BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/544/4/4_bab1sd4.pdf · 2 berskala...

104
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di era globalisasi yang penuh persaingan dan terjadi peningkatan yang sangat pesat di berbagai bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, segala aspek kehidupan dituntut untuk mengikuti arah perkembangan jaman agar tidak tergerus dan tersisihkan oleh perkembangan jaman. Indonesia sebagai negara berkembang terus melakukan perbaikan dan pembangunan nasional baik disektor pendidikan, ekonomi, teknologi, dan sebagainya. Dalam setiap aspek tersebut tentunya sangat memerlukan sumber daya manusia yang kompeten dan berkualitas yang siap menghadapi setiap keadaan, baik dalam menghadapi kendala-kendala ataupun permasalahan yang ada. Perusahaan sebagai salah satu penopang terciptanya pembangunan nasional memerlukan sumber daya manusia yang berkualitas sebagai aset bagi perusahaan. Untuk membentuk sumber daya manusia yang berkualitas dibutuhkan individu- individu yang bededikasi tinggi dan profesional serta mampu memberikan kontribusi yang berarti bagi perusahaan. Demi menjaga kelangsungan hidup perusahaan tentunya harus memperhatikan kinerja karyawannya karena sangat banyak faktor yang bisa mempengaruhi tingkat kinerja karyawan baik itu faktor teknis dan non teknis. Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, permintaan pelanggan, serta semakin ketatnya persaingan, merupakan pemicu perubahan

Transcript of BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalahdigilib.uinsgd.ac.id/544/4/4_bab1sd4.pdf · 2 berskala...

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Di era globalisasi yang penuh persaingan dan terjadi peningkatan yang

sangat pesat di berbagai bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, segala aspek

kehidupan dituntut untuk mengikuti arah perkembangan jaman agar tidak tergerus

dan tersisihkan oleh perkembangan jaman. Indonesia sebagai negara berkembang

terus melakukan perbaikan dan pembangunan nasional baik disektor pendidikan,

ekonomi, teknologi, dan sebagainya. Dalam setiap aspek tersebut tentunya sangat

memerlukan sumber daya manusia yang kompeten dan berkualitas yang siap

menghadapi setiap keadaan, baik dalam menghadapi kendala-kendala ataupun

permasalahan yang ada.

Perusahaan sebagai salah satu penopang terciptanya pembangunan nasional

memerlukan sumber daya manusia yang berkualitas sebagai aset bagi perusahaan.

Untuk membentuk sumber daya manusia yang berkualitas dibutuhkan individu-

individu yang bededikasi tinggi dan profesional serta mampu memberikan

kontribusi yang berarti bagi perusahaan. Demi menjaga kelangsungan hidup

perusahaan tentunya harus memperhatikan kinerja karyawannya karena sangat

banyak faktor yang bisa mempengaruhi tingkat kinerja karyawan baik itu faktor

teknis dan non teknis.

Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, permintaan

pelanggan, serta semakin ketatnya persaingan, merupakan pemicu perubahan

2

berskala besar dan bisa berpengaruh terhadap kinerja perusahaan. Terlepas dari

perubahan dan perkembangan tersebut perusahaan harus tetap menjaga stabilitas

perusahaan demi tercapainya tujuan perusahaan. Budaya organisasi sebagai

landasan nilai yang dianut perusahaan bisa dijadikan sebagai acuan untuk

penetapan aturan-aturan dalam perusahaan, sehingga anggota organisasi secara

tidak langsung akan saling terikat dan bersama-sama membentuk sikap serta

perilaku yang sesuai dengan visi dan misi perusahaan.

Budaya dilaksanakan karena adanya keyakinan yang bebas untuk

melaksanakan suatu kesepakatan, tanpa ada paksaan. Menurut Luthans (1998),

budaya organisasi merupakan norma-norma dan nilai-nilai yang mengarahkan

perilaku anggota organisasi. Setiap anggota organisasi akan berperilaku sesuai

dengan budaya yang berlaku agar dapat diterima oleh lingkungannya. Lingkungan

kerja terbentuk secara alami dengan adanya budaya organisasi. Lingkungan

tersebut dapat dipahami sebagai iklim organisasi yang menyediakan ruang bagi

anggota organisasi dalam melaksanakan tugas pekerjaannya. Iklim organisasi

yang baik tentunya bisa membentuk suatu lingkungan kerja yang baik dan

kondusif, sehingga hubungan dan kerjasama yang harmonis bisa tercipta diantara

anggota organisasi.

Menurut Chester I. Barnard organisasi merupakan sebuah sistem dari

aktivitas yang dikoordinasi secara sadar oleh dua orang atau lebih (Kreitner dan

Kinicki, 2001: 621). Suatu organisasi mengandung empat karakteristik, yaitu (1)

adanya koordinasi usaha; (2) mempunyai tujuan bersama; (3) terdapat pembagian

kerja; dan (4) adanya hierarki kekuasaan. Namun berkenaan dengan sifat yang

3

menjadikan karakteristik suatu organisasi dipengaruhi oleh budaya dan

lingkungan atau iklim organisasi tersebut.

Wirawan (2008) mendefinisikan budaya organisasi sebagai norma nilai-

nilai, asumsi, kepercayaan, filsafat, kebiasaan organisasi, dan sebagainya (isi

budaya organisasi) yang dikembangkan dalam waktu yang lama oleh pendiri,

pemimpin, dan anggota organisasi yang disosialisasikan dan diajarkan kepada

anggota baru serta diterapkan dalam aktivitas organisasi sehingga memengaruhi

pola pikir, sikap, dan perilaku anggota organisasi dalam memproduksi produk,

melayani para konsumen, dan mencapai tujuan organisasi. Wirawan juga

menyatakan bahwa budaya organisasi merupakan karakteristik organisasi yang

menjadi ciri khas dan menjadi identitas organisasi.

R. Tagiuri dan G. Litwin (1968) mengemukakan bahwa iklim organisasi

merupakan kualitas internal organisasi yang secara relatif terus berlangsung,

dialami oleh anggota organisasi; memengaruhi perilaku mereka dan dapat

dilukiskan dalam pengertian satu set karakteristik atau sifat organisasi. Sedangkan

Wirawan (2008) mendefinisikan iklim organisasi secara lebih luas, iklim

organisasi adalah persepsi anggota organisasi (secara individual dan kelompok)

dan mereka yang secara tetap berhubungan dengan organisasi (misalnya pemasok,

konsumen, konsultan, dan kontraktor) mengenai apa yang ada atau terjadi di

lingkungan internal organisasi secara rutin, yang memengaruhi sikap dan perilaku

organisasi dan kinerja anggota organisasi yang kemudian menentukan kinerja

organisasi.

4

Dea Irnita Maharani, SE. dan Dr. Ahyar Yuniawan, SE., MSi. dalam

jurnalnya (2011) mengenai pengaruh budaya organisasi dan iklim organisasi

terhadap kinerja karyawan PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk di Semarang

mengungkapkan bahwa iklim organisasi yang diakui sebagai lingkungan dibentuk

oleh penerapan budaya organisasi. Budaya organisasi berisi norma-norma dan

nilai-nilai keyakinan bahwa mengarahkan perilaku semua elemen organisasi. Oleh

karena itu, organisasi harus menyediakan tempat untuk melakukan proses

internalisasi budaya, sehingga karyawan mampu menerapkan budaya pada

pekerjaan mereka secara efektif. Kesimpulan dari penelitiannya menunjukkan

bahwa budaya organisasi berpengaruh langsung positif dan signifikan terhadap

kinerja karyawan, melalui iklim organisasi. Kemudian, budaya organisasi dan

iklim organisasi secara parsial berpengaruh langsung positif dan signifikan

terhadap kinerja karyawan.

Berikut ini beberapa penelitian lainnya mengenai pengaruh budaya dan

iklim organisasi terhadap kinerja :

Tabel 1.1

Penelitian Tentang Budaya dan Iklim Organisasi

No. Peneliti (Tahun) Hasil Penelitian

1. H. Teman

Koesmono (2005)

Dalam jurnalnya mengenai pengaruh budaya organisasi

terhadap motivasi dan kepuasan kerja serta kinerja karyawan

pada sub sektor industri pengolahan kayu skala menengah di

jawa timur menunjukkan bahwa budaya organisasi

berpengaruh terhadap kinerja sebesar 0,506 dan budaya

organisasi berpengaruh terhadap motivasi sebesar 0,680 dan

budaya organisasi berpengaruh terhadap kepuasan kerja

sebesar 1,183.

2. Risetiawan (2009) Hasil penelitian dalam tesisnya yang berjudul Pengaruh Iklim

Organisasi dan Motivasi Terhadap Kinerja Karyawan

Perusahaan Daerah Air Minum Kabupaten Blora adalah

terdapat pengaruh positif antara iklim organisasi dan motivasi

5

terhadap kinerja pegawai Perusahaan daerah Air Minum

Kabupaten Blora. Berdasarkan hasil penelitian untuk koefisien

determinasi (R2) dimana hasil perhitungan diperoleh bahwa

variasi variabel dependen dapat dijelaskan oleh variabel

independen secara simultan sebesar 66,7%, sisanya sebesar

23,3% dijelaskan oleh variabel lain di luar model penelitian.

3. Vivi dan Rorlen

(2007)

Hasil penelitian dalam jurnalnya yang berjudul Pengaruh Iklim

Organisasi Dan Kedewasaan Terhadap Kinerja Karyawan PT.

Graha Tungki Aritektika Jakarta adalah bahwa iklim organisasi

berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja, begitu

pula variabel kedewasaan berpengaruh positif dan signifikan

terhadap kinerja. Secara simultan iklim organisasi dan

kedewasaan berpengaruh positif dan signifikan terhadap

kinerja.

4. Henaldy (2009) Mengemukakan dalam skripsinya yang berjudul Pengaruh

Iklim Organisasi Terhadap Kinerja Karyawan PT. Astra

Internasional Tbk-Daihatsu sales operation (AI-DSO) Cabang

asia-afrika bandung bahwa adanya pengaruh yang positif

antara iklim organisasi terhadap kinerja karyawan sebesar

68,1% dan sisanya sebesar 31,9% dipengaruhi faktor lainnya.

PT. Pos Indonesia sebagai salah satu badan usaha milik negara (BUMN)

yang bergerak di bidang layanan pos memiliki filosofi dan historis yang

membentuk ciri khas unik dan berbeda dari perusahaan lainnya. Berdiri sejak

tahun 1602 menunjukan eksistensi perusahaan tersebut dan membentuk

karakteristik tersendiri yang membedakan dengan perusahaan lainnya, sesuai

dengan visi perusahaan tersebut yaitu “Menjadi pemimpin pasar di Indonesia

dengan menyediakan layanan surat pos, paket, dan logistik yang handal serta jasa

keuangan yang terpercaya”. Seiring dengan usia dan nilai historisnya PT. Pos

Indonesia tentunya memiliki suatu budaya organisasi yang kuat sehingga salah

satu BUMN tersebut masih bisa bertahan hingga saat ini. Salah satu misinya yang

menyebutkan bahwa perusahaan tersebut berkomitmen kepada karyawan untuk

memberikan iklim kerja yang aman, nyaman dan menghargai kontribusi,

6

mencerminkan PT. Pos Indonesia sangat memperhatikan kinerja karyawannya

dengan berupaya menciptakan iklim organisasi baik.

Berdasarkan dari uraian di atas, maka penulis memilih judul skripsi sebagai

berikut :

“PENGARUH BUDAYA DAN IKLIM ORGANISASI TERHADAP

KINERJA KARYAWAN MPC PT. POS INDONESIA BANDUNG”

1.2 Identifikasi Masalah

Perilaku individu yang berada dalam organisasi atau perusahaan tentunya

sangat memengaruhi organisasi baik secara langsung maupun tidak langsung,

sebagai akibat adanya kemampuan individu yang berbeda-beda dalam

menghadapi tugas atau aktivitasnya. Perilaku akan timbul atau muncul akibat

adanya pengaruh atau rangsangan dari lingkungan yang ada (baik internal maupun

eksternal), begitu pula individu berperilaku karena adanya dorongan oleh

serangkaian kebutuhan dan keinginan.

Setiap organisasi atau perusahaan akan memiliki budaya kerja yang

berbeda-beda, begitu juga dengan iklim organisasinya yang memiliki karakteristik

yang berbeda-beda pula. Keanekaragaman pekerjaan yang dirancang di dalam

organisasi, atau sifat individu yang ada akan menggambarkan perbedaan tersebut.

Meskipun budaya dan iklim organisasi saling berkaitan, tetapi keduanya memiliki

konsep yang berbeda. Struktur budaya organisasi berakar dari nilai-nilai, norma,

kepercayaan, dan asumsi organisasi. Sedangkan iklim organisasi melukiskan

lingkungan internal organisasi dan berakar pada budaya organisasi

7

(Wirawan:2007). Budaya dan iklim organisasi dapat memengaruhi perilaku

anggota organisasi yang kemudian akan berpengaruh terhadap kinerja mereka dan

akhirnya memengaruhi kinerja organisasi.

Dalam konteks pemberdayaan sumber daya manusia, agar menghasilkan

karyawan yang profesional dengan tingkat kinerja yang tinggi diperlukan suatu

acuan baku yang diberlakukan oleh perusahaan. Acuan baku tersebut adalah

budaya organisasi yang secara sistematis menuntun karyawan untuk

meningkatkan komitmennya terhadap perusahaan. Budaya yang kuat memiliki

dampak yang lebih besar terhadap sikap karyawan. Semakin banyak anggota

organisasi yang menerima nilai-nilai inti serta semakin besar komitmen akan

nilai-nilai tersebut, maka akan semakin kuat budaya organisasi tersebut. Budaya

yang kuat akan memperlihatkan komitmen yang tinggi mengenai pencapaian

tujuan organisasi tersebut. Kebulatan suara dan tekad terhadap tujuan akan

membentuk keterikatan, kesetiaan dan komitmen bagi organisasi yang akan

memacu kinerja karyawan dalam upaya pencapaian tujuan organisasi.

Bersinggungan dengan iklim organisasi, kita sebagai makhluk hidup

tentunya bisa merasakan iklim alam yang memiliki musim yang berubah-ubah

dalam periode tertentu. Pada saat musim atau cuaca yang kurang baik dapat

berpengaruh buruk terhadap kondisi fisik dan kesehatan kita. Begitu juga dengan

iklim organisasi, jika iklim yang tercipta dirasa kurang nyaman ataupun tidak

kondusif maka karyawan tidak akan merasa nyaman dan tidak efektif dalam

melaksanakan tugasnya. Kualitas iklim organisasi yang baik dan harmonis akan

8

menciptakan keharmonisan pula di antara karyawan sehingga akan tercipta pula

kerja sama antar individu yang selaras dan harmonis.

1.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan pemaparan masalah di atas maka dapat dirumuskan berbagai

permasalahan berikut :

1. Seberapa besar tingkat pengaruh budaya terhadap kinerja karyawan ?

2. Seberapa besar tingkat pengaruh iklim organisasi terhadap kinerja karyawan ?

3. Seberapa besar tingkat pengaruh budaya dan iklim organisasi terhadap kinerja

karyawan ?

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan dari dilaksanakannya penelitian ini adalah diantaranya sebagai

berikut :

1. Untuk menganalisis sejauh mana pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja

karyawan MPC PT. POS Indonesia Bandung.

2. Untuk menganalisis sejauh mana pengaruh iklim organisasi terhadap kinerja

karyawan MPC PT. POS Indonesia Bandung.

3. Untuk menganalisis pengaruh budaya dan iklim organisasi terhadap kinerja

karyawan MPC PT. POS Indonesia Bandung.

9

1.5 Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada berbagai pihak,

diantaranya:

1. Perusahaan

Hasil penelitian yang dibahas oleh penulis dituangkan dalam kesimpulan

rekomendasi diharapkan dapat menjadi sumbang saran yang positif bagi

perusahaan khususnya dalam hal menciptakan budaya organisasi yang bersih

dan iklim organisasi yang kondusif.

2. Penulis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa tambahan

pengetahuan dan wawasan kepada penulis berkaitan dengan masalah yang diteliti

dan membandingkan antara teori dengan realita yang ada.

3. Pembaca

Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai sebuah karya ilmiah

yang mampu memperkaya khasanah ilmiah. Selain itu, penelitian ini juga

diharapkan dapat dijadikan sebagai referensi dan bahan masukan untuk

penelitian selanjutnya.

4. Karyawan

Hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi suntikan motivasi bagi karyawan

untuk turut aktif menciptakan budaya dan iklim organisasi yang baik dan

kondusif serta terus memberikan kontribusi yang tinggi bagi perusahaan.

10

1.6 Kerangka Pemikiran

Karyawan sebagai sumber daya manusia merupakan kekayaan dan aset yang

paling utama bagi perusahaan untuk menunjang tercapainya tujuan perusahaan.

Kekuatan sumber daya manusia dibentuk dari sifat atau karakter yang berbeda-

beda dari masing-masing individu yang dibentuk dalam bentuk penyatuan

pandangan guna mencapai tujuan organisasi. Untuk memberi pandangan yang

sama bagi sumber daya manusia, perlu dibentuk suatu aturan main dalam bentuk

budaya organisasi sebagai alat pengikat dan pedoman dalam bertindak dan

berperilaku yang mencerminkan ciri khas organisasi.

Banyak faktor yang mempengaruhi sikap dan perilaku anggota organisasi,

diantaranya budaya organisasi tersebut dan iklim organisasinya. Menjadi anggota

suatu organisasi berarti menjadi bagian dari budaya dan iklim organisasi tersebut,

untuk itu organisasi dituntut untuk menciptakan budaya dan iklim organisasi yang

bersih, sehat, dan kondusif guna meningkatkan kinerja anggotanya.

Budaya organisasi merupakan sekumpulan nilai yang menjadi pedoman dan

tolak ukur bagi individu dalam bersikap dan berperilaku. Semakin banyak aspek

atau nilai-nilai dalam organisasi yang sesuai dengan keinginan dan pemikiran

individu, maka akan menciptakan suatu keselarasan dan kenyamanan di

lingkungan kerja yang akhirnya akan berdampak positif terhadap kinerjanya.

Semakin banyak anggota organisasi yang menerima nilai-nilai inti dan semakin

besar komitmen individu terhadap nilai-nilai tersebut, maka semakin kuat budaya

organisasi tersebut. Budaya yang kuat memiliki pengaruh yang besar terhadap

individu. Budaya yang kuat akan memperlihatkan komitmen yang tinggi dari

11

anggotanya mengenai pencapaian tujuan organisasi, dan dengan begitu akan

berpengaruh besar terhadap kinerjanya.

