BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...

17
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan permasalahan krusial yang perlu untuk dicarikan solusinya. Fenomena sosial ini kerap menjadi kendala pembangunan di berbagai negara. Tidak ada bedanya penyakit sosial ini melanda negara-negara berkembang maupun negara-negara maju. Namun persamaan identitas kemiskinan belum tentu sama dalam menilai realitanya. Hal ini disebabkan oleh berbedanya parameter yang digunakan dalam mengukur tingkat kemiskinan. Negara maju seperti Amerika Serikat menggunakan parameter penghasilan untuk mengukur kemiskinan berbeda dengan Indonesia yang berpedoman pada kemampuan untuk membiayai kehidupan perhari. Jika tolak ukur miskin menurut versi Amerika adalah mereka yang berpenghasilan dibawah US $30/ hari atau setara Rp270.000/hari (Rp8.100.000,- perbulan/kurs Rp9.000/US $) maka dapat dikatakan PNS Indonesia masuk dalam kategori miskin (http://politik. kompasiana. com/2011). Kemiskinan selama ini hanya dinyatakan dengan satu dimensi, yakni rendahnya pendapatan. Tidak dipungkiri bahwa pendapatan merupakan aspek penting dari kemiskinan, namun pendapatan hanya mampu menggambarkan sebagian dari kehidupan manusia yang multidimensional. Kemiskinan tidak hanya berarti rendahnya pendapatan, namun juga tidak adanya kesempatan untuk mencapai standar hidup tertentu, seperti kecukupan pangan, kesehatan, keterlibatan dengan lingkungan sosial, penghargaan masyarakat, dan pendidikan

Transcript of BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Kemiskinan merupakan permasalahan krusial yang perlu untuk dicarikan

solusinya. Fenomena sosial ini kerap menjadi kendala pembangunan di berbagai

negara. Tidak ada bedanya penyakit sosial ini melanda negara-negara berkembang

maupun negara-negara maju. Namun persamaan identitas kemiskinan belum tentu

sama dalam menilai realitanya. Hal ini disebabkan oleh berbedanya parameter

yang digunakan dalam mengukur tingkat kemiskinan.

Negara maju seperti Amerika Serikat menggunakan parameter penghasilan

untuk mengukur kemiskinan berbeda dengan Indonesia yang berpedoman pada

kemampuan untuk membiayai kehidupan perhari. Jika tolak ukur miskin menurut

versi Amerika adalah mereka yang berpenghasilan dibawah US $30/ hari atau

setara Rp270.000/hari (Rp8.100.000,- perbulan/kurs Rp9.000/US $) maka dapat

dikatakan PNS Indonesia masuk dalam kategori miskin (http://politik.

kompasiana. com/2011).

Kemiskinan selama ini hanya dinyatakan dengan satu dimensi, yakni

rendahnya pendapatan. Tidak dipungkiri bahwa pendapatan merupakan aspek

penting dari kemiskinan, namun pendapatan hanya mampu menggambarkan

sebagian dari kehidupan manusia yang multidimensional. Kemiskinan tidak hanya

berarti rendahnya pendapatan, namun juga tidak adanya kesempatan untuk

mencapai standar hidup tertentu, seperti kecukupan pangan, kesehatan,

keterlibatan dengan lingkungan sosial, penghargaan masyarakat, dan pendidikan

2

yang memadai. Kemiskinan juga berarti kehilangan kesempatan untuk mencapai

standar kehidupan tertentu lainnya, seperti panjang umur, sehat, bebas dari

kelaparan, memiliki akses terhadap sarana kesehatan, air bersih, pendidikan dan

sosial (Umi Listyaningsih, 2004:2).

Berbagai upaya terus dilakukan pemerintah untuk mengurangi kemiskinan.

