87343058 Sejarah Mega Mendung Batik Cirebon

13
HISTORIS BATIK CIREBON Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Metodologi Penelitian Kebutuhan Khusus Tahun Ajaran 2011 - 2012 Disusun Oleh DEDY DJAUHARI NIM. 1004926 JURUSAN PENDIDIKAN LUAR BIASA FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG 2012

Transcript of 87343058 Sejarah Mega Mendung Batik Cirebon

HISTORIS BATIK CIREBON

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

Metodologi Penelitian Kebutuhan Khusus

Tahun Ajaran 2011 - 2012

Disusun Oleh

DEDY DJAUHARI

NIM. 1004926

JURUSAN PENDIDIKAN LUAR BIASA

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

BANDUNG 2012

SEJARAH MEGA MENDUNG BATIK CIREBON

SALAH satu motif batik Megamendung yang menjadi khas Cirebon Khususnya

Daerah Trusmi. Motif yang merupakan akulturasi dengan budaya Cina itu, kemudian

dikembangkan seniman batik Cirebon sesuai cita rasa masyarakat Cirebon yang beragama

Islam.

SEBAGAI suatu karya seni, megamendung identik dan bahkan menjadi ikon batik

pesisiran Cirebon. Batik ini memiliki kekhasan yang tidak dijumpai di daerah-daerah pesisir

penghasil batik lain di utara Jawa seperti Indramayu, Pekalongan, maupun Lasem.

Kekhasan mega mendung atau “awan-awanan” tidak saja pada motifnya yang berupa gambar

menyerupai awan dengan warna-warna tegas seperti biru dan merah, tetapi juga pada nilai-

nilai filosofi yang terkandung pada motifnya. Hal ini sangat erat berkaitan dengan sejarah

lahirnya batik secara keseluruhan di Cirebon.

Belum jelas, kapan batik menjadi tradisi di daerah pesisir pantura. Dari beberapa

penuturan, sejarah batik di Cirebon terkait erat dengan proses asimilasi budaya serta tradisi

ritual religius. Prosesnya berlangsung sejak Sunan Gunung Djati menyebarkan Islam di

Cirebon sekitar abad ke-16.

Budayawan dan pemerhati batik, Made Casta menuturkan, sejarah batik dimulai

ketika Pelabuhan Muara Jati (Cirebon) menjadi tempat persinggahan pedagang Tiongkok,

Arab, Persia, dan India. Saat itu terjadi asimilasi dan akulturasi beragam budaya yang

menghasilkan banyak tradisi baru bagi masyarakat Cirebon.

Pernikahan Putri Ong Tien dan Sunan Gunung Djati merupakan ’pintu gerbang’

masuknya budaya dan tradisi Tiongkok (Cina) ke keraton. Ketika itu, keraton menjadi

pusat kosmik sehingga ide atau gagasan, pernik-pernik tradisi dan budaya Cina yang masuk

bersama Putri Ong Tien menjadi pusat perhatian para seniman Cirebon. “Pernik-pernik Cina

yang dibawa Putri Ong Tien sebagai persembahan kepada Sunan Gunung Djati, menjadi

inspirasi seniman termasuk pebatik,” tutur perupa Made Casta. Keramik Cina, porselen, atau

kain sutra dari zaman Dinasti Ming dan Ching yang memiliki banyak motif, menginspirasi

seniman Cirebon. Gambar simbol kebudayaan Cina, seperti burung hong (phoenix), liong

(naga), kupu-kupu, kilin, banji (swastika atau simbol kehidupan abadi) menjadi akrab dengan

masyarakat Cirebon. Para pebatik keraton menuangkannya dalam karya batik. Salah satunya

motif megamendung.

“Tentu dengan sentuhan khas Cirebon, sehingga tidak sama persis. Pada megamendung,

garis-garis awan motif Cina berupa bulatan atau lingkaran, sedangkan megamandung Cirebon

cenderung lonjong, lancip, dan berbentuk segitiga. Ini yang membedakan motif awan Cina

dan Cirebon,” tutur Made Casta.

