Glaukoma Absolut- Case 2
-
Upload
william-ang -
Category
Documents
-
view
41 -
download
7
description
Transcript of Glaukoma Absolut- Case 2
LAPORAN KASUS
RETINOPATI DIABETIK PROLIFERATIF
Disusun Oleh:
Denny Purbawijaya
406147036
Pembimbing :
dr. Nanda Lessi Hafni Eka Putri, Sp.M.
KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA
PERIODE 13 APRIL – 16 MEI 2015
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CIAWI - BOGOR
1
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata
RSUD Ciawi
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Nama : Denny Purbawijaya Tanda Tangan:
NIM : 406147036
Dokter Pembimbing : dr. Nanda Lessi, Sp. M
I. Identitas Pasien
Nama : Tn. E
Umur : 62 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Pensiunan
Alamat : Kp. Cibening RT 01/05, desa Pamijatan, Bogor.
Tanggal pemeriksaan : 29 April 2015
Pemeriksa : Denny Purbawijaya
Moderator : dr. Nanda Lessi, Sp.M
II. Anamnesis
a) Anamnesis tanggal : 29 April 2015, Pukul 14.40
b) Keluhan Utama : Penglihatan kedua mata buram perlahan
c) Keluhan Tambahan : melihat kabut tipis, silau bila melihat cahaya
d) Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang ke poli mata RSUD Ciawi dengan
keluhan penglihatan kedua mata buram sejak ± 5 bulan SMRS. Penglihatan
dirasakan semakin lama semakin menurun, terutama dirasakan lebih berat pada
mata kanan 4 hari SMRS. Pasien juga mengeluh sering melihat kabut tipis dan
2
silau bila melihat cahaya. Mata sebelah kanan dirasakan gatal, berair dan
mengganjal. Pasien juga merasakan berair pada mata kirinya.
Keluhan pusing, mual, muntah, dan melihat pelangi disangkal. Penglihatan
berkurang pada malam hari, lapang pandang yang menyempit juga disangkal.
Melihat bayangan hitam yang menutupi dan penglihatan turun mendadak disangkal
oleh pasien. Tidak ada mata merah, tidak ada gatal dan tidak ada sekret.
e) Riwayat Penyakit Dahulu :
- Riwayat kencing manis sejak ± 15 tahun lalu, terkontrol dengan obat
- Riwayat darah tinggi sejak ± 20 tahun tidak terkontrol .
- Riwayat memakai kacamata atau lensa kontak sebelumnya disangkal.
- Riwayat keluhan mata yang sama sebelumnya disangkal.
- Riwayat asma, alergi dan trauma pada mata disangkal.
f) Riwayat Penyakit Keluarga :
- Tidak ada keluarga yang memilki penyakit dengan keluhan yang sama dengan
pasien.
- Riwayat kencing manis, darah tinggi, asma dan alergi pada keluarga disangkal.
III. Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
a) Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
b) Kesadaran : Compos mentis
c) Tekanan darah : 140 / 100 mmHg
d) Frekuensi nadi : 80 x/menit, reguler, isi cukup
e) Frekuensi napas : 20 x/menit, reguler, bersifat abdominotorakal
f) Suhu : Afebris
IV. Pemeriksaan Sistem
a) Kepala : normocephali, deformitas (-), rambut putih, distribusi tidak
merata.
a. Mulut : Higiene buruk, ada karies dentis , tonsila palatina T1-T1
b. Telinga : Normotia, sekret – , pendengaran baik, KGB pre & retro
aurikular normal
3
c. Hidung : Bentuk normal, septum deviasi – , sekret –
b) Leher : Trakea di tengah, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid & paratiroid
c) Thorax :
a. Paru : Suara napas vesikuler, ronki - , wheezing –
b. Jantung : BJ I & II reguler, murmur –, gallop –
d) Abdomen : Flat, supel, bising usus +, nyeri tekan
e) Ekstremitas : edema – , akral hangat +, CRT < 2 detik
V. Pemeriksaan Oftalmologis :
Keterangan OD OS
