BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang · 2018. 4. 20. · Studi Komparatif dan Model BUMDes Page 1...

41
Studi Komparatif dan Model BUMDes Page 1 Studi Komperatif Model BUMDes di Kabupaten Bantaeng Oleh; Andi Samsir Perkumpulan Katalis BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sulawesi Selatan merupakan daerah centra penghasil rumput laut (seaweed). Berdasarkan data yang dirilis Maritim Nusantara (2016) menyebutkan bahwa produksi rumput laut daerah ini adalah yang terbesar kedua di dunia setelah Chile dengan potensi luas lahan 250 ribu hektar di pinggir laut dan 98 ribu hektar areal budidaya. Bahkan rumput laut memberikan kontribusi sebesar 70% dari hasil produksi perikanan budidaya Sulawesi Selatan, yaitu 2 juta ton pada tahun 2015 atau sekitar 97% dari target produksi. Jenis budidaya terbesar adalah Cattoni dengan daerah produksi tersebut tersebar di Kabupaten Takalar, Bantaeng, Jeneponto dan Bulukumba dan Gracillaria banyak dibudidaya di Kabupaten Luwu, Luwu Utara, Bone, Wajo dan Palopo. Sebagai daerah dengan panjang pantai 1.973,7 km persegi, potensi budidaya rumput laut di Sulawesi Selatan perlu dikembangkan sebagai sumber pendapatan masyarakat pesisir. Tidak hanya penting bagi pendapatan dan prekonomian daerah, rumput laut juga dapat menjadi sektor penghidupan masyarakat pesisir. Bagi masyarakat pesisir budidaya rumput laut menjadi sumber pendapatan utama selain dari menangkap ikan. Namun demikian usaha budidaya rumput laut oleh masyarakat masih menemukan banyak kendala. Kondisi kehidupan masyarakat pesisir sangat rentan terhadap perubahan lingkungan dan cuaca/iklim, mengingat adanya aktivitas di wilayah pesisir memberikan dampak baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap kualitas lingkungan. Kondisi ini dengan sendirinya akan memberikan pengaruh terhadap usaha, baik di bidang perikanan tangkap maupun budidaya,

Transcript of BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang · 2018. 4. 20. · Studi Komparatif dan Model BUMDes Page 1...

Page 1: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang · 2018. 4. 20. · Studi Komparatif dan Model BUMDes Page 1 Studi Komperatif Model BUMDes di Kabupaten Bantaeng Oleh; Andi Samsir Perkumpulan

Studi Komparatif dan Model BUMDes Page 1

Studi Komperatif Model BUMDes di Kabupaten Bantaeng

Oleh; Andi Samsir Perkumpulan Katalis

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sulawesi Selatan merupakan daerah centra penghasil rumput laut (seaweed).

Berdasarkan data yang dirilis Maritim Nusantara (2016) menyebutkan bahwa

produksi rumput laut daerah ini adalah yang terbesar kedua di dunia setelah Chile

dengan potensi luas lahan 250 ribu hektar di pinggir laut dan 98 ribu hektar areal

budidaya. Bahkan rumput laut memberikan kontribusi sebesar 70% dari hasil

produksi perikanan budidaya Sulawesi Selatan, yaitu 2 juta ton pada tahun 2015 atau

sekitar 97% dari target produksi. Jenis budidaya terbesar adalah Cattoni dengan

daerah produksi tersebut tersebar di Kabupaten Takalar, Bantaeng, Jeneponto dan

Bulukumba dan Gracillaria banyak dibudidaya di Kabupaten Luwu, Luwu Utara, Bone,

Wajo dan Palopo.

Sebagai daerah dengan panjang pantai 1.973,7 km persegi, potensi budidaya

rumput laut di Sulawesi Selatan perlu dikembangkan sebagai sumber pendapatan

masyarakat pesisir. Tidak hanya penting bagi pendapatan dan prekonomian daerah,

rumput laut juga dapat menjadi sektor penghidupan masyarakat pesisir. Bagi

masyarakat pesisir budidaya rumput laut menjadi sumber pendapatan utama selain

dari menangkap ikan. Namun demikian usaha budidaya rumput laut oleh masyarakat

masih menemukan banyak kendala. Kondisi kehidupan masyarakat pesisir sangat

rentan terhadap perubahan lingkungan dan cuaca/iklim, mengingat adanya aktivitas

di wilayah pesisir memberikan dampak baik secara langsung maupun tidak langsung

terhadap kualitas lingkungan. Kondisi ini dengan sendirinya akan memberikan

pengaruh terhadap usaha, baik di bidang perikanan tangkap maupun budidaya,

Page 2: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang · 2018. 4. 20. · Studi Komparatif dan Model BUMDes Page 1 Studi Komperatif Model BUMDes di Kabupaten Bantaeng Oleh; Andi Samsir Perkumpulan

Studi Komparatif dan Model BUMDes Page 2

termasuk rumput laut yang pada akhirnya juga berdampak pada pendapatan

masyarakat pesisir.

Pendapatan masyarakat pesisir yang tergolong masih sangat rendah merupakan

fenomena yang masih dapat terlihat di Kabupaten Takalar dan Pangkep. Berdasarkan

baseline survey ketahanan pangan yang dilakukan oleh Oxfam bekerjasama dengan

Perkumpulan Katalis pada tahun 2015 di dua daerah tersebut menunjukan bahwa hal

ini disebabkan oleh rendahnya produktivitas lahan pertanian dan rumput laut serta

kurangnya modal usaha yang dapat diakses oleh masyarakat lokal. Besarnya biaya

produksi yang harus ditanggung oleh petani membuat mereka harus mencari berbagai

cara untuk tetap bisa menjalankan usaha budidaya rumput laut. Berdasarkan data BPS

tahun 20015 rata-rata biaya produksi per hektar sebesar 57,22 persen dari nilai

produksi atau sebesar Rp 8,052 juta. Dengan tingkat pendapatan yang rendah dan

jadwal tanam yang bergantung pada musim sangat memungkinkan sebagian besar

petani menggunakan modal usaha mereka untuk menutupi biaya hidup setiap harinya.

Oleh karena itu, modal usaha menjadi masalah yang tak kunjung terselesaikan dalam

masyarakat yang secara tidak langsung mempengaruhi terhadap tingkat kemiskinan di

daerah pesisir.

Untuk memecahkan masalah lingkaran kemiskinan di daerah pesisir, peran

pemerintah khususnya pemerintahan desa sangat dibutuhkan sebagaimana yang

diamanatkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-

Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Dapat dikatakan,

otonomi desa merupakan suatu gagasan besar dalam memberikan kesempatan yang

sama kepada masyarakat untuk tumbuh dan berkembang mengikuti perubahan-

perubahan baik di bidang ekonomi, politik, dan sosial budaya. Hal tersebut

mengindikasikan bahwa desa harus mengambil peran yang besar secara makro

ekonomi untuk memecahkan masalah-masalah di pedesaan yang memberikan

implikasi secara mikro ekonomi. Dengan demikian, berbagai lembaga ekonomi

pedesaan menjadi bagian penting sekaligus dalam rangka mendukung penguatan

ekonomi perdesaan. Oleh karenanya, diperlukan upaya sistematis untuk mendorong

kelembagaan ini agar mampu mengelola aset ekonomi strategis sekaligus

mengembangkan jaringan ekonomi dalam rangka meningkatkan daya saing ekonomi di

Page 3: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang · 2018. 4. 20. · Studi Komparatif dan Model BUMDes Page 1 Studi Komperatif Model BUMDes di Kabupaten Bantaeng Oleh; Andi Samsir Perkumpulan

Studi Komparatif dan Model BUMDes Page 3

pedesaan. Dalam konteks demikian, BUMDes merupakan bentuk konsolidasi atau

penguatan terhadap lembaga-lembaga ekonomi desa yang harus dikembangkan,

sekaligus sebagai instrumen pendayagunaan ekonomi lokal dengan berbagai ragam

jenis potensi.

Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) sebagaimana amanat UU No. 6 Tahun 2014

tentang tentang Desa dimaksudkan untuk mendayagunakan segala potensi ekonomi,

kelembagaan perekonomian, serta potensi sumber daya alam dan sumber daya

manusia dalam rangka meningkatkan kesejahtraan masyarakat desa. Sebagai lembaga

usaha ekonomi desa, pembentukan dan pengelolaan BUMDes dimaksudkan sebagai

instrument seluruh kegiatan ekonomi mandiri desa (peningkatan Pendapatan Asli

Desa/PADes dan kesejahteraan masyarakat desa), baik yang berkembang menurut

adat istiadat/budaya setempat (kearifan lokal), maupun kegiatan perekonomian yang

diserahkan untuk dikelola oleh masyarakat desa.

1.2. Tujuan penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah; pertama, untuk

mengetahui model pengelolaan BUMDes yang efektif melalui studi komperatif yang

dilakukan di Kabupaten Bantaeng; dan kedua, untuk merancang model BUMDes yang

efektif dalam mengatasi permasalahan yang dihadapi masyarakat pesisir di Kabupaten

Takalar dan Pangkep.

1.3. Output Kajian

Setelah penelitian ini dilakukan diharapkan dapat melahirkan output berupa;

pertama, Pemetaan permasalahan dan potensi daerah sebagai pra implementasi

BUMDes di Kabupaten Takalar dan Pangkep, dan kedua, rekomendasi strategis

pembentukan BUMDes dan model BUMDes yang relevan bagi pemerintah daerah dan

desa di Kabupaten Takalar dan Pangkep.

1.4. Manfaat penelitian

Dengan adanya kajian ini akan memberikan manfaat bagi pihak-pihak terkait,

baik pada tataran stakeholder maupun tingkat grassroots, sebagai upaya mendorong

pengembangan ekonomi masyarakat pesisir khususnya di Kabupaten Takalar dan

Pangkep. Pemerintah daerah diharapkan dapat memperkuat kebijakan local dalam

pembangunan BUMDes.

Page 4: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang · 2018. 4. 20. · Studi Komparatif dan Model BUMDes Page 1 Studi Komperatif Model BUMDes di Kabupaten Bantaeng Oleh; Andi Samsir Perkumpulan

Studi Komparatif dan Model BUMDes Page 4

BAB II

STUDI PUSTAKA DAN KOMPARATIF

2.1. Studi Pustaka

Pembangunan daerah pedesaan merupakan discourses yang masuk dalam

kajian ekonomi pembangunan. Daerah pedesaan merupakan representative

kehidupan social-ekonomi di negara-negara berkembang. Sebab, sebagian besar

penduduk di negara berkembang bermukim di pedesaan dan mayoritas penduduknya

bergantung pada sektor pertanian dan berada di bawah garis kemiskinan. Salah satu

ciri penting dari penduduk pedesaan adalah masalah kepemilikan tanah. Tahan masih

merupakan modal utama dari kesejahtraan dan kekuatan politik di wilayah pedesaan.

Di sini, untuk mengklasifikasi penduduk desa menurut akses terhadap tanah atau

keterlibatan dalam pertanian dapat dilihat dari tingkat keterlibatan rumah tangga

tersebut dalam aktivitas lain dan mengamati struktur pendapatan dari sumber-

sumber yang lebih luas. Beberapa penulis menggunakan istilah “household survival

strategies” sebagai cara penduduk desa mengatasi persoalan-persoalan yang muncul

(Michel P. Todaro).

Dalam prespektif pembangunan, Boeke yang pernah melakukan penelitian di

Indonesia khususnya pulau Jawa menemukan bahwa perekonomian terbagi dalam

sektor tradisional dan modern yang saling tidak berhubungan. Dalam rangka

mengatasi ketidakseimbangan akibat perekonomian dualistic tersebut, menurut

Boeke, sektor tradisional perlu dirangsang melalui insentif ekonomi dan peningkatan

teknologi produksi meskipun hasilnya tak akan segera tampak. Sebaliknya Geertz

menyatakan upaya perbaikan apa pun tidak akan berhasil dilakukan. Menurut Scott

persoalan yang berlaku pada masyarakat pedesaan adalah rasionalitas social yang

lebih mementingkan kebersamaan ketimbang persaingan. Prinsip moral lebih

dominan daripada rasionalitas ekonomi sehingga pendekatan ekonomi akan sulit

bekerja pada masyarakat desa. Penetrasi dari luar, baik menyangkut aspek

kelembagaan maupun teknologi, malahan akan menimbulkan resitensi.

Ketidakmampuan menangkap kultur dan nilai-nilai masyarakat desa inilah yang

Page 5: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang · 2018. 4. 20. · Studi Komparatif dan Model BUMDes Page 1 Studi Komperatif Model BUMDes di Kabupaten Bantaeng Oleh; Andi Samsir Perkumpulan

Studi Komparatif dan Model BUMDes Page 5

membuat banyak kebijakan pembangunan pedesaan gagal diterapkan di lapangan

(Ahmad Erani Yustika, 2013).

