BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...
-
Upload
hoangxuyen -
Category
Documents
-
view
215 -
download
0
Transcript of BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Politik dan ekonomi memiliki hubungan yang erat, hal tersebut dibuktikan
melalui kegiatan ekonomi yang telah dilakukan oleh masyarakat di suatu Negara
dan dapat memberikan pengaruh terhadap kebijakan yang ada di negaranya atau
bahkan memberikan pengaruh yang besar terhadap iklim politiknya. Dapat
dikatakan globalisasi telah membuat dunia menjadi tanpa batas. Perekonomian
suatu negara yang dahulu untuk pengelolahannya atau pemenuhannya dapat
sepenuhnya dilakukan sendiri, saat ini globalisasi telah memberikan cara baru
kepada negara-negara untuk saling berhubungan. Perkembangan tersebut
didukung oleh perkembangan teknologi yang sangat pesat. Perubahan tersebut
dapat terlihat dari adanya kegiatan ekonomi antar negara khususnya di sektor
permodalan dan perdagangan barang serta pengiriman tenaga kerjanya.
Globalisasi juga telah memberikan dampak terhadap terjadinya perubahan tentang
bentuk peperangan atau cara suatu negara dalam mengambil alih kepemimpinan
atau menguasai suatu negara.
Saat ini, untuk melakukan sebuah propaganda dengan cara memberikan
suatu pemikiran-pemikiran tentang suatu hal kepada masyarakat menjadi lebih
mudah dan cepat. Propaganda sendiri memiliki makna suatu upaya yang telah
dibangun melalui komunikasi baik melalui media atau secara lansung yang
bertujuan untuk membangun suatu persepsi atau pemikiran yang ditujukan kepada
2
sasaran yang telah direncanakan.1 Posisi perusahaan Multinasional (MNC) dan
LSM (NGO) bagi Negara yang memiliki power ialah sebagai tentara baru yang
memiliki tugas sebagai penakluk negara-negara yang tidak memiliki power
dengan kata lain lemah dan tertinggal dalam segala aspek. Perusahaan multi
nasional (MNC) dan LSM (NGO) dalam melakukan aktivitas di negara yang
didatanginya, tidak akan terlepas dari muatan kepentingan dari negara asalnya
(home country). Menurut Robert Gilpin, sebuah perusahaan multi nasional (MNC)
sangat bergantung terhadap negara asalnya (home country), sehingga mau tidak
mau mereka harus turut serta dalam menjalankan kepentingan nasionalnya agar
perusahaan multi nasional (MNC) ini dapat berkembang, bersaing serta bertahan
di negara yang di tuju (house country).2
Pola atau budaya berperang dengan ujung tombak senjata sebagai alat
utamanya (hard power) sudah dianggap tidak relevan dan tidak efisien di era ini.
Kita tahu bahwa perusahaan multinasional dan LSM (NGO) saat ini telah
dijadikan sebagai tentara oleh negara yang memiliki power. Era ini telah
memberikan pergeseran pola atau budaya perang dari hard power menjadi soft
power. Soft power diyakini sebagai instrumen yang sangat menjanjikan dalam era
saat ini karena metode-metode perang secara fisik ataupun kekerasan sudah tidak
tepat untuk dilakukan.
1Diyah Musri Harsini, Teknik Propaganda Dalam Lirik Lagu Band Punk Marginal, diakses
https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&cad=rja&uact=8&ve
d=0ahUKEwjMk7i0zbXTAhUBO48KHW7EBqkQFggnMAA&url=http%3A%2F%2Flib.ui.ac.i
d%2Ffile%3Ffile%3Ddigital%2F123529-RB01D205t-Teknik%2520Propaganda-
HA.pdf&usg=AFQjCNH8JM2WQ4wstic3_8Ffxu8EUfDwJQ, pada 5 April 2017, pukul 17.09
WIB 2 Yulius P. Hermawan, 2007, Transformasi dalam Studi Hubungan Internasional: Aktor, Isu dan
Metodologi, Yogyakarta: Graha Ilmu, hal. 219.
3
Saat ini tujuan dari perang telah bergeser dan lebih bermotif ekonomi,
terlihat dari yang dahulunya perang bertujuan untuk penguasaan teritori saat ini
lebih ke arah penguasaan sumber daya alam yang ada di negara yang di tuju.
Perusahaan multinasional telah banyak digunakan sebagai soft power oleh home
country ke negara-negara yang di tuju. Salah satu contoh perusahaan
multinasional yang melakukan ekspansi pasarnya hingga ke Indonesia adalah
perusahaan asal negara Jepang yaitu AJINOMOTO. Perusahaan tersebut mulai di
bangun perusahaannya di Jakarta kemudian membangun pabrik yang ke dua di
Mojokerto JATIM untuk melakukan produksi secara besar dan hingga saat ini
telah dibangun beberapa pabrik di Indonesia.
