BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.unair.ac.id/108933/4/4. BAB I PENDAHULUAN.pdfNomor 14...

38
IR PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 1 SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA IKATAN… ANTONIO FERNANDO BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perilaku memilih merupakan hal yang selalu menarik untuk dikaji dan dibahas. Khususnya perilaku memilih kelompok masyarakat minoritas, yang dalam hal ini adalah etnis Tionghoa di Indonesia. Tionghoa merupakan salah satu etnis minoritas yang ada di Indonesia dan sudah ada sejak jaman dahulu, bahkan sebelum era penjajahan Belanda. Sebagai etnis minoritas, sejarah mencatat bahwa partisipasi politiknya tidak sebebas etnis lainnya seperti Jawa, Sunda, dan lain-lain yang merupakan etnis “asli” dan jumlahnya lebih banyak. Keturunan Tionghoa di Indonesia awalnya bahkan dapat dianggap cukup pasif dalam bidang politik. Keterlibatan etnis Tionghoa dalam politik dapat ditelusuri melalui sejarah pergerakannya. Pada awalnya yang menjadi orientasi dari kedatangan etnis Tionghoa di Indonesia adalah berdagang dan menyebarkan agama. Salah satunya agama Islam yang disebarkan oleh Laksanama Cheng Ho pada abad ke-15 (Tan, 2008). Namun dengan berbagai permasalahan dan diskriminasi yang timbul di kemudian hari, memicu etnis Tionghoa untuk turut andil dalam politik. Hal ini bermula ketika pemerintah baik dari jaman penjajahan sampai era kemerdekaan bersikap diskriminatif terhadap eksistensi etnis Tionghoa. Salah satu kebijakan paling awal yang diterapkan oleh pemerintah Hindia Belanda terhadap etnis Tionghoa adalah sistem opsir yang diterapkan pada awal abad ke-17 (Suryadinata, 2002). Pemerintah Hindia Belanda menunjuk satu orang dari etnis Tionghoa untuk dijadikan seorang opsir atau yang kala itu disebut sebagai Kapitein. Gelar ini diberikan kepada kepala kelompok dari suatu etnis dalam hal ini adalah etnis Tionghoa. Seorang Kapitein mendapatkan kekuasaan dari pemerintah Hindia Belanda untuk mengurus kelompok etnisnya terkait agama dan adat istiadat. Sistem ini pada awalnya efektif untuk mengontrol pergerakan etnis Tionghoa, sampai pada akhirnya kekuatan etnis Tionghoa dianggap membahayakan sehingga dilakukan pembantaian pada tahun 1740 untuk menekan kembali etnis Tionghoa.

Transcript of BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.unair.ac.id/108933/4/4. BAB I PENDAHULUAN.pdfNomor 14...

Page 1: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.unair.ac.id/108933/4/4. BAB I PENDAHULUAN.pdfNomor 14 tahun 1967 mengenai larangan pertunjukan kebudayaan Tionghoa. Bahkan salah satu

IR – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

1 SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA IKATAN… ANTONIO FERNANDO

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perilaku memilih merupakan hal yang selalu menarik untuk dikaji dan

dibahas. Khususnya perilaku memilih kelompok masyarakat minoritas, yang dalam

hal ini adalah etnis Tionghoa di Indonesia. Tionghoa merupakan salah satu etnis

minoritas yang ada di Indonesia dan sudah ada sejak jaman dahulu, bahkan sebelum

era penjajahan Belanda. Sebagai etnis minoritas, sejarah mencatat bahwa partisipasi

politiknya tidak sebebas etnis lainnya seperti Jawa, Sunda, dan lain-lain yang

merupakan etnis “asli” dan jumlahnya lebih banyak. Keturunan Tionghoa di

Indonesia awalnya bahkan dapat dianggap cukup pasif dalam bidang politik.

Keterlibatan etnis Tionghoa dalam politik dapat ditelusuri melalui sejarah

pergerakannya.

Pada awalnya yang menjadi orientasi dari kedatangan etnis Tionghoa di

Indonesia adalah berdagang dan menyebarkan agama. Salah satunya agama Islam

yang disebarkan oleh Laksanama Cheng Ho pada abad ke-15 (Tan, 2008). Namun

dengan berbagai permasalahan dan diskriminasi yang timbul di kemudian hari,

memicu etnis Tionghoa untuk turut andil dalam politik. Hal ini bermula ketika

pemerintah baik dari jaman penjajahan sampai era kemerdekaan bersikap

diskriminatif terhadap eksistensi etnis Tionghoa.

Salah satu kebijakan paling awal yang diterapkan oleh pemerintah Hindia

Belanda terhadap etnis Tionghoa adalah sistem opsir yang diterapkan pada awal

abad ke-17 (Suryadinata, 2002). Pemerintah Hindia Belanda menunjuk satu orang

dari etnis Tionghoa untuk dijadikan seorang opsir atau yang kala itu disebut sebagai

Kapitein. Gelar ini diberikan kepada kepala kelompok dari suatu etnis dalam hal ini

adalah etnis Tionghoa. Seorang Kapitein mendapatkan kekuasaan dari pemerintah

Hindia Belanda untuk mengurus kelompok etnisnya terkait agama dan adat istiadat.

Sistem ini pada awalnya efektif untuk mengontrol pergerakan etnis Tionghoa,

sampai pada akhirnya kekuatan etnis Tionghoa dianggap membahayakan sehingga

dilakukan pembantaian pada tahun 1740 untuk menekan kembali etnis Tionghoa.

Page 2: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.unair.ac.id/108933/4/4. BAB I PENDAHULUAN.pdfNomor 14 tahun 1967 mengenai larangan pertunjukan kebudayaan Tionghoa. Bahkan salah satu

IR – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

2 SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA IKATAN… ANTONIO FERNANDO

Sistem ini kemudian dihapus pada awal abad ke-20 karena dianggap tidak lagi

berguna dan muncul protes dari etnis Tionghoa yang menganggap eksistensi sistem

opsir hanya demi keuntungan pihak Belanda dan tidak menghormati etnis

Tionghoa.

Sistem kedua adalah pemisahan pemukiman. Etnis Tionghoa ditempatkan

untuk tinggal di kota dalam suatu kawasan khusus yang dikenal dengan nama

pecinan. Sedangkan pribumi tinggal di desa jauh dari perkotaan. Hal ini dilakukan

untuk mempermudah administrasi oleh pihak pemerintah kolonial apabila ingin

menunjuk seorang kepala kelompok etnis. Kemudian pemisahan antara etnis

Tionghoa dan pribumi bertujuan untuk menjaga stabilitas dan menghindari adanya

goncangan. Selain itu pemerintahan Hindia Belanda juga diuntungkan secara

ekonomi dan politik karena segala kegiatan etnis Tionghoa dapat lebih mudah

diawasi pergerakannya, demi menghindari peluang terjadi perlawanan di masa

mendatang.

Kemudian sistem selanjutnya yang diterapkan oleh pemerintah Hindia

Belanda adalah sistem status. Sistem ini membagi penduduk Hindia Belanda

menjadi 4 golongan (Suryadinata, 2002). Golongan pertama diisi oleh orang Eropa,

golongan kedua orang-orang yang disejajarkan dengan orang Eropa, golongan

ketiga pribumi, dan golongan keempat adalah etnis Tionghoa. Pemerintah Hindia

Belanda juga mengontrol jalannya perekonomian etnis Tionghoa (Suryadinata,

2002). Modal dan kemampuan ekonomi yang baik dari etnis Tionghoa

menyebabkan kekhawatiran pemerintah Hindia Belanda apabila bisnis VOC dapat

terusik. Sehingga para pedagang Tionghoa dibatasi untuk menekan pengaruhnya di

pasar. Pasca jatuhnya VOC, kekuatan pedagang Tionghoa kembali menguat.

Kemudian muncul kembali kebijakan untuk melarang pedagang Tionghoa dan non-

Kristen untuk membawa barangnya langsung dari negara lain ke Batavia. Sehingga

etnis Tionghoa menjadi pedagang menengah diantara pedagang besar Eropa dan

bisnis kecil pribumi.

Sejarah keterlibatan etnis Tionghoa dalam bidang politik di Indonesia pada

era pasca kemerdekaan juga dipengaruhi kebijakan-kebijakan yang pernah

Page 3: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.unair.ac.id/108933/4/4. BAB I PENDAHULUAN.pdfNomor 14 tahun 1967 mengenai larangan pertunjukan kebudayaan Tionghoa. Bahkan salah satu

IR – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

3 SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA IKATAN… ANTONIO FERNANDO

dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia pasca kemerdekaan Indonesia terkait

keberadaan dari etnis Tionghoa. Pasca kemerdekaan Indonesia, terdapat dua Orde

pemerintahan yakni Orde Lama dan Orde Baru. Masing-masing Orde juga memiliki

sikap yang berbeda terhadap etnis Tionghoa. Dalam segi politik, pemerintah orde

lama memperbolehkan adnaya berbagai organisasi masyarakat etnis Tionghoa

untuk berdiri. Namun pasca G30SPKI pada tahun 1965 organisasi masyarakat etnis

Tionghoa yang dianggap berhaluan kiri mulai dilarang. Hal ini dilakukan oleh

pemerintah Orde Baru karena organisasi Tionghoa dipandang eksklusif , sehingga

diharapkan seluruh masyarakat Tionghoa untuk dapat berasimiliasi dengan

organisasi pribumi yang sudah ada sebelumnya.

Di sisi lain, dalam hal pendidikan etnis Tionghoa padal awalnya tidak

mendapat perhatian khusus. Namun begitu pemerintah semakin kokoh

kekuasaanya, semua sekolah mulai diindonesiakan baik mata pelajaran dan tenaga

pengajarnya. Sehingga pada tahun 1958 ribuan sekolah berbasis Tionghoa beralih

menjadi sekolah dengan basis bahasa Indonesia (Suryadinata, 2002). Namun masih

ada beberapa sekolah yang bertahan, sampai pada akhirnya setelah peristiwa

G30SPKI yang dianggap memiliki keterlibatan dengan Beijing menyebabkan

banyak sekolah Tionghoa pro-Beijing kemudian ditutup.

Kebudayaan juga menjadi hal yang diatur oleh pemerintah, Pembatasan

penggunaan bahasa Tionghoa ditekankan untuk mempromosikan penggunaan

bahasa Indonesia. Berbagai koran berbahasa Tionghoa juga ditutup, hanya sebagian

kecil yang tetap diperbolehkan untuk beredar. Penggunaan nama berbahasa

Tionghoa juga dibatasi dan diarahkan untuk menggunakan nama yang lebih

Indonesia. Meskipun ganti nama tidak diwajibkan namun ada tekanan halus yang

diberikan oleh pemerintah dengan menganggap penggantian nama sebagai bentuk

kesetiaan bagi Indonesia. Dalam hal beragama, etnis Tionghoa memperoleh

kebebasnnya dalam beragama. Namun pada masa orde Baru, agama konghucu

dihapus dan tidak lagi dianggap sebagai agama yang diakui negara. Hal ini

disebabkan agama Konghucu yang identik dengan etnis Tionghoa dan pemerintah

ingin orang Tionghoa melebur menjadi pribumi.

Page 4: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.unair.ac.id/108933/4/4. BAB I PENDAHULUAN.pdfNomor 14 tahun 1967 mengenai larangan pertunjukan kebudayaan Tionghoa. Bahkan salah satu

IR – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

4 SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA IKATAN… ANTONIO FERNANDO

Masyarakat Tionghoa menyadari tekanan yang diberikan kepada mereka.

Secara perlahan mereka melakukan pergerakan khususnya pada bidang politik

untuk mencoba mengatasi permasalahan tersebut. Sejarah pergerakan etnis

Tionghoa tercatat dimulai pada awal abad ke-20, ketika etnis Tionghoa yang

kemudian seiring berjalannya waktu terbagi menjadi Tionghoda totok dan Tionghoa

peranakan (Suryadinata, 2002). Tionghoa totok adalah pendatang baru yang masih

memiliki hubungan yang erat dengan China, sehingga berorientasi dengan tanah

leluhurnya. Kaum Tionghoa totok bahkan sempat mendirikan beberapa organisasi

yang berorientasi ke negara China seperti Tionghoa Kwee Koan, Soe Po Sia, dan

Siang Hwee. Ketiganya beridir pada awal abad ke-20. Sedangkan Tionghoa

peranakan merupakan orang Tionghoa yang lahir dan besar di Hindia Belanda,

nama Indonesia saat itu, sehingga lebih berorientasi ke Hindia Belanda.

Pada awalnya kekuatan Tionghoa totok lebih besar dari pada Tionghoa

peranakan, namun kemudian pada pertengahan tahun 1920-an, perkembangan

Tionghoa peranakan semakin meningkat pesat. Menurunnya pengaruh Tionghoa

totok juga disebabkan terhentinya imigrasi dari China. Meningkatnya kekuatan

kaum Tionghoa peranakan menyebabkan munculnya Chung Hwa Hui (CHH) yang

didirikan pada tahun 1928 dan merupakan partai pertama yang didirikan oleh

Tionghoa peranakan. Namun karena CHH yang terlalu pro-Belanda menyebabkan

kaum Tionghoa peranakan yang tidak setuju membentuk partai politki baru yang

lebih pro-Indonesia pada tahun 1938 bernama Partai Tionghoa Indonesia (PTI).

