BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR...
-
Upload
nguyenkhue -
Category
Documents
-
view
217 -
download
0
Transcript of BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR...
18
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Media sosial Indonesia sedang dihebohkan dengan kehadiran sosok Karin
Novilda alias “Awkarin”, seorang remaja yang memperoleh popularitas melalui
platform Instagram, YouTube0F
1, dan ask.fm1F
2. BBC Indonesia2F
3 (2016) menyebut
bahwa sosok Karin memperoleh perhatian publik karena kerap mengunggah foto
dan video yang dinilai kontroversial. Karin tak segan mengunggah gambar dirinya
bersama sang kekasih sedang bermesraan, atau menunjukkan gambar dirinya
sedang merokok atau minum minuman beralkohol bersama teman-temannya.
Tidak hanya itu, Karin kerap kali menggunakan kata-kata kasar dalam video dan
caption miliknya. Perilaku Karin ini mengundang cibiran dari masyarakat
Indonesia.
Dalam sebuah kiriman video di Instagram pada 30 Januari 2016, Karin
pernah menampilkan dirinya sedang berciuman dengan kekasihnya setelah
keduanya menghisap vape. Kiriman ini lantas menuai banyak respon positif dan
negatif dari para followers. Misalnya cibiran dari akun @anggunalvionitalatiiiiif
yang berkomentar “Yg ngepost kayagini otaknya gak ada !” dan akun
@renataa_27 yang menulis “Mencemarkan generasi bangsa Indonesia
@awkarin”. Sementara komentar kekaguman terhadap gaya berpacaran Karin pun
turut berdatangan, seperti akun @nurmulyanti.putri yang menulis “Sosweettt.. 1 YouTube adalah sebuah situs berbagi video yang berpusat di San Bruno, California. Situs ini mengizinkan penggunanya untuk mengunggah, menonton, menilai, mengomentari, melaporkan, atau membagikan sebuah video, dan melakukan subscribe pada channel atau profil yang disukai. 2 Ask.fm adalah sebuah situs jejaring sosial global di mana pengguna dapat memberi atau menerima pertanyaan dengan orang lain. Konsep utama dari situs ini adalah bertanya dan menjawab, seperti slogannya yang berbunyi, “Where the world wants to know about you”. Pengguna dapat memilih untuk ditampilkan dengan identitasnya atau tampil sebagai anonim ketika menajukan pertanyaan kepada pengguna lain. 3 BBC Indonesia merupakan bagian dari BBC World Service dengan markas di New Broadcasting House, London, Inggris. BBC (British Broadcasting Corporation) adalah layanan penyiaran publik dan merupakan organisasi penyiaran nasional tertua di dunia. (bbc.co.uk)
19
Menurut gue kalian berdua ccok bangets.. Smoga saja kalian dipertemukan
kembali ..” dan akun @papauf yang berkata “Hahaha mantap boleh tuh dicoba.
Pake apaan itu roko apa es?” Video ini adalah salah satu kiriman pada feeds
‘Awkarin’ yang disorot oleh banyak orang, yaitu dengan 1.276.314 views dan
8.345 komentar (November 2016).
Dalam wawancara dengan BBC Indonesia, Kepala divisi sosial Komisi
Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Erlinda, menyebut unggahan Karin di
media sosial ‘bertentangan dengan norma yang ada dan bertentangan dengan jati
diri bangsa’. Terlebih lagi, Karin mengumbar gaya hidupnya menjadi konsumsi
publik. Erlinda menyatakan bahwa perilaku Karin menampilkan asusila, yang
dianggap seperti hal yang biasa dan dijadikan gaya hidup. Mengingat bahwa
internet sudah semakin mudah untuk diakses anak-anak sekalipun, presentasi diri
Karin mengancam perkembangan perilaku remaja di Indonesia. Pasalnya, banyak
anak muda yang mengidolakannya—dengan satu juta followers di Instagram.
Lingkaran pertemanan dengan remaja-remaja gaul, fashion yang keren, kehidupan
hedonisme, uang yang berlimpah dari hasil endorse, kehidupan serba mudah dan
senang seperti Karin sangat diidam-idamkan remaja. Tak heran sosok Karin
Novilda dijadikan ikon anak muda masa kini.
Beritagar.id3F
4 menyebut sosok ‘Awkarin’ sebagai wakil dari generasi Z yang
berhasil mapan dan populer tanpa rute konvensional seperti agensi model. Ia
memperoleh popularitas dari presentasi dirinya di media sosial. Profil
Instagramnya diikuti oleh lebih dari 1,8 juta pengguna (Instagram, 2017), kanal
YouTube-nya memiliki lebih dari 200 ribu subscribers (YouTube, 2016), dan
profil ask.fm nya telah menerima lebih dari 4 juta likes (Ask.fm, 2016). Jumlah
ini menunjukkan bahwa banyak orang yang tertarik dengan kisah kehidupan yang
dipresentasikan Karin dalam akun-akun media sosial miliknya.
4 Beritagar.id adalah gabungan situs kurasi publik, Lintas.me (2011) dengan situs kurasi Beritagar.com (2012) di bawah payung PT Lintas Cipta Media (LCM). Pada dasarnya beritagar.id adalah situs berita yang memanfaatkan teknologi dalam mengumpulkan dan menganalisis beragam konten untuk pemberitaan, dengan menyajikan laporan berbasis data. Pusat data Beritagar.id bernama Lokadata, yang dikumpulkan dari berbagai sumber kredibel bertatus data publik. (http://beritagar.id/tentang-kami)
20
Popularitas dan jumlah followers yang sangat banyak menunjukkan bahwa
Karin Novilda dapat digolongkan sebagai mikroselebriti. Urban Dictionary
menerjemahkan mikroselebriti sebagai seseorang yang mendapat pujian dan
pengikut melalui distribusi secara viral di internet. Media sosial khususnya,
memungkinkan kehadiran mikroselebriti, yaitu sebuah teknik presentasi diri di
mana seseorang melihat dirinya sebagai pribadi milik publik, yang menggunakan
strategi pendekatan untuk menarik followers dan memandang audiensnya sebagai
fans (Marwick & Boyd, 2011; Senft 2008; Senft 2013; Marwick, 2015).
Evolusi dari sistem publikasi diri menawarkan berbagai alat baru yang
mengijinkan pengguna internet menjadi pencipta konten (Trammel &
Keshelasvili, 2005). Instagram sebagai peringkat ke-8 situs media sosial
terpopuler di dunia (Statista, 2016), merupakan salah satu platform yang sering
digunakan Karin. Dengan user name ‘@awkarin’ Karin Novilda hadir di
Instagram pada pertengahan 2014 lalu dan menciptakan konten dalam akunnya.
Karin dikenal sebagai sosok yang keren karena konsep tampilan Instagram
miliknya unik dan menarik. Followers-nya bahkan telah mencapai angka puluh-
ribuan pada tahun pertamanya menggunakan Instagram.
Pada awalnya Karin hanyalah seorang gadis remaja Jakarta seperti pada
umumnya. Kini sebagai mikroselebriti, ketenarannya di tengah-tengah publik
sudah hampir menyerupai selebriti sungguhan. Seseorang dapat disebut sebagai
selebriti ketika aktivitas yang dilakukannya menarik perhatian media, mulai dari
meliput peran publik mereka hingga menginvestigasi kehidupan pribadinya
sampai sedetail mungkin (Turner, 2004). Berangkat dari pengertian tersebut,
Karin hampir dapat dikatakan sebagai selebriti. Figurnya kerap diberitakan di
berbagai media massa seperti portal berita online, program infotainment di
televisi, dan di rubrik surat kabar atau majalah. Hal yang membedakan Karin dari
selebriti pada umumnya adalah popularitasnya bermula dari media sosial, bukan
melalui kontrak dengan production house atau industri media.
Berangkat dari popularitas dunia maya, Karin Novilda berkembang menjadi
seorang mikroselebriti sukses yang juga dibicarakan di dunia nyata. Berdasarkan
wawancara yang dilakukan Beritagar.id (2016), diketahui bahwa pendapatan
21
Karin dari hasil endorse produk di Instagram berkisar 32 juta per dua hari.