H. Komarudin Kudiya, S.I.P., M.Ds., Ketua Harian Yayasan Batik Jawa Barat

(YBJB) mengemukakan, persentuhan budaya Cina dengan seniman batik Cirebon melahirkan

motif batik baru khas Cirebon. Motif Cina hanya sebagai inspirasi. Seniman batik cirebon

kemudian mengolahnya dengan cita rasa masyarakat setempat yang beragama Islam. Dari

situ, lahirlah motif batik dengan ragam hias dan keunikan khas, seperti Paksi Naga Liman,

Wadasan, Banji, Patran Keris, Singa Payung, Singa Barong, Banjar Balong, Ayam Alas, dan

yang paling dikenal ialah megamendung.

“Meski megamendung terpengaruhi Cina, dalam penuangannya secara

fundamental berbeda. Megamendung Cirebon sarat makna religius dan filosofi. Garis-garis

gambarnya simbol perjalanan hidup manusia dari lahir, anak-anak, remaja, dewasa, berumah

tangga sampai mati. Antara lahir dan mati tersambung garis penghubung yang kesemuanya

menyimbolkan kebesaran Illahi,” tutur pemilik showroom “Batik Komar” di Jln. Sumbawa,

Kota Bandung itu.

SEJARAH batik di Cirebon juga terkait perkembangan gerakan tarekat yang

konon berpusat di Banjarmasin, Kalimantan. Oleh karena itu, kendati terpengaruh motif Cina,

penuangan gambarnya berbeda, dan nuansa Islam mewarnai. Disitulah terletak kekhasannya.

Pengaruh tarekat terlihat pada Paksi Naga Lima. Motif itu merupakan simbol berisi pesan

keagamaan yang diyakini tarekat itu. Paksi menggambarkan rajawali, naga adalah ular naga,

dan liman itu gajah. Motif tersebut menggambarkan peperangan kebaikan melawan

keburukan dalam mencapai kesempurnaan. “Motif itu juga menggambarkan percampuran

Islam, Cina, dan India. Para pengikut tarekat menyimpan pesan-pesan agamis melalui simbol

yang menjadi motif karya seni termasuk pada motif-motif batik,” tutur Made Casta.

Pada megamendung, selain perjalanan manusia, juga ada pesan terkait

kepemimpinan yang mengayomi, dan juga perlambang keluasan dan kesuburan. Komarudin

mengemukakan, bentuk awan merupakan simbol dunia luas, bebas, dan transenden. Ada

nuansa sufisme di balik motif itu.

Membatik pada awalnya dikerjakan anggota tarekat yang mengabdi kepada

keraton sebagai sumber ekonomi untuk membiayai kelompok tersebut. Di Cirebon, para

pengikut tarekat tinggal di Desa Trusmi dan sekitarnya seperti Gamel, Kaliwulu, Wotgali,

Kalitengah, dan Panembahan, di Kecamatan Plered, Kabupaten Cirebon.

Oleh karena itu, sampai sekarang batik cirebon, identik dengan batik trusmi. Masyarakat

Trusmi sudah ratusan tahun mengenal batik. “Eyang dari eyang saya sudah mengenal batik.

Sampai sekarang turun-temurun. Awalnya memang Trusmi, sekarang dengan perkembangan

yang pesat, masyarakat desa lain juga mengikuti tradisi Trusmi,” tutur alumnus ITB yang juga

pengurus Yayasan Batik Indonesia (YBI).

Keberadaan tarekat menjadikan batik cirebon berbeda dengan batik pesisir lain.

Karena yang aktif di tarekat adalah laki-laki, mereka pula yang awalnya merintis tradisi batik.