Bahkan dari 8 butir Millenium Development Goals (MDGs) yang disetujui oleh

189 negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), butir pertama membahas

tentang kemiskinan dan kelaparan absolut. Targetnya pada tahun 2015 jumlah

orang yang hidup dibawah garis kemiskinan dan menderita kelaparan berkurang

hingga setengahnya, dengan patokan tahun 1990 tingkat kemiskinan 15,1 persen.

Jadi pada tahun 2015 target tingkat kemiskinan adalah 7,5 persen (Stalker, 2008).

Kalau dihitung sejak 2004 sampai 2010, angka kemiskinan hanya turun 3,37

persen (BPS 2004-2011). Hal ini berarti hanya terjadi penurunan angka

kemiskinan 0,5 persen/ tahun. Kalau penurunan angka kemiskinan masih

berlangsung sama hingga 2015, maka perkiraan angka kemiskinan di Indonesia

masih 11,08 persen. Angka ini masih jauh dari target pencapaian MDGs sebesar

7,5 persen (PSSAT UGM, PSPK UGM dan Ford Foundation, 2013: 1).

Secara umum, angka kemiskinan Indonesia sejak 1998-2011 terus

menurun. Penurunan tersebut tidak lepas dari upaya keras pemerintah untuk

menanggulangi kemiskinan melalui berbagai program pro-rakyat. Kendati belum

bisa dikatakan maksimal, akan tetapi tren penurunan menunjukkan bahwa

program-program penanggulangan kemiskinan yang diluncurkan pemerintah telah

3

memberikan efek positif bagi peningkatan kemampuan masyarakat dalam

mengembangkan hak-hak dasar mereka (TNP2K, 2010).

Program-program penanggulangan kemiskinan yang diluncurkan oleh

pemerintah dapat diklasifikasikan dalam 3 kluster:

1. Paket Bantuan Program I: Bantuan dan Perlindungan Sosial yang ditujukan

untuk perlindungan dan pemenuhan hak atas pendidikan, kesehatan, pangan,

sanitasi dan air bersih, paket ini diwujudkan dalam bentuk beras untuk keluarga

miskin (Raskin), Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas yang dulunya

disebut Askeskin), BOS (Bantuan Operasional Sekolah), PKH (Program

Keluarga Harapan) dan BLT (Bantuan Langsung Tunai) (BPS, 2009:90).

Program ini dikoordinasikan oleh Menkokesra, Kementrian Sosial, Kementrian

Pendidikan Nasional, dan Kementrian Kesehatan (PSSAT UGM, PSPK UGM

dan Ford Foundation, 2013:1).

2. Paket Bantuan Program II: Pemberdayaan Masyarakat (PNPM Mandiri) yang

ditujukan untuk memberikan perlindungan dan pemenuhan hak atas berpartisipasi,

kesempatan kerja dan berusaha, tanah, SDA dan LH, dan Perumahan (BPS,

2009:91). Program ini dikoordinasikan oleh Menkokesra dan Bapenas (PSSAT

UGM, PSPK UGM dan Ford Foundation, 2013:1).

3. Paket Bantuan Program III: Pemberdayaan Usaha Mikro dan Kecil (UMK-

KUR) yang bertujuan untuk perlindungan dan pemenuhan hak atas kesempatan

berusaha dan bekerja, SDA dan LH (BPS, 2009:91). Program ini dikoordinasikan

oleh Menkokesra dan Kementrian Perdagangan dan Koperasi (PSSAT UGM,

PSPK UGM dan Ford Foundation, 2013:1).

4

Ukuran keberhasilan pemerintah pusat maupun pemerintah daerah dalam

upaya penanggulangan kemiskinan yaitu apabila bantuan mengenai sasaran yang

tepat. Tabel 1 menyajikan program penanggulangan kemiskinan yang

dilaksanakan secara nasional oleh pemerintah pusat beserta sasarannya. (TNP2K,

2011).