Banyaknya endorser yang menggunakan jasa endorse Karin disebabkan oleh
banyaknya jumlah followers Karin yang menjadi target pemasaran para pebisnis
online. Selain itu, Karin mulai menggelar acara meet and greet yang dilakukan di
berbagai kota seperti Jakarta, Yogyakarta, Bali, Makassar, dan lain-lain, yang
mana acara ini disambut dengan antusias oleh para penggemarnya di media sosial.
Ini menunjukkan bahwa presentasi diri Karin dalam akun @awkarin berhasil
membuat keberadaan dirinya diakui oleh banyak orang. Tak hanya menyita
perhatian publik, sosok “Awkarin” bahkan menjadi idola dan memiliki banyak
penggemar yang tergila-gila dengannya.
Sejak kiriman foto pertamanya di Instagram, Karin sudah menggunakan
style foto yang khas. Bila melihat feeds Instagram Karin dengan teliti, seseorang
dapat berasumsi bahwa Karin adalah seorang pecinta seni dan seorang yang cukup
puitis. Hal ini terbukti dari gambar-gambar ilustrasi yang sering dibagikannya
dengan untaian caption yang indah. Terlepas dari gaya hidupnya yang dianggap
tidak sesuai dengan moral bangsa Indonesia—memakai baju minim dan
menampilkan aurat, tutur kata santun nilai keindahan dan seni yang dimiliki Karin
sebenarnya sangat baik. Misalnya pada kiriman foto 14 Juli 2016 yang
menampilkan gambar Karin dengan layer merah muda transparan di beberapa
bagian. Akun @putribeh mengomentari “Keren keren ya feedsnya :v @uyunaf”.
Akun @shagib_ berkomentar “ini ngeditnya pake apa @awkarin” dan akun
@dewiarfzirus berkomentar “ini editnya pake aplikasi apaan dah?
@evelinenaomii”. Komentar-komentar ini menunjukkan adanya ketertarikan
publik terhadap gaya editing foto Karin.
Melalui caption-caption pada foto Instagramnya, Karin mengakui bahwa ia
dengan sengaja menata feeds pada akunnya sehingga berpola dan memiliki tema
tertentu. Misalnya mengikuti layout tampilan yang disediakan Instagram—3 foto
per baris—Karin seringkali mengaplikasikan tema atau konsep foto yang sama
untuk 3, 6, atau 9 foto. Karin pernah mengirimkan 9 gambar berturut-turut dari
tanggal 16-17 Juli 2016 dengan tema keluarga dan idul fitri. Selain itu ia juga
22
kerap menggunakan konsep warna dalam foto-foto Instagramnya. Misalnya,
sentuhan warna kuning di 9 foto berturut-turut pada kiriman 17-19 Juli 2016 lalu.
Meskipun nama ’Awkarin’ lebih dipahami masyarakat sebagai sosok
selebgram kontroversial, jumlah followers Instagramnya justru semakin
bertambah. Oktober 2016 lalu jumlah followers miliknya berada di angka 1,1 juta
dan November 2016 jumlah tersebut meningkat menjadi 1,2 juta. Hal ini
menunjukkan bahwa meski menuai banyak kontra, kehadiran dan presentasi diri
‘Awkarin’ dalam kiriman feeds Instagram miliknya tetap disorot dan diawasi oleh
publik, karena setiap unggahannya akan berpengaruh bagi para followers-nya.
Mikroselebriti diamati sebagai praktisi yang “using strategic reveal of information
to increase or maintain this audience” (Marwick, 2010). Sebagai seorang
mikroselebriti, Karin juga memiliki konsep dan kontrol khusus dalam
mempresentasikan dirinya di Instagram, meskipun dalam wawancara dengan
Beritagar.id Karin berkata “Aku tidak ingin citra aku terlihat baik atau buruk,
karena media sosial bagi aku adalah wadah mengekspresikan diri apa adanya.
Terserah orang mau nilai apa.”
Melihat fenomena mikroselebriti @awkarin yang sangat heboh dengan pro
dan kontra, penulis tertarik untuk meneliti bentuk presentasi diri yang
dilakukannya di media sosial Instagram. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
memeriksa secara spesifik selebriti internet—dalam pembahasan ini
mikroselebriti ‘Awkarin’—dalam lingkungan media sosial Instagram. Penulis
percaya bahwa foto-foto yang dibagikan Karin dalam akunnya memiliki kekuatan
dan daya tarik yang tinggi. Bukan hanya memberi popularitas, presentasi diri
Karin di Instagram juga menjadi sumber kekuatan ekonomi baginya. Melalui
penelitian ini, penulis mencoba menemukan penjelasan akan bagaimana
@awkarin sebagai seorang mikroselebriti, memanfaatkan Instagram untuk
mempresentasikan dirinya, meliputi apa dan bagaimana bentuk presentasi diri
yang dirangkai olehnya.
23
1.2 RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan bahwa rumusan
masalahnya adalah:
Bagaimana tipe presentasi diri yang dilakukan mikroselebriti Karin Novilda
dalam akun Instagram ‘@awkarin’?
1.3 TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui bagaimana Instagram bisa menjadi media presentasi
diri @awkarin.
2. Untuk mengetahui bagaimana konsep presentasi diri yang dirangkai
@awkarin di Instagram melalui foto dan video yang dibagikan.
1.4 MANFAAT PENELITIAN
1.4.1 Manfaat Akademis:
Memberikan kontribusi dalam rangka pengembangan Ilmu Komunikasi
khususnya pada pembahasan mengenai mikroselebriti di Indonesia dan
presentasi diri mereka di Instagram.
1.4.2 Manfaat Praktis:
Memberikan penjelasan mengenai fenomena mikroselebriti di
Instagram (selebgram) kepada para pengguna Instagram dan masyarakat
secara luas sehingga fenomena ini dapat ditanggapi secara positif.
1.5 KERANGKA PEMIKIRAN
1.5.1 Mikroselebriti
Media sosial telah memberikan kesempatan kepada orang-orang untuk
menjadi terkenal dan dianggap dalam sebuah kelompok pengguna media
tertentu (Marwick & Boyd, 2011). Pendapat ini membawa kemunculan
konsep mikroselebriti, yang dimaknai sebagai individu-individu yang
24
berkompetisi untuk memperoleh penggemar dan pengakuan di media sosial
(Marwick & Boyd, 2011). Untuk menjadi seorang mikroselebriti, seseorang
perlu memiliki kemampuan untuk menangkap atensi khalayak (Cultureshop,
2015). Seseorang dapat disebut sebagai mikroselebriti bila ia memiliki jumlah
followers yang sangat banyak dan namanya dikenal oleh banyak pengguna
media sosial. Berikut adalah pengertian mikroselebriti dari Marwick &
Boyd:
Micro-celebrity is an emerging online practice that involves creating a persona, sharing personal information about oneself with others, performing intimate connections to create the illusion of friendship or closeness, acknowledging an audience and viewing them as fans, and using strategic reveal of information to increase or maintain this audience (Marwick & boyd, New Media & Society, 2010)
Jaringan media telah mengubah budaya selebriti, cara orang-orang
terhubung dengan gambar selebriti, cara menghasilkan selebriti, dan cara
selebriti dipraktikkan (Marwick & Boyd, 2011). Sebutan selebriti tidak
terbatas pada para praktisi fenomenal di industri media saja. Saat ini, orang
awam pun dapat memperoleh status ‘selebriti’ dengan memanfaatkan media
sosial.
Mikroselebriti juga didefinisikan sebagai individu yang menggunakan
media sosial untuk membuat audiensnya dan mereka merupakan orang-orang
yang tidak terkenal di kehidupan sehari-harinya (Clarewells, 2014) Mereka
adalah orang-orang biasa yang memperoleh popularitas melalui eksistensi di
media sosial. Oleh karena itu, mikroselebriti tidak akan menjadi populer bila
mereka tidak pernah memanfaatkan media sosial dengan tujuan menjadi
terkenal (Clarewells, 2014). Akun media sosial dikelola dengan tujuan
menarik perhatian orang banyak dan menjaring pengikut dengan karakteristik
tertentu, yang menjadi pertimbangan bukan lagi sekedar hal-hal apa yang
berkaitan dengan mikroselebriti, tetapi juga hal-hal apa yang berkaitan dengan
minat pengikutnya (Scholl, 2015).