Ini berbeda dengan daerah lain, membatik melulu pekerjaan wanita. Warna-warna cerah

merah dan biru yang menggambarkan maskulinitas dan suasana dinamis, karena ada campur

tangan laki-laki dalam proses pembuatan batik. Di Trusmi pekerjaan membatik merupakan

pekerjaan semesta. Artinya, seluruh anggota keluarga berperan, si bapak membuat rancangan

gambar, ibu yang mewarnai, dan anak yang menjemurnya. Oleh karena itu, warna-warna biru

dan merah tua yang digunakan pada Motif Batik Megamendung Trusmi Cirebon,

mengambarkan psikologi masyarakat pesisir yang lugas, terbuka, dan egaliter.

TENTANG MOTIF MEGA MENDUNG

Motif Megamendung yang digunakan oleh masyarakat Cirebon sebagai motif

dasar batik sudah tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia pecinta batik, begitupula bagi

masyarakat pecinta batik di luar negeri. Bukti ketenaran motif Megamendung berasal dari

kota Cirebon pernah dijadikan sebagai cover sebuah buku batik terbitan luar negeri yang

berjudul Batik Design karya Pepin Van Roojen bangsa Belanda.

Sejarah timbulnya motif Megamendung yang diadopsi oleh masyarakat Cirebon

yang diambil dari berbagai macam buku dan literature selalu mengarah pada sejarah

kedatangan bangsa China yang datang ke wilayah Cirebon. Tercatat dengan jelas dalam

sejarah bahwa Sunan Gunungjati menikahi Ratu Ong Tien dari negeri China. Beberapa benda

seni yang dibawa dari negeri China diantaranya adalah keramik, piring, kain yang berhiasan

bentuk awan. Bentuk aan dalam beragam budaya melambangkan dunia atas bilamana diambil

dari faham Taoisme. Bentuk awan merupakan gambaran dunia luas, bebas dan mempunyai

makna transidental (Ketuhanan). Konsep mengenai awan ini juga berpengaruh pada dunia

kesenirupaan Islam pada abad 16 yang digunakan oleh kaum Sufi untuk ungkapan dunia besar

atau alam bebas.

Nilai-nilai dasar dalam Megamendung Nilai-nilai dasar dalam seni apapun

termasuk dalam seni batik motif megamendung bisa didekati dengan cara sbb:

a. Nilai Penampilan (appearance) atau nilai wujud yang melahirkan benda seni. Nilai ini

terdiri dari nilai bentuk dan nilai struktur. Nilai bentuk yang bisa dilihat secara visual

adalah motif megamendung dalam sebuah kain yang indah terlepas dari penggunaan

bahan berupa kain katun atau kain sutera. Sementara dalam nilai struktur adalah

dihasilkan dari bentuk-bentuk yang disusun begitu rupa berdasarkan nilai esensial.

Bentuk-bentuk tersebut berupa garis-garis lengkung yang disusun beraturan dan tidak

terputus saling bertemu.

b. Nilai Isi (Content) yang dapat terdiri atas nilai pengetahuan (kognisi), nilai rasa, intuisi

atau bawah sadar manusia, nilai gagasan, dan nilai pesan atau nilai hidup (values) yang

dapat terdiri dari atas moral, nilai sosial, nilai religi, dsb.

Pada bentuk Megamendung bisa kita lihat garis lengkung yang beraturan secara teratur

dari bentuk garis lengkung yang paling dalam (mengecil) kemudian melebar keluar

(membesar) menunjukkan gerak yang teratur harmonis. Bisa dikatakan bahwa garis

lengkung yang beraturan ini membawa pesan moral dalam kehidupan manusia yang selalu

berubah (naik dan turun) kemudian berkembang keluar untuk mencari jati diri

(belajar/menjalani kehidupan sosial agama) dan pada akhirnya membawa dirinya

memasuki dunia baru menuju kembali kedalam penyatuan diri setelah melalui pasang

surut (naik dan turun) pada akhirnya kembali ke asalnya (sunnatullah). Sehingga bisa kita

lihat bentuk megamendung selalu terbentuk dari lengkungan kecil yang bergerak

membesar terus keluar dan pada akhirnya harus kembali lagi menjadi putaran kecil namun

tidak boleh terputus. Terlepas dari makna filosofi bahwa Megamendung melambangkan

kehidupan manusia secara utuh sehinga bentuknya harus menyatu. Dilihat dari sisi

produksi memang mengharuskan kalau bentuk garis lengkung megamendung harus

bertemu pada satu titik lengkung berikutnya agar pada saat pemberian warna pada proses

yang bertahap (dari warna muda ke warna tua) bisa lebih memudahkan.