1. Visus 1/60 PH (-) 20/25 f1 PH (-) Axis visus Tidak dilakukan Tidak dilakukan Koreksi Tidak dilakukan Tidak dilakukan Addisi Tidak dilakukan Tidak dilakukan Distansia pupil Tidak dilakukan Tidak dilakukan Kacamata lama Tidak ada Tidak ada
2. Kedudukan bola mata Eksoftalmus Tidak ada Tidak ada Enoftalmus Tidak ada Tidak ada Deviasi Tidak ada Tidak ada Gerakan bola mata Normal Normal
3. Supersilia Warna Hitam Hitam Simetris + +
4. Palpebra superior & inferior Edema Tidak ada Tidak ada Nyeri tekan Tidak ada Tidak ada Ekteropion Tidak ada Tidak ada Enteropion Tidak ada Tidak ada Blefarospasme Tidak ada Tidak ada Trikiasis Tidak ada Tidak ada Sikatriks Tidak ada Tidak ada Punctum Lakrimal Normal Normal Fissura palpebra Simetris Simetris Test Annel Tidak dilakukan Tidak dilakukan
5. Konjungtiva superior & inferiorHiperemis Tidak hiperemis Tidak hiperemisFolikel Tidak ada Tidak ada
4
Papil Tidak ada Tidak adaSikatriks Tidak ada Tidak adaHordeolum Tidak ada Tidak adaKalazion Tidak ada Tidak ada
6. Konjungtiva bulbiSekret Tidak ada Tidak adaInjeksi Konjungtiva Tidak ada Tidak adaInjeksi Siliar Tidak ada Tidak adaPerdarahan Subkonjungtiva Tidak ada Tidak adaPterigium Tidak ada Tidak adaPingekuela Tidak ada Tidak adaNevus pigmentosa Tidak ada Tidak adaKista dermoid Tidak ada Tidak ada
7. SkleraWarna Putih PutihIkterik Tidak ikterik Tidak ikterikNyeri tekan Tidak ada Tidak ada
8. KorneaKejernihan Jernih JernihPermukaan Rata RataUkuran Φ 10 mm Φ 10 mmSensibilitas Baik BaikInfiltrat Tidak ada Tidak adaKeratik presipitat Tidak ada Tidak adaSikatrik Tidak ada Tidak adaUlkus Tidak ada Tidak adaPerforasi Tidak ada Tidak adaArcus senilis Ada AdaEdema Tidak ada Tidak adaTest placida Tidak dilakukan Tidak dilakukan
9. Bilik mata depanKedalaman Cukup CukupKejernihan Jernih JernihHifema Tidak ada Tidak adaHipopion Tidak ada Tidak adaEfek Tyndal Tidak dilakukan Tidak dilakukan
10. IrisWarna Kecoklatan KecoklatanKripta Regular RegularSinekia Tidak ada Tidak adaKoloboma Tidak ada Tidak ada
11. Pupil
5
Letak Di tengah Di tengahBentuk Bulat, regular Bulat, RegularUkuran Φ 4 mm Φ 4 mmRefleks cahaya langsung + +Refleks cahaya tidak langsung
+ +
12. LensaKejernihan Agak keruh Agak keruhLetak Di tengah Di tengahShadow test Positif Positif
13. Badan kacaKejernihan Keruh KeruhPerdarahan Vitreus + -
14. Fundus okuli Papil N IIBatas Tegas TegasWarna Kuning KuningEkskavasio Tidak ada Tidak adaA/V Ratio 2 : 3 2 : 3C/D Ratio 0,3 0,3Makula LuteaEdem + Tidak adaRetinaNeovaskularisasi Tidak ada Tidak adaHard Eksudat Ada AdaPerdarahan Ada (dot blot
hemoragik )Ada (dot blot hemoragik )
sikatriks Tidak ada Tidak adaAblasio Tidak ada Tidak ada
15. PalpasiNyeri tekan Tidak ada Tidak adaMassa tumor Tidak ada Tidak adaTensi okuli N NTonometri Schiotz Tidak dilakukan Tidak dilakukan
16. Kampus visiTest konfrontasi Normal Normal
VI. Pemeriksaan Penunjang
Yang sudah dilakukan:
Hasil laboratorium (05/04/2015): GDS 182 mg/dl
Yang dianjurkan:
1. Fundus photography
6
2. OCT (optical coherence tomography)
3. Angiografi fluoresein
VII. Resume
Telah diperiksa pasien laki-laki berusia 62 tahun dengan keluhan utama penglihatan
kedua mata buram secara perlahan sejak ± 5 bulan SMRS, terutama dirasakan lebih
berat pada mata kanan. Pasien juga mengeluh melihat kabut tipis dan silau bila
melihat cahaya. Mata sebelah kanan dirasakan gatal, berair dan mengganjal. Mata kiri
dirasakan berair. Riwayat Penyakit diabetes melitus sejak 15 tahun yang lalu
terkontrol dengan obat; riwayat hipertensi 20 tahun yang lalu tidak terkontrol.
Pemeriksaan fisik sistem lain dalam batas normal.
