BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang -...

42
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fungsi jurnalis secara global terbagi menjadi delapan sesuai dengan porsi dan perbedaan tujuannya. Kedelapan fungsi tersebut seperti tertuang dalam buku Blur: How to Know What’s True in the Age of Information Overload karya Bill Kovach dan Tom Rosenstiel diantaranya yakni konsumen, dalam hal ini audience memerlukan jurnalis yang bisa memeriksa keautentikan informasi, jurnalis menerangkan informasi tersebut masuk akal atau tidak, jurnalis terus mengawasi dan membongkar kejahatan, meneliti dan memantau kembali kejadian tertentu dan dapat bekerja sama dengan masyarakat sebagai reporter warga, melakukan pemberdayaan antara jurnalis dan warga untuk berdialog secara berkesinambungan, jurnalis cerdas harus berbagi informasi dari sumber berita, menjadi poros warga agar dapat memantau berbagai informasi, dan jurnalis tidak hanya dikenal melalui karya dan bagaimana menghasilkannya, namun juga tingkah laku jurnalis masuk ke dalam ranah publik yang wajib dicontoh. 1 Namun bukan hanya fungsi, tanggung jawab jurnalis juga memiliki peran penting dalam hal keberlangsungan informasi sampai ke masyarakat. Seorang jurnalis, dalam praktek jurnalistiknya, dipayungi oleh sebuah regulasi yakni Undang-Undang (UU) Pers No. 40 Tahun 1999. Tidak hanya itu, Dewan Pers selaku lembaga independen yang berfungsi melindungi kehidupan pers dari campur 1 http://www.solopos.com/2012/12/27/ini-dia-8-tugas-wajib-wartawan-362455 (diakses pada 11 Maret 2015 jam 11.40)

Transcript of BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang -...

Page 1: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/23190/2/jiptummpp-gdl-mochamadtr-41037-2-babi.pdf · Maret 2015 jam 11.40) 2 ... Mendung karya Kipandjikusmin

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Fungsi jurnalis secara global terbagi menjadi delapan sesuai dengan porsi

dan perbedaan tujuannya. Kedelapan fungsi tersebut seperti tertuang dalam buku

Blur: How to Know What’s True in the Age of Information Overload karya Bill Kovach

dan Tom Rosenstiel diantaranya yakni konsumen, dalam hal ini audience

memerlukan jurnalis yang bisa memeriksa keautentikan informasi, jurnalis

menerangkan informasi tersebut masuk akal atau tidak, jurnalis terus mengawasi

dan membongkar kejahatan, meneliti dan memantau kembali kejadian tertentu dan

dapat bekerja sama dengan masyarakat sebagai reporter warga, melakukan

pemberdayaan antara jurnalis dan warga untuk berdialog secara berkesinambungan,

jurnalis cerdas harus berbagi informasi dari sumber berita, menjadi poros warga

agar dapat memantau berbagai informasi, dan jurnalis tidak hanya dikenal melalui

karya dan bagaimana menghasilkannya, namun juga tingkah laku jurnalis masuk ke

dalam ranah publik yang wajib dicontoh.1

Namun bukan hanya fungsi, tanggung jawab jurnalis juga memiliki peran

penting dalam hal keberlangsungan informasi sampai ke masyarakat. Seorang

jurnalis, dalam praktek jurnalistiknya, dipayungi oleh sebuah regulasi yakni

Undang-Undang (UU) Pers No. 40 Tahun 1999. Tidak hanya itu, Dewan Pers

selaku lembaga independen yang berfungsi melindungi kehidupan pers dari campur

1 http://www.solopos.com/2012/12/27/ini-dia-8-tugas-wajib-wartawan-362455 (diakses pada 11

Maret 2015 jam 11.40)

Page 2: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/23190/2/jiptummpp-gdl-mochamadtr-41037-2-babi.pdf · Maret 2015 jam 11.40) 2 ... Mendung karya Kipandjikusmin

2

tangan pihak lain serta melakukan pengkajian untuk perkembangan kehidupan pers

juga membentuk acuan serta batasan dalam kegiatan jurnalistik dalam bentuk Kode

Etik Jurnalistik.2 Salah satu praktek UU Pers yang juga dibahas dalam KEJ adalah

tentang perlindungan identitas sumber berita dalam bentuk hak tolak jurnalis.

Penerapan kode etik jurnalistik tentang hak tolak seorang jurnalis berupa

penerapan perlindungan identitas sumber berita, menjelaskan salah satu fungsi

jurnalistik. Fungsi yang dimaksud yakni fungsi pengawalan hak-hak warga negara

(Kusumaningrat dan Kusumaningrat, 2009:28). Maksudnya, seorang jurnalis

berfungsi mengawal dan mengamankan hak-hak pribadi. Dalam suatu pemberitaan,

seorang jurnalis memiliki maksud untuk tidak mencantumkan atau menuliskan

identitas sumber berita secara lengkap ataupun menyebutkan identitas lainnya guna

menghindari efek negatif setelah berita tersebut ditayangkan juga upaya menjaga

nama baik sumber berita.

Untuk mempraktekan hak tolaknya dalam suatu kasus tertentu, seorang

jurnalis juga harus paham tentang asas praduga tak bersalah. Dalam hal ini,

menghormati asas praduga tak bersalah berarti bahwa wartawan wajib melindungi

tersangka/tertuduh/terdakwa pelaku suatu tindak pidana dengan tidak menyebutkan

nama dan identitasnya dengan jelas. Ini harus dilakukan sebelum ada putusan

pengadilan yang menyatakan kesalahan pelaku dan keputusan itu sudah

memperoleh kekuatan hukum yang tetap. Lazimnya yang digunakan media adalah

menyebut nama pelaku hanya dengan inisalnya atau memuat fotonya dengan

2 https://ashadisiregar.files.wordpress.com/2008/08/dari-kode-etik-wartawan-ke-dewan-pers.pdf

(diakses pada 12 Maret jam 05.25)

Page 3: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/23190/2/jiptummpp-gdl-mochamadtr-41037-2-babi.pdf · Maret 2015 jam 11.40) 2 ... Mendung karya Kipandjikusmin

3

ditutup matanya atau hanya memperlihatkan foto bagian belakang pelaku saja

(Kusumaningrat & Kusumaningrat, 2009:118).

Di beberapa media di Indonesia, pelaksanaan kode etik jurnalistik untuk

melindungi identitas sumber berita dalam bentuk hak tolak kerap dilakukan. Lebih

khusus, pada penayangan program berita di media elektronik. Namun, pada

penayangan program berita yang ada di Indonesia seperti Seputar Indonesia

(RCTI), Liputan 6 (SCTV), Topik (ANTV), Fokus (Indosiar), Kabar (TVOne),

hingga Metro TV, sebagai televisi berita di Indonesia dinilai kurang sebagai wadah

untuk jurnalis dalam mempraktekan hak tolaknya tersebut. Hal tersebut

dikarenakan program berita yang disebutkan diatas, content beritanya masih

bersifat umum, seperti ekonomi, sosial, hukum, politik dan budaya.

Pada program acara berita di televisi, jurnalis lebih menggunakan hak

tolaknya pada berita dengan kejadian atau kasus-kasus tertentu. Meliputi tindakan

kriminalistas seperti pembunuhan, penculikan, peredaran narkotika, pelecehan

seksual, hingga segala bentuk tindakan kejahatan. Dalam penggolongan berita

kejahatan, termasuk segala kejadian yang melanggar peraturan dan Undang-

Undang negara. Jadi, dapatlah disebutkan bahwa yang termasuk dalam berita

kriminal yakni berita mengenai segala peristiwa kejadian dan perbuatan yang

melanggar hukum seperti pembunuhan perampokan, pencurian, penodongan,

pemerkosaan, penipuan, korupsi, penyelewengan, dan segala sesuatu yang

bertentangan dengan norma-norma kesusilaan yang ada dalam masyarakat (Barus,

2010:45).

Tidak hanya diterapkan pada program acara berita di televisi, hak tolak

seorang jurnalis juga dapat diterapkan pada media lainnya. Sebagai contoh menarik

Page 4: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/23190/2/jiptummpp-gdl-mochamadtr-41037-2-babi.pdf · Maret 2015 jam 11.40) 2 ... Mendung karya Kipandjikusmin

4

mengenai penggunaan hak tolak ini adalah pada kasus cerpen Langit Makin

Mendung karya Kipandjikusmin yang dimuat dalam majalah Sastra Edisi Agustus

1968 silam. Penulisnya sendiri bukanlah nama asli, melainkan nama samaran.

Cerpen tersebut ternyata mengundang reaksi keras dari umat islam dan pemuka

agama. Bahkan, Menteri Agama menuntut agar pemimpin redaksi majalah tersebut

yakni kritikus sastra, HB Jassin, diseret ke pengadilan untuk

mempertanggungjawabkan tulisan atau cerpen itu, Dalam kasus tersebut,

diputuskan bahwa HB Jassin divonis satu tahun penjara dengan masa pecobaan dua

tahun.

Hal menarik dalam kasus ini adalah sikap HB Jassin yang kukuh melindungi

sumbernya (Kipandjikusmin) melalui hak tolak. HB Jassin sesungguhnya tidak

mengenal siapa sesungguhnya Kipandjikusmin, ia hanya mengenalnya melalui

kegiatan surat menyurat dan belum sekalipun bertatap muka. Berbagai upaya tetap

dilakukan pihak pengadilan agar HB Jassin mengungkapkan identitas

Kipandjikusmin, namun tetap ditolak (Machmud, 2011:188-189).

Dalam contoh tersebut, penerapan hak tolak jurnalis yang dilakukan media

massa cetak lebih melindungi identitas dari sumbernya melalui hak milik

kepenulisan cerpen. Dalam suatu kebijakan redaksional media cetak, terdapat

sebuah peraturan di perusahaan tersebut bahwa setiap karya yang masuk baik

berupa tulisan maupun foto akan menjadi hak milik perusahaan tersebut. Namun,

adapula perusahaan yang tetap menaruh hak kepemilikan sebuah karya yang sudah

dimuat di media tetap hak kepemilikan dari masyarakat atau orang yang membuat

karya tersebut. Dalam kasus ini, kebijakan majalah Sastra lebih menerapkan

kebijakan yang pertama. Hal tersebut dibuktikan dengan sikap dari pimpinan

Page 5: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/23190/2/jiptummpp-gdl-mochamadtr-41037-2-babi.pdf · Maret 2015 jam 11.40) 2 ... Mendung karya Kipandjikusmin

5

redaksinya yang tetap mempertahankan efek negatif dari pemuatan cerpen atas

nama pribadi dan perusahaan.