Bilamana kita cermati, maka akan kita dapatkan bahwa bentuk Megamendung banyak

sekali variasinya. Ada yang berbentuk lancip pada ujungnya dan ada yang berbentuk bulat

tumpul pada ujungnya. Ada pula yang memiliki lekukan berbentuk menyudut pada bagian

bentuk lengkungannya. Dengan sendirinya bagi pendesain batik pemula yang tidak

terbiasa dengan proses membatik dan tidak mengerti makna filosofi Megamendung,

bilamana menggambar Megamendung akan sedikit mengalami kesulitan serta

kemungkinan akan terjadi kesalahan. Yang harus diperhatikan lagi adalah motif

Megamendung hampir mirip dengan motif Wadasan. Akan tetapi tidak sama

penempatannya dengan motif Wadasan (perlu dipelajari khusus pada kesempatan

berikutnya).

c. Nilai Pengungkapan (presentation) yang dapat menunjukkan adanya nilai bakat pribadi

seseorang, nilai ketrampilan, dan nilai medium yang dipakainya. Ungkapan yang

ditampilkan oleh senimannya berupa proses batik yang begitu indah dengan memberikan

goresan lilin lewat alat yang dinamakan canting terbuat dari bahan tembaga tipis yang

dibentuk secara hati-hati sehingga lilin panas yang melewati ujung canting bisa mengalir

dengan lancar. Paduan unsur warna yang harmonis dengan penuh makna bagi siapa yang

melihatnya. Unsur warna biru yang kita kenal dengan melambangkan warna langit yang

begitu luas, bersahabat dan tenang. Ditambah lagi dengan ada yang mengartikan bahwa

biru melambangkan kesuburan sehinga warna batik Megamendung pada awalnya selalu

memberikan unsur warna biru diselingi dengan warna dasar merah.

Perkembangan dunia batik yang semakin berkembang ditambah dengan permintaan batik

yang demikian beragamnya, maka motif-motif Megamendung banyak dimodifikasi

dengan pendekatan berbagai macam, sbb:

1. Bentuk Motif.

Bentuk motif Megamendung pada saat sekarang sudah banyak berubah dan

dimodifikasi sesuai dengan permintaan pasar diantaranya oleh komunitas perancang

busana (fashion designer). Tidak dipungkiri bahwa kelompok perancang busana

memberikan andil yang sangat besar bagi kemajuan dunia batik termasuk untuk

mengangkat motif Megamendung. Motif Megamendung sudah dikombinasi dengan

motif-motif bentuk hewan, bunga atau unsur motif lainnya. Sesungguhnya keberadaan

motif Megamendung yang digabungkan dengan motif lain sudah ada sejak dahulu dan

telah dibuat oleh seniman batik tradisional. Namun belakangan ini setelah diangkat

secara total oleh perancang busana maka motif batik Megamendung semakin

berkembang pesat.

2. Proses Produksi.

Proses produksi batik Megamendung yang dahulunya dikerjakan secara batik tulis dan

batik cap, sekarang dikembangkan pula dengan proses produksi sablon (print). Dengan

demikian harga produksi bisa ditekan lebih murah. Walaupun kain bermotif

Megamendung yang dibuat dengan proses sablon tidak bisa kita namakan batik, namun

secara komersil motif Megamendung merupakan sasaran empuk bagi produsen tekstil

yang bisa menghasilkan banyak keuntungan.