Tabel 1 Program Penanggulangan Kemiskinan dan Sasarannya

Sumber: TNP2K, 2011

Upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk mengurangi tingkat

kemiskinan menghadapi beberapa kendala yang sangat substansi, seperti tidak

No Program Sasaran

1 Program Keluarga Harapan (PKH) Rumah Tangga Miskin dan Sangat Miskin

2 Program Jaminan Kesehatan Masyarakat (JamKesMas) Rumah Tangga Hampir Miskin, Miskin dan Sangat Miskin

3 Program Beras untuk Keluarga Miskin (Raskin) Rumah Tangga Miskin dan Sangat Miskin

4 Program Beasiswa Pendidikan untuk Keluarga Miskin Siswa dari Rumah Tangga Miskin dan Sangat Miskin

a. Sekolah Dasar (SD/MI) Siswa SD dari Rumah Tangga Miskin dan Sangat Miskin

b. Sekolah Menengah Pertama (SMP/MTs) Siswa SMP/MTs dari Rumah Tangga Miskin dan Sangat Miskin

c. Sekolah Menengah Atas (SMA/MA/SMK) Siswa SMA/MA/SMK dari Rumah Tangga Miskin dan Sangat Miskin

d. Pendidikan Tinggi (Diploma dan Sarjana) Mahasiswa dari Rumah Tangga Miskin dan Sangat Miskin

5 Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Kelompok Masyarakat Umum

a. PNPM Mandiri Perseroan Kelompok Masyarakat Perdesaan

b. PNPM Mandiri Perkotaan Kelompok Masyarakat Perkotaan

c. PNPM Daerah Tertinggal dan Khusus Kelompok Masyarakat Pedalaman, Tertinggal dan Khusus (Bencana, Konflik dll)

d. PNPM Peningkatan Pembangunan Infrastruktur Perdesaan (PPIP) Kelompok Masyarakat Perdesaan

e. PNPM Pembangunan Infrastruktur Ekonomi Wilayah (PISEW) Kelompok Masyarakat Perdesaan

f. PNPM Peningkatan Usaha Agrobisnis Pertanian (PUAP) Kelompok Masyarakat Pertanian Perdesaan

g. PNPM Kelautan dan Perikanan (KP) Kelompok Masyarakat Pesisir dan Pelaut

h. PNPM Pariwisata Kelompok Masyarakat Perdesaan Potensial

i. PNPM Generasi Kelompok Masyarakat Perdesaan

j. PNPM Green kecamatan Development Program (G-KDP) Kelompok Masyarakat Perdesaan

k. PNPM Neigbourhood Development (ND) Kelompok Masyarakat Perkotaan

6 Program Kredit Usaha Rakyat (KUR) Usaha Mikro, Kecil dan Menengah

5

terakomodirnya penerima bantuan, sehingga seringkali yang terjadi adalah tidak

tepatnya sasaran penerima bantuan. Faktor utama penyebab tidak tepatnya sasaran

ini adalah kesalahan dalam pendataan penerima bantuan oleh petugas seleksi atau

ketidak jujuran calon peserta penerima bantuan dalam memberikan informasi saat

survei pendataan penerima bantuan dilakukan. Pola yang sama ditemukan di

Pedukuhan Pogung Kidul, Desa Sinduadi, Kecamatan Mlati, Kabupaten Sleman,

Provinsi Daerah IstimewaYogyakarta.

Daerah IstimewaYogyakarta merupakan salah satu dari 33 provinsi di

wilayah Indonesia, terletak di Pulau Jawa bagian tengah. Provinsi Daerah

Istimewa Yogyakarta dengan luas daratan sekitar 3.133.15 km2. Meskipun

wilayahnya tergolong kecil bukan berarti provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

telah terlepas dari masalah kemiskinan (BPS, 2012). Menurut BPS, jumlah

kemiskinan di Yogyakarta selalu lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat

nasional (Listyaningsih,2004: 4).