Pada pemeriksaan ophtalmologis didapat :
OD OS
Visus 1/60 PH (-) 20/25 f1 PH (-)
C Arcus Senilis (+) Arcus Senilis (+)
L Agak keruh, Shadow test (+) Agak keruh, Shadow test (+)
Badan Kaca
KeruhPerdarahan Vitreus (+)
Keruh
F Edema Makula (+) -
Hard exudate (+) Hard exudate (+)
Dot-blot hemoragik (+) Dot-blot hemoragik (+)
VIII. Diagnosisa. Diagnosis kerja : 1. Proliferative Diabetic
Retinopathy (PDR) OD + Moderate Non Proliferative Diabetic Retinopathy (NPDR) OS 2. Katarak Diabetik Imatur ODS
b. Diagnosis banding : 1. Severe Non proliferative diabetic retinopathy (NPDR) OS 2. Katarak senilis imatur ODS
IX. Penatalaksanaan Non-medika Mentosa
- Pemeriksaan rutin pada dokter spesialis mata setiap 2 bulan dan pada dokter spesialis penyakit dalam setiap bulan
- Kontrol faktor resiko sistemik (kontrol gula darah, kadar lemak, dan protein dalam darah)
Medika Mentosa
7
- Sodium Iodide 10 mg/ml, Potassium Iodide 5 mg/ml, vit A ed 4 x 1 gtt ODS
- Injeksi anti- VEGF OD
- Laser PRP OD 3x
KIE- Edukasi pada pasien tentang penyakitnya dan pentingnya kontrol serta minum
obat secara teratur
X. Prognosis OD OSAd vitam dubia dubia Ad fungsionam dubia ad Malam dubia ad MalamAd sanationam Malam Malam
8
TINJAUAN PUSTAKA
RETINOPATI DIABETIK
DEFINISI
Retinopati diabetik / Diabetic Retinopathy (DR) adalah suatu mikroangiopati
progresif yang ditandai oleh kerusakan dan sumbatan pembuluh-pembuluh halus, meliputi
arteriol prekapiler retina, kapiler-kapiler dan vena-vena.
Retinopati diabetik adalah kelainan retina (retinopati) yang ditemukan pada penderita
diabetes melitus. Retinopati akibat diabetes melitus lama berupa aneurisma, melebarnya
vena, perdarahan dan eksudat lemak.
EPIDEMIOLOGI
Retinopati diabetika biasanya timbul setelah penderita menderita diabetes melitus
selama 5 – 15 tahun. Dimana angka kejadian pada wanita lebih banyak daripada pria . Umur
yang terbanyak menderita retinopati diabetika adalah 50 – 65 tahun. Retinopati ini
merupakan penyulit yang paling penting dari diabetes mellitus.
Kira-kira 1 dari 900 orang berusia 25 tahun mengidap diabetes dan kira-kira 1 dari 25 orang
berusia 60 tahun adalah penyandang diabetes. Prevalensi retinopati diabetik proliferatif pada
diabetes tipe 1 dengan lama penyakit 15 tahun adalah 50%. Retinopati diabetik jarang
ditemukan pada anak-anak dibawah umur 10 tahun tanpa memperhatikan lamanya diabetes.
Resiko berkembangnya retinopati meningkat setelah pubertas.
FAKTOR RESIKO
Faktor resiko yang berhubungan dengan munculnya Retinopati Diabetik antara lain:
1. Durasi menderita diabetes, merupakan faktor penentu penting. Kurang lebih 50%
pasien menderita DR setelah 10 tahun, 70% setelah 20 tahun dan 90% setelah 30
tahun dari onset penyakit.
2. Jenis Kelamin, insidensi wanita dibanding pria (4:3)
9
3. Kontrol glukosa darah yang buruk, berhubungan dengan perkembangan dan
perburukan retinopati diabetik.
4. Tipe Diabetes, dimana retinopati diabetik mengenai DM tipe 1 maupun tipe 2 dengan
kejadian hampir seluruh tipe 1 dan 75% tipe 2 setelah 15 tahun
5. Kehamilan, biasanya dihubungkan dengan bertambah progresifnya retinopati diabetik,
meliputi kontrol diabetes prakehamilan yang buruk, kontrol ketat yang terlalu cepat
pada masa awal kehamilan, dan perkembangan dari preeklamsia serta
ketidakseimbangan cairan.
6. Hipertensi yang tidak terkontrol, biasanya dikaitkan dengan bertambah beratnya
retinopati diabetik dan perkembangan retinopati diabetik proliferatif pada DM tipe I
dan II
7. Nefropati, jika berat dapat mempengaruhi retinopati diabetik. Sebaliknya terapi
penyakit ginjal (contoh: transplantasi ginjal) dapat dihubungkan dengan perbaikan
retinopati dan respon terhadap fotokoagulasi yang lebih baik.
8. Faktor resiko yang lain meliputi merokok, obesitas, anemia dan hiperlipidemia.
ETIOPATOGENESIS
Meskipun penyebab retinopati diabetik sampai saat ini belum diketahui secara pasti,
namun keadaan hiperglikemik lama dianggap sebagai faktor resiko utama. Lamanya terpapar
hiperglikemik menyebabkan perubahan fisiologi dan biokimia yang akhinya menyebabkan
perubahan kerusakan endotel pembuluh darah. Perubahan abnormalitas sebagian besar
hematologi dan biokimia telah dihubungkan dengan prevalensi dan beratnya retinopati antara
lain : 1) adhesi platelet yang meningkat, 2) agregasi eritrosit yang meningkat, 3) abnormalitas
lipid serum, 4) fibrinolisis yang tidak sempurna, 4) abnormalitas serum dan viskositas darah.