3. Bentuk Produksi

Wujud benda produksi pada masa sekarang ini yang mengenakan motif Megamendung

tidak lagi dalam wujud kain batik. Motif Megamendung digunakan sebagai hiasan

dinding lukisan kaca, pada produk interior berupa ukiran kayu, adapula yang dijadikan

sebagai produk-produk sarung bantal, sprei, taplak meja (household) dan lain-lain.

Saya setuju dan sangat mendukung pendapat sekelompok pecinta batik yang

menjadikan motif megamendung merupakan wujud karya yang sangat luhur dan penuh

makna, sehingga penggunaan motif megamendung sebaiknya dijaga dengan baik dan

ditempatkan sebagaimana mestinya. Kita sebagai masyarakat yang berkecimpung di dunia

batik tidak membatasi bagaimana cara bentuk motif megamendung diproduksi, namun saya

tidak setuju bilamana motif-motif megamendung dengan berbagai bentuk dijadikan barang

produksi berupa pelapis sandal di hotel-hotel.

BATIK TRUSMI, PESONA YANG TERPENDAM DARI CIREBON

Bagi kolektor batik, nama desa Trusmi Wetan dan Trusmi Kulon, Kecamatan

Weru, Cirebon tak dapat dipinggirkan. Desa yang terletak sekitar lima kilometer dari pusat

kota ini sejak puluhan tahun lalu telah menjadi sentra bisnis batik. Sayang, mereka harus

kedodoran mencari para pembatik lokal.

Kisah membatik desa Trusmi berawal dari peranan Ki Gede Trusmi. Salah

seorang pengikut setia Sunan Gunung Jati ini mengajarkan seni membatik sembari

menyebarkan Islam.

Kelihaian membatik itu ternyata memberi berkah di kemudian hari. Batik Trusmi berhasil

menjadi ikon batik dalam koleksi kain nasional. Seolah kain batik dari desa ini tak masuk

dalam keluarga batik Cirebon. Batik Cirebon sendiri termasuk golongan Batik Pesisir.

Usaha yang bermula dari skala rumahan lama kelamaan menjadi industri

kerajinan yang berorientasi bisnis. Produk batik Trusmi bukan sekadar memenuhi kebutuhan

lokal, tetapi sebagian perajin mengekspor ke Jepang, Amerika, dan Belanda.

Masa keemasan kerajinan batik di daerah ini terjadi pada kurun waktu 1950-1968.

Tak heran bila sebuah koperasi di tingkat lokal, Koperasi Batik Budi Tresna yang menaungi

perajin batik, sanggup membangun gedung koperasi yang sangat megah. Tak ketinggalan,

sejumlah sekolah mulai dari tingkat SD, SLTP hingga SLTA.

Pada dasarnya batik-batik yang dihasilkan oleh sentra-sentra kerajinan batik di

berbagai daerah pada umumnya bagus-bagus serta memiliki corak motif batik yang beragam.

Dengan demikian sifat khas dan keunikan batik-batik daerah tersebut tidak bisa dikatakan

batik yang satu lebih baik dari daerah lainnya. Keunikan motif serta corak yang dihasilkan

dari batik-batik di berbagai daerah merupakan kekuatan dan kekayaan yang sangat luar biasa,

khususnya bagi kebudayaan batik Indonesia.

Belum ada di negara manapun yang memiliki kekayaan desain motif batik seperti yang di

miliki oleh bangsa Indonesia. Yang sangat membanggakan kita semua adalah, pada tiap-tiap

daerah memiliki desain serta motif-motif yang khas dengan penamaan motif yang

menggunakan bahasa daerahnya masing-masing.

Misalnya saja motif batik dari Aceh ada Pintu Aceh, Cakra Doenya, Bungong Jeumpa. Dari

Riau ada Itik Pulang Petang, Kuntum Bersanding, Awan Larat dan Tabir. Batik dari Jawa

diantaranya Jelaprang (Pekalongan), Sida Mukti, Sida Luhur (Solo), Patran Keris, Paksinaga

Liman, Sawat Penganten (Cirebon), dll.