Pada tahun 1969 perusahaan multi nasional (MNC) Ajinomoto yng berasal
dari Jepang telah di bangun di Jakarta dan pada satu tahun kemudian tepatnya
pada tahun 1970 perusahaan ini mendirikan pabrik di Mojokerto JATIM agar
dapat melakukan produksi secara besar akan produknya.3
Ajinomoto merupakan perusahaan multi nasional pertama asal Jepang yang
memiliki produk utama berupa penyedap rasa (MSG) dan produknya telah
dipasarkan hampir ke seluruh Indonesia. Ajinomoto merupakan perusahaan
penyedap rasa (MSG) pertama yang telah mendapatkan sertifikat jaminan halal
(SJH) yang diberikan oleh majelis ulama Indonesia (MUI).4 Tidak heran jika
seluruh produk Ajinomoto juga telah mendapatkan sertifikat halal dari Majelis
Ulama Indonesia (MUI). Setelah pencapaian tersebut didapat, perusahaan tidak
lantas berpuas diri melainkan tetap bekerja keras dalam upayanya untuk terus 3Ajinomoto, Pencapaian Group Ajinomoto, diakses dalam
http://www.ajinomoto.co.id/achievement, pada 28 Maret 2016, pukul 09:13 WIB. 4 Ibid
4
meningkatkan kualitas produk agar dapat membawa kebaikan bagi manusia dan
lingkungan. Kerja keras dan upaya tersebut dapat dilihat melalui beberapa
sertifikat yang telah diterima yaitu penerapan sistem ISO 9001 untuk jaminan
mutu, ISO 14001 untuk manajemen lingkungan, ISO 22000 untuk keamanan
pangan dan OHSAS 18001 untuk manajemen K3 dari badan sertifikasi SGS
dengan akreditasi UKAS (United Kingdom Accreditation Service).5
Perusahaan multi nasional (MNC) selain digunakan sebagai akses untuk
meningkatkan atau mendongkrak penanaman modal juga digunakan sebagai akses
untuk membangun citra (nation branding) terhadap negara asalnya (home
country). Bentuk dari soft power melalui pembentukan citra (nation branding)
yang terbangun dari produk-produk yang dijual di toko-toko atau bahkan di
swalayan, sehingga dari aktivitas tersebut perusahaan multinasional (MNC) dapat
membangun citra (nation branding) untuk negara asalnya (home country).
produk-produk yang di produksi dan dijual oleh perusahaan dapat dikatakan
mengandung unsur-unsur budaya dari negaranya (home coutry).
Nation branding adalah sebuah studi yang sangat menarik dan baru yang
terkait dengan seberapa besar dampak yang ditimbulkan dari sebuah produk yang
diperdagangkan antar negara pada suatu dekade tertentu bagi citra sebuah negara.
Secara konsep nation branding adalah sebuah usaha yang dilakukan untuk
membangun dan menjaga citra suatu negara secara keseluruhan baik pembentukan
citra suatu negara dilingkup internal maupun eksternal yang berbasis pada nilai
5 Ibid
5
dan pandangan positif yang dimiliki sehingga mendapatkan posisi diantara
negara-negara lain di dunia.6
Negara Thailand merupakan salah satu contoh negara yang sukses
membangun citra (nation branding) yang tidak hanya dibidang masakan, seperti
kare Massaman. Negara ini juga telah berhasil membangun atau membentuk citra
negaranya melalui produk-produk pertanian. Bentuk dari nation branding
(membangun atau pembentukan citra) dakam segi produk pertanian yaitu papaya
Bangkok, jambu Bangkok, durian Bangkok, mangga Bangkok, lengkeng
Thailand, ayam Bangkok dan sebagainya. Tidak heran jika masyarakat Indonesia
tidak asing dengan nama-nama tersebut. Keberhasilan Thailand dalam melakukan
atau membentuk citra (nation branding) tidak lepas dari peran pemerintahannya
yang konsisten dengan apa yang dilakukannya, yaitu nation branding yang
menekankan pada country image. Pemerintah meyakini bahwa melalui ini, dapat
membuka peluang investasi yang besar dan membuka lapangan pekerjaan serta
meningkatkan nilai ekspor, dsb.
PT. Marumitsu Indonesia merupakan contoh kedua dari pembentukan
sebuah citra (nation branding). Perusahaan ini berasal dari Jepang dan berdiri di
Indonesia melalui penanaman modal asing (PMA). Maka, didalam sistem atau
budaya kerja di perusahaan yang ada di Indonesia secara tidak langsung akan
6Irwansyah, Menginisiasi Nation Branding Indonesia Menuju Daya Saing Bangsa, diakses dalam
https://www.researchgate.net/profile/Irwan_Syah3/publication/289298830_Menginisiasi_Nation_
Branding_Indonesia_Menuju_Daya_Saing_Bangsa/links/568b58f208ae1975839dcbaf.pdf?origin
=publication_detail diakses pada 27 September 2016, pukul 22:08 WIB.
6
menerapkan budaya kerja yang sudah berjalan di negara asalanya yaitu Jepang
(home country).7
PT. Marumitsu Indonesia memberlakukan budaya kerja yang sama seperti
budaya kerja yang ada di Jepang (home country). Budaya kerja yang diterapkan
diantaranya atasan dalam memberikan penilaian pada karyawan berpatokan pada
ide-ide yang disampaikan oleh karyawan serta ide-ide tersebut dapat di
aplikasikan terhadap produk sehingga terjadi pengembangan dan sistem absensi
karyawan yang cukup ketat sehingga dibutuhkan komitmen yang tinggi dari
karyawan terhadap perusahaan, hal tersebut dapat dilihat melalui rekapitulasi
absensi karyawan.8
Timbal balik dari perusahaan terhadap apa yang telah
diberikan pegawai atau karyawan tersebut akan diberikan sebuah penghargaan
(reward) bias berupa bonus atau kenaikan jabatan.
Berdasarkan hal ini maka penulis tertarik untuk mengkaji lebih dalam
tentang bagaimana branding Jepang terhadap masyarakat mojokerto melalui
AJINOMOTO Mojokerto.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, maka dapat ditarik rumusan masalah
sebagai berikut “Bagaimana branding Jepang terhadap masyarakat mojokerto
melalui AJINOMOTO Mojokerto?”
7Tri Noviantoro, Analisis Budaya Perusahaan MNC (Multinational Corporation) Berbasis Jepang
di Indonesia, diakses dalam https://www.linkedin.com/pulse/20140904062203-154884582-
analisis-budaya-perusahaan-mnc-multinational-corporation-berbasis-jepang-di-indonesiadiakses
pada 27 Maret 2016, pukul 13:08 WIB 8 Ibid.
7
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk menjawab pertanyaan yang telah
diajukan di rumusan masalah, yaitu untuk mengetahui branding Jepang (Home
Country) terhadap masyarakat mojokerto melalui AJINOMOTO Mojokerto.