Dinding kapiler retina terdiri dari tiga lapisan dari luar ke dalam yaitu sel perisit,
membrana basalis dan sel endotel. Sel perisit dan sel endotel dihubungkan oleh pori yang
terdapat pada membrana sel yang terletak diantara keduanya. Dalam keadaan normal,
perbandingan jumlah sel perisit dan sel endotel retina adalah 1:1 sedangkan pada kapiler
perifer yang lain perbandingan tersebut mencapai 20:1. Sel perisit berfungsi mempertahankan
struktur kapiler, mengatur kontraktilitas, membantu mempertahankan fungsi barrier dan
transportasi kapiler serta mengendalikan proliferasi endotel.Membran basalis berfungsi
sebagai barrier dengan mempertahankan permeabilitas kapiler agar tidak terjadi kebocoran.
10
Sel endotel saling berikatan erat satu sama lain dan bersama-sama dengan matriks ekstrasel
dari membran basalis membentuk barrier yang bersifat selektif terhadap beberapa jenis
protein dan molekul kecil termasuk bahan kontras flouresensi yang digunakan untuk
diagnosis penyakit kapiler retina.
Perubahan histopatologis kapiler retina pada retinopati diabetik dimulai dari
penebalan membrane basalis, hilangnya perisit dan proliferasi endotel, dimana pada keadaan
lanjut, perbandingan antara sel endotel dan sel perisit mencapai 10:1. Patofisiologi retinopati
diabetik melibatkan lima proses dasar yang terjadi di tingkat kapiler yaitu :
(1) pembentukkan mikroaneurisma,
(2) peningkatan permeabilitas pembuluh darah,
(3) penyumbatan pembuluh darah,
(4) proliferasi pembuluh darah baru (neovaskular) dan jaringan fibrosa di retina,
(5) kontraksi dari jaringan fibrous kapiler dan jaringan vitreus.
Penyumbatan dan hilangnya perfusi menyebabkan iskemia retina sedangkan
kebocoran dapat terjadi pada semua komponen darah.1,6 Retinopati diabetik merupakan
mikroangiopati okuler akibat gangguan metabolik yang mempengaruhi tiga proses
biokimiawi yang berkaitan dengan hiperglikemia yaitu jalur poliol, glikasi non-enzimatik dan
protein kinase C.
Jalur Poliol
Hiperglikemik yang berlangsung lama akan menyebabkan produksi berlebihan serta
akumulasi dari poliol, yaitu suatu senyawa gula dan alkohol, dalam jaringan termasuk di
lensa dan saraf optik. Salah satu sifat dari senyawa poliol adalah tidak dapat melewati
membrane basalis sehingga akan tertimbun dalam jumlah yang banyak dalam sel.
Senyawa poliol menyebabkan peningkatan tekanan osmotik sel dan menimbulkan
gangguan morfologi maupun fungsional sel.
Glikasi Nonenzimatik
Glikasi non enzimatik terhadap protein dan asam deoksiribonukleat (DNA) yang terjadi
selama hiperglikemia dapat menghambat aktivitas enzim dan keutuhan DNA. Protein
yang terglikosilasi membentuk radikal bebas dan akan menyebabkan perubahan fungsi
sel.
11
Protein Kinase C
Protein Kinase C diketahui memiliki pengaruh terhadap permeabilitas vaskular,
kontraktilitas, sintesis membrane basalis dan proliferasi sel vaskular. Dalam kondisi
hiperglikemia, aktivitas PKC di retina dan sel endotel meningkat akibat peningkatan
sintesis de novo dari diasilgliserol, yaitu suatu regulator PKC, dari glukosa.
Sebagai hasil dari perubahan mikrovaskular tersebut adalah terjadinya oklusi
mikrovaskular yang menyebabkan hipoksia retina. Hilangnya perfusi (nonperfussion) akibat
oklusi dan penumpukan leukosit kemudian menyebabkan iskemia retina sedangkan
kebocoran dapat terjadi pada semua komponen darah. Hal ini menimbulkan area non perfusi
yang luas dan kebocoran darah atau plasma melalui endotel yang rusak. Ciri khas dari
stadium ini adalah cotton wool spot. Efek dari hipoksia retina yaitu arteriovenous shunt. A-V
shunt berkaitan dengan oklusi kapiler dari arterioles dan venules. Inilah yang disebut dengan
Intraretinal microvascular abnormalities (IRMA). Selain itu, dapat ditemukan dot
hemorrhage dan vena yang seperti manik- manik.
Hilangnya sel perisit pada hiperglikemia menyebabkan antara lain terganggunya
fungsi barrier, kelemahan dinding kapiler serta meningkatnya tekanan intraluminer kapiler.
Kelemahan fisik dari dinding kapiler menyebabkan terbentuknya saccular pada dinding
pembuluh darah yang dikenal dengan mikroaneurisma yang kemudian bisa menyebabkan
kebocoran atau menjadi thrombus. Konsekuensi dari meningkatnya permeabilitas vaskular
adalah rusaknya barrier darah-retina sehingga terjadi kebocoran plasma ke dalam retina yang
menimbulkan edema macula. Edema ini dapat bersifat difus ataupun local. Edema ini tampak
sebagai retina yang menebal dan keruh disertai mikroaneurisma dan eksudat intraretina
sehingga terbentuk zona eksudat kuning kaya lemak bentuk bundar (hard exudates) di sekitar
mikroaneurisma dan paling sering berpusat di bagian temporal makula.