Kecamatan Mlati merupakan salah satu kecamatan yang berada dibagian

selatan wilayah kabupaten Sleman. Secara geografis, kecamatan Mlati berbatasan

dengan kecamatan Sleman dibagian utara, Kecamatan Seyegan dibagian barat,

kecamatan Gamping dan Godean dibagian selatan, dan dibagian timur berbatasan

dengan kecamatan Depok dan kecamatan Ngaglik. Luas wilayah kecamatan Mlati

sebesar 28,52 km2 atau sekitar 4,96 persen dari luas seluruh wilayah kabupaten

Sleman. Desa Sinduadi merupakan desa dengan wilayah terluas, yaitu seluas 7,37

km2. Desa terluas kedua adalah desa Sumberadi 6,00 km2 disusul Desa

Sendangadi 5,36 km2, Desa Tirtoadi 4,97 km2, dan terakhir desa Tlogoadi 4,82

6

km2. Kecamatan Mlati adalah dataran dengan ketinggian sekitar 146-172 dpl,

sementara desa yang memiliki ketinggian tertinggi adalah Desa Sendangadi yaitu

175 dpl (BPS Kabupaten Sleman, 2011:1).

Desa Sinduadi memiliki jumlah pedukuhan, RW, dan RT terbanyak di

kecamatan Mlati yaitu 18 pedukuhan, 62 RW dan 196 RT. Jumlah penduduk

terbesar di Kecamatan Mlati pada tahun 2010 adalah di Desa Sinduadi yaitu

sebesar 47.875 jiwa sebagai dampak dari daerah tujuan migrasi penduduk. Agama

Islam merupakan mayoritas di desa Sinduadi yaitu sebanyak 26.463 penduduk.

Disamping itu Desa Sinduadi merupakan desa yang mempunyai fasilitas praktek

dokter terbanyak yaitu 33 tempat. Jumlah rumah tangga miskin di desa Sinduadi

merupakan yang terbesar di kecamatan Mlati yaitu sebesar 24,68 persen (BPS

Kabupaten Sleman, 2011:3-15).

Pedukuhan Pogung Kidul sebagai salah satu pedukuhan didesa Sinduadi

terletak disebelah utara dan berbatasan langsung dengan Universitas Gadjah Mada

(UGM) yang terdiri dari 4 RW, 23 RT dengan 850 kepala keluarga (KK) dengan

jumlah penduduk sekitar 3400 orang yang hampir 90 persen memeluk agama

Islam. Masyarakat Pogung Kidul adalah perpaduan antara warga asli Pogung

Kidul dan warga pendatang baik yang bekerja maupun masih menjadi mahasiswa

di UGM. Perhatian pemerintah terhadap persoalan umum yang dihadapi rakyatnya

ini perlu mendapat apresiasi dari semua kalangan. Karena secara substansi

pemerintah telah menjalankan tugasnya sebagai pemimpin negara yang

berkewajiban meringankan beban rakyatnya dengan pendapatan dan pengeluaran

negara yang tertuang dalam APBN.