Contoh lainnya saat terjadi pengibaran bendera Bintang Kejora di Jayapura,

Papua. Pada kejadian tersebut, seorang jurnalis dari Trans TV, Chanry Andrew

Suripati dipanggil oleh Kepala Satuan Resort Kriminal (Kasatreskrim) Polresta

Jayapura Ajun Komisaris Y. Takamully pada 3 Mei 2008 sebagai saksi untuk

memberikan keterangan tentang identitas pelaku pengibaran bendera Bintang

Kejora. Namun, Chanry membuat surat yang berisikan Hak Tolak sebagai

pertanggung jawaban profesi yang didasarkan pada UU Pers Nomor 40 Tahun

1999. Disamping itu, penyidik tidak bisa memanggil jurnalis tersebut secara

individu karena profesi jurnalis atau instansi yang melekat pada individu tersebut.3

Hal yang berbeda dalam kondisi di media elektronik yang menuntut

menayangkan berita atau peristiwa dalam bentuk audio dan visual. Dalam sebuah

penayangan berita di media elektronik, belum cukup jika hanya tidak menyebutkan

nama atau identitas lain sumber berita. Namun, perlu juga untuk menyamarkan

wajah dan suara dari sumber berita tersebut. Dengan catatan, hal tersebut dilakukan

saat sumber berita tersebut statusnya adalah pelaku sebuah tindak pidana atau

narasumber tersebut sebagai orang yang memiliki posisi yang memenuhi delik

dalam suatu tindak pidana. Dalam satu penayangan berita di program berita televisi,

tidak menutup kemungkinan sumber berita yang menjadi subjek hak tolak jurnalis

adalah saksi, korban, hingga pihak-pihak yang terkait lainnya.

3http//:lipsus.kompas.com/edukasi/read/2008/05/05/17381026.wartawan.transtv.buat.surat.hak.tola

k.panggilan.polisi (diakses pada 30 Januari 2015 jam 20.05)

Page 6: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/23190/2/jiptummpp-gdl-mochamadtr-41037-2-babi.pdf · Maret 2015 jam 11.40) 2 ... Mendung karya Kipandjikusmin

6

Melindungi sumber berita dengan tidak menyebutkan nama atau identitas

lainnya secara lengkap merupakan bentuk aplikasi dari hak tolak jurnalis memiliki

maksud yakni menghindarkan efek-efek negatif yang berpotensi timbul pasca

pemberitaan dan upaya dari jurnalis untuk tetap menjaga nama baik narasumber

atau sumber berita. Hal tersebut berlaku pada narasumber sebagai pelaku, saksi,

korban, dan pihak terkait lainnya.

Penelitian Hak Tolak Oleh Pers sudah pernah dilakukan oleh Ronald Aror,

Mahasiswa Universitas Sam Ratulangi (Unsrat) Manado dengan judul “Penerapan

Hak Tolak Oleh Pers dan Akibat Hukumnya Ditinjau dari Hukum Pidana

Indonesia.” Namun, penelitian tersebut mengkaji dari segi ketidakselarasan antara

penerapan hak tolak jurnalis dengan hukum pidana di Indonesia. Secara khusus

penelitian tersebut membahas dari sisi hukum, yakni munculnya kontroversi dan

celah hukum antara pelaksanaan hak tolak yang didasari oleh UU Pers dan KEJ

dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) pasal 221 Ayat 1. Penelitian

tersebut menggunakan metode penelitian kepustakaan (Library Research) melalui

penelaahan buku, perundang-undangan, dan berbagai dokumen tertulis lainnya

dengan pendekatan Yuridis Formatif. 4

Penelitian lain yang juga pernah dilakukan oleh Arfian Zazaki. Mahasiswa

Ilmu Komunikasi Universitas Pembangunan Nasional (UPN) “Veteran” Surabaya

tersebut membahas mengenai opini masyarakat tentang berita kriminalitas pada

tayangan patroli di indosiar. Namun, pada penelitian ini tidak membahas tentang

4 Aror, Ronald. September 2014. "Penerapan Hak Tolak Oleh Pers dan Akibat Hukumnya Ditinjau

dari Hukum Pidana Indonesia ". Lex et Societatis. Volume 2, No. 8

Page 7: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/23190/2/jiptummpp-gdl-mochamadtr-41037-2-babi.pdf · Maret 2015 jam 11.40) 2 ... Mendung karya Kipandjikusmin

7

penerapan hak tolak, melainkan hanya kesamaan pengambilan objek penelitian,

yakni program berita Patroli Indosiar.

Penelitian kali ini, peneliti ingin mengkaji tentang “Implementasi Kode Etik

Jurnalistik terhadap Perlindungan Identitas Sumber Berita, pada berita Patroli

Indosiar Bulan Februari 2015 hingga Maret 2015”. Nantinya, penelitian ini hanya

menitik beratkan pada implementasi kode etik jurnalis dalam bentuk hak tolak yang

dilakukan pada program acara berita Patroli Indosiar.

Untuk pemilihan periodisasi waktu yang dipilih antara bulan Februari 2015

hingga Maret 2015 karena dalam setiap hari penayangan program berita, tidak

keseluruhan berita yang ditayangkan adalah berita yang mengandung unsur kode

etik jurnalis dalam bentuk hak tolak dan tidak semua berita yang ditayangkan

adalah berita kriminal. Peneliti beranggapan, dengan menghitung frekuensi

kemunculan implementasi hak tolak tersebut, maka akan memberikan informasi

tertentu tentang seberapa besar implementasi hak tolak diterapkan dalam satu

penayangan program berita Patroli Indosiar.

Peneliti memilih kode etik jurnalis lebih khusus pada pembahasan hak tolak

jurnalis untuk dijadikan sebagai penelitian. Hal ini dikarenakan, penelitian tersebut

masih jarang dilakukan, bahkan di lingkup UMM sekalipun. Selain itu, belum

banyak yang mengetahui tentang hak tolak jurnalis di masyarakat, dan seperti apa

penerapannya. Sehingga peneliti tertarik untuk mengetahui penerapan hak tolak

jurnalis saat menghimpun berita di lapangan.

Selain itu, penerapan hak tolak jurnalis juga berpeluang disalahgunakan

oleh beberapa oknum jurnalis dan media yang tidak bertanggung jawab.

Memanfaatkan hak tolak yang dimilikinya untuk tidak menyebutkan identitas

Page 8: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/23190/2/jiptummpp-gdl-mochamadtr-41037-2-babi.pdf · Maret 2015 jam 11.40) 2 ... Mendung karya Kipandjikusmin

8

narasumber secara lengkap, oknum tersebut mengkonstruksi berita fiktif, dalam

artian tidak ada keterangan valid dari narasumber. Tulisan yang mencantumkan

“menurut sumber yang dapat dipercaya” adalah sebenarnya tulisan dari oknum itu

sendiri. Dalam hal penayangan hak tolak di media televisi, pada program investigasi

contohnya, kerap menayangkan pernyataan narasumber yang menyebutkan nama

samaran atau inisial, serta menyamarkan wajah dan suara. Dikhawatirkan hal

tersebut juga rekayasa awak media yang tidak mendapat narasumber beserta

keterangan yang diinginkan terhadap suatu kasus tertentu.

Hal ini merupakan masalah yang cukup pelik. Persyaratan jurnalisme ialah

fakta-fakta yang siap diverifikasi, terbuka untuk ditelusuri data-datanya, mudah

dikenali berbagai narasumber yang memberikan informasinya, dan berbagai

pertanggungjawaban lainnya. Maka dari itu, jika ada kejadian yang narasumber

tidak mau disebutkan identitasnya, akan mengurangi kredibilitas media tersebut.

Pada momen tertentu malah mengakibatkan persoalan hukum. Penuntutan terhadap

validitas laporan yang telah mencemarkan nama atau pihak tertentu (Kurnia,

2005:214).

Penelitian terdahulu dengan penelitian ini jelaslah berbeda. Perbedaan

tersebut terletak pada fokus penelitian dan objek yang akan diteliti. Fokus penelitian

ini adalah implementasi kode etik jurnalis terhadap perlindungan identitas sumber

berita, dan objek penelitian yang dipilih adalah program berita Patroli Indosiar.

Sedangkan pada penelitian terdahulu, lebih membahas pada ranah hukum dari

penerapan hak tolak pers yang ditinjau dari hukum pidana di Indonesia. Kemudian,

untuk penelitian terdahulu yang kedua, secara jelas terdapat perbedaan

Page 9: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/23190/2/jiptummpp-gdl-mochamadtr-41037-2-babi.pdf · Maret 2015 jam 11.40) 2 ... Mendung karya Kipandjikusmin

9

pembahasan, hanya terdapat kesamaan dalam mengangkat berita Patroli Indosiar

sebagai subyek penelitian.

Program berita Patroli dipilih untuk dijadikan objek penelitian, karena

program berita Patroli merupakan program berita kriminal yang pertama hadir di

televisi Indonesia pada tahun 1999. Memiliki durasi tayang selama 30 menit setiap

harinya, ditayangkan setiap pukul 11.30 WIB dan 01.00 WIB. Pada awal

kemunculannya di televisi, program Patroli Indosiar mendapat respon positif dari

masyarakat. Sehingga memicu hadirnya tayangan program berita kriminal serupa

di beberapa stasiun televisi lainnya.

Di sisi lain, penayangan program berita Patroli Indosiar juga memunculkan

pendapat kontra serta mengarah pada dilema tersendiri di masyarakat, terlebih pada

sebagian pihak yang terkait dalam salah satu penayangan beritanya. Hal tersebut

dikarenakan program ini mengangkat tema kriminalitas, yang mana keberadaan

narasumber di dalamnya sangat rentan terhadap berbagai faktor lainnya setelah

pemberitaan. Contoh, narasumber atau sumber berita pada salah satu penayangan

kasus diposisikan sebagai pelaku. Hal tersebut berdampak saat masyarakat atau

warga yang mengenalinya menonton tayangan tersebut. Terlebih pihak keluarga

bahkan anak dari pelaku sebuah tindak kejahatan. Mengingat penayangan program

acara Patroli Indosiar ini adalah pukul 11.30 WIB. Waktu dimana mayoritas anak

usia sekolah dasar khususnya, pulang dari sekolah. Juga waktu dimana satu

keluarga istirahat siang dari rutinitas kesehariannya.