Perdarahan dapat terjadi pada semua lapisan retina dan berbentuk nyala api karena
lokasinya di dalam lapisan serat saraf yang berorientasi horizontal. Sedangkan perdarahan
bentuk titik-titik (dot hemorrhage) atau bercak terletak di lapisan retina yang lebih dalam
tempat sel-sel akson berorientasi vertical. Perdarahan terjadi akibat kebocoran eritrosit,
eksudat terjadi akibat kebocoran dan deposisi lipoprotein plasma, sedangkan edema terjadi
akibat kebocoran cairan plasma.
12
Pada retina yang iskemik, faktor angiogenik seperti vascular endothelial growth
factor (VEGF) dan insulin-like growth factor-1 (IGF-1) diproduksi. Faktor-faktor ini
menyebabkan pembentukan pembuluh darah baru pada area preretina dan nervus optik (PDR)
serta iris (rubeosis iridis). Neovaskularisasi dapat terjadi pada diskus (NVD) atau dimana saja
(NVE).
Pembuluh darah baru yang terbentuk hanya terdiri dari satu lapisan sel endotel tanpa sel perisit dan membrane basalis sehingga bersifat sangat rapuh
dan mudah mengalami perdarahan.Pembuluh darah baru tersebut sangat berbahaya karena bertumbuhnya secara abnormal keluar dari retina dan meluas sampai
ke vitreus, menyebabkan perdarahan disana dan dapat menimbulkan kebutaan. Perdarahan ke dalam vitreus akan menghalangi transmisi cahaya ke dalam mata
dan memberi penampakan berupa bercak warna merah, abu-abu, atau hitam pada lapangan penglihatan. Apabila perdarahan terus berulang, dapat terjadi jaringan
fibrosis atau sikatriks pada retina. Oleh karena retina hanya berupa lapisan tipis yang terdiri dari beberapa lapisan sel saja, maka sikatriks dan jaringan fibrosis
yang terjadi dapat menarik retina sampai terlepas sehingga terjadi ablasio retina.
Mekanisme Cara Kerja Terapi
Aldose reduktase Meningkatkan produksi sorbitol,
menyebabkan kerusakan sel.
Aldose reduktase
inhibitor
Inflamasi Meningkatkan perlekatan leukosit pada
endotel kapiler, hipoksia, kebocoran,
edema macula.
Aspirin
Protein Kinase C Mengaktifkan VEGF, diaktifkan oleh
DAG pada hiperglikemia.
Inhibitor terhadap
PKC -Isoform
AGE Mengaktifkan enzin-enzim yang
merusak.
Aminoguanidin
Nitrit Oxide
Synthase
Meningkatkan produksi radikal bebas,
meningkatkan VEGF.
Amioguanidin
Menghambat
ekspresi gen
Menyebabkan hambatan terhadap jalur
metabolisme sel.
Belum ada
13
Apoptosis sel perisit
dan sel endotel
kapiler retina
Penurunan aliran darah ke retina,
meningkatkan hipoksia.
Belum ada
VEGF Meningkat pada hipoksia retina,
menimbulkan kebocoran, edema
makula, neovaskular.
Fotokoagulasi
panretinal
PEDF Menghambat neovaskularisasi, menurun
pada hiperglikemia.
Induksi produksi
PEDF oleh gen
PEDF
GH dan IGF-I Merangsang neovaskularisasi. Hipofisektomi,
GH-receptor
blocker, ocreotide
GEJALA KLINIS
Tahap awal, retinopati diabetik umumnya tidak menimbulkan gejala berarti. Kalaupun
ada, biasanya hanya gejala ringan. Namun, apabila gula darah terus menerus tidak terkontrol
dan tindakan pencegahan tidak dilakukan, maka pada akhirnya akan timbul berbagai gejala
seperti :
1. Bintik mengambang (floater) pada lapangan pandang
2. Titik gelap pada bagian tengah lapangan pandang
3. Kesulitan melihat di malam hari
4. Penglihatan kabur, atau bahkan kebutaan.
14
KLASIFIKASI
Early Treatment Diabetic Retinopathy Study mengklasifikasikan DR menjadi:
I. Non-proliferative diabetic retinopathy (NPDR)
Mild NPDR
Moderate NPDR
Severe NPDR
Very severe NPDR
II. Proliferative diabetic retinopathy (PDR)
III. Diabetic maculopathy
IV. Advanced diabetic eye disease (ADED)
I. Non-proliferative diabetic retinopathy (NPDR)
Oftalmoskopi pada NPDR yang dapat dilihat antara lain:
Mikroaneurisma di area makula (lesi paling awal yang dapat dideteksi)
Perdarahan retina:
perdarahan profunda (dot dan blot haemorrhages) dan perdarahan superfisial (flame-
shaped).