Demikian kekuatan kaum Tionghoa peranakan yang mulai bangkit terbagi kembali.

Namun terbaginya kekuatan antara Tionghoa peranakan tidak berlangsung lama.

Begitu Indonesia merdeka pada tahun 1945, PTI menjadi semakin kuat meski

sebelumnya kekuatannya sempat sebanding dengan CHH. Berkembangnya PTI

diikuti oleh beberapa perubahan nama menjadi Persatuan Tionghoa (1948), Partai

Demokrat Tionghoa Indonesia (PDTI) pada tahun 1950.

Pada tahun 1954 PDTI melebur bersama organisasi peranakan yang lain

menjadi sebuah organisasi sosial politik yang baru dan berorientasi Indonesia.

Organisasi ini bernama Badan Permusjawaratan Kewarganegaraan Indonesia

Page 5: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.unair.ac.id/108933/4/4. BAB I PENDAHULUAN.pdfNomor 14 tahun 1967 mengenai larangan pertunjukan kebudayaan Tionghoa. Bahkan salah satu

IR – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

5 SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA IKATAN… ANTONIO FERNANDO

(Baperki). Namun sikap Baperki yang dianggap terlalu kekirian dan cenderung

memisahkan diri dari masyarakat pribumo menyebabkan kekecewaan dikalangan

pemuda peranakan. Kekecewaan ini kemudian memuncak dan menghasilkan

organisasi baru bernama Lembaga Pembinaan Kesatuan Bangsa (LPKB).

Organisasi inilah yang menyuarakan asimilasi penuh dari kaum minoritas Tionghoa

ke dalam kaum pribumi. Inilah yang menjadi puncak dari pergerakan kaum

Tionghoa yang berorientasi ke Indonesia.

Meski kekuatan Tionghoa peranakan semakin berkembang, Tionghoa totok

tetap berusaha untuk mempertahankan prinsipnya dengan berorientasi ke negara

asal mereka. Kemudian Tionghoa totok ini terbelah menjadi dua kelompok yaitu

yang berorientasi ke Taipei dan yang berorientasi ke Peking. Barulah pada awal

1960-an, prinsip sebagian kaum Tionghoa totok ini mulai pudar dan perlahan

bergeser menjadi pro-Indonesia. Hal ini ditunjukkan melalui beberapa surat kabar

berbahasa mandarin yang diterbitkan saat itu. Namun sikap ini hanya ditunjukkan

sebagian kecil dari kaum Tionghoa totok bila dibandingkan dengan yang masih

berorientasi ke China. Sejarah diatas menunjukkan bahwa kesadaran politik orang

Tionghoa sudah ada sejak lama dan dilandasi oleh kesadaran bahwa pentingnya

keterlibatan dalam politik untuk membela kepentingan orang Tionghoa yang pada

waktu itu termarginalkan.

Etnis Tionghoa pada awalnya tidak memiliki kesadaran politik yang cukup

untuk melakukan suatu pergerakan. Sampai pada awal abad ke-20 mulai terbentuk

banyak organisasi berbasis Tionghoa dengan bebagai orientasinya. Sampai pada

kemerdekaan Indonesia, setidaknya pergerakan etnis Tionghoa selalu dilandasi

pada kesamaan identitas. Hal ini menunjukkan bagaimana besarnya pengaruh

identitas dalam membangun kekuatan politik etnis Tionghoa. Barulah pada saat

memasuki era Orde Baru yang menggalakkan asimilasi dan peleburan, etnis

Tionghoa mulai masuk ke berbagai kelompok dan organisasi milik atau bersama

pribumi. Hal ini ditunjukkan melalui terciptanya kerjasama antara etnis Tionghoa

dengan pribumi baik dari segi pergerakan sampai pada hal ekonomi. Hal ini

dilakukan dengan tujuan mengurangi stigma eksklusif etnis Tionghoa. Selain itu,

Page 6: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.unair.ac.id/108933/4/4. BAB I PENDAHULUAN.pdfNomor 14 tahun 1967 mengenai larangan pertunjukan kebudayaan Tionghoa. Bahkan salah satu

IR – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

6 SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA IKATAN… ANTONIO FERNANDO

tercetus juga ide sebagian etnis Tionghoa untuk mengubah agamanya menjadi

Islam untuk memperlancar proses asimilasi dengan pribumi. Kemudian juga

muncul ide untuk merestrukturasi perekonomian Indonesia. Menyadari munculnya

sentimen terhadap etnis Tionghoa seringkali karena permasalahan ekonomi.

Namun meski begitu masih sulit bagi kelompok minoritas Tionghoa untuk

dapat berperan dalam panggung perpolitikan di Indonesia. Sepanjang era Orde Baru

tidak seorang pun menteri diangkat dari etnis Tionghoa, kecuali kabinet terakhir

yang hanya berumur sebulan sebelum turunnya Soeharto. Disisi lain kedekatan

beberapa tokoh Tionghoa dengan penguasa tidak dapat dipungkiri. Orang-orang ini

yang kemudian mewakili kepentingan minoritas Tionghoa kepada para penguasa.

Sistem cukong yang marak pada jaman Orde Baru juga menjadi saluran aspirasi

etnis Tionghoa kepada penguasa.

Pasca jatuhnya Orde Baru, ada tendensi untuk kembali merangkul orang

Tionghoa. Beberapa usaha dilakukan oleh pemerintah untuk menciptakan

lingkungan politik yang lebih nyaman dan aman bagi etnis Tionghoa. Perubahan

besar tersebut dimulai oleh kebijakan Presiden Abdurrahman Wahid yang

menghapus kekakngan terhadap budaya etnis Tionghoa dengan mencabut Inpres

Nomor 14 tahun 1967 mengenai larangan pertunjukan kebudayaan Tionghoa.

Bahkan salah satu menteri beliau merupakan etnis Tionghoa bernama Kwik Kian

Gie yang diamanahkan sebagai Menteri Koordinator Ekonomi. Pasca jatuhnya Gus

Dur, etnis Tionghoa tetap diperhatikan oleh pemerintahan Presiden Megawati yang

menetapkan hari raya Imlek sebagai salah satu dari hari libur nasional pada tahun

2012. Presiden selanjutnya yakin Susilo Bambang Yudhoyono juga mengangkat

seorang menteri perempuan pertama dari etnis Tionghoa. Bahkan pada era ini,

presiden menghapus istilah “Cina” yang dianggap diskriminatif dan diganti dengan

istilah Tionghoa.

Berbagai sikap pemerintah pasca reformasi menunjukkan bahwa etnis

Tionghoa mulai diperhitungkan dalam dunia politik, namun tentunya

membutuhkan proses. Hal ini ditunjukkan dengan berdirinya 3 partai politik oleh

etnis Tionghoa menjelang Pemilu 1999. Partai Bhinneka Tunggal Ika Indonesia,

Page 7: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.unair.ac.id/108933/4/4. BAB I PENDAHULUAN.pdfNomor 14 tahun 1967 mengenai larangan pertunjukan kebudayaan Tionghoa. Bahkan salah satu

IR – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

7 SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA IKATAN… ANTONIO FERNANDO

Partai Reformasi Tionghoa Indonesia, dan Partai Pembauran Indonesia. Pada

Pemilu 2004 juga etnis Tiongha mencoba untuk berdinamika dalam pemilihan.

Namun baik pada Pemilu 1999 maupun 2004 etnis Tionghoa kurang mampu

mengangkat namanya. Karena pada masa itu masyarakat Tionhoa kebanyakan

belum tertarik pada politik akibat masih terasa dampak dari kebijakan Orde Baru

yang memfokuskan orang Tionghoa pada bidang ekonomi.

Namun begitu muncul Kwik Kian Gie sebagai menteri beretnis Tionhgoa

pertama, hal ini mulai menarik perhatian etnis Tionghoa kepada politik. Kemudian

menjadi efek domino dengan meningkatnya partisipasi pemilih dari etnis Tionghoa

setiap tahunnya. Pada pemilu 2009 partisipasi masyarakat Tionghoa di bidang

politik semakin besar. Hal ini diawali dengan lahirnya Undang-undang

Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnik. Sehingga banyak dari etnis Tionghoa

yang bergabung dengan partai-partai yang sudah ada. Bahkan dikemudian hari

calon dari etnis Tionghoa juga mulai diterima baik dari etnis Tionghoa itu sendiri

maupun kelompok masyarakat lainnya. Salah satu contoh nyata adalah kemenangan

Jokowi-Ahok pada Pilkada DKI 2012. Untuk pertama kalinya, ibukota DKI Jakarta

dipimpin oleh seorang etnis minoritas Tionghoa. Selain itu di daerah lainnya juga

mulai banyak bermunculan calon legislatif dari etnis Tionghoa.

Partisipasi etnis Tionghoa juga diperkirakan mengalami peningkatan dalam

Pemilu 2019. Terdapat peningkatan jumlah calon legislatif dari etnis Tionghoa juga

pemilih dari etnis Tionghoa. Salah satu contohnya adalah keikutsertaan partai baru

bernama Partai Solidaritas Indonesia yang didirikan dan dipimpin oleh seorang

etnis Tionghoa bernama Grace Natalie. Sebagai partai debut, PSI tidak mampu lolos

ke DPR RI karena terhalang ambang batas parlemen sebesar 4% sedangkan PSI

hanya mampu meraup suara 1,89% pada tingkat nasional. Namun hal menarik

muncul pada daerah pemilihan DKI Jakarta karena PSI sebagai partai debut mampu

mencapai peringkat 4 suara terbanyak di DKI Jakarta setelah PDIP, PKS, dan

Gerindra dengan perolehan suara sebesar 8,6% atau 502.579 suara. Bahkan ketua

umum PSI, Grace Natalie menjadi calon legislatif DPR RI dengan perolehan suara

tertinggi di Dapil DKI Jakarta III sebesar 179.949 suara. Hal ini tentunya

Page 8: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.unair.ac.id/108933/4/4. BAB I PENDAHULUAN.pdfNomor 14 tahun 1967 mengenai larangan pertunjukan kebudayaan Tionghoa. Bahkan salah satu

IR – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

8 SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA IKATAN… ANTONIO FERNANDO

mengejutkan mengingat bahwa Ketua Umum PSI merupakan etnis tionghoa yang

merupakan etnis minoritas. Tokoh-tokoh penting PSI lainnya juga sebagian

merupakan etnis minoritas.

Tidak lupa kasus penistaan agama oleh Basuki Tjahaja Purnama menjelang

Pilkada DKI 2017 semakin mempertajam sensitifitas antara mayoritas dengan

minoritas. Melalui fakta tersebut, dapat diperkirakan bahwa pemilih PSI khususnya

Grace Natalie sebagian besar merupakan masyarakat etnis Tionghoa. Perolehan

suara Grace Natalie yang sangat tinggi di Jakarta Barat dan Utara juga sejalan

dengan fakta bahwa sebagian besar masyarakat etnis tionghoa di DKI Jakarta

bertempat tinggal di Jakarta Barat dan Jakarta Utara. PSI merupakan bukti nyata

dari keterlibatan politik oleh etnis Tionghoa khususnya dari kalangan

berpendidikan. Namun bagaimanakah dengan pemilih dari etnis Tionghoa yang

banyak dari mereka masih awam dengan dunia politik?

Selain PSI menunjukkan eksistensi politisi Tionghoa, PSI juga membawa

narasi pluralitas dan narasi toleransi yang sangat ramah minoritas, salah satunya

etnis Tionghoa. Dengan narasi keberagamannya, partai ini kemudian memiliki

tempatnya tersendiri dikalangan minoritas yang merasa dibawa kepentingannya

oleh PSI. Selain itu partai lain yang juga kerap menjadi favorit diantara pemilih

etnis Tionghoa adalah partai PDIP yang memenangkan Pemilu 2019. Partai ini

dikenal memiliki hubungan yang harmonis dengan pemilih dari etnis Tionghoa

dengan banyaknya calon legislatif beretnis Tionghoa dari PDIP. Bahkan karena

PDIP sudah ada lebih dahulu, sudah terdapat basis pemilih PDIP di kalangan etnis

Tionghoa. Artinya kepercayaan masyarakat etnis Tionghoa terhadap PDIP sudah

cukup kuat.

Melihat fakta yang terjadi ketika Pemilu Legislatif 2019, dapat diasumsikan

bahwa partisipasi etnis Tionghoa di DKI sangat signifikan. Atas dasar hal inilah,

penelitian ini dilakukan untuk menganalisa perilaku memilih etnis tionghoa sebagai

warga negara etnis minoritas dalam Pemilu Legislatif 2019 di Jakarta Barat dan

Jakarta Utara. Perilaku politik warga negara merupakan segala kegiatan yang

berkenaan dengan proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan politik (Sitepu,

Page 9: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.unair.ac.id/108933/4/4. BAB I PENDAHULUAN.pdfNomor 14 tahun 1967 mengenai larangan pertunjukan kebudayaan Tionghoa. Bahkan salah satu

IR – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

9 SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA IKATAN… ANTONIO FERNANDO

2012). Perilaku politik pemilih tidak terlepas dari realitas sosial dan politik yang

dipengaruhi baik eksternal maupun internal (Upe, 2008). Artinya dengan melihat

sejarah etnis Tionghoa di Indonesia dapat memberikan sedikit gambaran mengenai

perilaku politiknya saat ini.