Suatu budaya dapat terus berkembang dan berubah mengikuti

perkembangan jaman, namun sifat dari budaya ini relatif tetap jika dibandingkan

dengan iklim organisasi. Robert Stringer (2002) menyatakan bahwa budaya dan

iklim organisasi merupakan dua hal yang berbeda. Budaya organisasi menekankan

diri pada asumsi-asumsi tidak diucapkan yang mendasari organisasi, sedangkan

iklim organisasi berfokus pada persepsi-persepsi yang masuk akal atau dapat

dinilai, terutama yang memunculkan motivasi, sehingga memiliki pengaruh

langsung terhadap kinerja anggota organisasi. Wirawan (2008) menyatakan “baik

budaya organisasi maupun iklim organisasi memengaruhi perilaku organisasi dan

anggota organisasi yang kemudian memengaruhi kinerja mereka”. Hal tersebut

dapat digambarkan dari tampilan berikut :

BUDAYA ORGANISASI

Nilai-nilai

Norma

Asumsi

Filsafat Organisasi dan sebagainya

IKLIM ORGANISASI : Persepsi anggota organisasi mengenai lingkungan internal organisasinya

Dimensi Indikator

Lingkungan fisik Ruang kerja Alat produksi Proses produksi Produk

Lingkungan sosial

Hubungan atasan bawahan

Hubungan teman sekerja Hubungan dengan

pelanggan

Sistem manajemen

Struktur dan birokrasi organisasi

Alokasi sumber Standar dan prosedur

kerja Kepemimpinan

Perilaku Organisasi: Motivasi kerja Keterlibatan

kerja Disiplin kerja Kepuasan kerja Stres kerja Sikap kerja Moril karyawan Perilaku konflik

Kinerja Organisasi

Kinerja individu dan kelompok anggota organisasi

12

Sumber : Wirawan (2007 : 125)

Gambar 1.1 Hubungan Budaya, Iklim, Kinerja Anggota, dan Kinerja Organisasi

Stringer (2002) mengemukakan bahwa budaya organisasi terdiri atas lima

komponen :

1. Nilai-nilai. Nilai-nilai adalah cara-cara anggota organisasi mengevaluasi atau

mengakses sifat-sifat tertentu, kualitas, aktivitas atau perilaku sebagai baik

atau buruk, produktif, atau pemborosan. Misalnya, layanan berkualitas tinggi

terhadap pelanggan merupakan nilai-nilai inti dari Dell Computer. Nilai-nilai

ini dapat direfleksikan dalam aspek-aspek seperti moto perusahaan; sistem

pengukuran yang memfokuskan pada waktu respon dan dapat dipercaya;

proporsi dan senoiritas dari staf yang tersedia untuk merespons pertanyaan

dan keluhan pelanggan; serta frekuensi dengan apa para eksekutif senior

memberikan komentar atas kualitas layanan.

2. Kepercayaan. Walaupun sering tidak dinyatakan, kepercayaan merefleksikan

pemahaman anggota organisasi mengenai cara organisasi bekerja dan

kemungkinan konsekuensi tindakan yang mereka lakukan. Misalnya, di suatu

organisasi anggota menghargai ide produk baru berdasarkan kepercayaan

bahwa inovasi merupakan cara untuk mencapai kemajuan. Di sejumlah

organisasi lainnya, anggota menganggap bahwa analisis kuantitatif

berdasarkan kepercayaan mampu mengontrol risiko dan merupakan cara

untuk mencapai kemajuan. Di sejumlah organisasi lainnya, anggota

menganggap bahwa analisis kuantitatif berdasarkan kepercayaan mampu

mengontrol resiko dan merupakan cara untuk mencapai kemajuan.

13

Kepercayaan-kepercayaan ini jarang berdasarkan suatu pernyataan nilai-nilai;

lebih sering kepercayaan tersebut berdasarkan pengakuan terhadap pola jalur

karier yang diambil oleh para eksekutif yang sukses atau yang gagal dalam

waktu yang lama.

3. Mite. Mite adalah cerita atau legenda mengenai organisasi dan pemimpinnya

untuk memperkuat nilai-nilai inti atau kepercayaan. Cerita menstransmisi

budaya organisasi kepada anggota baru organisasi dan memperkuat budaya

bagi anggota yang ada.

4. Tradisi. Tradisi adalah kejadian-kejadian penting yang berulang dalam suatu

organisasi. Termasuk dalam tradisi adalah ritual-ritual seperti upacara sambut

pisah, upacara promosi, pesta pensiun, atau hari ulang tahun perusahaan.

Tradisi mengabadikan nilai-nilai budaya organisasi, kemajuan, atau prestasi

khusus dalam kepercayaan diri tinggi organisasi.

5. Norma. Norma adalah peraturan informal yang ada dalam organisasi

mengenai pakaian, kebiasan kerja, dan norma perilaku interpersonal.

Misalnya, di Cisco System, eksekutif senior menjawab sendiri telepon

mereka. Sedangkan di IBM, semua telepon diseleksi oleh sekretaris. Di

Cisco, komunikasi interpersonal terbuka bagi semua level manajemen.

Menurut Stringer, budaya organisasi mempunyai sangat banyak variabel,

sehingga terlalu besar untuk dikelola secara normal. Konsekuensinya adalah

perilaku dari budaya organisasi lebih nyata dari budaya organisasi sendiri.

Mengubah budaya organisasi lebih sulit dari pada mengubah perilaku di tempat

14

kerja. Oleh karena itu, untuk mengubah budaya organisasi dapat dimulai dengan

mengubah iklim organisasi. Ia mengatakan bahwa untuk mengukur iklim

organisasi terdapat enam dimensi yang diperlukan.

1. Struktur. Struktur (structure) organisasi merefleksikan perasaan diorganisasi

secara baik dan mempunyai peran dan tanggung jawab yang jelas dalam

lingkungan organisasi. Struktur tinggi jika anggota organisasi merasa

pekerjaan mereka didefinisikan secara baik. Struktur rendah jika mereka

merasa tidak ada kejelasan mengenai siapa yang melakukan tugas dan

mempunyai kewenangan mengambil keputusan.

2. Standar-standar. Standar-standar (standards) dalam suatu organisasi

mengukur perasaan tekanan untuk meningkatkan kinerja dan derajat

kebanggaan yang dimiliki oleh anggota organisasi dalam melakukan

pekerjaan dengan baik. Standar-standar tinggi artinya anggota organisasi

selalu berupaya mencari jalan untuk meningkatkan kinerja. Standar-standar

rendah merefleksikan harapan yang lebih rendah untuk kinerja.

3. Tanggung jawab. Tanggug jawab (responsibility) merefleksikan perasaan

karyawan bahwa mereka menjadi “bos diri sendiri” dan tidak memerlukan

keputusannya dilegitimasi oleh anggota organisasi lainnya. Persepsi tanggung

jawab tinggi menunjukan bahwa anggota organisasi merasa didorong untuk

memecahkan problemnya sendiri. Tanggung jawab rendah menunjukan

bahwa pengambilan resiko dan percobaan terhadap pendekatan baru tidak

diharapkan.

15

4. Penghargaan. Penghargaan (recognition) mengindikasikan bahwa anggota

organisasi merasa dihargai jika mereka dapat menyelesaikan tugas secara

baik. Penghargaan merupakan ukuran penghargaan dihadapkan dengan kritik

dan hukuman atas penyelesaian pekerjaan. Iklim organisasi yang menghargai

kinerja berkarakteristik keseimbangan antara imbalan dan kritik. Penghargaan

rendah artinya penyelesaian pekerjaan dengan baik diberi imbalan secara

tidak konsisten.

5. Dukungan. Dukungan (support) merefleksikan perasaan percaya dan saling

mendukung yang terus berlangsung di antara anggota kelompok kerja.

Dukungan tinggi jika anggota organisasi merasa bahwa mereka bagian tim

yang berfungsi dengan baik dan merasa memperoleh bantuan dari atasannya,

jika mengalami kesulitan dalam menjalankan tugas. Jika dukungan rendah,

anggota organisasi merasa terisolasi atau tersisih sendiri. Dimensi iklim

organisasi ini menjadi sangat penting untuk model bisnis yang ada saat ini, di

mana sumber-sumber sangat terbatas.

6. Komitmen. Komitmen (commitment) merefleksikan perasaan bangga

anggota terhadap organisasinya dan derajat keloyalan terhadap pencapaian

tujuan organisasi. Perasaan komitmen kuat berasosiasi dengan loyalitas

personal. Level rendah komitmen artinya karyawan merasa apatis terhadan

organisasi dan tujuannya.

Kinerja didefinisikan oleh Malayu S.P Hasibuan (2001) adalah suatu hasil

kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan

16

kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman, dan kesungguhan serta

waktu. Sedangkan definisi kinerja menurut Rivai (2009) adalah perilaku nyata

yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh

karyawan sesuai dengan perannya dalam perusahaan. Pada dasarnya yang menjadi

indikator kinerja menurut Rivai (2009) diantaranya sebagai berikut :

1. Kemampuan teknis, yaitu kemampuan menggunakan pengetahuan, metode,

teknik, dan peralatan yang dipergunakan untuk melaksanakan tugas serta

pengalaman dan pelatihan yang diperolehnya.

2. Kemampuan konseptual, yaitu kemampuan untuk memahami kompleksitas

perusahaan dan penyesuaian bidang gerak dari unit masing-masing ke dalam

bidang operasional perusahaan secara menyeluruh, yang pada intinya

individual tersebut memahami tugas, fungsi serta tanggung jawabnya sebagai

seorang karyawan.

3. Kemampuan hubungan interpersonal, yaitu antara lain kemampuan untuk

bekerja sama dengan orang lain, memotivasi karyawan, melakukan negosiasi,

dan lain-lain.

Berdasarkan uraian di atas, dapat kita cermati secara teoritis bahwa

budaya dan iklim organisasi itu berpengaruh terhadap kinerja. Gambarannya

secara singkat dapat dilihat di bawah ini :

17

Gambar 1.2 Paradigma Penelitian

1.7 Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah

penelitian, di mana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam

bentuk kalimat pertanyaan. Dikatakan sementara, karena jawaban yang

diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada

fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data. Jadi hipotesis

juga dapat dinyatakan sebagai jawaban teoritis terhadap rumusan masalah

penelitian, belum jawaban yang empirik (Sugiyono:2003).

( Variabel X1 ) BUDAYA :

Nilai-nilai

Kepercayaan

Mite

Tradisi

Norma Robert Stringer (2002)

( Variabel X2 ) IKLIM ORGANISASI :

Struktur

Standar-standar

Tanggung jawab

Penghargaan

Dukungan

Komitmen Robert Stringer (2002)

Robert Stringer (2002)

( Variabel Y ) KINERJA :

Kemampuan teknis

Kemampuan konseptual

Kemampuan hubungan interpersonal

Veithzal Rivai (2009)

18

Berdasarkan pemaparan kerangka pemikiran diatas, dapat dirumuskan

hipotesis sebagai berikut :

Hipotesis I :

Ho1 : Budaya tidak berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan.

Ha1 : Budaya berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja

karyawan.

Hipotesis II :

Ho2 : Iklim organisasi tidak berpengaruh positif terhadap kinerja

karyawan.

Ha2 : Iklim organisasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap

kinerja karyawan.

Hipotesis III :

Ho3 : Budaya dan iklim organisasi tidak berpengaruh positif terhadap

kinerja karyawan.

Ha3 : Budaya dan iklim organisasi berpengaruh positif secara simultan

terhadap kinerja karyawan.

19

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Budaya dan iklim organisasi merupakan kajian yang bersinggungan erat

dengan perilaku organisasi. Robbins (2006) memberikan pandangannya mengenai

perilaku organisasi (sering disebut OB) adalah suatu bidang studi yang

mempelajari dampak perorangan, kelompok, dan struktur pada perilaku dalam

organisasi dengan menerapkan pengetahuan tentang hal-hal tersebut demi

perbaikan efektivitas organisasi.

Menurut John dalam Sopiah (2008:4), perilaku organisasi adalah suatu

istilah yang agak umum yang menunjuk pada sikap dan perilaku individu dan

kelompok dalam organisasi, yang berkenaan dengan studi yang sistematis tentang

sikap dan perilaku, baik yang menyangkut pribadi maupun antar pribadi dalam

konteks organisasi. Gitusudarmo mendefinisikan perilaku organisasi sebagai suatu

bidang ilmu yang mempelajari interaksi manusia dalam organisasi yang meliputi

studi yang sistematis tentang perilaku, struktur, dan proses dalam organisasi.

Dari beberapa definisi para ahli di atas dapat disimpukan bahwa perilaku

organisasi merupakan suatu bidang ilmu yang mempelajari perilaku individu

dalam organisasi yang berkenaan dengan interaksinya dengan individu lain,

kelompok, dan struktur guna tercapainya efektifitas organisasi. Jadi pada dasarnya

ada tiga aspek yang dipelajari dalam perilaku organisasi, yaitu perilaku individu,

perilaku kelompok, dan perilaku struktur organisasi.

20

Wirawan (2007) menyatakan “baik budaya organisasi maupun iklim

organisasi mempengaruhi perilaku organisasi dan anggota organisasi yang

kemudian mempengaruhi kinerja mereka” . Beliau juga mengungkapkan bahwa

budaya organisasi akan membentuk karakteristik organisasi, bukan karakteristik

individu anggotanya. Jika organisasi disamakan dengan manusia, maka budaya

organisasi merupakan personal atau kepribadian organisasi. Menurut Tagiuri dan

Litwin (1968) dalam Wirawan (2007) iklim organisasi merupakan kualitas

lingkungan internal organisasi yang secara relatif terus berlangsung dialami oleh

anggota organisasi; mempengaruhi perilaku mereka dan dapat dilukiskan dalam

pengertian satu set karakteristik atau sifat organisasi. Dengan demikian dapat

diambil kesimpulan bahwa budaya dan iklim organisasi merupakan salah satu

faktor pembentuk karakteristik organisasi yang menjadi ciri dan membedakan dari

organisasi lainnya.

2.1 Budaya Organisasi

2.1.1 Definisi dan Model Budaya Organisasi

Dalam kehidupan bermasyarakat dan menjalani kehidupan sehari-hari

sangat erat kaitannya dengan budaya yang menaungi kehidupan tersebut. Ikatan

budaya tercipta oleh masyarakat yang bersangkutan, baik dalam keluarga,

berorganisasi, berbisnis ataupun kehidupan berbangsa dan bernegara. Budaya

membedakan masyarakat yang satu dengan yang lainnya dalam cara bertindak dan

berinteraksi. Budaya mengikat anggota kelompok masyarakat menjadi satu

kesatuan pandangan yang meciptakan keseragaman perilaku. Seiring dengan

21

perkembangan jaman, budaya juga terbentuk dalam kehidupan berorganisasi dan

dapat dirasakan manfaatnya dalam memberi kontribusi bagi efektifitas organisasi

secara keseluruhan.

Budaya organisasi adalah nilai, norma, keyakinan, sikap dan asumsi yang

merupakan bentuk bagaimana setiap individu dalam organisasi tersebut bertindak

dan berperilaku dalam melakukan setiap tugas dan pekerjaan. Nilai dalam budaya

organisasi adalah apa yang diyakini orang-orang untuk berperilaku dalam

organisasi tersebut. Sedangkan norma adalah aturan yang tidak tertulis yang

menjadi acuan idividu untuk berperilaku. Adapun definisi dari budaya organisasi

menurut beberapa pakar dapat dilihat dari tabel di bawah ini :

Tabel 2.1 Definisi Budaya Organisasi

Sumber : Wirawan ( 2008 : 8 )

Pakar Konsep

Robbins (2003) Budaya organisasi didefinisikan sebagai sistem makna bersama

yang dianut oleh anggota-anggota yang membedakan

organisasi tersebut dari organisasi-organisasi lain. Sistem

makna bersama ini merupakan seperangkat karakteristik

utama yang dihargai organisasi.

Hofstede (1994) Budaya organiasi merupakan hasil susunan pemikiran bersama

yang membedakan anggota-anggota sebuah organisasi dengan

yang lain.

Tunstall (1983) Budaya organisasi adalah suatu konstelasi umum mengenai

kepercayaan, kebiasaan, nilai, norma perilaku, dan cara

melakukan bisnis yang unik bagi setiap organisasi yang

mengatur pola aktivitas dan tindakan organisasi, serta

melukiskan pola implisit, perilaku, dan emosi yang muncul

yang menjadikan karakteristik dalam organisasi.

Andrew Brown (1998) Budaya organisasi merupakan pola kepercayaan, nilai-nilai,

dan cara yang dipelajari menghadapi pengalaman yang telah

dikembangkan sepanjang sejarah organisasi yang

22

memanifestasi dalam pengaturan material dan perilaku

anggota organisasi.

Gareth R. Jones (1995) Budaya organisasi merupakan seperangkat nilai bersama yang

mengontrol interaksi setiap anggota organisasi, juga dengan

para pemasok, pelanggan, dan pihak-pihak lain di luar

organisasi.

Robert G. Owen (1991) Budaya organisasi adalah norma yang menginformasikan

anggota organisasi mengenai apa yang dapat diterima dan apa

yang tidak dapat diterima, niali-nilai dominan yang dihargai

organisasi di atas yang lainnya, asumsi dasar dan kepercayaan

yang dianut bersama oleh anggota organisasi, peraturan main

yang harus dipelajari jika orang ingin dapat sejalan dan

diterima sebagai anggota organisasi, dan filsafat yang

mengarahkan organisasi dalam berhubungan dengan

karyawan dan kliennya.

2.1.2 Karakteristik dan Fungsi Budaya Organisasi

Budaya organisasi merupakan sifat atau karekteristik dari organisasi dan

bukan karakteristik dari individu dalam organisasi tersebut, akan tetapi budaya

organisasi dapat membentuk perilaku organisasi anggotanya. Victor Tan (2002)

dikutip dari buku Manajemen Perubahan (Wibowo:2006) mengemukakan

karakteristik dsuatu budaya organisasi sebagai berikut :

a. Individual initiative, yaitu tingkat tanggung jawab, kebebasan dan

kemerdekaan yang dimiliki individu.

b. Risk tolerance, yaitu suatu tingkatan di mana pekerja didorong mengambil

risiko, menjadi agresif dan inovatif.

c. Direction, yaitu kemampuan organisasi menciptakan tujuan yang jelas dan

menetapkan harapan kinerja.

23

d. Integration, yaitu tingkatan dimana unit dalam organisasi didorong untuk

beroperasi dengan cara terkoordinasi.

e. Management support, yaitu tingkatan dimana manajer mengusahakan

komunikasi yang jelas, bantuan dan dukungan pada bawahannya.

f. Control, yaitu jumlah aturan dan pengawasan langsung yang dipergunakan

untuk melihat dan mengawasi perilaku pekerja.

g. Identity, yaitu tingkatan dimana anggota mengidentifikasi bersama organisasi

secara keseluruhan daripada dengan kelompok kerja atau bidang keahlian

profesional tertentu.

h. Reward system, yaitu suatu tingkatan dimana alokasi reward, kenaikan gaji

atau promosi, didasarkan pada kriteria kinerja pekerja, dan bukan pada

senioritas atau favoritisme.

i. Conflict tolerance, yaitu suatu tingkatan dimana pekerja didorong

menyampaikan konflik dan kritik secara terbuka.

j. Communication patterns, yaitu suatu tingkatan dimana komunikasi

organisasional dibatasi pada kewenangan hierarki formal.