Untuk mengetahui tentang bukti banyaknya kekayaan desain motif-motif batik

Indonesia contoh yang paling sederhana bisa dilihat di wilayah Jawa Barat, di wilayah ini

terdapat puluhan sentra batik diantaranya dari wilyah paling Timur ada Cirebon, wilayah

bagian Utara ada Indramayu, kemudian ke arah bagian Barat dan Selatan terdapat Kabupaten

Ciamis, Kabupaten dan Kota Tasikmalaya, Kabupaten Garut.

Walaupun masih dalam satu propinsi dan kultur budaya yang sama (budaya Sunda), namun

bisa kita temui adanya perbedaan motif dan ragam hias batik yang jauh berbeda antara satu

kabupaten dengan kabupaten lainnya.

Seperti pada daerah Cirebon dengan Indramayu memiliki karakter dan desain

motif yang berbeda, terlebih lagi antara daerah Cirebon dan Garut memiliki perbedaan motif,

corak serta ragam hias yang sangat signifikan perbedaannya. Perbedaan itu dipengaruhi oleh

kultur budaya dan tingkat keahlian dari para pengrajin batiknya.

Bahan-bahan yang digunakan untuk membuat batik relatif sama baik dari bentuk canting,

bentuk cap maupun jenis lilinnya. Namun ketika proses produksi berjalan ada kalanya kondisi

unsur air tanah dengan kualitas PH yang berbeda-beda bisa mempengaruhi hasil pewarnaan

akhir. Demikian pula dengan sifat kesabaran dan keuletan pengrajin batik di tiap-tiap daerah,

juga akan bisa mempengaruhi kualitas akhir batik yang dihasilkannya.

Daerah sentra produksi batik Cirebon berada di desa Trusmi Plered Cirebon yang

konon letaknya di luar Kota Cirebon sejauh 4 km menuju arah barat atau menuju arah

Bandung. Di desa Trusmi dan sekitarnya terdapat lebih dari 1000 tenaga kerja atau pengrajin

batik. Tenaga kerja batik tersebut berasal dari beberapa daerah yang ada di sekitar desa

Trusmi, seperti dari desa Gamel, Kaliwulu, Wotgali dan Kalitengah.

Secara umum batik Cirebon termasuk kedalam kelompok batik Pesisiran, namun

juga sebagian batik Cirebon termasuk dalam kelompok batik keraton. Hal ini dikarenakan

Cirebon memiliki dua buah keraton yaitu Keratonan Kasepuhan dan Keraton Kanoman, yang

konon berdasarkan sejarah dari dua keraton ini muncul beberapa desain batik Cirebonan

Klasik yang hingga sekarang masih dikerjakan oleh sebagian masyarakat desa Trusmi

diantaranya seperti motif Mega Mendung, Paksinaga Liman, Patran Keris, Patran Kangkung,

Singa Payung, Singa Barong, Banjar Balong, Ayam Alas, Sawat Penganten, Katewono,

Gunung Giwur, Simbar Menjangan, Simbar Kendo dan lain-lain.

Beberapa hal penting yang bisa dijadikan keunggulan atau juga merupakan ciri

khas yang dimiliki oleh batik Cirebon adalah sbb:

a. Desain batik Cirebonan yang bernuansa klasik tradisional pada umumnya selalu mengikut

sertakan motif wadasan (batu cadas) pada bagian-bagian motif tertentu. Disamping itu

terdapat pula unsur ragam hias berbentuk awan (mega) pada bagian-bagian yang

disesuaikan dengan motif utamanya.

b. Batik Cirebonan klasik tradisional selalu bercirikan memiliki warna pada bagian latar

(dasar kain) lebih muda dibandingkan dengan warna garis pada motif utamanya.