Ide dualisme ekonomi yang diinisiasikan oleh Boeke tersebut pada akhirnya,

diakui atau tidak, menjadi diskursus penting dalam proses pembangunan pedesaan di

negara-negara berkembang. Seperti yang telah disarikan oleh Ellis dan Biggs, model

dualisme ekonomi menjadi isu strategis pembangunan pedesaan di negara-negara

berkembang pada akhir tahun 1950-an. Pada fase pertama ini, tujuan pembangunan

pedesaan diarahkan dari semula pembangunan komunitas ke penekanan

pertumbuhan usaha tani kecil. Kedua, pertumbuhan usaha tani kecil dilanjutkan

kepada upaya pembangunan pedesaan yang terintegerasi di antaranya melalui

kebijakan transfer teknologi, mekanisasi dan penyuluhan pertanian. Ketiga,

pergeseran pembangunan pedesaan yang dipandu negara menuju liberalisasi pasar

melalui kebijakan penyesuaian struktural dan pasar. Keempat, pembangunan

pedesaan diarahkan untuk penguatan pendekatan proses, partisipasi, pemberdayaan,

dan pelaku. Kelima, pentingnya penghidupan yang berkesinambungan sebagai sebuah

kerangka kerja yang terintegrasi dalam pembangunan pedesaan, di antaranya lewat

penguatan kredit mikro, jaringan pengamanan pedesaan, dan peran perempuan dalam

pembangunan. Keenam, menempatkan pembangunan pedesaan sebagai strategi untuk

mengurangi kemiksinan.

Dari fase-fase tersebut bisa diidentifikasi bahwa proses komersialisasi sektor

pedesaan sudah lama terjadi (sejak tahun 1960-an) melalui serangkaian kebijakan

yang berupaya meningkatkan pertumbuhan sektor pertanian, revoluasi hijau, dan

penciptaan petani yang rasional. Dengan demikian setiap komersialisasi pertanian

tidak mesti akan meningkatkan pendapatan dan kesejahtraan petani apabila sifat dari

komersalisasi pasar meletakkan petani dalam posisi subordinat. Posisi pemilik modal

yang relatif tinggi tersebut bukan hanya disebabkan oleh adanya penetrasi pasar,

tetapi juga disumbangkan oleh oleh karakteristik produk pertanian yang cepat rusak

sehingga petani tidak mampu menahan produk tersebut untuk sementara waktu demi

mendongkrak harga. Persoalan ini sebenarnya bisa diatasi apabila terdapat fasilitas

penyimpanan yang memungkinkan petani menimbun barang tanpa menimbulkan

kerugian, tetapi hal ini nyaris mustahil dilakukan karena petani tidak memiliki modal

Page 6: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang · 2018. 4. 20. · Studi Komparatif dan Model BUMDes Page 1 Studi Komperatif Model BUMDes di Kabupaten Bantaeng Oleh; Andi Samsir Perkumpulan

Studi Komparatif dan Model BUMDes Page 6

untuk membeli fasilitas tersebut. Akhirnya, seperti yang sudah diduga, berhadapan

dengan kendala-kendala kelembagaan, teknologi, dan iklim, sehingga petani kurang

berdaya dalam merespon realitas tersebut, dimana membutuhkan intervensi

eksternal dalam merespon situasi yang dihadapi..

Jadi, dari penjelasan tersebut, salah satu persoalan paling rumit di wilayah

pedesaan adalah penyediaan modal. Bahkan, keterbatasan akses terhadap modal

diindentifikasi sebagai salah satu faktor penyebab kemiskinan. Keterbatasan modal

menyebabkan sirkulasi kegiatan ekonomi tidak berjalan. Sebaliknya, tanpa ada

perputaran aktivitas ekonomi proses akumulasi kapital juga tidak bisa terjadi.

Berbekal situasi yang seperti itu, para perumus kebijakan pembangunan pedesaan

akhirnya meluncurkan program kredit mikro, sebagai instrument pengembangan

kelembagaan sektor finansial di pedesaan.

Pada umumnya lembaga keuangan di pedesaan bisa dibedakan dalam tiga

jenis: pertama, lembaga keuangan formal; kedua, lembaga keuangan semi-formal;

ketiga, lembaga keuangan informal. Di suatu Negara, lembaga keuangan formal

biasanya secara opersional diatur dalam undang-undang perbankan dan disupervisi

oleh bank sentral. Lembaga keuangan tersebut bisa bank pemerintah maupun swasta.

Sementara itu, bank semi-formal adalah perbankan yang tidak diatur dalam UU, tetapi

disupervisi dan diregulasi oleh agen pemerintah selain bank sentral. Terakhir,

lembaga informal beroperasi di luar regulasi dan supervise lembaga pemerintah.

Lembaga ini berisi kegiatan-kegiatan yang benar-benar di luar kelembagaan keuangan

resmi, yang sering kali tidak dicatat. Sungguh pun begitu, tidak berarti sektor

keuangan informal merupakan kegiatan ilagal. Lembaga keuangan ini tetap legal,

hanya saja tidak diregulasi (Soyibo, 1997). Lembaga keuangan informal ini bukan

sekedar meyediakan uang cash untuk keperluan transaksi, tetapi kadang-kadang juga

memberikan bantuan dalam bentuk barang. Dengan karakter yang fleksibel, biasanya

lembaga keuangan informal ini memiliki daya tahan yang kuat untuk hidup wilayah di

pedesaan (Ahmad Erani Yustika, 2013).

Ciri penting dari lembaga keuangan formal dan semi-formal adalah pada tipe

kesepakatan yang dibikin dalam bentuk system kontrak. Kontrak tersebut berisi

tentang hak dan kewajiban dari masing-masing pihak, misalnya prasyarat agunan,

Page 7: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang · 2018. 4. 20. · Studi Komparatif dan Model BUMDes Page 1 Studi Komperatif Model BUMDes di Kabupaten Bantaeng Oleh; Andi Samsir Perkumpulan

Studi Komparatif dan Model BUMDes Page 7

model pembayaran, dan sanksi apabila salah satu pihak ingkar terhadap kesepakatan.

Sebaliknya, lembaga keuangan informal bersifat sangat cair, hubungan antara kreditor

dan debitor bersifat personal, dan nyaris tidak ada persyaratan administrasi yang

dibutuhkan. Bahkan, mekanisme kredit sama sekali tidak menggunakan system

kontrak, karena biasanya tidak ada persyaratan angunan maupun sanksi. Dengan

karateristik tersebut, lembaga keuangan informal biasanya lebih mudah diterima oleh

masyarakat pedesaan. Menurut Kasryno (1983) lembaga kredit informal sangat

berkembang dalam masyarakat pedesaan akibat belum terjangkaunya pelayanan

kredit dari lembaga keuangan formal bagi sebagian besar masyarakat pedesaan,

terutama petani kecil dan buruh tani yang selalu memerlukan kredit dengan

pelayanan yang terjangkau oleh mereka.

Khusus sektor pertanian, setidaknya terdapat tiga sumber kredit informal di

wilayah pedesaan: pertama, pemilik tanah bagi penyakap; kedua, petani penggarap

bagi buruh tani; ketiga, pelepas pinjaman pedesaan (rentenir/tengkulak). Akibat

hubungan yang sangat erat antara penyakap dan pemilik lahan, menjadikan pihak

yang pertama tidak hanya tergantung secara ekonomi kepada pihak kedua. Dalam

banyak hal, secara social politik mereka juga mengikuti apa saja yang diinginkan oleh

pemilik lahan. Bahkan, disengaja maupun tidak, hubungan itu sengaja dilanggengkan

oleh pemilik lahan untuk kepentingan-kepentingan yang bersifat politis. Di luar itu,

salah satu hal yang menjadi ketertarikan petani melakukan kredit ke pemilik

lahan/tengkulak adalah karena sifatnya yang fleksibel, prosedurnya tidak rumit, saling

mengenal, dan berhubungan erat. Inilah yang menyebabkan petani tetap meminjam ke

tengkulak walaupun bunga kredit yang dikenakan sangat tinggi. Dalam prespektif ini

sesungguhnya apa yang dilakukan oleh petani tetap rasional.

2.1.1. Desain kelembagaan sektor Finansial

Berdasarkan gambaran tersebut, sesungguhnya persoalan lembaga keuangan

di pedesaan bisa diidentifikasi dalam tiga aspek berikut. Pertama, masalah akses

kredit. Karakter masyarakat pedesaan dengan skala usaha kecil (subsisten)

menyebabkan mereka tidak memiliki asset yang cukup untuk digunakan sebagai

angunan. Akibatnya, akses kredit mereka ke lembaga keuangan formal menjadi sangat

terbatas. Kedua, posisi tawar dan informasi masyarakat pedesaan yang sangat rendah

Page 8: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang · 2018. 4. 20. · Studi Komparatif dan Model BUMDes Page 1 Studi Komperatif Model BUMDes di Kabupaten Bantaeng Oleh; Andi Samsir Perkumpulan

Studi Komparatif dan Model BUMDes Page 8

menyebabkan rawan terhadap praktik manipulasi dari lembaga keuangan formal

maupun semi-formal. Bentuk manipulasi itu bermacam-macam, misalnya pengenaan

suku bunga lebih tinggi dari kebijakan pemerintah maupun pemberi kredit yang

sangat terlambat sehingga menggangu usaha yang direncanakan. Ketiga, informasi

yang asimentris dari pemberi pinjaman/kredit terhadap peminjam. Setiap lembaga

keuangan formal mempunyai keterbatasan untuk mengenali kemampuan ekonomi

dan usaha dari tiap pelaku usaha di pedesaan sehingga mereka cenderung hati-hati

dalam menyalurkan kredit. Implikasinya lembaga keuangan formal hanya melihat

angunan sebagai kriteria pemberian pinjaman, karena apabila terjadi kasus kegagalan

mereka tetap tidak ada resiko kehilangan uang yang dipinjamkan.

Akan tetapi pada titik itulah kelembagaan keuangan informal masuk untuk

mengisi keterbatasan yang tidak dapat dijangkau oleh lembaga keuangan formal.

Misalnya, pelaku ekonomi skala kecil di pedesaan seperti petani, usaha kecil, nelayan

dan lain-lainnya tidak perlu memberikan angunan kepada tengkulak, rentenir atau

tetangga serta kerabat. Lebih dari itu, Soyibo (1997) mencatat kehadiran lembaga

keuangan informal itu bisa didekati dari dua prespektif. Pertama, pemikiran represi

keuangan. Pendekatan ini yang pertama kali digagas oleh McKinnon (1973) dan Shaw

(1973), beralasan bahwa pelaku keuangan informal memulai usaha sebagai akibat

dari regulasi pemerintah yang besar-besaran terhadap sektor keuangan formal,

seperti penggunan kebijakan kredit langsung, suku bunga ganda dan preferensi

alokasi kredit kepada pemerintah dan cabang-cabangnya. Celakanya, praktek ini

rawan penyuapan dan korupsi di antara bank dan pejabat pemerintah, sehingga

menyebabkan biaya untuk mendapatkan dana bagi kelompok miskin menjadi sangat

mahal. Kedua, pemikiran strukturalis, dimana pendekatan ini melihat munculnya

lembaga keuangan informal di luar motif ekonomi. Menurut aliran ini, system

keuangan informal merupakan subordinat dari system keuangan formla. Dari

prespektif ini segmentasi pasar terjadi bukan akibat regulasi pemerintah, tetapi

karena lembaga keuangan informal memang melayani kelompok social lain. Lembaga

keuangan informal mendistribusikan pendapatan di antara anggota komunitas dan

menyediakan bentuk-bentuk jaminan social yang bisa mengatasi fluktuasi likuiditas

Page 9: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang · 2018. 4. 20. · Studi Komparatif dan Model BUMDes Page 1 Studi Komperatif Model BUMDes di Kabupaten Bantaeng Oleh; Andi Samsir Perkumpulan

Studi Komparatif dan Model BUMDes Page 9

masyarakat miskin. Anggota-anggota komunitas tersebut mengeskpresikan

solidaritasnya berdasarkan hubungan kekeluargaan, etnisitas dan agama.

Dengan memetakan kelebihan dan kekurangan dari dua jenis lembaga

keuangan tersebut, yakni lembaga keuangan formal/semi-formal dan informal, akan

lebih mudah diperoleh gambaran model kelembagaan sektor finansial yang dapat

dikembangkan di pedesaan. Dalam konteks lembaga keuangan formal, kelemahan

yang paling tampak adalah persyaratan agunan yang berat dan birokratis yang

berbelit sehingga memperkecil akses masyarakat kecil di pedesaan untuk

mendapatkan kredit. Akibatnya, seperti telah diuraikan sebelumnya umumnya

lembaga keuangan formal yang dibentuk oleh pemerintah banyak yang mengalami

kegagalan, setidaknya kinerjanya mengecewakan keculi untuk kasus BRI di Indonesia.

Tetapi lembaga keuangan formal ini tetap layak dikembagkan karena memiliki

kelebihan dalam beberapa hal, misalnya pengenaan bunga kredit yang lebih rendah. Di

samping itu, lembaga keuangan formal juga mengajari pelaku usaha skala kecil

membuat business plan yang benar sehingga secara tidak langsung memberikan bekal

keterampilan kepada masyarakat kecil untuk menjadi wirausahawan yang baik.

Sehingga dalam jangka waktu yang akan datang, aspek yang harus diperbaiki dari

lembaga keuangan formal adalah masalah penurunan nilai angunan dan pemangkasan

birokrasi. Salah satu alternatif yang dapat dilakukan adalah pemerintah bisa menjadi

peminjam angunan dari setiap kredit yang diajukan masyarakat pedesaan ke lembaga

keuangan formal maupun semi-formal.