Budaya organisasi diteliti secara intensif oleh para pakar untuk mengetahui

perannya dalam organisasi. Sejumlah penelitian menyimpulkan bahwa budaya

organisasi mempunyai peran besar dalam upaya mencapai tujuan organisasi. Akan

tetapi sejumlah penelitian juga menunjukan bahwa budaya organisasi dapat

menghambat perkembangan organisasi. Di bawah ini dikemukakan peran budaya

24

organisasi terhadap organisasi, anggota organisasi, dan mereka yang berhubungan

dengan organisasi (Wirawan:2008).

1. Identitas organisasi. Budaya organisasi berisi satu set karakteristik yang

melukiskan organisasi dan membedakannya dengan organisasi yang lain.

Budaya organisasi menunjukan identitas organisasi kepada orang di luar

organisasi.

2. Menyatukan organisasi. Budaya organisasi merupakan lem normatif yang

merekatkan unsur-unsur organisasi menjadi satu. Norma, nilai-nilai, dan kode

etik budaya organisasi menyatukan dan mengoordinasi anggota organisasi.

Ketika akan masuk menjadi anggota organisasi, para calon anggota organisasi

mempunyai latar belakang budaya dan karakteristik yang berbeda. Agar dapat

diterima sebagai anggota organisasi, mereka wajib enerima dan menerapkan

budaya organisasi. Budya organisasi menyediakan alat kontrol bagi aktivitas

organisai dan perilaku anggota organisasi. Norma, nilai-nilai, dan kode etik

budaya organisasi menyatukan pola pikir dan perilaku anggota organisasi. Isi

budaya organisasi mengontrol apa yang boleh dilakukan dan yang tidak boleh

dilakukan oleh anggota organisasi.

3. Reduksi konflik. Budaya organisasi sering dilukiskan sebagai semen atau

lem yang menyatukan organisasi. Isi budaya mengembangkan kohesi sosial

anggota organisasi yang mempunyai latar belakang berbeda. Pola pikir,

asumsi, dan filsafat organisasi yang sama memperkecil perbedaan atau

konflik, budaya organisasi mempunyai cara untuk menyelesaikannya.

Misalnya pada budaya organisasi birokratis dan autokrasi, pemimpin

25

merupakan penentu bagi penyelesaian konflik. Dalam budaya organisasi yang

demokratis, musyawarah untuk mufakat atau voting merupakan cara untuk

menyelesaikan perbedaan atau konflik.

4. Komitmen kepada organisasi dan kelompok. Budaya organisasi buakn saja

menyatukan, tetapijuga memfasilitasi komitmen anggota organisai kepada

organisasi dan kelompok kerjanya. Budaya organisasi yang kondusif

mengembangkan rasa memiliki dan komitmen tinggi terhadap organisasi dan

kelompok kerjanya.

5. Reduksi ketidakpastian. Budaya organisasi mengurangi ketidakpastian dan

meningkatkan kepastian. Dalam mencapai tujuannya, organisasi menghadapi

ketidakpastian dan kompeksitas lingkungan, demikian juga aktivitas anggota

organisasi dalam mencapai tujuan tersebut. Budaya organisasi menentukan ke

mana arah, apa yang akan dicapai, dan bagaimana mencapainya. Budaya

organisasi juga mengembangkan pembelajaran bagi anggota baru. Mereka

mempelajari apa yang penting dan tidak penting, apa boleh dan tidak boleh

dilakukan. Mereka mempunyai pedoman yang memberikan kepastian dalam

melaksanakan tugas dan fungsinya.

6. Menciptakan konsistensi. Budaya organisasi menciptakan konsisitensi

berfikir, berperilaku, dan merespons lingkungan organisasi. Budaya

organisasi memberikan peraturan, panduan, prosedur, serta pola

memproduksi dan melayani konsumen, pelanggan, nasabah, atau klien

organisasi. Semua hal tersebut menimbulkan konsistensi pola pikir, cara

bertindak, dan berperilaku anggota organisasi dalam melaksanakan tugas dan

26

perananya. Dengan kata lain, anggota organisasi melaksanakan tugasnya by

book, tidak menyimpang dari panduan yang ada di buku budaya organisasi.

7. Motivasi. Budaya organisasi merupakan kekuatan tidak terlihat atau invisible

force di belakang faktor-faktor organisasi yang kelihatan dan dapat

diobservasi. Budaya merupakan energi sosial yang membuat anggota

organisasi untuk bertindak. Budaya organisasi memotivasi anggota organisasi

untuk mencapai tujuan organisasi. Mereka meras berkewajiban dan

bertanggung jawab untuk merealisasi tujuan organisasi.

8. Kinerja organisasi. Budaya organisasi yang kondusif menciptakan,

meningkatkan, dan mempertahankan kinerja tinggi. Budaya organisasi yang

kondusif menciptakan kepuasan kerja, etos kerja, dan motivasi kerja

karyawan. Semua faktor tersebut merupakan indikator terciptanya kinerja

tinggi dari karyawan yang akan menghasilkan kinerja organisasi yang juga

tinggi.

9. Keselamatan kerja. Budaya organisasi mempunyai pengaruh terhadap

keselamatan kerja. Richard L. Gardner (1999) dalam penelitiannya

menunjukan bahwa faktor-faktor penyebab kecelakaan industri adalah budaya

organisasi perusahaan. Ada hubungan kausal positif antara budaya organisasi

dan kecelakaan industri. Untuk meningkatkan kinerja keselamatan dan

kesehatan kerja, perlu dikembangkan budaya keselamatan dan kesehatan

kerja.

10. Sumber keunggulan kompetitif. Budaya organisasi merupakan salah satu

sumber keunggulan kompetitif. Budaya organisasi yang kuat mendorong

27

motivasi kerja, konsistensi, efektivitas, dan efisiensi, serta menurunkan

ketidakpastian yang memungkinkan kesuksesan organisasi dalam pasar dan

persaingan. Perusahaan-perusahaan yang mapan mempunyai semboyan high

ethics high profit dan no pain no gain. Mereka merupakan perusahaan yang

relatif terus untung, berumur panjang, serta mampu menghadapi persaingan

dan perubahan lingkungan.

Schein (2008) membagi fungsi budaya organisasi berdasarkan tahap

pengembangannya, yaitu :

1. Fase awal merupakan tahap pertumbuhan suatu organisasi.

Pada tahap ini fungsi organisasi terletak pada pembeda, baik terhadap

lingkungan maupun terhadap kelompok atau organisasi lain.

2. Fase pertengahan hidup organisasi

Pada fase ini, budaya organisasi berfungsi sebagai integrator karena

munculnya sub-sub budaya baru sebagai penyelamat krisis identitas dan

membuka kesempatan untuk mengarahkan perubahan organisasi.

3. Fase dewasa

Pada fase ini dapat berfungsi sebagai penghambat dalam berinovasi karena

berorientasi pada kebesaran masa lalu dan menjadi sumber nilai untuk

berpuas diri.

28

2.1.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Budaya Organisasi

Wirawan dalam bukunya Budaya dan Iklim Organisasi (2008:72)

mengungkapkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi budaya organisasi

adalah anggota organisasi, budaya masyarakat,asosiasi profesi dan sifat bisnis

organisasi.

Anggota organisasi merupakan sumber utama budaya organisasi. Anggota

organisasi terdiri atas pendiri, pemimpin, anggota, konsultan, dan pemegang

saham organisasi.Budaya masyarakat yang berkembang juga baik itu budaya

internasional, nasional ataupun lokal dan juga ideologi serta pemerintahan turut

berpengaruh terutama dalam penciptaan nilai budaya organisasi. Dalam asosiasi

profesi terdapat kode etik dan standar profesi, jenis profesi yang disajikan

organisasi atau tenaga profesional yang menjadi anggota atau karyawan organisasi

mempengaruhi budaya organisasinya. Dalam melaksanakan profesinya, para

profesional suatu organisasi mengacu pada kode etik dan standar profesi yang

disusun oleh asosiasi mereka. Dengan demikian dalam melaksanakan profesinya,

mereka berperilaku sesuai dengan kode etik dan standar profesi. Sedangkan faktor

yang terakhir adalah sifat bisnis organisasi yang meliputi produk, konsumer,

teknologi, pesaing dan strategi.

29

Gambar 2.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Budaya Organisasi

2.1.4 Subbudaya dan Dimensi Budaya Organisasi

Secara hierarkis, budaya dapat dikelompokan menjadi empat level : budaya

internasional, nasional, suku bangsa, dan organisasi. Sebagai sistem terbuka,

setiap level budaya tersebut dapat saling memengaruhi. Budaya yang maju atau

kuat umumnya memengaruhi budaya yang lemah atau terbelakang. Dengan kata

lain, budaya yang lemah atau terbelakang akan meniru budaya yang kuat atau

maju.

Level pertama adalah budaya internasional, yaitu budaya yang mengatur

perilaku bangsa-bangsa dan manusia secara universal. Budaya internasional

merupakan norma, nilai-nilai, kebiasaan, dan sebagainya yang memengaruhi

perilaku anggota masyarakat inernasional. Unsur budaya ini dikembangkan oleh

Anggota Organisasi :

Pendiri organisasi

Pemimpin organisasi

Anggota organisasi

Konsultan

Pemegang saham

Sifat Bisnis Organisasi :

Produk

Konsumer

Teknologi

Pesaing

Strategi

Budaya Masyarakat :

Internasional, Nasional, dan Lokal

Ideologi

Pemerintah

Budaya Organisasi

Asosisasi Profesi :

Kode etik

Standar Profesi

30

Perserikatan Bangsa-bangsa yang berupaya mengembangkan norma, nilai-nilai,

dan kebiasaan yang disepakati oleh bangsa-bangsa yang menjadi anggotanya.

Level kedua adalah budaya nasional yang berisi norma, nilai-nilai, dan

kepercayaan yang dianut dan ditetapkan oleh anggota suatu bangsa. Misalnya,

Thailand mempunyai budaya nasional yang berbeda dengan budaya nasional

Indonesia. Demikian juga, budaya nasional bangsa Inggris dan Amerika Serikat

berbeda walaupun bahasa nasional mereka sama, yaitu bahasa Inggris.

Level ketiga, dalam budaya nasional berkembang sejumlah budaya suku

bangsa yang masing-masing mempunyai keunikan yang berbeda. Termasuk dalam

budaya suku bangsa adalah budaya etnik, suku bangsa, dan kelompok budaya lain,

misalnya kelompok berdasarkan agama. Contoh, budaya suku Jawa mempunyai

ciri yang unik, berbeda dengan budaya suku Sunda, Batak, atau Melayu,

walaupun tercakup dalam kesatuan budaya nasional Indonesia yang oleh Prof.

Muhammad Yamin dilukiskan dengan frasa Bhineka Tunggal Ika.

Level keempat adalah budaya organisasi, yaitu norma, nilai-nilai,

kepercayaan dan sebagainya yang dianut oleh anggota suatu organisasi. Setiap

organisasi mempunyai norma, nilai-nilai, da kepercayaan unik yang berbeda

dengan budaya organisasi lainnya. Dalam organisasi, di samping tumbuh budaya

organisasi, tumbuh pula subbudaya organisasi. Subbudaya organisasi adalah

budaya yang tumbuh dalam unit-unit organisasi yang berbeda dalam lingkungan

budaya organisasi yang sama. Subbudaya tersebut berinteraksi satu sama lain dan

berinteraksi dengan budaya organisasi.

31

Terdapat sejumlah faktor yang memberikan kontribusi pada pembentukan

subbudaya organisasi.

1. Diferensi fungsi dan produk. Setiap unit organisasi mempunyai fungsi,

aktivitas, dan produk yang berbeda dengan unit lainnya. Cara dan teknologi

yang dipergunakan dan lingkungan kerjanya juga sering berbeda. Misalnya,

unit produksi fungsi, aktivitas, teknologi, serta produknya berbeda dengan

unit pemasaran. Cara berkomunikasi, berinteraksi, bekerja sama, dan jargon

yang digunakan juga berbeda dengan unit organisasi lainnya. Misalnya,

karyawan bagian produksi bicaranya keras dan kasar karena bekerja disekitar

mesin yang berisik suaranya, sedangkan seorang sekretaris berbicara lembut.

2. Karakteristik anggota sama. Untuk melaksanakan fungsi aktivitas suatu

produksi produk sering diperlukan tenaga khusus dengan karakteristik

tertentu. Unit sekuriti memerlukan karakteristik tenaga tertentu, demikian

juga unit produksi dan pemasaran. Unit sekuriti tidak memerlukan orang yang

berpendidikan tinggi, tetapi memerlukan orang yang sehat jasmani dan

rohani, berani, tegas, dan berdisiplin tinggi. Unit pemasaran memerlukan

tenaga yang mampu berkomunikasi dengan semua lapisan masyarakat dan

menguasai teknik pemasaran barang atau jasa organisasi.

3. Berbagi pengalaman yang sama. Anggota unit organisasi mempunyai

problem dan menggunakan solusi yang sama dalam melaksanakan tugasnya.

Mereka mempunyai pengalaman, berprilaku, dan bekerja sama dalam

melaksanakan fungsi unitnya dengan cara yang sama.

32

4. Pemimpin unit yang sama. Aggota unit juga dipimpin oleh orang yang sama

dalam melaksanakan fungsi unitnya. Pola pikir, gaya kepemimpinan, dan

latar belakang pemimpin sangat memengaruhi anggota unit yang

dipimpinnya. Melaui proses yang lama, keempat faktor tersebut

menghasilkan suatu subbudaya unit.

J. Martin dan C. Siehl (Andre Brown, 1998) membedakan tiga jenis

subbudaya organisasi , yaitu:

1. Subbudaya maju (enhancing culture). Dalam subbudaya ini suatu

kelompok individu mengikuti kepercayaan dan niali-nilai dari budaya

dominan lebih intensif daripada kelompok lainnya. Misalnya, dalam

organisasi dengan sejarah yang panjang dan pola kerja yang stabil sering

berkembang suatu kelompok karyawan yang mempunyai kepuasan kerja

yang sama dan yang telah bekerja lama mempunyai komitmen tinggi

terhadap budaya organisasi. Sebaliknya, karyawan baru memiliki kepuasan

kerja dan komitmen terhadap budaya organisasi yang relatif lebih rendah.

2. Subbudaya ontogonal (ontogonal culture). Dalam jenis subbudaya ini

sekelompok individu mengikuti nilai-nilai, kepercayaan, dan asumsi budaya

dominan dari organisasi. Dalam waktu bersamaan mereka juga mengikuti

nilai-nilai, kepercayan, dan asumsi tertentu yang tidak bertentangan dengan

budaya organisasi. Misalnya, para peneliti di unit Penelitian dan

Pengembangan mengikuti budaya organisasinya dan dalam waktu yang

33

bersamaan tetep mempertahankan identitas budaya unit kerja mereka yang

percaya akan kreativitas, inovasi, dan eksperimen.

3. Subbudaya kontra (counter culture). Subbudaya ini menentang secara

langsung dominasi budaya organisasi dan hubungan simbiotis yang sulit.

Situasi seperti ini misalnya terjadi setelah akuisisi, take over, atau merger

perusahaan. Budaya dominan-budaya perusahaan yang mengakuisisi atau

take over-berupaya memperluas pengaruhnya terhadap budaya organisasi

yang diakuisisi dan karyawannya. Sebaliknya, budaya organisasi yang di-take

over berupaya mempertahankan identitasnya.

Hofstede mengemukakan enam dimensi budaya pada organisasi,

diantaranya :

1. Process oriented−Result oriented (orientasi pada proses−orientasi pada hasil)

Orang-orang dalam budaya process oriented merasa dirinya harus selalu

menghindari risiko, karena hal yang penting bagi mereka adalah mengikuti

prosedur kerja yang ditetapkan. Akibat yang sering terjadi adalah melakukan

sedikit usaha pada pekerjaan mereka yang cenderung mengarah pada

kurangnya inovasi. Setiap hari dianggap sama baiknya dengan hari-hari yang

lain karena prosedur kerja relatif sama dari hari ke hari. Sedangkan pada

orang-orang dengan budaya result oriented, mereka merasa nyaman dengan

situasi yang tidak familiar (situasi-situasi yang baru) karena tidak terbentur

untuk mengikuti prosedur kerja yang ada.

34

2. Employee oriented−Job oriented (orientasi pada karyawan−orientasi pada

pekerjaan)

Orang dalam budaya employee oriented merasakan bahwa masalah pribadi

mereka ikut diperhitungkan oleh organisasi, hal itu biasanya terwujud dalam

tipe komunikasi yang terjalin antara manajemen dan karyawan yang

cenderung memiliki tingkat keterbukaan yang tinggi. Pada job oriented,

orang-orangnya merasa mengalami tekanan kuat dalam menyelesaikan

pekerjaan mereka. Mereka merasa bahwa organisasi hanya tertarik pada

pekerjaan yang telah dilakukan karyawan, tidak pada kesejahteraan pribadi

dan keluarga, dan keputusan penting cenderung dibuat oleh individu.

3. Parochial−Proffesional (sesuatu yang berhubungan dengan

organisasi−sesuatu yang berhubungan dengan pribadi yang profesional)

Dalam budaya parochial, karyawan mendapatkan identitas mereka sebagian

besar dari organisasinya, dimana norma-norma organisasi mempengaruhi

perilaku mereka di rumah, sama seperti ketika mereka bekerja. Sedangkan

perusahaan yang budayanya berorientasi pada profesionalisme, orang-orang

mengidentifikasi dirinya dengan tipe pekerjaan mereka.

4. Open system−Closed system (sistem tertutup−sistem terbuka)

Dalam unit dengan open system, para anggotanya menyadari bahwa

organisasi dan orang-orangnya sama-sama terbuka pada pendatang baru dan

orang luar. Sedangkan dalam unit dengan closed system, organisasi dan

orang-orangnya menjadi tertutup dan suka main rahasia meskipun diantara

orang dalam, hanya orang tertentu yang cocok dengan organisasi, dan

35

karyawan baru butuh lebih dari satu tahun untuk merasa bahwa dirinya sudah

berada di rumahnya sendiri.

5. Loose control−Tight control (kontrol yang longgar−kontrol yang ketat)

Orang-orang di dalam unit dengan kontrol longgar merasa bahwa tidak ada

seorang pun yang berpikir tentang biaya-biaya perusahaan, usaha

penghematan cenderung kurang maksimal. Sedangkan orang-orang dalam

unit dengan kontrol yang ketat menggambarkan bahwa lingkungan kerja

mereka sadar akan biaya perusahaan-perusahaan, sehingga usaha

penghematan pun dilakukan secara maksimal.