1.4 Penelitian Terdahulu
Penelitian yang dilakukan oleh Yulia berjudul “Diplomasi Kebudayaan
Republic of Korea Melalui Film dan Drama: Pencapaian Kepentingan Citra dan
Ekonomi Republic of Korea di Indonesia”, mencoba menganalisa capaian-capaian
diplomasi Kebudayaan Korea Selatan di Indonesia melalui Film dan Drama.
Penelitian ini memiliki dua tujuan, yakni yang pertama memaparkan sejarah serta
perkembangan kebijakan Korea Selatan terhadap film dan drama, yang kedua
menganalisis tujuan dilakukannya diplomasi kebudayaan oleh Korea Selatan
terhadap Indonesia melalui film dan drama di Indonesia.9
Penelitian ini dilakukan melalui studi kepustakaan, survey dan wawancara.
Penelitian menemukan bahwa persoalan diplomasi kebudayaan Korea Selatan ke
Indonesia melalui film dan drama relatif telah menciptakan persepsi positif
masyarakat Indonesia terhadap Korea Selatan. Namun demikian, persepsi positif
baru terjadi pada mayoritas masyarakat di pulau Jawa, sedangkan untuk di pulau-
pulai lainnya belum terjadi. Adapun dalam capaian ekonomi, diplomasi
kebudayaan korea selatan ke Indonesia melalui film dan drama belum
mendatangkan keuntungan ekonomi secara menyeluruh, artinya capaian ekonomi
9 Noor Rahmah Yulia, Diplomasi Kebudayaan Republic of Korea Melalui Film dan Drama:
Pencapaian Kepentingan Citra dan Ekonomi Republic of Korea di Indonesia, Skripsi, Jakarta:
Jurusan Hubungan Internasional, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, hal. 5.
8
Korea Selatan di Indonesia baru didapat dari sektor-sektor yang masih berkaitan
erat dengan sektor ekonomi kreatif, seperti sektor pariwisata dan sektor
perfileman.10
Kerangka teori yang digunakan dalam skripsi ini adalah diplomasi
kebudayaan Tulus Warsito dalam konteks negara berkembang serta Shin Seung
Jin mengenai strategi diplomasi kebudayaan Korea Selatan ke Indonesia. Selain
itu juga digunakan konsep kepentingan nasional. Hasil analisa dengan
menggunakan kedua konsep tersebut dapat disimpulkan bahwa Korea Selatan
memakai strategi tertentu dalam melakukan diplomasi kebudayaannya pada tiap
negara. Indonesia dianggap sebagai negara yang masih membutuhkan strategi
pendekatan “Culture” lebih banyak dalam rangka meningkatkan level pemahaman
masyarakat Indonesia terhadap negara Korea Selatan.11
Penulis memilih penelitian terdahulu dari Yulia sebagai rujukan karena
memiliki kesamaan dengan penelitian sekarang yaitu sama-sama meneliti citra
atau brand image melalui perusahaan atau produk asing terhadap home country.
Namun yang membedakannya adalah penelitian terdahulu menganalisa tujuan
diplomasi budaya Korea melalui film dan drama yang membentuk persepsi
masyarakat Indonesia (host country) terhadap citra Korea (home country),
sementara penelitian sekarang meneliti branding image budaya pop Jepang
melalui sebuah perusahaan yaitu PT. AJINOMOTO Mojokerto terhadap citra
Jepang sebagai home country.
10
Ibid. 11
Ibid.
9
Penelitian yang dilakukan oleh Bassey dalam tesisnya yang
berjudul“Understanding Nation Branding: A New Nationalism in Germany”,12
melakukan penelitian mengenai fenomena nation branding dan hubungannya
dengan public diplomacy dalam hubungan internasional, serta bagaimana
implementasinya di negara Jerman. Penelitian ini menggunakan konsep nation
branding dari Simon Anholt. Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa Jerman
memiliki reputasi yang baik dan disukai oleh negara-negara disekitarnya. Jerman
juga memiliki reputasi positif dari sisi ekonomi karena dapat membuktikan
resistensinya dalam mengahadapi krisis di Eropa beberapa waktu lalu. Salah satu
keberhasilan Jerman dalam membentuk nation branding adalah dengan menjadi
tuan rumah dan melakukan kampanye acara pertandingan sepak bola dunia atau
World Cup beberapa tahun silam. Keberhasilan Jerman tersebut berdampak pada
jumlah wisatawan yang berkunjung ke Jerman.13
Peneliti memilih penelitian Bassey sebagai rujukan penelitian terdahulu
karena adanya kesamaan topik permasalahan yaitu upaya meningkatkan reputasi
negara melalui upaya nation branding. Perbedaannya adalah penelitian terdahulu
membahas mengenai upaya nation branding yang dilakukan melalui kampanye
world cup, sedangkan penelitian sekarang akan melakukan penelitian upaya
nation branding melalui perusahaan multinasional atau MNC.
12
Cocomma Bassey, Understanding Nation Branding: A “New Nationalism” in Germany, Thesis,
Program in Global Studies, Brandeis University, hal. 3. 13
Ibid., hal. 49.
10
Hasil penelitian Youde dalam jurnalnya yang berjudul “Selling the state:
State branding as a political resource in South Africa”,14
membahas mengenai
bagaimana upaya Afrika Selatan melakukan kampanye brand Afrika Selatan atau
state branding untuk mempengaruhi kebijakan luar negeri. Penelitian ini
menggunakan konsep nation branding dari Simon Anholt. Hasil penelitian ini
mengungkapkan bahwa ada kemungkinan Afrika Selatan melakukan state
branding untuk tujuan politik. Afrika Selatan telah secara eksplisit menciptakan
sebuah brand politik yang mengacu pada posisi regional dan penduduk yang
beragam. Brand ini memungkinkan Afrika Selatan untuk mengambil peran yang
lebih proaktif dalam urusan internasional.15
Peneliti menggunakan penelitian Youde sebagai salah satu rujukan
penelitian terdahulu karena sama-sama meneliti mengenai pengaruh dari nation
atau state branding terhadap negara asal atau home country. Perbedaannya adalah
pada penelitian terdahulu membahas state atau nation branding yang dilakukan
Afrika Selatan hanya fokus pada unsur budaya saja seperti promosi musik,
olahraga dan film sedangkan pada penelitian sekarang akan membahas kegiatan
branding yang dilakukan oleh negara Jepang melalui sektor ekonomi yaitu
investasi melalui perusahaan multi nasional (MNC).