Asumsi bahwa meningkatnya partisipasi pemilih etnis Tionghoa karena

makin banyak calon yang merepresentasikan etnis Tionghoa dalam Pemilu 2019,

serta asumsi bahwa pemilih etnis Tionghoa mayoritas memilih partai yang ramah

minoritas harus dibuktikkan melalui penelitian. Sehingga muncul pertanyaan

apakah pemilih etnis Tionghoa memilih karena ikatan priordialnya, identifikasi

terhadap partainya atau karena memang program yang dibawa oleh calon legislatif .

Dengan melakukan penelitian kuantitatif terhadap para pemilih etnis Tionghoa

dapat diketahui adakah korelasi antara ikatan primordial, identifikasi kepartaian,

dan pemahaman program calon legislatif terhadap pilihan dari pada pemilih etnis

Tionghoa dalam Pemilu Legislatif 2019. Kemudian juga dapat diketahui

kemanakah dukungan politik terbesar diberikan oleh etnis Tionghoa dan partai apa

yang paling banyak dapat meraih suara pemilih etnis Tionghoa. Dengan memahami

perilaku politik etnis Tionghoa, barulah dapat disimpulkan apakah negara berhasil

dalam memberika pendidikan politik yang baik dan benar bagi seluruh warganya

khususnya etnis minoritas seperti etnis Tionghoa.

1.2 Rumusan Masalah

1. Adakah korelasi antara ikatan primordial pemilih terhadap pilihan politik

etnis Tionghoa di Dapil DKI Jakarta III dalam Pemilu Legislatif DPR RI

2019?

2. Adakah korelasi antara identifikasi kepartaian pemilih terhadap pilihan

politik etnis Tionghoa di Dapil DKI Jakarta III dalam Pemilu Legislatif DPR

RI 2019?

3. Adakah korelasi antara pemahaman program calon legislatif terhadap

pilihan politik etnis tionghoa di Dapil DKI Jakarta III dalam Pemilu

Legislatif DPR RI 2019?

Page 10: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.unair.ac.id/108933/4/4. BAB I PENDAHULUAN.pdfNomor 14 tahun 1967 mengenai larangan pertunjukan kebudayaan Tionghoa. Bahkan salah satu

IR – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

10 SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA IKATAN… ANTONIO FERNANDO

1.3 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui adanya korelasi antara ikatan primordial pemilih

terhadap pilihan politik etnis Tionghoa di Dapi DKI Jakarta III dalam

Pemilu Legislatif DPR RI 2019.

2. Untuk mengetahui adanya korelasi antara identifikasi kepartaian pemilih

terhadap pilihan politik etnis Tionghoa di Dapil DKI Jakarta III Pemilu

Legislatif DPR RI 2019.

3. Untuk mengetahui adanya korelasi antara pemahaman program calon

legislatif terhadap pilihan politik etnis tionghoa di Dapil Jakarta III dalam

Pemilu Legislatif DPR RI 2019.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Manfaat Akademis, harapannya penelitian ini dapat berkontribusi dalam

mengembangkan ranah edukasi dan ilmu pengetahuan, khususnya terkait

studi Ilmu Politik dalam teori perilaku memilih.

2. Manfaat Praktis, penelitian ini dapat menjadi bahan kajian dalam

membandingkan konsep dan teori. Khususnya bagi peneliti yang ingin

meneliti hubungan ikatan primordial, identifikasi kepartaian, dan

pemahaman program calon legislatif terhadap pilihan politik etnis

Tionghoa.

1.5 Kerangka Konseptual

1.5.1 Politik Identitas

Identitas adalah suatu konsep yang paling mendasar dan digunakan oleh

manusia untuk mengidentifikasi sesuatu atau mengenali sesuatu. Eksistensi dari

identitas menyebabkan suatu hal menjadi lebih mudah untuk dikenali dan kemudian

dipahami. Oleh sebab itu indentitas kemudian dipahami menjadi hal yang mendasar

dan penting. Indentitas ini sangat erat hubungannya dengan perbedaan dan

persamaan antar individu yang satu dengan lainnya, antar kelompok yang satu

dengan lainnya (Widayanti, 2009). Pada prakteknya, identitas sudah melekat pada

Page 11: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.unair.ac.id/108933/4/4. BAB I PENDAHULUAN.pdfNomor 14 tahun 1967 mengenai larangan pertunjukan kebudayaan Tionghoa. Bahkan salah satu

IR – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

11 SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA IKATAN… ANTONIO FERNANDO

seorang individu sejak lahir, baik fisik maupun non-fisik. Misalnya identitas fisik

adalah jenis kelamin, berat badan, tinggi badan, bentuk wajah, dan lain-lain.

Sedangkan identitas non-fisik seperti suku, status keluarga, dan nama yang

diberikan.

Identitas tidak hanya menunjukkan persamaan, namun identitas juga

menunjukkan perbedaan antar invidivu maupun kelompok. Hal ini disebabkan

adanya kaitan antara identitas dengan kesadaran atau rasa terhadap suatu ikatan

kebersamaan, atau rasa saling memiliki. Oleh karenanya ciri-ciri pembeda

kemudian juga memiliki peran dalam pembentukan karakteristik identitas, tidak

hanya terbatas oleh ikatan kolektif (Setyaningrum, 2005). Identitas akan selalu

melekat pada masing-masing individu maupun komunitas. Indentitas menjadi

karakteristik yang membedakan antar individu juga antar kelompok.

Kepribadian individu dapat tercitra dari identitasnya, bahkan juga posisi

individu tersebut terdapat tiga pendekatan pembentukan suatu identitas, yakni

pertama primordialisme, identitas yang diperoleh secara alamiah atau turun

temurun. Kedua konstruktivisme, identitas yang dibentuk melalui proses sosial

yang kompleks. Misalnya melalui ikatan-ikatan kultural dalam suatu masyarakat.

ketiga adalah instrumentalisme, identitas adalah hal yang dibentuk atau

dikonstruksikan demi kepentingan elit penguasa untuk mempertahankan

kekuasaannya (Widayanti, 2009).

Menyadari pentingnya identitas ini, sering kali identitas dipolitisasi sebagai

sarana dan sumberdaya politik (Setyaningrum, 2005). Politik identitas kemudian

juga dikenal sebagai biopolitik dan politik perbedaan. Biopolitik sendiri berdasar

pada berbagai perbedaan yang muncul dari perbedaan tubuh atau fisik. Di sisi lain

Agnes Heller memberikan definisi politik identitas sebagai suatu konsep dan

gerakan politik yang memiliki fokus untuk menekankan perbedaan sebagai kategori

politik yang utama (Abdilah, 2002).

Setiap komunitas meskipun memiliki dasar ideologi dan tujuan yang sama,

tidak dapat dipungkiri bahwa isinya terdiri dari berbagai jenis individu yang

memiliki identitas dan kepribadian yang beragam. Ini dikarenakan pada dasarnya

identitas dan kepribadian masing-masing individu itu unik dan berbeda, sehingga

Page 12: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.unair.ac.id/108933/4/4. BAB I PENDAHULUAN.pdfNomor 14 tahun 1967 mengenai larangan pertunjukan kebudayaan Tionghoa. Bahkan salah satu

IR – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

12 SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA IKATAN… ANTONIO FERNANDO

besar kemungkinan adanya dominasi antara individu yang masing-masing memiliki

ego dan tujuan personal. Hal ini kemudian mengakibatkan terjadinya perubahan

atau pergeseran kepentingan yang berkaitan dengan perebutan kekuasaan dan

munculnya persaingan untuk memperoleh posisi yang strategis bagi masing-masing

individu dalam komunitas tersebut. Pada akhirnya dapat disimpulkan bahwa politik

identitas menurut para ahli adalah suatu tindakan politik yang diambil oleh

seseorang maupun kelompok dengan kesamaan identitas baik dalam hal agama,

gender, etnis, dan budaya untuk mengedepankan berbagai kepentingan anggotanya.

Sehingga tidak mengherankan apabila politik identitas sering digunakan untuk

mencari dukungan dan simpati dari kaum minoritas atau kelompok yang tesisihkan

dan termarjinalkan.

1.5.2 Partai Politik

Secara sederhana, partai politik dapat diartikan sebagai kelompok

terorganisir yang dimana setiap anggotanya memiliki visi, misi, orientasi, ide, dan

nilai yang sama (Budiardjo, 1982). Beranjak dari asumsi bahwa dengan membuat

suatu wadah organisasi, orang-orang dengan pemikiran yang serupa dapat

disatukan dan orientasi kepentingan mereka dapat dikonsolidasikan. Sehingga

pengaruh yang mereka berikan dapat berdampak lebih besar terhadap pembuatan

keputusan atau kebijakan (Budiardjo, 2008).

Setidaknya ada tiga pendekatan yang dapat digunakan untuk memahami

asal muasal terbentuknya partai politik (Surbakti, 2010). Pertama adalah

pendekatan kelembagaan. Pendekatan ini memperhatikan relasi antara parlemen

awal dan munculnya partai politik. Artinya partai politik dibentuk oleh golongan

legislatif juga eksekutif karena adanya kebutuhan dari pada anggota parlemen untuk

membangun komunikasi dengan masyarakat dan mengarahkan dukungan

masyarakat. Setelah terbentuknya partai politik oleh parlemen dan fungsinya sudah

berjalan, sekelompok masyarakat yang sadar politik dan merada tidak tertampung

kepentingannya oleh partai yang sudah ada kemudian membentuk partainya sendiri.

Pendekatan pertama tidak hanya dapat ditemui pada wilayah atau negara

yang sedang dijajah dan membentuk partai politik untuk menjadi alat mobilisais

masyarakat untuk berjuang meraih kemerdekaan. Namun juga bisa ditemukan pada

Page 13: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.unair.ac.id/108933/4/4. BAB I PENDAHULUAN.pdfNomor 14 tahun 1967 mengenai larangan pertunjukan kebudayaan Tionghoa. Bahkan salah satu

IR – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

13 SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA IKATAN… ANTONIO FERNANDO

masyarakat di negara maju yang mana terdapat kelompok masyarakat yang merasa

tidak terwakilkan dengan baik kepentingannya dalam sistem kepartaian yang sudah

ada, sehingga membangun partainya sendiri. Contohnya adalah Partai Hijau di

Jerman, dan Partai Buruh di Inggris.

Pendekatan kedua melihat dari sisi historis, dimana partai politik muncul

sebagai usaha suatu sistem politik dalam menyelsaikan krisis yang terjadi dengan

melakukan perubahan masyarakat secara luas. Krisis tersebut terjadi pada masa

trasisi suatu sistem politik yang disebabkan perubahan struktur masyarakat dari

tradisonal yang lebih sederhana menjadi modern yang lebih kompleks. Kondisi ini

menyebabkan berbagai perubahan yang berujung pada meningkatnya aspirasi dan

bangkitnya gerakan-gerakan populis.

Perubahan tersebut mengakibatkan tiga jenis krisis, yaitu integrasi,

legitimasi, dan partisipasi. Partai politik hadir untuk mengatasi ketiga masalah

tersebut. Partai politik dengan akar yang kuat di masyarakat diharapkan bisa

mengontrol pemerintahan supaya terbetuk suatu pola hubungan kewenangan yang

terlegitimasi antara masyarakat dengan pemerintah. Keterbukaan partai politk

kepada setiap lapisan masyaraakt diharapka dapat memberikan peran signfikan

sebagai pengintegrasi umum. Maksudnya, menjadi sarana konstitusional untuk

memperoleh dan menjaga kekuasaan. Juga sebagai alur bagi partisipasi masyarakat.

Pendekatan ketiga adalah pembangunan yang memandang partai politik

sebagai hasil produk dari modernisasi bidang sosial dan ekonomi. Modernisasi yang

dimaksud adalah pembangunan teknologi komunikasi yang lebih maju, dan lainnya.

Modernisasi tersebut berpengaruh pada lingkungan dan masyarakat sehingga

melahirkan sebuah kebutuhan akan wadah organisasi politik yang bisa

memperjuangkan berbagai kebutuhan masyarakat tersebut. Artinya partai politik

adalah produk logis dari modernisasi bidang sosial dan ekonomi.

Setelah mengetahui asal muasal partai politik yang telah dijelaskan melalui

tiga pendekatan diatas. Maka dapat diketahui definisi partai politik. Setidaknya

terdapat beberapa definisi partai politik menurut para ahli:

1. Menurut Lapalombara dan Weiner (1966), partai politik adalah organisasi

dengan kegiatan yang saling berkesinambungan. Maksudnya, masa hidup

Page 14: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.unair.ac.id/108933/4/4. BAB I PENDAHULUAN.pdfNomor 14 tahun 1967 mengenai larangan pertunjukan kebudayaan Tionghoa. Bahkan salah satu

IR – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

14 SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA IKATAN… ANTONIO FERNANDO

partai politik tidak tergantung pada masa hidup dan masa jabatan para

pimpinannya. Partai politik juga berakar pada masyarakat lokal dan

berusaha untuk mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan dalam

pemerintahan dengan cara mengikuti pemilihan umum.