Sementara itu, untuk lembaga keuangan informal kelebihan yang paling nyata

adalah prosedurnya yang sederhana dan terjangkau, tanpa angunan, hubungannya

yang cair dan waktu pengembalian kredit yang fleksibel. Karateristik itu sangat sesuai

dengan ciri pelaku ekonomi di pedesaan yang memiliki asset terbatas, tingkat

pendidikan rendah, dan siklus pendapatan yang tidak teratur. Karateristik masyarakat

pedesaan seperti itu yang ditangkap dengan baik oleh pelaku lembaga keuangan

informal, sehinga eksistensinya lebih mudah diterima oleh masyarakat kecil. Tetapi

kelemahan utama dari lembaga keuangan informal, yakni tingkat bunga kredit yang

sangat tinggi, harus diperbaiki sebab keberadaannya cenderung eksploitatif kepada

masyarakat miskin. Pemerintah dapat mendesain regulasi dengan jalan membatasi

Page 10: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang · 2018. 4. 20. · Studi Komparatif dan Model BUMDes Page 1 Studi Komperatif Model BUMDes di Kabupaten Bantaeng Oleh; Andi Samsir Perkumpulan

Studi Komparatif dan Model BUMDes Page 10

tingkat suku bunga atau memperluas akses masyarakat miskin kepada kredit formal

sehingga dalam jangka panjang tingkat bunga lembaga keuangan informal akan

tertekan. Model inilah yang harus diadopsi agar kepentingan masyarakata kecil tidak

dirugikan.

Di luar strategi semacam itu, ada dua langka lain yang bisa dilakukan. Pertama,

mengaitkan lembaga keuangan informal dengan lembaga keuangan formal. Asumsi

dari model ini adalah pelaku lembaga formal keuangan informal lebih mengetahui

jejak rekam dari pelaku ekonomi di pedesaan, sehingga kemungkinan terjadinya

kegagalan dapat diperkecil. Dengan begitu, biaya mencari informasi, negosiasi, dan

pengawasan menjadi murah (lower transaction cost). Melaui pembahaman ini,

lembaga keuangan informal bisa diajak bekerjasama sebagai channeling kredit dari

lembaga keuangan formal di pedesaan, tentunya dengan konsekuanesi memberikan

kompensasi keuntungan kepada pelaku lembaga keuangan informal dijadikan sebagai

agen yang mencari dan mengeksekusi kredit kepada masyarakat, sedangkan lembaga

keuangan informal sebagai principal yang menyediakan dana. Dengan model tetap

bisa hidup, masyarakat memiliki akses kepada modal/kredit yang lebih besar, dan

lembaga keuangan formal semakin mudah untuk menyalurkan dananya.

Kedua, mendesain kelembagaan keuangan formal berdasarkan struktur atau

hirarki masyarakat pedesaan, baik struktur nilai-nilai maupun struktur social. Dalam

posisi seperti ini, operasi lembaga keuangan formal didesain dengan cara mengadopsi

nilai-nilai yang tumbuh dalam masyarakat local, misanya kasus pengembangan BPR.

Penelitian yang pernah dilakukan menunjukan beberapa BPR yang menyerap system

dan adat dalam mencegah terjadinya kredit macet. Sebaliknya BPR yang menggunakan

perangkat dan kelembagaan baku yang disodorkan oleh bank Indonesia banyak yang

terjebak dengan persoalan kredit macet sehingga membuat kinerja BPR mejadi buruk.

Kasus di wilayah Bali dan Padang membuktikan hal itu, dimana keberhasilan Lembaga

perkredit Desa (LPD) tidak lepas dari kedudukannya sebagai lembaga keuangan yang

sarat dengan nilai adat. Ketua LPD adalah kepala adat. Sementara itu, pengurusnya

ditentukan oleh kepala adat melalui musyawarah, dan yang terpilih biasanya adalah

orang-orang yang jujur, rela berkorban, memiliki integeritas tinggi terhadap moral,

dan tidak cacat di masyarakat.

Page 11: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang · 2018. 4. 20. · Studi Komparatif dan Model BUMDes Page 1 Studi Komperatif Model BUMDes di Kabupaten Bantaeng Oleh; Andi Samsir Perkumpulan

Studi Komparatif dan Model BUMDes Page 11

Akibat perkembangan yang luar biasa membuat bank-bank komersil berskala

internasional pun ikut serta membuka unit lembaga keuangan mikro, sebab

dipandang sektor ini dapat menghasilkan profit yang lumayan besar. Tentu saja

perkembangan ini menimbulkan sisi positif, tapi akibat persaingan yang makin ketat

membuat kompetisi terkadang menjadi tidak adil, khususnya diantara pemain skala

besar dengan pelaku level gurem. Pemerintah tidak boleh tinggal diam dan harus

mengambil peran dalam melahirkan regulasi dan aturan main yang solid terhadap

lembaga keuangan mikro ini agar keberadaannya tidak semata berorintasi profit, tapi

memiliki misi pelayanan terhadap kaum miskin harus dikedepankan. Akhirnya

persoalan pembangunan di pedesaan tidak cukup hanya ditangani dengan membentuk

lembaga keuangan semata, tetapi juga dimensi lain yang tidak kalah penting, misalnya

infrastruktur ekonomi seperti jalan, jembatan dan irigasi, akses terhadap kesehatan,

pendidikan dan lain-lainnya.

2.1.2. Pembangunan ekonomi di Pedesaan melalui Badan Usaha Milik Desa

(BUMDes)

Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) adalah lembaga usaha desa yang dikelola

oleh masyarakat dan pemerintahan desa dalam upaya memperkuat perekonomian

desa dan dibentuk berdasarkan kebutuhan dan potensi desa. BUMDes menurut

Undang-undang nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah didirikan antara

lain dalam rangka peningkatan Pendapatan Asli Desa (PA Desa). Berangkat dari cara

pandang ini, jika pendapatan asli desa dapat diperoleh dari BUMDes, maka kondisi itu

akan mendorong setiap Pemerintah Desa memberikan “goodwill” dalam merespon

pendirian BUMDes. Sebagai salah satu lembaga ekonomi yang beroperasi di pedesaan,

BUMDes harus memiliki perbedaan dengan lembaga ekonomi pada umumnya. Hal ini

dimaksudkan agar keberadaan dan kinerja BUMDes mampu memberikan kontribusi

yang signifikan terhadap peningkatan kesejahteraan warga desa. Di samping itu,

supaya tidak berkembang sistem usaha kapitalistis di pedesaan yang dapat

mengakibatkan terganggunya nilai-nilai kehidupan bermasyarakat.

Terdapat 7 (tujuh) ciri utama yang membedakan BUMDes dengan lembaga

ekonomi komersial pada umumnya yaitu:

1. Badan usaha ini dimiliki oleh desa dan dikelola secara bersama

Page 12: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang · 2018. 4. 20. · Studi Komparatif dan Model BUMDes Page 1 Studi Komperatif Model BUMDes di Kabupaten Bantaeng Oleh; Andi Samsir Perkumpulan

Studi Komparatif dan Model BUMDes Page 12

2. Modal usaha bersumber dari desa (51%) dan dari masyarakat (49%) melalui

penyertaan modal (saham atau andil)

3. Operasionalisasinya menggunakan falsafah bisnis yang berakar dari budaya lokal

(local wisdom)

4. Bidang usaha yang dijalankan didasarkan pada potensi dan hasil informasi pasar;

5. Keuntungan yang diperoleh ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan anggota

(penyerta modal) dan masyarakat melalui kebijakan desa (village policy);

6. Difasilitasi oleh Pemerintah, Pemprov, Pemkab, dan Pemdes

7. Pelaksanaan operasionalisasi dikontrol secara bersama (Pemdes, BPD, anggota).

BUMDes sebagai suatu lembaga ekonomi modal usahanya dibangun atas

inisiatif masyarakat dan menganut asas mandiri. Ini berarti pemenuhan modal usaha

BUMDes harus bersumber dari masyarakat. Meskipun demikian, tidak menutup

kemungkinan BUMDes dapat mengajukan pinjaman modal kepada pihak luar, seperti

dari Pemerintah Desa atau pihak lain, bahkan melalui pihak ketiga. Ini sesuai dengan

peraturan per undang-undangan (UU 32 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah).

Penjelasan ini sangat penting untuk mempersiapkan pendirian BUMDes, karena

implikasinya akan bersentuhan dengan pengaturannya dalam Peraturan Daerah

(Perda) maupun Peraturan Desa (Perdes).

2.1.3. Tujuan Pendirian BUMDes

Empat tujuan utama pendirian BUMDes adalah pertama, meningkatkan

perekonomian desa; kedua, meningkatkan pendapatan asli desa; ketiga, meningkatkan

pengolahan potensi desa sesuai dengan kebutuhan masyarakat; keempat, menjadi

tulang punggung pertumbuhan dan pemerataan ekonomi pedesaan. Pendirian dan

pengelolaan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) adalah merupakan perwujudan dari

pengelolaan ekonomi produktif desa yang dilakukan secara kooperatif, partisipatif,

emansipatif, transparansi, akuntabel, dan sustainable.. Oleh karena itu, perlu upaya

serius untuk menjadikan pengelolaan badan usaha tersebut dapat berjalan secara

efektif, efisien, profesional dan mandiri untuk mencapai tujuan BUMDes dilakukan

dengan cara memenuhi kebutuhan (produktif dan konsumtif) masyarakat melalui

pelayanan distribusi barang dan jasa yang dikelola masyarakat dan Pemdes.

Page 13: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang · 2018. 4. 20. · Studi Komparatif dan Model BUMDes Page 1 Studi Komperatif Model BUMDes di Kabupaten Bantaeng Oleh; Andi Samsir Perkumpulan

Studi Komparatif dan Model BUMDes Page 13

Pemenuhan kebutuhan ini diupayakan tidak memberatkan masyarakat,

mengingat BUMDes akan menjadi usaha desa yang paling dominan dalam

menggerakkan ekonomi desa. Lembaga ini juga dituntut mampu memberikan

pelayanan kepada non anggota (di luar desa) dengan menempatkan harga dan

pelayanan yang berlaku standar pasar. Artinya terdapat mekanisme kelembagaan/tata

aturan yang disepakati bersama, sehingga tidak menimbulkan distorsi ekonomi di

pedesaan disebabkan usaha yang dijalankan oleh BUMDes. Dinyatakan di dalam

undang-undang bahwa BUMDes dapat didirikan sesuai dengan kebutuhan dan potensi

desa. Apa yang dimaksud dengan ”kebutuhan dan potensi desa” adalah:

1. Kebutuhan masyarakat terutama dalam pemenuhan kebutuhan pokok;

2. Tersedia sumberdaya desa yang belum dimanfaatkan secara optimal terutama

kekayaan desa dan terdapat permintaan di pasar;

3. Tersedia sumberdaya manusia yang mampu mengelola badan usaha sebagai aset

penggerak perekonomian masyarakat;

4. Adanya unit-unit usaha yang merupakan kegiatan ekonomi warga masyarakat

yang dikelola secara parsial dan kurang terakomodasi;

BUMDes merupakan wahana untuk menjalankan usaha di desa. Apa yang

dimaksud dengan “usaha desa” adalah jenis usaha yang meliputi pelayanan ekonomi

desa seperti antara lain:

a) Usaha jasa keuangan, jasa angkutan darat dan air, listrik desa, dan usaha sejenis

lainnya;

b) Penyaluran sembilan bahan pokok ekonomi desa;

c) Perdagangan hasil pertanian meliputi tanaman pangan, perkebunan, peternakan,

perikanan, dan agrobisnis;

d) Industri dan kerajinan rakyat.

Keterlibatan pemerintah desa sebagai penyerta modal terbesar BUMDes atau

sebagai pendiri bersama masyarakat diharapkan mampu memenuhi Standar

Pelayanan Minimal (SPM), yang diwujudkan dalam bentuk perlindungan (proteksi)

atas intervensi yang merugikan dari pihak ketiga (baik dari dalam maupun luar desa).

Demikian pula, pemerintah desa ikut berperan dalam pembentukan BUMDes sebagai

badan hukum yang berpijak pada tata aturan perundangan yang berlaku, serta sesuai

Page 14: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang · 2018. 4. 20. · Studi Komparatif dan Model BUMDes Page 1 Studi Komperatif Model BUMDes di Kabupaten Bantaeng Oleh; Andi Samsir Perkumpulan

Studi Komparatif dan Model BUMDes Page 14

dengan kesepakatan yang terbangun di masyarakat desa. Pengaturan lebih lanjut

mengenai BUMDes diatur melalui Peraturan Daerah (Perda) setelah memperhatikan

peraturan di atasnya. Melalui mekanisme “self help” dan “member-base”,maka BUMDes

juga merupakan perwujudan partisipasi masyarakat desa secara keseluruhan,

sehingga tidak menciptakan model usaha yang dihegemoni oleh kelompok tertentu

ditingkat desa. Artinya, tata aturan ini terwujud dalam mekanisme kelembagaan yang

solid. Penguatan kapasitas kelembagaan akan terarah pada adanya tata aturan yang

mengikat seluruh anggota (one for all).