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Mawar Astari, dengan judul Nation
Branding: Uniquely Singapore, dijelaskan bagaimana melaksanakan nation
branding dalam rangka untuk pemasaran pariwisata Singapura melalui strategi
14
Jeremy Youde, 2009, Selling the state: State branding as a political resource in South Africa,
Place Branding and Public Diplomacy, Vol. 5, No. 2, , hal. 126–140. 15
Ibid., hal. 131.
11
“Uniquely Singapore”.16
Dalam penelitiannya, Mawar menjelaskan alasan
mengapa strategi tersebut yang tetap digunakan sebagai bentuk nation branding
Singapura mulai tahun 2004 hingga tahun 2008. Dengan menggunakan konsep
Nation Branding dan identitas nasional, dalam temuannya, Mawar menjelaskan
bahwa strategi “Uniquely Singapore” digunakan karena strategi tersebut
mencerminkan country image dan country identity dari Singapura.
Penelitian yang dilakukan oleh Mawar digunakan sebagai salah satu
penelitian terdahulu penulis karena memiliki kesamaan konsep yaitu nation
branding. Yang menjadi perbedaan adalah, nation branding yang dilakukan oleh
Singapura lebih mengarah pada tujuan wisata demi menarik investor-investor
asing untuk berinvestasi di Singapura.
Diakonia Pungkassari dalam penelitiannya yang berjudul “Institut Francais
d'Indonesie dan Nation Branding Prancis di Indonesia”,17
menjelaskan peran
institut kebudayaan Prancis di Indonesia dalam membentuk suatu nation branding
dan citra negara Prancis di Indonesia. Dengan menggunakan konsep diplomasi
publik dan nation branding, Pungkassari menjelaskan bahwa Institut Francais
d'Indonesie atau bisa disingkat IFI memiliki peran penting sebagai citra negara
Prancis. Melalui IFI, Prancis ingin menunjukkan bahwa Prancis merupakan
negara yang hebat namun tidak eksklusif terhadap publik Indonesia, sehingga
publik Indonesia dapat menerima hal tersebut.
16
Mawar Astari, 2008, Nation Branding: Uniquely Singapore, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik, Universitas Airlangga. 17
Diakonia Pungkassari, 2015, Institut Francais d'Indonesiedan Nation Branding Prancis di
Indonesia, Universitas Gadjah Mada: Yogyakarta.
http://etd.repository.ugm.ac.id/index.php?mod=penelitian_detail&sub=PenelitianDetail&act=vie
w&typ=html&buku_id=89333&obyek_id=4diakses pada 27 Maret 2017, pukul 20:08WIB.
12
Dalam penelitian Diakonia Pungkassari, terdapat kesamaan dengan
penelitian yang dilakukan oleh penulis, yaitu pelaksanaan nation branding melalui
pihak ketiga yang tidak langsung dilakukan oleh pemerintah, seperti lembaga,
institut atau perusahaan. Namun yang membedakan adalah, pihak ketiga sebagai
perantara pelaksanaan nation branding. Jika penelitian oleh Pungkassari melalui
lembaga kebudayaan yaitu IFI, penelitian yang dilakukan oleh penulis melalui
perusahaan yaitu PT. Ajinomoto Indonesia yang berada di Mojokerto.
Tabel 1.1 Penelitian Terdahulu
Nama Judul Teori /
Konsep
Hasil
Noor Rahmah
Yulia
Diplomasi
Kebudayaan
Republic of
Korea Melalui
Film dan
Drama:
Pencapaian
Kepentingan
Citra dan
Ekonomi
Republic of
Korea di
Indonesia
Diplomasi
Kebudayaan
Hasil analisa dengan
menggunakan kedua
konsep tersebut dapat
disimpulkan bahwa Korea
Selatan memakai strategi
tertentu dalam melakukan
diplomasi kebudayaannya
pada tiap negara.
Cocomma
Bassey
Understanding
Nation
Branding: A
New
Nationalism in
Germany
Nation
Branding
Salah satu keberhasilan
Jerman dalam membentuk
nation branding adalah
dengan menjadi tuan rumah
dan melakukan kampanye
acara pertandingan sepak
bola dunia atau World Cup
beberapa tahun silam.
Keberhasilan German
tersebut berdampak pada
jumlah wisatawan yang
berkunjung ke Jerman
Jeremy Youde Selling the state:
State branding
as a political
Nation
Branding
Hasil penelitian ini
mengungkapkan bahwa ada
kemungkinan Afrika
13
resource in
South Africa
Selatan melakukan state
branding untuk tujuan
politik. Afrika Selatan telah
secara eksplisit
menciptakan sebuah brand
politik yang mengacu pada
posisi regional dan
penduduk yang beragam.
Brand ini memungkinkan
Afrika Selatan untuk
mengambil peran yang
lebih proaktif dalam urusan
internasional.
Mawar Astari Nation
Branding:
Uniquely
Singapore
Nation
Branding
Strategi Uniquely
Singapore digunakan untuk
strategi pemasaran
pariwisata Singapura
karena mencerminkan
country image dan country
identity dari Singapura
sendiri.