2. Soltau (1961) mejabarkan bahwa partai politik sedikit banyak

terorganisasikan dan bertindak sebagai kesatuan politik. Dengan

memanfaatkan kekuasaanya untuk membuat suatu kebijakan umum.

3. Carl J, Friedrich (1967) dalam bukunya juga menulis definisi partai politik.

Menurut Friedrich, partai politik merupakan sekelompok manusia yang

secara stabil terorganisir dan memiliki sautu tujuan. Tujuang tersebut adalah

untuk merebut atau memperoleh serta mempertahankan kekuasaan terhadap

pemerintah untuk pemimpin partainya. Sehingga bisa memberikan manfaat

bagi anggotanya berupa manfaat yang ideal maupun matriil.

4. Menurut Sigmund Neumann (1963), partai politik adalah suatu organisasi

dengan berisikan aktivis-aktivis politik yang berupaya untuk memperoleh

penguasaan atas pemerintahan dan berusaha merebut dukungan masyarakat

melalui persaingan dengan kelompok lain yang memiliki pandangan

berbeda.

5. Giovanni Sartori (1976) dalam bukunya mendefinisikan partai politik

sebagai sebuah kelompok yang ikut serta dalam pemilihan umum dan

melalui pemilihan umum tersebut dapat menempatkan calon-calonnya

untuk bisa meraih jabatan publik.

Berdasarkan berbagai penjelasan oleh para ahli diatas, maka dapat

disimpulkan bahwa partai politik merupakan kumpulan orang-orang dengan ide dan

kepentingan yang sama untuk dapat memperoleh atau mempertahankan kekuasaan

melalui partisipasinya dalam pemilihan umum. Lalu hal apa yang membedakan

partai politik satu dengan yang lain? Bagaimana cara mengidentifikasi partai?

Jawabannya adalah ideologi. Macam-macam dasar ideologi partai politik

diantaranya nasionalis, komunis, sosialis, dan konservatif. Dengan

mempertimbangkan banyaknya ideologi, partai diklasifikasikan bukan berdasarkan

jumlahnya namun jarak antar ideologi.

Page 15: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.unair.ac.id/108933/4/4. BAB I PENDAHULUAN.pdfNomor 14 tahun 1967 mengenai larangan pertunjukan kebudayaan Tionghoa. Bahkan salah satu

IR – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

15 SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA IKATAN… ANTONIO FERNANDO

1.5.3 Pemilu

Pemilu adalah kepanjangan dari pemilihan umum yang artinya sebuah

proses untuk memilih orang-orang untuk menduduki kursi dalam pemerintahan.

Pemilu umumnya diadakan oleh negara-negara demokrasi untuk mewujudkan nilai

demokrasi. Melalui pemilu, pemimpin dan wakil yang terpilih adalah orang yang

memperoleh suara terbanyak. Ali Moertopo mendeskripsikan pemilu sebagai

sarana bagi rakyat untuk menjalankan kedaulatannya sesuai dengan azas yang

terdapat pada Pembukaan UUD 1945. Tujuannya untuk memilih anggota

perwakilan rakyat dalam DPR, DPRD, juga memilih Presiden dan Wakil Presiden

untuk kemudian menjalankan roda pemerintahan. Pada dasarnya pemilu diberbagai

negara berebda-beda tergantung pada sistem pemilunya.

Setiap sistem pemilu memiliki tiga variabel utama, yakni penyuaraan

(balloting), daerah pemilihan (electoral district), dan formula pemilihan (Surbakti,

2010). Pertama, Balloting merupakan suatu tata cara yang wajib diikuti oleh

pemilih yang memenuhi persyaratan dalam memberikan suara. Pemilih akan

dihadapkan pada tiga kemungkinan, yaitu memilih partai, calon, atau keduanya. Hal

ini umum dilaksanakan pada negara demokrasi yang beruaha menjaga pluralitas.

Kedua, Electoral district maksudnya regulasi yang mengatur jumlah kursi untuk

setiap daerah pemilihan. Penentuan jumlah kursi didasarkan pada jumlah kursi dan

luas wilayah tersebut. Terakhir, formula pemilihan artinya perhitungan yang

digunakan untuk menentukan pemenang yang berhasil merebut kursi di suatu

daerah pemilihan.

Formula ini dibedakan menjadi tiga, pluralitas, mayoritas, dan perwakilan

berimbang. Dalam formula pluralitas, pemenang suatu daerah pemilihan ditentukan

melalui perolehan suara yang lebih banyak dari pada calon lainnya tidak peduli

selisih suara dekat atau jauh. Formula mayoritas menuntut calon atau partai untuk

mencapai jumlah perolehan suara yang melebihi total dari jumlah suara calon

lainnya. Kemudian dalam formula perwakilan berimbang, setiap partai politik

perserta pemilu memperoleh jumlah kursi sesuai dengan jumlah suara yang

diperoleh. Ketiga variabel diatas sifatnya saling berkesinambungan. Namun dari

Page 16: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.unair.ac.id/108933/4/4. BAB I PENDAHULUAN.pdfNomor 14 tahun 1967 mengenai larangan pertunjukan kebudayaan Tionghoa. Bahkan salah satu

IR – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

16 SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA IKATAN… ANTONIO FERNANDO

ketiga variabel tersebut, variabel ketiga dapat dikatakan sebagai variabel terpenting

karena kedua variabel lainnya merupakan konsekuensi logis dari formula yang

digunakan. Apabila menggunakan formula pluralitas, maka sistem penyuaraanya

akan cenderung kategoris dan daerahnya pemilihannya menggunakan sistem distrik

(satu distrik diwakili satu kursi). Namun apabila menggunakan formula perwakilan

berimbang, maka setiap distrik akan diwakili oleh banyak kursi dan sistem

penyuaraan dapat menggunakan keduanya.

Pemilu tentunya memiliki tujuan dalam pelaksananya. Setidaknya ada tiga

tujuan yang ingin dicapai melalui pemilu. Pertama, pemilu sebagai mekanisme

untuk melakukan seleksi terhadap para calon pejabat pemerintahan dan alternatif

kebijakan umum. Sejalan dengan prinsip demokrasi dimana kedaulatan berada

ditangan rakyat, namun pelaksaannya dilakuakn oleh para wakilnya (demokrasi

tidak langsung). Oleh sebab itu, pemilu merupakan mekanisme penyerahan

kedaulatan kepada orang atau partai yang dipercaya untuk menjadi wakil rakyat.

Terkait penentuan alternatif kebijakan, pemerintah biasanya menyelenggarakn

pemilu untuk menyeleksi kebijakan umum yang akan diterbitkan (demokrasi

langsung). Rakyat akan diberikan pilihan untuk setuju dan tidak setuju terhadap

peraturan perundang-undangan yang ditawarkan oleh pemerintah. Jenis pemilu ini

disebut juga sebagai referendum.

Kedua, pemilu juga dianggap sebagai mekanisme pemindahan konflik

kepentingan yang sebelumnya berada dalam masyarakat kepada parlemen melalui

wakil-wakilnya yang terpilih demi menjaga integrasi masyarakat. Hal ini

didasarkan pada anggapan bahwa akan selalu terjadi pertentangan kepentingan, dan

dalam demokrasi pertentangan tersebut harus diseleksaikan dengan musyawarah

demi mencapai konsensus.

Ketiga, pemilu sebagai saran mobilisasi untuk mengalang dukungan publik

terhadap negara dan pemerintah dengan ikut serta dalam sebuah proses politik. Poin

ini tidak berlaku hanya bagi negara dunia ketiga namun juga negara-negara maju

yang menganut demokrasi liberal meskipun memiliki sifat yang berbeda. Hal ini

menjawab pertanyaan mengenai alasan negara komunis seperti China

Page 17: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.unair.ac.id/108933/4/4. BAB I PENDAHULUAN.pdfNomor 14 tahun 1967 mengenai larangan pertunjukan kebudayaan Tionghoa. Bahkan salah satu

IR – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

17 SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA IKATAN… ANTONIO FERNANDO

melaksanakan pemilu meskipun hanya dengan satu calon dan membuang biaya

besar. Alasannya karena pemilu diperlukan sebagai penyegaran akan antusiasme

publik terhadap rezim. Sedangkan dalam negara berkembang, pemilu biasanya

dijadikan sebagai alat pembenaran oleh rezim yang memerintah sehingga

diperlukan adanya mobilisasi bahkan dengan paksaan fisik kalau diperlukan. Di

negara demokrasi liberal pemilu dibutuhkan untuk meyakinkan anggota masyarakat

untuk terlibat dalam proses politik.

Indonesia sendiri menetapkan persyaratan bagi peserta pemilu. Pemilih

harus merupakan warga negara Indonesia tentunya. Selain itu, pemilih harus

berumur minimal 17 tahun atau sudah kawin. Karena pada masyarakat pada usia

ini dianggap sudah memilik tanggung jawab terhadap masyarakat juga negara,

sehingga wajar apabila diberikan hak pilih untuk menentukan wakil dan

pemimpinnya nanti. Indonesia juga meenerapkan suatu asas dalam menjalankan

pemilunya. Asas tersebut tercantum dalam Undang-Undang Nomor 8 tahun 2012

mengenai Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD dan DPRD. Asas tersebut dikenal

dengan istilah Luber Jurdil. Kepanjangannya adalah langsung, umum, bebas,

rahasia, jujur dan adil.

Langsung artinya rakyat sebagai pemegang hak pilih berhak untuk memilih

dalam pemilu secara langsung tanpa adanya perantara. Umum artinya pemilu

belaku bagi seluruh warga negara Indonesia yang telah memenuhi persyaratan

tanpa adanya diskriminasi. Bebas artinya seluruh warga negara yang memegang

hak pilih dapat secara bebas menentukan pilihannya tanpa adanya intervensi.

Rahasia artinya pilihan pemilih dijamin kerahasiaanya sehingga orang lain tidak

tahu menahu pilihan dari pemilih lain. Jujur artinya seluruh proses pemilu

dilaksanaka secara jujur sesuai dengan regulasi yang berlaku. Adil artinya seluruh

pemilih dan peserta pemilu diperlakukan sama dan bebas dari kecurangan dalam

bentuk apapun.

Indonesia menyelenggarakan pemilu sesuai dengan konstitusi UUD 1945,

sebagai bentuk dari aplikasi kedaulatan rakyat dalam negara melalui

penyelenggaraan sistem demokrasi. Sistem pemilu yang Indonesia gunakan

Page 18: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.unair.ac.id/108933/4/4. BAB I PENDAHULUAN.pdfNomor 14 tahun 1967 mengenai larangan pertunjukan kebudayaan Tionghoa. Bahkan salah satu

IR – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

18 SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA IKATAN… ANTONIO FERNANDO

menurut undang-undang adalah sistem proporsional terbuka. Sistem ini adalah

sistem yang memberikan hak masyarakat untuk dapat memilih langsung calon-

calon wakil mereka yang nantinya duduk di parlemen. Sehingga harapannya

melalui sistem ini para wakil rakyat dapat menjalin kedekatan dengan

konstituennya. Dengan begitu akuntabilitas dan transparansi dalam pelaksanaan

fungsinya sebagai wakil rakyat daapt diwujudkan. Rakyat yang memilih wakilnya

tersebut dapat menuntut wakilnya untuk berlaku sesuai kepentingan rakyat. Apabila

tidak terpenuhi, maka para wakil tersebut akan dihukum oleh rakyat dengan cara

tidak dipilih lagi di pemili selanjutnya.

1.5.4 Perilaku Politik

Segala kegiatan yang berkaitan dengan proses pembuatan serta pelaksanaan

keputusan politik merupakan perilaku politik (Surbakti, 2010). Kegiatan dilakukan

oleh masyarakat dan pemerintah. Pada dasarnya kegiatan yang dilakukan terbagi

menjadi dua, yakni fungsi-fungsi politik yang dipegang oleh masyarakat dan

fungsi-fungsi pemerintahan yang dipegang oleh pemerintah. Perilaku politik adalah

salah satu dari sekian banyak aspek berperilaku secara umum. Disampingnya

terdapat perilaku budaya, perilaku keagamaan, perilaku ekonomi, dan lain-lain.

Tindakan yang dilakukan oleh masyaraakt sehari-harinya untuk memenuhi

kekbutuhan hidup adalah bagian dair perilaku ekonomi. Tindakan masyarakat

untuk menyekolahkan anaknya merupakan bagian dari perilaku budaya.

Menjalankan ibadah sesuai dengan agamanya adalah perilaku keagamaan.

Perilaku politik berkaitan dengan tujuan dari suatu masyarakat, kebijakan

untuk mencapai tujuan tersebut, dan sistem kekuasaan yang memiliki otoritas untuk

mengatur arah kehidupan masyarakat menuju suatu tujuan (Sastroatmodjo, 1995).