Kehadiran berbagai platform media sosial memberi kemudahan bagi
semua orang untuk menghadirkan dan menyatakan dirinya. Siapa saja dapat
25
meraih popularitas bila memiliki kekuatan di media sosial. Kekuatan tersebut
diukur melalui jumlah followers atau pengikut pada akun media sosialnya
(Jargalsaikhan & Korotina, 2016). Semakin banyak followers yang dimiliki
maka semakin kuat pula status keberadaan seseorang di suatu media.
Munculnya akun-akun populer dengan jumlah followers yang sangat banyak
kemudian melahirkan konsep mikroselebriti, yaitu sebuah konsep baru
mengenai manusia yang berkompetisi untuk memenangkan perhatian
‘penggemar’ dan dikenal baik di media sosial (Marwick & Boyd, 2011).
Mikroselebriti dianggap lebih otentik dan interaktif dibanding dengan
selebriti biasa, karena pada hakekatnya, mikroselebriti terlibat interaksi
langsung dengan penggemar atau followers-nya melalui media sosial (Senft,
2008 dalam Marwick, 2010). Mikroselebriti merupakan praktisi online yang
muncul dengan menciptakan suatu persona, kemudian membagikan informasi
pribadinya kepada orang lain, melakukan interaksi yang intim untuk membuat
ilusi pertemanan dan keakraban, mengakui keberadaan audiensnya sebagai
penggemarnya, dan menggunakan strategi dalam mengungkapkan informasi
untuk meningkatkan atau mempertahankan audiensnya (Marwick & boyd,
2010).
Mikroselebriti adalah sebuah konsep yang digunakan manusia untuk
meningkatkan popularitasnya melalui video, blog, foto, dan jejaring sosial.
Konsep ini juga merupakan sebuah komitmen untuk menyebarkan dan
mempertahankan identitas online seseorang yang dikemas dengan baik,
dengan ekspektasi orang lain juga akan melakukan hal tersebut (Senft T. ,
2012).
Konsep mikroselebriti pertama kali diungkapkan oleh Theresa M. Senft
(2008). Ini merupakan sebuah fenomena yang berkaitan dengan
perkembangan dalam komunikasi dan teknologi media berjaringan dan cara
manusia menggunakannya. Mikroselebriti adalah jenis selebriti yang dapat
diraih dan dijangkau dengan berpartisipasi dalam berbagai kegiatan di dunia
internet. Mikroselebriti didefinisikan sebagai “...a new style of online
performance that involves people ‘amping up’ their popularity over the Web
26
using technologies like video, blogs, and social networking sites” (Senft,
2008).
Berbeda dengan selebriti yang dihasilkan oleh industri media,
mikroselebriti adalah orang yang menjadi terkenal dengan usahanya sendiri,
yaitu dengan self-branding secara online melalui gambar atau video.
Sementara selebriti tradisional menjadi populer karena pekerjaannya,
misalnya akting atau menghasilkan musik (Marwick, 2015). Popularitas
mikroselebriti terbatas pada sekelompok kecil orang saja, sementara selebriti
tradisional populer dan terkenal dalam lingkungan audiens yang jauh lebih
besar (Marwick, 2013).
Eksistensi mikroselebriti hadir dalam beragam gaya dan aliran, misalnya
model fitness, atlet, gaya berpakaian, blogger makanan, dan lain-lain
(Clarewells, 2014). Tiap-tiap mikroselebriti mencoba untuk membangun citra
khusus mengenai dirinya melalui kiriman-kiriman di platform media sosial.
Citra yang ditampilkan adalah perpaduan dari sosok diri yang diinginkan
mikroselebriti tersebut dan sosok yang dikagumi dan disukai oleh para
pengikut. Oleh karena itu identitas mikroselebriti adalah sebuah produk untuk
dikonsumsi orang lain.
1.5.2 Presentasi Diri
Salah satu hal yang perlu dilakukan orang saat berinteraksi adalah
mempresentasikan diri mereka sebagai sosok yang dapat diterima. Seorang
individu secara sengaja maupun tidak sengaja akan memainkan peran supaya
orang lain akan terkesan oleh keberadaannya. Terkadang bahkan seseorang
melakukannya secara otomatis dan tanpa disadari, misalnya bercermin
sebelum bepergian dan bertemu orang lain. Tiap orang berusaha
menunjukkan “public image of the self” di hadapan orang lain (Baumeister,
1982 dalam Estiani, 2014). Konsep “public image” tersebut dimaknai sebagi
gambaran diri seseorang yang telah dikonstruksi, dimodifikasi, dan
dimainkan selama interaksi dengan orang lain berlangsung.
27
Namun sebuah presentasi diri tidak selalu merupakan pencitraan atau
konsep diri yang disengaja dibuat-buat. Bahkan yang seringkali terjadi adalah
orang mempresentasikan dirinya secara otomatis dalam kehidupan sehari-hari
tanpa benar-benar mereka sadari. Seseorang tidak perlu benar-benar ‘sadar’
akan tujuan dibalik perilaku presentasi diri—mereka biasa melakukannya
tanpa benar-benar memikirkannya
Roy Baumeister (1982) merangkum motif melakukan presentasi diri
menjadi 2 kategori berikut:
a. Menyenangkan audiens
Orang akan melakukan presentasi diri supaya audiens menyukai
dirinya, kemudian memperbesar kesempatannya untuk memperoleh
feedback dari audiens tersebut, meliputi pertemanan, posisi, rasa
“belongingness” maupun status keanggotaan dalam kelompok,
pengakuan sosial hingga dipandang sebagai orang yang menyenangkan.
Orang yang melakukan presentasi diri dengan tujuan tersebut akan
menunjukkan dirinya secara “favorably”, yaitu menyesuaikan dengan
nilai-nilai yang dipegang oleh audiensnya (Baumeister, 1982)
b. Konstruksi Diri
Orang melakukan presentasi diri dengan tujuan menunjukkan
sosok ‘akurat’ dirinya. Potret diri yang ‘akurat’ ini biasanya telah
‘disempurnakan’, namun pelaku presentasi diri mempercayainya
sebagai sesuatu yang benar. Perilaku presentasi diri dengan motivasi
menjadi diri yang diidam-idamkan ini disebut sebagai konstruksi upaya
‘konstruki diri’, yaitu usaha menciptakan ‘public self” yang sejalan
dengan “ideal self”. Usaha ini dilakukan supaya mendapatkan validasi
atau pengakuan dari orang lain atas citra atau imej diri yang
dipresentasikan.
“Validating feedback” atau validasi atas respon dan pengakuan
orang lain terhadap sosok diri ini dapat meminimalisir keraguan
seseorang mengenai ‘seperti apa dirinya yang sesungguhnya’
(Schlenker, 1980). Maka dari itu presentasi diri dengan tujuan
28
konstruksi diri ini muncul dari hasrat seseorang untuk memberi kesan
‘baik’ kepada orang lain secara umum, bukan kepada audiens khusus
(Baumeister, 1982). Oleh karena itu, bentuk presentsi diri ini tidak
sepenuhnya tergantung pada keinginan dan ekspektasi audiens.
Presentasi diri merupakan kombinasi dan refleksi dari berbagai fitur
seseorang yang meliputi konsep diri, kepribadian, peran sosial, serta apa yang
dipercaya sebagai preferensi audiens (Schlenker, 1980). Perilaku presentasi
diri didasari oleh hasrat untuk memberi kesan atau impresi ‘baik’ pada orang
lain. Dalam merangkai presentasi diri, seseorang tidak bisa sembarangan—ia
harus memikirkan cara agar presentasi dirinya terlihat meyakinkan (Estiani,
2014). Goffman (1959) memaparkan perilaku presentasi diri seseorang
sebagai berikut:
When an individual appears in the presence of others, there will usually be some reason for him to mobilize his activity so that it will convey an impression to others which it is in his interests to convey. (Goffman, 1959).