6. Pragmatic−Normative (pragmatif−normatif)

Dimensi ini berhubungan dengan isu customer orientation. Unit kerja dengan

budaya pragmatis (praktis) cenderung menggerakkan pasar, sedangkan pada

budaya normatif orang-orang di dalamnya merasa bahwa tugas mereka pada

dunia luar merupakan implementasi aturan yang tidak dapat diganggu gugat

dimana penekanan utamanya adalah pada mengikuti prosedur organisasi yang

benar dan prosedur dianggap lebih penting dari pada hasil.

Stringer (2002) mengemukakan bahwa budaya organisasi terdiri atas lima

komponen :

1. Nilai-nilai. Nilai-nilai adalah cara-cara anggota organisasi mengevaluasi atau

mengakses sifat-sifat tertentu, kualitas, aktivitas atau perilaku sebagai baik

atau buruk, produktif, atau pemborosan. Misalnya, layanan berkualitas tinggi

terhadap pelanggan merupakan nilai-nilai inti dari Dell Computer. Nilai-nilai

36

ini dapat direfleksikan dalam aspek-aspek seperti moto perusahaan; sistem

pengukuran yang memfokuskan pada waktu respon dan dapat dipercaya;

proporsi dan senoiritas dari staf yang tersedia untuk merespons pertanyaan

dan keluhan pelanggan; serta frekuensi dengan apa para eksekutif senior

memberikan komentar atas kualitas layanan.

2. Kepercayaan. Walaupun sering tidak dinyatakan, kepercayaan merefleksikan

pemahaman anggota organisasi mengenai cara organisasi bekerja dan

kemungkinan konsekuensi tindakan yang mereka lakukan. Misalnya, di suatu

organisasi anggota menghargai ide produk baru berdasarkan kepercayaan

bahwa inovasi merupakan cara untuk mencapai kemajuan. Di sejumlah

organisasi lainnya, anggota menganggap bahwa analisis kuantitatif

berdasarkan kepercayaan mampu mengontrol risiko dan merupakan cara

untuk mencapai kemajuan. Di sejumlah organisasi lainnya, anggota

menganggap bahwa analisis kuantitatif berdasarkan kepercayaan mampu

mengontrol resiko dan merupakan cara untuk mencapai kemajuan.

Kepercayaan-kepercayaan ini jarang berdasarkan suatu pernyataan nilai-nilai;

lebih sering kepercayaan tersebut berdasarkan pengakuan terhadap pola jalur

karier yang diambil oleh para eksekutif yang sukses atau yang gagal dalam

waktu yang lama.

3. Mite. Mite adalah cerita atau legenda mengenai organisasi dan pemimpinnya

untuk memperkuat nilai-nilai inti atau kepercayaan. Cerita menstransmisi

budaya organisasi kepada anggota baru organisasi dan memperkuat budaya

bagi anggota yang ada.

37

4. Tradisi. Tradisi adalah kejadian-kejadian penting yang berulang dalam suatu

organisasi. Termasuk dalam tradisi adalah ritual-ritual seperti upacara sambut

pisah, upacara promosi, pesta pensiun, atau hari ulang tahun perusahaan.

Tradisi mengabadikan nilai-nilai budaya organisasi, kemajuan, atau prestasi

khusus dalam kepercayaan diri tinggi organisasi.

5. Norma. Norma adalah peraturan informal yang ada dalam organisasi

mengenai pakaian, kebiasan kerja, dan norma perilaku interpersonal.

Misalnya, di Cisco System, eksekutif senior menjawab sendiri telepon

mereka. Sedangkan di IBM, semua telepon diseleksi oleh sekretaris. Di

Cisco, komunikasi interpersonal terbuka bagi semua level manajemen.

2.2 Iklim Organisasi

2.2.1 Definisi Iklim Organisasi

Jika memperhatikan berbagai macam keadaan lingkungan dimanapun kita

berada, maka di sana akan dapat ditemukan dan dirasakan perbedaan-perbedaan

yang berarti, kemudian apabila kita memasuki wilayah kantor di lingkungan dinas

dengan di lingkungan perusahaan swasta maka dapat kita bandingkan perbedaan

yang cukup signifikan, dari siniliah kita dapat mengenal tentang iklim organisasi.

Berikut definisi iklim organisasi menurut beberapa ahli :

38

Tabel 2.2 Definisi Iklim Organisasi

No. Ahli (Tahun) Definisi

1. R. Tagiuri dan G.

Litwin (1968)

Iklim organisasi merupakan kualitas lingkungan

internal organisasi yang secara relatif terus

berlangsung, dialami oleh angota organisasi;

memengaruhi perilaku mereka dan dapat dilukiskan

dalam pengertian satu set karakteristik atau sifat

organisasi.

2. Litwin dan R.A.

Stringer (1968)

Iklim organisasi merupakan suatu konsep yang

melukiskan sifat subjektif atau kualitas lingkungan

organisasi. Unsur-unsurnya dapat dipersepsikan dan

dialami oleh anggota organisasi dan dilaporkan melalui

kuesioner yang tepat.

3. Robert G. Owen

(1991)

Iklim organisasi sebagai studi persepsi individu

mengenai berbagai aspek lingkungan organisasinya.

4. Robert Stringer

(2002)

Iklim organisasi sebagai koleksi dan pola lingkungan

yang menentukan munculnya motivasi.

5. Wirawan (2007) Iklim organisasi adalah persepsi anggota organisasi

(secara individual dan kelompok) dan mereka yang

secara tetap berhubungan dengan organisasi (misalnya

pemasok,konsumen, konsultan,dan kontraktor)

mengenai apa yang ada dan terjadi di lingkungan

internal secara rutin yang memengaruhi sikap dan

perilaku organisasi dan kinerja anggota organisasi yang

kemudian menentukan kinerja organisasi.

6. Davis dan Nestrom

(2001)

Iklim organisasi merupakan kepribadian sebuah

organisasi yang membedakan dengan organisasi lainnya

yang mengarah pada persepsi masing-masing anggota

dalam memandang organisasi.

Dari beberapa pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa iklim

organisasi adalah kualitas lingkungan internal organisasi yang secara relatif terus

berlangsung dialami anggota organisasi sehingga membentuk kepribadian sebuah

39

organisasi yang membedakan dengan organisasi lainnya yang mengarah pada

persepsi masing-masing anggota dalam memandang organisasi yang dapat

memengaruhi sikap dan perilaku anggota organisasi dan kinerja anggota

organisasi yang kemeudian menentukan kinerja organisasi.

Ada sejumlah kata kunci dalam definisi tersebut yang perlu mendapat

penjelasan.

1. Persepsi. Iklim organisasi merupakan persepsi anggota organisasi (sebagai

individual dan kelompok) dan mereka yang berhubungan dengan organisasi

(konsultan, pemasok, konsumen, dan kontraktor. Persepsi adalah proses orang

menerima, mengorganisasi, dan menginterpretasikan informasi yang ada di

lingkungannya dan menggunakannya untuk mengambil keputusan,

melakukan aktivitas, dan sebagainya. Persepsi orang mengenai apa yang ada

dalam lingkungannya dapat berbeda antara seorang individu dengan individu

lainnya atau antara satu kelompok orang dengan kelompok orang lainnya.

2. Hal yang ada atau terjadi dalam lingkungan internal organisasi. Persepsi

orang tersebut mengenai apa yang ada atau apa yang terjadi dalam lingkungan

organisasi. Lingkungan organisasi adalah lingkungan internal organisasi.

Lingkungan organisasi di sini dalam pengertian lingkungan keseluruhan

organisasi atau lingkungan unit-unit organisasi.

3. Praktik rutin. Persepsi anggota organisasi dalam pengertian persepsi rutin

anggota organisasi mengenai apa yang terjadi secara rutin dalam organisasi.

Istilah iklim dalam ilmu cuaca adalah keadaan yang relatif tetap atau yang

terjadi secara rutin. Akan tetapi, dalam setiap iklim sering terjadi perubahan

40

musim yang analoginya dalam iklim organisasi adalah perubahan suasana

lingkunga. Misalnya dalam organisasi pada akhir tahun anggaran, suasananya

mengevaluasi pelaksanaan kegiatan tahun yang sedang berjalan dan

merencanakan tahun mendatang. Sedangkan pada awal tahun, suasananya

mulai melaksanakan kegiatan yang direncanakan.

4. Sikap dan perilaku organisasi. Persepsi orang mengenai lingkungan

organisasi memengaruhi sikap orang. Orang dapat bersikap dari sangat positif

sampai sangat negatif mengenai iklim organisasinya. Sikap dapat pula

berbentuk harapan atau stereotipe positif dan negatif. Persepsi orang juga

memengaruhi perilakunya. Misalnya, orang dapat berperilaku dari sangat

tidak disiplinsampai sangat disiplin. Perilaku dapat juga dalam bentuk

perilaku sangat terbuka sampai perilaku sangat tertutup.

5. Memengaruhi kinerja organisasi. Sikap dan perilaku anggota organisasi

memengaruhi kinerja mereka secara individual dan kelompok yang kemudian

memengaruhi kinerja organisasi. Iklim organisasi memegaruhi produktifitas

anggota dan selanjutnya memengaruhi efektivitas dan efisiensi organisasi.

Misalya, persepsi negatif karyawan terhadap kepemimpinan , sistem

manajemen, pelaksanaan norma, serta peraturan organisasi dan pekerjaannya,

memengaruhi perilaku mereka dalam melaksanakan pekerjaannya. Perilaku

ini berpengaruh terhadap produktivitas mereka yang kemudian memengaruhi

kinerja organisasi.

41

2.2.2 Faktor-faktor yang Membentuk Iklim Organisasi

Iklim organisasi tidak akan terbentuk begitu saja secara tiba-tiba tanpa

adanya faktor-faktor yang membentuk suatu iklim organisasi tersebut. Wirawan

(2007) menyatakan bahwa iklim organisasi ditentukan oleh lingkungan eksternal

dan internal. Lingkungan internal organisasi adalah semua dimensi iklim

organisasi, sedangkan yang termasuk lingkungan eksternal antara lain

perkembangan jenis industri, pengaturan industri oleh pemerintah, kehidupan

ekonomi makro, dan kompetisi dengan pesaing.

Robert Stringer (2002) mengemukakan bahwa terdapat lima faktor yang

menyebabkan terjadinya iklim suatu organisasi, yaitu lingkungan eksternal,

strategi, prektik kepemimpinan, pengaturan organisasi, dan sejarah organisasi.

Masing-masing faktor ini sangat menentukan, oleh karena itu orang yang ingin

mengubah iklim suatu organisasi harus mengevaluasi masing-masing faktor

tersebut.

Gambar 2.2 Faktor-faktor Penyebab Iklim Organisasi

Sumber Wirawan (2007:135)

Strategi Organisasi Iklim Organisasi Sejarah Organisasi

Praktik Kepemimpinan Pengaturan Organisasi

Lingkungan Eksternal

42

Adapun penjelasan dari faktor-faktor di atas sebagai berikut :

1. Lingkungan eksternal. Industri atau bisnis yang sama mempunyai iklim

organisasi umum yang sama. Misalnya, iklim organisasi umum perusahaan

asuransi umumnya sama. Demikian juga iklim organisasi pemerintah, sekolah

dasar, atau perusahaan angkutan di Indonesia, mempunyai iklim umum yang

sama. Kesamaan faktor umum tersebut disebabkan pengaryh lingkungan

eksternal organisasi.

2. Strategi organisasi. Kinerja suatu perusahaan bergantung pada strategi (apa

yang diupayakan untuk dilakukan), energi yang dimiliki oleh karyawan untuk

melaksanakan pekerjaan yang diperlukan oleh strategi (motivasi), dan faktor-

faktor lingkungan penentu dari level energi tersebut. Strategi yang berbeda

menimbulkan pola iklim organisasi yang berbeda. Strategi memengaruhi

iklim organisasi secara tidak langsung.

a. Praktik kepemimpinan akan bervariasi, bergantung pada strategi yang

dilaksanakan.

b. Pengaturan organisasi akan dikembangkan untuk memperkuat strategi-

strategi yang berbeda.

c. Strategi jangka panjang akan mempunyai dampak terhadap kekuatan

sejarah yang menentukan iklim organisasi.

3. Pengaturan organisasi. Pengaturan organisasi mempunyai pengaruh paling

kuat terhadap iklim organiasi. Tabel 5.6 melukiskan pengaruh pengaturan

organisasi terhadap dimensi iklim organisasi. Menurut Stringer, banyak

sekolah menengah di Amerika Serikat yang menjadi contok baik bagaimana

43

pengaturan organisasi menentukan iklim organisasi. Asosiasi guru yang kuat

sering mengontrol sistem imbalan di mana kenaikan upah merupakan hasil

dari pendidikan level pascasarjana dan tahun pengalaman kerja, bukan dari

kinerja dalam melaksanakan pekerjaan.

4. Kekuatan sejarah. Semakin tua umur organisasi semakin kuat pengaruh

kekuatan sejarahnya. Pengaruh tersebut dalam bentuk tradisi dan ingatan

yang membentuk harapan anggota organisasi dan mempunyai pengaruh

terhadap ilim organisasinya.

5. Kepemimpinan. Perilaku pemimpin memengaruhi iklim organisasi yang

kemudian mondorong motivasi karyawan. Motivasi karyawan merupakan

pendorong utama terjadinya kinerja.

2.2.3 Dimensi Iklim Organisasi

Iklim organisasi yang dirasakan individu secara positif akan memberikan

tampilan kerja yang baik dan efektif yang akan mempengaruhi keberhasilan

organisasi. Iklim organisasi secara objektif eksis, terjadi di setiap organisasi, dan

memengaruhi perilaku anggota organisasi, tetapi hanya dapat diukur secara tidak

langsung melalui persepsi anggota organisasi. Dimensi iklim organisasi adalah

unsur, faktor, sifat, atau karakteristik variabel iklim organisasi. Dimensi iklim

organisasi terdiri atas beragam jenis dan berbeda pada setiap organisasi.

Robert Stringer (2002) dalam Wirawan (2007:131) berpendapat bahwa

untuk mengukur iklim organisasi terdapat enam dimensi, diantaranya :

44

1. Struktur. Merefleksikan perasaan diorganisasi secara baik dan mempunyai

peran dan tanggung jawab yang jelas dalam lingkungan organisasi.

2. Standar-standar. Standar-standar (standards) dalam suatu organisasi

mengukur perasaan tekanan untuk meningkatkan kinerja dan derajat

kebanggaan yang dimiliki oleh anggota organisasi dalam melakukan

pekerjaan dengan baik.

3. Tanggung jawab. Merefleksikan perasaan karyawan bahwa mereka menjadi

“bos diri sendiri” dan tidak memerlukan keputusannya dilegitimasi oleh

anggota organisasi lainnya.

4. Penghargaan. Mengindikasikan bahwa anggota organisasi merasa dihargai

jika mereka dapat menyelesaikan tugas secara baik.

5. Dukungan. Merefleksikan perasaan percaya dan saling mendukung yang

terus berlangsung di antara anggota kelompok kerja

6. Komitmen. Merefleksikan perasaan bangga anggota terhadap organisasinya

dan derajat keloyalan terhadap pencapaian tujuan organisasi.

Koys dan DeCotiis (1991) menggunakan istilah psychological climate

(iklim psikologis), bukan organization climate (iklim organisasi). Ia

mendefinisikan iklim psikologis sebagai fenomena persepsi multidimensional

bersama anggota unit organisasi yang didasarkan atas eksperimen. Menurut

mereka, iklim psikologis merupakan deskripsi, bukan evaluasi pengalaman seperti

kepuasan kerja. Kedua penulis ini mengidentifikasikan lebih dari 80 dimensi iklim

45

psikologis. Mereka kemudian menyeleksi dan menetapkan delapan dimensi iklim

psikologis yang bersifat universal, diantaranya sebagai berikut :

1. Otonomi (autonomy). Persepsi mengenai penentuan sendiri prosedur kerja,

tujuan, dan prioritas.

2. Kebersamaan (cohesion). Perasaan kebersamaan di antara altar organisasi,

termasuk kemauan anggota organisasi untuk menyediakan bahan-bahan

bantuan.

3. Kepercayaan (trust). Persepsi kebebasan untuk berkomunikasi secara

terbuka dengan anggota organisasi level atas mengenai isu sensitif dan

personal dengan harapan bahwa integritas komunikasi seperti itu tidak

dilanggar.

4. Tekanan (pressure). Persepsi mengenai tuntutan waktu untuk menyelesaikan

tugas dan standar kerja.

5. Dukungan (support). Persepsi toleransi perilaku anggota organisasi oleh

atasannya, termasuk membiarkan anggota belajar dari kesalahannya tanpa

ketakutan dan hukuman.

6. Pengakuan (recognition). Persepsi bahwa kontribusi anggota organisasi

kepada organisasi diakui dan dihargai.

7. Kewajaran (fairness). Persepsi bahwa praktik organisasi adil, wajar, dan

tidak sewenang-wenang atau berubah-ubah.

8. Inovasi (innovation). Persepsi bahwa perubahan dan kreativitas didukung,

termasuk pengambilan risiko mengenai bidang-bidang baru di mana anggota

organisasi tidak atau sedikit mempunyai pengalaman sebelumnya.

46

Ekvall (1986), mengemukakan sepuluh dimensi iklim organisasi sebagai

berikut :

1. Tantangan (challenge). Keterlibatan dan komitmen karyawan terhadap

organisasi.

2. Kemerdekan (freedom). Sampai seberapa tinggi karyawan diberi kebebasan

untuk bertindak.

3. Dukungan untuk ide-ide (support for ideas). Sikap manajemen dan

karyawan terhadap ide baru.

4. Kepercayaan (trust). Keamanan emosional dan kepercayaan hubungan

antaranggota dalam organisasi.

5. Semangat (liveliness). Dinamika dalam organisasi.

6. Keintiman/ homor (playfulness/humor). Kemudahan yang ada dalam

organisasi.

7. Debat (debate). Sampai seberapa tinggi perbedaan pendapat serta ide-ide dan

pengalaman ada dalam organisasi.

8. Konflik (conflicts). Adanya tensi personal dan emosional.

9. Pengambilan risiko (risk taking). Kemauan untuk menoleransi insekuriti

dalam organisasi.

10. Ide dan waktu (idea and time). Waktu yang digunakan untuk

mengembangkan ide-ide baru.

47

Wirawan (2007:128) menjelaskan bahwa dimensi iklim organisasi terdiri

dari :

1. Keadaan lingkungan fisik. Lingkungan fisik adalah lingkungan yang

berhubungan dengan tempat, peralatan, dan proses kerja. Persepsi karyawan

mengenai tempat kerjanya menciptakan persepsi karyawan mengenai iklim

organisasi.