7

Program pemerintah yang dianalogikan sebagai manifestasi insentif

pemerintah dalam menyalurkan apa yang telah menjadi hak rakyatnya. Namun

disini perlu dilakukan pengkajian ulang dimana program pemerintah yang

ditujukan untuk pemberdayaan masyarakat miskin tersebut belum tepat sasaran,

sehingga perlu dilakukan pendampingan agar kesalahan dalam pendistribusiannya

dapat diminimalisir. Problem yang sering ditemui di lapangan adalah banyaknya

orang yang tidak berhak menerima bantuan pemerintah tetapi menerimanya dan

bahkan sebaliknya orang yang berhak menerima bantuan malah tidak memperoleh

bantuan. Salah sasaran tersebut mengakibatkan tidak efektifnya pendistribusian

bantuan pemerintah. Raskin sebagai salah satu komponen bantuan pemerintah

tidak luput dari kesalahan-kesalahan tersebut. Marut (2013) menyatakan 8 dari

program bantuan pemerintah yang bermasalah 45 persennya terdapat pada

program Raskin. Fleksibelnya data orang miskin yang berhak untuk menerima

Raskin menjadi problem tersendiri. Sehingga banyak ditemukan orang yang tidak

miskin mengaku miskin, selain itu penyaluran Raskin yang macet di kabupaten/

Dinsos menjadi hal yang biasa dengan alasan bahwa ketua RT atau ketua dukuh

tidak dapat menebus harga Raskin di pusat dan panen yang gagal kerap menjadi

alasan oleh pemerintah pusat.

8

Gambar 1

Alur Pendistribusian Raskin

Sumber: www. Bulog.go.id

Apabila dikelompokkan maka terdapat 8 kesalahan yang sering terjadi

dalam pendistribusian Raskin:

1.) Salah sasaran

Raskin yang semestinya dibagikan kepada keluarga miskin, ternyata jatuh ke

tangan kelompok masyarakat lain.

2.) Mutu beras jelek

Meski pemerintah menjamin kualitas Raskin berkondisi baik, namun banyak

dikeluhkan, beras dibagikan apek, pera, kotor dan banyak kutu.

3.) Dijual lagi ke pasar.

Raskin tidak dibagikan kepada yang berhak menerima, tetapi oleh okmun

petugas dijual lagi ke penadah.

9

4.) Jumlah berkurang

Jumlah Raskin yang dibagikan tidak sesuai dengan porsi yang telah

ditentukan oleh pemerintah untuk satu RTS yaitu 15 kg.

5.) Tidak sesuai harga

Harga pembelian Raskin yang semestinya Rp1.600/kg, harus dibeli seharga

Rp2.000/ kg.

6.) Ada biaya tambahan

Harga Raskin yang semestinya dijual Rp1.600/kg terpaksa harus dibayar

lebih karena ada biaya tambahan seperti untuk biaya administrasi, ongkos angkut,

dan lainnya.

7.) Kesalahan data

Akibat tidak adanya koordinasi antara pemerintah baik dari pusat, provinsi,

kabupaten sampai desa, jumlah orang miskin yang didata lebih besar atau lebih

sedikit dari yang sebenarnya, sehingga Raskin yang dibagikan kurang atau lebih.

8.) Menunggak setoran pembayaran

Akibat tunggakan hasil penjualan Raskin disuatu daerah yang tidak

disetorkan ke Dolog, maka Dolog tidak mau menyalurkan lagi jatah Raskin

sebelum tunggakan dilunasi.

Dari 8 kesalahan dalam pendistribusian Raskin diatas, hal yang paling

urgent untuk diatasi adalah salah sasaran. Hal ini juga didorong oleh pemahaman

masyarakat bahwa bantuan pemerintah adalah hak semua warga masyarakat.

Sehingga tidak ada rasa malu dan bersalah ketika orang yang tidak berhak

10

memperoleh bantuan tetapi menerima bantuan. Lebih tepatnya mereka

memiskinkan diri demi untuk dapat memperoleh bantuan.

Hal ini sangat bertentangan dengan konsep Islam yang menyuruh untuk

mengatasi kemiskinan, karena kemiskinan dapat menyebabkan seseorang

menghalalkan segala cara serta akibat yang paling fatal adalah kemiskinan dapat

mengakibatkan seseorang menjadi kufur, sebagaimana dalam hadist Rasulullah

SAW:

( Artinya: “Hampir-hampir kemiskinan itu menjadikan seseorang kufur” (Hadist

Riwayat: Abu Nu’aim) (Abu Nu’aim: 1405).

Kekufuran disini bisa dikategorikan juga kepada kufur nikmat. Kekufuran

baik dalam berbagai bentuk tidak diperkenan oleh Allah SWT. Seorang muslim

seharusnyalah menyadari bahwa mengakui diri sebagai orang miskin padahal

tidak termasuk dalam kategori miskin dapat dikategorikan sebagai kufur nikmat.