Publik cenderung menyukai orang yang mempesentasikan dirinya
dengan klaim yang konsisten dengan pencapaian mereka (Estiani, 2014). Bila
klaim tersebut tidak terbukti dan tidak dianggap benar oleh audiens, maka
akan berpotensi menimbulkan masalah atau hambatan dalam pencapaian gol
interpersonal pelaku presentasi diri (Estiani, 2014). Pelaku presentasi diri
harus berhati-hati dalam mengamati pribadi seperti apa yang disukai dan
tidak disukai oleh publik.
Presentasi diri dimotivasi oleh adanya keinginan untuk memberi kesan
pada orang lain. Melakukan presentasi diri meliputi proses mengontrol
persepsi seseorang terhadap orang lain, ini merupkan kunci permulaan dalam
mengembangkan sebuah hubungan (Leary, Tchividian, & Kraxberger, 1994).
Dalam menjabarkan bagaimana seseorang ingin dilihat oleh orang lain,
Schlenker (mengajukan dua jawaban. Jawaban pertama adalah self-
glorification, yaitu ketika seeorang ingin orang lain melihat dirinya sebagai
29
sosok yang memiliki kualitas positif dan diinginkan oleh lingkungan sosial.
Jawaban kedua ialah self-consistency, yaitu ketika seseorang ingin orang lain
melihat dirinya dengan cara mengkonfirmasi pandangannya terhadap dirinya.
Pada penelitian yang lebih detail, Jones, E. E., & Pittman, T. S. (1982)
membagi presentasi ke dalam 5 tipe seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1.
Tabel 1.1: Tipe presentasi diri Jones & Pittman (1982)
Presentasi Diri Ekspresi
Self-promotion Mempromosikan informasi positif tentang seseorang
dengan cara memberitahukan kualitas orang tersebut
kepada orang lain
Exemplification Presentasi diri yang dirancang untuk mencontohkan
sebuah persepsi kepada orang lain
Intimidation Untuk memperoleh kekuatan dan menimbulkan rasa
takut pada orang lain dengan meyakinkan orang lain
bahwa dirinya memiliki kekuatan atau kuasa
Ingratiation Pemberian kesan pada seseorang yang didasarkan pada
sanjungan-sanjungan
Supplication Membiarkan orang lain mengetahui kelemahan dan
ketergantungan diri dengan tujuan mendapatkan
bantuan dari orang lain.
1.5.3 Media dan Presentasi Diri
Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang terjadi di era
modernisasi berdampak pada berbagai aspek kehidupan manusia termasuk
pada cara manusia mempresentasikan diri. Hal ini didukung dengan perkataan
(Trammel & Keshelasvili, 2005), “The evolution of personal publishing offers
new tools allowing internet users to become content creators.” Internet
adalah ‘kendaraan’ baru bagi manusia untuk berkomunikasi dan berekspresi.
Media yang terus berkembang dan berinovasi, memberi kesempatan kepada
30
semua orang untuk mengekspresikan dirinya di hadapan publik melalui
internet, yaitu dengan mengelola sendiri konten pada akun miliknya.
Berdasarkan penelitian Forrester, 75% pengguna internet menggunakan
“media sosial” pada perempatan kedua tahun 2008 dengan cara bergabung
dalam jejaring sosial, membaca blog, atau berkontribusi dengan memberi
ulasan pada situs belanja; hal ini menunjukkan peningkatan yang signifikan
dari tahun 2007 dengan 56% pengguna internet (Kaplan & Haenlein, 2009).
Istilah media sosial sendiri digunakan untuk menyebut situs seperti Facebook,
Instagram, Twitter, MySpace, Snapchat, dan Tumblr, yang menyediakan fitur
untuk terhubung dengan teman dan berbagi konten pada waktu riil (Brunskill,
2013).
Seiring dengan teknologi yang terus berkembang, presentasi diri tidak
hanya dapat dilakukan dalam kehidupan nyata saja. Perkembangan teknologi
informasi dan komunikasi melahirkan banyak sekali platform yang dapat
dijadikan medium untuk melakukan presentasi diri. Presentasi diri yang
dilakukan di media sosial disebut sebagai online self-presentation. Media
sosial menyediakan ruang khusus bagi penggunanya untuk membangun citra
yang diinginkan dan secara selektif menyediakan informasi mengenai dirinya
dalam merespon feedback dari orang lain (Goffman, 1959).
Dalam presentasi diri online, seluruh konten diatur oleh pelaku
presentasi diri. Hal ini senada dengan ungkapan Turkle (1995): “When
presenting ourselves via digital environment, individuals are the producer(s),
director(s), and star(s) of the show.” Media sosial sangat berbeda dengan
teknologi media massa lainnya seperti televisi, penggunanya bukan hanya
menjadi konsumen konten tetapi juga produser dan protagonis (Toma, 2013).
Situs-situs jejaring sosial dirancang untuk membantu perkembangan
interaksi di lingkungan virtual dengan menyediakan ruang berbagi informasi,
yaitu pada halaman profil pribadi pengguna. Halaman profil pengguna
biasanya berisi foto dan informasi pribadi yang mendeskripsikan minat dan
ketertarikan dirinya. Melalui fitur berbagi informasi diri tersebut, pengguna
dapat menyembunyikan karakter dan ciri-ciri fisik yang tidak diinginkan
31
dalam mempresentasikan dirinya demi menyesuaikan dengan presentasi diri
yang diinginkan (Alassiri, Muda, & Ghazali, 2014)
Presentasi diri didefinisikan sebagai suatu perilaku di mana seseorang
menghadirkan informasi tentang dirinya kepada audiens nyata maupun
imajinari (Michikyan, Dennis, & Subrahmanyam, 2014). Selain sosok “diri
yang sesungguhnya”, seseorang juga dapat memilih untuk mempresentasikan
sosok diri ideal mereka atau “diri yang palsu” di media sosial dengan tujuan
penipuan, eksplorasi, atau mengesankan orang lain (Michikyan, Dennis, &
Subrahmanyam, 2014). Sebuah citra adalah representasi individu yang
dibentuk dalam pikiran orang lain, dengan materi yang dipilih-pilih dengan
sengaja (Brunskill, 2013). Media sosial secara khusus memfasilitasi
presentasi diri seseorang dengan halaman profil pengguna yang fleksibel dan
dapat diubah sesuai keinginan, identitas anonim, dan pesan komunikasi yang
dapat diubah-ubah (Brunskill, 2013). Dengan segala keunggulannya,
presentasi diri di media sosial tercatat mencapai 6,5 persen dari seluruh lalu
lintas internet pada Februari 2007 (Hitwise4F
5, 2007) dan jumlah ini secara
konsisten meningkat dari tahun ke tahun.
1.6 KERANGKA KONSEP
Berdasarkan kerangka pemikiran, peneliti akan membatasi konsep-konsep
yang akan digunakan. Mikroselebriti merupakan konsep yang tergolong baru
dalam pembahasan terkait internet dan media digital, namun seiring dengan
perkembangan teknologi dan perilaku manusia di internet, konsep ini pun trerus
mengalami perkembangan. Pada penelitian ini, konsep mikroselebriti yang
dijadikan landasan adalah milik (Marwick & boyd, New Media & Society, 2010)
yang mengartikan mikroselebriti sebagai praktisi online yang menciptakan sebuah
persona, membagikan informasi tentang dirinya kepada orang lain, menampilkan
hubungan yang intim sebagai gambaran pertemanan dan kedekatan dengan orang
lain, mengakui keberadaan audiens dan menganggap mereka sebagai penggemar,
5 Hitwise adalah bagian dari Connexity, yang mengukur perilaku pada perangkat desktop, tablet, dan smartphone.
32
yang menggunakan strategi saat mengungkapkan informasi untuk meningkatkan
atau mempertahankan jumlah audiensnya.
Untuk konsep presentasi diri, peneliti akan mengadaptasi pembagian konsep
presentasi diri yang dikemukakan oleh Jones, E. E., & Pittman, T. S (1982).
Konsep presentasi diri ini dipilih karena pembagiannya lebih bervariasi dan lebih
detail dibandingkan konsep-konsep lain. Jones & Pittman membagi konsep
presentasi diri menjadi self-promotion, exemplification intimidation, ingratiation,
dan supplication. Melalui konsep ini, peneliti ingin menganalisis konsep
presentasi diri apa yang terkandung dalam presentasi diri Karin Novilda, terkait
dengan peran dirinya sebagai seorang mikroselebriti.