c. Bagian latar atau dasar kain biasanya nampak bersih dari noda hitam atau warna-warna

yang tidak dikehendaki pada proses pembuatan. Noda dan warna hitam bisa diakibatkan

oleh penggunaan lilin batik yang pecah, sehingga pada proses pewarnaan zat warna yang

tidak dikehendaki meresap pada kain.

d. Garis-garis motif pada batik Cirebonan menggunakan garis tunggal dan tipis (kecil) kurang

lebih 0,5 mm dengan warna garis yang lebih tua dibandingkan dengan warna latarnya. Hal

ini dikarenakan secara proses batik Cirebon unggul dalam penutupan (blocking area)

dengan menggunakan canting khusus untuk melakukan proses penutupan, yaitu dengan

menggunakan canting tembok dan bleber (terbuat dari batang bambu yang pada bagian

ujungnya diberi potongan benang-benang katun yang tebal serta dimasukkan pada salah

satu ujung batang bambu).

e. Warna-warna dominan batik Cirebonan klasik tradisional biasanya memiliki warna kuning

(sogan gosok), hitam dan warna dasar krem, atau berwarna merah tua, biru tua, hitam

dengan dasar warna kain krem atau putih gading.

f. Batik Cirebonan cenderung memilih sebagian latar kainnya dibiarkan kosong tanpa diisi

dengan ragam hias berbentuk tanahan atau rentesan (ragam hias berbentuk tanaman

ganggeng). Bentuk ragam hias tanahan atau rentesan ini biasanya digunakan oleh batik-

batik dari Pekalongan.

Masih dengan batik Cirebonan, namun mempunyai ciri yang berbeda dengan

yang sebelumnya yaitu kelompok batik Cirebonan Pesisiran. Batik Cirebonan Pesisiran sangat

dipengaruhi oleh karakter masyarakat pesisiran yang pada umumnya memiliki jiwa terbuka

dan mudah menerima pengaruh budaya asing.

Perkembangan pada masa sekarang, pewarnaan yang dimiliki oleh batik Cirebonan lebih

beraneka warna dan menggunakan unsur-unsur warna yang lebih terang dan cerah, serta

memiliki bentuk ragam hias yang bebas dengan memadukan unsur binatang dan bentuk-

bentuk flora yang beraneka rupa.

Pada daerah sekitar pelabuhan biasanya banyak orang asing yang singgah,

berlabuh hingga terjadi perkawinan etnis yang berbeda (asimilasi), maka batik Cirebonan

Pesisiran lebih cenderung menerima pengaruh budaya dari luar yang dibawa oleh pendatang.

Sehingga batik Cirebon yang satu ini lebih cenderung untuk bisa memenuhi atau mengikuti

selera konsumen dari berbagai daerah (lebih kepada pemenuhan komoditas perdagangan dan

komersialitas), sehingga warna-warna batik Cirebonan Pesisiran lebih atraktif dengan

menggunakan banyak warna.

Produksi batik Cirebonan pada masa sekarang terdiri dari batik tulis, batik cap

dan batik kombinasi tulis cap. Pada tahun 1990 – 2000 ada sebagian masyarakat pengrajin

batik Cirebonan yang memproduksi kain bermotif batik Cirebonan dengan teknik sablon

tangan (hand printing), namun belakangan ini teknik sablon tangan hampir punah,

dikarenakan kalah bersaing dengan teknik sablon mesin yang dimiliki oleh perusahaan-

perusahaan yang lebih besar.

Pertumbuhan batik Trusmi nampak bergerak dengan cepat mulai tahun 2000, hal ini bisa

dilihat dari bermunculan showroom-showroom batik yang berada di sekitar jalan utama desa

Trusmi dan Panembahan. Pemilik showroom batik Trusmi hampir seluruhnya dimiliki oleh

masyarakat Trusmi asli walaupun ada satu atau dua saja yang dimiliki oleh pemilik modal

dari luar Trusmi.