Selain itu, program Patroli Indosiar juga tidak lepas dari pelanggaran

Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 dan SPS) KPI tahun

2012. Seperti surat yang diturunkan KPI bernomor 297/K/KPI/03/15 pertanggal 26

Page 10: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/23190/2/jiptummpp-gdl-mochamadtr-41037-2-babi.pdf · Maret 2015 jam 11.40) 2 ... Mendung karya Kipandjikusmin

10

Maret 2015, Patroli melakukan pelanggaran berupa penayangkan secara close up

polisi yang dipukul massa dan adegan polisi yang menendang dan memukul

seorang pria. Tidak hanya itu, KPI juga menemukan pelanggaran pada tanggal 15

Maret 2015 pada pukul 11.42 WIB berupa tayangan aksi demo mahasiswa yang

diiringi aksi pukul oleh seorang pria. Jenis pelanggaran ini dikategorikan sebagai

pelanggaran atas prinsip-prinsip jurnalistik, muatan kekerasan dan kejahatan serta

kewajiban penyamaran.5

Seperti dikutip dari penelitian Arfian Zazaki, disebutkan bahwa

kemunculan program Buser (SCTV), Sergap (RCTI), Sidik (TPI), Kriminal

(TransTV), TKP (Trans 7), dan Brutal (TVOne) adalah terinspirasi dari kesuksesan

penayangan program berita Patroli Indosiar. Sebelumnya, peneliti telah

membandingkan dengan program berita kriminal serupa yang ada di stasiun televisi

lainnya. Namun, hanya berita Patroli Indosiar yang sejak awal secara konsisten dan

dapat bertahan dengan konsep acaranya, yakni pemberitaan berita kriminalitas di

masyarakat.6

Namun dalam perkembangannya, pada awal kemunculan program Patroli

menayangkan berita bertema kriminalitas secara penuh atau keseluruhan dalam satu

kali tayang dalam sehari. Saat ini, didorong oleh faktor kebutuhan informasi di luar

5 http://www.kpi.go.id/index.php/lihat-sanksi/32618-teguran-tertulis-program-siaran-jurnalistik-

patroli (diakses pada 10 April 2015 jam 10.50)

6 Zazaki, Arfian. (2014). "Opini Masyarakat Tentang Tayangan Berita Kriminalitas pada

Tayangan Patroli di Indosiar ". Skripsi Strata-1 pada jurusan Ilmu Komunikasi UPN Surabaya.

Page 11: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/23190/2/jiptummpp-gdl-mochamadtr-41037-2-babi.pdf · Maret 2015 jam 11.40) 2 ... Mendung karya Kipandjikusmin

11

lingkup berita kriminal, program Patroli Indosiar juga menayangkan beberapa

berita dan peristiwa yang lebih bersifat umum, seperti banjir, kecelakaan, tanah

longsor, hingga kebakaran. Dengan pertimbangan tersebut, peneliti tertarik untuk

mengetahui sejauh mana dan seberapa besar frekuensi kemunculan dari

implementasi kode etik jurnalistik dalam bentuk hak tolak. Melihat perubahan

content berita Patroli Indosiar yang sekarang kerap menyisipkan berita diluar berita

kriminalitas.

Hal penunjang lainnya juga dapat dilihat dari website resmi Indosiar, selain

menayangkan program Patroli setiap harinya, pada halaman website Patroli juga

secara update menayangkan berita beserta naskah yang ditayangkan dalam satu hari

penayangan berita Patroli.

1.2. Rumusan Masalah

Sesuai dengan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka rumusan

masalah yang dapat diambil dalam penelitian ini adalah “Seberapa besar frekuensi

kemunculan implementasi kode etik jurnalis pasal tujuh (7) tentang perlindungan

terhadap identitas sumber berita, pada program Patroli Indosiar Bulan Februari –

Maret 2015?”

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, penelitian ini bertujuan untuk

menghitung frekuensi kemunculan implementasi kode etik jurnalis pasal tujuh (7)

tentang perlindungan terhadap identitas sumber berita, pada program Patroli

Indosiar Bulan Februari – Maret 2015.”

Page 12: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/23190/2/jiptummpp-gdl-mochamadtr-41037-2-babi.pdf · Maret 2015 jam 11.40) 2 ... Mendung karya Kipandjikusmin

12

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah:

1.4.1. Manfaat Akademis

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi berupa kajian

ilmiah pada studi Ilmu Komunikasi, terutama bagi mahasiswa yang khususnya

tertarik dengan kajian tentang Kode Etik Jurnalis lebih khusus yang membahas

mengenai penerapan Hak Tolak Jurnalis pada praktik pemberitaan berita

kriminalitas di media massa.

1.4.2. Manfaat Praktis

Hasil Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi kepada

masyarakat, bahwa penerapan kode etik jurnalis pasal tujuh (7) tentang

perlindungan terhadap identitas sumber berita menjamin kerahasiaan identitas

masyarakat yang menjadi sumber berita. Kemudian, hasil penelitian ini diharapkan

mampu memberikan sumbangan untuk perusahaan media mengenai

pengimplementasian kode etik jurnalis pasal tujuh (7) tentang perlindungan

terhadap identitas sumber berita agar terus dilaksanakan dan tetap mengacu pada

peraturan yang ada dalam UU Pers dan KEJ.

1.5. TINJAUAN PUSTAKA

1.5.1. Kode Etik Jurnalis dan Etika Profesi

Menurut Ashadi Siregar, dalam bukunya yang berjudul “Etika Komunikasi”

(2008:182-183), etika suatu profesi mengandung orientasi sosial. Pentingnya etika

profesi tidak hanya untuk pergaulan sosial antar perorangan. Namun menyangkut

landasan bagi kehadiran suatu institusi sosial di tengah masyarakat. Etika profesi

Page 13: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/23190/2/jiptummpp-gdl-mochamadtr-41037-2-babi.pdf · Maret 2015 jam 11.40) 2 ... Mendung karya Kipandjikusmin

13

sama pentingnya bagi institusi pers, kesehatan, institusi yudisial, birokrasi, atau

institusi lain yang memiliki peran sosial. Pekerja profesi masing-masing memiliki

etika yang berbeda, tapi semuanya menuju pada muara yang sama, yaitu memiliki

orientasi sosial dalam menghadirkan profesinya agar punya marwah (vigour) dan

martabat (dignity) di tengah masyarakat.

Ashadi Siregar (2008:188) juga menjelaskan mengenai kode etik.

Menurutnya, kode etik selalu ada dalam setiap profesi, yaitu norma yang berasal

dari suatu komunitas profesional, sebagai acuan nilai bagi pelaku profesi. Nilai ini

diperlukan dalam memelihara keberadaan profesi di tengah masyarakat. Di satu

pihak menjadikan pelaku profesi tetap memiliki orientasi sosial, dan lebih jauh akan

membentuk citra sosial atas komunitas profesionalnya. Seorang pelaku profesi

dapat dibedakan dari pekerja lainnya. Ciri yang terpenting adalah sifat otonomi dari

seorang profesional dan kepercayaan yang diberikan oleh lingkungan sosialnya.

Sejalan dengan itu, Sumaryono dalam Yadi Purwanto (2007:48)

menjelaskan bahwa kode etik adalah hasil usaha pengarahan kesadaran moral para

anggota profesi tentang persoalan-persoalan khusus yang dihadapinya. Kode etik

ini mengkristalisasikan pandangan moral dan memberi ketegasan perilaku yang

sesuai dengan lapangan khusus.

Terdapat sifat dasar etika menurut Darji Darmodihardjo, dalam Muhammad

Mufid melalui bukunya ”Etika dan Filsafat Komunikasi” (2009:173-174).

Menurutnya, sifat dasar etika adalah bersifat kritis, karenanya etika bertugas:

1. Untuk mempersoalkan norma yang dianggap berlaku. Diselidikinya apakah

dasar suatu norma itu dan apakah dasar itu membenarkan ketaatan yang

dituntut oleh norma itu terhadap norma yang dapat berlaku.

Page 14: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/23190/2/jiptummpp-gdl-mochamadtr-41037-2-babi.pdf · Maret 2015 jam 11.40) 2 ... Mendung karya Kipandjikusmin

14

2. Etika mengajukan pertanyaan tentang legitimasinya, artinya norma yang

tidak dapat mempertahankan diri dari pertanyaan kritis dengan sendirinya

akan kehilangan haknya.

3. Etika mempersoalkan pula hak setiap lembaga seperti orang tua, sekolah,

Negara, dan gama untuk memberikan perintah atau larangan yang harus

ditaati.

4. Etika memberikan bekal kepada manusia untuk mengambil sikap yang

rasional terhadap semua norma

5. Etika menjadi alat pemikir yang rasional dan bertanggung jawab bagi

seorang ahli dan bagi siapa saja yang tidak mau diombang-ambingkan oleh

norma-norma yang ada

Sedangkan pengertian menurut Yadi Purwanto (2007:49), kode etik

merupakan pernyataan cita-cita dan peraturan pelaksanaan pekerjaan, yang

merupakan panduan yang dilaksanakan oleh anggota kelompok. Kode etik yang

hidup dapat dikatakan sebagai ciri utama keberadaan sebuah profesi. Sifat dan

orientasi kode etik hendaknya singkat, sederhana, jelas dan konsisten, masuk akal,

dapat diterima, praktis, dan dapat dilaksanakan, komprehensif dan lengkap, serta

positif dalam formulasinya. Kode etik diciptakan untuk manfaat masyarakat dan

untuk menghindari adanya sifat ketamakan penghasilan, kekuasaan dan status.

Sementara itu, apabila pembahasan kode etik dikerucutkan kepada profesi

jurnalis, Agus Sudibyo dalam bukunya 50 Tanya Jawab Tentang Pers (2013:3-4)

menjelaskan, kode etik jurnalis secara umum mengatur dua hal, yaitu produk

jurnalistik dan perilaku jurnalistik. Produk jurnalistik mencakup berita dalam

berbagai bentuknya, antara lain surat pembaca, tajuk rencana, artikel opini, analisis

Page 15: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/23190/2/jiptummpp-gdl-mochamadtr-41037-2-babi.pdf · Maret 2015 jam 11.40) 2 ... Mendung karya Kipandjikusmin

15

pakar, resensi buku, dan resensi dalam bentuk lain. Kemudian, perilaku jurnalistik

mencakup sikap dan tindakan jurnalis ketika menjalankan kerja jurnalistik, saat

berhubungan dengan sumber atau subjek berita.

Di sisi lain, jurnalis Indonesia menetapkan dan menaati kode etik jurnalistik

berdasarkan untuk menjamin kemerdekaan pers dan memenuhi hak publik untuk

memperoleh informasi yang benar. Jurnalis juga memerlukan landasan moral dan

etika profesi sebagai pedoman operasional dalam menjaga kepercayaan publik dan

menegakan integritas serta profesionalisme. (Sudibyo, 2013:177).