Ketika mempresentasikan diri sendiri dalam lingkungan digital, seorang
individu berperan sebagai produser, sutradara, dan bintang dari sebuah
pertunjukan (Turkle, 1995). Bila dikaitkan dengan kegiatan presentasi diri seorang
mikroselebriti, maka media adalah panggung ‘pertunjukan’ yang memfasilitasi
individu untuk mengelola sendiri ‘pertunjukan’ miliknya, termasuk usaha untuk
menjadi terkenal hingga memperoleh penggemar dan pengakuan di media sosial.
Sesungguhnya ada banyak platform media sosial yang dimanfaatkan
manusia untuk mencari popularitas digital, namun penelitian ini hanya akan
merujuk pada satu platform media sosial yaitu Instagram. Peneliti menganggap
Instagram sebagai media sosial yang sangat dekat dengan masyarakat, terutama
anak muda zaman sekarang. Apalagi dengan bertambahnya fitur Instagram seperti
Explore5F
6 dan fitur Story6F
7. Terlepas dari fitur-fitur yang ditawarkannya, Instagram
adalah sebuah platform yang penggunaannya mudah dan gratis.
Salah satu mikroselebriti yang namanya melambung karena aktifitasnya
sebagai selebgram adalah Karin Novilda. Foto-foto yang diunggah pada profilnya
berhasil menarik perhatian lebih dari satu juta orang—jumlah yang sangat
fantastis untuk akun Instagram seseorang yang tidak berasal dari dunia showbiz
6 Explore adalah sebuah menu di Instagram yang mengijinkan pengguna melihat lebih banyak lagi kiriman gambar-gambar di Instagram yang berasal dari akun-akun yang berinteraksi dengan pengguna maupun dengan akun-akun yang diikuti pengguna. 7 Story adalah fitur Instagram yang mengijinkan pengguna mengunggah atau melihat kiriman orang lain berisikan video atau foto, pada ruang yang berbeda dengan feeds Instagram. Foto dan video ini hanya bertahan selama 24 jam, lalu kemudian hilang.
33
dan entertainment. Pertambahan jumlah likes pada foto-foto yang diunggahnya
sangat cepat, dalam hitungan jam saja fotonya mampu menerima ribuan likes.
Namun banyaknya jumlah followers dan likes pada akun @awkarin tidak dapat
dikonversikan sebagai jumlah orang yang menyukai aktifitasnya sebagai
mikroselebriti. Atensi followers yang diterima Karin bukanlah sebatas pujian atau
apresiasi saja, kritik pedas dan komentar mengandung bully juga banyak muncul
pada foto-foto Karin. Sosok fenomenal Karin Novilda yang menuai banyak pro
dan kontra dari masyarakat menjadi alasan peneliti memilih akun @awkarin
beserta foto unggahannya sebagai subjek penelitian terkait presentasi diri dan
status mikroselebriti yang dimilikinya.
Bagan 1.1: Kerangka Konsep Penelitian
Media Sosial: Instagram
Foto unggahan Akun Karin Novilda: @awkarin
Pengelompokkan Kategori Foto:
• Swafoto/Potret manusia Tunggal • Pose seduktif • Foto keluarga • Foto bersama hewan • Quotes/tulisan • Blank • Peristiwa khusus • Foto berhijab • Foto hitam putih • Video • Gaya hidup metropolis • Kehidupan berpacaran • Pertemanan dan Persahabatan • Endorsement • Random Picture
Semiotika Barthes
Hasil Analisis
Konsep Presentasi Diri:
• Self-promotion • Exemplification • Intimidation • Ingratiation • Supplication
Kajian Semiotika Gunther dan van
Leuween
Raw Data
34
1.7 METODOLOGI PENELITIAN
1.7.1 Metode Penelitian
Komunikasi adalah sebuah studi yang mengamati dan menganalisis
tanda dan bagaimana tanda bekerja. Pada penelitian ini praktik pemaknaan
bahasa dalam gambar dilakukan dengan pendekatan semiotika yang
dikemukakan oleh Roland Barthes. Pendekatan semiotika Roland Barthes
mengacu pada semiologi Saussure dengan menyelidiki hubungan penanda
dan petanda pada sebuah tanda. Penanda adalah aspek material tanda yang
dapat diindrai. Sementara petanda adalah aspek mental tanda-tanda/konsep-
konsep ideasional yang terpatri di benak pembuatnya. Penanda sebagai sisi
ekspresi dan petanda sebagai sisi isi dari tanda memiliki hubungan yang
arbiter dan konvensional. Ini berarti bahwa hubungan antara keduanya tidak
natural, melainkan ditentukan oleh konvensi.
Dalam menganalisis foto, digunakan pendekatan struktur Roland
Barthes mengenai gambar yang didasarkan pada gagasan signifikasi dua
tahap (two order of signification). Dalam tulisannya Element of Semiology
Barthes mengembangkan dua sistem penandaan yang bertingkat, yang disebut
sebagai sistem ‘denotasi’ dan ‘konotasi’. Denotasi merupakan tingkat
signifikasi lapisan pertama yang literal dan dapat langsung dipahami tanpa
harus melakukan penafsiran terhadap tanda denotatif tersebut. Tanda ini
disebut analogon. Sistem ‘denotasi’ terdiri dari rantai penanda dan petanda,
yaitu hubungan materialistis penanda dan konsep abstrak yang ada di
baliknya. Signifikasi tingkat kedua adalah konotasi, yaitu makna yang
tercipta dengan cara menghubungkan penanda-petanda dengan penjabaran
teori mikroselebriti dan motif melakukan presentasi diri. Pada sistem
‘konotasi’, rantai penanda/petanda pada sistem denotasi menjadi penanda,
demikian seterusnya berkaitan dengan petanda yang lain pada rantai
pertandaan yang lebih tinggi. Untuk membedakan kedua sistem ini secara
tegas, Barthes menciptakan peta tentang bagaimana tanda bekerja:
35
Bagan 1.2: Peta Tanda Roland Barthes (Sobur, 2004)
1. Signifier (Penanda)
2. Signified (Petanda)
3. Denotative Sign (Tanda Denotatif)
4. Connotative Signifier (Penanda Konotatif)
5. Connotative signified (Petanda Konotatif)
6. Connotative Sign (Tanda Konotatif)
Sumber: Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, Penerbit Remaja Risdakarya, Bandung, 2004, hlm. 69.
Maka dari itu, tanda konotatif dalam konsep Barthes bukan sekedar
memiliki makna tambahan, tetapi juga mengandung kedua bagian tanda
denotatif yang melandasi keberadaannya. Untuk menciptakan sebuah
semiotik gambar atau foto, kedua pesan tanda ini harus dibedakan terlebih
dahulu. Pesan denotasi adalah pesan yang disampaikan secara keseluruhan
atau apa yang ada di foto itu sendiri, sedangkan pesan konotasi dihasilkan
oleh unsur-unsur gambar (visual) dalam foto yang membentuk makna lain.
Barthes mengungkapkan bahwa untuk membaca mitos-mitos perlu
dibedakan dua buah tipe pesan yang terkandung dalam sebuah pesan.
Pertama, pesan yang tampak sebagai pesan ikonik (iconic message) yang
dapat kita lihat, entah berupa adegan (scene), lanskap, atau realitas harfiah
yang terekam. Bentuk pesan yang kedua adalah tipe lingual (linguistic
message) yang hadir dalam nyaris setiap citra, entah sebagi judul, caption,
artikel berita pendamping, dialog dalam film, balon kata dalam komik, dan
sebagainya.
Pesan harfiah adalah tataran denotasi pesan yang berfungsi untuk
menaturalkan pesan simbolik; sementara itu pesan simbolik adalah tataran
dari konotasi yang keberadaannya didasarkan pada kode budaya tertentu atau
familiaritas terhadap stereotipe tertentu. Petanda-petanda dari makna yang
berkonotasi tersebut dapat disebut sebagai ideologi, sedangkan penanda-
penandanya disebut retorik.