2. Keadaan lingkungan sosial. Lingkungan sosial adalah interaksi antar

anggota organisasi. Hubungan tersebut dapat bersifat hubungan formal,

informal, kekeluargaan, atau profesional. Semua bentuk hubungan tersebut

menentukan iklim organisasi.

3. Pelaksanaan sistem manajemen. Sistem manajemen adalah pola proses

pelaksanaan manajemen organisasi. Indikator faktor manajemen yang

memengaruhi iklim kerja jumlahnya sangat banyak, misalnya, karakteristik

organisasi (lembaga pendidikan, rumah sakit, militer, dan sebagainya) yang

berbeda menimbulkan iklim organisasi yang berbeda.

4. Produk. Produk adalah barang atau jasa yang dihasilkan oleh organisasi.

Produk suatu organisasi sangat menentukan iklim organisasi. Misalnya, iklim

organisasi dinas kebersihan yang produknya berupa layanan pembersih

sampah. Berbeda dengan ilim organisasi perusahaan perbankan yang

produknya adalah layanan keuangan.

5. Konsumen yang dilayani. Konsumen yang dilayani dan untuk siapa produk

ditujukan, memengaruhi iklim organisasi. Misalnya, iklim organisasi klinik

48

bagian anak-anak di suatu rumah sakit berbeda dengan klinik bagian rematik

yang umumnya melayani orang dewasa di rumah sakit yang sama.

6. Kondisi fisik dan kejiwaan anggota organisasi. Persepsi mengenai kondisi

fisik dan kejiwaan anggota organisasi sangan memengaruhi iklim organisasi.

Termasuk dalam kondisi fisik adalah kesehatan, kebugaran, keenergikan, dan

ketangkasan. Kondisi kejiwaan misalnya adalah komitmen, moral,

kebersamaan, dan keseriusan anggota organisasi.

7. Budaya organisasi. Budaya suatu organisasi sangat memengaruhi perilaku

organisasinya. Baik budaya organisasi maupun iklim organisasi memengaruhi

perilaku organisasi anggota organisasi yang kemudian memegaruhi kinerja

mereka.

2.3 Kinerja

2.3.1 Definisi Kinerja

Pengertian kinerja dalam organisasi atau perusahaan merupakan jawaban

dari keberhasilan tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Perusahaan atau

lembaga merupakan salah satu bentuk sistem yang terdiri dari beberapa subsistem

yang berkaitan satu sama lainnya. Dalam mencapai tujuan atau sasaran yang

diinginkan, menuntut adanya kinerja yang baik dari setiap individu sebagai bagian

dari sistem, dalam hal ini sebenarnya terdapat hubungan yang erat antara kinerja

perorangan (individual performance) dengan kinerja lembaga (institusional

performance). Apabila kinerja perorangan/karyawan baik, maka kemungkinan

49

besar kinerja perusahaan/lembaga juga baik. Berikut ini definisi kinerja menurut

beberapa ahli :

Tabel 2.3 Definisi Kinerja

Ahli (Tahun) Definisi

Bernaddin dan Russel

Dalam Tika (2008)

Kinerja sebagai pencatatan hasil-hasil yang diperoleh dari

fungsi-fungsi pekerjaan tertentu selama kurun waktu

tertentu.

Malayu S.P Hasibuan

(2001)

Kinerja (prestasi kerja) adalah suatu hasil kerja yang

dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang

dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan,

pengalaman, dan kesungguhan serta waktu.

Gomes (2003)

Kinerja adalah catatan hasil produksi pada fungsi

pekerjaan yang spesifik atau aktivitas selama periode

waktu tertentu.

Mangkunegara (2005)

Istilah kinerja berasal dari kata job performance atau

actual performance (prestasi kerja atau prestasi

sesungguhnya yang dicapai seseorang) yaitu hasil kerja

secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang

pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan

tanggung jawab yang diberikan kepadanya.

Prawiro Suntoro dalam

Tika (2008)

Kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai seseorang

atau sekelompok orang dalam suatu organisasi dalam

rangka mencapai tujuan organisasi dalam periode waktu

tertentu.

Stoner dalam Tika (2008) Kinerja adalah fungsi dari motivasi, kecakapan, dan

persepsi peranan.

Veithzal Rivai (2009)

Kinerja adalah perilaku nyata yang ditampilkan setiap

orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh

karyawan sesuai dengan perannya dalam perusahaan

2.3.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja

Menurut Robert L. Mathias dan John H. Jackson (2001) faktor-faktor yang

mempengaruhi kinerja individu tenaga kerja yaitu :

50

1. Kemampuan mereka

2. Motivasi

3. Dukungan yang diberikan

4. Keberadaan pekerjaan yang mereka lakukan

5. Hubungan mereka dengan organisasi

Sedangkan menurut Ruky (2001) faktor yang mempengaruhi pencapaian

kinerja diantaranya :

1. Teknologi, meliputi tenaga kerja yang digunakan untuk menghasilkan barang

atau jasa yang dihasilkan organisasi.

2. Kualitasinput atau material yang dihasilkan oleh organisasi.

3. Kualitas lingkungan fisik yang meliputi keselamatan kerja, penataan ruang,

dan kebersihan.

4. Budaya organisasi sebagai pola tingkah laku dan pola kerja yang ada dalam

organisasi yang bersangkutan.

5. Kepemimpinan sebagai upaya untuk mengendalikan anggota organisasi agar

bisa bekerja sesuai dengan standar dan tujuan organisasi.

6. Pengelolaan sumber daya manusia yang terdiri dari aspek kompensasi,

imbalan dan promosi lainnya.

Mangkunegara (2000) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi

kinerja antara lain :

1. Faktor kemampuan. Secara psikologis kemampuan (ability) pegawai terdiri

dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan realita (pendidikan).

51

2. Faktor motivasi. Motivasi terbentuk dari sikap (attitude) seorang pegawai

dalam menghadapi situasi kerja. Motivasi merupakan kondisi yang

menggerakan diri pegawai terarah untuk mencapai tujuan kerja.

2.3.3 Penilaian Kinerja

Penilaian kinerja (performance appraisal) pada dasarnya merupakan faktor

kunci mengembangkan suatu organisasi secara efektif dan efisien, karena adanya

kebijakan atau program yang lebih baik atas sumber daya manusia yang ada

dalam organisasi. Penilaian kinerja individu sangat bermanfaat bagi dinamika

pertumbuhan organisasi secara keseluruhan, melalui penilaian tersebut maka dapat

diketahui kondisi sebenarnya tentang bagaimana kinerja karyawan.

Penilaian prestasi kerja menurut Malayu Hasibuan (2007) adalah menilai

rasio hasil kerja nyata dengan standar kualitas maupun kuantitas yang dihasilkan

setiap karyawan. Sedangkan Hani Handoko (2008) mendefinisikan sebagai proses

melalui mana organisasi-organisasi mengevaluasi atau menilai prestasi kerja

karyawan.

Penilaian kinerja atau prestasi kerja harus dilakukan untuk mengetahui

prestasi yang telah dicapai oleh setiap pegawai dan sangat penting bagi

perusahaan sebagai bahan kebijakan selanjutnya. Bagi pegawai sendiri penilaian

kinerja sangat berguna sebagai motivasi bagi mereka agar mereka merasa

diperhatikan oleh atasannya sebagai bentuk kepedulian.

Andrew F. Sikula dalam Hasibuan (2007) mendefinisikan penilaian kinerja

sebagai evaluasi yang sistematis terhadap pekerjaan yang telah dilakukan oleh

52

karyawan dan ditujukan untuk pengembangan. Dale Yoder dalam Hasibuan

(2009) juga menyebutkan penilaian prestasi kerja merupakan prosedur yang

formal dilakukan di dalam organisasi untuk mengevaluasi pegawai dan

sumbangan serta kepentingan bagi pegawai. Veithzal Rivai (2004)

mengemukakan bahwa penilaian kinerja merupakan sebuah mekanisme yang baik

untuk mengendalikan karyawan.

Proses penilaian prestasi kerja menghasilkan suatu evaluasi atas prestasi

kerja karyawan di waktu yang lalu dan atau prediksi prestasi kerja di waktu yang

akan datang. Ketepatan penilaian itu tergantung pada berbagai standar, ukuran dan

teknik evaluasi yang dipilih. Bila proses penilaian itu kurang atau bahkan tidak

memberikan nilai bagi karyawan, maka tidak akan ada umpan balik mengenai

prestasi kerja mereka. Tanpa umpan balik, maka perilaku karyawan akan sulit

untuk diperbaiki.

2.3.4 Tujuan dan Manfaat Penilaian Kinerja

Malayu Hasibuan (2007) mengungkapkan beberapa tujuan dan kegunaan

dari penilaian prestasi karyawan sebagai berikut :

1. Sebagai dasar dalam pengambilan keputusan yang digunakan untuk promosi,

demosi, pemberhentian, dan penetapan besarnya balas jasa.

2. Untuk mengukur prestasi kerja yaitu sejauh mana karyawan bisa sukses

dalam pekerjaannya.

3. Sebagai dasar untuk mengevaluasi efektivitas seluruh kegiatan di dalam

perusahaan.

53

4. Sebagai dasar untuk mengevaluasi program latihan dan keefektivan jadwal

kerja, metode kerja, struktur organisasi, gaya pengawasan, kondisi kerja, dan

peralatan kerja.

5. Sebagai indikator untuk menentukan kebutuhan akan laihan bagi karyawan

yang berada di dalam organisasi.

6. Sebagai alat untuk meningkatkan motivasi kerja karyawan sehingga dicapai

tujuan untuk mendapatkan performance kerja yang baik.

7. Sebagai alat untuk mendorong atau membiasakan para atasan (supervisor,

managers, administrator) untuk mengobservasi perilaku bawahan

(subordinate) supaya diketahui minat dan kebutuhan-kebutuhan bawahannya.

8. Sebagai alat untuk bisa melihat kekurangan atau kelemahan-kelemahan di

masa lampau dan meningkatkan kemampuan karyawan selanjutnya.

9. Sebagai kriteria di dalam menentukan seleksi dan penempatan karyawan.

10. Sebagai alat untuk mengidentifikasi kelemahan-kelemahan personel dan

dengan demikian bisa sebagai bahan pertimbangan agar bisa diikutsertakan

dalam program latihan kerja tambahan.

11. Sebagai alat untuk memperbaiki atau mengembangkan kecakapan karyawan.

12. Sebagai dasar untuk memperbaiki dan mengembangkan uraian pekerjaan (job

description).

54

2.3.5 Aspek Kinerja

Veithzal Rivai (2009) mengelompokan aspek-aspek kinerja sebagai berikut :

1. Kemampuan teknis, yaitu kemampuan menggunakan pengetahuan, metode,

tehnik, dan peralatan yang dipergunakan untuk melaksanakan tugas serta

pengalaman dan pelatihan yang diperolehnya.

2. Kemampuan konseptual, yaitu kemampuan untuk memahami kompleksitas

perusahaan dan penyesuaian bidang gerak dari unit masing-masing ke dalam

bidang operasional perusahaan secara menyeluruh, tang pada intinya

induvidual tersebut memahami tugas, fungsi, serta tanggungjawabnya sebagai

seorang karyawan.

3. Kemampuan hubungan interpersonal, yaitu antara lain kemampuan untuk

bekerja sama dengan orang lain, memotivasi karyawan, melakukan negosiasi,

dan lain-lain.

Anwar Prabu Mangkunegara (2000) mengemukakan bahwa aspek-aspek

yang dinilai dalam kinerja mencakup sebagai berikut :

1. Kesetiaan

2. Hasil kerja

3. Kejujuaran

4. Kedisiplinan

5. Kreatifitas

6. Kerjasama

7. Kepemimpinan

55

8. Kepribadian

9. Prakarsa

10. Kecakapan

11. Tanggung jawab

Bernardin dan Russel (1993) menyebutkan 6 kriteria yang dapat digunakan

untuk menilai kinerja karyawan, yaitu:

1. Quality

Adalah sebagai "the degree to which the process or either conforming to

some ideal way performing the activity or fulfilling the activity’s intended

purpose".Ini mengartikan quality sebagai suatu tingkatan yang rnenunjukkan

proses pekerjaan atau hasil yang telah dicapai dari suatu pekerjaan yang

mendekati kesempurnaan.

2. Quantity

Yaitu "the amount produced, expressed in such term as dollar value, number

of unit or number of compIeted activity cycler". Artinya quantity merupakan

jumlah yang diproduksi yang dinyatakan dalam nilai mata uang, jumlah unit

produksi ataupun dalam jumlah siklus aktivitas yang telah terselesaikan.

3. Timeliness

Adalah "the degree to which an activiy completed, or a result produced, at

the earliest time desirable from the stand points of both coordinating with the

outputs of other and maximizing the time available for ather activities". Ini

56

berarti timeliness merupakan suatu tingkatan yang rnenunjukkan bahwa suatu

pekerjaan dapat terselesaikan lebih cepat dari waktu yang telah ditentukan.

4. Cost Effectiveness

Adalah "the degree to which the use of organization resources (eg: human,

monetary, technological, material) is maximized in the sense of getting the

highest gain or reduction in loss form each unit instead of use of resource".

Ini berarti cost effectiveness merupakan suatu tingkatan yang paling maksimal

dari penggunaan sumber daya (manusia, keuangan, teknologi) yang dimiliki

perusahaan untuk mendapatkan keuntungan yang maksimal atau mengurangi

kerugian dari masing - masing unit atau sebagai pengganti dari penggunaan

sumber daya.

5. Need For Supervision

Yaitu "the degree to which a performer can carry out a job function without

either having to request supervisory intervention to prevent an adverse

outcome". Ini berarti need for supervision merupakan suatu tingkatan di

manaseseorang karyawan dapat melaksanakan suatu fungsi pekerjaan tanpa

harusmeminta bimbingan atau campur tangan dari penyelia.

6. Interpersonal Impact

Yaitu "the degree to which a perfomer promotes feelings selfesteem,

goodwill, and cooperation among cowokerr and subordinates". Ini berarti

interpersonal impact merupakan suatu tingkatan keadaan di mana karyawan

dapatmenciptakan suasana nyaman dalam bekerja, percaya diri, berbuat baik

dankerjasama antar rekan sekerja.

57

BAB III

METODELOGI PENELITIAAN

3.1 Metode Penelitian

Metodelogi penelitian yang digunakan dalam penelitian adalah metode

penelitian kuantitatif. “Metode penelitian kuantitatif dapat diartikan sebagai

metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk

meneliti pada populasi atau sampel tertentu, teknik pengambilan sampel pada

umumnya dilakukan secara random, pengumpulan data menggunakan instrument

penelitian, analisa data bersifat kuantitatif/statistik dengan tujuan untuk menguji

hipotesis yang telah ditetapkan”, Sugiono (2008:13). Penelitian yang dilakukan

penulis dilaksanakan di MPC (Mail Processing Center) PT. Pos Indonesia

Bandung .

3.2 Populasi dan Sampel

3.2.1 Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang

mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk

dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi bukan hanya orang,

tetapi juga obyek dan benda-banda alam yang lain. Populasi bukan sekedar jumlah

yang ada pada obyek/subyek yang dipelajari, tetapi meliputi seluruh

karakteristik/sifat yang dimiliki oleh subyek atau obyek itu (Sugiyono, 2008:115)

58

Dalam penelitian ini populasinya adalah seluruh karyawan MPC PT. Pos

Indonesia Bandung pada saat penelitian berlangsung yang berjumlah 520 orang.

3.2.2 Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh

populasi. Bila populasi besar dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang

ada pada populasi, misalnya karena keterbatasan dana, tenaga dan waktu maka

peneliti dapat menggunakan sampel. Kesimpulan dari sampel yang sudah

dipelajari dapat diberlakukan untuk populasi. Untuk itu sampel harus betul-betul

representatif (Sugiyono, 2008:116).

Menurut Roscoe (2005) memberikan saran-saran tentang ukuran sampel

untuk penelitian sebagai berikut:

1. Ukuran sampel yang layak dalam penelitian adalah antara 30 sampai dengan

500.

2. Bila sampel dibagi dalam kategori (misalnya : pria dan wanita, pegawai

negeri-swasta dan lain-lain) maka jumlah anggota sampel setiap kategori

minimal 30.

3. Bila dalam penelitian akan melakukan analisis dengan multivariate (korelasi

dan regresi ganda misalnya), maka jumlah anggota sampel minimal 10 kali

dari jumlah variabel yang diteliti. Misalnya variabel penelitiannya ada 5

(independen+dependen), maka jumlah anggota sampel = 10x5 = 50.

59

4. Untuk penelitian eksperimen yang sederhana, yang menggunakan kelompok

eksperimen dan kelompok kontrol, maka jumlah anggota sampel masing-

masing kelompok antara 10 s/d 20.

Berdasarkan penjelasan Roscoe di atas bahwa ukuran sampel antara 30-500

sudah cukup untuk sebuah penelitian, maka pada penelitian ini ukuran sampling

yang diambil peneliti yaitu sebanyak 44 responden. Sampel yang diambil

merupakan karyawan MPC PT. Pos Indonesia Bandung, teknik sampling yang

dilakukan adalah dengan teknik simple random sampling yaitu pengambilan

sampel dari populasi dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada

dalam populasi itu. Cara demikian dilakukan bila anggota populasi dianggap

homogen (Sugiyono, 2008:91).

3.3 Jenis Data

Jenis data yang digunakan peneliti dalam penelitian ini berupa data primer,

yaitu data yang berasal dari penelitian secara langsung yang bersumber dari hasil

kuesioner yang diberikan kepada responden penelitian. Jenis data dalam

penelitian ini adalah data tentang :

1. Budaya organisasi

2. Iklim organisasi

3. Kinerja

60

3.4 Variabel Penelitiaan

3.4.1 Variabel Independen

Variabel independen atau sering juga disebut variabel bebas merupakan

variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya dari

variabel dependen (variabel terikat), Sugiyono (2008:59). Dimana dalam

penelitian ini variabel independennya ada dua yaitu: Budaya Organisasi dan

Iklim Organisasi.

3.4.1.1 Definisi Variabel Independen (X1)

Dalam penelitian ini yang menjadi variabel independen (X1) adalah Budaya

Organisasi. Wirawan (2007:10) mendefinisikan budaya organisasi sebagai norma,

nilai-nilai , asumsi, kepercayaan, filsafat, kebiasaan organisasi, dan sebagainya

(isi budya organisasi) yang dikembangkan dalam waktu yang lama oleh pendiri,

pemimpin, dan anggota organisasi yang disosialisasikan dan diajarkan kepada

anggota baru serta diterapkan dalam aktivitas organisasi sehingga memengaruhi

pola pikir, sikap, dan perilaku anggota organisasi dalam memproduksi produk,

melayani para konsumen, dan mencapai tujuan organisasi.