Kode etik jurnalistik sendiri terdiri atas 11 pasal seperti yang ditetapkan

dewan pers. Dari 11 pasal tersebut, juga dijelaskan berbagai hak yang dimiliki

seorang jurnalis dalam menghimpun suatu berita. Salah satunya pada pasal yang

pembahasannya tentang upaya perlindungan dari jurnalis untuk tidak menyebutkan

identitas sumber berita dalam pemberitaan tertentu dalam bentuk hak tolak jurnalis.

1.5.2. Landasan Hak Tolak Jurnalis

Dalam kode etik jurnalis pasal 7 tertulis, jurnalis Indonesia memiliki hak

tolak untuk melindungi narasumber yang tidak bersedia diketahui identitas maupun

keberadaannya, menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang, dan off

the record sesuai dengan kesepakatan. Hak tolak ini ada juga yang menyebutnya

sebagai hak ingkar. Mengenai hak tolak ini dijamin oleh KEJ-PWI, dalam pasal 13

dinyatakan, “Jurnalis harus menyebutkan sumber berita, kecuali atas permintaan

yang bersangkutan untuk tidak disebutkan nama dan identitasnya sepanjang

menyangkut fakta dan data bukan opini. Apabila nama dan identitas sumber berita

tidak disebutkan, segala tanggung jawab ada pada wartawan yang bersangkutan.”

(Machmud, : 2011:187).

Page 16: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/23190/2/jiptummpp-gdl-mochamadtr-41037-2-babi.pdf · Maret 2015 jam 11.40) 2 ... Mendung karya Kipandjikusmin

16

Disamping itu, hak tolak jurnalis juga diatur dalam beberapa peraturan di

Indonesia, seperti pada UU Pers pasal 1 Ayat 10, ditegaskan bahwa,”Hak tolak

merupakan hak jurnalis karena profesinya, untuk menolak mengungkapkan nama

atau identitas lainnya dari sumber berita yang harus dirahasiakannya”. Selain itu,

hak tolak jurnalis juga dirumuskan dalam UU Pers Pasal 4. Yakni, “Dalam

mempertanggung jawabkan pemberitaan di depan hukum, wartawan mempunyai

hak tolak”.

Lebih lanjut, dalam pasal tersebut diuraikan,”Tujuan utama hak tolak adalah

agar jurnalis dapat melindungi sumber informasi, dengan cara menolak

menyebutkan identitas sumber informasi. Hak tersebut dapat digunakan jika

jurnalis dimintai keterangan oleh pejabat penyidik dan atau diminta menjadi saksi

di pengadilan. Hak tolak dapat dibatalkan demi kepentingan dan keselamatan

negara atau ketertiban umum yang dinyatakan oleh pengadilan (Machmud,

2011:187-188).

Selain diatur dalam peraturan khusus, yakni UU Pers, pelaksanaan hak tolak

jurnalis juga dijamin dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

Pasal 170 Ayat 1, tertulis bahwa, “Jurnalis yang karena pekerjaannya diwajibkan

menyimpan rahasia, dapat dibebaskan dari kewajiban untuk memberi keterangan

sebagai saksi dalam sidang pengadilan,” Tidak hanya itu, diluar sidang pengadilan

sesuai pasal 120 KUHAP juga dinyatakan, “Jurnalis termasuk ahli atau memiliki

keahlian khusus sehingga karena pekerjaannya diwajibkan menyimpan rahasia,

karena itu dapat menolak memberikan keterangan yang diminta oleh penyidik.”

(Machmud, 2011:188).

Page 17: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/23190/2/jiptummpp-gdl-mochamadtr-41037-2-babi.pdf · Maret 2015 jam 11.40) 2 ... Mendung karya Kipandjikusmin

17

1.5.3. Pengertian dan Kompetensi Jurnalis

Jurnalis yakni individu-individu yang bekerja, mencari, mengolah,

mengedit, dan menyiarkan informasi. Jurnalis sama dengan wartawan atau orang

yang bertugas melakukan kegiatan jurnalisme. Misalnya bagaimana melakukan

investigasi ke lapangan, proses mengendus berita, dan lain-lain. Bentuk dari

pekerjaan jurnalis bisa tulisan, kata ujaran yang diucapkan seperti seorang penyiar.

Tulisan jurnalisme di antaranya adalah segala bentuk penulisan yang ditulis jurnalis

yang ada dalam media massa, misalnya straight news, depth reporting, features,

dan lain-lain (Nurudin, 2009:9-10).

Hikmat Kusumaningrat dan Purnama Kusumaningrat dalam bukunya

“Jurnalistik, Teori dan Praktik” (2009:115) mengutarakan bahwa profesi jurnalis

adalah profesional. Dalam utarannya kata profesional memiliki tiga arti, pertama,

profesional adalah kebalikan dari amatir, kedua, sifat pekerjaan wartawan menuntut

pelatihan khusus, ketiga, norma-norma yang mengatur perilakunya dititikberatkan

pada kepentingan khalayak pembaca. Selanjutnya, terdapat dua norma yang dapat

diidentifikasikan, yaitu: pertama, norma teknis (keharusan menghimpun berita

dengan cepat, keterampilan menulis dan menyunting, dan sebagainya), dan kedua,

norma etis (kewajiban kepada pembaca serta nilai-nilai seperti tanggungjawab,

sikap tidak memihak, sikap peduli, sikap adil, objektif dan lain-lain yang semuanya

harus tercermin dalam produk penulisannya).

Sementara itu, dalam buku The Journalist karya Zaenuddin H. Machmud

(2011:74) menyebutkan jurnalis merupakan ujung tombak redaksi dalam mencari

dan mendapatkan berita. Para jurnalis itulah yang terjun ke lapangan meliput semua

peristiwa yang terjadi untuk dikemas menjadi berita. Dalam tugasnya sehari-hari,

Page 18: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/23190/2/jiptummpp-gdl-mochamadtr-41037-2-babi.pdf · Maret 2015 jam 11.40) 2 ... Mendung karya Kipandjikusmin

18

selain berhubungan dengan koordinator liputan, para reporter juga berhubungan

dan bertanggung jawab pada redaktur.

Berbeda halnya dengan apa yang ditulis Mondry dalam bukunya

“Pemahaman Teori dan Praktik Jurnalistik” (2008:18) memandang jurnalis atau

wartawan berarti dapat dipastikan mereka bekerja di lembaga pers, tetapi itu dengan

pekerjaan yang spesifik, terkait dengan proses penggalian, penulisan, dan seluruh

proses berita termasuk fotografer atau pengambil gambar (camera person). Artinya,

hanya pimpinan redaksi dan jajarannya yang boleh mengaku wartawan dan berhak

mendapat identitas keanggotaan dari organisasi kewartawanan, sedangkan orang

pers yang bekerja diluar bidang pemberitaan, baik di media cetak atau elektronik

tidak boleh mengaku sebagai jurnalis atau wartawan.

Tugas jurnalis memiliki spesifikasi secara khusus. Robin Jones (dalam

brook et.al) reporter The Half Moon Bay Review, koran mingguan di sebuah kota

kecil selatan San Fransisco sebagaimana dikutip dalam buku Jurnalisme

Kontemporer karya Septiawan Santana Kurnia, antara lain menyebutkan:

Most people instinctively want to teach others what they know. And

journalist are no exception. It is our job, after all, to share with our readers,

viewers, and listeners what we discover in the course of our reporting. But

many of us also have an impulse to try to convince others to agree with our

opinions about with we know, and this is the poin at which journalists are

taught to suppress this desire. Just as it is our job to share our finding, it is

also our job to remain neutral in our telling. It was this cluster of ideas that i

brought with me into the classroom last spring when i began working as a

Page 19: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/23190/2/jiptummpp-gdl-mochamadtr-41037-2-babi.pdf · Maret 2015 jam 11.40) 2 ... Mendung karya Kipandjikusmin

19

teaching assistant for an entry-level journalism class at the University of

Missouri.

Pada sisi inilah, jurnalisme kemudian mematok kompetensi tertentu kepada

profesi jurnalis. Terdapat beberapa persyaratan kemampuan profesional yang perlu

dikuasai seorang jurnalis. Yancheff, dalam Septiawan Santana Kurnia (2005:207)

menilik ukuran profesionalisme jurnalis di era milenium. Menurutnya pada fase

milenium, profesionalisme jurnalis membutuhkan multi-kompetensi. Karakteristik

performanya menekankan kekuatan penulisan dan kemampuan oral, ketekunan

kerja, dan pemilikan dasar pengetahuan yang mengkombinasikan aplikasi lintas

disiplin (penugasan berbagai format media cetak, siaran, interaktif, dan multimedia)

yang dibutuhkan dalam kerja memasok informasi di dunia profesional industri.

Untuk itu, ia mengajukan sepuluh kemampuan jurnalis profesional yang terdiri dari:

1. Writing competencies

Kapasitas untuk melaporkan secara akurat, jelas, kredibel, dan reliabel.

Kemampuan menulis yang mudah dipahami pembaca. Juga terkait dengan

penguasaan dalam memakai tata bahasa, kata-kata, tanda baca, serta

pemahaman terhadap kosa kata (vocabulary).

2. Oral Performance Competencies

Kemampuan menyampaikan pengertian, respon yang baik, percaya diri dan

bertanggung jawab. Kemampuan mewawancara memerlukan berbagai

teknik dan metode ketika mewawancara anak-anak, kelompok etnik, korban

kekerasan, dan sebagainya. Selain itu, kemampuan mengenali nuansa dari

wacana publik.

3. Research and Investigatif Competencies

Page 20: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/23190/2/jiptummpp-gdl-mochamadtr-41037-2-babi.pdf · Maret 2015 jam 11.40) 2 ... Mendung karya Kipandjikusmin

20

Kemampuan menyiapkan berbagai bahan, pengembangan, akurasi kisah,

atau mengidentifikasi topik-topik potensial, melalui sumber kepustakaan,

refrensi virtual online, dan catatan-catatan publik.

4. Broad-Based Knowledge Competencies

Kemampuan memiliki pengetahuan dasar seperti ekonomi, statistik,

matematika, sejarah, sains, perawatan kesehatan, bisnis, dan struktur

pemerintahan. Dunia kewartawanan mensyaratkan proses belajar seumur

hidup dan keluasan lintas disiplin.