36
Penelitian ini mencoba membaca tanda visual (visual signs), yaitu
gambar memiliki keserupaan dengan objek yang diacunya. Untuk itu, dengan
berlandaskan pada analisis semiotika Barthes, penelitian ini lebih spesifik lagi
menggunakan analisis semiotika visual. Semiotika visual menyelidiki makna
yang disalurkan melalui sarana indra visual secara khusus. Analisa dan
penyelidikan makna dilakukan pada gambar fotografi, yang menjadi wahana
signifikasi (vehicles of signification).
Dalam memaknai sebuah gambar foto, Ghunter Kress dan Theo van
Leuuwen mengungkapkan aspek-aspek yang harus dikaji dalam semiotika
visual. Aspek-aspek ini yang kemudian menjadi gramatika sebuah tanda-
tanda visual. Adapun aspek-aspek tersebut, yaitu:
• Interteksualitas (Intertextuality)
Aspek ini mengacu pada bagaimana sebuah gambar berhubungan
dengan gambar lainnya. Semakin berhubungan sebuah gambar dengan
gambar lain yang muncul sebelumnya, maka semakin banyak simbol
yang dapat diketahui oleh masyarakat.
• Vektorialitas (Vektor)
Fotografer mendesain sebuah foto dengan mempertimbangkan garis-
garis atau vektor yang membentuk sebuah foto. Vektor ini
menunjukkan relasi transaksional antara tanda yang satu dengan tanda
yang lain. Vektor dapat menentukan apakah sebuah gambar fotografik
bersifat naratif atau konseptual. Vektor yang bersiat naratif adalah yang
menampilkan aksi, peristiwa, proses perubahan, dan relasi spasial yang
bersifat fana. Dalam proses naratif juga ditentukan bagaimana keadaan
objek sekitar (circumstances) seperti set tempat. Sementara vektor
konseptual terjadi ketika partisipan (objek gambar) sitampilkan dalam
kerangka kelas, struktur dan maknanya atau dengan kata lain
ditampilkan secara umum, stabil dan kekal.
• Modalitas (Modality)
Aspek ini menjadi indikator dalam menentukan apakah sebuah gambar
fotografik merupakan representasi dari realitas. Bila sebuah gambar
37
diberi semakin banyak teknik manipulasi, maka gambar tersebut juga
semakin jauh dari realitasnya. Dalam memahami derajat
kealamiahannya digunakanlah indikator modalitas yang mencakup:
saturasi warna, diferensiasi warna, modulasi warna, kontekstuallisasi,
representasi, kedalaman, iluminasi, dan kecemerlangan gambar.
• Komposisi dan Teks Multimodal
Melalui aspek ini, gambar dilihat sebagai keseluruhan komposisi yang
diusun dari tiga sistem berikut: nilai informasi (information value),
teknik membingkai (framing), dan fokus perhatian (salient).
1.7.2 Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini dapat dilakukan dengan data-data yang mendukung dari
lapangan dan dari referensi pustaka. Teknik pengumpulan data yang
dilakukan dalam penelitian ini adalah:
a. Pengumpulan dan Kategorisasi Foto unggahan mikroselebriti Karin
Novilda di Instagram melalui akun miliknya @awkarin pada Juli 2016.
90 dari total 93 kiriman akun @awkarin pada periode ini merupakan
foto, sementara 3 lainnya berbentuk video. Periode ini dipilih karena
pada periode inilah sosok “awkarin” sedang ramai dibicarakan di
masyarakat. Pada periode inilah hubungan Karin Novilda dan mantan
kekasihnya Gaga Muhammad berakhir. Nama Karin Novilda
melambung pada masa ini, ketika ia banyak mengunggah foto-foto
dengan caption “galau” terkait hubungannya dengan Gaga. Terlebih
lagi ketika video dalam akun YouTube Karin Novilda, berjudul
“GAGA’S BIRTHDAY SURPRISE & MY CONFESSION” menjadi
viral di khalayak internet Indonesia. Adegan Karin yang sedang
menangis pada video tersebut banyak diparodikan, demikian pula
dengan ucapan-ucapannya yang dijadikan meme dan tersebar di
berbagai situs dan jejaring sosial di Indonesia. Pada periode inilah
publik mulai menyadari keberadaan Karin Novilda dan mengamati
38
perilakunya di Instagram, yang kemudian meningkatkan popularitasnya
sekaligus mengantarkaannya pada panggilan KPAI.
b. Riset Pustaka yaitu dengan mencari landasan dan referensi teori dan
pemikiran yang sesuai dan bermanfaat untuk menjelaskan bagaimana
praktik mikroselebriti dalam menghadirkan dirinya di internet
khususnya media sosial Instagram, sehingga mampu menarik atensi
khalayak dengan konten umum hingga konten kontroversial sekalipun.
Riset pustaka dilakukan untuk menguatkan pembacaan dan analisis
terhadap data-data yang diperoleh di lapangan.
1.7.3 Teknik Analisis Data
a. Pengelompokkan Data berdasarkan Kategori
Dalam penelitian ini gambar yang akan dikaji adalah gambar kiriman
Karin Novilda dalam akun Instagramnya. Selama periode Juli 2017,
terdapat 90 kiriman berupa foto dalam profil ‘@awkarin’. Kiriman
video tidak diambil sebagai data karena penelitian ini berfokus pada
gambar yang tidak bergerak, yaitu foto. Kategorisasi foto dibuat
berdasarkan ide dan pesan umum yang disampaikan dalam setiap foto.
Unggahan akun Instagram @awkarin pada Juli 2016 dapat dibagi dalam
empat belas kategori berikut:
• Swafoto/potret orang tunggal
Menurut psikolog dan direktur Media Psychology Research Center, Dr,
Pamela Rutledge, swafoto atau yang dikenal dengan sebutan “selfie”
adalah foto hasil memotret diri sendiri atau self portrait yang biasanya
dilakukan menggunakan kamera ponsel atau webcam dan diunggah ke
media sosial (Holmes, 2013). Potret orang tunggal adalah foto yang titik
fokusnya adalah mata atau ekspresi manusia tunggal yang menjadi objek
foto. Berdasarkan dua pengertian tersebut, foto-foto yang masuk dalam
kategori ini adalah foto dengan Karin Novilda sebagai objek tunggal foto,
entah dengan memotret diri sendiri atau dengan menggunakan orang lain
39
sebagai fotografer. Foto pada kategori ini tidak meliputi foto Karin yang
sedang mengenakan hijab.
• Pose seduktif
Foto-foto yang masuk kategori ini adalah foto di mana Karin menunjukkan
pose-pose menggoda dan seduktif.
• Foto keluarga
Kategori ini meliputi foto-foto dengan keluarga inti (ayah, ibu, anak).
• Foto bersama hewan
Foto yang tergolong kategori ini adalah yang menampilkan Karin bersama
hewan sebagai objek foto.
• Quotes/tulisan
Quote atau kutipan adalah suatu kalimat yang dianggap menarik dan
bermanfaat karena mengandung motivasi, inpirasi, solusi, dan sebagainya.
• Foto Kosong
Kategori ini adalah untuk foto-foto yang tidak memiliki objek apapun,
hanya berupa foto putih polos.
• Peristiwa khusus
Menurut KBBI, peristiwa adalah kejadian (hal perkara, dan sebagainya)
yang luar biasa (menarik perhatian dan sebagainya) yang benar-benar
terjadi. Peristiwa khusus adalah kejadian luar biasa yang secara khusus
diciptakan untuk mencapai tujuan tertentu.
• Foto berhijab
Karin Novilda dikenal sebagai sosok yang tidak memakai hijab dalam
kesehariannya. Namun dalam beberapa unggahan di Instagram ia terlihat
mengenakan hijab. Foto-foto yang masuk dalam kategori ini adalah yang
menampilkan Karin dengan memakai hijab.
• Foto hitam putih
Foto yang diberi efek atau filter Black & White (B&W), sehingga warna
akan diblokir dan terciptalah foto berwarna hitam dan putih yang lebih
dramatis dan artistik.