Nabi Muhammad SAW beberapa abad yang lalu, telah mengingatkan

bahwa kemiskinan dapat saja merubah seseorang menjadi tamak dan serakah

sebagaimana kisah-kisah zaman dahulu yang menceritakan mengenai dampak dari

tamak dan serakah. Kisah-kisah tersebut dapat dianalogikan kepada permasalahan

kemiskinan yang melanda Indonesia saat ini, sehingga terdapatnya orang yang

memiskinkan dirinya sendiri agar dapat memperoleh bantuan dari pemerintah.

Disamping itu, adanya penyalahgunaan program pemberdayaan tersebut oleh

11

oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Seyogyanya dengan program

pemberdayaan pemerintah tersebut dapat mengurangi angka kemiskinan dan

menciptakan kesejahteraan rakyatnya demi terwujudnya pembangunan yang

berkelanjutan sebagai cita-cita bangsa ini.

Oleh sebab itu, penelitian terhadap ketepatan sasaran penerima Raskin

perlu untuk dikaji lebih komprehensif, sehingga nantinya dapat diketahui

efektifnya program ini dalam membantu mengurangi beban masyarakat miskin

untuk memenuhi kebutuhan makanan pokok mereka yaitu beras. Dalam penelitian

ini, penulis ingin mengkaji lebih dalam mengenai ketepatan penyaluran

pendistribusian Raskin di pedukuhan Pogung Kidul, sehingga dapat diketahui

bahwa penerima Raskin adalah orang yang benar-benar membutuhkan dan

termasuk orang miskin, selain itu dari segi pemanfaatan Raskin oleh RTS dapat

diketahui bahwa RTS Muslim merasa bersyukur dalam memperoleh bantuan.

Selayaknya orang muslim ketika menerima rezki dari Allah SWT.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka dapat dirumuskan

pertanyaan masalah penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimanakah Identitas RTS penerima beras untuk keluarga miskin di

pedukuhan Pogung Kidul?

2. Bagaimanakah ketepatan sasaran pendistribusian Raskin kepada RT Muslim

sasaran penerima beras untuk keluarga miskin di pedukuhan Pogung Kidul?

3. Bagaimanakah pemanfaatan Raskin oleh RT Muslim sasaran penerima beras

untuk keluarga miskin di pedukuhan Pogung Kidul?

12

4. Bagaimanakah pengakuan RTS dalam penerimaannya terhadap Raskin?

5. Apakah program bantuan Raskin kepada RTS di pedukuhan Pogung Kidul

sudah efektif?

1.3 Batasan Penilitian

Agar tidak meluasnya penelitian ini, maka peneliti membatasi penelitian di

daerah yang mayoritas berpenduduk muslim di desa Sinduadi yaitu di pedukuhan

Pogung Kidul. Penyebaran kuesionerpun hanya terbatas kepada RTS penerima

manfaat program Raskin yang beragama Islam di pedukuhan Pogung Kidul.

1.4 Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan:

1. Untuk menganalisis Identitas RTS penerima beras untuk keluarga miskin di

pedukuhan Pogung Kidul

2. Untuk menganalisis ketepatan sasaran pendistribusian Raskin kepada RT

Muslim sasaran penerima beras untuk keluarga miskin di pedukuhan Pogung

Kidul

3. Untuk menganalisis pemanfaatan Raskin oleh RT Muslim sasaran penerima

beras untuk keluarga miskin di pedukuhan Pogung Kidul

4. Untuk menganalisis pengakuan RTS dalam penerimaannya terhadap Raskin

5. Untuk menganalisis efektifitas program bantuan Raskin kepada RT Muslim

di pedukuhan Pogung Kidul

1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan akan memberikan informasi bagi pemerintah dan

masyarakat mengenai pendataan penerima Raskin dan pemanfaatannya

13

dipedukuhan Pogung Kidul. Memberikan sumbangan pemikiran mengenai

pendataan orang miskin khususnya yang beragama Islam yang berhak untuk

menerima Raskin sehingga kedepannya diharapkan data penerima Raskin tepat

sasaran. Selanjutnya penelitian ini juga diharapkan dapat dijadikan bahan kajian

atau referensi peneliti berikutnya didalam mendata orang miskin yang benar-benar

miskin dan berhak untuk memperoleh bantuan Raskin.