2.2. Studi Komparatif (Kabupaten Bantaeng)

2.2.1. Kondisi Geografis dan Demografi

Secara geografis Kabupaten Bantaeng terletak pada titik 5o21'23"-5o35'26"

lintang selatan dan 119o51'42"-120o5'26" bujur timur. Berjarak 125 Km ke arah

selatan dari Ibukota Provinsi Sulawesi Selatan. Luas wilayahnya mencapai 395,83

Km2 dengan jumlah penduduk 182.283 jiwa (2014) dengan rincian Laki-laki sebanyak

88.012 jiwa dan perempuan 94.271 jiwa. Wilayah Kabupaten Bantaeng secara

administrative terbagi atas 8 kecamatan, 46 desa dan 21 kelurahan. Pada bagian utara

daerah ini terdapat dataran tinggi yang meliputi pegunungan Lompobattang

sedangkan di bagian selatan membujur dari barat ke timur terdapat dataran rendah

yang meliputi pesisir pantai dan persawahan. Kabupaten Bantaeng yang luasnya

mencapai 0,63% dari luas Sulawesi Selatan, masih memiliki potensi alam untuk

dikembangkan lebih lanjut yaitu lahan yang dimilikinya ± 39.583 Ha. Di Kabupaten

Bantaeng mempunyai hutan produksi terbatas 1.262 Ha dan hutan lindung 2.773 Ha.

Secara keseluruhan luas kawasan hutan menurut fungsinya di Kabupaten Bantaeng

sebesar 6.222 Ha. Karena sebagian besar penduduknya petani, maka wajar bila

Bantaeng sangat mengandalkan sektor pertanian, di antaranya jenis tanaman sayur-

sayurannya sudah berkembang pesat selama ini. Tanaman holtikultura yang banyak di

budidayakan di daerah ini adalah kentang, kool, wortel dan buah-buahan seperti

pisang dan mangga. Perkembangan produksi perkebunan, khususnya komoditi utama

mengalami peningkatan yang cukup berarti.

Page 15: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang · 2018. 4. 20. · Studi Komparatif dan Model BUMDes Page 1 Studi Komperatif Model BUMDes di Kabupaten Bantaeng Oleh; Andi Samsir Perkumpulan

Studi Komparatif dan Model BUMDes Page 15

Keberhasilan Prof. Dr. Ir. HM. Nurdin Abdullah Magr. dalam membangun

Kabupaten Bantaeng menjadikan daerah ini maknet baru pembangunan di Kawasan

Timur Indonesia. Adapun yang menjadi visi beliau dalah menjadikan Banteang sebagai

pusat pertumbuhan ekonomi di bagian selatan Sulawesi Selatan tahun 2018. Untuk

mencapai visi tersebut dijabarkan dalam bentuk misi diantaranya:

1. Meningkatkan kualitas SDM melalui pengembangan kapasitas penduduk;

2. Optimaslisai pemanfaatan SDM bidang pertanian dan kelautan;

3. Meningkatkan jaringan perdagangan, industry dan pariwisata;

4. Memaksimalkan berkembangnya lembaga ekonomi masyarakat secara terpadu;

5. Penguatan kelembagaan pemerintah.

Sebagai bentuk implementasi dari misi tersebut, pada tahun 2008 dibentuk

lembaga ekonomi masyarakat secara terpadu dalam bentuk Badan Usaha Milik Desa

(BUMDes) di 46 desa yang ada di Kabupaten Bantaeng. Berdasarkan dari hasil

pengamatan dan wawancara di lapangan, dari seluruh BUMDes yang ada di daerah

tersebut, diambil sampel sebanyak dua BUMDes yang dinilai memiliki kinerja yang

baik yaitu BUMDes Ganting di Desa Labbo Kecamatan Tompobulu dan BUMDes Pinang

Raya di Desa Rappoa Kecamatan Pajukukang.

Tabel 1 Komposisi penduduk Desa Labbo dan Rappoa menurut Jenis Pekerjaan Tahun

2015

Menurut Jenis Pekerjaan Desa Labbo Desa Rappoa

Jenis Pekerjaan Jumlah Jenis Pekerjaan Jumlah

Petani 816 Jiwa Petani 185 Jiwa Nelayan -Jiwa Nelayan 45 Jiwa Buruh bangungan 50 Jiwa Buruh bangungan 136 Jiwa Pedagang -Jiwa Pedagang 125 Jiwa PNS 21 Jiwa PNS 69 Jiwa TNI/Polri 3 Jiwa TNI/Polri 3 Jiwa Lainnya 15 Jiwa Lainnya (Honorer) 77 Jiwa

Sumber: Dokumentasi Desa Labbo dan Rappoa, 2016

Tabel 1 menujukan komposisi penduduk di Desa Labbo dan Rappoa pada tahun

2015. Secara umum terlihat adanya perbedaan diantara keduanya dimana 90,17

persen penduduk yang bekerja berada di sektor pertanian sementara itu di Desa

Page 16: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang · 2018. 4. 20. · Studi Komparatif dan Model BUMDes Page 1 Studi Komperatif Model BUMDes di Kabupaten Bantaeng Oleh; Andi Samsir Perkumpulan

Studi Komparatif dan Model BUMDes Page 16

Rappoa hanya sebesar 35,94 persen atau lebih kecil jika dibandingkan dengan sektor

infrastruktur dan jasa. Hal tersebut sangat jelas dipengaruhi letak geografis dari

masing-masing desa tersebut. Berada di daerah pegunungan dengan ketinggian 1.200

sampai dengan 2000 meter dpl dengan luasi wilayah 13,81 km2 menjadikan Desa

Labbo sangat baik untuk wilayah pertanian. Berbeda halnya dengan Desa Rappoa yang

berada di daerah pesisir dan dekat wilayah administrasi pemerintahan Kabupaten

Bantaeng sehingga komposisi penduduk yang bekerja di sektor non pertanian masih

lebih besar dari pada sektor pertanian.

Tabel 2. Komposisi penduduk Desa Labbo dan Rappoa menurut tingkat Pendidikan

Tahun 2015

Tingkat Pendidikan

Desa Labbo Desa Rappoa

Jenjang Jumlah Jenjang Jumlah

Tidak sekolah 127 jiwa Tidak sekolah 130 jiwa Tamat SD 131 jiwa Tamat SD 193 jiwa Tamat SMP 227 jiwa Tamat SMP 214 jiwa Tamat SMA 108 jiwa Tamat SMA 102 jiwa Tamat DI/DII/DIII 47 jiwa Tamat DI/DII/DIII 133 jiwa Tamat Akademi/PT 43 jiwa Tamat Akademi/PT 77 jiwa

Sumber: Dokumentasi Desa Labbo dan Rappoa, 2016

Berdasarkan tabel 2 dapat terlihat dengan jelas bahwa komposisi penduduk di

kedua desa menurut tingkat pendidikan rata-rata berada pada kategori tidak tamat

SMP. Hal yang terlihat menarik dengan adanya perbedaan yang sangat signifikan pada

jumlah penduduk yang lanjut ke tingkat perguruan tinggi di antara keduanya, dimana

di Desa Rappo jumlahnya dua kali lebih tinggi dibandingkan dengan penduduk di Desa

Labbo.

Meskipun kemudahan masyarakat untuk mengakses sarana pendidikan

diantara keduanya hampir sama, letak geografis yang dekat dengan wilayah

administrasi pemerintahan dianggap menjadi faktor yang sangat besar mempengaruhi

terhadap komposisi penduduk tersebut. Pilihan untuk bekerja di sektor jasa

mengharuskan mereka untuk meningkatkan kualifikasi mereka melalui pendidikan

tinggi, baik yang ada di Kabupaten Bantaeng dan sekitarnya maupun di ibu kota

Propinsi Sulawesi Selatan. Sementara itu, tidak adanya kualifikasi pendidikan yang

menjadi syarat bagi sektor pertanian dan infrastruktur menjadikan sektor ini menjadi

Page 17: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang · 2018. 4. 20. · Studi Komparatif dan Model BUMDes Page 1 Studi Komperatif Model BUMDes di Kabupaten Bantaeng Oleh; Andi Samsir Perkumpulan

Studi Komparatif dan Model BUMDes Page 17

pilihan buat mereka yang berpendidikan sekolah menegah dan sekolah dasar bahkan

yang tidak perna duduk dibangku sekolah sama sekali.

Tabel 3. Komposisi penduduk Desa Labbo dan Rappoa menurut tingkat Kelompok

Umur

Tahun 2015

Menurut Kelompok Umur (jiwa)

Desa Labbo Desa Rappoa

Kelompok Umur

Laki-laki

Perempuan Kumulatif Kelompok Umur

Laki-laki Perempuan Kumulatif

0-4 90 136 126 < 1 35 38 73

5-9 45 100 145 1-6 89 85 174 10-14 105 117 222 7-16 101 35 136

15-19 94 153 247 17-24 151 114 292 20-24 115 204 319 25-55 364 467 831

25-29 114 93 207 56> 64 102 166

30-34 72 100 172

35-39 108 138 247

40-44 78 123 201

45-49 107 136 243 50-54 153 135 288

55-59 168 120 288 60-64 67 140 207

65-69 80 146 226 70-74 103 96 199

75+ 17 25 42

Sumber: Dokumentasi Desa Labbo dan Rappoa, 2016

Jika dilihat dari tabel 3 di atas, komposisi penduduk di Desa Labbo dan Rappoa

sebagaian besar berada di usia produktif yaitu masing-masing sebesar 71,56 dan

67,17 persen dari total penduduk. Namun, berdasarkan data empirik di lapangan

hanya ada sebesar 48,63 persen dari usia produktif di Desa Labbo yang benar-benar

bekerja sementara itu ada sebanyak 81,22 persen dari perempuan yang berusia

produktif tidak sedang bekerja (URT). Untuk Desa Rappoa tidak ada data yang

menunjukan tingkat partisipasi angkatan kerja yang tersedia di desa.

2.2.2. Kondisi Sosial Masyarakat Desa

Tanah merupakan asset yang memiliki peranan sangat penting bagi

masyarakat di daerah pedesaan sehingga kondisi social masyarakatnya sangat

dipengaruhi oleh keberadaan asset tersebut. Hubungan kekerabatan masyarakat di

Page 18: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang · 2018. 4. 20. · Studi Komparatif dan Model BUMDes Page 1 Studi Komperatif Model BUMDes di Kabupaten Bantaeng Oleh; Andi Samsir Perkumpulan

Studi Komparatif dan Model BUMDes Page 18

Desa Labbo masih sangat erat diantara mereka yaitu mencapai 90 persen merupakan

penduduk asli yang turun-temurun mendiami daerah tersebut. Hal yang sama juga

terlihat jelas di Desa Rappoa yang mencapai 89 persen dari jumlah penduduk. Hal

tersebut dapat menggambarkan bahwa besar kemungkinan perpindah kepemilikan

suatu asset (tanah) masih sangat dekat diantara mereka baik melalui system waris

maupun jual beli.

Dengan adanya hubungan kekerabatan yang sangat erat tersebut, kegiatan

social ekonomi masyarakat masih diwarnai budaya tolong menolong seperti pada

kegiatan kerja bakti membersihkan jalan dan drainase, pindah rumah dan hajatan

perkawinan di kampung. Sebagai daerah pedesaan yang digambarkan sebagai

masyarakat tradisional (Gemeinstchaft), Orentasi kolektif tersebut merupakan

konskuesi dari afektifitas, yaitu mementingkan kebersamaan dan rasa simpati yang

tinggi terhadap musibah yang diderita orang lain dan menolong tanpa pamrih yang

dimasih dipertahankan oleh masyarakat kedua desa tersebut.

Persoalan social seperti kenakalan remaja dan sengketa tanah (warisan) masih

mengandalkan penyelesaian secara kekeluargaan, yaitu mekanisme adat (arbitrasi)

yang ada di desa. Meskipun perangkat dari institusi hukum seperti Polsek Tompobulu

maupun Polsek Pajukukang terdapat di daerah tersebut, masyarakat desa masih lebih

mengandalkan penyelesaian konflik lewat tokoh-tokoh masyarakat yang ada di desa

seperti ketua RT/RW, kepada dusun dan kepala desa serta camat yang dianggap

memiliki pengaruh yang kuat dalam penyelesaian konflik tersebut. Sementara itu,

polisi dilibatkan sebagai pihak yang berfungsi untuk mengamankan jalannya proses

abitrasi tersebut.

2.2.3. Pengelola BUMDes

A. BUMDes Ganting

BUMDes Ganting yang sekarang berkantor di jalan cengkeh tepatnya

dibelakang kantor Desa Labbo merupakan suatu lembaga ekonomi milik desa Labbo

yang dirintis melalui musyawarah desa pada tanggal 31 Desember 2008 dan

mendapat dukungan dari pemerintah Kabupaten Bantaeng bekerjasama dengan

Page 19: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang · 2018. 4. 20. · Studi Komparatif dan Model BUMDes Page 1 Studi Komperatif Model BUMDes di Kabupaten Bantaeng Oleh; Andi Samsir Perkumpulan

Studi Komparatif dan Model BUMDes Page 19

ACCESS-Phase II sejak tahun 2009 sampai saat ini. Lembaga ini bebentuk usaha

bersama (UB) yang sudah memilik badan hukum berupa akta notaris sejak tahun

2009. Tujuan pendirian lembaga tersebut diantaranya pertama, Mendorong

berkembangnya kegiatan perekonomian masyarakat desa; kedua, meningkatkan

kreatifitas dan peluang usaha ekonomi produkstif anggota (berwirausaha) masyarakat

desa yang berpenghasilan rendah; ketiga, meningkatkan pendapatan asli desa;

keempat, meningkatkan pengelolaan potensi desa sesuai dengan kebutuhan

masyarakat. Untuk merealisasikan tujuan tersebut, BUMDes Ganting mengelola

beberapa jenis usaha berupa pengelolaan air bersih, jasa angkutan dan pengelolaan

hutan desa.