Diakonia
Pungkassari
Institut Francais
d'Indonesie dan
Nation-Branding
Prancis di
Indonesia
Diplomasi
Publik dan
Nation
Branding
IFI sebagai lembaga
kebudayaan Prancis
memiliki peran penting
dalam strategi nation
branding Prancis. Prancis
melalui IFI ingin
menunjukkan bahwa
Prancis merupakan negara
yang hebat namun tidak
eksklusif terhadap publik
Indonesia, sehingga publik
Indonesia dapat menerima
hal tersebut
1.5 Kerangka Teori atau Konsep
1.5.1 Multinational Corporation (MNC)
Multinational Corporation (MNC) atau perusahaan multinasional
menurutJohn H. Dunning adalah “an enterprise that engages in foreign
direct investment (FDI) and owns or, in some way, controls value-added
14
activities in more than one country.”18
Perusahaan multinasional adalah
perusahaan yang terbentuk dari penanaman modal asing dan memiliki
aktivitas di lebih dari satu negara. Definisi tersebut menggambarkan
kegiatan perusahaan multinasional dalam dua karakteristik
mengkoordinasikan seluruh masalah dalam satu struktur perusahaan dan
memiliki bagian besar dalam transaksi ekonomi yang berhubungan dengan
aktivitas koordinasi lintas negara. Kedua karakteristik ini membedakan
perusahaan multinasional dari perusahaan lainnya.
Perusahaan Multi Nasional (MNC) memiliki kantor pusat di negara
asal mereka (home country) dan memperluas jaringan luar negeri dengan
membangun anak perusahaan di negara-negara mereka (host country). Jenis
ekspansi itu ditunjuk sebagai foreign direct investment (FDI) karena terlibat
langsung dalam kegiatan produksinya seperti Ford yang membangun pabrik
di Mexico (proses produksi mobil).
1.5.2 Nation branding
nation branding merupakan sebuah konsep yang diadopsi dari
prinsip-prinsip pemasaran yang menilai cara sebuah negara dipandang oleh
negara-negara lainnya (pembentukan citra). Konsep ini menunjukkan citra
dari suatu negara dan tingkat kepercayaan di dunia.19
Peningkatan citra
suatu negara akan menguntungkan banyak negara di luar perbatasannya
18
John H. Dunning, 1993, Multinational Enterprises and the Global, (Addison-Wesley
Publ.),England: Wokingham,, hal. 3. 19
Irwansyah, Menginisiasi Nation Branding Indonesia Menuju Daya Saing Bangsa, diakses dalam
https://www.researchgate.net/profile/Irwan_Syah3/publication/289298830_Menginisiasi_Nation
_Branding_Indonesia_Menuju_Daya_Saing_Bangsa/links/568b58f208ae1975839dcbaf.pdf?orig
in=publication_detail diakses pada 27 September 2016, pukul 22:08 WIB.
15
untuk melakukan ekspor produk. Nation branding berpotensi meningkatkan
daya saing bangsa. Nation branding merupakan presentasi diri dari suatu
negara (upaya dalam menunjukkan muatan positif dari sebuah Negara)
dengan tujuan untuk menciptakan modal reputasional (pembentukan nama
baik) melalui promosi terhadap beberapa komponen, diantaranya ialah
ekonomi, politik dan sosial, baik di dalam negeri maupun di luar negeri.20
Pengertian “brand” menurut Simon Anholt, tidak hanya mengacu
pada produk suatu perusahaan. Dalam konteks negara dan diplomasi,
“brand” lebih mengacu pada pembentukan citra suatu negara yang ingin
ditunjukkan kepada dunia luar. Simon Anholt mengembangkan dimensi-
dimensi pengukuran yang dikenal dengan nation brand index. Institusi
seperti Anholt-GfK Roper, dimensi pengukuran diformulasi sebagai ukuran
untuk melihat kekuatan dan daya tarik dari citra setiap negara. Pengukuran
dimensi dibagi atas enam yaitu ekspor, pemerintah, budaya, masyarakat,
pariwisata, investasi dan imigrasi.21
Pertama, dimensi ekspor menjelaskan tempat produk tertentu dibuat
untuk menentukan naik atau turunnya kesukaan orang untuk membelinya.
Dimensi ekspor juga berusaha untuk mengidentifikasi sesuatu yang
dipikirkan oleh masyarakat di negara lain tentang barang dan jasa yang
diproduksi di suatu negara dan untuk mengetahui usaha masyarakat untuk
20
Ibid 21
Simon Anholt, Nation Brands Index, Anholt GFK, diakses dalam http://nation-brands.gfk.com/
diakses pada 27 September 2016, pukul 22:08 WIB.
16
menghindari atau justru aktif mencari barang dan jasa tersebut dan dari
kegiatan tersebut home country dapat dikenal.22
Kedua, dimensi pemerintahan sebagai sebuah dimensi bertujuan
untuk menunjukkan persepsi (pandangan) mengenai kompetensi pemerintah
untuk memimpin negara ini dan cara pengaturan yang dilakukan. Dimensi
ini mencakup aspek keadilan dan kesetaraan (persamaan) dalam cara sebuah
negara diatur, pandangan dari komitmen negara dan dedikasinya untuk ikut
andil dalam menyelesaikan isu-isu global dan bagaimana pemerintah
berusaha untuk menyelesaikan permasalahan seperti kemiskinan dan
masalah lingkungan di dalam negaranya.23
Tugas dari subtansi dimensi
pemerintah adalah mengeksekusi strategi yang berhubungan dengan hukum
dan politik sehingga akan terbentuk nation branding (pembentukan citra)
yang sukses antar komponennya.24
Ketiga, dimensi berikutnya dalam nation branding adalah budaya
dan peninggalan bersejarah. Dimensi budaya dan peninggalan bersejarah
mengukur persepsi (pandangan) yang berkenaan dengan warisan budaya,
seperti rutinitas (kebiasaan yang biasa dilakukan), musik, film, literatur, dan
olahraga. Dimensi ini menunjukkan cara masyarakat negara lain
memandang budaya dan peninggalan sejarah sebuah negara serta
bagaimana hal tersebut ada dengan jelas di era modern (saat ini). Dimensi
ini mencakup segala hal mulai dari rutinitas (kebiasaan yang biasa
22
Ibid 23
Ibid 24
Simon Anholt, 2010, Places: Identity, Image andReputation, London: PalgraveMacmillan.
17
dilakukan) hingga olahraga modern dan ranah artistik (seni).25
Sehingga
dari dimensi budaya dapat terbangun sebuah citra, baik yang berasal dari
dalam negaranya atau luar negaranya.