1.6 Keaslian Penelitian

Untuk membedakan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya sehingga

dapat dilihat keoriginalitasannya, maka penulis merasa perlu membuat

perbandingan dengan penelitian-penelitian sebelumnya. Perbandingan diperlukan

sebagai tolak ukur bahwa penelitian ini bebas dari penjiplakan. Namun apabila

ditemukan kesamaan dengan penelitian sebelumnya hanya pada hal-hal tertentu

yang tidak mempengaruhi hasil. Dalam artian walaupun metode penelitian yang

digunakan sama (misalnya), tetapi studi kasusnya berbeda. Atau apabila terdapat

kesamaan pada objek penelitian, tetapi terdapat perbedaan pada tujuan penelitian.

Tabel 2

Penelitian-Penelitian Terdahulu No. Peneliti Tahun Judul Metode Kesimpulan

1. Yantini 2008 Persepsi Masyarakat

dan AparatDesa

dalam implementasi

Program Raskin.

(studi kasus

Margomulyo

kecamatan seyegan

kabupaten sleman)

Deskriptif

analitis, Jenis

data yang

digunakan

adalah data

primer dan data

sekunder.

Teknik

Fenomena perbedaan persepsi

antara masyarakat dan aparat desa

dalam implementasi progam

Raskin menimbulkan implikasi

berupa kecemburuan sosial antar

warga masyarakat. Adanya

kecemburuan antar warga tersebut

mendorong aparat padukuhan

14

pengumpulan

data melalui

wawancara,

observasi,

dokumentasi,

sedangkan

teknik analisa

data dilakukan

melalui

beberapa

langkah:

a.Pngelompokan

tipologi varian

(reduksi data).

b. Penyajian

data (display

Data),

c. Mengambil

kesimpulan dan

Verifikasi

melakukan kebijakan lokal dengan

membagi rata Raskin baik kepada

RTM sasaran Raskin maupun

warga non sasaran dan

mengorganisasikan pengambilan

Raskin secara kolektif. Kebijakan

lokal tersebut menimbulkan

konsekuensi terjadiny

ketidaktepatan sasaran,

ketidaktepatan jumlah dan

ketidaktepatan harga Raskin,

sehingga mengakibatkan

implementation gap (kegagalan

program). Implementation gap

menyebabkan kebijakan Raskin

menjadi rancu dan tidak sesuai

dengan harapan normatif yang

telah digariskan, serta gagal dalam

mencapai tujuan.

2. Adinugoho,

Langgeng

Wisnu

2010 Efektivitas dan

efisiensi distribusi

Raskin perum bulog

divre kalimantan

timur di kota

balikpapan

Regresi Logistik Efektifitas: Realisasi x 100persen

Target Indikator tepat sasaran:

100persen dengan target 8.299

RTM dapat direalisasikan 8.299

RTM

Indikator tepat jumlah: 100persen

dengan target 1.465.230 Kg dapat

direalisasikan 1.465.230 Kg

Indikator tepat harga: 100persen

dengan target Rp 1.600/Kg dapat

direalisasikan Rp 1.600/Kg

Indikator Tepat waktu: 100persen

dengan target 12 bulan dapat

direalisasikan 12 bulan

15

Indikator tepat administrasi: 100

persen dengan target 13 jenis

laporan dapat direalisasikan 13

jenis laporan.