Alasan memilih unit usaha tersebut, pertama, kondisi desa yang berada di

daerah pegunungan dengan ketinggian 1.200 sampai dengan 2000 meter dpl dengan

luasi wilayah 13,81 km2 menjadikan desa labbo memiliki potensi lahan yang sangat

produktif diantaranya perkebunan dan hutan desa. Dengan luas lahan pertanian

16.296 Ha, masyarakat desa menanam berbagai jenis tanaman jangka panjang seperti

cengkeh, kakao, dan berbagai macam buah-buahan. pada saat panen, masyarakat desa

menghadapi kendala pemasaran hasil bumi mereka. Oleh karena itu, dengan adanya

mobil pick up bantuan pemerintah Kabupaten Bantaeng yang digunakan untuk

operasional usaha BUMDes termasuk melayani jasa pengangkutan hasil bumi

masyarakat sangatlah membantu dalam pemasaran hasil bumi masyarakat tersebut.

Dari unit usaha tersebut pendapatan BUMDes bisa mencapai 350 ribu sampai dengan

750 ribu rupiah perbulan. Masyarakat desa juga mengelola hutan desa dengan luas

504 Ha.

Kedua, keberadaan hutan desa menjadi anugrah yang besar bagi masyarakat di

Desa Labbo dimana BUMDes Ganting adalah pemegang Hak Kelola Hutan (HPHD). Saat

ini ada 119 keluarga yang tersebar di Desa Labbo, dimana Dusun Kampala dan Bonto

Tappalang memanfaatkan hutan desa dengan menanam kopi dan memungut madu

hutan. Di samping itu, hutan desa menjadi ekosistem yang baik bagi lebah hutan.

Untuk memaksimalkan pemanfaatan hasil hutan tersebut, masyarakat membentuk

kelompok peternak lebah madu yang beranggotakan 19 orang dengan 190 peti. Sejauh

ini lembaga BUMDes masih berperan sebatas membantu kelompok tersebut dalam

Page 20: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang · 2018. 4. 20. · Studi Komparatif dan Model BUMDes Page 1 Studi Komperatif Model BUMDes di Kabupaten Bantaeng Oleh; Andi Samsir Perkumpulan

Studi Komparatif dan Model BUMDes Page 20

pemasaran hasil hutan mereka. Untuk memenuhi kebutuhan air bersih masyarakat

desa, Sumber mata air dari hutan desa tersebut dialiri melalui pipa melayani 428

rumah tangga yang dikelola oleh BUMDes. dengan biaya yang relatif lebih murah

dibandingkan dengan tarif yang dikenakan oleh PDAM yaitu sebesar 500 rupiah

untuk biaya beban dan 250 rupiah untuk biaya pemakaian/kubik. Oleh karena itu, dari

unit usaha ini BUMDes memiliki penerimaan sebesar 530 ribu rupiah per bulan.

Untuk mendukung pelaksanaan usaha tersebut, modal usaha BUMDes Ganting

berasal dari pertama, pemerintah Kabupaten Bantaeng yaitu modal usaha sebesar 100

juta rupiah dan sebuah mobil pick up. Bantuan dana pemerintah tersebut merupakan

hibah sedangkan untuk mobil pick up, pengelola BUMDes harus menyetor kepada

pemerintah daerah dalam hal ini dinas perhubungan sebesar 150 ribu rupiah setiap

bulannya. Kedua, bantuan dari dirjen PMD pusat sebesar 160 juta rupiah. Dana ini

merupakan hibah yang diperuntukan pada kegiatan pengembangan desa sehingga

dalam penyalurannya sesuai dengan standar operasional prosedur (SOP) dari Dirjen

PMD Pusat pemerintah desa harus membentuk kelompok teknis kegiatan tersendiri

yang terpisah dengan lembaga BUMDes. Untuk mentaktisi hal tersebut, pemerintah

desa merekrut pengurus BUMDes Ganting untuk mengisi jabatan teknis tersebut.

Tujuan tersebut bertujuan agar dana tersebut dapat disinerjikan kegiatan-kegiatan

desa yang dikelola oleh BUMDes Ganting.

Mengacuh pada peraturan menteri desa, pembangunan daerah tertinggal dan

transmigrasi nomor 4 tahun 2015 pasal pasal 17 (b) modal BUMDes terdiri atas

penertaan modal desa dan modal masyarakat. Namun penyertaan modal pemerintah

Desa Labbo masih nihil meskipun pemerintah memberikan suntikan dana sebesar

sembilan juta rupiah pada saat pelaksanaan musyawarah desa di awal tahun 2014.

Alasan pemerintah desa mengambil tindakan tersebut bertujuan agar kas BUMDes

tetap tidak terganggu. Menurut kepala Desa Labbo penyertaan modal yang nihil

tersebut yang bersumber dari dana desa disebabkan oleh masih belum adanya perdes

yang mengatur hal tersebut. Sementara itu, partisipasi masyarakat dalam bentuk

modal pada BUMDes tersebut juga nihil. Tidak alasan pasti dari pengelola yang

menjelaskan kenapa hal itu tidak dilakukan.

Page 21: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang · 2018. 4. 20. · Studi Komparatif dan Model BUMDes Page 1 Studi Komperatif Model BUMDes di Kabupaten Bantaeng Oleh; Andi Samsir Perkumpulan

Studi Komparatif dan Model BUMDes Page 21

B. BUMDes Pinang Raya

Seiring dengan pergantian kepengurusan yang baru, kantor BUMDes Pinang

raya masih belum bersifat permanen. Para pengurus untuk sementara waktu

berkantor di kantor Desa Rappoa Kecamatan Pajukukang jalan poros Bulukumba

Makassar dan sebagaian arsip-arsip penting lembaga tersebut berada di rumah salah

satu pengurus baru (sekretaris). Seperti halnya dengan BUMDes Ganting lembaga

ekonomi desa tersebut dirintis melalui musyawarah desa pada di awal tahun 2009

dan mendapat dukungan dari pemerintah Kabupaten Bantaeng. Lembaga ini bebentuk

usaha bersama (UB) yang sudah memilik badan hukum berupa akta notaris sejak

tahun 2009. Tujuan pendirian lembaga tersebut dilatarbelakangi dengan adanya

program pemerintah Kabupaten Bantaeng yang ditandai dengan dikucurkannya

bantuan dana BUMDes sebesar 100 juta rupiah tiap desa pada tahun 2009 menindak

lanjuti Surat Keputusan Bupati Bantaeng Nomor 411/510/XII/2008 Tahun 2008

tentang petunjuk tekhnis pemberdayaan Usaha Ekonomi Masyarakat Melalui Badan

Usaha Milik Desa (BUMDes). Berdasarkan hal tersebut, pemerintah desa berinisiasi

membentuk lembaga BUMDes dengan diawali pelaksanaan rembug desa

(musyawarah desa) dengan beberapa agenda diantaranya; pertama, melakukan

analsis sosial yang ada di desa, kedua sosialisasi perencanaan dan program kerja yang

bertujuan untuk pengembangan ekonomi masyarakat desa.

Berdasarkan hasil analisis tersebut, dengan terbentuknya lembaga BUMDes

Pinang Raya yang dipimpin oleh Abdul Salam Bonda sebagai direktur disepakati

beberapa unit usaha yaitu; pertama, perdagangan hasil pertanian, kedua, persediaan

perlengkapan pesta dan ketiga, pembibitan sapi. Dari besarnya jumlah hibah

pemerintah tersebut yang di kelola oleh lembaga, 20 persen digunakan untuk

perlengkapan kantor (ATK) dan 30 persen digunakan untuk membeli bibit sapi

sebanyak sepuluh ekor dengan nilai 30 juta rupiah. Sementara itu, sisa modal

digunakan untuk membeli perlengkapan pesta dan modal usaha perdagangan.

Berbeda halnya dengan potensi yang ada di Desa Labbo, secara geografis letak

desa Rappoa yang berada di sepanjang pesisir selat Makassar. Melalui unit usaha

perdagangan, pengelola membeli hasil bumi masyarakat yang diperoleh dari budi

daya rumput laut. Dengan hanya mengandalkan modal yang bersumber dari hibah

Page 22: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang · 2018. 4. 20. · Studi Komparatif dan Model BUMDes Page 1 Studi Komperatif Model BUMDes di Kabupaten Bantaeng Oleh; Andi Samsir Perkumpulan

Studi Komparatif dan Model BUMDes Page 22

pemerintah, kemampuan modal usaha yang masih kalah bersaing dengan pedagang

pengumpul lainnya yang ada di desa, unit usaha ini hanya mampu membeli dalam

jumlah yang kecil sesuai dengan harga yang ada di masyarakat. Karena tidak memiliki

tempat penyimpanan yang memadai, hasil pembelian tersebut harus dijual kembali ke

pedangang besar dengan nilai marjin yang sangat kecil. Jumlah yang kecil dan

intensitas yang tidak menentu menyebabkan mereka belum coba untuk memasarkan

langsung ke industri yang ada di Kota Makassar. Meski sempat macet pada tahun 2013

yang berdampak terhadap perkembangan usaha tersebut, atas inisiasi pemerintah

desa berdasarkan hasil musrembang desa yang dilaksanakan awal tahun 2016 dengan

kepengurusan BUMDes yang baru disepakati program pengadaan toko petani rumput

laut yang akan menyediakan segala kebutuhan pertanian diantaranya, tali bentang dan

bibit. Untuk mendukung tujuan pendirian lembaga tersebut. Rapat tersebut juga

menyepakati pembentukan unit baru yaitu unit simpan pinjam untuk masyarakat

kelas ekonomi mengengah bawah. Salah satu peruntukannya adalah sebagai modal

usaha bagi petani rumput laut yang memiliki kendala pada modal usaha.

Untuk mendorong tingkat produktivitas pertanian di desa, pemerintah Desa

Rappoa melalui BUMDes juga mengalokasikan dana desa sebesar 56 juta rupiah untuk

membeli dua unit traktor. Di samping itu juga, melihat adanya nilai ekonomis dari unit

usaha ternak sapi yang selama ini dijalankan, dimana dengan modal tiga juta rupiah

per ekor setelah dua tahun memiliki nilai pasar sebesar dua juta rupiah, pemerintah

kembali akan mengalokasikan dana desa tahun 2017 untuk penambahan jumlah bibit

sapi. Untuk mendorong pembangunan ekonomi di desa pemerintah mencoba

mesingerjikan RPJMdes 2020 dengan pelaksanaan program yang ada di lembaga

BUMDes Pinang Raya. Bantuan dana tersebut merupakan bentuk partisipasi

pemerintah desa dalam penyertaan modal usaha yang dialokasikan dari dana desa

sesuai dengan peraturan pemerintah nomor 22 tahun 2015.

C. Prinsip-Prinsip Pendirian dan Pengelolaan

Dalam pendirian dan pengelolaan lembaga, prinsip-prinsip pendirian dan

pengelolaan BUMDes diantaranya; pertama, prinsip kooperatif pada BUMDes Ganting

dan Pinang Raya menunjukan adanya hubungan kerja sama yang baik diantara

Page 23: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang · 2018. 4. 20. · Studi Komparatif dan Model BUMDes Page 1 Studi Komperatif Model BUMDes di Kabupaten Bantaeng Oleh; Andi Samsir Perkumpulan

Studi Komparatif dan Model BUMDes Page 23

pengurus yang ditandai oleh kemampuan masing-masing direktur lembaga tersebut

dalam membangun komunikasi ke setiap lini yang ada di bawahnya meskipun

terkadang terjadi perbedaan persepi tentang tugas pokok dan fungsi masing-masing

pengurus. Sinergitas visi dan misi antara pemerintah desa dan pengelola BUMDes

ternyata sangat mempengaruhi terhadap kinerja lembaga. Hal ini dapat terlihat pada

keberhasilan BUMDes Ganting periode 2012-2014 yang go internasional di masa

kepimpinan Muhammad Jamil yang dapat bersinergi dengan Subehan yang mejabat

sebagai kepala desa pada saat itu. Namun, pada akhir tahun 2013 setelah terpilihnya

Sirajuddin sebagai kepala desa yang baru, Muhammad Jamil tidak lagi mencalonkan

diri pada periode berikutnya dengan alasan politis. Sehingga sampai saat ini belum

terlihat adanya perkembangan yang signifikan yang dilakukan oleh pengurus yang

baru bahkan berdasarkan informasi di lapangan mereka belum melakukan kegiatan

apa pun. Berbeda halnya yang terjadi pada BUMDes Pinang Raya, visi misi kepada desa

(Irwan Darffan) yang tidak mampu diterjemahkan dengan baik oleh pengurus

BUMDes pada periode sebelumnya yang dipimpin oleh Abdul Salam Bonda yang

dianggap mengelola lembaga seperti mengelola usaha pribadi. Sehingga pada awal

tahun 2016 diadakan musyawarah desa dengan menetapkan kepengurusan yang baru,

dimana direktur dan bendahara diisi oleh orang yang baru sementara posisi sekretaris

masih dijabat oleh orang yang sama.

Kedua, prinsip partisipatif yang ditunjukan dengan keterlibatan setiap unsur

yang ada dalam masyarakat dalam musyawarah desa maupun kegiatan usaha

BUMDes, seperti kelompok tani, tokoh masyarakat, tokoh perempuan dan tokoh

pemuda. Partisipasi masyarakat dalam pengelolaan dan pengembangan potensi desa

sangat diharap seperti dalam pemeliharaan instalasi PDAM. Kepala unit usaha tidak

mengandalkan seluruhnya kepada karyawan tetapi juga swadaya dari masyarakat

sekitar. Mengingat kecilnya biaya beban dan pemakaian yang dipungut oleh BUMDes,

jika hanya mengandalkan tenaga kerja upahan pasti akan menyebabkan besarnya

kerugian yang akan ditanggung oleh unit usaha yang akhirnya akan dikenakan kepada

pelanggan.

Ketiga, prinsip keadilan dan kesetaraan gender juga ditunjukan dalam

penelolaan BUMDes dimana kepengurusan tidak hanya didominasi oleh kaum laki-laki

Page 24: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang · 2018. 4. 20. · Studi Komparatif dan Model BUMDes Page 1 Studi Komperatif Model BUMDes di Kabupaten Bantaeng Oleh; Andi Samsir Perkumpulan

Studi Komparatif dan Model BUMDes Page 24

tetapi juga pelibatan perempuan dianggap penting seperti ibu Hilmi Ahriani sebagai

bendahara pada BUMDes Ganting dan Maryani dan Hadriani masing-masing sebagai

sekretaris dan bendahara pada BUMDes Pinang Raya. Meskipun dalam AD/ART pasal

8 poin sangat jelas dibahasakan “Pembentukan BUMDes Ganting Desa Labbo dengan

sistem musyawarah dengan melibatkan semua unsur dalam masyarakat dengan

ketentuan sebagai berikut: a. Perempuan memiliki keterwakilan, b. Wakil masyarakat

paling tidak ada unsur masyarakat miskin”. Namun, dalam musyawarah desa tingkat

partisipasi kaum perempuan masih sangat minim jika dibandingkan dengan kaum

laki-laki. Hal tersebut diantaranya disebabkan oleh kesibukan perempuan dalam

mengurusi rumah tangga mereka serta tingkat pendidikan yang umumnya tidak tamat

SD menyebabkan mereka merasa canggung untuk hadir dalam forum tersebut.

Keempat, prinsip tranparansi dan akuntabilitas yang ditunjukan dalam

pengelolaan kegiatan dan keuangan di kedua BUMDes masih sangat terbatas, yang

hanya bisa diakses oleh pihak-pihak tertentu khususnya pengurus inti. Seperti yang

terjadi pada lembaga lain pada umumnya, kondisi keuangan BUMDes dilaporkan

secara langsung pada akhir periode kepengurusan pada setiap tiga tahun dalam

musyawarah desa. Untuk laporan pertanggungjawaban tahunan sesuai dengan

AD/ART BUMDes Ganting pasal 22 pengurus berkewajiban memberikan laporan

pertanggungjawaban kepada kepala desa selaku komisaris dan kepada masyarakat

minimal sekali dalam setahun. Oleh karena itu, pengurus membuat laporan tahunan

diantaranya laporan keuangan yang disampaikan dalam bentuk tertulis kepada

komisaris. Hal yang sama juga dapat terlihat pada prinsip akuntabilitas di kedua

BUMDes tersebut. Pertanggungjawaban kegiatan secara teknis maupun administratif

masih dilakukan secara periodik dan persuasif tanpa harus diadakan musyawarah

BUMDes pertanggungjawaban (sesuai AD/ART BUMDes Ganting pasal 10).

Kelima, sesuai dengan tujuan pendirian BUMDes di kedua desa tersebut,

prinsip sustainabel dari unit usaha yang dijalankan menjadi prioritas. Ketersedian

sumber daya alam yang sangat potensial sangat mendukung tercapainya prinsip

tersebut. Hal ini dapat terlihat pada setiap unit usaha yang dijalankan oleh BUMDes

Ganting dalam mengelola hutan desa. Untuk mempertahankan kualitas dan kuantitas

air bersih dan ketersediaan lebah madu yang dikelolah BUMDes Ganting lembaga

Page 25: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang · 2018. 4. 20. · Studi Komparatif dan Model BUMDes Page 1 Studi Komperatif Model BUMDes di Kabupaten Bantaeng Oleh; Andi Samsir Perkumpulan

Studi Komparatif dan Model BUMDes Page 25

tersebut menerbitkan surat keputusan nomor 03/BMDs-GT/LB/KTB/II/2010 tentang

pengelolaan hutan desa. Tujuan dari peraturan tersebut adalah agar masyarakat dapat

mengakses dan memanfaatkan sumber daya hutan tersebut melalui BUMDes secara

lestari dan dapat meningkatkan kesejahtraan mereka secara berkelanjutan.

Gambar 1. Struktur BUMDes Ganting dan Pinang Raya

D. Hubungan dengan Pihak Lain

Dalam upaya pengembangan lembaga, BUMDes sebagai lembaga yang berada

di era globalisasi yang penuh dengan kompetisi dan sangat dinamis harus sedapat

mungkin membuka diri terhadap berbagai pihak, baik pemerintah, swasta mapupun

lembaga non-pemerintah. Sebagai lembaga ekonomi desa yang memiliki prestasi, baik

ditingkat nasional maupun internasional, BUMDes Ganting telah membangun

kerjasama dengan beberapa lembaga dalam dan luar negeri diantaranya; Univesitas

Hasanuddin, Rekoptisi (Bangkok), Akses, LSM Balang, dan Forum Komunikasi Kehutan

Masyarakat (FKKM).

Untuk dapat mengelola hutan desa sesuai dengan Peraturan Menteri

Kehutanan Nomor P.49/Menhut-II/2008 tentang Hutan Desa dan Peraturan

Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana

Musyawarah Desa

Direksi: Direktur

Sekeretaris Bendahara

Unit Usaha Pengelolaan

Air Desa

Unit Usaha Pengelolaan Huta Desa

Unit Usaha Jasa Angkutan

Komisaris

Badan Pengawas

Musyawarah Desa

Direksi: Direktur

Sekeretaris Bendahara

Unit Usaha Petani Rumpu

laut

Unit Usaha

Perleng-kapan pesta

Unit Usaha Jasa

simpan pinjam

Komisaris

Badan Pengawas

Unit Usaha

Petern-akan sapi

Struktur BUMDes Ganting Struktur BUMDes Pinang Raya

Page 26: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang · 2018. 4. 20. · Studi Komparatif dan Model BUMDes Page 1 Studi Komperatif Model BUMDes di Kabupaten Bantaeng Oleh; Andi Samsir Perkumpulan

Studi Komparatif dan Model BUMDes Page 26

Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan sebagaimana telah diubah dengan

Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2008 maka atas bantuan Rekoptisi

berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.57/Menhut-II/2010 tentang

penetapan kawasan Hutan sebagai Areal kerja Hutan Desa dan Keputusan Gubernur

Sulawesi Selatan Nomor 3805/XI/TH 2010 Tentang Pemberian Hak Pengelolaan

Hutan Desa di Kawasan Hutan Lindung masyarakat Desa Labbo melalui BUMDes

Ganting dapat mengelola hutan desa yang terletak di Kawasan hutan yang terdapat di

Desa Labbo sesuai badan planalogi Kehutanan dan hasil Peta paduserasi Provinsi

Sulawesi Selatan tahun 1999, seluas 342 ha, berada di 5025’20” – 5023’40” LU dan

119057’30” - 119059’20” LS Hutan Desa yang dicanangkan di Kabupaten Bantaeng

Kecamatan Tompobulu. Untuk dapat mempertahankan kelestarian dan

keberlangsungan hutan tersebut, melalui fakultas kehutan Universitas Hasanuddin

dan FKKM kelompok masyarakat diberi pembinaan dan informasi tentang

pengelolaan hutan secara berkelanjutan. Keberadaan dan pengelolaan hutan desa

secara terpadu menjadikan BUMDes Ganting dikenal di beberapa negara diantaranya

mendapat kunjungan dari pemerintah Timor Leste dan Bangkok serta undangan

menjadi nara sumber di Bangkok.

Sementara itu, popularitas BUMDes Pinang Raya belum terlihat seperti yang

ada pada lembaga ekonomi desa yang ada di dataran tinggi tersebut. Dengan adanya

unit usaha perdagangan dan simpan pinjam mengharuskan lembaga ini menjalin

bekerjasama dengan pihak perbankan. Selama ini untuk memudahkan dan demi

kelancaran usaha pihak pengelola membangun kerjasama dengan Bank

PembangunanDaerah (BPD) Sulawesi Selatan. Tidak ada penjelasan khusus apa alasan

pengelola BUMDes memilih kerjasama dengan lembaga keuanga tersebut. Jika dilihat

dari jarak lokasi usaha dengan kantor BPD Sulawesi Selatan yang ada di daerah

tersebut dapat dengan mudah dijangkau melalui moda transportasi darat, yang kira-

kira berjarak 3 km.

E. Dampak Keberadaan BUMDes terhadap Masyarakat

Melihat apa yang melatarbelakangi pembentukan BUMDes, dampaknya

terhadap masyarakat luas merupakan hal yang mutlak harus ada. Seperti yang

Page 27: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang · 2018. 4. 20. · Studi Komparatif dan Model BUMDes Page 1 Studi Komperatif Model BUMDes di Kabupaten Bantaeng Oleh; Andi Samsir Perkumpulan

Studi Komparatif dan Model BUMDes Page 27

tertuang dalam peraturan Desa Labbo Nomor 02 Tahun 2008 pasal 3 tentang tujuan

pembentukan BUMDes Ganting yaitu mendorong perkembangan kegiatan ekonomi,

jiwa kewirausahaan dan pembentukan unit usaha mikro sektor informal di

masyarakat terkhusus bagi mereka yang berpenghasilan rendah. Sejak berdiri pada

awal tahun 2009 keberadaan BUMDes Ganting sangat terasa dampaknya di

masyarakat, seperti unit usaha air bersih, pengelolaan hutan desa dan jasa angkutan.

Ketersediaan air bersih yang sebelumnya dilakukan secara gotong-royong

(swadaya) saat ini mampu dikelola secara profesional. Dengan menggunakan instalasi

pipa yang dapat melayani 428 rumah tangga juga dilengkapi dengan meteran agar

dapat mengukuran besarnya volume air yang digunakan. Meskipun dikelola secara

profesional seperti halnya perusahaan air minum, aspek kepentingan sosial (nirlaba)

masih menjadi prioritas utama. Hal ini dapat dilihat dari biaya yang dibebankan

kepada masyarakat yaitu sebesar 500 rupiah (beban) dan 250 rupiah per kubik (biaya

pemakaian). Selain sebagai sumber air bersih, masyarakat juga dapat memanfaatkan

hutan secara terpadu dengan membudidayakan berbagai macam komoditas pertanian

seperti kopi dan lebah madu. Agar hutan tetap lestari dan dapat dimanfaatkan secara

berkelanjutan peran BUMDes sebagai lembaga desa untuk mengatur tata kelola

pemanfaatannya. Bahkan, masyarakat di desa diberikan berbagai pelatihan dan

penyuluhan tentang peningkatan kapasitas secara berkelompok. Mereka juga

diberikan bantuan bibit pohon agar dapat ditanam di daerah garapan mereka masing-

masing. Untuk mengangkut hasil bumi masyarakat desa untuk dipasarkan, keberadaan

mobil puck up BUMDes sangat membantu mereka. Bahkan pelayanan jasa angkutan

juga menjangkau desa di sekitarnya.

Untuk meningkatkan nilai ekonomis dari hasil budidaya masyarakat seperti

kopi tidak langsung di pasarkan tetapi BUMDes Ganting melakukan pembinaan

terhadap kaum perempuan di desa yang tergabung dalam “Kelompok Perempuan

Mawar” bagaimana mengolah biji kopi menjadi kopi bubuk. Bahkan, melalui kelompok

itu juga diajari bagaimana menghasilkan oleh-oleh khas daerah yang berbahan dasar

kopi seperti dodol kopi. Agar produk tersebut dapat menjangkau pasar BUMDes

Ganting juga membantu memasarkan produk dari masyarakat melalui pameran dan

Page 28: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang · 2018. 4. 20. · Studi Komparatif dan Model BUMDes Page 1 Studi Komperatif Model BUMDes di Kabupaten Bantaeng Oleh; Andi Samsir Perkumpulan

Studi Komparatif dan Model BUMDes Page 28

sosialisasi di berbagai even nasional dan daerah serta membangun kerjasama dengan

pihak lain diantaranya rekoptisi.