Keempat, dimensi masyarakat merupakan penilaian umum terhadap
keramah tamahan masyarakat setempat.26
Masyarakat merupakan dimensi
yang sangat penting dalam mengukur nation branding karena sebuah negara
tidak akan berdiri tanpa adanya rakyat atau masyarakat. Dimensi ini
berusaha mengukur ciri masyarakat dari sebuah negara dalam hal ciri khas
kepribadian dan sikap sosial. Contohnya adalah keadaan masyarakat di
negara tersebut termasuk introvert (kurang atau bahkan tidak ramah) atau
ekstrovert (ramah) dan cara menilai masyarakat terhadap sebuah situasi atau
peristiwa dan kepada orang lain. Dimensi ini juga mengukur tingkat
pendidikan dan keahlian profesional serta keahlian masyarakat di suatu
negara. Dimensi ini dapat menjelaskan nation branding (pembentukan citra)
yang dilakukan oleh subjek terhadap objek yang dituju melalui item yang
ada didalamnya.
Kelima adalah dimensi pariwisata yang mengukur daya tarik tiga
tempat utama, yaitu keindahan alam, bangunan bersejarah, monumen dan
kehidupan urban dan situasi serta kondisi perkotaan. Pengukuran dimensi
pariwisata bertujuan untuk mengidentifikasi besarnya semangat masyarakat
di negara lain untuk melakukan kunjungan ke suatu negara serta hal apa
yang menimbulkan ketertarikan para wisatawan tersebut untuk datang.
25
Ibid 26
Ibid
18
Dimensi ini juga bertujuan untuk mengindentifikasi tentang atraksi alam
(alami) atau atraksi buatan (terbentuk dari campur tangan manusia) yang
terlihat oleh wisatawan.27
Dari tiga komponen yang dimiliki oleh dimensi
ini, nation branding (pembentukan citra) dapat dilakukan oleh subjek
melalui beberapa hal salah satunya adalah melalui media.
Keenam adalah dimensi investasi dan imigrasi yang mengukur
kekuatan negara dalam menarik warga asing untuk tinggal, bekerja dan
bersekolah di negara tersebut.28
Tidak hanya itu, dimensi ini juga mengukur
tentang stabilitas ekonomi nasional, kesempatan yang setara dan persepsi
mengenai kualitas hidup yang layak di Negara tersebut. Dimensi investasi
menitik beratkan pada pengukuran besarnya kapasitas atau kemampuan
negara untuk menarik investor dan terjadinya perputaran uang dari dalam ke
luar dan kembali lagi ke dalam. Sedangkan, dimensi imigrasi diukur dengan
Quality of Life Index. Tolak ukurnya adalah biaya hidup, budaya, ekonomi,
lingkungan, kebebasan, kesehatan, infrastuktur, keamanan dan resiko, serta
iklim. Dari komponen yang ada dimensi ini, nation branding (pembentukan
citra) dapat dilakukan oleh subjek melalui beberapa kegiatan seperti
pembiayaan study yang dilakukan oleh perusahaan negarany yang berada di
Negara lain (MNC) atau dalam bentuk kegiatan yang lain.
27
GfK Nation Research North America, 2011, The Anholt-GfK Roper Nation Brands Index, New
York: Gfk Roper Public Affairs and Media. 28
Gfk, Anholt-GfK Nation Brands Index, diakses dalam http://nation-brands.gfk.com/diakses pada
04 April 2016, pukul 06:00 WIB.
19
Gambar 1.1 The Nation Brand Hexagon oleh Simon Anholt29
1.5.3 Corporate Social Responsibility (CSR)
Menurut The World Business Council for Sustainable Development
(WBCSD), CSR adalah bentuk dari keterpanggilan dunia bisnis untuk
peduli dan bertindak baik serta memberikan kontribusinya yang mencakup
tentang beberapa hal yaitu pembangunan ekonomi berkelanjutan,
peningkatan kualitas hidup para karyawan/pegawai dan yang menyangkut
tentang kesejahteraan masyarakat secara luas serta keberlangsungan dari
komunitas yang ada disekitar. Sejalan dengan WBCSD, World Bank
mendefinisikan CSR yaitu:
”the commitment of business to contribute to sustainable economic
development working with employees and their representatives the
local community and society at large to improve quality of life, in
ways that are both good for businessand good for development.”30
29
Gfk, Anholt-GfK Nation Brands Index, op. cit. 30
Corporate Social Responsibility: diakses dalam http://www.wbcsd.org/work-program/business-
role/previous-work/corporate-social-responsibility.aspxdiakses pada 04 April 2016, pukul 06:00
WIB.
20
Menurut Uni Eropa dalam Anggraini31
“CSR is concept whereby
companies integrate social and enviromental concerns in their business
operations and in their interaction with their stakeholders on a voluntary
basic.” CSR di Indonesia disepadankan dengan Tanggung Jawab Sosial dan
Lingkungan (TSL). Sebagaimana tercantum didalam UU Perseroan Terbatas
No. 40 tahun 2007. Dalam UU tersebut TSL sebagai komitmen Perseroan
untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna
meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat baik
perseroan sendiri, komunitas setempat maupun masyarakat pada
umumnya.32
Menurut Wibisono,33
CSR terdiri dari beberapa komponen utama
yaitu perlindungan lingkungan, perlindungan dan jaminan karyawan,
interaksi dan keterlibatan perusahaan dengan masyarakat, kepemimpinan
dan pemegangsaham, penanganan produk dan pelanggan, pemasok
(supplier), serta komunikasi dan laporan.
a. Perlindungan lingkungan
Perlindungan lingkungan dilakukan perusahaan sebagai wujud kontrol
sosial yang berfokus pada pembangunan berkelanjutan. Lingkungan tempat
usaha harus dijaga keadaannya jangan sampai terjadi kerusakan. Sehingga,
31
Anggraini, F. R. R, 2006,Pengungkapan Informasi Sosial dan Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Pengungkapan Informasi Sosial dalam Laporan Tahunan (Studi
Empiris pada Perusahaan-Perusahaan yang Terdaftar di BEJ). Simposium Akuntansi
Nasional 9 Padang. 32
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, hal.