Tujuan yang dimaksud adalah tujuan bersama secara umum, bukan tujuan orang

perorang. Usaha yang diperbuat oleh individu dalam rangka memenuhi kebutuhan

hidupnya adalah bagian dari perilaku ekonomi. Namun apabila pemerintah

bertindak untuk memenuhi kebutuhan pokok rakyatnya secara merata, maka

tindakan tersebut sudah termasuk dalam perilaku politik, lebih tepatnya perilaku

politik ekonomi.

Page 19: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.unair.ac.id/108933/4/4. BAB I PENDAHULUAN.pdfNomor 14 tahun 1967 mengenai larangan pertunjukan kebudayaan Tionghoa. Bahkan salah satu

IR – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

19 SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA IKATAN… ANTONIO FERNANDO

Perilaku politik dapat ditemui dalam berbagai bentuk dan dimensi.

Contohnya, pada tingkatan negara, ada pihak yang memerintah dan di sisi lain ada

pihak yang diperintah. Kemudian terhadap kebijakan yang dikeluarkan oleh pihak

yang memerintah selalu menimbulkan sikap pro kontra. Diantara banyaknya pihak,

yang paling aktif melakukan kegiatan politik adalah pemerintah itu sendiri serta

partai politik. Hal ini disebabkan fungsi mereka dalam bidang politik. Di sisi lain

keluarga sebagai kelompok kecil dalam masyarakat juga turut dalam kegiatan

politik. Misalnya ketika ada anggota keluarga yang mencalonkan diri sehingga

anggota keluarga lain ikut berkampanye, atau lebih sederhananya para anggota

keluarga yang mendukung salah satu partai politik. Dengan demikian keluarga

tersebut sudah terlibat dalam perilaku politik.

Suatu tindakan juga dapat mencakup lebih dari satu jenis perilaku. Artinya

tindakan tersebut melibatkan beberapa aspek sekaligus. Contohnya, ada perusahaan

yang memperjuangkan pajak masuk yang kecil untuk barang impor. Tindakan

tersebut dapat digolongkan sebagai perilaku ekonomi juga perilaku politik. Dapat

dikatakan sebagai perilaku ekonomi karena adanya usaha untuk memperoleh

keuntungan yang lebih tinggi dari bisnis yang dilakukan. Namun juga dapat

dikatakan sebagai perilaku politik karena adanya usaha yang dilakukan untuk

mempengaruhi kebijakan pemerintah.

Melihat pada penjelasan diatas, maka dapat diketahui perilaku politik sangat

luas cakupannya. Di dalamnya memiliki banyak unsur yang saling mengikat. Salah

satunya adalah budaya politik. Secara sederhana budaya politik dapat diartikan

sebagai suatu fenomena dalam masyarakat, dimana fenomena tersebut berpengaruh

terhadap sistem dan struktur politik (Sastroadmodjo, 1995). Lebih jelasnya

Almond dan Verba menerjemahkan budaya politik sebagai distribusi berbagai pola

orientasi khusus menuju suatu tujuan politik masyarakat bersangkutan. Budaya

politik pada dasarnya dimiliki oleh seluruh masyarakat dari berbagai belahan dunia.

Begitu pun orang-orang yang hidup di dalam masyarakat juga memiliki orientasi

dan persepsi terhadap suatu sistem politik di masyarakatnya. Hal ini terjadi baik

dalam masyarakat modern maupun tradisional. Sehingga secara general dapat

Page 20: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.unair.ac.id/108933/4/4. BAB I PENDAHULUAN.pdfNomor 14 tahun 1967 mengenai larangan pertunjukan kebudayaan Tionghoa. Bahkan salah satu

IR – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

20 SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA IKATAN… ANTONIO FERNANDO

dikatakan bahwa kaitannya dalam budaya politik, orang-orang dalam masyarakat

itu menilai posisi dan perannya di dalam suatu sistem politik.

Lalu, bagiaman kaitan antara budaya politik dengan perilaku politik?

Seorang pemimpin dengan perilaku politiknya maupun masyarakatnya tidak dapat

dipsahkan dari pengaruh budaya politik yang ada. Contohnya, dalam pelaksanaan

penyusunan rancangan keputusan politik, pengawasan pelaksanaan, serta dalam

menjalankan fungsi dari pada yudikatif kesemuanya itu tidak terlepas dari adanya

pengaruh budaya politik dalam bentuk norma, nilai, adat, kebiasaan, tradisi, dan

lain-lain.

Begitupun perilaku politik warga negara atau masyarakat seperti

penyampaian pendapat, ketidakpuasan, kritik, saran, perebutan posisi politik dan

lain-lain turut dipengaruhi oleh budaya politik. Tipe budaya politik yang dimaksud

juga mencakup struktur dan sistem politik yang telah dijadikan variabel penting

dalam mempengaruhi tindakan masyarakat. Perilaku politik lebih lanjutnya dapat

disimpulkan sebagai refleksi dari budaya politik masyarakat yang ragam akan

aneka bentuk karakter dan kelompok yang memiliki tingkah laku berbeda-beda.

Perilaku politik disisi lain tidak ditentukan secara temporer, melainkan

adanya pola hubungan yang orientasinya terhadap pola umum yang jelas tampak

sebagai refleksi budaya politik dan seringkali juga disebut sebagai peradaban

politik. Sehingga perilaku politik tumbuh atas dasar suatu kesadaran mendalam

mengenai sistem poltik atau ideologi yang sedang dianut oleh suatu negara.

Selain budaya politik, struktur politik juga menjadi unsur penting.

Kehidupan politik dalam suatu negara berujung pada terwujudnya suatu struktur

politik. Struktur politik adalah pelembagaan hubungan antar komponen yang

membentuk sebuah sistem politik (Sastroadmodjo, 1995). Struktur politik erat

kaitannya dengan distribusi nilai yang sifatnya orotitatifn artinya dipengaruhi oleh

alokasi serta penggunaan kekuasaan dan kewenangan. Setidaknya terdapat dua

komponen pokok dari struktur politik yakni suprastruktur politik dan infrastruktur

politik.

Suprastruktur politik merupakan struktur politik kenegaraan atau

pemerintahan (Sastroadmodjo, 1995). Jenis ini terkait suasana kehidupan politik

Page 21: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.unair.ac.id/108933/4/4. BAB I PENDAHULUAN.pdfNomor 14 tahun 1967 mengenai larangan pertunjukan kebudayaan Tionghoa. Bahkan salah satu

IR – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

21 SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA IKATAN… ANTONIO FERNANDO

pemerintahan yang sangkut pautnya dengan lembaga-lembaga kenegaraan,

wewenang dan fungsi lembaga-lembaga kenegaraan serta hubungan kerjasama

antar lembaga-lembaga kenegaraan. Hal ini tertulis dalam UUD 1945 dan peraturan

lainnya. Sedangkan infrastriktur politik artinya struktur politik masyarakat

(Sastroadmodjo, 1995). Jenis ini berkaitan dengan kehidupan politik masyarakat

terkait pengelompokan warga negara ke dalam berbagai golongan untuk

memetakan kekuatan sosial politik masyarakat. Infatruktur politik lebih lanjutnya

terbagi menjadi beberapa komponen seperti partai politik, kelompok penekan,

kelompok kepentingan, media komunikasi, sera tokoh politik.

Unsur struktur politik dan perilaku politik untuk dapat membantu

terjawabnya sub pokok masalah ini. Sebelumnya sudah diketahui bahwa struktur

politik terbagi menjadi dua komponen yaitu suprastruktur politik dan infrastruktur

politik. Keduanya memiliki perilaku politiknya masing-masing. Suprastruktur

politik memiliki fungsi khusus yang melekat pada lembaga-lembaga pemerintahan,

diantaranya fungsi legislatif (membuat kebijakan), fungsi eksekutif (melaksanakan

kebijakan), dan yudikatif (pengadilan). Artinya perilaku politik dalam suprastruktur

politik tidak lain adalah perilaku politik dalam konteks menjalankan ketiga fungsi

tersebut.

Di sisi lain infrastruktur menjalankan fungsinya sendiri yaitu fungsi

masukan. Fungsi masukan artinya fungsi untuk meberikan informasi atau bahan

masukan untuk diproses oleh sistem dan tenaga yang tersedia untuk

keberlangsungan sistem tersebut. Setidaknya terdapat dua unsur dalam fungsi

masukan diantaranya tuntutan dan dukungan. Tuntutan maksudnya hasrat,

keingingan atau aspirasi masyarakat yag disampaikan melalui partai politik serta

kelompok kepentingan. Sedangkan dukungan adalah pandangan dan tindakan demi

memberikan dukungan untuk berjalannya sistem politik.

Elit politik juga menjadi pelaku utama dalam suatu sistem politik. Secara

etimologis, birokrasi artinya adalah orang-orang yang bekerja di pemerintahan.

Dalam kaitannya dengan politik, birokrasi dapat diartikan sebagai bentuk dari

aparat pemerintahan yang menjalankan kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh

pembuat keputusan (Sastroadmodjo, 1995). Pelaksanaan kebijakan tersebut melalui

Page 22: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.unair.ac.id/108933/4/4. BAB I PENDAHULUAN.pdfNomor 14 tahun 1967 mengenai larangan pertunjukan kebudayaan Tionghoa. Bahkan salah satu

IR – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

22 SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA IKATAN… ANTONIO FERNANDO

tahapan-tahapan oleh berbagai badan atau lembaga yang masing-masing memiliki

tugas pokok yang berbeda.

Seperti yang telah diketahui bahwa elit politik mempunyai kewenangan dan

kekuasaan untuk membuat dan memutuskan suatu keputusan politik. Seseorang

dapat menjadi elit dikarenakan berbagai faktor, seperti faktor status sosial,

keturunan, kecerdasan, ekonomi, dan keunggulan lainnya. Lalu bagaimana

interaksi elit dengan massa nya? Masyarakat yang meggunakan menganut model

elit yang memerintah dimana distribusi kekuasan politik hanya dipegang oleh

sebagian masyarakat dengan keunggulan tersebut. Sedangkan dalam masyarakat

pluralis, terjadi transaksi kekuasan antara massa dengan elitnya. Maksudnya, elit

yang berkuasa memperoleh kekuasaanya atas dasra standar kualitas yang telah

ditentukan oleh masyarakat bersangkutan. Disisi lain, model kerakyatan

menekankan bahwa elit merupakan manifestasi dari rakyat sehingga terdapat

bentuk perwakilan.

Dalam kaitannya dengan interaksi antara massa dengan elitnya, dapat dilihat

pula melalui dimensi kepemimpinan. Yang dimasukan dengan dimensi

kepemimpinan adalah terjadi suatu proses interaksi yang memunculkan pemimpin.

Interaksi yang muncul kemudian adalah antar yang dimimpin dengan yang

memimpin. Dengan kekuasaan yang dimiliki pemimpin berusaha untuk

mempengaruhi yang dipimpin untuk mengarahkan tindakannya kepada tujuan

kolektif dan membuat pola kelakuan berdasarkan pada nilai-nilai yang ada.

Berdasarkan penjelasan diatas. Dapat dipahami bahw segmentasi dalam

perilaku politik sangat luas. Namun yang akan didalami melalui penelitian ini

adalah pada partisipasi politik dan perilaku memilih. Kedua poin tersebut akan

dijelaskan secara terpisah untuk memahami hubungannya pada penelitian ini.

1.5.5 Partisipasi Politik

Partisipasi politik adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh warga negara

secara aktif untuk mempengaruhi pembuatan keputusan pemerintah, baik secara

langsung dengan memilih pemimpin negara atau secara tidak langsung seperti

mempengaruhi kebijakan pemerintah. Unsur ini merupakan aspek yang sangat

Page 23: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.unair.ac.id/108933/4/4. BAB I PENDAHULUAN.pdfNomor 14 tahun 1967 mengenai larangan pertunjukan kebudayaan Tionghoa. Bahkan salah satu

IR – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

23 SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA IKATAN… ANTONIO FERNANDO

penting dalam suatu tatanan negara yang demokrasi, di sisi lain dapat dikatakan

juga sebagai ciri khas dari adanya modernisasi politik (Sastroadmodjo, 1995).

Dalam masyarakat tradisional yang kepemimpinan politik sangat

bergantung pada segelintir elit penguasa, keterlibatan masyarakat baik seperti

pembuatan keputusan sangat kecil bahkan dalam beberapa kasus sama sekali tidak

ada. Masyarakat yang sederhana dan dianggap awam cenderung tidak dilibatkan

dalam proses politik. Sedangkan pada negara modern, umumnya partisipasi politik

masyarakatnya lebih tinggi.

Beberapa ahli turut mendefinisikan apa itu partisipasi politik. Salah satunya

McClosky (1972) mendefinisikan partisipasi politik sebagai suatu kegiatan yang

dilakukan secara sukarela oleh masyarakat melalui keikutsertaanya dalam proses

pemilihan penguasa, serta baik secara langsung maupun tidak langsung turut dalam

mempengaruhi pembuatan kebijakan. Hal yang menjadi fokus terletak pada

kegiatan untuk mempengaruhi kebijakan pemerintah.

Pada hubungannya dengan negara-negara berkembang, Samuel P.