Indikator tepat kualitas: 100persen

dengan target kualitas beras

medium dapat direalisasikan

dengan kualitas beras medium,

yaitu sesuai dengan inpres No 1

Tahun 2008 tentang persyaratan

kualitas beras dan harga pembelian

pemerintah yang terdiri dari:

Kadar air: mak 14 persen

Derajat sosoh: min 95 persen

Butir patah: mak 20 persen

3. Ali Mochtar

Jaya

2011

Program Beras

Untuk Keluarga

Miskin (Raskin) dan

Implikasinya

terhadap Ketahanan

Sosial Masyarakat.

(Studi Kasus di

kecamatan Parigi

Kabupaten Muna

Provinsi Sulawesi

Tenggara)

Pendekatan

kualitatif yang

disajikan secara

deskriptif. jenis

data adalah

Primer dan

sekunder.

pengumpulan

data dilakukan

melalui:

observasi,

wawancara,

dokumentasi,

wawancara

berkelompok

(FGD), dan studi

kepustakaan.

Pengambilan

informan

Program Raskin yang bertujuan

untuk menjaga ketahanan sosial

masyarakat sejauh ini berjalan

sesuai dengan yang diharapkan,

walaupun ada beberapa kendala

yang dihadapi oleh pemerintah dan

jajarannya. Seperti kurangnya

transparansi dalam penyaluran,

terbatasnya dana desa untuk

mengambil beras miskin,

berubahnya pola konsumsi dan

masih banyaknya terjadi tidak tepat

sasaran penerima bantuan beras

miskin. implikasi dari bantuan

beras miskin bagi ketahanan

pangan masyarakat parigi dapat

dilihat dari berbagai sisi, pertama

implikasi secara ekonomi,

implikasi secara sosial dan

16

melalui

purposive

sampling. Proses

analisa data

dilakukan dalam

beberapa

tahapan,

Menela’ah

wawancara, dan

dokumentasi,

reduksi data.

implikasi secara politik. Dari segi

ekonomi adalah para penerima

manfaat bantuan beras miskin

dapat mengurangi biaya makan

sehingga dapat mengurangi beban

ekonomi dan beban pikiran

keluarga. Implikasi sosial adalah

terciptanya keharmonisan antar

sesama masyarakat kecamatan

parigi. implikasi secara politik

adalah menciptakan suasana yang

kondusif antara pemerintah dan

masyarakat.

4.

Riecha Fatma

Puspitasarie

2011 Efektifitas

Pelaksanaan

Program Raskin

(Studi Kasus di

Dukuh Jurangkajong

Desa Karangpakel

Kecamatan Trucuk

Kabupaten Klaten)

Penelitian

kualitatif dengan

metode

deskriptif dan

dilengkapi

analisis terhadap

data sekunder

Tepat sasaran: belum tepat sasaran

Tepat jumlah: tidak tepat jumlah,

Tepat harga: sesuai dengan

pedoman Raskin.

Tepat waktu: sesuai dengan

jadwalnya tetapi terkadang jadwal

pendistribusiannya Raskin berubah

sesuai dengan situasi maupun

kondisi yang terjadi.

Tepat kualitas: sebenarnya sudah

cukup bagus, meskipun warga

pernah menerima Raskin dengan

kualitas yang kurang bagus, yaitu

beras yang tidak tepat jumlah,

Tepat harga: sesuai dengan

pedoman Raskin.

Tepat waktu: sesuai dengan

jadwalnya, tetapi terkadang jadwal

pendistribusiannya Raskin berubah

sesuai dengan situasi maupun

kondisi yang terjadi.

Sumber: Tesis UGM

17

1.7 Sistematika Penulisan

Agar lebih sistematis dan terarahnya tulisan ini, maka disini penulis

mencantumkan sistematika penulisan sebagai acuan untuk pedoman penulisan:

BAB I PENDAHULUAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN