BAB I Laporan

31
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sampah merupakan masalah yang tak pernah terselesaikan hingga saat ini, meskipun beberapa negara maju telah menindak tegas orang-orang yang suka membuang sampah sembarangan, namun belum juga membuat para pembuang sampah sembarangan menjadi jera, apalagi dengan negara berkembang yang sudah memiliki undang- undang yang jelas mengenai permasalah ini. Di Indonesia sendiri sampah telah menjadi permasalahan yang tak kunjung selesai.Pemerintah sudah berupaya seoptimal mungkin dalam upaya menyelesaikan tentang permasalahan sampah khususnya yang berada di Indonesia. Pemerintah juga sudah mengeluarkan peraturan dalam Undang-Undang No. 18 Tahun 2008 tentang pengolahan sampah dan larangan larangan bagi setiap orang untuk memasukkan sampah ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, mengimpor sampah, mencampur sampah dengan limbah berbahaya dan beracun, mengelola sampah yang menyebabkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan, membuang sampah tidak pada tempat yang telah ditentukan dan disediakan, melakukan penanganan sampah dengan pembuangan terbuka di tempat pemrosesan akhir serta membakar sampah yang tidak sesuai dengan persyaratan teknis pengelolaan sampah (Amri,S.2008).

description

klopok

Transcript of BAB I Laporan

Page 1: BAB I Laporan

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sampah merupakan masalah yang tak pernah terselesaikan hingga saat ini, meskipun

beberapa negara maju telah menindak tegas orang-orang yang suka membuang sampah

sembarangan, namun belum juga membuat para pembuang sampah sembarangan menjadi jera,

apalagi dengan negara berkembang yang sudah memiliki undang-undang yang jelas mengenai

permasalah ini.

Di Indonesia sendiri sampah telah menjadi permasalahan yang tak kunjung

selesai.Pemerintah sudah berupaya seoptimal mungkin dalam upaya menyelesaikan tentang

permasalahan sampah khususnya yang berada di Indonesia. Pemerintah juga sudah

mengeluarkan peraturan dalam Undang-Undang No. 18 Tahun 2008 tentang pengolahan sampah

dan larangan larangan bagi setiap orang untuk memasukkan sampah ke dalam wilayah Negara

Kesatuan Republik Indonesia, mengimpor sampah, mencampur sampah dengan limbah

berbahaya dan beracun, mengelola sampah yang menyebabkan pencemaran dan/atau perusakan

lingkungan, membuang sampah tidak pada tempat yang telah ditentukan dan disediakan,

melakukan penanganan sampah dengan pembuangan terbuka di tempat pemrosesan akhir serta

membakar sampah yang tidak sesuai dengan persyaratan teknis pengelolaan sampah

(Amri,S.2008).

Tetapi masyarakat seolah-olah tidak peduli akan undang-undang ini meskipun ada

larangan “dilarang membuang sampah sembarangan” mereka (masyarakat) tidak memperdulikan

larangan tersebut dan hanya dipandang sebelah mata. Bahkan mereka seakan tidak takut akan

bahaya yang akan ditimbulkan dari pembuangan sampah secara sembarangan dan mereka hanya

bisa menuntut pemerintah jika masalah sudah terjadi seperti : banjir, Pencemaran air, Gangguan

Estetika  bau menyengat yang ditimbulkan dari sampah,dan lain lain.

Page 2: BAB I Laporan

Hal yang menyebabkan masalah pembuangan sampah sembarangan yang dilakukan

masyarakat kebanyakan disebabkan yang pertama, kurangnya rasa memiliki terhadap

lingkungannya, yang kedua, sifat “pelit” untuk mengeluarkan biaya pengangkutan sampah, yang

ketiga, adanya budaya NIMBY (Not In My Back Yard) yakni masyarakat yang membudayakan

rasa egoisme ketidakmasalahan membuang sampah di halaman orang lain, yang penting

keindahan di halaman rumahnya tetap terjaga.

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dicobalah untuk memikirkan teknologi

lingkungan sederhana yang tepat guna bagi masyarakat, agar mereka bisa mengelola sampah

mereka tanpa merugikan pihak mana pun yakni dengan membuat komposter secara komunal

yang dalam makalah ini dikhususkan pada warga di jalan Beroanging RT 011 RW 02 Kelurahan

Tamarunang, Kecamatan Somba Opu, Kabupten Gowa, Sulawesi Selatan.

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Bagaimana prinsip kerja dari komposter komunal?

1.2.2 Bagaimana efektifitas tekonologi komposter jika ditinjau dari aspek :

- Teknik dan operasional

- Finansial

- Hukum

- Kelembagaan

- Peran serta masyarakat

1.3 Maksud Dan Tujuan

1.3.1 Maksud

Meningkatkan Kesejahteraaan masyarkat dan lingkungannya

1.3.2 Tujuan

1.3.2.1 Menerapkan Teknologi sederhana yakni komposter untuk pengolah sampah

organic

1.3.2.2 Meningkatkan rasa kepemilikan lingkungan masyarakat

Page 3: BAB I Laporan

1.4 Ruang Lingkup

Ruang lingkup penulisan makalah ini dibatasi pada penerapan komposter pada warga di

jalan Beroanging RT 011 RW 02 Kelurahan Tamarunang, Kecamatan Somba Opu,

Kabupten Gowa, Sulawesi Selatan.

1.5 Metode Penelitian

Untuk mendaptkan data yang diperlukan dalam penulisan makalah Teknologi

Lingkungan Tepat Guna, penulis menggunakan beberapa metode, yakni:

1.5.1 Metode Observasi

Adalah metode yang dilakukan penulis untuk mengumpulkan data dan mendapatkan

hal-hal yang diperlukan untuk proses penulisan dengan cara mendatangi objek

penulisan secara langsung.

1.5.2 Metode Pustaka

Bahan-bahan yang dipergunakan di dalam landasan teori dalam penulisan ini

diperoleh dan didapatkan dari berbagai sumber tertulis, yaitu buku-buku panduan dan

sumber internet yang terkait dan memuat informasi-informasi yang diperlukan untuk

digunakan dalam penyusunan laporan penulisan. 

1.6 Sistematika Penulisan

Untuk memahami lebih jelas penulisan ini, maka materi-materi yang tertera pada

makalah ini dikelompokkan menjadi beberapa sub-bab dengan sistematika penyampaian

sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini merupakan pendahulaun yang akan membahas latar belakang masalah,

perumusan masalah, ruang lingkup penulisan, tujuan dan manfaat penulisan, metodologi

penulisan dan sistematika penulisan.

Page 4: BAB I Laporan

BAB II LANDASAN TEORI

Bab ini berisiskan tentang definisi ilmu yang berkaitan dengan perumusan pada penulisan

tersebut, seperti landasan teori yang membahas tentang konsep dasar system, konsep

dasar informasi, serta membahas teori-teori pendukung lainnya pada laporan ini.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini menjelaskan Gambaran umum wilayah studi terkai lokasi dan masalahnya.

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Berisi tentang uraian masalah, analisa masalah, penjelasan mengenai Teknologi

lingkungan tepat guna komposter dan efektiftasnya jika ditinjau dari aspek yakni aspek

teknik dan operasional, finansial, hukum, kelembagaan, serta peran serta masyarakat.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini berisikan tentang kesimpulan yang didapat dalam penulisan dan saran-saran yang

akan diberikan sebagai tindakan lanjut yang diperlukan untuk melakukan perbaikan

dimasa mendatang.

DAFTAR PUSTAKA

Merupakan sebuah daftar yang berisi judul buku-buku, artikel-artikel dan bahan-bahan

penerbitan lainnya yang mempunyai pertalian dengan penulisan.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Teknologi Lingkungan Tepat Guna

Teknologi tepat guna adalah ada sebuah gerakan idelogis (termasuk manifestasinya) yang

awalnya diartikulasikan sebagai intermediate technology oleh seorang ekonom bernama Dr.

Ernst Friedrich "Fritz" Schumacher dalam karyanya yang berpengaruh, Small is

Beautifull.Walaupun nuansa pemahaman dari teknologi tepat guna sangat beragam di antara

Page 5: BAB I Laporan

banyak bidang ilmu dan penerapannya, teknologi tepat guna umumnya dikenal sebagai

pilihan teknologi beserta aplikasinya yang mempunyai karakteristik terdesentralisasi,

berskala relatif kecil, padat karya, hemat energi, dan terkait erat dengan kondisi lokal

Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2010 Tentang Pemberdayaan

Masyarakat Melalui Pengelolaan Teknologi Tepat Guna, Teknologi Tepat Guna yang

selanjutnya disebut TTG adalah teknologi yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat, dapat

menjawab permasalahan masyarakat, tidak merusak lingkungan, dapat dimanfaatkan dan

dipelihara oleh masyarakat secara mudah, serta menghasilkan nilai tambah dari aspek

ekonomi dan aspek lingkungan.

Definisi Teknologi Tepat Guna menurut Kepmendikbud No. 25/O/1995, Teknologi tepat

guna adalah teknologi yang menggunakan sumber daya yang ada untuk memecahkan

masalah yang dihadapi secara berdayaguna  dan berhasil guna atau untuk pelaksanaan tugas

sehari-hari menjadi lebih mudah, murah, dan sederhana. 

Secara umum, dapat dikatakan bahwa teknologi tepat guna adalah teknologi yang

dirancang bagi suatu masyarakat tertentu agar dapat disesuaikan dengan aspek-aspek

lingkungan, keetisan, kebudayaan, sosial, politik, dan ekonomi masyarakat yang

bersangkutan. Dari tujuan yang dikehendaki, teknologi tepat guna haruslah menerapkan

metode yang hemat sumber daya, mudah dirawat, dan berdampak polutif seminimal mungkin

dibandingkan dengan teknologi arus utama, yang pada umumnya beremisi banyak limbah

dan mencemari lingkungan. Baik Schumacher maupun banyak pendukung teknologi tepat

guna di masa modern juga menekankan bahwa teknologi tepat guna adalah teknologi yang

berbasiskan pada manusia penggunanya.

Teknologi lingkungan tepat guna adalah suatu alat yang sesuai dengan kebutuhan dan

dapat berguna serta sesuai dengan fungsinya serta teknologi yang sederhana, murah dan dapat

berfungsi dengan baik dan juga merupakan teknologi yang ramah lingkungan, dalam artian

tidak mencemari lingkungan.

Teknologi lingkungan tepat guna dapat diartikan sebagai penerapan suatu teknologi yang

merupakan solusi dari permasalahan lingkungan yang ada serta dapat diterapkan dalam

masyarakat dan memenuhi faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan teknologi

lingkungan tepat guna. Mulai dari aspek teknis teknologi, finansial ekonomi, partisipasi

Page 6: BAB I Laporan

masyarakat dan efektivitas teknologi. TLTG merupakan alih bahasa secara cukup longgar

dari “appropriate technology”, suatu pengertian yang mempunyai makna tertentu.

2.2 Ciri – Ciri Teknologi Lingkungan Tepat Guna

Teknologi Lingkungan Tepat Guna merupakan Teknologi Tepat Guna yang digunakan

untuk menyelesaikan permasalahan lingkungan. Teknologi Tepat Guna merupakan teknologi

yang harus memenuhi persyaratan teknis, ekonomi, dan sosial budaya.

1. Teknis, yaitu memperhatikan dan menjaga tata kelestarian lngkungan hidup, penggunaan

secara maksimal bahan baku lokal, menjamin mutu (kualitas) dan jumlah (kuantitas)

produksi, secara teknis efektif dan efisien, mudah perawatan dan operasi, serta relatif

aman dan mudah menyesuaikan terhadap perubahan.

2. Ekonomis, yaitu efektif menggunakan modal, keuntungan kembali kepada produsen,

jenis usaha kooperatif yang mendorong timbul industri lokal.

3. Sosial budaya, memanfaatkan keterampilan yang sudah ada, menjamin perluasan

lapangan kerja, menekan pergeseran tenaga kerja, menghidari konflik sosial budaya dan

meningkatkan pendapatan yang merata

Adapun kriteria teknologi tepat guna yaitu :

1. Teknologi sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

2. Teknologi sesuai dengan keadaan ekonomi dan sosial masyarakat.

3. Teknologi mampu menyejahterakan masyarakat.

4. Masyarakat bisa mempelajari, menggunakan serta memelihara teknologi tersebut.

5. Teknologi dapat mempermudah pekerjaan masyarakat.

Sebagaimana telah dikemukakan pada kriteria dan syarat teknologi tepat guna, dapat

dikemukakan ciri-ciri yang cukup menggambarkan teknologi tepat guna (walaupun tidak

berarti sebagai batasan) adalah sebagai berikut:

1. Perbaikan teknologi tradisional yang selama ini menjadi tulang punggung pertanian,

industri, pengubah energi, transportasi, kesehatan dan kesejahteraan masyarakat di suatu

tempat.

2. Biaya investasi cukup rendah/ relatif murah.

3. Teknis cukup sederhana dan mampu untuk dipelihara dan didukung oleh keterampilan

setempat.

Page 7: BAB I Laporan

4. Masyarakat mengenal dan mampu mengatasi lingkungannya.

5. Cara pendayagunaan sumber-sumber setempat termasuk sumber alam, energi, bahan

secara lebih baik dan optimal.

6. Alat mandiri masyarakat dan mengurangi ketergantungan kepada pihak luar (self-

realiance motivated).

2.3 Aspek – Aspek Teknologi Lingkungan Tepat Guna

2.3.1 Aspek Peran Serta Masyarakat

Pembinaan masyarakat dalam penerapan TLTG adalah dengan melakukan

perubahan bentuk perilaku yang didasarkan pada kebutuhan atas kondisi lingkungan

yang bersih yang pada akhirnya dapat menumbuhkan dan mengembangkan peran serta

masyarakat dalam bidang teknologi. Perubahan bentuk perilaku masyarakat dapat

terwujud perlu ada usaha membangkitkan masyarakat dengan mengubah kebiasaan

sikap dan perilaku terhadap lingkungan sekitar, tidak lagi didasarkan kepada

keharusan atau kewajiban tetapi lebih didasarkan kepada nilai kebutuhan.

Untuk mengubah kebiasaan tersebut, maka diperlukan pembinaan terhadap peran

serta masyarakat yang dilakukan secara menyuluruh (kalangan pemerintah, swasta,

perguruan tinggi, dan masyarakat biasa) dan terpadu (pengelola dan seluruh

masyarakat). pembinaan terhadap peran serta masyarakat harus dilakukan secara terus

menerus, terarah dan berkesinambungan, serta dengan melibatkan berbagai unsur

terkait.

Kriteria yang perlu diperhatikan untuk menumbuhkan, mengembangkan, dan

membina peran serta masyarakat adalah sebagai berikut :

1. Untuk menumbuhkan, mengembangkan dan membina peran serta masyarakat

secara terarah diperlukan program yang dilaksanakan secara intensif dan

berorientasi kepada penyebar luasan pengetahuan, penanaman kesadaran,

peneguhan sikap dan pembentukan perilaku.

2. Produk perancangan program diharapkan dapat membentuk perilaku sebagai

berikut :

a. Masyarakat mengerti dan memahami masalah lingkungan

b. Masyarakat turut serta secara aktif dalam mewujudkan TLTG

Page 8: BAB I Laporan

c. Masyarakat bersedia mengikuti prosedur / tata cara pemeliharaan TLTG

d. Masyarakat aktif memberikan masukan (saran – saran) yang membangun

Pengembangan peran serta masyarakat dalam TLTG diterapkan dengan

pendekatan secara edukatif dengan strategi dua tahap, yaitu pengembangan petugas

( tim mahasiswa) dan pengembangan masyarakat. Kunci pengembangan petugas

ialah keterbukaan, dan pengembangan komunikasi timbal balik ( unsur petugas

sendiri, antara petugas dan atau masyarakat dan atau anggota masyarakat ),

horizontal maupun vertikal. Kunci pengembangan masyarakat ialah pengembangan

kesamaan persepsi, antara masyarakat dan petugas. Suatu komunikasi dikatakan

berhasil, bila menimbulkan umpan balik dan pesan yang diberikan. Isi adalah

informasi, penjelasan dan penyuluhan, sedangkan umpan balik berupa ketentuan

masyarakat untuk memenuhi kewajiban (merawat dan memelihara teknologi yang

telah dibuat serta dukungan moril kepada petugas kebersihan).

Peningkatan peran serta masyarakat relatif akan berhasil bila memperhatikan

aspek – aspek berikut :

1. Komunikasi, yang menumbuhkan pengertian yang berhasil

2. Perubahan sikap, pendapat dan tingkah laku yang diakibatkan oleh pengertian

yang menumbuhkan kesadaran

3. Kesadaran, yang didasarkan kepada perhitungan dan pertimbangan

4. Antusiasme, yang menumbuhkan spontanitas

5. Adanya rasa tanggung jawab, terhadap kepentingan bersama

2.3.2 Aspek Finansial

Aspek Finansial di sini di lihat dari keuntungan yang didapatkan oleh teknologi

yang di buat atau diciptakan serta partisipasi dari masyarakat sehingga tidak akan

membebani masyarakat secara materiil (dapat menimbulkan beban biaya yang tidak

mampu dipenuhi masyarakat). Keberadaan suatu TLTG di suatu daerah harus mampu

meningkatkan pendapatan daerah tersebut, bukan justru memperburuk perekonomian

daerah. Peralatan dan bahan yang digunakan dalam membuat suatu TLTG harus

didasarkan pada keadaan ekonomi daerah tersebut sehingga semua kalangan

masyarakat mampu memanfaatkan TLTG tersebut.

Page 9: BAB I Laporan

2.3.3 Aspek Teknis

Kelayakan penerapan teknologi dalam TLTG juga harus di perhatikan karena

faktor kelayakan berkaitan dengan kemungkinan berhasilnya sistem teknologi yang di

kembangkan dan digunakan. Kelayakan teknis bertujuan untuk melihat apakah sistem

yang diusulkan dapat dikembangkan dan diimplementasi dengan menggunakan

teknologi yang ada atau apakah teknologi yang baru dibutuhkan.

Aspek teknis juga harus memperhatikan kelestarian tata lingkungan hidup,

menggunakan sebanyak mungkin bahan baku dan sumber energi setempat dan sesedikit

mungkin menggunakan bahan baku yang di import.Jumlah produksi harus cukup dan

mutu produksi harus dapat diterima oleh pasaran yang ada, baik dalam maupun luar

negeri.Menjamin agar hasil dapat diangkut ke pasar dengan sarana angkutan yang

tersedia dan yang masih dapat dikembangkan, sehingga dapat dihindarkan kerusakan

atas mutu hasil (produk) serta menjamin kesinambungan penyediaan pasokan (suplay)

cukup teratur. Memperhatikan ketertersediaan peralatan, serta operasi dan perawatannya

demi kesinambungan (kontinuitas) persyaratan teknis.

2.3.4 Aspek Hukum

Peran Pemerintahaan Kota dalam meningkatkan pemanfaatan TTG lebih

ditekankan lagi melalui Inpres No. 3 Tahun 2001 Tentang Penerapan dan

Pengembangan TTG, yaitu: (a) Pelaksanaan program penerapan dan pengembangan

TTG; (b) Memfasilitasi penguatan kelembagaan pelayanan teknologi dalam penerapan

dan pengembangan TTG; (c) Kerjasama dengan lembaga lain dalam penerapan dan

pengembangan TTG; (d) Pemantauan dan evaluasi pelaksanaan program penerapan dan

pengembangan TTG.

Dari uraian di atas, dapat kita lihat bahwa kebijakan pemerintah dalam bentuk

peraturan sebenarnya telah cukup untuk menjadi payung dalam menyusun program

pemanfaatan TTG. Pemanfaatan TTG tidak hanya ditujukan kepada masyarakat yang

telah memiliki usaha namun juga kepada masyarakat penganggur.

2.4 Teknologi Lingkungan Tepat Guna Pengelolaan Sampah

Page 10: BAB I Laporan

Aktivitas pembangunan yang semakin meningkat serta jumlah manusia yang juga

meningkat, menghasilkan sampah dan limbah yang juga semakin besar. Sampah dan limbah

tersebut sebenarnya adalah sumber daya yang bisa dimanfaatkan dengan cara menggunakan

kembali sesuai dengan fungsi atau kegunaan awalnya (Reuse) atau didaur ulang (Recycle).

Teknologi pengolahan sampah yang saat ini berkembang dan sangat dianjurkan bertujuan

bukan hanya untuk memusnahkan sampah tetapi untuk me-recovery bahan dan/atau enersi

yang terkandung di dalamnya.

Teknik-teknik pemrosesan dan pengolahan sampah yang secara luas diterapkan di

lapangan, khususnya di negara industri antara lain adalah:

1. Pemilahan sampah, baik secara manual maupun secara mekanis berdasarkan jenisnya.

2. Pemadatan sampah (baling).

3. Pemotongan sampah

4. Pengomposan sampah baik dengan cara konvensional maupun dengan rekayasa

5. Pemrosesan sampah sebagai sumber gas-bio

6. Pembakaran dalam Insinerator, dengan pilihan pemanfaatan energi panas

Macam-macam teknologi tepat guna bidang persampahan , diantaranya :

1. Pengomposan sampah organik dapur (sampah basah) dengan komposter  rumah tangga

secara individual atau komunal, yang tertanam maupun tidak tertanam, dengan komposter

pot, komposter karung.

2. Pengomposan Sampah organik rumah tangga dengan pengembang biakan cacing tanah.

3. Pengomposan skala lingkungan

4. Daur ulang sampah plastik lembaran (kresek)- peletasi

Proses pengomposan dapat dilakukan dengan bebarapa tahap, yaitu:

1. Pemilahan, yaitu memisahkan sampah organik dari sampah anorganik. Lakukanlah

pemilahan secara cermat agar kualitas kompos yang dihasilkan bisa lebih baik.

2. Pencetakan, yaitu memasukkan kompos ke dalam tempat pencetakan, kemudian

dipadatkan dengan cara diinjak-injak dan setelah itu disiram.

Page 11: BAB I Laporan

3. Pembalikan, dilakukan agar proses pematangan berlangsung merata dengan frekuensi 9 -

11 kali (pembalikan pertama berselang 11 hari, pembalikan berikutnya berselang 5 hari).

Pembalikan juga bertujuan untuk membuang panas yang berlebihan, memasukkan udara

segar ke dalam tumpukan bahan, meratakan proses pelapukan di setiap bagian tumpukan,

meratakan pemberian air, serta membantu penghancuran bahan menjadi partikel kecil-

kecil. Pembalikan dilakukan terhadap bahan baku dan tumpukan yang terlalu kering

(kelembapan kurang dari 50%). Setelah pengomposan berjalan 30 – 40 hari, suhu

tumpukan akan semakin menurun hingga mendekati suhu ruangan. Pada saat itu

tumpukan telah lapuk, berwarna coklat tua atau kehitaman. Kompos masuk pada tahap

pematangan selama 14 hari. Perlu diperhatikan bahwa penggunaan kompos yang belum

matang akan menyebabkan terjadinya persaingan bahan nutrien antara tanaman dengan

mikroorganisma tanah yang mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan tanaman.

4. Penjemuran, dilakukan pada suatu tempat yang beratap agar kandungan air dan amoniak

berkurang.

5. Penyaringan. Setelah itu lakukan penyaringan untuk memperoleh ukuran partikel kompos

sesuai dengan kebutuhan serta untuk memisahkan bahan-bahan yang tidak dapat

dikomposkan yang lolos dari proses pemilahan di awal proses. Bahan yang belum

terkomposkan dikembalikan ke dalam tumpukan yang baru, sedangkan bahan yang tidak

terkomposkan dibuang sebagai residu.

6. Pengemasan. Kompos yang telah disaring dikemas dalam kantung sesuai dengan

kebutuhan pemasaran. Setelah itu kompos yang telah dikemas disimpan dalam ruangan

yang aman dan terlindung dari kemungkinan tumbuhnya jamur dan tercemari oleh bibit

jamur dan benih gulma dan benih lain yang tidak diinginkan yang mungkin terbawa oleh

angin.

Page 12: BAB I Laporan

Gambar 2.4.1 Proses Pengomposan

Kualitas kompos yang baik memiliki ciri-ciri, diantaranya:

1. Berwarna coklat tua hingga hitam mirip dengan warna tanah,

2. Tidak larut dalam air, meski sebagian kompos dapat membentuk suspensi,

3. Nisbah C/N sebesar 10 – 20, tergantung dari bahan baku dan derajat humifikasinya,

4. Berefek baik jika diaplikasikan pada tanah,

Page 13: BAB I Laporan

5. Suhunya kurang lebih sama dengan suhu lingkungan, dan

6. Tidak berbau.

2.4.1 Pengomposan Sampah Rumah Tangga dan Komunal

Komposter rumah tangga adalah prasarana yang digunakan untuk mengolah

sampah dapur menjadi kompos. Sampah organik dapur adalah sampah organik

yang dihasilkan dari dapur antara lain sisa makanan dan sisa sayuran. Prinsip kerja

pembusukan sampah organik dengan bantuan mikroorganisme dari sampah itu

sendiri. Tipe komposter : komposter tanam dan komposter yang tidak ditanam (Tipe

Ayun).

1. Komposter Tanam

Cara Pemasangan

a. Siapkan lahan untuk penanaman komposter pada lokasi yang memungkinkan

yaitu lokasi yang tersedia untuk pemasangan 2 buah komposter yang akan

dioperasikan secara bergantian, terhindar dari curahan hujan yang secara

langsung dapat masuk ke dalam komposter dan jarak komposter ke sumber air

tanah dangkal minimal 10 m untuk menghindari pencemaran.

b. Gali tanah, dengan ukuran dan kedalaman galian sesuai dengan model dalam

Petunjuk Teknis Spesifikasi Komposter Rumah Tangga Individual dan

Komunal. Dasar komposter berada minimal 30 cm di atas muka air tanah.

Muka air tanah dapat ditentukan berdasarkan muka air sumur di daerah

sekitarnya pada musim kemarau.

c. Letakkan komposter di tengah galian tanah. Di dasar galian di pinggir dan di

dalam komposter diisi dengan kerikil ukuran 1-2 cm setebal 10 cm.

d. Selimuti pipa gas dengan kerikil setebal 5 cm baru ditimbun dengan tanah

asal.

e. Timbun komposter dengan tanah setebal 5 cm  di bawah lubang pemasukan

sampah.

Page 14: BAB I Laporan

Gambar 2.4.1.1 Komposter Individual dan cara pemasangan

Gambar 2.4.1.2 Model-model komposter tanam individual

2. Komposter Ayun

Komposter ayun ini merupakan komposter yang tidak ditanam mengolah

sampah  organik rumah tangga yang berupa sisa-sisa makanan melalui

pengomposan dengan memanfaatkan tong bekas  dengan pengoperasian secara

Page 15: BAB I Laporan

diayun. Kapasitas:  30 liter untuk 2- 3 bulan dan 60 liter untuk 4-6 bulan. Satu

rumah tangga membutuhkan 2 komposter putar, digunakan

secara bergantian.Wadah penampungan air sampah diletakkan dibawah

komposter ayun.

Pengoperasian

a. Masukkan kompos atau serbuk gergaji sebagai starter

b. Masukkan sampah dapur ke dalam komposter putar dan ditutup

c. Putar kompster diputar 5-10 kali untuk pencampuran dengan mikroorganisme

d. Lakukan tiap hari sampai komposter penuh

e. Air sampah yang tertampung dapat digunakan sebagai pupuk tanaman

f. Diamkan kompos putar yang sudah penuh selama 1 bulan

g. Keluarkan kompos dan diangin-anginkan

h. Kompos dapat digunakan

Gambar 2.4.1.3 Komposter Ayun

3. Komposter Gentong

Gentong dari tanah liat ini dapat dijadikan komposter karena sirkulasi

udara yang cukup dan juga kelembabannya. Pembalikan dan pengadukan juga

tetap perlu dilakukan.

Page 16: BAB I Laporan

Gambar 2.4.1.4 Komposter dari Gentong

4. Komposter Aerob /Komposter Vent

Menggunakan tong plastik berukuran 120 Liter yang dilengkapi pipa

vertikal dan horisontal agar proses berlangsung secara aerob (dengan udara).

Salah satu pengguna komposter jenis ini adalah masyarakat di Jambangan,

Surabaya.

Gambar 2.4.1.5 Komposter Vent

5. Takakura

Metoda ini menggunakan keranjang berlubang dan kemudian dilapisi

dengan gelangsing. Caranya: sampah organic dicampurkan dengan

mikroorganisme padat dari campuran bekatul, sekam padi, pupuk kompos, dan

air. Kemudian dimasukkan kedalam keranjang dan ditutup dengan keset dari

sabut kelapa. Cara ini diterapkan oleh Pusdakota – Universitas Surabaya. Penemu

Page 17: BAB I Laporan

metoda Pengelolaan sampah skala RT sistem aerob, membutuhkan aliran udara

untuk memaksimalkan fungsi bakteri, metoda ini ditemukan oleh Prof Koji

Takakura dari JPEC Jepang.

Alat dan Bahan

Gambar 2.4.1.6 Alat dan Bahan Komposter Takakura

Fungsi alat dan bahan:

1. Agar proses aerob berlangsung dengan baik, pilihlah keranjang yang

berlubang, dan lapisi dengan kardus. Fungsi kardus adalah:

a. membatasi gangguan serangga,

b. mengatur kelembaban, dan

c. berpori-pori, sehingga dapat menyerap serta membuang udara & air.

2. Letakkan bantal sekam di bawah dan di atas keranjang. Fungsi bantal sekam

adalah:

a. sebagai tempat mikrobakteri yang akan mempercepat pembusukan sampah

organik,

b. karena berrongga besar, maka bantal sekam dapat segera menyerap air dan

bau sampah,dan

c. sifat sekam yang kering akan memudahkan pengontrolan kelembaban

sampah yang akan menjadi kompos.

3. Media kompos jadi yang berasal dari sampah rumah tangga diisikan

1 / 2 sampai 2/3 bagian keranjang. Kompos yang ada dalam keranjang

berfungsi sebagai aktivator/ragi bagi sampah baru.

Page 18: BAB I Laporan

4. Pilih kain penutup yang serat atau berpori besar. Tutupkan kain di atas bantal

sekam, agar lalat tidak dapat bertelur dalam keranjang, serta mencegah

metamorfosis (perubahan) dari belatung menjadi lalat, karena lalat tidak dapat

keluar dan mati di dalam keranjang.

5. Tutup keranjang bagian atas sebagai pemberat agar tidak diganggu oleh

predator (kucing/anjing). Pilih tutup yang berlubang agar udara dapat keluar

masuk.

BAB III

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

(Jalan Beroanging Kel.Tamarunang kec. Somba Opu)

 

Page 19: BAB I Laporan

Pada Bab ini akan memberikan penjelasan mengenai keadaan, luas, letak dan beberapa

keterangan tambahan yang diperlukan untuk mengenal lebih jauh daerah, tempat yang menjadi

objek penelitian.

3.1. Keadaan Umum

3.1.1 Keadaan Demografi

Kelurahan Tamarunang merupakan salah satu kelurahan yang ada di kabupaten

Gowa Provinsi Sulawesi Selatan. Kelurahan ini terdapat di kecamatan Sumba Opu,

tepatnya di Jalan Beroanging RT 11 RW 02. Tamarunang terletak 4 km dari ibukota

kabupaten gowa. Kelurahan ini memiliki luas wilayah kurang lebih 4,43 km2, dengan

jumlah penduduk yang bermukim disana pada tahun 2011 sebanyak kurang lebih 10.294

jiwa dan kepadatan penduduk rata-rata di Kecamatan Somba Opu yaitu kurang lebih

4.632 jiwa/km2.