5. Web-based Competencies

Kemampuan menguasai internet, e-mail, mailing list, newsgroup, dan

pemberitaan dalam format on the web. Khususnya pemberitaan yang

bersifat breaking news and information, yang memiliki nilai otentisitas,

akurasi, dan reliabilitas informasi on the web.

6. Audio-Visual Competencies

Kemampuan menggunakan peralatan seperti kamera 35mm, kamera video,

men-scan foto ke dalam komputer, serta audio tape recorder.

7. Skill-Based Computer Aplication Competencies

Kemampuan mengaplikasikan komputer dalam kegiatan melaporkan

pemberitaan, seperti word processing, pengembangan database (terutama

bagi investigative reporting), dan aplikasi multimedia, termasuk pagemaker,

Quark Xpress, Printshop, dan sebagainya bagi kerja kewartawanan.

8. Ethics Competencies

Kemampuan memahami tanggung jawab profesi, seperti kode etik,

pertimbangan nilai-nilai etika, pelanggaran, dan plagiarisme.

Page 21: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/23190/2/jiptummpp-gdl-mochamadtr-41037-2-babi.pdf · Maret 2015 jam 11.40) 2 ... Mendung karya Kipandjikusmin

21

9. Legal Competencies

Kemampuan memahami ihwal Undang-undang, kebebasan berpendapat,

seperti yang tercantum dalam the Freedom of Information Act (FOIA), the

First Amandement, hak cipta, dan sebagainya. Serta kaitannya dengan

tugas-tugas profesi kewartawanan dan dampaknya terhadap masyarakat.

10. Career Competencies

Kemampuan memahami dunia karir profesional di dalam jurnalisme.

Kemampuan bekerja di dalam manajemen pers, dan bersikap positif di

dalam kerja peliputan. Termasuk aspek-aspek dari komponen manajerial

pasar, analisis khalayak, dan producing and editing the news. Serta

keterlibatan dalam berbagai asosiasi dan jaringan profesional dari dunia

jurnalisme.

Sementara itu, berdasarkan rumusan Dewan Pers (Luswanto dan Gayatri,

2006 dalam Nurudin 2009) ada setidaknya tiga kategori kompetensi yang harus

dipunyai seorang jurnalis, antara lain:

1. Kesadaran (awarness); mecakup kesadaran tentang etika, hukum dan karir.

2. Pengetahuan (knowledge); mencakup pengetahuan umum dan pengetahuan

khusus sesuai bidang kewartawanan yang bersangkutan.

3. Keterampilan (skills); mencakup keterampilan menulis, wawancara, riset,

investigasi, menggunakan berbagai peralatan, seperti komputer, kamera,

mesin scanned, faksimili dan sebagainya.

Selanjutnya, berdasar pada hal yang pernah dikemukakan oleh The Poynter

Institute (Lembaga kajian media di Amerika) disadur dalam Nurudin pada bukunya

Page 22: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/23190/2/jiptummpp-gdl-mochamadtr-41037-2-babi.pdf · Maret 2015 jam 11.40) 2 ... Mendung karya Kipandjikusmin

22

yang berjudul Jurnalisme Masa Kini halaman 163, kompetensi jurnalis bisa

digambarkan dalam sebuah bagan dengan nama “piramida kompetensi” sebagai

berikut.

Gambar 1. Piramida Kompetensi

Etika Kesadaran

Hukum Karir

Pengeta- Teori & prinsip Pengeta-

huan umum jurnalistik huan khusus Pengetahuan

Reportase Riset/investi- Penggunaan Teknologi

gasi alat informasi Keterampilan

a. Etika

Etika dan kesadaran etika diharapkan setiap perilaku jurnalis akan mengacu

pada kode perilaku yang berlaku. Sehingga setiap tindakan akan dipertimbangkan

secara matang. Misal, dalam mengangkat isu-isu sensitif. Jurnalis perlu

mempertimbangkan (sebelum melakukan peliputan) apakah isu sensitif itu tidak

bertolak belakang dengan etika. Tanpa kemampuan menerapkan kesadaran etika,

seorang jurnalis rentan terhadap kesalahan. Akibatnya, kerja jurnalistik tidak

akurat, bias kepentingan, melanggar privasi, tidak menghargai narasumber berita,

dan lainnya.

Page 23: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/23190/2/jiptummpp-gdl-mochamadtr-41037-2-babi.pdf · Maret 2015 jam 11.40) 2 ... Mendung karya Kipandjikusmin

23

Untuk menghindari hal demikian, maka jurnalis wajib memiliki integritas,

tegas dalam berprinsip, kuat dalam suatu nilai-nilai, melayani kepentingan publik,

memantau pihak yang berkuasa agar tetap bertanggung jawab, menyuarakan

mereka yang tidak bersuara, berani dalam keyakinan dan bersikap independen

mempertanyakan otoritas, serta menghargai perbedaan.

b. Hukum

Seorang jurnalis wajib memiliki kesadaran hukum. Hukum tersebut adalah

UU Pers (nomor 40/1999). Dengan UU tersebut, jurnalis tidak hanya memahami

namun juga melaksanakan, menjaga kehormatan, dan melindungi hak-haknya.

Sekadar menyebut contoh, jurnalis perlu tahu hal-hal mengenai penghinaan, trial

by the press (mengadili atau menuduh bersalah seseorang sebelum pengadilan

memutuskan bersalah), privasi, ketentuan dengan narasumber (off the record,

confidental sourches). Kompetensi hukum ini menuntut jurnalis menjunjung tinggi

hukum, batas-batas hukum, dan memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan

yang tepat dan berani untuk memenuhi kepentingan publik dan tujuan negara

demokrasi.

c. Karir

Kerja menjadi jurnalis juga memiliki jenjang karir di dalamnya. Artinya,

jurnalis harus sadar bahwa dia harus merintis karir dari reporter terlebih dahulu

untuk masuk ke jenjang yang lebih tinggi seperti redaktur. Kesadaran karir ini juga

menuntut kerja jurnalis sebuah profesi yang menjanjikan kepastian kerja dan

kesejahteraan bagi diri dan keluarganya. Semakin tinggi jabatan jurnalis, akan

semakin tinggi fasilitas yang didapatkannya. Otomatis, kesejahteraan juga

meningkat sejalan dengan peningkatan tanggungjawabnya.

Page 24: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/23190/2/jiptummpp-gdl-mochamadtr-41037-2-babi.pdf · Maret 2015 jam 11.40) 2 ... Mendung karya Kipandjikusmin

24

d. Pengetahuan Umum

Kompetensi pengetahuan umum mencakup pengetahuan umum dasar,

seperti ilmu budaya, politik, sejarah, sosial, atau ekonomi. Seorang jurnalis dituntut

untuk terus belajar dan menambah pengetahuannya agar mampu mengikuti

perkembangan perubahan sosial dan mampu menyajikan informasi yang layak

kepada pembaca dan audiensnya. Bagi jurnalis, wajib untuk memiliki referensi dan

memperbaharui pengetahuannyadengan menggali pengetahuan dari ensiklopedia,

buku-buku referensi terbitan terbaru, serta jurnal ilmiah, populer, dan penerbitan

berkala.

e. Teori dan Praktik Jurnalistik

Seseorang yang menjadi jurnalis tidak selamanya dan belum tentu berasal

dari lulusan ilmu komunikasi atau ilmu jurnalistik. Namun, mayoritas mereka

paham tentang teori jurnalisme (dalam praktik) dan komunikasi. Sebab, ilmu

jurnalistik tidak sekadar mencari berita dsn informasi, di dalamnya juga mencakup

etika.

f. Pengetahuan Khusus

Kompetensi pengetahuan khusus diperlukan bagi jurnalis yang memilih atau

ditugaskan pada liputan isu-isu spesifik. Jurnalis peliput masalah ekonomi mikro,

masalah keuangan, statistik, dan sejenisnya. Jurnalis yang bekera di media yang

bergerak di bidang politik, tak jauh berbeda harus menguasai permasalahan politik.

Contoh, jurnalis yang meliput di parlemen harus mengetahui seluk-beluk parlemen

dan kedudukannya secara politik.

Page 25: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/23190/2/jiptummpp-gdl-mochamadtr-41037-2-babi.pdf · Maret 2015 jam 11.40) 2 ... Mendung karya Kipandjikusmin

25

g. Keterampilan Reportase

Kompetensi reportase ini mencakup kemampuan menulis, wawancara, dan

melaporkan informasi secara akurat, jelas, bisa dipertanggungjawabkan, dan layak.

Format dan gaya reportase terkait dengan medium dan audiensnya. Untuk

kompetensi menulis, menyangkut penggunaan tata bahasa, pilihan kata, dan tanda

baca, memiliki pembendaharaan kata yang cukup, serta menyebutkan sumber

informasi secara jelas.

Kompetensi wawancara juga penting dimiliki seorang jurnalis. Hal tersebut

untuk memberikan kesan kepada narasumber bahwa seorang jurnalis benar-benar

memiliki kemampuan merespon dengan baik dan meyakinkan. Kemampuan

wawancara perlu dikembangkan untuk mengeksplorasi teknis dan metode yag layak

digunakan ketika mewawancarai anak-anak, kelompok etnis tertentu, korban

traumatik, dan sebagainya. Dengan demikian, jurnalis diharapkan mampu

berkomunikasi secara efektif menggunakan bahasa yang baik dan benar, mampu

menerapkan teknis dasar wawancara terhadap berbagai anggota masyarakat yang

memiliki perbedaan latarbelakang.

h. Keterampilan Riset dan Investigasi

Kemampuan melakukan riset tentu harus dimiliki jurnalis. Riset yang baik

juga belum tentu lengkap tanpa didukung oleh kemampuan investigasi yang

mumpuni. Bagaimana mengendus pemberitaan, mencari narasumber yang sulit

dilacak, melakukan wawancara secara mendalam, mencari data relevan untuk

mendukung laporan, dan lain-lain. Semua hal tersebut membutuhkan kemampuan

investigasi yang mumpuni. Tak terkecuali, untuk mendukung investigasi jurnalis

juga harus mengetahui dan mampu menggunakan sumber-sumber referensi dan

Page 26: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/23190/2/jiptummpp-gdl-mochamadtr-41037-2-babi.pdf · Maret 2015 jam 11.40) 2 ... Mendung karya Kipandjikusmin

26

data yang tersedia di perpustakaan dan sumber lainnya. Bahkan, saat ini jurnalis

dituntut untuk mampu memanfaatkan referensi dari internet, dan mampu melacak

data dan informasi dari berbagai sumber yang penting bagi publik.

i. Keterampilan Menggunakan Alat

Keterampilan lain yang tidak kalah penting yakni pengoprasian alat.

Kompetensi mengoprasikan komputer penting dalam proses penyusunan laporan.

Kemampuan itu bukan hanya sekadar mengetik tulisan, melainkan juga menyusun

database (berguna untuk laporan investigasi), dan aplikasi multimedia, termasuk

pagemaker (untuk layout), printshop, photoshop, dan lain-lain.

j. Kemampuan Teknologi Informasi

Diantaranya adalah kemampuan akses internet seperti mengoprasikan

email, mailing list, atau newsgroup. Di samping itu, kemampuan menyusun laporan

dalam format internet juga perlu dimiliki jurnalis. Kemudian, jurnalis juga perlu

memiliki kemampuan menilai otentisitas informasi melalui internet seperti akurasi

dan kesahihan informasi.

Di sisi lain Philip Mayer, dikutip dalam Nurudin (2009:139) mengatakan

prinsip kerja jurnalis dapat di klasifikasikan ke dalam kategori ilmuan. Beberapa

hal yang memperkuat pernyataan tersebut yakni:

1. Sikap skeptis, maksudnya dalam proses kerjanya sifat keragu-raguan

seorang jurnalis menuntutnya untuk terus mencari kebenaran dalam suatu

hal. Sebab, kebenaran adalah sesuatu yang bersifat sementara dan

mempunyai peluang untuk penajaman dan penyempurnaan.

2. Terbuka, yakni terbuka terhadap kebenaran investigasi yang dilakukannya,

juga bisa dilakukan orang lain pula atau terbuka terhadap informasi lain dan

Page 27: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/23190/2/jiptummpp-gdl-mochamadtr-41037-2-babi.pdf · Maret 2015 jam 11.40) 2 ... Mendung karya Kipandjikusmin

27

tidak meyakini informasinya sendiri yang salah. Dapat juga, dalam hal ini

jurnalis tidak boleh kebal terhadap kritik.

3. Punya insting untuk praktik, jurnalis dan seorang ilmuan juga tak luput dari

proses check and recheck. Proses tersebut bertujuan untuk secara

berkesinambungan memperoleh data yang valid.

4. Keyakinan kebenaran bersifat sementara, seorang jurnalis jelas punya tugas

untuk memperjelas sesuatu yang samar dan bukan menyamarkan sesuatu

yang sudah jelas.

5. Hemat, maksudnya ketika diberi pilihan, manusia umumnya memilih yang

lebih simpel. Tugas ilmuan karenanya membuat sesuatu lebih sederhana dan

mudah dipahami, termasuk juga kerja seorang jurnalis.

1.5.3.1. Pendidikan dan Latihan Jurnalis

Zulkarimen Nasution dalam Nurudin (2009:145) menjelaskan secara

sederhana pendidikan berbasis kompetensi adalah program pendidikan di mana

kinerja yang dituntut telah dispesifikasikan dan disepakati secara mendetail

sebelum pengajaran berlangsung, kemudian kompetensi bukan hanya pengetahuan,

tetapi juga skill dan attitude yang dibutuhkan untuk menghasilkan sesuatu

performance.

Sementara itu, berikut penyajian tabel tentang materi yang biasanya ada

dalam program pendidikan dan latihan jurnalis.

Page 28: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/23190/2/jiptummpp-gdl-mochamadtr-41037-2-babi.pdf · Maret 2015 jam 11.40) 2 ... Mendung karya Kipandjikusmin

28

Tabel 1.1 Program pendidikan dan latihan jurnalis

Materi Pelatihan Tingkat Dasar Tingkat

Menengah

Tingkat Lanjut

1. Berita Pengertian

Spot/hard news

Feature indepth

reporting

Investigasi

analisis berita

fakta layak berita

2. Wawancara /

meliput

Jenis wawancara,

teknik wawancara

Menyiapkan

bahan wawancara

Pembagian

liputan, menyusun

TOR

3. Menulis Teknis menulis,

transkrip laporan

Menulis opini,

menulis feature

Menulis editorial,

editing naskah

4. Manajemen

pers

Pengenalan

mengelola pers,

proses kerja

Pembagian fungsi

dan peran

pengelolaan

Manajemen

redaksi,

perencanaan

5. Kode etik Pengenalan Simulasi kasus Penilaian,

pengambilan

keputusan, etik

6. Teori pers Sejarah dan peran

pers

Hukum pers Filosofi

komunikasi massa

7. Artistik Pengenalan visual

media dan proses

Rancang grafis,

ilustrasi, foto,dan

sebagainya

Filosofi desain

visual media

Sumber: Lukas Luwarso dan Gati Gayatri, 2006 dalam Nurudin, 2009:150

Page 29: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/23190/2/jiptummpp-gdl-mochamadtr-41037-2-babi.pdf · Maret 2015 jam 11.40) 2 ... Mendung karya Kipandjikusmin

29

Pada proses kerjanya, maksud dari pendidikan dan pelatihan kepada para

jurnalis yakni untuk meminimalir kekurangan mereka serta untuk menjawab

kebutuhan tenaga jurnalis terampil di media. Setidaknya, terdapat beberapa

persoalan yang menunjukan kekurangan jurnalis di Indonesia. Berdasarkan

pengamatan Marah Sakti Siregar (2006) dalam Nurudin (2009:143)

mengidentifikasikan kelemahan umum yang dimiliki jurnalis, diantaranya:

1. Pengetahuan rata-rata umum kurang. Ini mungkin merepresentasikan

kekurangan mereka dalam membaca atau menyerap informasi yang bersifat

umum yang biasanya bisa diperoleh dari surat kabar atau media informasi

lainnya.

2. Spesifik dan tanggung. Anehnya, dalam hal spesifik, misalnya dalam hal

pengetahuan ekonomi atau olahraga, yang menjadi latar belakang

pendidikannya, jurnalis tetap saja kurang mendalam.

3. Kelemahan dalam bahasa dan tata bahasa, baik bahasa asing hingga bahasa

indonesia. Termasuk ketidakakuratan dalam menuliskan nama, gelar,

jabatan, dan sebagainya.

4. Bekerja secara pas-pasan, kurang gigih, cukup puas jika sudah memenuhi

suatu target penugasan.

5. Kurang ide dan kurang inisiatif.

6. Cepat mapan dan enggan melakukan eksplorasi seperti investigasi dan

membuat laporan pendalaman lainnya (in depth reporting).

Di sisi lain, jurnalis juga mempunyai kelemahan khusus, diantaranya:

Page 30: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/23190/2/jiptummpp-gdl-mochamadtr-41037-2-babi.pdf · Maret 2015 jam 11.40) 2 ... Mendung karya Kipandjikusmin

30

1. Rata-rata tidak memiliki basis yang kuat dalam penulisan. Baik penulisan

berita biasa (news) maupun artikel khas (features, analisis, dan

semacamnya). Selanjutnya, bentuk tulisan kurang memenuhi unsur-unsur

berita.

2. Umumnya kurang atau tidak menguasai hal-hal yang berkaitan dengan

aturan etika profesi kewartawanan dan hukum.

3. Umumnya memahami persoalan, tidak menguasai masalah, dan tidak

menguasai teknik wawancara yang baik.

4. Bekal pemahaman atas jurnalistik secara komperhensif masih kurang,

sehingga yang muncul sekarang cenderung wartawan instan.

1.5.3.2. Sembilan Elemen Jurnalisme

Bill Kovach dan Tom Rosenstiel menjabarkan tentang sembilan elemen

jurnalisme tersebut dalam bukunya The Elements of Journalism. Di Indonesia,

penjelasan sembilan elemen jurnalis tersebut dijelaskan kembali oleh Andreas

Harsono (2010:15-31) yang mengemasnya dalam buku yang berjudul Agama Saya

Adalah Jurnalisme. Sembilan elemen jurnalis tersebut diantaranya:7

1. Elemen jurnalisme yang pertama adalah kebenaran

Sejatinya, elemen kebenaran ini adalah hal yang paling membingungkan.

Hal tersebut karena banyaknya perbedaan sudut pandang tentang kebenaran

bagi berbagai pihak. Persepsi tentang kebenaran dapat berbeda jika dilihat

dari berbedanya latarbelakang seseorang seperti tingkat pendidikan, strata

7 Andreas Harsono, Agama Saya Adalah Jurnalisme, Yogyakarta: Kanisius, 2010, hlm 15-31

Page 31: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/23190/2/jiptummpp-gdl-mochamadtr-41037-2-babi.pdf · Maret 2015 jam 11.40) 2 ... Mendung karya Kipandjikusmin

31

sosial, pekerjaan, kelompok etnik, agama dan lain-lain. Kovach dan

Rosenstiel menerangkan bahwa masyarakat butuh prosedur dan proses guna

mendapatkan apa yang disebut kebenaran fungsional.

2. Loyalitas

Dalam hal ini, loyalitas seorang jurnalis juga masih dipertanyakan, kepada

siapakah mereka memiliki rasa loyalitas? Apakah kepada pemilik media,

perusahaan, pembaca, atau masyarakat? Pertanyaan itu penting karena sejak

tahun 1980-an banyak jurnalis Amerika yang berubah menjadi pebisnis. Ini

memprihatinkan karena jurnalis memiliki tanggungjawab sosial yang tak

jarang bisa melangkahi kepentingan perusahaan dimana mereka bekerja.

3. Disiplin dalam melakukan verifikasi

Disiplin mampu membuat wartawan menyaring desas-desus, gosip, ingatan

yang keliru, manipulasi, guna mendapatkan informasi yang akurat. Disiplin

verifikasi inilah yang membedakan jurnalisme dengan hiburan, propaganda,

fiksi atau seni.

Kovach dan Rosenstiel menawarkan lima konsep dalam verifikasi:

a. Jangan menambah atau mengarang apa pun

b. Jangan menipu atau menyesatkan pembaca, pemirsa, maupun pendengar

c. Bersikaplah setransparan dan sejujur mungkin tentang metode dan

motivasi dalam melakukan reportase

d. Bersandarlah terutama pada reportase anda sendiri dan bersikaplah

rendah hati.

Kovach dan Rosenstiel tak berhenti hanya pada tataran konsep. Mereka juga

menawarkan metode yang kongkrit dalam melakukan verifikasi itu.

Page 32: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/23190/2/jiptummpp-gdl-mochamadtr-41037-2-babi.pdf · Maret 2015 jam 11.40) 2 ... Mendung karya Kipandjikusmin

32

Pertama, penyuntingan secara skeptis. Penyuntingan harus dilakukan baris

demi baris, kalimat demi kalimat, dengan sikap skeptis. Banyak pertanyaan,

banyak gugatan. Kedua, memeriksa akurasi.

Ketiga, jangan berasumsi. Jangan percaya pada sumber-sumber resmi begitu

saja. Jurnalis harus mendekat pada sumber-sumber primer sedekat mungkin.

David Protess dari Northwestern University memiliki satu metode. Dia

memakai tiga lingkaran yang konsentris. Lingkaran paling luar berisi data-

data sekunder terutama kliping media lain. Lingkaran yang lebih kecil

adalah dokumen-dokumen misalnya laporan pengadilan, laporan polisi,

laporan keuangan dan sebagainya. Lingkaran terdalam adalah saksi mata.

Metode keempat, pengecekan fakta ala Tom French yang disebut Tom

French’s Colored Pencil. Metode ini sederhana. French, seorang spesialis

narasi panjang nonfiksi dari suratkabar St. Petersburg Times, Florida,

memakai pensil berwarna untuk mengecek fakta-fakta dalam karangannya,

baris per baris, kalimat per kalimat

4. Independensi

Menjadi netral bukanlah prinsip dasar jurnalisme. Impartialitas juga bukan

yang dimaksud dengan objektifitas. Prinsipnya, jurnalis harus bersikap

independen terhadap orang-orang yang mereka liput. Jadi, semangat dan

pikiran untuk bersikap independen ini lebih penting ketimbang netralitas.

Namun jurnalis yang beropini juga tetap harus menjaga akurasi dari data-

datanya. Mereka harus tetap melakukan verifikasi, mengabdi pada

kepentingan masyarakat, dan memenuhi berbagai ketentuan lain yang harus

ditaati seorang jurnalis.

Page 33: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/23190/2/jiptummpp-gdl-mochamadtr-41037-2-babi.pdf · Maret 2015 jam 11.40) 2 ... Mendung karya Kipandjikusmin

33

5. Memantau kekuasaan dan menyambung lidah mereka yang tertindas

Salah satu cara pemantauan ini adalah melakukan investigative reporting,

sebuah jenis reportase dimana jurnalis berhasil menunjukkan siapa yang

salah, siapa yang melakukan pelanggaran hukum, yang seharusnya jadi

terdakwa, dalam suatu kejahatan publik yang sebelumnya dirahasiakan.

Salah satu konsekuensi dari investigasi adalah kecenderungan media

bersangkutan mengambil sikap terhadap isu di mana mereka melakukan

investigasi.

6. Jurnalisme sebagai forum publik

Kovach dan Rosenstiel menerangkan zaman dahulu banyak suratkabar yang

menjadikan ruang tamu mereka sebagai forum publik dimana orang-orang

bisa datang, menyampaikan pendapatnya, kritik, dan sebagainya. Sekarang

teknologi modern membuat forum ini lebih bertenaga. Sekarang ada siaran

langsung televisi maupun chat room di internet. Namun, kecepatan yang

menyertai teknologi baru ini juga meningkatkan kemampuan terjadinya

distorsi maupun informasi yang menyesatkan.

Kovach dan Rosenstiel berpendapat jurnalisme yang mengakomodasi debat

publik harus dibedakan dengan “jurnalisme semu,” yang mengadakan debat

secara artifisial dengan tujuan menghibur atau melakukan provokasi.

Munculnya jurnalisme semu itu terjadi karena debatnya tak dibuat

berdasarkan fakta-fakta secara memadai.

7. Jurnalisme harus memikat sekaligus relevan

Memikat sekaligus relevan. Ironisnya, dua faktor ini justru sering dianggap

dua hal yang bertolakbelakang. Padahal bukti-bukti cukup banyak, bahwa

Page 34: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/23190/2/jiptummpp-gdl-mochamadtr-41037-2-babi.pdf · Maret 2015 jam 11.40) 2 ... Mendung karya Kipandjikusmin

34

masyarakat mau keduanya. Orang membaca berita olah raga tapi juga berita

ekonomi. Kovach dan Rosenstiel mengatakan wartawan macam itu pada

dasarnya malas, bodoh, bias, dan tak tahu bagaimana harus menyajikan

jurnalisme yang bermutu. Menulis narasi yang dalam, sekaligus memikat,

butuh waktu lama. Banyak contoh bagaimana laporan panjang dikerjakan

selama berbulan-bulan terkadang malah bertahun-tahun. Padahal waktu

adalah sebuah kemewahan dalam bisnis media.

8. Kewajiban jurnalis menjadikan beritanya proporsional dan komprehensif

Proporsional serta komprehensif dalam jurnalisme memang tak seilmiah

pembuatan peta. Berita mana yang diangkat, mana yang penting, mana yang

dijadikan berita utama, penilaiannya bisa berbeda antara jurnalis dan

pembaca. Pemilihan berita juga sangat subjektif. Kovach dan Rosenstiel

menyebutkan, justru karena subjektif inilah jurnalis harus senantiasa ingat

agar proporsional dalam menyajikan berita.

9. Etika dan tanggung jawab sosial

Setiap jurnalis harus mendengarkan hati nuraninya sendiri. Dari ruang

redaksi hingga ruang direksi, semua jurnalis seyogyanya punya

pertimbangan pribadi tentang etika dan tanggungjawab sosial. Setiap

individu reporter harus menetapkan kode etiknya, standarnya sendiri dan

berdasarkan model itulah dia membangun karirnya.

Membolehkan tiap individu jurnalis menyuarakan hati nurani pada dasarnya

membuat urusan manajemen jadi lebih kompleks. Namun, tugas setiap

redaktur untuk memahami persoalan ini. Mereka memang mengambil

keputusan akhir, tapi mereka harus senantiasa membuka diri agar tiap orang

Page 35: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/23190/2/jiptummpp-gdl-mochamadtr-41037-2-babi.pdf · Maret 2015 jam 11.40) 2 ... Mendung karya Kipandjikusmin

35

yang hendak memberi kritik atau komentar bisa datang langsung pada

mereka.

1.5.4. Narasumber dan Sumber Berita

Narasumber dalam hal ini memegang peranan penting dalam

mendistribusikan informasi atau bisa juga disebut komunikator utama dalam sebuah

peristiwa. Narasumber menurut Bagong suyatna adalah peranan informan dalam

mengambil data yang akan digali dari orang-orang tertentu yang dinilai menguasai

persoalan yang hendak diteliti, mempunyai keahlian dan berwawasan cukup

(Suyatna, 2005:72).

Menurut Strentz dalam Kurnia (2005:213) membagi menjadi dua jenis

sumber berita, yakni sumber berita konvensional dan non konvensioal. Sumber

berita konvensional yakni tempat-tempat dimana biasa wartawan mencari dan

memperoleh berita. Tempat-tempat yang dimaksud seperti kantor pemerintahan,

humas atau sumber promosi, berbagai peristiwa yang bernilai berita dan catatan

publik. Kemudian, sumber berita non konvensional biasanya ditemukan dari cara

pengumpulan berita baru atau kurang sering dipergunakan, seperti teknik precicion

journalism, peliputan ke kelompok minoritas (AIDS, misalnya) dan terorisme.

Terdapat sedikit perbedaan dalam pemaknaan antara sumber berita dengan

narasumber. Sumber berita dalam hal ini yakni siapa saja yang dinilai mempunyai

posisi mengetahui atau berkompeten terhadap suatu fakta, peristiwa atau kejadian,

gagasan, serta data atau informasi yang bernilai berita (Kurnia, 2005:53-54).

Sebaliknya, narasumber lebih tepatnya merujuk pada seseorang yang mana

memiliki kecakapan khusus, baik berupa wawasannya atau terlibat di salah satu

kejadian tertentu untuk dimintai keterangan dan data lainnya.

Page 36: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/23190/2/jiptummpp-gdl-mochamadtr-41037-2-babi.pdf · Maret 2015 jam 11.40) 2 ... Mendung karya Kipandjikusmin

36

Lain halnya dengan penjelasan Zaenuddin H. Machmud (2009:99) dalam

bukunya The Journalist menjelaskan sedikitnya ada empat sumber berita yang

lazim digunakan wartawan. Pertama, peristiwa atau kejadian. Wartawan

melakukan observasi langsung terhadap fakta-fakta yang ada di lapangan, dengan

melihat, mendengar, dan merasakan apa yang terjadi, kemudian mencatatnya.

Kedua, proses wawancara. Guna mendapatkan informasi sebagai berita, wartawan

melakukan wawancara. Ia menanyai narasumber, yakni orang-orang yang terkait

atau relevan dengan informasinya.

Ketiga, pencarian atau penelitian dokumen. Sebuah berita juga bisa digali

dari dokumen – dokumen yang dianggap menyimpan informasi penting. Banyak

peristiwa yang tidak dapat diungkap berdasarkan fakta-fakta terbuka dan

pernyataan narasumber. Keempat, partisipasi dalam peristiwa. Meskipun bertindak

sebagai mediator, adakalanya jurnalis juga terlibat dalam penciptaan berita. Jurnalis

juga menjadi sumber berita, saat konfrensi pers misalnya. Saat jurnalis lain

mengajukan pertanyaan dan pertanyaan tersebut mengandung sebuah informasi

yang layak dijadikan informasi baru kepada jurnalis lainnya.

1.5.4.1. Tiga Bentuk Sumber Berita

Sumber-sumber berita harus dikelompokan menurut jenis beritanya. Jenis

berita politik tentu berbeda dengan sumber berita jenis kejahatan atau hukum dan

peradilan. Sumber berita pada masing-masing kelompok tersebut haruslah terdiri

atas mereka yang benar-benar berada dalam posisi mengetahui atau berkompeten

untuk berbicara mengenai fakta atau kejadian yang hendak dilaporkan oleh jurnalis.

Jurnalis biasanya selalu menyebut identitas sumbernya dengan jelas.

Kecuali bila sumbernya itu menyatakan tidak ingin disebutkan identitasnya, sesuai

Page 37: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/23190/2/jiptummpp-gdl-mochamadtr-41037-2-babi.pdf · Maret 2015 jam 11.40) 2 ... Mendung karya Kipandjikusmin

37

dengan kode etik jurnalistik, permintaan itu harus dipenuhi. Untuk jurnalis yang

bersangkutan, bila tetap ingin melaporkan informasi dari sumber demikian, harus

bertanggung jawab sendiri karena dalam posisi mengetahui.

Sedia Wiling Barus dalam bukunya Jurnalistik, Petunjuk Teknis Menulis

Berita (2010:56-57) menjelaskan masing-masing jenis atau bidang pemberitaan

selalu mencakup sumber-sumber sebagai berikut.

1. Sumber berita atas nama pribadi.

Mencakup orang-orang biasa (ordinary man) yang juga biasa disebut dengan

man in the street (seperti pengunjung pameran, preman terminal,orang-orang

berlalu lalang di pasar, petugas parkir, pengantar surat, dan lain-lain). Pakar di

bidang keahlian masing-masing (seperti pakar hukum, olahraga, ilmu politik,

ekonom, ahli forensik, kriminolog, musisi, sutradara, sastrawan/budayawan,

dan narasumber lainnya) atau berdasarkan profesi seperti polisi, petugas

administrasi kesehatan, pegawai kantor pengadilan, sopir, dan lain sebagainya.

2. Sumber berita pribadi atas nama kelompok atau golongan

Mencakup tokoh masyarakat (opinion leader), pimpinan organisasi bisnis,

pimpinan teras partai (the party machinery), anggota parlemen, pemuka agama,

kepala suku dan para pimpinan yang mewakili komunitas tertentu (suku,

bangsa, pemuda, anak remaja, kaum ibu, dan lain-lain).

3. Sumber berita organisasi /lembaga/instansi

Mencakup partai politik, pejabat pemerintahan atau lembaga publik (pejabat

humas-PR), anggota parlemen, lembaga swasta, lembaga swadaya masyarakat

(organisasi non pemerintah), asosiasi dagang, asosiasi industri, dinas

penerangan polisi, dan militer.

Page 38: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/23190/2/jiptummpp-gdl-mochamadtr-41037-2-babi.pdf · Maret 2015 jam 11.40) 2 ... Mendung karya Kipandjikusmin

38

1.5.4.2. Sumber Anonim

Peliputan jurnalistik kerap menemukan narasumber yang tak disebutkan jati

dirinya. Sementara dari kesaksian, keterlibatan, keterangan yang dimilikinya, nafas

pemberitaan itu bergantung. Oleh karenanya, apabila terdapat suatu kejadian yang

narasumber yang tidak mau disebutkan identitasnya, atau disebut sumber anonim,

hal ini akan mengurangi kredibilitas media.

Melihat pernyataan Andreas Harsono dalam mailing list majalah Pantau

pada 27 Agustus 2003 seperti dikutip dalam Septiawan Santana Kurnia dalam

bukunya Jurnalis Kontemporer halaman 214 menjelaskan, pada dasarnya, sumber

berita yang anonim tidak memberi kesempatan kepada audience (pemirsa,

pembaca, pendengar) untuk menentukan seberapa besar derajat kepercayaan

mereka pada sumber bersangkutan. Lanjutnya, jurnalis harus memberikan

kesempatan kepada pembaca untuk menentukan sendiri seberapa besar tingkat

kepercayaan terhadap suatu keterangan. Seorang sumber anonim juga memiliki

kecendrungan untuk lebih kurang bertanggungjawab dari sumber yang sama tapi

identitasnya disajikan secara lengkap. Sumber anonim cenderung lebih sering

“bernyanyi, kedengarannya merdu, dan sensasional.

Menurut majalah Pantau berdasar pada Warp Speed (1999) dalam bab “The

Rise of Anonymous Sourcing” karya Bill Kovach dan Tom Rosenstiel dalam

Nurudin (2009:205) mencoba membahas pemakaian sumber anonim pada kasus

Monica Lewinsky. Seseorang bisa diberi status anonim bila memenuhi ketujuh

syarat sebagai berikut.

Page 39: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/23190/2/jiptummpp-gdl-mochamadtr-41037-2-babi.pdf · Maret 2015 jam 11.40) 2 ... Mendung karya Kipandjikusmin

39

1. Sumber tersebut berada pada lingkaran pertama “peristiwa berita” yang

dilaporkan. Artinya, sumber tersebut menyaksikan sendiri, atau terlibat

langsung dalam peristiwa tersebut. Sumber ini bisa masuk dalam kategori

pelaku, korban, atau saksi mata, namun dirinya bukanlah orang yang

mendengar dari orang lain.

2. Keselamatan sumber tersebut terancam bila identitasnya dibuka. Dalam hal ini

dikatakan terancam apabila nyawa anggota keluarga juga dirinya terancam.

Bukan terancam dalam hal retaknya keberlangsungan hubungan sosial atau

juga kelangsungan pekerjaan.

3. Motivasi sumber anonim memberikan informasi murni untuk kepentingan

publik. Seorang jurnalis wajib mengukur motivasi sumber dalam memberikan

informasi. Terdapat kasus dimana sumber memberikan informasi dan minta

status anonim untuk menyerang lawan atau orang yang tidak disukainya.

4. Integritas sumber harus diperhatikan. Dalam hal ini narasumber yang

terindikasi mengarang cerita, dihindari untuk menganonimkan identitasnya.

Biasanya, semakin tinggi jabaran seseorang, semakin sulit mempertahankan

integritasnya.

5. Harus seizin atasan. Pemberian sumber anonim harus dilakukan dengan

sepengetahuan dan seizin atasan. Hal tersebut untuk menghindari munculnya

masalah apabila pemberitaan yang mencantumkan sumber anonim digugat

oleh berbagai pihak tertentu.

6. Sumber anonim minimal dua orang. Hal tersebut sesuai dengan apa yang

pernah dijelaskan Ben Bradlee, redaktur eksekutif harian The Washigton Post

Page 40: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/23190/2/jiptummpp-gdl-mochamadtr-41037-2-babi.pdf · Maret 2015 jam 11.40) 2 ... Mendung karya Kipandjikusmin

40

pada zaman skandal Watergate. Hal tersebut dilakukan untuk melakukan

verifikasi terhadap informasi yang sama.

7. Perjanjian dan kejelasan antara jurnalis dengan calon sumber anonim. Bahwa

keanoniman identitas akan batal dan nama narasumber akan dibuka ke hadapan

publik apabila terbukti berbohong atau sengaja menyesatkan dengan

informasinya.

1.5.5. Format Berita Televisi

Dalam dunia televisi, dikenal istilah yang terkait dengan format yang

digunakan dalam menyajikan suatu berita. Kekuatan televisi dibandingkan dengan

media lainnya adalah kemampuannya untuk membawa penonton ke lokasi kejadian

dengan menggunakan gambar. Gambar yang dikombinasikan dengan suara alami

adalah faktor yang membuat televisi memberikan pengaruh atau dampak yang kuat

kepada penonton. Menurut Riswandi dalam bukunya “Dasar – Dasar Penyiaran”

tahun 2009 terdapat beberapa format berita televisi, yakni sebagai berikut ;

1. Reader. Format ini adalah cara paling dasar untuk menyajikan sebuah berita.

Presenter di studio hanya membaca isi berita tanpa ada gambar pendukung.

Format seperti ini biasa digunakan jika sebuah berita penting terjadi pada saat

program berita masih On Air.

2. Grafis. Format berita grafis biasanya digunakan jika sebuah berita penting baru

saja terjadi dan stasiun televisi belum mendapatkan akses untuk mengambil

gambar dan merekamnya.

3. Voice Over. Video atau gambar pendek yang diiringi dengan kata-kata penyiar.

Format berita ini biasanya digunakan untuk menceritakan sebuah topik dalam

waktu singkat.

Page 41: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/23190/2/jiptummpp-gdl-mochamadtr-41037-2-babi.pdf · Maret 2015 jam 11.40) 2 ... Mendung karya Kipandjikusmin

41

4. Laporan langsung (Live). Dalam format seperti ini, presenter akan langsung

berbicara dengan reporter yang berada di lokasi yang sedang meliput suatu

peristiwa.

5. Live Studio. Dalam suatu berita besar, stasiun televisi mungkin akan

memutuskan mengundang narasumber datang ke studio untuk wawancara

secara langsung.

6. Klip. Petikan langsung pernyataan seseorang yang ditampilkan secara berdiri

sendiri pada suatu program berita yang didahului dengan intro yang dibacakan

presenter.

7. Soundbite on Tape (SOT). Suara dari narasumber atau cuplikan dari

wawancara panjang.

8. Stand Up. Reporter berbicara dengan mengarahkan diri menghadap kamera

dari tempat lokasi pemberitaan.

9. In House Package. Paket yang ditulis oleh penulis berita dan kemudian diedit

oleh redaktur.

10. Promo. Pemberitahuan mengenai rencana penayangan acara lain.

11. Paket. Paket adalah laporan berita lengkap yang diawali dengan Reader ketika

membuka dan menjelaskan program berita. Lalu, dilanjutkan dengan Voice

Over yang narasinya dibacakan oleh pengisi suara (dubber), dan terakhir SOT,

suara dari narasumber atau cuplikan dari wawancara panjang. Kebanyakan

berita televisi dihadirkan dalam format paket ini.

1.5.6. Landasan Teori

Teori yng dapat dijadikan konsep juga acuan penelitian ini adalah teori

kredibilitas sumber (source credibility theory). Teori ini dikembangkan oleh

Page 42: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/23190/2/jiptummpp-gdl-mochamadtr-41037-2-babi.pdf · Maret 2015 jam 11.40) 2 ... Mendung karya Kipandjikusmin

42

Hovland, Janis, dan Kelly tahun 1953. Teori yang telah lama tercetus ini

menjelaskan bahwa seseorang memungkinkan lebih mudah untuk dibujuk jika

sumber yang memersuasinya memiliki kredibilitas yang cukup. Sebagai contoh,

pada penelitian ini, terdapat beberapa sumber dalam berita selaku penyampai pesan.

Mulai dari masyarakat, tokoh masyarakat, hingga seseorang yang memiliki jabatan

dalam struktur organisasi, baik berupa kementrian, dinas, hingga rumah sakit.

Untuk memahami teori ini akan lebih mudah jika dibahas dalam sebuah contoh

kasus. Audience cenderung percaya dan menerima dengan baik pesan-pesan yang

disampaikan oleh orang-orang yang memiliki kredibilitas di bidangnya.

Setidaknya terdapat tiga model guna mempersempit ruang lingkup teori

kredibilitas ini, dan juga sebagai cara dalam memfokuskan studi komunikasi, yakni:

a. Model faktor

Membantu menetapkan sejauh mana pihak penerima atau komunikan

menilai suatu kredibilitas sumber.

b. Model Fungsi

Memandang kredibilitas sebagai tingkat dimana suatu sumber mampu

memuaskan kebutuhan berupa pesan individu penerima.

c. Model konstruktivis

Menganalisis apa yang dilakukan penerima atau komunikan dengan adanya

usulan dan pernyataan sumber.