15
Gambar 1. Mikroanerisma
Gambar 2. Retinal haemorrhages. (A) Histology shows blood lying diffusely in the retinal
nerve fibre and ganglion cell layers and as globules in the outer layers; (B) retinal nerve fibre
layer haemorrhages; (C) deep dot and blot haemorrhages; (D) deep dark haemorrhages
Hard exudates, berwarna putih kekuningan pekat- terlihat seperti bercak dengan pola
berkelompok atau seperti lingkaran. Umumnya dapat dilihat di area makula
16
Edema Retina, pola khas yaitu penebalan retina
Cotton-wool spots, (Bila >8 maka resiko tinggi berkembang menjadi PDR)
Abrnormalitas vena, seperti manik-manik, berkelok-kelok, dilatasi
17
Gambar 3. Hard Eksudat
Gambar 4. Cotton wool Spots
Gambar 5. Venous changes. (A) Looping; (B) beading; (C) severe segmentation
Intraretinal microvascular abnormalities (IRMA).
Berdasarkan derajat keparahan NPDR, dapat diklasifikasikan lagi menjadi:
Mild NPDR
o Minimal satu mikroaneurisma atau perdarahan intraretinal
o Hard/soft exudates dapat ada atau tidak
Moderate NPDR
o Moderate microaneurysms/ perdarahan intraretinal
o Early mild IRMA
o Hard/soft exudates dapat ada atau tidak
Severe NPDR. Satu di antara hal dibawah ini: (4-2-1 Rule)
o 4 kuadran berupa mikroaneurisma berat/ perdarahan intraretinal
o 2 kuadran berupa venous beading
o 1 kuadran perubahan IRMA
Very severe NPDR. Dua atau lebih dari hal di bawah ini: (4-2-1 Rule)
o 4 kuadran berupa mikroaneurisma berat/ perdarahan intraretinal
18
Gambar 6. IRMA
o 2 kuadran berupa venous beading
o 1 kuadran perubahan IRMA
Gambar 7. Diabetic retinopathy: A, Mild NPDR; B, Moderate NPDR; C, Severe NPDR; D,
Very severe NPDR
II. Proliferative diabetic retinopathy (PDR)
Proliferative diabetic retinopathy dapat timbul lebih dari 50% pada kasus setelah 25
tahun dari onset penyakit DM. Umumnya sering ditemukan pada pasien dengan diabetes
juvenil. Ciri khas dari PDR adalah munculnya neovaskularisasi selain gambaran very severe
non-proliferative diabetic retinopathy. Karakteristik dari PDR antara lain proliferasi
pembuluh darah baru dari kapiler, dalam bentuk neovaskularisasi di diskus optikus
(neovascularisation at the optic disc / NVD) dan atau ditempat lain (neovascularisation at the
elsewhere / NVE) pada fundus, umumnya pada daerah pembuluh darah retina temporal.
Pembuluh darah baru ini dapar berproliferasi pada lapisan retina atau ke dalam vitreous.
Dengan adanya pembuluh darah di vitreous menyebabkan perdarahan dan pembentukan
19
jaringan ikat berupa membran epitel retina fibrovaskular sehingga dapat menimbulkan
ablasio retina.
Gambar 8. Disc new vessels. (A) Mild; (B) severe; (C) very severe; (D) FA early phase highlights the vessels
Gambar 9. New vessels elsewhere. (A) Mild; (B) severe; (C) associated with fibrosis; (D) FA
20
late phase shows capillary non-perfusion and hyperfluorescence due to leakage
PDR dikelompokkan lagi menjadi:
1. PDR without HRCs (Early PDR)
2. PDR with HRCs (Advanced PDR).
High risk characteristics (HRC) pada PDR antara lain:
NVD 1/4 - 1/3 dari area diskus dengan atau tanpa perdarahan vitreous (VH) atau
perdarahan pre-retinal (PRH)
NVD < 1/4 dari area diskus dengan VH atau PRH
NVE > 1/2 dari area diskus dengan VH atau PRH
Gambar 10. Early PDR dan High risk PDR
III. Diabetic maculopathy
Perubahan pada area makula berhubungan dengan non-proliferative diabetic retinopathy
(NPDR) atau proliferative diabetic retinopathy (PDR). Edema makula timbul akibat
peningkatan permeabilitas kapiler retina. Disebut juga sebagai clinically significant macular
edema (CSME) bila terdapat salah satu kriteria dari 3 dibawah ini pada pemeriksaan slit-lamp
dengan lensa 90D:
Penebalan retina pada 500 mikron di tengah fovea
Hard exudate pada 500 mikron di tengah fovea berhubungan dengan penebalan retina
sekitar
Perkembangan zona penebalan retina berdiameter 1 diskus atau lebih
21
Secara angiografi, makulopati diabetik diklasifikasikan menjadi 4 tipe:
1. Makulopati eksudatif fokal. Gambaran khas berupa mikroaneurisma, perdarahan,
edema makula dan hard exudates yang biasanya tersusun dalam pola lingkaran.
Angiografi fluoresein menunjukkan kebocoran fokal dengan perfusi makula yang
adekuat.