Hal yang sama juga terlihat di desa Rappoa, keberadaan BUMDes Pinang Raya

dapat mengerakan perekonomian warga maskipun masih dalam skala kecil. Unit

usaha peternakan sapi yang dikelola secara kelembagaan dan perawatannya

diserahkan kepada 10 kepala keluarga mampu meningkatkan pendapatan bagi

sebagaian masyarakat desa. Karena usaha tersebut jenisnya pembibitan dan sifatnya

bergulir maka induk ternak tersebut akan diserahkan ke rumah tangga yang lain agar

terjadi pemerataan. Begitu juga halnya dengan keberadaan dua unit traktor dapat

membantu meningkatkan produktifitas lahan pertanian masyarakat, dimana

sebelumnya mereka harus mendatangkan traktor dari desa tetangga bahkan harus

antri agar biasa menggunakan traktor tersebut. Dengan ada dua unit tersebut,

pengelolaan lahan pertanian di desa Rappoa dapat dikerjakan lebih cepat

dibandingkan sebelumnya.

Meskipun keberadaan toko petani rumput laut belum terealisasi, nanti

diharapkan dapat membantu masyarakat khususnya petani rumput laut dalam

persediaan perlengkapan dan bahan baku yang dibutuhkan. Besarnya minat

masyarakat dalam membudidayakan rumput laut di daerah pesisir selat Makassar

akan meningkatkan bebagai macam kebutuhan mereka terutama bibit rumput laut

yang memiliki kualitas terbaik. Keterbatasaan modal dan persediaan bibit yang jauh

dari lokasi budidaya menjadi masalah yang coba dipecahkan pemerintah desa melalui

unit usaha toko petani rumput laut dan simpan pinjam yang dikelola oleh BUMDes

tersebut.

Page 29: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang · 2018. 4. 20. · Studi Komparatif dan Model BUMDes Page 1 Studi Komperatif Model BUMDes di Kabupaten Bantaeng Oleh; Andi Samsir Perkumpulan

Studi Komparatif dan Model BUMDes Page 29

BAB III

MODEL BUMDes

Ketergantungan masyarakat yang sangat besar terhadap sector pertanian

khususnya rumput laut di daerah pesisir Kabupaten Takalar dan Pangkep menunjukan

adanya pengaruh yang besar antara daya beli masyarakat terhadap tingkat

produktifitas lahan yang dikelola oleh mereka. Rendahnya daya beli masyarakat

khususnya mereka yang mengelola lahan pertanian. mengharuskan mereka untuk

menggunakan modal yang seharusnya digunakan untuk usaha budidaya rumput laut,

malah digunakan untuk keperluan sehari-hari. Untuk memenuhi kebutuhan modal

dalam menjalankan usaha budidaya tersebut dengan harapan penerimaan mereka

tetap ada setiap musim panen, meskipun secara ekonomis harus menanggung

kerugian, umumnya mereka memilih tengkulak sebagai tempat untuk mendapatkan

modal usaha. Ketergantuangan mereka akibat pinjaman tersebut menjadi

permasalahan baru yang tak perna terselesaikan buat mereka. Ibarat bola salju yang

terus menggelinding yang suatu waktu akan merusak setiap tempat yang dilewatinya

mendeskripsikan permasalahan yang dihadapi petani rumput laut yang ada di desa

Laikang, Cikoang dan Patopakkang (Syafiuddin Saleh & Siswan, 2015).

Untuk memecahkan masalah tersebut, peran pemerintah baik daerah maupun

desa dianggap sangat penting dalam mendorong perekonomian masyarakat di

pedesaan. Upaya yang yang dapat dilakukan berdasarkan hasil studi komparatif

(comperative study) yang dilakukan di Kabupaten Bantaeng, dimana keberhasilan

pemerintah tersebut mendorong terbentuknya BUMDes di setiap desa menjadi modal

tersendiri buat keberhasilan pembangunan di daerah itu. Melihat kondisi dan

permasalahan yang ada di daerah pesisir Kabupaten Takalar dan Pangkep, Bentuk

usaha BUMDes yang cocok untuk dikembangkan adalah:

a. Unit usaha simpan pinjam

Kendala modal usaha yang dihadapi oleh petani rumput laut di daerah tersebut

dapat diselesaikan melalui unit usaha simpan pinjam. Untuk dapat melakukan

peminjaman seluruh mekanisme tersebut diatur dalam ART dan peraturan

BUMDes. Penyelengaraan simpan pinjam dimaksud untuk dapat memudahkan

Page 30: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang · 2018. 4. 20. · Studi Komparatif dan Model BUMDes Page 1 Studi Komperatif Model BUMDes di Kabupaten Bantaeng Oleh; Andi Samsir Perkumpulan

Studi Komparatif dan Model BUMDes Page 30

masyarakat dalam pelayanan kredit. Sementara itu, sifat dari pinjam ini adalah

bersifat pinjaman produktif yaitu, setiap masyarakat yang telah terdaftar sebagai

anggota dapat melakukan pinjaman jika memiliki usaha.

Masyarakat yang tidak memiliki usaha tidak diperkenankan untuk

mendapatkan pinjaman disebabkan oleh tidak sesuai dengan dasar tujuan

pendirian unit usaha itu sendiri. Oleh karena itu, melalui lembaga BUMDes

kegiatan pemberdayaan masyarakat secara ekonomi di desa dapat ditingkatkan

melalui kegiatan pelatihan yang masuk dalam kegiatan social BUMDes. Kegiatan ini

betujuan mendorong dan menciptakan kemampuan kewirausahaan masyarakat di

desa sehingga dana yang ada di unit usaha ini dapat bergulir di masyarakat dengan

tingkat pengembalian yang tinggi.

b. Unit usaha perdagangan (pertokoan)

Keberadaan unit usaha ini dapat memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap

perlengkapan yang digunakan dalam budidaya rumput laut melalui keberadaan

toko pertanian yang dikelola oleh BUMDes seperti tali bentang, pelampung, dan

bibit. Kebutuhan terhadap barang-barang tersebut sebelumnya harus dibeli

dengan harga yang relative lebih tinggi yang disediakan oleh pengusaha yang ada

di desa. Bahkan, khusus tali bentang sebagaian dari mereka harus ke Kota

Makassar untuk mendapatkan jumlah yang lebih besar dengan harga yang

dianggap lebih murah dibandingkan harga yang ada di desa dengan selisih harga

antara 5 ribu rupiah sampai dengan 10 ribu rupiah per roll (Syaifuddin, 2015).

Margin harga yang relatif besar tersebut dapat dipangkas melalui keberadaan unit

usaha tersebut, bahkan bisa menjadi laba usaha.

Di samping itu, untuk memotong rantai pemasaran yang begitu panjang dengan

marjin harga yang relative besar, unit usaha ini juga dapat melakukan pembelian

hasil produksi petani. Besarnya jumlah produksi rumput laut yang ada di daerah

tersebut sangat memungkinkan BUMDes langsung dapat menjualnya ke industri

yang ada di Kota Makassar. Besarnya margin harga yang ada dalam pemasaran

rumput laut, yaitu sebesar 4 sampai 5 ribu rupiah per kilogram, sangat

mempengaruhi besarnya potensi pendapat yang hilang dari petani rumput laut

yang ada di daerah pesisir kabupaten Takalar dan Pangkep (Syaifuddin, 2015).

Page 31: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang · 2018. 4. 20. · Studi Komparatif dan Model BUMDes Page 1 Studi Komperatif Model BUMDes di Kabupaten Bantaeng Oleh; Andi Samsir Perkumpulan

Studi Komparatif dan Model BUMDes Page 31

Dengan pemangkasan rantai pemasaran tersebut secara tidak langsung dapat

meningkatkan gairah masyarakat untuk meningkatkan produktifitas usaha

mereka. Misalnya, 30 persen dari margin harga itu diberikan kepada produsen

dalam bentuk tambahan harga pembelian dan selebihnya menjadi laba usaha yang

diperoleh BUMDes. Hal ini tidak hanya mampu meningkatkan pendapatan petani

tetapi juga dapat memperkuat kemampuan keuangan lembaga.

c. Unit usaha agroindustri

Untuk meningkatkan pendapatan rumah tangga petani rumput laut khususnya

kaum perempuan perlu adanya industry rumah tangga yang dapat mengolah

bahan baku rumput laut menjadi produk yang memiliki nilai tambah (valueadded).

Banyaknya produk yang dapat dihasilkan dari bahan baku tersebut seperti snack

rumput laut sehingga usaha ini perlu dikembangkan di daerah pesisir. Pelatihan

dan penyediaan tehnologi yang bekerjasama dengan pemerintah daerah dan pusat

dapat dilakukan untuk mendukung pelaksanaan usaha tersebut.

Dari pelatihan dan teknologi yang tersedia, BUMDes dapat mendesain bentuk

usaha yang akan dijalankan ,apakah BUMDes melalui unit usaha ini membangun

industry yang terpusat di suatu tempat atau hanya mengumpulkan hasil produksi

dari home industry yang ada di masyarakat kemudian memasarkannya.

Keuntungan dari hanya memasarkan hasil produksi tersebut yaitu hanya

membutuhkan modal yang relative kecil. Namun, melihat permasalahan yang ada

di masyarakat yang menghadapi kendala modal untuk dapat menjalankan usaha

mereka dalam skala kecil (home industry) pada tahap awal BUMDes dapat menjadi

pioneer dalam mengembangkan usaha tersebut.

3.1. Tahap pendirian

Sebagai lembaga formal, pendirian lembaga BUMDes membutuhkan beberapa

prosedur yang tidak bisa diabaikan. Oleh karena itu, ada beberapa hal penting yang

harus diperhatikan, diantaranya:

1. Pendirian BUMDes berdasarkan pada perda kabupaten

2. Diatur berdasarkan peraturan desa

3. Satu desa hanya terdapat satu BUMDes

Page 32: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang · 2018. 4. 20. · Studi Komparatif dan Model BUMDes Page 1 Studi Komperatif Model BUMDes di Kabupaten Bantaeng Oleh; Andi Samsir Perkumpulan

Studi Komparatif dan Model BUMDes Page 32

4. Pemerintah kabupaten memfasilitasi pendirian BUMDes

5. BUMDes dapat didirikan dalam bentuk usaha bersama (UB) atau bentuk

lainnya

Untuk dapat mendirikan sebuah lembaga BUMDes membutuhkan beberapa

tahapan. Empat tahap pendirian BUMDes

1. Pemerintah desa (pemdes) dan masyarakat bersepakat mendirikan BUMDes

Gagasan awal pendirian BUMDes apakah bersumber dari perorangan atau

kelompok masyarakat harus dibahas di dalam rembug desa. Beberapa aktivitas

yang perlu dilakukan dalam menyiapkan pendirian BUMDes meliputi:

a. Melakukan rembug desa guna membuat kesepakatan pendirian BUMDes

b. Melakukan identifikasi potensi dan permintaan terhadap produk (barang

dan Jasa) yang akan ditawarkan BUMDes

c. Menyusun AD/ART

d. Mengajukan legalisasi badan hukum ke notaris untuk memperoleh

pengesahan

Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART)

a. Anggaran Dasar-Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) adalah aturan tertulis

organisasi yang dibuat dan disepakati bersama oleh seluruh anggota yang

berfungsi sebagai pedoman organisasi dalam mengambil kebijakan serta

mejalankan aktivitas dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan

bersama. Sifat dari AD/ART adalah mengikat bagi setiap komponen organisasi

dan bersifat melindungi kepentingan bersama.

b. Perbedaan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga

Anggaran dasar adalah peraturan tertulis memuat dan terdiri dari aturan

pokok saja dalam organisasi yang berfungsi sebagai pedoman dan kebijakan

untuk mencapai tujuan serta menyusun aturan-aturan lain. Biasanya disusun

sebelum kepengurusan terbentuk.

Langkah penyusunan Anggaran Dasar (AD)

• Pemdes mengundang masyarakat, pimpinan atau pengurs lembaga-

lembaga masyarakat desa, dan toko masyarakat untuk merancang AD

Page 33: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang · 2018. 4. 20. · Studi Komparatif dan Model BUMDes Page 1 Studi Komperatif Model BUMDes di Kabupaten Bantaeng Oleh; Andi Samsir Perkumpulan

Studi Komparatif dan Model BUMDes Page 33

• Pemdes membentuk tim perumus (dengan melibatkan golongan

miskin/kurang mampu dan perempuan dalam tim)

• Tim perumus menggali aspirasi dan merumuskan pokok-pokok aturannya

dalam bentuk draft AD

• Pemdes membuat berita acara pengesahan draft AD menjadi AD

• Penyusunan dan pembentukan pengelola BUMDes

• Pemdes membuat berita acara pembentukan dan penetapan pengelola

BUMDes

Anggaran Rumah Tangga (ART)

Anggaran rumah tangga adalah aturan tertulis sebagai bentuk operasional yang

lebih terinci dari aturan-aturan pokok dalam anggaran dasar (AD) dalam

melaksanakan tata kegiatan organisasi. Biasanya disususn setelah pengelola

terbentuk, dan disahkan melalui rapat anggota

Langkah penyusunan Anggaran Rumah Tangga (ART)

• Pengelola mengundang masyarakat pengguna kelembagaan desa,

pemerintah desa dan toko masyarakat

• Membentuk tim perumus (golongan miskin dan perempuan dilibatkan)

• Tim perumus menggali aspirasi dan merumuskan pokok-pokok aturannya

dalam bentuk daraft ART

• Rembug desa untuk membahas draft ART

• Dibuat berita acara pengesahan darft ART menjadi ART

2. Pengelolaan BUMDes dan Persyaratan Pemegang Jabatan

• BUMDEs harus dikelola secara profesional dan mandiri sehingga diperlukan

orang-orang yang memiliki kompetensi untuk mengelolanya. Bagi

pemegang jabatan direktur setidak-tidaknya memiliki pengalaman kerja di

lembaga yang bertujuan mencari keuntungan. Latar belakang pendidikan

minimal SMU dan disarankan Strata satu (S1) atau Diploma empat (DIV)

• Bagi pemegang jabatan bagian keuangan, bendahara dan sekretaris

diutamakan berasal dari sekolah kejuruan (SMK/SMEA) atau DIII bidang

akuntansi dan perkantoran. Latar belakang bagi pemegang jabatan ini

Page 34: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang · 2018. 4. 20. · Studi Komparatif dan Model BUMDes Page 1 Studi Komperatif Model BUMDes di Kabupaten Bantaeng Oleh; Andi Samsir Perkumpulan

Studi Komparatif dan Model BUMDes Page 34

penting agar dapat menjalakan peran dan fungsinya sesuai dengan tuntutan

pekerjaan

• Bagi karyawan diutamakan memiliki latar belakang minimal SMU. Ini

disebabkan mereka harus mampu menyusun laporan aktivitas BUMDes

yang berkaitan dengan pekerjaannya. Seperti pada contoh karyawan di Unit

Jasa Perdagangan, mereka harus menyusun laporan barang-barang yang

terjual dan sisa barang di toko atau di gudang setiap periode tertentu. Perlu

disusun adanya job deskripsi tanggungjawab dan wewenang pada masing-

masing lini organisasi, sebagai pandauan kerja.

• Kegiatan yang bersifat lintas desa perlu dilakukan koordinasi dan

kerjasama antar pemerintah desa dalam pemanfaatan sumber-sumber

ekonomi, misalnya sumber air minum, dll.

• Kerjasama dengan pihak ketiga oleh pengelola harus dengan konsultasi dan

persetujuan dewan komisaris BUMDes

• Dalam kegiatan harian maka pengelola harus mengacu pada tata aturan

yang sudah disepakati bersama sebagaimana yang telah tertuang dalam

AD/ART BUMDes, serta sesuai prinsip-prinsip tata kelola BUMDes.

• Pengelolaan harus transparan/terbuka sehingga ada mekanisme chek and

balance baik oleh pemerintah desa maupun masyarakat

• Perlu disusun rencana-rencana pengembangan usaha.

3. Monitoring dan Evaluasi

a. Dibuat mekanisme/prosedur pengawasan

b. Untuk keperluan pengawasan, disamping dilakukan oleh dewan komisaris

bisa ditambah unsur dari pemerintah kabupaten. Sebab pemerintah

kabupaten juga berperan untuk memfasilitasi usaha BUMDes

c. Proses monitoring dilakukan secara berkelanjutan, sehingga bisa

mamantau kegiatan BUMDes secara baik. Evaluasi dilakukan per-triwulan

atau sewaktu-waktu jika dianggap perlu sesuai ketentuan AD/ART.

4. Pertanggungjawaban Pengelola

Page 35: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang · 2018. 4. 20. · Studi Komparatif dan Model BUMDes Page 1 Studi Komperatif Model BUMDes di Kabupaten Bantaeng Oleh; Andi Samsir Perkumpulan

Studi Komparatif dan Model BUMDes Page 35

Dalam proses pertanggungjawaban pengelolaan BUMDes, maka disarankan

sebagai berikut:

a. Setiap akhir periode tahun anggaran, pengelola wajib menyusun laporan

pertanggungjawaban untuk disampaikan dalam forum masyawarah desa yang

menghadirkan elemen pemerintah desa, elemen masyarakat serta seluruh

kelengkapan struktur organisasi BUMDes

b. Laporan pertanggungjawaban antara lain memuat:

• Laporan kinerja pengelola selama satu periode/tahunan

• Kinerja usaha yang menyangkut realisasi kegiatan usaha, upaya

pengembangan, indikator keberhasilan dsb

• Laporan keuangan termasuk rencana pembagian laba usaha

• Rencana-rencana pengembangan usaha yang belum terealisasi

• Proses pertanggungjawaban dilakukan sebagai upaya evaluasi tahunan

serta upaya-upaya pengembangan ke depan

• Mekanisme dan tata tertib pertanggungjawaban ini disesuaikan dengan

AD/ART

3.2. Tahap Pengembangan

Untuk mempertahankan dan mengambangkan usaha yang sudah ada, perlu

dilakukan identifikasi terhadap kinerjanya dan prosepek ke depan, misalnya:

1. Bagaimana perkembangan omset penjualan dalam setiap periode

(bulanan/tahunan)

2. Bagaimana perolehan laba/rugi pada setiap periode (bulanan/tahunan)

3. Bagaimana kondisi barang/jasa yang diusahakan (kuantitas, kualitas, keragaman

pilihan, dll)

4. Bagaimana sistem pelayanannya kepada konsumen

5. Upaya promosi apa saja yang sudah dilakukan

6. Dimana letak lokasi usahanya

7. Mungkinkah suatu unit usaha melakukan ekspansi

8. Dan lain-lain

Page 36: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang · 2018. 4. 20. · Studi Komparatif dan Model BUMDes Page 1 Studi Komperatif Model BUMDes di Kabupaten Bantaeng Oleh; Andi Samsir Perkumpulan

Studi Komparatif dan Model BUMDes Page 36

Bila perkambangan omset penjualan lambat atau perputaran barang/jasa

rendah, berarti unit usaha tersebut ada masalah. Masalah inilah yang harus segera

diatasi agar omset penjualan bisa meningkat. Tugas mengevaluasi kinerja unit usaha

ini adalah menjadi tanggungjawab manajer unit usaha beserta pengurus BUMDes.

Penting untuk diperhatikan adalah saran dari pengawas dan dewan komisaris pada

saat laporan pertanggungjawaban BUMDes di forum rembug desa.

Merintis Unit Usaha Baru Di BUMDes

BUMDes dapat berfungsi mewadahi berbagai usaha yang dikembangkan di

pedesaan. Oleh karena itu, di dalam BUMDes dapat terdiri dari beberapa unit usaha

yang berbeda-beda. Ini sebagimana ditunjukan pada contoh struktur organisasi

BUMDes yang memikiki 3 unit usaha yaitu unit usaha perdagangan, unit usaha jasa

keuangan, dan unit usaha produksi. Unit usaha yang berada di dalam BUMDes secara

umum dapat dibedakan menjadi dua yaitu:

1. Unit usaha jasa keuangan, misalnya menjalankan usaha simpan pinjam

2. Unit usaha sektor rill/ekonomi, misalnya mejalankan usaha pertokoan atau

waserda, home industri, peternakan, perikanan dan pertanian serta lain-lainnya.

Merintis unit usaha baru

Langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk merintis unit usaha baru adalah

sebagai berikut:

1. Menantukan siapa konsumen sasarannya (target pasar)

2. Melakukan indetifikasi kebutuhan, keinginan dan daya belinya

3. Melayani salah satu kebutuhan dan keinginan yang bersifat jangka panjang dan

menguntungkan

4. Mendirikan unit usaha untuk memenuhi kebutuhan pasar tersebut, misalnya

5. Usaha promosi dalam bentuk selebaran atau papan pengumuman. Tujuan dari

promosi adalah konfirmasikan kepada konsumen sasaran berkenan dengan

penyediaan barang atau jasa yang mereka butuhkan dan inginkan.

6. Perlu dibuat perhitungan yang seksama menyangkut tingkat pengembalian modal

usaha yang digunakan. Sehingga pengelola dan dewan komisaris dapat mengetahui

Page 37: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang · 2018. 4. 20. · Studi Komparatif dan Model BUMDes Page 1 Studi Komperatif Model BUMDes di Kabupaten Bantaeng Oleh; Andi Samsir Perkumpulan

Studi Komparatif dan Model BUMDes Page 37

pada tahun ke berapa usahanya mulai menghasilkan keuntungan dan modalnya

sudah kembali

7. Pelayanan yang baik, bersahabat dan ramah harus dijadikan sebagai landasarn

menjalin kerjasama dengan para konsumen. Sebab bagi usaha yang mencari

keuntungan loyalitas konsumen harus dipertahankan supaya mereka menjadi

pelanggan tetap. Sehingga produk-produk yang ditawarkan ke pasar akan selalu

terjual

8. Pendirian usaha baru yang memiliki kesamaan dengan usaha yang sudah

dijalankan oleh masyarakat sebaiknya dihindari agar tidak terjadi persaingan dan

perebutan pasar. Ini penting disadari mengingat jumlah konsumen di pedesaan

umumnya tidak cukup besar. Jika BUMDes membuka usaha yang sudah dijalankan

masyarakat dan berakibat berkurangnya omzet penjualan masyarakat

dimungkinkan akan menimbulkan persoalan baru.

Page 38: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang · 2018. 4. 20. · Studi Komparatif dan Model BUMDes Page 1 Studi Komperatif Model BUMDes di Kabupaten Bantaeng Oleh; Andi Samsir Perkumpulan

Studi Komparatif dan Model BUMDes Page 38

BAB IV

PENUTUP

4.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian di lapangan dengan menggunakan dengan

menggunakan beberapa teknik wawancara terstruktur dan pengamatan dapat ditarik

beberapa kesimpulan diantaranya; pertama, BUMDes yang dikembangkan di

Kabupaten Banteng dapat mendorong dan mengembangkan potensi ekonomi desa;

kedua, unit usaha yang dikembangkan melalui BUMDes seperti unit usaha simpan

pinjam, perdagangan, agroindustri dan perternakan dianggap mampu mengatasi

permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat pesisir Kabupaten Takalar dan Pangkep.

4.2. Rekomendasi

Untuk dapat mengimplementasikan hasil penelitian, maka diharapkan pihak-

pihak yang tekait diantaranya:

1. Pemerintah Daerah

a. Mendorong kebijakan dan program strategis dalam penguatan dan

pengembangan kegiatan ekonomi pedesaan (BUMDes) yang merupakan

turunan RPJPD dan RPJMD serta Renstra SKPD

2. Pemerintah Desa

a. Didorong untuk merumuskan dan menginternaliasi BUMDes ke dalam

RPJMDes dan pro aktif untuk membangun akses networking dan koordinasi

pengembangan BUMDes berdasarkan potensi wilayahnya.

b. Merumuskan peraturan desa (perdes) sebagai implementasi dari UU No. 6

Tahun 2014 pasal 1 (poin 6) tentang penyertaan modal desa dalam

pengelolaan BUMDes.

c. Diharapkan tidak memberikan intervensi di luar tugas pokok dan fungsi

(tupoksi) aparatur pemerintahan desa dalam pembentukan dan pengelolaan

BUMDes.

3. Civil Society/NGO

Page 39: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang · 2018. 4. 20. · Studi Komparatif dan Model BUMDes Page 1 Studi Komperatif Model BUMDes di Kabupaten Bantaeng Oleh; Andi Samsir Perkumpulan

Studi Komparatif dan Model BUMDes Page 39

a. Diharapkan mendukung dan melakukan mentoring untuk membantu

berkembangan model BUMDes dalam peningkatan perekonomian desa dan

peningkatan kesejahteraan warga desa.

Page 40: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang · 2018. 4. 20. · Studi Komparatif dan Model BUMDes Page 1 Studi Komperatif Model BUMDes di Kabupaten Bantaeng Oleh; Andi Samsir Perkumpulan

Studi Komparatif dan Model BUMDes Page 40

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Erani Yustika, 2013, Ekonomi Kelembagaan Paradigma, Teori dan Kebijakan, Erlangga: Jakarta.

Badan Pusat Statistik Sulawesi Selatan, 1/6/2016, Berita resmi statistic No. 74/12/73/Th. II, 23 Desember 2014 (online), (http://sulsel.bps.go.id/website/brs_ind/brsInd- 20150430 104723.pdf) Michel P. Todaro, 2006, Pembangunan Ekonomi, edisi kesembilan, Erlangga: Jakarta. Siswan, 2015, Laporan Survei Ketahanan Pangan Kabupaten Pangkep dan Takalar.

Makasar Syafiuddin Saleh, 2015, Pemetaan nilai rumput laut (seaweed value chain mapping) di

Kabupaten Takalar, Maros, Pangkep dan Barru. Makassar

Page 41: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang · 2018. 4. 20. · Studi Komparatif dan Model BUMDes Page 1 Studi Komperatif Model BUMDes di Kabupaten Bantaeng Oleh; Andi Samsir Perkumpulan

Studi Komparatif dan Model BUMDes Page 41

Lampiran

Gambar 1: Sesi wawancara Kepala desa di Kantor Desa Labbo

Gambar: Sesi wawancara pengurus BUMDes Ganting di Hotel Ahriani Kabupaten Bantaeng