CIRI-CIRI BATIK TULIS ASLI

Buat anda penggemar baju batik, harus teliti dalam memili baju batik, Karena

kebanyakan sekarang sudah beredar pakaian batik impor dengan harga murah. Pakaian batik

impor yang murah itu adalah bukan batik, tapi tekstil bermotif batik. Ada beberapa tips

sederhana dalam memilih batik yang asli:

- Biasanya pembuatan batik & pembuatan batik tulis setiap gambar dan setiap motifnya tidak

sama persis (asimetris). Ada bagian yang terlalu kecil dan ada bagian yang terlalu besar.

dalam tiap gambar juga tidak sama besar-kecilnya. hal ini wajar terjadi karena proses

pembuatannya secara manual.

- Motif batik tulis selalu dibatik terusan, maksudnya sesudah dibatik dibatik lagi di belakang

kain agar motif kelihatan lebih jelas.

- Motif batik tulis asli biasanya memiliki aroma yang khas, karena kain batik ini atau

diwarnai dengan kulit-kulit kayu, seperti kayu tingi (untuk warna hitam, kayu teger (untuk

warna kuning), kayu jambal (untuk warna coklat), daun Tom dan akarnya (untuk warna

biru).

- Mori yang dipakai biasanya lebih berat dibanding mori untuk jenis batik lainnya.

- Semakin kecil-kecil dan rumit motifnya, biasanya batik itu semakin halus.

Untuk membedakannya anda bisa lihat langsung gambar motif di bagian kain

dalamnya. Kalau batik tulis atau cap akan terlihat di bagian dalam kainnya. Lalu kalau

dicium, batik asli itu malam atau lilinnya akan tercium.

BATIK INDONESIA DAN BATIK CIREBON

Selama ini, BATIK CIREBON kerap dikaitkan dengan motif megamendung

yang menjadi ciri khas batik dari Kota Cirebon tersebut. Padahal, sejarah batik Cirebon jauh

lebih kaya ketimbang sekadar motif megamendung semata. Daerah Trusmi, yang dikenal

sebagai penghasil batik di Cirebon, juga ikut bertumbuh dalam perkembangan tersebut.

Dipercaya, batik Trusmi merupakan perluasan dari kebiasaan membatik di

kalangan warga keraton. Pada waktu itu, kegiatan membatik hanya dilakukan di daerah

keraton karena batik menjadi simbol status bagi keluarga sultan dan para bangsawan Cirebon.

Namun, akibat terjadi peperangan dan perpecahan kekuasaan, perajin batik keraton pun

akhirnya dipulangkan ke daerah masing-masing. Salah satu daerah asal para perajin tersebut

adalah Trusmi, di mana batik Cirebon terus berkembang.

Suntikan pengaruh Oriental dari saudagar asal China pun tak kalah menambah

semarak batik Cirebon. Mencipta motif baru, layaknya binatang khayal, kirin maupun naga,

serta penggunaan kombinasi warna yang cenderung lebih cerah.

Masyarakat pesisir menjadi agen penyebar utama, mereka banyak berhubungan

dengan bangsa lain, yang kemudian semakin memperkaya motif dan warna batik pesisiran.

Batik pun tidak lagi dikenakan oleh kalangan terbatas, malah menjadi komoditi perdagangan

dan mata pencaharian bagi masyarakat Cirebon hingga kini.

Sultan Kanoman Cirebon Kanjeng Gusti Sultan Raja Mohammad Emirudin.

menunjuk adiknya, Ratu Raja Arimbi Nurtina sebagai pengelola pusat pelatihan tersebut. Ratu

Arimbi yang juga sekaligus merupakan sekretaris kesultanan, mengharapkan ke depannya

pusat pelatihan itu dapat menjadi langkah awal untuk kembali membangkitkan batik Keraton

Kanoman Cirebon.

Kini saatnya generasi muda Nusantara Indonesia yang wajib menjaga kelestarian

BATIK , jika bukan kita siapa lagi, sebagai generasi penerus Bangsa Indonesia jangan malu

untuk memakai baju BATIK.

BERBAGAI MOTIF BATIK CIREBON