Budaya organisasi menekankan diri pada asumsi-asumsi tidak diucapkan

yang mendasari organisasi (Robert Stringer : 2000) . Stringer mengemukakan

bahwa budaya organisasi terdiri dari lima dimensi, yaitu :

1. Nilai-nilai. Nilai-nilai adalah cara-cara anggota organisasi mengevaluasi atau

mengakses sifat-sifat tertentu, kualitas, aktivitas atau perilaku sebagai baik

atau buruk, produktif, atau pemborosan.

61

2. Kepercayaan. Walaupun sering tidak dinyatakan, kepercayaan merefleksikan

pemahaman anggota organisasi mengenai cara organisasi bekerja dan

kemungkinan konsekuensi tindakan yang mereka lakukan.

3. Mite. Mite adalah cerita atau legenda mengenai organisasi dan pemimpinnya

untuk memperkuat nilai-nilai inti atau kepercayaan. Cerita menstransmisi

budaya organisasi kepada anggota baru organisasi dan memperkuat budaya

bagi anggota yang ada.

4. Tradisi. Tradisi adalah kejadian-kejadian penting yang berulang dalam suatu

organisasi. Termasuk dalam tradisi adalah ritual-ritual seperti upacara sambut

pisah, upacara promosi, pesta pensiun, atau hari ulang tahun perusahaan.

5. Norma. Norma adalah peraturan informal yang ada dalam organisasi

mengenai pakaian, kebiasan kerja, dan norma perilaku interpersonal.

3.4.1.2 Definisi Variabel Independen (X2)

Dalam penelitian ini yang menjadi variabel independen (X2) adalah Iklim

Organisasi. Stinger (dalam Wirawan, 2007) mendefinisikan bahwa iklim

organisasi sebagai koleksi dan pola lingkungan yang menentukan munculnya

motivasi serta berfokus pada persepsi-persepsi yang masuk akal atau dapat

dinilai, sehingga mempunyai pengaruh langsung terhadap kinerja anggota

organisasi.

Robert Stringer (2002) dalam Wirawan (2007:131) mengungkapkan bahwa

untuk mengukur iklim organisasi terdapat enam dimensi, diantaranya :

62

1. Struktur. Merefleksikan perasaan diorganisasi secara baik dan mempunyai

peran dan tanggung jawab yang jelas dalam lingkungan organisasi.

2. Standar-standar. Standar-standar (standards) dalam suatu organisasi

mengukur perasaan tekanan untuk meningkatkan kinerja dan derajat

kebanggaan yang dimiliki oleh anggota organisasi dalam melakukan

pekerjaan dengan baik.

3. Tanggung jawab. Merefleksikan perasaan karyawan bahwa mereka menjadi

“bos diri sendiri” dan tidak memerlukan keputusannya dilegitimasi oleh

anggota organisasi lainnya.

4. Penghargaan. Mengindikasikan bahwa anggota organisasi merasa dihargai

jika mereka dapat menyelesaikan tugas secara baik.

5. Dukungan. Merefleksikan perasaan percaya dan saling mendukung yang terus

berlangsung di antara anggota kelompok kerja

6. Komitmen. Merefleksikan perasaan bangga anggota terhadap organisasinya

dan derajat keloyalan terhadap pencapaian tujuan organisasi.

3.4.2 Variabel Dependen

Variabel dependen atau variabel terikat merupakan variabel yang

dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas, Sugiyono

(2008:59). Dalam penelitian ini variabel terikatnya adalah Kinerja. Kinerja

(prestasi kerja) adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam

melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas

kecakapan, pengalaman, dan kesungguhan serta waktu (Malayu Hasibuan:2001).

63

Menurut Rivai (2009) kinerja adalah perilaku nyata yang ditampilkan setiap orang

sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh karyawan sesuai dengan perannya

dalam perusahaan. Kinerja merupakan suatu fungsi dari motivasi dan

kemampuan. Untuk menyelesaikan tugas atau pekerjaan seseorang sepatutnya

memiliki derajat kesediaan dan tingkat kemampuan tertentu.

Veithzal Rivai (2009) mengelompokan aspek-aspek kinerja sebagai berikut :

1. Kemampuan teknis, yaitu kemampuan menggunakan pengetahuan, metode,

teknik, dan peralatan yang dipergunakan untuk melaksanakan tugas serta

pengalaman dan pelatihan yang diperolehnya.

2. Kemampuan konseptual, yaitu kemampuan untuk memahami kompleksitas

perusahaan dan penyesuaian bidang gerak dari unit masing-masing ke dalam

bidang operasional perusahaan secara menyeluruh, yang pada intinya

induvidual tersebut memahami tugas, fungsi, serta tanggung jawabnya

sebagai seorang karyawan.

3. Kemampuan hubungan interpersonal, yaitu antara lain kemampuan untuk

bekerja sama dengan orang lain, memotivasi karyawan, melakukan negosiasi,

dan lain-lain.

64

Tabel 3.1

Operasional Variabel

Variabel Pokok

Konsep Variabel Dimensi Indikator Skala

Bu

da

ya

Org

an

isa

si

(X1

)

Budaya organisasi

menekankan diri pada

asumsi-asumsi tidak

diucapkan yang

mendasari organisasi

(Robert Stringer:2002)

Nilai-nilai Sudut pandang Sikap Etika

Interval

Kepercayaan Believe system (kepercayaan yang tertanam)

Representasi pemahaman mental

Mite Cerita atau history perusahaan

Tradisi Ritual Seremoni Upacara

Norma Peraturan/tatanan Gaya Pola perilaku

Ikli

m O

rga

nis

asi

(X

2)

Iklim organisasi

merupakan koleksi dan

pola lingkungan yang

menentukan munculnya

motivasi serta berfokus

pada persepsi-persepsi

yang masuk akal atau

dapat dinilai, sehingga

mempunyai pengaruh

langsung terhadap kinerja

anggota organisasi

(Robert Stringer:2002)

Struktur Struktur organisasi Kebijakan dan

prosedur baru

Interval

Standar-standar Sistem pengukuran kinerja

Sistem evaluasi Tanggung jawab Sistem manajemen

karir Tugas tambahan

Penghargaan Pujian Bonus Promosi

Dukungan Pelatihan karyawan Pengembangan

karyawan

Komitmen Penentuan tujuan Perencanaan

Kin

erj

a

(Y)

Kinerja adalah perilaku

nyata yang ditampilkan

setiap orang sebagai

prestasi kerja yang

dihasilkan oleh karyawan

sesuai dengan perannya

dalam perusahaan

(Veithzal Rivai:2009)

Kemampuan teknis

Metode Teknik Penggunaan alat

Interval Kemampuan konseptual

Pemahaman terhadap tugas

Pemahaman terhadap fungsi

Hubungan interpersonal

Afiliasi Kerja sama

65

3.5 Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data dilakukan dalam berbagai teknik,

diantaranya :

1. Studi pendahuluan, yaitu dengan melakukan penjajakan terlebih dahulu ke

kantor MPC PT. Pos Indonesia Bandung untuk mencari informasi tentang

data-data yang diperlukan.

2. Teknik kuesioner (angket), yaitu dengan memberikan seperangkat pertanyaan

atau pernyataan tertulis kepada responden yang bersifat tertutup. Artinya

jawaban alternatif telah disediakan yang mencerminkan skala pendapat

tertentu seperti : sangat setuju, setuju, netral, tidak setuju dan sangat tidak

setuju. Dari kuesioner yang telah disebar untuk 100 orang responden di MPC

PT. Pos Indonesia Bandung, jumlah kuesioner yang kembali hanya 44 dan

sisanya sebanyak 66 buah tidak kembali. Meskipun jumlah kuesioner yang

kembali hanya 44 buah, mengacu pada teori Roscue bahwa sampel yang

hanya 44 ini sudah cukup untuk diteliti karena ukuran sampel untuk

penelitian menurut Roscue adalah antara 30-500.

3. Studi literatur, yaitu dengan mengumpulkan data kepustakaan yang

berhubungan dengan penelitian.

66

3.6 Teknik Pengolahan Data

3.6.1 Uji Validitas

Menurut Sugiyono (2004:138), uji validitas adalah untuk mengetahui tingkat

kevalidan dari instrumen kuesioner yang digunakan dalam pengumpulan data. Uji

validitas ini dilakukan untuk mengetahui apakah item-item yang tersaji dalam

kuesioner benar-benar mampu mengungkapkan dengan pasti apa yang akan

diteliti. Untuk mengukur validitas dalam penelitian ini akan dilakukan dengan

melakukan uji korelasi Pearson Product Moment. Dalam uji ini, setiap item akan

diuji relasinya dengan skor total variabel yang dimaksud. Dalam hal ini masing-

masing item yang ada di dalam variabel X dan Y akan diuji relasinya dengan skor

total variabel tersebut. Sebuah data dapat dikatakan valid apabila nilai koefisien

lebih besar atau sama dengan ( 0,30 (t kritis).

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan rumus korelasi Pearson dengan

rumus :

(Riduwan& Akdon, 2009:124)

Dimana :

rxy = Menunjukkan indeks korelasi antara dua variabel

r = Koefisien validitas item yang dicari

X = Skor yang diperoleh subjek dari seluruh item

∑ ∑ ∑

√ ∑ ∑ ∑ ∑

67

Y = Skor total

∑X2 = Jumlah kuadrat dalam skor distribusi X

∑Y2 = Jumlah kuadrat dalam skor distribusi Y

n = Banyaknya responden

Untuk menguji signifikansi hubungan, yaitu apakah hubungan yang

ditemukan itu berlaku untuk seluruh populasi, maka perlu diuji signifikansinya.

Rumus uji signifikansi korelasi product moment dengan tingkat kesalahan 5%

adalah sebagai berikut:

(Riduwan&Akdon,2009:125)

Dimana :

thitung = Nilai t

r = Nilai Koefisien Korelasi

n = Jumlah sampel

Keputusan pengujian validitas instrumen:

Jika t hitung > t tabel dinyatakan Valid

Jika thitung < t table dinyatakan Tidak Valid

21

2

r

nrthitung

68

3.6.2 Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas menurut Arikunto (1998:145), dimaksudkan untuk

mengetahui adanya konsistensi alat ukur dalam penggunaannya, atau dengan kata

lain alat ukur tersebut mempunyai hasil yang konsisten apabila digunakan berkali-

kali pada waktu yang berbeda.

Berdasarkan skala pengukuran dari butir pertanyaan maka teknik

perhitungan koefisien reliabilitas yang digunakan adalah koefisien reliabilitas

Alpha Cronbach dengan rumus sebagai berikut (Arikunto, 2006:196) :

2

2

11

στ

σb1

1k

kr

Dimana :

r11 = Reliabilitas instrumen

k = Banyaknya butir pertanyaan

2

b = Jumlah varians butir

2

1 = Varians total

Ukuran dikatakan reliabel jika ukuran tersebut memberikan hasil yang

konsisten. Dikatakan reliabel apabila nilai cronbach alpha lebih besar (>) dari 0,7.

Untuk mencari nilai varians per item menggunakan rumus varians sebagai berikut:

(Arikunto, 2006)

n

n

XX

2

2

2

69

Keterangan :

2 = varians

∑X = jumlah skor

n = jumlahresponden

Keputusan pengujian :

1. Item pertanyaan atau pertanyaan responden dikatakan reliabel jika rhitung > r

tabel.

2. Item pertanyaan atau pertanyaan responden penelitian dikatakan tidak reliabel

jika r hitumg < r tabel.

3.7 Teknik Analisis Data

Metode analisis yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah analisis

regresi berganda, dimana ada dua variabel bebas yaitu Budaya Organisasi (X1),

Iklim Organisasi (X2) dan satu variabel terikat yaitu Kinerja (Y).

Menurut Arikunto (1998:151) untuk menguji pengaruh beberapa variabel

bebas dengan variabel terikat adalah:

Y = a + b1X1 + b2X2 + e

Dimana :

Y = Variabel terikat (Kinerja)

a = Konstanta

b1,b2 = Koefisien regresi X1, X2

X1 = Variabel bebas (Budaya organisasi)

70

X2 = Variabel bebas (Iklim Organisasi)

e = Standar erorr

3.7.1 Uji Parsial (Uji t)

Uji parsial yaitu uji statistik secara individual untuk mengetahui pengaruh

masing-masing variabel bebas terhadap variabel terikat dengan menggunakan uji

t. Analisa secara parsial ini digunakan untuk menentukan variabel bebas yang

memiliki hubungan paling dominan terhadap variabel terikat sehingga dinamakan

uji t.

Menurut Riduwan dan Akdon (2009:125) uji t untuk menguji signifikasi

konstanta dan variabel independen. Dalam penelitian ini variabel independennya

adalah budaya organisasi dan iklim organisasi.

Hipotesis pertama yang diajukan dalam bentuk kalimat :

Ha : Terdapat pengaruh positif dan signifikan antara budaya organisasi

dengan kinerja karyawan.

Ho : Tidak terdapat pengaruh positif dan signifikan antara budaya

organisasi dengan kinerja karyawan.

Hipotesis dalam bentuk statistik:

Ha : r X1Y ≠ 0

Ho : r X1Y = 0

Hipotesis kedua yang diajukan dalam bentuk kalimat:

Ha : Terdapat pengaruh positif dan signifikan antara iklim organisasi dengan

kinerja.

71

Ho : Tidak terdapat pengaruh positif dan signifikan antara iklim organisasi

dengan kinerja.

Hipotesis dalam bentuk statistiknya:

Ha : r X2 Y ≠ 0

Ho : r X2 Y = 0

Uji t dilakukan dengan menggunakan rumus:

21

2

r

nrthitung

Dimana:

t hitung = Nilai t

r = Nilai Koefisien Korelasi

n = Jumlah sampel

Dasar pengambilan keputusan yaitu dengan membandingkan nilai thitung

dengan nilai ttabel sebagai berikut:

1. Jika thitung ≥ ttabel, maka tolak Ho artinya signifikan.

2. Jika thitung ≤ ttabel, terima Ho artinya tidak signifikan.

3.7.2 Uji Simultan (Uji F)

Uji F digunakan pada dasarnya menunjukkan apakah semua variabel

independen atau bebas yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh

secara bersama-sama terhadap variabel dependen atau terikat. Untuk mengetahui

signifikan tidaknya suatu korelasi berganda ini maka dilakukan dengan uji F ini.

72

Uji F menggunakan rumus (Riduwan & Akdon, 2009) :

Keterangan:

F hitung = Nilai F yang dihitung

R = Nilai Koefisien Korelasi Ganda

k = Jumlah Variabel bebas (independen)

n = Jumlah sampel

Kaidah pengujian signifikansi :

Jika F hitung ≥ F tabel, maka tolak Ho artinya signifikan

F hitung ≤ F tabel, terima Ho artinya tidak signifikan

Mencari nilai Ftable menggunakan Tabel F dengan rumus :

Taraf signifikan = 0,05

F tabel = F [(1- ) (dk =k, (dk= n-k-1)

Cara mencari interpolasi pada Tabel F. Rumus mencari interpolasi sebagai berikut

(Riduwan& Akdon, 2009:132) :

1

)1( 2

2

kn

R

k

R

Fhitung

).()(

)(0

01

010 BB

BB

CCCC

73

Dimana:

B = nilai dk yang dicari

B0 = nilai dk pada awal nilai yang sudah ada

B1 = nilai dk pada akhir nilai yang sudah ada

C = nilai F tabel yang di cari

C0 = nilai F table pada awal nilai yang sudah ada

C1 = nilai F table pada akhir nilai yang sudah ada

3.7.3 Koefisien Determinasi (R2)

Koefisien determinasi pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan

model dalam menerangkan variasi variabel independen. Nilai koefisien

determinasi adalah antara nol dan satu. Nilai R2 yang kecil berarti kemampuan

variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen amat

terbatas.

Pengujian kontribusi dari pengaruh variabel bebas (X1, X2) terhadap

variabel tidak bebas (Y) dapat dilihat dari koefisien determinasi berganda (R2)

dimana 0<R2<1. Hal ini menunjukkan jika R

2 semakin dekat dengan 1, maka

pengaruh variabel bebas (X1, X2) terhadap variabel tidak bebas (Y) semakin kuat.

Sebaliknya jika R2

semakin dekat dengan 0 maka pengaruh variabel bebas (X1,X2)

terhadap variabel tidak bebas (Y) semakin lemah.

74

3.8 Jadwal Penelitiaan

Tabel 3.2

Jadwal Penelitian

No Kegiatan Minggu Ke:

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

1. Studi

Pendahuluan

2.

Penyusunan dan

Bimbingan

Proposal

3.

Pendaftaran

Seminar

Proposal

4. Seminar

Proposal

5. Pengumpulan

Data

6. Pengolahan dan

Analisa Data

7. Penyusunan

Skripsi

9. Sidang Skripsi

10. Penyempurnaan

Skripsi

75

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Kondisi Penelitian

4.1.1 Sejarah Berdirinya PT. Pos Indonesia

PT. Pos Indonesia sebagai salah satu badan usaha milik negara (BUMN)

yang bergerak di bidang layanan pos memiliki filosofi dan historis yang

membentuk ciri khas unik dan berbeda dari perusahaan lainnya. Dunia perposan

moderen muncul di Indonesia sejak tahun 1602 pada saat VOC menguasai bumi

nusantara ini. Arus perkembangan teknologi telepon dan telegraf yang masuk ke

Indonesia pun mengubah sistem pelayanan pos di Indonesia. Pada tahun 1906, pos

di Indonesia pun akhirnya berubah menjadi Posts Telegraafend Telefoon Dienst

atau Jawatan Pos, Telegraf, dan Telepon (PTT). Cukup banyak perubahan dalam

sistem Pos Indonesia sendiri. Perubahan tersebut terlihat dari bentuk badan usaha

yang dimiliki oleh Pos Indonesia secara terus-menerus dari tahun ke tahun. Pada

tahun 1961, Pos Indonesia resmi mejadi perusahaan negara berdasarkan Peraturan

Pemerintah Nomor 240 Tahun 1961. Peraturan tersebut menyebutkan bahwa

Jawatan PTT itu kemudian berubah menjadi Perusahaan Negara Pos dan

Telekomunikasi (PN Postel). Setelah menjadi perusahaan negara, Perusahaan

Negara Pos dan Telekomunikasi (PN Postel) mengalami pemecahan menjadi

Perusahaan Negara Pos dan Giro (PN Pos dan Giro) dan Perusahaan Negara

Telekomunikasi (PN Telekomunikasi). Hal ini bertujuan untuk mencapai

perkembangan yang lebih luas lagi dari masing-masing badan usaha milik negara

76

(BUMN) ini. Hingga pada tahun 1995 dikeluarkannya Peraturan Pemerintah

Nomor 5 Tahun 1995, Perum Pos dan Giro berubah menjadi PT. Pos Indonesia

(Persero). Hal ini bertujuan untuk memberikan fleksibilitas dan kedinamisan

untuk PT. Pos Indonesia (Persero) sehingga bisa lebih baik dalam melayani

masyarakat dan menghadapi perkembangan dunia bisnis yang semakin ketat

persaingannya.