40
• Gaya hidup metropolis
A.B. Susanto (2001) dalam bukunya yang berjudul Potret-potret Gaya
Hidup Metropolis memaparkan berbagai bentuk gaya hidup manusia di
kota metropolis, yang dibagi menjadi:
(i) Menjadikan “status” sebagai sesuatu yang penting (ditandai dengan
penampilan dan hal yang dipakainya seperti mobil,telepon seluler
(HP), mobil, dan lainnya.)
(ii) Mobilitas yang tinggi (ditandai dengan budaya berpindah-pindah
antar kota, antar-pulau, bahkan antar-negara.)
(iii) Bercengkerama di tempat-tempat tertentu (ditandai dengan
pertemuan di kafe, bar, dan lainnya yang dianggap sebagai ikon gaya
hidup modern.)
(iv) Lunch, Golf, Dinner (cara masyarakat untuk melakukan “lobi”
pada rekan yang penting.)
(v) Pernikahan agung
(vi) Wisuda
(vii) Gaya hidup instan (gaya hidup serba cepat yang ditandai dengan
waktu yang semakin berharga bagi masyarakat modern.)
(viii) Gaya hidup dengan teknologi komunikasi
• Kehidupan berpacaran
Berpacaran adalah aktifitas sosial yang mengijinkan dua orang yang
berbeda jenis kelamin untuk terikat dalam interaksi sosial dengan
pasangannya yang tidak ada hubungan keluarga. Hubungan berpacaran
dilakukan oleh orang-orang yang memiliki perasaan suka, cinta, hubungan
romantis, dan hubungan sosial. Ciri-ciri kehidupan berpacaran adalah
adanya kedekatan atau keintiman, yang meliputi berbagai tingkah laku
seperti berpegangan tangan, berciuman, dan interaksi perilaku seksual
lainnya (Baron & Byrne, 1997). Foto-foto yang tergolong dalam kategori
ini adalah foto yang menampilan kehidupan percintaan dan hubungan
berpacaran Karin.
41
• Pertemanan dan persahabatan
Sahabat, teman, atau sering juga disebut kawan secara sederhana diartikan
sebagai orang-orang yang melakukan interaksi yang cukup akrab. Kamus
Besar bahasa Indonesia mengartikan kawan sebagai orang yang sudah
lama dikenal dan sering berhubungan dalam hal tertentu (dalam bermain,
belajar, bekerja, dan sebagainya). Foto-foto yang tergolong dalam kategori
ini adalah yang menapilkan gambar Karin bersama sahabat maupun
teman-teman dalam lingkaran sosialnya.
• Endorse
Kata endorse berasal dari kata endorser yang berarti pendukung iklan atau
juga yang dikenal sebagai bintang iklan yang mendukung produk yang
akan dilakukan (Shrimp, 2007). Foto-foto pada kategori ini adalah foto
yang menampilkan produk-produk yang dipromosikan.
• Random picture
Foto-foto yang masuk dalam kategori ini memiliki objek yang “berbeda”
dengan foto lainnya dan tidak dapat digolongkan dalam kategori lain.
Contohnya adalah gambar ilustrasi, atau foto yang diperoleh secara daring.
Setelah dikelompokkan ke dalam empat belas kategori tersebut,
sampel penelitian ini akan dikerucutkan lagi dengan mengambil satu
perwakilan foto dari setiap kategori. Foto yang dipilih merupakan foto
dengan jumlah likes terbanyak dalam tiap-tiap kategori. Oleh karena itu,
dari total 90 kiriman foto, hanya 14 foto saja yang dijadikan sampel dan
mewakili kategori masing-masing.
b. Analisis Data berdasarkan Aspek Analasis Visual—Kajian Semiotika
Visual (Kress & van Leuween, 1996)
Tabel 1.2: Aspek-aspek Analisis Visual
No Aspek-Aspek
Visual
Unit Analisis Sub Unit
1. Vektorialitas Partisipan (Objek Orang atau objek, beserta
42
foto) benda-benda pendukung
lainnya
Circumstances Orang: Letak, ekspresi, figur
tubuh partisipan, lokasi
pemotretan, suasana hati yang
menonjol
Proses simbolik
atributif
Arah tatapan partisipan, focus
of interest, jarak sosial (close
up/close shot/medium/long
shot)
2. Modalitas Indikator Warna Penggunaan warna yang
dominan
Representasi
Objek
Detail penggambaran obyek
Iluminasi dan
Kecemerlangan
(brightness)
Eksposur cahaya, shading, dan
kontras warna
3. Komposisi Framing Komposisi spasial ruang
gambar
4. Teks Multimodal Nilai informasi,
fokus perhatian
Caption, link yang disertakan,
penonjolan elemen
berdasarkan pembagian letak
Tabel di atas adalah tabel tanda-tanda visual beserta interaksi tanda
tersebut dengan pembaca dan penciptanya. Analisis tanda visual akan
diuraikan dalam BAB IV. Interaksi antara mikroselebriti dengan
fans/followers-nya terwujud dalam likes dan komentar. Semakin banyak
jumlah likes yang diperoleh dalam sebuah foto, maka semakin tinggi
apresiasi fans terhadap foto tersebut. Sementara itu, banyaknya jumlah
komentar tidak dapat dijadikan indikator penghargaan followers terhadap
43
sebuah kiriman gambar. Pada akun yang sifatnya terbuka atau publik, baik
followers maupun non-followers dapat meninggalkan pesan di kolom
komentar. Komentar tersebut dapat berupa kritik, hinaan, saran, pujian,
promosi produk, bahkan spam7F
8. Untuk mengetahui macam-macam respon
publik yang dominan terhadap sebuah kiriman, perlu dilakukan analisis
khusus dalam pembacaan komentar. Namun kemampuan penulis masih
sangat terbatas untuk membaca ribuan komentar yag diterima setiap kiriman
akun ‘@awkarin’. Terlebih lagi penulis menemukan bahwa Karin
mematikan fitur komentar pada beberapa kirimannya, sehingga pengguna
lain tidak dapat memberi komentar pada kiriman-kiriman tertentu. Atas
kondisi-kondisi tersebut dan untuk menyeragamkan analisis pada seluruh
sampel foto yang terpilih nantinya, penulis memutuskan untuk tidak
menyertakan keberadaan komentar sebagai salah satu unit analisis utama.
c. Analisis data berdasarkan Konsep Presentasi Diri
Setelah foto-foto dianalisis dengan kajian semiotika visual Gunther
Kress dan Theo van Leuween, maka akan diperoleh hasil data mentah.
Untuk mengetahui konsep presentasi diri yang dilakukan oleh Karin
Novilda, hasil data mentah ini dianalisis lagi menggunakan tanda presentasi
diri Jones & Pittman (1982) yang dijelaskan dalam Tabel 1.4.
Tabel 1.3: Tanda Presentasi Diri Jones & Pittman
Self Presentation
Strategy Impression Behavior
Risk of self-
presentation
Ingratiation To be liked Favor, respect Deceitful
Self-promotion Decent Boasting Untrustworthy
Intimidation Influential Blackmail Criticize
Exemplification Upright Selflessness Insincere
Supplication Unable Despise Challenging
8 Istilah “spam” merujuk pada penggunaan perangkat elektronik untuk mengirimkan pesan yang tidak jelas
44
• Ingratiation, tipe presentasi diri ini dilakukan supaya seseorang disukai
oleh orang lain, sebagaimana dirinya juga memberi sanjungan dan pujian
kepada mereka dengan berperilaku baik dan hormat. Resiko yang mungkin
dialami saat melakukan presentasi diri ini adalah melakukan kebohongan
(dalam memberi pujian, sanjungan, dan lainnya.
• Self-promotion, tipe presentasi diri ini bertujuan untuk menciptakan citra
diri yang positif dan menimbulkan rasa hormat dari orang lain, yaitu
dengan membual, memamerkan, dan membanggakan diri sendiri. Namun
resiko dari melakukan tipe ini adalah ketidakpercayaan orang-orang pada
informasi diri yang disampaikan.
• Intimidation, adalah presentasi diri yang dilakukan agar dianggap sebagai
orang yang berpengaruh dan memiliki kuasa. Presentasi diri ini biasanya
dilakukan dengan memeras, menindas, atau mengancam orang lain.
Namun resiko yang dialami adalah mendapat kritik dan cela.