Huntington dan Joan M. Nelson (1990) juga memberikan pengertian dari partisipasi

politik. Menurut mereka partisipasi politik adalah kegiatan masyarakat yang

bertindak sebagai pribadi-pribadi untuk memengaruhi pembuatan kebijakan

pemerintah. Partisipasi dapat bersifat kolektif maupun individual, spontan maupun

terorganisir, sporadis mupun mantap, dengan kekerasan maupun dengan damai,

legal maupun ilegal dan efektif maupun tidak efektif.

Pada negara demokrasi, konsep dari partisipasi politik berakar dari paham

akan kedaulatan rakyat, yang dilakukan bersama-sama untuk menentukan tujuan

dan masa depan masyarakat tersebut serta untuk menetapkan orang yang akan

menjadi pemimpin. Sehiingga dapat dikatakan bahwa partisipasi politik adalah

penjelmaan dari penyelenggaraan kekuasaan poliik oleh rakyat (Budiardjo, 2008).

Masyarakat yang turut berpartisipasi dalam suatu proses politik, seperti

memberikan suara dan lain-lain, terdorong oleh keyakinan bahwa dengan bertindak

bersama-sama setidaknya dapat menyalurkan kepentingan mereka yang sedikit

banyak dapat mempengaruhi kebijakan pemerintah. Artinya mereka percaya bahwa

tindakan mereka daapt memberikan dampak atau efek politik. Sehingga dapat

Page 24: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.unair.ac.id/108933/4/4. BAB I PENDAHULUAN.pdfNomor 14 tahun 1967 mengenai larangan pertunjukan kebudayaan Tionghoa. Bahkan salah satu

IR – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

24 SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA IKATAN… ANTONIO FERNANDO

diketahui abwah partisipasi politik erat kaitannya dengan kesadaran politik. Karena

orang-orang sadar bahwa dirinya sedang diperintah, maka mereka menuntut untuk

diberikan hak dalam proses penyelenggaraan pemerintah.

Kesadaran politik umumnya dimulai dari kalangan berpendidikan, orang-

orang terkemuka, dan orang-orang yang hidupnya sudah sejahtera. Di Eropa

contohnya, awalnya hanya pada elite masyarakat yang memiliki perwakilan di

pemerintahan. Di Amerika Serikat perempuan baru dapat berpartisipasi dalam

politik setelah awal abad 20. Demikian secara perlahan hasrat untuk berpartisipasi

dalam politik menyebar keseluruh lapisan masyarakat.

Umumnya pada negara demokrasi, terdapat anggapan lebih baik apabila

partisipasi masayarakat lebih banyak atau meningkat. Masyarakat diasumsikan

mengikuti dan memahami masalah politik sehingga mau turut berpartisipasi di

dalamnya. Di sisi lain kondisi ini juga menunjukan bahwa pemerintah memiliki

legitimasi yang tinggi dari masyarakat. Oleh sebab itu, pembatasan partisipasi yang

umum terjadi di masa lalu sekarang sudah banyak ditinggalkan.

Sebaliknya, rendahnya partisipasi politik masyarakat mengindikasikan

kondisi yang kurang baik. Karena dapat diasumsikan bahwa banyak masyarakat

yang tidak peduli terhadap masalah kenegaraan. Sehingga dikhawatirkan kebijakan

yang dikeluarkan pemerintah kurang memperhatikan kepentingan masyarakat

karena tidak adanya masukan oleh masyarakat kepada pemerintah. Akibatnya

kebijakan hanya mementingkat sebagian kecil kelompok. Kemudian negara yang

rendah partisipasinya dinidikasikan menunjukkan tingkat legitimasi yang rendah

juga terhadap pemerintahnya.

Setidaknya terdapat lima faktor yang mempengaruhi partisipasi politik

mendapat masyarakat:

i. Faktor yang pertama adalah modernisasi. Segala bidang terimplikasi oleh

modernisasi sehingga terjadilah komersialisasi pertanian, peningkatan

urbanisasi, peningkatan literasi, industrialisasi, peningkatan pendidikan,

dan perkembangan pesat media massa sehingga jangkauan komunikasi

menjadi lebih luas. Segala kemajuan ini mengakibatkan meningkatnya

kesadaran partisipasi masyarakat, baik dari kalangan buruh, pedagang, serta

Page 25: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.unair.ac.id/108933/4/4. BAB I PENDAHULUAN.pdfNomor 14 tahun 1967 mengenai larangan pertunjukan kebudayaan Tionghoa. Bahkan salah satu

IR – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

25 SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA IKATAN… ANTONIO FERNANDO

profesional untuk dapat ikut serta dalam mempengaruhi proses pembuatan

dan pengambilan keputusan.

ii. Faktor yang kedua adalah perubahan yang terjadi pada struktur kelas sosial.

Perubahan pada struktur kelas sosial disebabkan oleh terbentuknya kelas

pekerja baru dan kelas menengah yang semakin banyak pada era

modernisasi dan industrialisasi. Melalui hal tersebutlah timbul

permasalahan mengenai siapakah yang sekiranya berhak untuk dapat ikut

serta dalam proses pembuatan keputusan politik yang pada akhirnya

mengarah pada pola partisipasi politik.

iii. Faktor yang ketiga adalah meningkatnya pengaruh kaum intelektual dan

komunikasi massa. Munculnya berbagai ideologi baru seperti nasionalisme,

egaliterisme, dan liberalisme mengakibatkan bangkitnya tuntutan untuk

berpartisipasi dalam pembuatan dan pengambilan keputusan politik.

Meningkatnya komunikasi yang semakin meluas juga mempermudah

penyebaran berbagai ideologi diatas kepada seluruh lapisan masyarakat.

sehingga, masyarakat yang masih tradisional sekalipun dapat memperoleh

pemahaman akan berbagai ideologi tersebut. Hal ini berpengaruh terhadap

pada tuntutan rakyat untuk dapat ikut serta dalam mempengaruhi dan

menetukan kebijakan pemerintah.

iv. Faktor yang keempat adalah konflik antar pemimpin politik. Persaingan

antar pemimpin politik untuk memperoleh kemenangan tentunya

membutuhkan dukungan massa. Sehingga sah dalam konteks ini apabila

mereka memiliki anggapan bahwa yang mereka perbuat adalah untuk

kepentingan rakyat dan dalam usahanya untuk memperjuangkan partisipasi

massa. Akibatnya, muncul tuntutan mengenai hak-hak rakyat, baik HAM,

demokratisasi, keterbukaan, dan pembebasan pers. Sehingga konflik dan

perjuangan kelas menengah dengan kelas bangsawan sebagai pemegang

kekuasaan berujung pada perluasan hak pilih bagi rakyat.

v. Faktor yang kelima adalah semakin meluasnya ikut campur pemerintah baik

dalam hal ekonomi, sosial hingga kebudayaan. Implikasinya, merangsang

Page 26: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.unair.ac.id/108933/4/4. BAB I PENDAHULUAN.pdfNomor 14 tahun 1967 mengenai larangan pertunjukan kebudayaan Tionghoa. Bahkan salah satu

IR – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

26 SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA IKATAN… ANTONIO FERNANDO

pertumbuhan berbagai tuntutan yang terorganisir untuk dapat ikut serta

dalam mempengaruhi pembentukan keputusan politik.

1.6 Kerangka Teoritik

1.6.1 Teori Perilaku Memilih

Partisipasi warga negara dalam pemilu adalah serangkaian kegiatan untuk

membentuk suatu keputusan, yaitu apakah memilih atau tidak memilih pada

pemilu. Apabila memutuskan untuk memilih, maka partai atau calon manakah yang

nanti akan dipilih. Alasan pemilih menentukan pilihannya terhadap suatu calon atau

suatu partai politik dapat dipahami dengan menggunakan salah satu teori turunan

dari teori Perilaku Memilih (voting behavior). Setidaknya terdapat tiga pendekatan

dalam teori Perilaku Memilih, yakni pendekatan sosiologis, pendekatan psikologis,

dan pendekatan rasional.

Pendekatan sosiologis dapat dipahami sebagai suatu pendekatan yang

menjelaskan perilaku memilih yang dipengaruhi oleh beberapa faktor dan prinsip

atas kesamaan karakteristik. Pendekatan ini awalnya berasal dari Eropa Barat dan

kemudian dikembangkan oleh berbagai ilmuan sosialogi dan politik di seluruh

Eropa maupun Amerika Serikat. Model pertamanya dikenal sebagai Mazhab

Columbia yang digagas oleh Lezarsfield dan beberapa ilmuan politik dan sosial dari

Columbia’s University Bureau of Applied Social Science (Erowati, 2004). Ada

beberapa poin dalam mazhab ini:

a. Latar Belakang Sosiologis

Faktor-faktor yang merupakan bagian dari latar belakang sosiologis seperti

jenis kelamin, agama, usia, wilayah, dan lain-lain adalah faktor yang penting

dalam menentukan pilihan politik suatu masyarakat atau individu.

Keterkaitan antara jenis kelamin dan pemilihan umum sulit

dikesampingkan. Terbukti dalam banyak penelitian menunjukkan bahwa

pemilih wanita cenderung memilih calon atau kandidat yang juga wanita.

Kemudian agama, Wald dan Shye dalam penelitiannya menemukan bahwa

individu yang terlibat dalam suatu aktivitas keagamaan akan besar

Page 27: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.unair.ac.id/108933/4/4. BAB I PENDAHULUAN.pdfNomor 14 tahun 1967 mengenai larangan pertunjukan kebudayaan Tionghoa. Bahkan salah satu

IR – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

27 SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA IKATAN… ANTONIO FERNANDO

kecenderungannya untuk memfavoritkan atau memilih kelompok-

kelompok sayap kanan atau partai yang mengusung keagamaan (Asfar,

2006).

Usia juga penting dalam mempengaruhi pilihan politik seseorang. Inilah

mengapa dalam konstitusi Indonesia dan juga banyak negara memberikan

batas minimal usia dalam mengikuti pemilihan umum. Selain itu faktor

geografis atau wilayah seringkali menjadi alasan seseorang dalam

menentukan pilihan politiknya. Hal ini disebabkan adanya suatu bentuk

ikatan kedaerahan yang tinggi loyalitasnya.

b. Kelas Sosial

Status ekonomi individu umumnya sangat dalam menentukan pilihan politik

masyarakat atau individu hampir di seluruh negara industri. Meski begitu

beberapa penelitian menunjukkan bahwa kelas sosial tidak selalu

mempengaruhi pilihan politik seseorang di beberapa negara. Misalnya

penelitian di Indonesia oleh Affan Gaffar menunjukkan pengaruh kelas

sosial terhadap perilaku politik tidak terlalu signifikan. Artinya baik orang

kaya maupun orang miskin tidak menentukan arah khusus terhadap calon

tertentu.

c. Predisposisi Sosial-Ekonomi

Dalam studi perilaku memilih, ada dua variabel presdisposisi sosial-

ekonomi yang dibagi oleh Gerald Pomper, yakni prediposisi sosial-ekonomi

keluarga dan predisposisi sosial-ekonomi pemilih. Masing-masing

keduanya memiliki hubungan yang signifikan dengan perilaku memiliki

seseorang. Presidposisi sosial-ekonomi keluarga dapat dilihat melalui

pilihan politik keluarga. Sehingga individu tersebut memilih calon atau

partai menurut preferensi keluarganya. Sedangkan prediposisi sosial-

ekonomi tergantung pada agama yang dianut individu tersebut, juga

lingkungan, keadaan demografis, kelas sosial, dan lain-lain.

Dari pendekatan sosiologis, penelitian ini akan menggunakan variabel

ikatan primordial sang pemilih dengan calon yang dipilih. Dimana ikatan

primordial yang dimaksud adalah kesamaan identitas atau latar belakang sosial

Page 28: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.unair.ac.id/108933/4/4. BAB I PENDAHULUAN.pdfNomor 14 tahun 1967 mengenai larangan pertunjukan kebudayaan Tionghoa. Bahkan salah satu

IR – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

28 SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA IKATAN… ANTONIO FERNANDO

pemilih dengan yang dipilih. Seperti suku, ras, agama, jenis kelamin, hingga daerah

tempat tinggalnya. Dengan menyertakan pendekatan ini atau variabel ikatan

primordial, maka dapat diketahui apakah sang pemilih mempertimbangkan

kesamaan aspek identitas mereka dengan calon yang dipilih dalam menentukan

pilihannya.

Pendekatan selanjutnya adalah pendekatan psikologis. Pendekatan ini

muncul akibat adanya ketidakpuasan terhadap pendekatan sosiologis yang sulit

diukur secara metodologis. Kali ini yang digunakan adalah Mazhab Michigan yang

dikembangkan oleh Survey Research Centre Universitas Michigan, Amerika

Serikat. Model ini kemudian dikenal lebih lanjut dalam buku “The American

Voter” yang terbit pada tahun 1960 dan ditulis oleh Campbell, Converse, Miller,

dan Stokes (Haryanto, 2014). Terdapat tiga aspek psikologi dalam pendekatan ini

yang menjadi kajian utama. Diantaranya adalah aspek ikatan emosional terhadap

suatu partai, aspek orientasi terhadap isu politik, dan orientasi terhadap calon atau

kandidat.