Gambar 12. Focal diabetic maculopathy. (A) A ring of hard exudates temporal to the
macula; (B) FA late phase shows focal area of hyperfluorescence due to leakage
corresponding to the centre of the exudate ring
2. Makulopati eksudatif difus. Gambaran khas berupa edema retina difus dan penebalan
kutub posterior, dengan sedikit hard exudates. Angiografi fluoresein menunjukkan
kebocoran difus.
22
Gambar 11. Clinically significant macular oedema4
Gambar 13. Diffuse diabetic maculopathy. (A) Dot and blot haemorrhages; (B) FA
late phase shows extensive hyperfluorescence at the posterior pole due to leakage
3. Makulopati iskemik, timbul akibat oklusi mikrovaskular. Angiografi fluoresein
menunjukkan area non perfusi
Gambar 14. Ischaemic diabetic maculopathy. (A) Dot and blot haemorrhages and
cotton wool spots; (B) FA venous phase shows hypofluorescence due to capillary
non-perfusion at the macula and elsewhere4
4. Makulopati campuran, campuran antara makulopati iskemik dan eksudatif
IV. Advanced diabetic eye disease
Merupakan akhir dari PDR yang tidak terkontrol. Ditandai oleh komplikasi berupa:
Perdarahan vitreous persisten
Ablasi retina traksional
Glaukoma neovaskular
23
Gambar 15. Advanced diabetic eye disease. (A) Retrohyaloid haemorrhage; (B) intragel
haemorrhage; (C) tractional retinal detachment; (D) rubeosis iridis
DIAGNOSIS
Deteksi dini retinopati DM di pelayanan kesehatan primer dilakukan melalui
pemeriksaan funduskopi direk dan indirek. Dengan fundus photography dapat dilakukan
dokumentasi kelainan retina. Metode diagnostik terkini yang disetujui oleh American
Academy of Ophthalmology (AAO) adalah fundus photography. Keunggulan pemeriksaan
tersebut adalah mudah dilaksanakan, interpretasi dapat dilakukan oleh dokter umum terlatih
sehingga mampu laksana di pelayanan kesehatan primer.
Di pelayanan primer pemeriksaan fundus photography berperanan sebagai
pemeriksaan penapis. Apabila pada pemeriksaan ditemukan edema makula, retinopati DM
non- proliferatif derajat berat dan retinopati DM proliferatif maka harus dilanjutkan dengan
24
pemeriksaan mata lengkap oleh dokter spesialis mata.
Pemeriksaan mata lengkap oleh dokter spesialis mata terdiri dari pemeriksaan visus,
tekanan bola mata, slit-lamp biomicroscopy, gonioskop, funduskopi dan stereoscopic fundus
photography dengan pemberian midriatikum sebelum pemeriksaan. Pemeriksaan dapat
dilanjutkan dengan optical coherence tomography (OCT) dan ocular ultrasonography bila
perlu. OCT memberikan gambaran penampang aksial untuk menemukan kelainan yang sulit
terdeteksi oleh pemeriksaan lain dan menilai edema makula serta responsnya terhadap terapi.
Ocular ultrasonography bermanfaat untuk evaluasi retina bila visualisasinya terhalang oleh
perdarahan vitreous atau kekeruhan media refraksi.
Gambar 16. Hasil OCT, A. Penampang makula normal, B. Tampak edema makula6
PENATALAKSANAAN
Skrining untuk Retinopati Diabetik
Pemeriksaan fundus berkala yang direkomendasikan sebagai berikut:
Setiap tahun, untuk kasus tidak ada DR atau ada NPDR ringan
Setiap 6 bulan, untuk kasus NPDR sedang
Setiap 3 bulan, untuk kasus NPDR berat
Setiap 2 bulan, untuk kasus PDR tanpa karakteristik faktor resiko tinggi (PDR without
HRCs (Early PDR))
Kontrol Glukosa Darah
Untuk mengetahui kontrol glukosa darah terhadap retinopati diabetik, Diabetik Control and
Cmplication Trial (DCCT) melakukan penelitian terhadap 1441 pasien dengan DM Tipe I
yang belum disertai dengan retinopati dan yang sudah menderita RDNP. Hasilnya adalah
pasien yang tanpa retinopati dan mendapat terapi intensif selama 36 bulan mengalami
penurunan resiko terjadi retinopati sebesar 76% sedangkan pasien dengan RDNP dapat
25
mencegah resiko perburukan retinopati sebesar 54%. Pada penelitian yang dilakukan United
Kingdom Prospective Diabetes Study (UKPDS) pada penderita DM Tipe II dengan terapi
intensif menunjukkan bahwa setiap penurunan HbA1c sebesar 1% akan diikuti dengan
penurunan resiko komplikasi mikrovaskular sebesar 35%. Hasil penelitian DCCT dan
UKPDS tersebut memperihatkan bahwa meskipun kontrol glukosa darah secara intensif tidak
dapat mencegah terjadinya retinopati diabetik secara sempurna, namun dapat mengurangi
resiko timbulnya retinopati diabetik dan memburuknya retinopati diabetik yang sudah ada.
