut Darsana,SST.,M.Hum

Gusti Ayu Ketut Suandewi,SST.,M.Si

8.4 Penanggung Jawab Karawitan : I Ketut Garwa,SSn.,MSn

I Wayan Suharta,SSkar.,Msi

8.5 Penanggung Jawab Pedalangan : Dewa Ketut Wicaksana, SSP.,M.Hum

I Made Marajaya,SSP.,MSi

59