Salah satu aspek dari ketiga aspek psikologi di atas yang akan digunakan

dalam penelitian ini adalah aspek ikatan emosional terhadap suatu partai atau biasa

juga disebut sebagai identifikasi kepartaian (Surbakti, 2010). Konsep ini mengarah

pada persepsi pemilih terhadap partai-partai peserta pemilu, apakah ada ikatan

emosional pemilih terhadap partai tertentu. Pendekatan inilah yang akan digunakan

dalam penelitian ini karena sesuai dengan judul dan rumusan masalah yang

diangkat. Yaitu berputar pada faktor psikologis pemilih seperti identifikasi

kepartaian.

Hal yang perlu digarisbawahi dalam pendekatan psikologis adalah sikap

politik dari pemilih tetap, dan teori ini sangat bergantung pada sikap serta

sosialisasi. Sikap individu dipengaruhi oleh perilaku politiknya. Persepsi dan sikap

ini terbentuk dari proses sosialisasi yang panjang sehingga dapat membentuk ikatan

yang kuat dengan partai politik sehingga menimbulkan identifikasi tanpa disadari

oleh pemilih. Model psikologis memakai konsep kunci yaitu identifikasi partai di

mana proses sosialisasi yang terjadi membentuk suatu ikatan psikologis antara

pemilih dengan kandidat tertentu atau partai tertentu. Identifikasi partai adalah rasa

Page 29: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.unair.ac.id/108933/4/4. BAB I PENDAHULUAN.pdfNomor 14 tahun 1967 mengenai larangan pertunjukan kebudayaan Tionghoa. Bahkan salah satu

IR – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

29 SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA IKATAN… ANTONIO FERNANDO

keterikatan seseorang dengan suatu partai politik tertentu meskipun dia bukan

anggota resmi dari partai politik tersebut.

Pemlih yang dipengaruhi oleh faktor identifikasi kepartaian disebut sebagai

pemberi suara reaktif (Nursal, 2004). Asumsinya adalah individu bereaksi terhadap

suatu rangsangan secara pasif dan terkondisi, perilaku memilih terbentuk oleh

faktor jangka panjang khususnya faktor sosial. Klasifikasi sosial dan demografi

berhubungan dengan identifikasi kepartaian. Hal ini disebabkan karakter kelompok

sosial dan demografi dimana pemberi suara berada penting dalam berpengaruh

kepada proses pembentukan ikatan emosional pemilih dengan simbol-simbol

partai. Simbol kelompok dan ikatan sejarah dapat berkaitan dengan simbol partai

sehingga terbentuklah identifikasi.

Faktor emosional sangat menentukan perilaku pemberi suara dalam

pendekatan psikologis sosial yang digunakan. Yang mana melibatkan peran

keluarga serta lingkungan sekitar pemilih yang aktif berperan dalam proes

sosialisasinya. Pola korelasi sebagai hasil dari produk budaya juga berpengaruh

terhadap emosional pemilih, sama halnya dengan tokoh panutan yang

menghasilkan identifikasi. Disebutkan bahwa identifikasi merupakan dorongan

agar identik dengan individu lain yang dilakukan individu terhadap individu lain

yang dianggapnya sesuai dalam suatu aspek. Oleh sebab itu faktor ketokohan juga

memberikan pengaruh kuat dalam menentukan perilaku memilih.

Melihat pada penjelasan di atas, peneliti kemudian akan menggunakan

kajian identifikasi kepartaian sebagai variabel untuk menjelaskan perilaku memilih

individu melalui pendekatan psikologis. Mengingat fenomena kepartaian di

Indonesia merupakan salah satu pilar penting dalam kemajuan demokrasi di

Indonesia. Sehingga perlu diketahui seberapa terikat para pemilih secara emosional

dengan partai yang dipilih dalam pemilu DPR RI 2019.

Pendekatan yang ketiga adalah pendekatan rasional yang pertama kali

diperkenalkan oleh Anthony Downs. Pendekatan ini muncul untuk menjelaskan

perilaku memilih yang akarnya diadaptasi dari ilmu ekonomi. (Roth, 2008). Down

menganalogikan pemilu sebagai suatu pasar, yang mana di dalamnya dibutuhkan

Page 30: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.unair.ac.id/108933/4/4. BAB I PENDAHULUAN.pdfNomor 14 tahun 1967 mengenai larangan pertunjukan kebudayaan Tionghoa. Bahkan salah satu

IR – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

30 SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA IKATAN… ANTONIO FERNANDO

penawaran (partai) dan permintaan (pemilih). Dalam pendekatan ini pemilih akan

rasional jika partai yang dipilih juga bertindak secara rasional.

Pendekatan rasional pada dasarnya memberikan penekanan pada motivasi

seseorang dalam menentukan pilihannya adalah melalui perhitungan untung rugi

dari keputusan yang diambil. Dengan kata lain, pemilih yang rasional lebih tertarik

pada calon legislatif yang dapat menjamin bahwa sang pemilih akan memperoleh

keuntungan terbesar dari memilih calon legislatif tersebut. Oleh sebab itu dalam

menentukan pilihannya, individu diasumsikan harus memiliki pengetahuan dan

pemahaman dari apa yang dipilih dan pemahaman seorang pemilih akan hal yang

diinginkan adalah sebuah outcome. Pengetahuan dan pemahaman ini dapat

diperoleh dari berbagai sumber informasi yang kemudian dievaluasi untuk menjadi

rasionalisasi dari suatu pilihan politik.

Meski begitu, pendekatan ini juga sering terkendala oleh kelengkapan

informasi yang tersedia. Apabila informasi memang lengkap, maka tentunya akan

lebih mudah dalam menentukan pilihan politiknya. Namun apabila informasi yang

tersedia terbatas, maka pemilih mau tidak mau harus memilih ditengah

“ketidaktahuan”. Untuk mengtasi ketidak tahuan ini, maka ada beberapa langkah

yang bisa diambil. Pertama, dengan mengupulkan informasi dari bidag-bidang yang

menurut pemilih penting sehingga outcome masih bisa ditanggung dan tidak

melebihi kemanfaatan dari informasi tersebut. Kedua, dengan memanfaatkan

kinerja dari pihak lain, misalnya partai, kelompok kepentingan, dan media untuk

melakukan pengumpulan, analisa, dan penyampaian informasi. Sehingga sebagian

beban outcome dari perolehan informasi dapat ditanggung pihak lain.

Oleh sebab itu, dengan kata lain pendekatan rasional dapat dikatakan

sebagai pelengkap dan kombinasi dari pendekatan sosiologis dan psikologis. Hal-

hal yang tidak bisa dijelaskan dan diketahui melalui kedua pendekatan sebelumnya

dapat dijelaskan melalui pendekatan rasional. Misalnya perpindahan suara seorang

pemilih tidak bisa dijelaskan menggunakan pendekatan sosiologis namun bisa

dijelaskan melalui pendekatan rasional.

Dalam pendekatan rasional, variabel yang digunakan adalah pemahaman

program calon legislatif. Melalui variabel ini dapat diketahui sampai mana

Page 31: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.unair.ac.id/108933/4/4. BAB I PENDAHULUAN.pdfNomor 14 tahun 1967 mengenai larangan pertunjukan kebudayaan Tionghoa. Bahkan salah satu

IR – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

31 SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA IKATAN… ANTONIO FERNANDO

informasi dan pengetahuan yang dimiliki oleh pemilih mengenai program calon

legislatif yang akan dipilih. Juga apakah informasi mengenai program tersebut

digunakan sebagai bahan pertimbangan pemilih dalam menentukan pilihan

politiknya. Selain itu kepercayaan pemilih terhadap calon yang dipilih untuk dapat

menjalankan programnya juga penting dalam mengetahui seberapa yakin pemilih

terhadap kalkulasi untung rugi dan evaluasi mereka terhadap calon legislatif.

Melalui penjabaran diatas, maka dapat diketahui bahwa penelitian ini

menggunakan ketiga pendekatan tesebut. Ikatan primordial merupakan pendekatan

sosiologis, identifikasi kepartaian merupakan pendekatan psikologis, dan program

sang calon atau kandidat merupakan pendekatan rasional. Peneliti merasa penting

untuk mempertimbangkan ketiga aspek atau variabel tersebut dengan kemudian

menggunakan keseluruhan pendekatan karena kemajuan pendidikan politik yang

sudah dialami oleh masyarakat selama beberapa tahun terakhir. Hal ini dibuktikkan

dengan terus meningkatnya keikutsertaan masyarakat dalam pemilihan umum dan

menurunnya angka golput.

Peneliti khawatir apabila hanya menggunakan salah satu pendekatan maka

tidak akan cukup untuk memahami faktor sebenarnya dari alasan seorang pemilih

pemula dalam memilih calon atau kandidat legislatifnya. Misalnya apabila hanya

menggunakan ikatan primordial, maka tidak akan dapat diketahui seberapa banyak

masyarakat yang sudah dewasa secara politik untuk dapat menentukan pilihannya

secara rasional. Sebaliknya, apabila hanya bergantung pada varibel pemahaman

program kandidat atau pendekatan rasional maka tidak dapat diketahui seberapa

banyak masyarakat yang masih rendah pendidikan politiknya karena masih memilih

berdasar pada kesamaan identitas.

1.7 Hipotesis

Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif, sehingga pengujian

hipotesis akan mengerecut pada pola hipotesis alternatif dimana adanya hubungan

antar variabel. Hipotesis ini disebut dalam Ha. Sedangkan untuk hipotesis nihil

artinya tidak diterimanya hubungan antar variabel. Hipotesis ini disebut dalam H0.

Page 32: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.unair.ac.id/108933/4/4. BAB I PENDAHULUAN.pdfNomor 14 tahun 1967 mengenai larangan pertunjukan kebudayaan Tionghoa. Bahkan salah satu

IR – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

32 SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA IKATAN… ANTONIO FERNANDO

H0 :

− Tidak adanya korelasi antara ikatan primordial terhadap pilihan politik etnis

Tionghoa di Dapil DKI Jakarta III dalam Pemilu Legislatif DPR RI 2019.

− Tidak adanya korelasi antara identifikasi kepartaian pemilih terhadap

pilihan politik etnis Tionghoa di Dapil DKI Jakarta III dalam Pemilu

Legislatif DPR RI 2019.

− Tidak adanya korelasi antara pemahaman program calon legislatif terhadap

terhadap pilihan politik etnis Tionghoa di Dapil DKI Jakarta III dalam

Pemilu Legislatif DPR RI 2019.

Ha :

− Ada korelasi antara ikatan primordial pemilih terhadap pilihan politik

pemilih etnis Tionghoa di Dapil DKI Jakarta III dalam Pemilu Legislatif

DPR RI 2019.

− Ada korelasi antara identifikasi kepartaian pemilih terhadap pilihan politik

pemilih etnis Tionghoa di Dapil DKI Jakarta III dalam Pemilu Legislatif

DPR RI 2019.

− Ada korelasi antara pemahaman program calon legislatif terhadap pilihan

politik pemilih etnis Tionghoa di Dapil DKI Jakarta III dalam Pemilu

Legislatif DPR RI 2019.

1.8 Definisi Operasional

1.8.1 Ikatan Primordial

Variabel pertama yang digunakan dalam penelitian ini untuk mengetahui

perilaku memilih etnis Tionghoa dalam pemilu DPR RI 2019 di Dapil DKI Jakarta

III adalah ikatan primordial pemilih dengan calon yang dipilih. Ikatan primordial

disini artinya adanya kesamaan latar belakang identitas antara pemilih dengan calon

yang dipilih. Misalnya kesamaan ras, agama, budaya, kedaerahan, hingga hubungan

kekerabatan seperti teman dan saudara. Variabel ikatan primordial juga sesuai

dengan teori perilaku memilih dengan pendekatan sosilogis untuk mengetahui

Page 33: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.unair.ac.id/108933/4/4. BAB I PENDAHULUAN.pdfNomor 14 tahun 1967 mengenai larangan pertunjukan kebudayaan Tionghoa. Bahkan salah satu

IR – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

33 SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA IKATAN… ANTONIO FERNANDO

bagaimana latar belakang identitas seseorang dapat memengaruhi pilihan

politiknya.

1.8.2 Identifikasi kepartaian

Variabel kedua adalah identifikasi kepartaian. Maksudnya ikatan atau

hubungan emosional antara pemilih dengan partai yang dipilihnya dalam pemilihan

umum. Pada beberapa kasus, dapat diketahui bahwa alasan seseorang memilih

calon legislatif dari partai tertentu bukan dikarenakan kualitas calon, namun karena

faktor partai politiknya. Pemilih merasa memiliki hubungan yang intim dengan

partai yang dipilihnya. Misalnya apakah pemilih pernah atau masih menjadi

anggota atau pengurus dari partai tersebut, apakah pemilih merupakan partisipan

dari partai tersebut, apakah pemilih aktif dalam mengikuti kegiatan yang diadakan

oleh partai tersebut.