17. 33
Wibisono.2007. Memebedah Konsep dan Aplikasi Corporate Social.Responsibility. Surabaya:
Media Grapka, hal. 134.
21
eksistensi perusahaan juga dapat terjamin. Contohnya seperti pengelolaan
limbah yang dihasilkan sebagai residu dari proses produksi harus terlebih
dahulu di netralisir sebelum akhirnya dibuang.
b. Perlindungan dan jaminan karyawan
Tanpa karyawan perusahaan sudah dapat dipastikan tidak mampu
menjalankan kegiatannya. Kesejahteraan karyawan merupakan hal mutlak
yang menjadi tolak ukur bagi perusahaan dalam menghargai karyawannya.
Pada saat karyawan merasa bahwa dirinya bersinergi dengan perusahaan hal
ini akan berdampak positif bagi perusahaan. Perusahaan memberikan
imbalan yang sesuai maka karyawan akan memberikan kontribusi yang
positif dan bekerja keras demi perusahaan yang telah berjasa baginya
contohnya yaitu pelatihan.
c. Interaksi dan keterlibatan perusahaan dengan masyarakat
Peran masyarakat dalam menentukan kebijakan perusahaan sangatlah
penting. Sehingga perusahaan dengan masyarakat sekitarnya harus menjaga
harmonisasi agar tercipta harmonisasi. Pada saat masyarakat lokal
memboikot keberadaan perusahaan ini merupakan masalah yang serius bagi
keberlanjutan usaha. Contoh kegiatan yang dapat mengakomodasi faktor ini
adalah memperkerjakan native atau penduduk lokal.
d. Kepemimpinan dan pemegang saham
Pemegang saham merupakan pihak yang paling memiliki kepentingan
terhadap pencapaian keuntungan yang diperoleh perusahaan. Hal ini
22
disebabkan mereka telah berinvestasi dan mengharapkan hasil investasi
yang paling maksimal dari saham yang mereka miliki. Contohnya adalah
berupa semua informasi tentang program yang dilakukan perusahaan dapat
melibatkan pemegang saham dalam hal-hal yang bersifat non finansial.
e. Penanganan pelanggan dan produk
Pelanggan adalah raja merupakan pepatah yang benar adanya. Pada saat
pelanggan merasa puas dengan produk yang dihasilkan maka mereka akan
mememesan kembali atau membeli kembali (repeat order) .Hal ini yang
membuat bisnis dapat terus berrgulir dan keuntungan dapat dinikmati. Pada
saat hal-hal yang mendetail mengenai pelanggan diabaikan mereka akan
melakukan brand switching. Hal ini yang akan membuat perusahaan
mengalami kerugian. Contohnya seperti menanggapi keluhan pelanggan
dengan menyediakan customer service yang mudah diakses.
f. Pemasok (supplier)
Pemasok merupakan pihak yang menguasai jaringan distribusi.
Hubungan yang baik dengan pemasok menguntungkan perusahaan. Karena
pemasok telah mengetahui keinginan perusahaan dan memenuhinya.
Contohnya adalah komunikasi dengan pemasok.
g. Komunikasi dan laporan
Keterbukaan terhadap komunikasi dan pelaporan yang tercermin
melalui sistem informasi akan membantu dalam pengambilan keputusan.
Diperlukan keterbukaan informasi material dan relevan bagi stakeholder.
23
Contohnya dengan mencantumkan pengungkapan kontribusi sosial ke dalam
laporan tahunan.
1.6 Operasionalisasi Konsep
Konsep yang digunakan untuk menjelaskan bagaimana branding
Jepang terhadap masyarakat mojokerto melalui AJINOMOTO Mojokerto
adalah multinational coorparation (MNC), nation branding dan corperate
social responsibility (CSR).
PT. AJINOMOTO Mojokerto merupakan bentuk dari penanaman
modal asing dengan kata lain investasi. Sehingga penulis dalam melakukan
pembahasan memasukkan konsep ini didalamnya untuk mengetahui
proposional sebuah perusahaan dapat dikatakan sebagai perusahaan
multinational (MNC).
Penulis juga memasukkan konsep nation branding untuk
menjelaskan branding yang dilakukan oleh Ajinomoto Mojokerto untuk
negara asalnya yaitu Jepang (home country) melalui dimensi-dimensi yang
dimilikinya yaitu ekspor, pemerintah, budaya, masyarakat, pariwisata,
investasi dan imigrasi.
Dimensi ekspor digunakan untuk menjelaskan sejauh mana produk
Ajinomoto disukai atau tidak disukai oleh msyarakat Indonesia. Dimensi
pemerintah digunakan untuk menjelaskan bagaimana PT. Ajinomto di
Indonesia dalam menghadapi permasalahan hukum maupun politik di
Indonesia. Dimensi budaya digunakan untuk mengukur bagaimana peran
ajinomoto dalam memperkenalkan budaya kerja serta budaya negara Jepang
24
di Indonesia. Dimensi masyarakat menjelaskan bagaimana PT. Ajinomoto
di Indonesia berinteraksi dengan para karyawannya maupun terhadap
masyarakat sekitar. Dimensi pariwisata menjelaskan tentang bagaimana
PT. Ajinomto memberi daya tarik bagi masyarakat untuk melakukan
kunjungan ke Jepang. Dimensi investasi dan imigrasi menjelaskan
bagaimana peran PT. Ajinomoto agar masyarakat di Indonesia dapat belajar
atau mendapat kesempatan kuliah di Jepang.
Terakhir penulis memasukkan konsep atau teori corperate social
responsibility (CSR). Konsep ini digunakan oleh penulis untuk melihat
sejauh mana MNC melaksanakan kegiatan pertanggungjawaban sosial
(CSR) terhadap lingkungan dan masyarakat. Agar penulis dapat
membuktikan bahwa perusahaan multinsional (MNC) asal Jepang tersebut
telah mentaati aturan yang telah tertulis dalam undang-undang nomer 40
tahun 2007.