Landasan formal didirikannya Sentral Pengolahan Pos Bandung 40400

adalah berdasarkan Surat Keputusan Direksi Perum Pos dan Giro tanggal 21

Januari 1998 Nomor : 11/Pran/Dirut/1998 dan mulai beroperasi pada tanggal 15

Nopember 1988, yang diresmikan oleh Menteri Pariwisata Pos dan

Telekomunikasi tanggal 30 Nopember 1988. Adapun bangunan Sentral

Pengolahan Pos Bandung 40400 menempati luas gedung 4.146 m2 dan luas tanah

10.715 m2.

Namun dalam menyikapi pesatnya perkembangan dan perubahan

lingkungan bisnis dan tingginya tingkat persaingan dalam bisnis perposan,

sehingga menurut profesionalisme pelayanan yang tinggi dan berorientasi pada

pelanggan serta dukungan operasi yang efektif dan efisien yang mampu menjaga

pertumbuhan perusahaan pada masa sekarang dan masa yang akan datang, maka

status Sentral Pengolahan Pos Bandung 40400 berubah menjadi Mail Processing

Center Bandung 40400, berdasarkan Surat Keputusan Direksi tanggal 14 Januari

2005 No : KD 06/Dirut/0105, tentang Tata Kerja dan Organisasi Mail

Processing Center 40400, dan secara efektif beroperasi mulai tanggal 1 April

2005.

77

4.1.2 Visi, Misi, dan Motto PT. Pos Indonesia

Visi :

Menjadi pemimpin pasar di Indonesia dengan menyediakan layanan surat

pos, paket, dan logistik yang handal serta jasa keuangan yang terpercaya.

Misi :

Berkomitmen kepada pelanggan untuk menyediakan layanan yang selalau

tepat waktu dan nilai terbaik

Berkomitmen kepada karyawan untuk memberikan iklim kerja yang aman,

nyaman dan menghargai kontribusi

Berkomitmen kepada pemegang saham untuk memberikan hasil usaha yang

menguntungakan dan terus bertumbuh

Berkomitmen untuk berkontribusi positif pada masyarakat

Berkomitmen untuk berprilaku trasparan dan terpercaya kepada seluruh

pemangku kepentingan

Motto :

Tepat Waktu Setip Waktu (On Time Everytime)

4.1.3 Tugas Pokok, Fungsi, dan Struktur Organisasi

Tugas dan fungsi Mail Processing Center Bandung 40400, adalah :

1. Menerima dan mengirim kiriman pos dari dan ke Mail Processing Center

(MPC) lainnya.

78

2. Melakukan collecting dari bis surat di wilayah kota Bandung dan bis surat

pembantu kantor pos.

3. Melaksanakan proses pengolahan pos dengan aktifitas: facing, canceling,

sorting, recording, dan bagging.

4. Melakukan tutupan kantung pos ke MPC lain, kantor inbound MPC Bandung

dan DC ( Pool Antar ) MPC Bandung.

Struktur organisasi Mail Processing Center Bandung 40400 :

Gambar 4.1 Struktur Organisasi MPC PT. Pos Indonesia Bandung

KA. MPC BANDUNG 40400

MANAJER PROSES OUTGOING SURAT

MANAJER PROSES DAN ANTARAN PAKET

MANAJER DISTRIBUSI DAN TRANSPORTASI

MANAJER AUDIT DAN MUTU OPERASI

MANAJER ANTARAN

MANAJER POS INTERNASIONAL

MANAJER PROSES INCOMING SURAT

MANAJER UMUM DAN SARANA

MANAJER CABANG OPERASI

CIMAHI

MANAJER CABANG OPERASI

SOREANG

MANAJER CABANG OPERASI

SUMEDANG

MANAJER CABANG

OPERASI GARUT

79

4.1.4 Data Karyawan

Tabel 4.1

Komposisi Pegawai MPC PT. Pos Indonesia Bandung

No. Posisi/Jabatan Karyawan Kontrak

(OS) Jumlah

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

10.

11.

12.

13.

14.

15.

16.

17.

18.

19.

Kepala kantor

Manajer proses incoming surat

Manajer proses outgoing surat

Manajer proses dan antaran paket

Manajer pos internasional

Manajer distribusi dan transportasi

Manajer antaran

Manajer audit dan mutu operasi

Manajer umum dan sarana

Manajer cabang operasi Cimahi

Manajer cabang operasi Soreang

Manajer cabang operasi Sumedang

Manajer cabang operasi Garut

Supervisor delivery center

Asisten manajer

Staf proses

Sopir

Pengantar

Fungsional informasi dan teknologi

1

1

1

1

1

1

1

1

1

1

1

1

1

13

24

131

21

272

1

5

40

1

1

1

1

1

1

1

1

1

1

1

1

1

13

24

131

26

312

1

Jumlah 475 45 520

80

4.2 Pengujian Instrumen Penelitian

Skala pengukuran yang digunakan dalam penelitian adalah dengan skala

Likert. Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi

seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial (Sugiyono,2008:107).

Jawaban setiap item instrumen memiliki gradasi dari sangat positif sampai sangat

negatif :

1. Sangat setuju/sangat positif diberi skor 5

2. Setuju/positif diberi skor 4

3. Ragu-ragu/netral diberi skor 3

4. Tidak setuju/negatif diberi skor 2

5. Sangat tidak setuju/sangat negatif diberi skor 1

Berikut karakteristik dari 44 orang responden berdasarkan jenis kelamin,

usia, dan masa kerjanya :

Tabel 4.2

Karakteristik Responden Menurut Jenis Kelamin

No. Jenis Kelamin Jumlah Responden Persentase

1.

2.

Pria

Wanita

36

8

81,81 %

18,18 %

Total 44 100%

81

Tabel 4.3

Karakteristik Responden Berdasarkan Usia

No. Usia Jumlah

Responden Persentase

1.

2.

3.

4.

5.

18 ≥ 25tahun

26 ≥ 35 tahun

36 ≥ 45 tahun

46 ≥ 55 tahun

55 tahun ke atas

-

4

25

15

-

0%

9,09%

56,81%

34,04%

0%

Total 44 100%

Tabel 4.4

Karakteristik Responden Berdasarkan Masa Kerja

No. Masa kerja Jumlah

Responden

Persentase

1.

2.

3.

4.

5.

0-5 tahun

6-10 tahun

11-20 tahun

21-30 tahun

31 tahun ke atas

1

2

16

23

2

2,27%

4,54%

36,36%

52,27%

4,54%

Total 44 100%

Dari tabel di atas dapat dilihat karakteristik responden dari 44 kuesioner

yang dapat digunakan dalam pengolahan data, karyawan pria di MPC PT. Pos

Indonesia Bandung lebih dominan dari pada karyawan wanita dengan persentase

sebesar 81,81%. Sedangkan dari segi usia yang lebih dominan adalah karyawan

dengan kisaran usia antara 36-45 tahun sebanyak 25 orang dengan persentase

56,81%. Untuk masa kerja karyawan antara 21-30 tahun sebanyak 23 orang

menunjukan bahwa karyawan di MPC PT.Pos Indonesia tersebut bisa dikatakan

cukup loyal dengan persentase mencapai 52,27%.

82

Di dalam kuesioner yang diajukan pada responden jumlah keseluruhan

pernyataannya terdiri dari 46 item pernyataan dalam kalimat positif. Variabel

independen yaitu Budaya Organisasi (X1) terdiri dari 15 item pernyataan dan

Iklim Organisasi (X2) terdiri dari 20 item pernyataan, sedangkan variabel

dependen yaitu Kinerja (Y) terdiri dari 11 item pernyataan.

Tabel 4.5

Statistik Deskriptif Variabel Budaya Organisasi

Skala Frekuensi Persentase

Sangat tidak setuju

Tidak setuju

Ragu-ragu

Setuju

Sangat setuju

2

21

67

390

180

0,30%

3,1%

10,15%

59,09%

27,27%

Total 660 100%

Tabel 4.6

Statistik Deskriptif Variabel Iklim Organisasi

Skala Frekuensi Persentase

Sangat tidak setuju

Tidak setuju

Ragu-ragu

Setuju

Sangat setuju

2

24

107

487

260

0,23%

2,73%

12,16%

55,34%

29,55%

Total 880 100%

83

Tabel 4.7

Statistik Deskriptif Variabel Kinerja Karyawan

Skala Frekuensi Persentase

Sangat tidak setuju

Tidak setuju

Ragu-ragu

Setuju

Sangat setuju

0

2

25

273

184

0%

0,41%

5,17%

56,4%

38,07%

Total 484 100%

Hasil statistik deskriptif jawaban responden atas variabel budaya organisasi

pada tabel 4.5 menunjukkan bahwa mayoritas responden menjawab setuju atas

pernyataan yang diajukan. Pilihan jawaban setuju memiliki frekuensi paling besar

untuk setiap dimensi dari variabel Budaya Organisasi dengan persentase sebesar

59,09%. Hal ini menunjukkan bahwa responden setuju atas budaya organisasi

yang terbentuk kuat di MPC PT. Pos Indonesia. Sedangkan untuk variabel Iklim

Organisasi mayoritas responden juga memberikan suara setuju dengan persentase

sebesar 55,34% dan menunjukkan bahwa karyawan setuju dengan iklim

organisasi yang melukiskan lingkungan internal di dalam perusahaan mereka

sudah terbentuk dengan cukup baik dan bisa memberikan kenyamanan dan situasi

kondusif saat bekerja. Pada variabel dependen yaitu Kinerja mayoritas responden

juga memberikan suara setuju dengan persentase 56,4%. Hal ini menunjukkan

bahwa responden setuju dengan pernyataan yang diajukan oleh peneliti, dalam hal

ini karyawan setuju atas budaya yang kuat dan iklim organisasi yang terbentuk

dengan baik akan memeberikan kenyamanan bagi karyawan saat melaksanakan

84

tugas yang akan berpengaruh terhadap kinerja mereka dan kemudian akan

berpengaruh terhadap kinerja perusahaan.

4.2.1 Uji Validitas Data

Priyatno (2010) mengemukakan bahwa “uji validitas sering digunakan

untuk mengukur ketepatan suatu item dalam kuesioner atau skala, apakah item-

item pada kuesioner tersebut sudah tepat dalam mengukur apa yang ingin diukur”.

Pengujian validitas data dalam penelitian ini menggunakan metode korelasi

Bivariate Pearson (Korelasi Pearson Product Moment). Priyatno (2010)

mengemukakan bahwa :

Analisis ini dilakukan dengan cara mengkorelasikan masing-masing skor item

dengan skor total. Skor total adalah penjumlahan dari keseluruhan item. Item-

item pertanyaan yang berkorelasi signifikan dengan skor total menunjukkan

item-item tersebut mampu memberikan dukungan dalam mengungkap apa

yang ingin diungkap.

Pengujian menggunakan uji dua sisi dengan taraf signifikansi 0,05. Kriteria

pengujian kriteria pengujiannya adalah jika r hitung ≥ r tabel maka instrumen atau

item-item pernyataan berkorelasi signifikan terhadap skor total (dinyatakan valid).

Jumlah data (n) = 44, maka didapat t tabel sebesar 0,297.

Setelah dilakukan pengujian validitas data pada variabel budaya organisasi

dengan menggunakan aplikasi SPSS versi 20 semua item pernyataan sebanyak 15

pernyataandinyatakan valid, begitu pula pada variabel iklim organisasi semua

85

item pernyataan sebanyak 20 item pernyataan juga dinyatakan valid. Begitu juga

pada variabel kinerja karyawan semua item pernyataan sebanyak 11 item

dinyatakan valid. Berikut hasil uji validitas untuk masing-masing variabel

penelitian dapat dilihat pada tabel 4.8, tabel 4.9, dan tabel 4.10 :

Tabel 4.8

Hasil Uji Validitas Variabel Budaya Organisasi

Item/Pernyataan

ke t hitung t tabel Keterangan

1 0,436 0,297 Valid

2 0,537 0,297 Valid

3 0,466 0,297 Valid

4 0,628 0,297 Valid

5 0,591 0,297 Valid

6 0,319 0,297 Valid

7 0,587 0,297 Valid

8 0,663 0,297 Valid

9 0,494 0,297 Valid

10 0,659 0,297 Valid

11 0,491 0,297 Valid

12 0,626 0,297 Valid

13 0,636 0,297 Valid

14 0,525 0,297 Valid

15 0,595 0,297 Valid

86

Tabel 4.9

Hasil Uji Validitas Variabel Iklim Organisasi

Item/Pernyataan

ke t hitung t tabel Keterangan

1 0,508 0,297 Valid

2 0,386 0,297 Valid

3 0,524 0,297 Valid

4 0,567 0,297 Valid

5 0,433 0,297 Valid

6 0,627 0,297 Valid

7 0,597 0,297 Valid

8 0,594 0,297 Valid

9 0,385 0,297 Valid

10 0,618 0,297 Valid

11 0,470 0,297 Valid

12 0,702 0,297 Valid

13 0,673 0,297 Valid

14 0,655 0,297 Valid

15 0,448 0,297 Valid

16 0,687 0,297 Valid

17 0,545 0,297 Valid

18 0,619 0,297 Valid

19 0,573 0,297 Valid

20 0,453 0,297 Valid

87

Tabel 4.10

Hasil Uji Validitas Variabel Kinerja Karyawan

Item/Pernyataan

ke t hitung t tabel Keterangan

1 0,508 0,297 Valid

2 0,639 0,297 Valid

3 0,485 0,297 Valid

4 0,646 0,297 Valid

5 0,572 0,297 Valid

6 0,634 0,297 Valid

7 0,624 0,297 Valid

8 0,670 0,297 Valid

9 0,674 0,297 Valid

10 0,667 0,297 Valid

11 0,476 0,297 Valid

4.2.2 Uji Reliabilitas Data

Menurut Priyatno (2010) “uji reliabilitas digunakan untuk mengetahui

konsistensi alat ukur, apakah alat pengukur yang digunakan dapat diandalkan dan

tetap konsisten jika pengukuran tersebut diulang”. Uji reliabilitas hanya dilakukan

44 untuk item pernyataan yang valid. Uji reliabilitas data dalam penelitian ini

menggunakan metode Cronbanch’s Alpha. Menurut Sekaran (1992) dalam

Priyatno (2010:98), “reliabilitas kurang dari 0,6 adalah kurang baik, sedangkan

0,7 dapat diterima dan di atas 0,8 adalah baik”.

Setelah dilakukan pengujian reliabilitas data pada variabel budaya

organisasi dengan menggunakan aplikasi SPSS versi 20 semua item pernyataan

sebanyak 15 pernyataan dinyatakan reliabel, begitu pula pada variabel iklim

88

organisasi semua item pernyataan sebanyak 20 item pernyataan juga dinyatakan

reliabel. Pada variabel kinerja karyawan semua item pernyataan sebanyak 11 item

dinyatakan reliabel juga. Berikut hasil uji validitas untuk masing-masing variabel

penelitian dapat dilihat pada tabel 4.11, tabel 4.12, dan tabel 4.13 :

Tabel 4.11

Hasil Uji Reliabilitas Variabel Budaya Organisasi

Item/Pernyataan

ke r hitung r kritis Keterangan

1 0,733 0,70 Reliabel

2 0,730 0,70 Reliabel

3 0,733 0,70 Reliabel

4 0,720 0,70 Reliabel

5 0,727 0,70 Reliabel

6 0,737 0,70 Reliabel

7 0,725 0,70 Reliabel

8 0,718 0,70 Reliabel

9 0,727 0,70 Reliabel

10 0,719 0,70 Reliabel

11 0,730 0,70 Reliabel

12 0,724 0,70 Reliabel

13 0,725 0,70 Reliabel

14 0,731 0,70 Reliabel

15 0,720 0,70 Reliabel

89

Tabel 4.12

Hasil Uji Reliabilitas Variabel Iklim Organisasi

Item/Pernyataan

ke r hitung r kritis Keterangan

1 0,734 0,70 Reliabel

2 0,739 0,70 Reliabel

3 0,734 0,70 Reliabel

4 0,736 0,70 Reliabel

5 0,736 0,70 Reliabel

6 0,731 0,70 Reliabel

7 0,733 0,70 Reliabel

8 0,733 0,70 Reliabel

9 0,739 0,70 Reliabel

10 0,731 0,70 Reliabel

11 0,737 0,70 Reliabel

12 0,723 0,70 Reliabel

13 0,724 0,70 Reliabel

14 0,724 0,70 Reliabel

15 0,736 0,70 Reliabel

16 0,728 0,70 Reliabel

17 0,733 0,70 Reliabel

18 0,734 0,70 Reliabel

19 0,736 0,70 Reliabel

20 0,736 0,70 Reliabel

90

Tabel 4.13

Hasil Uji Reliabilitas Variabel Kinerja Karyawan

Item/Pernyataan

ke r hitung r kritis Keterangan

1 0,741 0,70 Reliabel

2 0,728 0,70 Reliabel

3 0,730 0,70 Reliabel

4 0,731 0,70 Reliabel

5 0,738 0,70 Reliabel

6 0,726 0,70 Reliabel

7 0,728 0,70 Reliabel

8 0,730 0,70 Reliabel

9 0,732 0,70 Reliabel

10 0,732 0,70 Reliabel

11 0,736 0,70 Reliabel

4.3 Pengolahan Data Penelitian

4.3.1 Analisis Regresi Linear Berganda

Analisis regresi linier berganda yang digunakan dalam penelitian ini

bertujuan untuk mengetahui sejauh mana pengaruh budaya organisasi terhadap

kinerja karyawan, pengaruh iklim organisasi terhadap kinerja karyawan, serta

pengaruh budaya dan iklim organisasi secara simultan terhadap kinerja karyawan.

Hasil analisis regresi linier berganda selengkapnya dapat dilihat pada tabel 4.14 :

91

Tabel 4.14

Tabel Coefficients Regresi Linier Berganda

Coefficientsa

Model Unstandardized

Coefficients

Standardized

Coefficients

t Sig. 95,0% Confidence Interval for B

B Std. Error Beta Lower Bound Upper Bound

1

(Constant) 10,410 4,468 2,330 ,025 1,388 19,433

total_budaya ,317 ,099 ,453 3,223 ,002 ,119 ,516

total_iklim ,210 ,074 ,397 2,829 ,007 ,060 ,361

a. Dependent Variable: total_kinerja

*Sumber : hasil pengolahan data menggunakan SPSS V20 for windows

Berdasarkan tabel di atas, maka diperoleh persamaan regresi linier berganda

sebagai berikut :

Y = a + bX1 + bX2

Y = 10,410 + 0,317X1 + 0,210X2

Keterangan :

Y = Kinerja Karyawan

X1 = Budaya Organisasi

X2 = Iklim Organisasi

Persamaan regresi di atas dapat dijelaskan sebagai berikut :

Konstanta sebesar 10,410 artinya jika budaya organisasi (X1) dan iklim

organisasi (X2) adalah 0, maka kinerja karyawan (Y) nilainya adalah 10,410.