Selain keterlibatan sang pemilih dengan partai secara langsung, identifikasi

kepartaian juga bisa dilihat dati bagaimana pandangan sang pemilih terhadap ketua

partai yang dipilihnya. Tidak sedikit kasus dimana seseorang merasa terikat dengan

salah satu partai politik karena mereka memfavoritkan ketua partai tersebut. Selain

itu juga faktor keluarga juga berpengaruh, maksudnya identifikasi kerpartaian

pemilih juga bisa dilihat dari bagaimana partai tersebut ternyata selama ini sudah

diidolakan oleh orang tua atau keluarganya sejak lama, sehingga sedikit banyak

sang anak mendapatkan pengaruh. Oleh sebab itu variabel ini penting untuk dieliti

demi mengetahui perilaku memilih. Lagi pula variabel identifikasi kepartaian ini

sejalan dengan teori perilaku memilih dengan pendekatan psikologis.

1.8.3 Pemahaman Program Calon Legislatif

Pemahaman rogram calon legislatif artinya bagaimana pemilih memahami

setiap program dan narasi yang dijanjikan oleh sang calon legislatif kepada calon

pemilih di daerah pemilihannya selama masa kampanye. Tentunya janji-janji ini

dibuat berdasarkan kebutuhan dan keinginan masyarakat untuk dapat menarik

suara. Variabel ini penting untuk dimasukkan ke dalam penelitian, karena di

masyarakat ada juga yang lebih mempertimbangkan janji sang calon yang akan

Page 34: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.unair.ac.id/108933/4/4. BAB I PENDAHULUAN.pdfNomor 14 tahun 1967 mengenai larangan pertunjukan kebudayaan Tionghoa. Bahkan salah satu

IR – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

34 SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA IKATAN… ANTONIO FERNANDO

dipilih secara rasional. Maksudnya sang pemilih mempertimbangkan untung rugi

dari janji-janji program calon legislatif yang dilemparkan kepada masyarakat.

Dengan menimbang apakah program yang dijanjikan dapat memberikan

keuntungan kepada pemilih atau justru merugikan pemilih, maka sang pemilih

dapat menentukan pilihannya kepada calon legislatif yang dia anggap dapat

memberikan keuntungan terbaik kepadanya. Pemilih juga terkadang tidak hanya

mempertimbangkan program salah satu calon legislatif, namun juga

membandingkan program calon legislatif lainnya. Mempertimbangkan program ini

termasuk langkah rasional yang dalam teori perilaku memilih masuk kedalam

pendekatan rasional.

1.9 Metode Penelitian

1.9.1 Fokus Penelitian

Fokus penelitian ini adalah perilaku memilih etnis Tionghoa dalam Pemilu

legislatif 2019. Dengan menitikberatkan pada ada tidaknya korelasi antara ikatan

primordial pemilih, identifikasi kepartaian dan pemahaman program calon legislatif

terhadap pilihan politik etnis Tionghoa di Dapil DKI Jakarta III dalam Pemilu

legislatif DPR RI tahun 2019.

1.9.2 Tipe Penelitian

Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah tipe penelitian

kuantitatif. Dimana penelitian dengan metode kuantitatif menekankan pada

penggunaan angka-angka dan analisis statistik (Sugiyono, 2015). Penelitian

kuantitatif pada dasarnya dilakukan untuk menguji hipotesis. Melalui metode

kuantitatif maka dapat diketahui ada tidaknya korelasi antara variabel yang diteliti.

Lebih spesifiknya, dalam penelitian ini jenis penelitian yang digunakan adalah jenis

statistik deskriptif. Dimana pada jenis ini, kesimpulan yang diambil dari hasil

analisis data tidak mewakili seluruh populasi namun hanya dari sampel yang

diambil. Penggunaan teknis penelitian ini juga disebabkan data populasi yang tidak

diketahui untuk dapat menghitung sampel secara akurat.

Page 35: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.unair.ac.id/108933/4/4. BAB I PENDAHULUAN.pdfNomor 14 tahun 1967 mengenai larangan pertunjukan kebudayaan Tionghoa. Bahkan salah satu

IR – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

35 SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA IKATAN… ANTONIO FERNANDO

1.9.3 Lokasi penelitian

Lokasi penelitian ini mencakupi Dapil DKI Jakarta III yang mana di

dalamnya terdapat wilayah Kotamadya Jakarta Barat dan Jakarta Utara. Jakarta

Barat terdapat 8 kecamatan, diantaranya Kecamatan Cengkareng, Kecamatan

Grogol Petamburan, Kecamatan Taman Sari, Kecamatan Tambora, Kecamatan

Kebun Jeruk, Kecamatan Kalideres, Kecamatan Palmerah dan Kecamatan

Kembangan. Kemudian terdapat 6 kecamatan di Jakarta Utara, diantaranya

Kecamatan Cilincing, Kecamatan Kelapa Gading, Kecamatan Koja, Kecamatan

Pademnagan, Kecamatan Penjaringan dan Kecamatan Tanjung Priok.

Dapil DKI Jakarta III dipilih sebagai objek penelitian karena pada dapil

inilah terdapat pusat pemukiman dan pusat perekonomian masyarakat etnis

Tionghoa sejak jaman penjajahan Belanda hingga saat ini. Selain itu dapil ini juga

menjadi satu-satunya dapil yang terdapat caleg lolos beretnis Tionghoa, dan tidak

hanya satu namun dua yakni Darmadi Durianto dan Charles Honoris. Sedangkan

pada dapil lain tidak ditemukan satupun caleg beretnis Tionghoa yang berhasil lolos

ke DPR RI.

1.9.4 Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel

Populasi merupakan wilayah generalisasi yang diantaranya terdapat subjek

atau objek yang memiliki karakteristik tertentu dan kualitas yang telah ditetapkan

oleh peneliti untuk dipelajar dan setelahnya ditarik kesimpulan (Sugiono, 2015:

117). Meskipun tidak ada instansi pemerintah yang menyediakan data khusus

mengenai jumlah pemilih beretnis Tionghoa dalam Pemilu 2019, sehingga tidak

ada data akurat yang dapat menunjukkan populasi pemilih beretnis Tionghoa. Tetap

yang menjadi populasi adalah warga DKI Jakarta beretnis Tionghoa dari Jakarta

Utara dan Jakarta Barat yang sudah memilih dalam Pemilu Legislatif DPR RI 2019.

Namun karena teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah cluster

sampling, yang mana sampel hanya diambil dari sebagian daerah tertentu

berdasarkan klaster-klaster. Sehingga tidak semua kecamatan diambil sampelnya.

Dari kotamadya Jakarta Barat ada tiga kecamatan yang dijadikan objek

pengambilan sampel yakni Grogol Petamburan, Taman Sari, dan Tambora.

Sedangkan dari kotamadya Jakarta Utara ada tiga kecamata juga yang dijadikan

Page 36: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.unair.ac.id/108933/4/4. BAB I PENDAHULUAN.pdfNomor 14 tahun 1967 mengenai larangan pertunjukan kebudayaan Tionghoa. Bahkan salah satu

IR – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

36 SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA IKATAN… ANTONIO FERNANDO

objek pengambilan sampel yakni Kelapa Gading, Pademangan, dan Penjaringan.

Keenam kecamatan ini dipilih karena masing-masing kecamatan terkenal sejak

lama karena wilayah pecinannya dan dekat dengan pusat ekonomi etnis Tionghoa.

Dalam menentukan jumlah sampel atau jumlah responden yang menjadi

objek dari penelitian ini maka digunakan rumus Lemeshow (1997), sebab jumlah

populasi yang tidak diketahui. Dengan rumus sebagai berikut:

𝑛 = 𝑍2𝑝𝑞

𝑑2

n = jumlah minimal sampel yang diperlukan

Z = skor Z pada kepercataan 95% = 1,96

p = 0,5

q = 1-p

d = alpha (0,10) atau sampling error = 10%

Dengan rumus tersebut, detail perhitungan sampel sebagai berikut:

𝑛 = 1,962 𝑥 0,5 𝑥 0,5

0,12=

0,9604

0,01= 96,04 (96)

Artinya minimal jumlah sampel yang dibutuhkan dalam penelitian ini

adalah sebanyak 96 responden. Namun, karena peneliti ingin meningkatkan

ketepatan dari penelitian ini maka peneliti mengumpulkan responden lebih dari

jumlah minimal yang ditetap rumus (96 responden). Sehingga dengan proses

selama satu bulan pengumpulan sampel, diperoleh jumlah sampel yang terkumpul

dari penelitian ini sebanyak 250 responden, namun jumlahnya tidak terbagi rata di

setiap kecamatan. Hal ini disebabkan oleh kondisi pandemi Covid-19 yang terjadi

ketika penelitian ini dilakukan sehingga pengumpulan sampel tidak bisa dilakukan

secara langsung demi memastikan data yang terkumpul maksimal dan merata.

1.9.5 Variabel Penelitian

a. Variabel Independen

Variabel ini dikenal juga sebagai variable bebas atau variable X. Variabel

ini adalah variabel yang mempengaruhi atau menjadi penyebab dari adanya

perubahan terhadap variabel terikat atau dependen.

Page 37: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.unair.ac.id/108933/4/4. BAB I PENDAHULUAN.pdfNomor 14 tahun 1967 mengenai larangan pertunjukan kebudayaan Tionghoa. Bahkan salah satu

IR – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

37 SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA IKATAN… ANTONIO FERNANDO

Dalam penelitian ini, variable independent yang digunakan adalah:

a. Ikatan Primordial

− Apakah pemilih memilih calon legislatif atas dasar kesamaan etnis?

− Apakah pemilih memilih calon legislatif atas dasar kesamaan agama?

− Apakah pemilih memilih calon legislatif atas dasar kekerabatan?

b. Identifikasi kepartaian

− Apakah pemilih mengidentifikasi dirinya sebagai bagian dari partai

tertentu?

− Apakah pilihan politik pemilih dipengaruhi oleh kepemimpinan atau

ketokohan dari ketua partai politik tertentu?

c. Pemahaman program calon legislatif

− Apakah pemilih mengetahui program dari calon legislatif yang akan

dipilih?

− Apakah pemilih mempertimbangkan program calon legislatif sebagai

alasan memilih calon legislatif tersebut?

b. Variabel Dependen

Variabel ini dikenal juga sebagai variable terikat atau variable Y. Variabel

ini adalah variable yang dipengaruhi oleh variable bebas.

Dalam penelitian ini yang termasuk dari variable Y atau variable dependen

adalah pilihan politik etnis Tionghoa di Dapil DKI Jakarta III dalam Pemilu

Legislatif DPR tahun 2019.

1.9.6 Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam sebuah penelitian dapat dilakukan dengan

berbagai cara, salah satunya adalah melalui kuesioner. Kuesioner adalah teknik

pengumpulan data yang dilakukan dengan memberikan rangkaian pertanyaan

secara tertulis kepada responden untuk dijawab (Sugiyono, 2015). Metode

kuesioner ditujukan untuk mengumpulkan data dari responden mengenai variabel

identifikasi kepartaian dan tingkat kepercayan partai.

Mengingat kondisi pandemi Covid-19 ketika penelitian ini dilakukan, maka

penyebaran kuesioner tidak bisa dilakukan secara langsung. Sehingga peneliti

Page 38: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.unair.ac.id/108933/4/4. BAB I PENDAHULUAN.pdfNomor 14 tahun 1967 mengenai larangan pertunjukan kebudayaan Tionghoa. Bahkan salah satu

IR – PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

38 SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA IKATAN… ANTONIO FERNANDO

menggunakan platform google form untuk menjadi sarana penyebaran kuesioner

secara online. Kuesioner yang berbentuk google form tersebut kemudia disebarkan

melalui media sosial baik Instagram, Line, WhatsApp, dan lain sebagainya.

Kuesioner tersebut berisikan persyaratan yang menyebutkan bahwa responden

harusnya warga negara Indonesia, ikut memilih dalam pemilu 2019, beretnis

Tionghoa, dan tinggal di kecamatan yang menjadi lokasi penelitian yakni Grogol

Petamburan, Tambora, Taman Sari, Kelapa Gading, Penjaringan, dan Pademangan.

1.9.7 Teknik analisis data

Analisis data adalah kegiatan yang dilakukan setelah data dari seluruh

responden sudah terkumpul (Sugiyono, 2015). Kegiatan tersebut diantaranya

melingkupi pengelompokkan data berdasarkan jenis responden dan variabel,

tabulasi data yang didasari oleh variabel dari seluruh responden, melakukan

penyajian data variabel, dan menghitung untuk menguji hipotesis. Taraf

signifikansi yang digunakan adalah 5% atau taraf kepercayaan 95%, untuk

mengetahui ada tidaknya hubungan antara ikatan primordial, identifikasi kepartaian

pemilih dan pilihan politik etnis Tionghoa di Dapil DKI Jakarta III dalam pemilu

DPR RI tahun 2019.

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis

menggunakan tabel frekuensi dengan program aplikasi SPSS 25. Dalam penelitian

ini, jenis analisis yang digunakan adalah uji Chi-Square Pearson. Jenis analisis ini

digunakan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara variabel. Uji Chi-

Square sangat bergantung pada jumlah sampel, semakin besar sampelnya maka

nilai chi-square akan semakin bertambah (Priyono, 2016).