• Exemplification, merupakan presentasi diri yang bertujuan supaya
seeorang terlihat hebat, layak, jujur, tulus, dan patut dijadikan contoh atau
panutan. Namun dalam melakukan presentasi diri ini, seseorang cenderung
mementingkan dirinya dan kualitas dirinya sendiri. Resiko yang mungkin
terjadi adalah, seseorang menjadi bermuka dua.
• Supplication, adalah bentuk presentasi diri yang membiarkan dirinya
terlihat tidak mampu di hadapan orang lain sehingga mendapat bantuan
dan simpati orang lain.
d. Penarikan kesimpulan
Setelah melakukan analisis tipe presentasi diri, peneliti akan menarik
kesimpulan dari hasil analisis, yaitu tipe presentasi diri apa yang paling
banyak dirangkai mikroselebriti Karin Novilda dalam akun Instagram
@awkarin miliknya.
45
1.7.4 Objek Penelitian
a. Media Sosial yang diteliti: Instagram
Platform media sosial yang menjadi fokus penelitian ini adalah
Instagram. Instagram adalah sebuah platform yang populer di antara
generasi millennial 8F
9 (dan hampir semua orang). Platform ini telah menjadi
buku harian visual bagi generasi ini, dengan memfasilitasi penggunanya
untuk membagikan foto orang, tempat, benda—dan pakaian—yang paling
mereka sukai kepada orang-orang yang paling ingin melihatnya. Instagram
dan platform lainnya mengijinkan para pengguna internet untuk menjalin
koneksi yang intim hanya dengan sebuah klik. (Furstenberg dalam Song,
2016).
Sejak mulai beroperasi pada 2010 hingga 1 Desember 2016, jumlah
pengguna Instagram di seluruh dunia mencapai 600 juta user aktif per
bulannya, dengan 400 juta pengguna aktif setiap harinya. Angka ini
berkembang pesat dari September 2015 dengan jumlah 400 juta user per
bulan (Instagram, 2016). Indonesia merupakan salah satu negara dengan
jumlah pengguna yang banyak, yaitu lebih dari 22 juta penggguna aktif
bulanan. Berdasarkan data per Maret 2015, jumlah pengguna aktif
Instagram per bulan di Indonesia naik dua kali lipat dari tahun ke tahun.
Data dari survei Connected Life yang dilakukan Kantar TNS9F
10
mengungkapkan bahwa pengguna Instagram di Indonesia 59% adalah anak
muda berusia 18-24 tahun yang terdidik dan mapan. 89% pengguna layanan
Instagram berasal dari kalangan usia 18-34 tahun yang mengakses
Instagram setidaknya seminggu sekali, perempuan mendominasi dengan
porsi 63% dari jumlah pengguna. Konten yang paling populer dilihat di
9 Sebutan untuk generasi Y, yaitu orang-orang yang lahir pada rentang tahun 1985-2000. 10 TNS adalah salah satu konsultan riset terbesar di dunia yang menyediakan wawasan berkelanjutan yang dapat membantu masyarakat membuat keputusan berdampak demi mendorong pertumbuhan. Agensi ini adalah bagian dari Kantar, salah satu grup konsultasi dan informasi terbesar di dunia yang terdaftar pada London Stock Exchange. Perusahaan ini diakuisisi oleh WPP Group pada Oktober 2008 seharga 1,6 miliar Poundsterling. (http://www.tnsglobal.com/who-we-are)
46
Instagram Indonesia adalah mode dan teknologi. Kategori konten yang
paling banyak dibagikan di Instagram Indonesia antara lain yaitu:
- Swafoto (selfie)
- Makanan
- Barang yang dibeli
- Barang yang akan dijual
- Foto dan video keluarga
- Peristiswa khusus
- Binatang peliharaan
- Alam terbuka
- Tempat yang pernah dikunjungi
- Foto atau video dari sebuah perjalanan atau liburan
- Kutipan atau meme
- Foto atau video yang ditemukan secara daring
Instagram menjadi platform media sosial yang spesial dan unik karena
dua hal utama yang ditawarkannya, yaitu fotografi dan komunitas.
Keseluruhan Instagram, intinya adalah gambar dan fotografi. Pengguna
Instagram tidak mengirimkan sebuah teks dan menambahkan gambar pada
teks tersebut, tetapi mengirimkan sebuah gambar dan kemudian
menambahkan teks di gambar tersebut (hanya jika diinginkan). Namun
kegiatan berbagi foto ini tidak menyenangkan bila tidak dilihat orang lain.
Sementara itu, melihat foto kiriman orang lain juga dapat menjadi
menyenangkan. Oleh karena itu, para pengguna Instagram membuat
lingkungan sosialnya. Para pengguna akan mengikuti akun yang dianggap
menarik, dan berhenti mengikuti akun dengan kiriman yang membosankan.
47
b. Akun Mikroselebriti yang diteliti: @awkarin
Objek penelitian ini adalah akun Instagram mikroselebriti muda yang
disebut VICE Indonesia10F
11 sebagai bintang sosmed paling kontroversial di
Indonesia, yaitu akun @awkarin. Pemilik akun ini, Karin Novilda, meraih
popularitas dunia maya berkat aktifitasnya di platform media sosial instagram
seperti Instagram, YouTube, Snapchat, dan ask.fm. VICE Indonesia
menyebutnya sebagai salah satu figur anak muda yang dicintai sekaligus
dibenci banyak orang. Akun Instagram @awkarin memiliki jumlah followers
lebih dari 1,8 juta (per April 2017) dan jumlah kiriman sebanyak 2.723 (per
23 Januari 2017). Sementara itu, jumlah akun yang di-follow akun @awkarin
hanya berjumlah 138 (per April 2017). Akun milik Karin ini tergolong aktif
dengan unggahan foto yang rutin dilakukan setiap hari. Aktifitas presentasi
diri Karin melalui akun ini sudah dimulai sejak tahun 2014.
Pada display profil Instagram @awkarin, Karin Novilda menuliskan
“Karin novilda – @kay.een” pada display name, yang diikuti dengan simbol
centang (simbol verified) yang menunjukkan bahwa akun ini sudah terbukti 11 VICE Media adalah perusahaan media digital dan broadcasting dari Amerika Utara, yang berfokus pada anak muda dan dewasa muda. VICE dikenal dengan gaya jurnalismenya yang mendalam dan berani. Sejak 1 November 2016, VICE resmi masuk dalam pasar media digital di Indonesia.
Gambar 1.1: Contoh foto kiriman akun @awkarin di Instagram (Sumber: Profil Instagram @awkarin)
48
sebagai akun ofisial Karin Novilda. Sementara pada bagian deskripsi, Karin
menuliskan:
“endorse/PP line: @awkarin (use the @) Business inquiries: [email protected] #KTALK LIVE on IG every THURSDAY NIGHT @7 PM”
Deskripsi yang ditampilkan Karin menunjukkan bahwa akun tersebut
menerima tawaran endorse dan kerjasama bisnis lainnya. Dapat diketahui
pula bahwa akun ini menampilkan LIVE—salah satu fitur terbaru Instagram
yang mengijinkan penggunanya “siaran” secara real time—setiap malam
Kamis. Berdasarkan deskripsi dari akun ofisial ini, dapat disimpulkan
bahwa akun @awkarin menarik perhatian dari banyak pihak, mulai dari
followers biasa hingga usaha bisnis.Foto-foto yang menjadi objek penelitian
ini akan dibatasi, yaitu yang diunggah pada bulan Juli 2016. Kategori foto
yang paling banyak diunggah pada periode ini adalah Swafoto/potret orang
tunggal (41 foto) dan endorse (33 foto). Total foto yang diunggah akun
@awkarin pada Juli 2016 adalah 93 foto. Dalam menyajikan foto-foto ini,
Karin menggunakan sejumlah fotografer. Akun fotografer yang paling
banyak terlibat dalam foto-foto tersebut (diketahui dari penyebutan nama di
caption dan people tagging) yaitu @arlijunt (Arli Simanjuntak, 34 foto),
@nyo.k (12 foto), @iyanesiaaaa (Iyan, 5 foto), dan @bananabons
(Cheyness Patt, 3 foto).