Secara klinik, kontrol glukosa darah yang baik dapat melindungi visus dan mengurangi resiko
kemungkinan menjalani terapi fotokoagulasi dengan sinar laser.
Fotokoagulasi
Suatu uji klinik yang dilakukan oleh National Institute of Health di Amerika Serikat jelas
menunjukkan bahwa pengobatan fotokoagulasi dengan sinar laser apabila dilakukan tepat
pada waktunya, sangat efektif untuk pasien dengan retinopati diabetik proiferatif dan edema
macula untuk mencegah hilangnya fungsi penglihatan akibat perdarahan vitreus dan ablasio
retina. Indikasi terapi fotokoagulasi adalah retinopati diabetik proliferatif, edema macula dan
neovaskularisasi yang terletak pada sudut bilik anterior. Ada 3 metode terapi fotokoagulasi
yaitu :
1) scatter (panretinal) photocoagulation = PRP, dilakukan pada kasus dengan
kemunduran visus yang cepat dan untuk menghilangkan neovaskular pada saraf
optikus dan pada permukaan retina atau pada sudut bilik anterior dengan cara
menyinari 1.000-2.000 sinar laser ke daerah retina yang jauh dari macula untuk
menyusutkan neovaskular. Urutan-urutan PRP :
- Langkah 1 : Penutupan diskus, di bagian inferior area temporal.
- Langkah 2 : Melindungi barrier di sekitar macula di area atas supratemporal.
- Langkah 3 : Nasal ke arah diskus; penyelesaian dari perawatan kutub
posterior.
- Langkah 4 : Pengobatan peripheral hingga selesai.
26
Gambar 17 : Tahap-tahap PRP.
2) focal photocoagulation, ditujukan pada mikroaneurisma atau lesi mikrovaskular
di tengah cincin hard exudates yang terletak 500-3000 µm dari tengah fovea.
Teknik ini mengalami bertujuan untuk mengurangi atau menghilangkan edema
macula.
3) grid photocoagulation, suatu teknik penggunaan sinar laser dimana pembakaran
dengan bentuk kisi-kisi diarahkan pada daerah edema yang difus. Terapi edema
macula sering dilakukan dengan menggunakan kombinasi focal dan grid
photocoagulation.
27
Gambar 18. Panretinal fotokoagulasi pada PDR.
Gambar 19. Grip fotokoagulasi untuk diabetik makular edema
Injeksi Anti VEGF
Bevacizumab (Avastin) adalah rekombinan anti-VEGF manusia. Sebuah studi
baru-baru ini diusulkan menggunakan bevacizum intravitreus untuk degenerasi
makula terkait usia. Dalam kasus ini, 24 jam setelah perawatan kita melihat
pengurangan dramatis dari neovaskularisasi iris, dan tidak kambuh dalam waktu
tindak lanjut 10 hari. Pengobatan dengan bevacizumab tampaknya memiliki
pengaruh yang cepat dan kuat pada neovaskularisasi patologis. Avastin merupakan
28
anti angiogenik yang tidak hanya menahan dan mencegah pertumbuhan prolirerasi
sel endotel vaskular tapi juga menyebabkan regresi vaskular oleh karena
peningkatan kematian sel endotel. Untuk pengunaan okuler, avastin diberikan via
intra vitreal injeksi ke dalam vitreus melewati pars plana dengan dosis 0,1
mL.Lucentis merupakan versi modifikasi dari avastin yang khusus dimodifikasi
untuk penggunaan di okuler via intra vitreal dengan dosis 0,05 mL.
Vitrektomi
Vitrektomi dini perlu dilakukan pada pasien yang mengalami kekeruhan
(opacity) vitreus dan yang mengalami neovaskularisasi aktif. Vitrektomi dapat juga
membantu bagi pasien dengan neovaskularisasi yang ekstensif atau yang mengalami
proliferasi fibrovaskuler. Selain itu, vitrektomi juga diindikasikan bagi pasien yang
mengalami ablasio retina, perdarahan vitreus setelah fotokoagulasi, RDP berat, dan
perdarahan vitreus yang tidak mengalami perbaikan.
Gambar 20. Vitrektomi
DAFTAR PUSTAKA
1. Vaughan DG, Asbury T, Eva PR. Oftalmologi Umum, Edisi 14. Jakarta: Widya Medika;
2000: 211-4.
2. Nema HV. Text book of Opthalmology, Edition 4. New Delhi: Medical publishers;
2002:249-51.
3. Khurana AK. Comprehensive Ophtalmology. 4th ed. New Delhi: New Age International (P)
29
Ltd; 2007: 259-63 & 136.
4. Kanski, Jack J. Clinical Ophthalmology A Systematic Approach. 7th ed. 2011. Cina.
Elsevier. P. 534-45
5. Lang GK. Ophthalmology A short of Textbook. NewYork: Thieme Stuttgart ;2000: 314-8.
6. Sitompul R. Journal Indonesian Medical Association, Vol: 61 (8); Agustus 2011: 337-41.
30