  3.1.2 Kondisi Fisik

 Kelurahan Tamarunang merupakan salah satu kelurahan di Kecamatan Sumba

Opu. Kelurahan Tamarunang berbatasan dengan:

Utara: Kota Makassar

Barat: Kecamatan Pallangga dan Kota Makassar

Timur : Kecamatan Bontomarannu

Selatan : Kecamatan Pallangga dan Kabupaten Takalar

Page 20: BAB I Laporan

Gambar 3.1 Peta Kelurahan Tamarunang

3.1.3 Sarana dan Prasarana Sarana Hunian

Luas areal lahan ataupun tempat tinggal penduduk yang terdapat di kelurahan Tamarunang

adalah 4,43 km2.

Sarana Pendidikan

Untuk mengetahui jumlah sekolah negri ataupun swasta yang terdapat di Kecamatan

Sumbo Opu dapat di sebagai berikut:

Jenis sarana

pendidikan

Jumlah

TK 41

SD 14

SLB 1

MI 2

SMP 17

MTs 5

SMA 10

MA 5

Sarana Peribadatan

Banyaknya fasilitas peribadatan yang ad di Kecamatan Somba Opu dapat dilihat pada

tabel berikut, isi tabel menunjukkan bahwa mayoritas penduduk di Kecamatan Somba

Opu adalah beragama Islam.

Mesjid : 107 buah Musholla : 16 buah

Page 21: BAB I Laporan

Langgar : 16 buah Gereja : 7 buah

Jumlah Rohaniawan Islam adalah sebagai berikut :

Ulama : 6 orang Khatib : 168 orang Mubaligh : 93 orang Penyuluh agama muda : 13 orang Penyuluh agama madya : 7 orang

3.1.4 Kondisi Eksisting Sistem Pengelolaan Sampah di Jalan BeroangingKondisi sistem pengelolaan sampah di kelurahan Tamarunang Jalan Beroanging pada

saat ini belumlah optimal. Hal ini bisa dilihat dari pewadahan, pengumpulan dan sistem

pengangkutan sampah hingga ke TPA.

3.1.5 Pewadahan

Pewadahan sampah di lokasi dari hasil pengamatan yang kami lakukan di Kelurahan

Tamarunang, sebagian pemukiman/perumahan warga menggunakan bin / bak sampah

walaupun tidak terpilah dengan baik antara sampah organik dan anorganik bahkan ada

yang tercampur dengan sampah beracun dan sebagiannya lagi tidak menggunakan bin /

bak sampah di perumahannya.

3.1.6 Pengangkutan

Sistem pengangkutan sampah di kelurahan Tamarunang hanya menggunakan armada

pengangkutan sampah Pick Up, mobil ini mengangkut sampah dari rumah penduduk

langsung ke TPA Antang. Bagi warga yang tempat tinggalnya tidak termasuk ke dalam

rute yang dilewati mobil maka sampah-sampah rumah tangga yang dihasilkan biasanya di

proses dengan cara dibakar dan dibuang langsung. Kebiasaan membuang sampah

sembarangan, dalam arti masih adanya  sampah-sampah yang menumpuk bukan di TPS

atau transfer depo, tetapi di tempat-tempat  yang menjadi lokasi timbulan liar, ada

persepsi masyarakat bahwa yang paling penting tidak ada sampah didekat mereka dan

tidak ada masalah jika ada ditempat lain seperti yang telah di amati di tempat lokasi.

3.1.7 Kondisi Eksisting TPA di Antang

Proses akhir dari rangkaian penanganan sampah dilakukan di TPA. Pemerosesan akhir

sampah yang dilaksanakan di TPA adalah proses open-dumping, yang mengakibatkan

Page 22: BAB I Laporan

permasalahan lingkungan, seperti timbulnya bau, tercemarnya air tanah, timbulnya asap,

dan sebagainya.

3.1.8 Masalah yang terjadi di Jalan Beroanging kel,Tamarunang kec.Somba Opu

Warga Jl Baroanging, Kelurahan Tamarunang, Kecamatan Somba Opu mengeluhkan sampah yang berserakan sepanjang dua meter di lingkungan mereka. Selain merusak keindahan lingkungan warga setempat, bau tak sedap dari sampah juga menjadi keluhan warga dan pengendara yang melintas jalan tersebut.

Agar pembahasan kami tidak terlalu luas sehingga dapat mengaburkan masalah yang sebenarnya, maka perlu dibuat batasan masalah sebagai berikut : 1. Sampah yang berserakan di pinggir jalan 2. Baunya yang menyengat 3. Mengurangi ekstetika lingkungan