1.7 Metode Penelitian
1.7.1 Tipe Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah deskriptif,
dimana penulis berusaha menerangkan peran Ajinomoto Mojokerto sebagai
alat nation branding Jepang (Home Country) di Indonesia.
25
1.7.2 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan oleh penulis yakni
dengan melakukan wawancara kepada publik relation Ajinomoto Mojokerto
dan melalui studi kepustakaan, di mana data-data yang diperoleh berasal
dari buku, jurnal, artikel ilmiah dan juga internet. Pengumpulan data
dilakukan dengan cara mencari dan mengambil data dari berbagai sumber
dan dikumpulkan lalu dipilih data yang dianggap masuk dan mampu
membantu penulis menjelaskan fenomena yang sedang dikaji.
1.8 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian sangatlah penting untuk digunakan untuk
mendapatkan hasil penelitian yang efektif dan efisien.
1.8.1 Batasan Materi
Batasan materi sangat diperlukan untuk memberi batasan agar
penelitian yang dilakukan tidak meluas dan dapat mempersempit fokus
penelitian yang ada. Batasan materi dari penelitian ini difokuskan dalam
membahas bagaimana peran dan dampak Ajinomoto Mojokerto sebagai alat
nation branding Jepang (Home Country) di Indonesia.
1.8.2 Batasan Waktu
Batasan waktu yang digunakan dalam penelitian ini adalah 5 tahun
yaitu antara tahun 2010–2015, dengan alasan bahwa selama rentang waktu
tersebut penulis dapat memperoleh data yang relevan dan tidak terlalu lama
dalam segi kurun waktu. Data-data yang didapat oleh penulis tersebut dapat
26
digunakan untuk menjelaskan bagaimana branding Jepang terhadap
masyarakat Mojokerto melalui Ajinomoto Mojokerto.
1.9 Argumen Pokok
Ajinomoto menjadi alat nation branding Jepang di Indonesia
khususnya di Mojokerto. Nation branding (pencitraan) yang dilakukan oleh
perusahaan dapat dilihat atau diukur melalui dimensi-dimensi nation
branding yang meliputi dimensi ekspor, pemerintah, budaya, masyarakat,
pariwisata, investasi dan imigrasi. Melalui dimensi-dimensi tersebut, penulis
dapat memberikan relevansi atau pembuktian bahwa Jepang selaku Home
Country dari Ajinomoto Mojokerto secara tidak langsung telah melakukan
nation branding (pembentukan citra) dengan menggunakan perusahannya
yang berada di Mojokerto tersebut sebagai alatnya.
1.10 Sistematika Penulisan
Skripsi ini dibagi menjadi lima judul bab dengan masing-masing sub bab
untuk menjelaskan fenomena yang sedang dikaji, adapun susunan atau sistematika
penulisan dari kelima judul bab beserta sub bab dalam penulisan skripsi ini adalah
sebagai berikut:
27
1. Bab I Pendahuluan
1.1. Latar Belakang Masalah
1.2. Rumusan Masalah
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.4. Penelitian Terdahulu
1.5. Kerangka Teori atau Konsep
1.6. Operasionalisasi Konsep
1.7. Metode Penelitian
1.7.1. Tipe Penelitian
1.7.2. Teknik Pengumpulan Data
1.8. Ruang Lingkup Penelitian
1.8.1. Batasan Materi
1.8.2. Batasan Waktu
1.9. Argumen Pokok
1.10. Sistematika Penulisan
2. Bab II Posisi Ajinomoto Group Dengan Pemerintah Jepang
2.1 Profil PT Ajinomoto
2.2 Posisi PT Ajinomoto Terhadap Nation Branding Jepang
2.2.1. Dukungan Ajinomoto Group Dalam Nation Branding Jepang
2.2.2. Hubungan PT Ajinomoto Mojokerto Dengan Pemerintah
Jepang
28
3. Bab III Upaya Ajinomoto Mojokerto dalam Membranding Jepang
(Home Country)
Upaya nation branding yang dilakukan AJINOMOTO Mojokerto
tehadap negara asal (Home Country) dapat tercermin melalui dimensi-
dimensi yang terdapat dalam konsep Nation Brand yang dijelaskan dalam
Shimon Anholt. Dimensi-dimensi yang dimaksud adalah dimensi
pemerintah, eksport, budaya, pariwisata, masyarakat serta investasi dan
imigrasi.
3.1. Upaya Branding (pembentukan citra) Ajinomoto Mojokerto Pada
Pemerintah
3.2. Upaya Branding (pembentukan citra) Ajinomoto Mojokerto Pada
Eksport
3.3. Upaya Branding (pembentukan citra) Ajinomoto Mojokerto Pada
Budaya
3.4. Upaya Branding (pembentukan citra) Ajinomoto Mojokerto Pada
Masyarakat
3.5. Upaya Branding (pembentukan citra) Ajinomoto Mojokerto Pada
Pariwisata
3.6. Upaya Branding (pembentukan citra) Ajinomoto Mojokerto Pada
Investasi dan Imigrasi
29
4. Bab IV Pergeseran Persepsi Masyarakat Mojokerto Terhadap Image
Jepang
4.1. Pergeseran Persepsi Terhadap Image Jepang di Pemerintah
4.2. Pergeseran Persepsi Terhadap Image Jepang Melalui Eksport
4.3. Pergeseran Persepsi Terhadap Image Jepang Melalui Budaya
4.4. Pergeseran Persepsi Terhadap Image Jepang Melalui Masyarakat
4.5. Pergeseran Persepsi Terhadap Image Jepang Melalui pariwisata
4.6. Pergeseran Persepsi Terhadap Image Jepang Melalui Investasi dan
Imigrasi
5. BAB V Penutup
5.1. Kesimpulan
5.2. Saran