92

Koefisien regresi variabel budaya organisasi (X1) sebesar 0,317, artinya jika

budaya organisasi mengalami kenaikan 1%, maka kinerja karyawan (Y)

akan mengalami peningkatan sebesar 0,317.

Koefisien regresi variabel iklim organisasi (X2) sebesar 0,210, artinya jika

iklim organisasi mengalami kenaikan 1% maka kinerja karyawan (Y) akan

mengalami peningkatan sebesar 0,210.

4.3.2 Analisis Korelasi (Correlation)

Korelasi menunjukkan derajat hubungan linier antara dua variabel atau

lebih, dan ukuran yang dipakai untuk menentukan derajat kekuatan korelasi antara

variabel-variabel dinamakan koefisien korelasi. Berikut hasil analisis korelasi

dengan menggunakan aplikasi SPSS V20 for windows :

Tabel 4.15

Perhitungan Korelasi Budaya Organisasi dan Iklim Organisasi

Terhadap Kinerja Karyawan

Correlations

Total_Budaya Total_Iklim Total_Kinerja

Total_Budaya

Pearson Correlation 1 ,735** ,729**

Sig. (2-tailed) ,000 ,000

N 44 44 44

Total_Iklim

Pearson Correlation ,735** 1 ,712**

Sig. (2-tailed) ,000 ,000

N 44 44 44

Total_Kinerja

Pearson Correlation ,729** ,712** 1

Sig. (2-tailed) ,000 ,000

N 44 44 44

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

*Sumber : Output SPSS V20; Correlations

93

Nilai korelasi antara budaya organisasi terhadap kinerja karyawan adalah

sebesar 0,729 . sedangkan nilai korelasi antara iklim organisasi dengan kinerja

adalah sebesar 0,712. Nilai tersebut menunjukkan bahwa korelasi antara budaya

dengan kinerja dan korelasi antara iklim organisasi dengan kinerja sama-sama

memiliki tingkat korelasi yang kuat.

Taraf signifikansi korelasi pada variabel dependen dan independen

menunjukkan nilai yang akurat karena nilai signifikansinya adalah sebesar 0,000

di bawah 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat korelasi yang nyata baik

antara budaya organisasi dengan kinerja ataupun antara iklim organisasi dengan

kinerja.

4.3.3 Uji Koefisien Determinasi (R2)

Kofisien determinasi pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan

model dalam menerangkan variasi variabel dependennya. Nilai koefisien

determinasi adalah antara nol dan satu. Nilai R2 yang kecil menunjukkan

kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel

dependen amat terbatas. Nilai yang mendekati satu menunjukkan variabel-variabel

independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk

memprediksi variasi variabel dependen. Berikut nilai koefisien determinasi

berdasarkan hasil output SPSS :

94

Tabel 4.16

Hasil Analisis Koefisien Determinasi (R2)

Model Summary

Model R R Square Adjusted R

Square

Std. Error of the

Estimate

1 ,774a ,599 ,579 2,538

a. Predictors: (Constant), Total_Iklim, Total_Budaya

*Sumber : Output SPSS V20; Model Summary

Dapat dilihat hasil analisis determinasi dari tabel di atas diperoleh angka R2 (R

Square) sebesar 0,599 atau (59,9%). Hal ini menunjukkan bahwa persentase

sumbangan pengaruh variabel independen (budaya dan iklim organisasi) terhadap

variabel dependen (kinerja karyawan) sebesar 59,9% atau variasi variabel

independen yang digunakan dalam model (budaya dan iklim organisasi) mampu

menjelaskan 59,9% variabel dependen (kinerja karyawan), sedangkan sisanya

sebesar 40,1% dipengaruhi atau dijelaskan oleh variabel lain yang tidak

dimasukkan dalam model penelitian ini. Dengan nilai koefisien determinasi

sebesar 0,599 yang lebih mendekati ke angka 1, maka bisa disimpulkan bahwa

tingkat hubungannya cukup kuat.

4.3.4 Uji Hipotesis

1. Uji Secara Parsial (Uji-t) Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap

Kinerja Karyawan

Hipotesis pertama dalam penelitian adalah Ha1 =terdapat pengaruh positif

dan signifikan antara budaya organisasi dengan kinerja karyawan. Dan Ho1 =tidak

terdapat pengaruh positif dan signifikan antara budaya organisasi dengan

95

kinerja karyawan. Pengujian hipotesis pertama dianalisis dengan menggunakan

analisis regresi linier berganda. Hasil analisis regresi linier berganda dapat dilihat

pada tabel 4.17 :

Tabel 4.17

Hasil Uji t Hipotesis Pertama

Coefficientsa

Model Unstandardized

Coefficients

Standardized

Coefficients

t Sig. 95,0% Confidence Interval for B

B Std. Error Beta Lower Bound Upper Bound

1

(Constant) 10,410 4,468 2,330 ,025 1,388 19,433

total_budaya ,317 ,099 ,453 3,223 ,002 ,119 ,516

total_iklim ,210 ,074 ,397 2,829 ,007 ,060 ,361

a. Dependent Variable: total_kinerja

*Sumber : hasil pengolahan data menggunakan SPSS V20 for windows

Pada tabel 4.17 nilai t hitung untuk variabel budaya organisasi adalah

sebesar 3,223, sedangkan nilai t tabelnya adalah sebesar 2,020 (df = 44-2-1 = 41).

Selain itu, nilai signifikansinya adalah sebesar 0,002 lebih kecil daripada taraf

signifikansi (α) 0,05. Karena nilai thitung > ttabel (3,223> 2,020) dan nilai

signifikansi lebih kecil daripada taraf signifikansi (α) 0,05 (0,002 < 0,05), maka

Ha1 diterima dan Ho1 ditolak, artinya budaya organisasi berpengaruh positif dan

signifikan terhadap kinerja karyawan.

96

2. Uji Secara Parsial (Uji-t) Pengaruh Iklim Organisasi Terhadap Kinerja

Karyawan

Hipotesis kedua dalam penelitian adalah Ha2=terdapat pengaruh positif dan

signifikan antara iklim organisasi dengan kinerja. Dan Ho2 =tidak terdapat

pengaruh positif dan signifikan antara iklim organisasi dengan kinerja. Pengujian

hipotesis kedua dianalisis dengan menggunakan analisis regresi linier berganda.

Hasil analisis regresi linier berganda dapat dilihat pada tabel 4.18 :

Tabel 4.18

Hasil Uji t Hipotesis Kedua

Coefficientsa

Model Unstandardized

Coefficients

Standardized

Coefficients

t Sig. 95,0% Confidence Interval for B

B Std. Error Beta Lower Bound Upper Bound

1

(Constant) 10,410 4,468 2,330 ,025 1,388 19,433

total_budaya ,317 ,099 ,453 3,223 ,002 ,119 ,516

total_iklim ,210 ,074 ,397 2,829 ,007 ,060 ,361

a. Dependent Variable: total_kinerja

*Sumber : hasil pengolahan data menggunakan SPSS V20 for windows

Pada tabel 4.18 nilai t hitung untuk variabel iklim organisasi adalah sebesar

2,829, sedangkan nilai t tabelnya adalah sebesar 2,020 (df = 44-2-1 = 41). Selain

itu, nilai signifikansinya adalah sebesar 0,007 lebih kecil daripada taraf

signifikansi (α) 0,05. Karena nilai thitung > ttabel (2,829> 2,020) dan nilai

signifikansi lebih kecil daripada taraf signifikansi (α) 0,05 (0,007 < 0,05), maka

Ha2 diterima dan Ho2 ditolak, artinya iklim organisasi berpengaruh positif dan

signifikan terhadap kinerja karyawan.

97

3. Uji Secara Simultan (Uji-F)

Uji simultan atau F-test digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel

independen secara bersama-sama terhadap variabel dependen. Hipotesis ketiga

dalam penelitian adalah Ha3=terdapat pengaruh positif dan signifikan antara

budaya dan iklim organisasi terhadap kinerja. Dan Ho3 =tidak terdapat pengaruh

positif dan signifikan antara budaya dan iklim organisasi terhadap kinerja.

Pengujian hipotesis kedua dianalisis dengan menggunakan analisis regresi linier

berganda. Hasil analisis regresi linier berganda dapat dilihat pada tabel 4.19 :

Tabel 4.19

Hasil Uji F Hipotesis Ketiga

ANOVAa

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1

Regression 373,216 1 373,216 47,742 ,000b

Residual 328,330 42 7,817

Total 701,545 43

a. Dependent Variable: total_kinerja

b. Predictors: (Constant), total_iklim

*Sumber : hasil pengolahan data menggunakan SPSS V20 for windows

Pada tabel 4.19 nilai F hitung adalah sebesar 47,742 sedangkan nilai F

tabelnya adalah sebesar 3,226 (df 1 = 3-1 = 2 dan df 2 = 44-2-1 = 41). Selain itu,

nilai signifikansinya adalah sebesar 0,000 lebih kecil daripada taraf signifikansi

(α) 0,05. Karena nilai Fhitung > Ftabel (47,742 > 3,226) dan nilai signifikansi lebih

kecil dari pada taraf signifikansi (α) 0,05 (0,000 < 0,05), maka Ha3 diterima dan

Ho3 ditolak, artinya budaya dan iklim organisasi secara simultan berpengaruh

positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan.

98

4.4 Analisis Hasil Pengolahan Data Penelitian

4.4.1 Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Karyawan

Berdasarkan output analisis regresi berganda pada tabel 4.14 diperoleh

persamaan Y = 10,410 + 0,317X1 + 0,210X2. Koefisien regresi variabel budaya

organisasi (X1) sebesar 0,317 bernilai positif,hal ini menunjukkan bahwa budaya

organisasi memiliki hubungan yang searah dengan kinerja karyawan, artinya jika

budaya organisasi mengalami kenaikan 1%, maka kinerja karyawan (Y) akan

mengalami peningkatan sebesar 0,317 atau 31,7%.

Dilihat dari output koefisien korelasi pada tabel 4.15 yaitu sebesar 0,729,

nilai korelasi bertanda positif yang artinya terdapat kecenderungan berbanding

lurus dan searah antara budaya organisasi dengan dengan kinerja karyawan dan

menunjukkan hubungan yang kuat. Hasil output signifikansi korelasi pada

variabel independen dan dependen sebesar 0,000 lebih kecil dari 0,05

menunjukkan adanya korelasi yang nyata antara budaya organisasi dengan kinerja

karyawan.

Berdasarkan hasil uji t diperoleh thitung > ttabel (3,223 > 2,020) sehingga Ha1

diterima dan Ho1 ditolak, serta t bernilai positif menunjukkan bahwa budaya

organisasi memiliki hubungan yang searah dengan kinerja karyawan. Nilai

signifikansinya adalah sebesar 0,002 lebih kecil daripada taraf signifikansi (α)

0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa budaya organisasi secara parsial

berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan.

99

4.4.2 Pengaruh Iklim Organisasi Terhadap Kinerja Karyawan

Berdasarkan output analisis regresi berganda pada tabel 4.14 diperoleh

persamaan Y = 10,410 + 0,317X1 + 0,210X2. Koefisien regresi variabel iklim

organisasi (X2) sebesar 0,210 bernilai positif,hal ini menunjukkan bahwa iklim

organisasi memiliki hubungan yang searah dengan kinerja karyawan, artinya jika

iklim organisasi mengalami kenaikan 1%, maka kinerja karyawan (Y) akan

mengalami peningkatan sebesar 0,210 atau 21%.

Dilihat dari output koefisien korelasi pada tabel 4.15 yaitu sebesar 0,712,

nilai korelasi bertanda positif yang artinya terdapat kecenderungan berbanding

lurus dan searah antara iklim organisasi dengan kinerja karyawan dan

menunjukkan hubungan yang kuat. Hasil output signifikansi korelasi pada

variabel independen dan dependen sebesar 0,000 lebih kecil dari 0,05

menunjukkan adanya korelasi yang nyata antara iklim organisasi dengan kinerja

karyawan.

Berdasarkan hasil uji t diperoleh thitung > ttabel (2,829> 2,020) sehingga Ha2

diterima dan Ho2 ditolak, serta t bernilai positif menunjukkan bahwa budaya

organisasi memiliki hubungan yang searah dengan kinerja karyawan. Nilai

signifikansinya adalah sebesar 0,007 lebih kecil daripada taraf signifikansi (α)

0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa iklim organisasi secara parsial

berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan.

100

4.4.3 Pengaruh Budaya dan Iklim Organisasi Terhadap Kinerja Karyawan

Berdasarkan output analisis regresi berganda pada tabel 4.14 diperoleh

persamaan Y = 10,410 + 0,317X1 + 0,210X2. Koefisien regresi variabel budaya

organisasi (X1) sebesar 0,317 bernilai positif, artinya jika budaya organisasi

mengalami kenaikan 1%, maka kinerja karyawan (Y) akan mengalami

peningkatan sebesar 0,317 atau 31,7%. Sedangkan koefisien regresi variabel iklim

organisasi (X2) sebesar 0,210 bernilai positif mengartikan bahwa jika iklim

organisasi mengalami kenaikan 1%, maka kinerja karyawan (Y) akan mengalami

peningkatan sebesar 0,210 atau 21%.

Berdasarkan hasil uji simultan atau uji F diperoleh nilai Fhitung sebesar

sebesar 47,742 sedangkan nilai F tabelnya adalah sebesar 3,226. Nilai Fhitung >

Ftabel (47,742 > 3,226) dan nilai signifikansi lebih kecil dari pada taraf signifikansi

(α) 0,05 (0,000 < 0,05), maka Ha3 diterima dan Ho3 ditolak, artinya budaya dan

iklim organisasi secara simultan berpengaruh positif dan signifikan terhadap

kinerja karyawan.

Dari hasil output koefisien determinasi atau R square pada tabel 4.16

diperoleh nilai sebesar 0,599 atau (59,9%). Hal ini menunjukkan bahwa

persentase sumbangan pengaruh variabel independen (budaya organisasi dan

iklim organisasi) terhadap variabel dependen (kinerja karyawan) memiliki

kekuatan sebsesar 59,9% atau variasi variabel independen yang digunakan dalam

model (budaya dan iklim organisasi) mampu menjelaskan 59,9% variabel

dependen (kinerja karyawan). Sedangkan sisanya sebesar 40,1% dipengaruhi atau

dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model penelitian ini.

101

Dengan nilai koefisien determinasi sebesar 0,599 yang lebih mendekati ke angka

1, maka bisa disimpulkan bahwa tingkat hubungannya cukup kuat.

102

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh budaya dan iklim

organisasi terhadap kinerja karyawan di MPC PT. Pos Indonesia Bandung.

Berdasarkan analisis data dan pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat

ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Budaya organisasi secara parsial berpengaruh positif dan signifikan terhadap

kinerja karyawan. Hal ini dapat dilihat dari nilai thitung > ttabel (3,223 > 2,020)

sehingga Ha1 diterima dan Ho1 ditolak, dan nilai signifikansi < taraf

signifikansi (α) 0,05 yaitu sebesar (0,002 < 0,05).

2. Iklim organisasi secara parsial berpengaruh positif dan signifikan terhadap

kinerja karyawan. Hal ini dapat dilihat dari nilai thitung > ttabel (2,829> 2,020)

sehingga Ha2 diterima dan Ho2 ditolak, dan nilai signifikansi < taraf

signifikansi (α) 0,05 yaitu sebesar (0,007 < 0,05).

3. Budaya dan iklim organisasi secara simultan berpengaruh positif dan

signifikan terhadap kinerja karyawan. Hal ini dapat dilihat dari nilai Fhitung >

Ftabel (47,742 > 3,226) sehingga Ha3 diterima dan Ho3 ditolak, dan nilai

signifikansi < taraf signifikansi (α) 0,05 yaitu sebesar (0,000 < 0,05).

Dari hasil output koefisien determinasi atau R square pada tabel 4.16

diperoleh nilai sebesar 0,599 atau (59,9%). Hal ini menunjukkan bahwa

persentase sumbangan pengaruh variabel independen (budaya organisasi dan

103

iklim organisasi) terhadap variabel dependen (kinerja karyawan) memiliki

kekuatan sebsesar 59,9%. Sedangkan sisanya sebesar 40,1% dipengaruhi atau

dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model penelitian

ini. Dengan nilai koefisien determinasi sebesar 0,599 yang lebih mendekati ke

angka 1, maka bisa disimpulkan bahwa tingkat hubungannya cukup kuat.

5.2 Saran

Setelah menganalisis hasil dari penelitian tentang pengaruh budaya dan

iklim organisasi terhadap kinerja yang telah dilakukan di MPC PT. Pos Indonesia,

berikut saran-saran yang diajukan oleh peneliti :

1. PT. Pos Indonesia harus tetap mempertahankan budaya organisasi yang sudah

terbentuk dengan kuat dan juga terus menjaga budaya organisasi dalam tubuh

perusahaan karena budaya organisasi merupakan sekumpulan nilai yang

menjadi pedoman dan tolak ukur bagi individu dalam bersikap dan

berperilaku.

2. Sesuai dengan salah satu misi PT. Pos Indonesia yang bersinggungan dengan

iklim organisasi yaitu “Berkomitmen kepada karyawan untuk memberikan

iklim kerja yang aman, nyaman dan menghargai kontribusi”, PT. Pos

Indonesia diharapkan tetap konsisten dalam menciptakan iklim kerja yang

aman, bersih, dan sehat bagi karyawan. Sehingga dengan iklim organisasi

yang demikian diharapkan bisa menciptakan suasana nyaman, tenang, dan

kondusif bagi karyawan dalam melaksanakan tugas-tugasnya.

104

3. Budaya organisasi yang telah terbentuk kuat di MPC PT. Pos Indonesia

Bandung diharapkan tidak luntur dan tetap terjaga, karena sudah terbukti

budaya organisasi yang kuat memiliki pengaruh yang besar terhadap

komitmen individu yang tinggi. Begitu juga dengan iklim organisasi, kualitas

iklim organisasi yang baik dan harmonis akan menciptakan keharmonisan

pula di antara karyawan sehingga akan tercipta pula kerja sama antar individu

yang selaras dan harmonis.

4. Untuk penelitian selanjutnya diharapkan memperluas sampel penelitian tidak

hanya di satu perusahaan sehingga hasil penelitiannya dapat lebih

tergeneralisasi.