BAB I Kusta
-
Upload
cipta-ary-nugraha -
Category
Documents
-
view
220 -
download
5
description
Transcript of BAB I Kusta
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kusta adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae yang menyerang
kulit, saraf tepi, jaringan dan organ tubuh lain (kecuali otak) dan menimbulkan
kecacatan. Meskipun tergolong ke dalam penyakit menular, kusta merupakan
penyakit yang tidak mudah menular, karena diperlukan kontak erat secara terus
menerus dan dalam waktu yang lama dengan penderita. Penyakit kusta sebenarnya
dapat disembuhkan tanpa cacat bila penderita ditemukan dan diobati secara dini.
Kenyataannya, penyakit kusta seringkali ditemukan terlambat dan sudah dalam
keadaan cacat yang terlihat. Pada dasarnya, terdapat 2 tingkatan kecacatan penyakit
kusta saat ditemukan, yaitu tingkat I dan II. Kecacatan tingkat I adalah cacat yang
belum terlihat atau belum ada perubahan pada anatominya. Sementara kecacatan
tingkat II adalah sudah terjadi perubahan yang nampak pada anatomi penderita kusta.
Indonesia menempati urutan ketiga Negara dengan endemik kusta terbesar di dunia
setalah India dan Brazil. Meskipun Indonesia telah berstatus emilminasi sejak tahun
2000, tetapi penemuan kasus baru selalu ada. Tahun 2013, ditemukan 16.856 kasus
baru di Indonesia, atau 6,79 per 100.000 penduduk. Angka ini berkurang
dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, yakni 18.994 (tahun 2012) dan 20.023 (tahun
2011). Berdasarkan data tingkat provinsi, baru 20 provinsi yang belum mencapai
eliminasi (jumlah kasus kurang dari 1 per 10.000 penduduk). Masih ada 14 provinsi
yang belum mencapai eliminasi. Di Jawa Timur pada tahun 2013 memiliki kasus
baru 4.132, sedangkan Jawa Tengah tahun 2014 penemuan kasus kusta baru sebanak
1.813 orang di tahun 2014 dijumpai di 14 kabupaten/kota Jawa Tengah, yang
endemis kusta. Sebanyak 80% penemuannya terdapat di daerah high endemic,
sedangkan daerah endemis rendah dengan kontribusi 20%, penemuan proporsi
kecacatan angkanya cukup tinggi. Akan tetapi kalau dilihat dari angka prevalensi
penyakit kusta, sudah menurun, yaitucase detection rate (CDR) > 0,54 per 100.000
penduduk. Sementara proporsi kasus kusta pada anak > 5% dan proporsi cacat
tingkat 2 juga masih tinggi, yaitu 12%.
Pengobatan pada penderita kusta bertujuan untuk memutuskan mata rantai penularan,
menyembuhkan penyakit penderita, mencegah terjadinya cacat atau mencegah bertambahnya
cacat yang sudah ada sebelum pengobatan. Pemberian Multi drug therapy pada penderita kusta
terutama pada tipe Multibaciler karena tipe tersebut merupakan sumber kuman menularkan
kepada orang lain. Tujuan pengobatan penderita untuk memutuskan mata rantai penularan,
menyembuhkan penyakit penderita dan mencegah terjadinya cacat atau mencegah bertambahnya
cacat yang sudah ada sebelum pengobatan. Pada penderita yang sudah mengalami cacat
permanen, pengobatan dilakukan hanya untuk mencegah cacat lebih lanjut. Bila penderita kusta
tidak meminum obat secara teratur maka kuman kusta dapat menjadi aktif kembali dan dapat
menimbulkan gejala-gejala baru yang akan memperburuk keadaan penderita. Pentingnya
pengobatan sedini mungkin dan teratur minum obat agar tidak timbul cacat yang baru (Depkes
RI, 2006).
Menurut Haryanto dalam Saranani (2005), pengobatan yang adekuat dan teratur
minum obat akan mengurangi infeksiusitas penderita yang menular dan ketidak
teraturan atau ketidakpatuhan minum oabat pada penderita kusta akan berakibat
buruk bagi penderita karena akan menimbulkan resitensi terhadap obat-obatan anti
kusta. Dalam penelitian Harjo (2000) di kabupaten majalengka ketidakteraturan
berobat penderita kusta sebesar 32,31% dan teratur berobat hanya sebesar 67,69%.
Dari jumlah responden yang diteliti 208 penderita kusta, terlihat ada hubungan yang
bermakna antara pengetahuan, sikap penderita, peran petugas kesehatan, dan
ketersediaan obat di Puskesmas terhadap ketidakteraturan berobat penderita kusta.
Demikian halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Masduki (2003), bahwa
83,5% responden ternyata patuh berobat dan 16,56% tidak patuh berobat. Ada
hubungan faktor-faktor pendidikan, pekerjaan, jenis Kelamin, pengetahuan, persepsi
dan cacat akibat penyakit kusta terhadap kepatuhan minum obat.
Ketaatan atau kepatuhan minum obat pada penderita kusta dipengaruhi oleh lamanya
masa pengobatan sehingga diperlukan keuletan dan ketekunan. Timbul rasa bosan,
perasaan sudah sembuh dari mengakibatkan penderita menghentikan pengobatan
sebelum masa akhir pengobatan selesai. Tingkat pengetahuan, tingkat Pendidikan
dan tingkat motivas penderita masih rendah. Pengetahuan dan motivasi seseorang
mempunyai peranan penting dalam kepatuhan minum obat, dengan demikian
pengetahuan dan motivasi sangatkah penting untuk perubahan perilaku, sehingga
diharapkan penderita kusta memahami betul terhadapa bahaya apabila tidak
mengikuti program pengobatan kusta secara paripurna.
Dari latar belakang tersebut diatas peneliti tertarik untuk meneliti hubungan antara
pengetahuan pasien terhadap kepatuhan minum obat penderita kusta.
B. RUMUSAN MASALAH
Penyakit kusta perlu mendapatkan perhatian dan sehingga penemuan dan pengobatan
penderita sampai sembuh merupakan salah satu kunci pemberantasan kusta. Untuk
mencapai kesembuhan penyakit kusta diperlukan keteraturan atau kepatuhan minum
obat bagi setiap penderita. Sementara kendala pengobatan kusta adalah kondisi
sosial, ekonomi masyarakat dan bukti yang pasti menunjukkan kepatuhan menjalani
pengobatan masih rendah, akibatnya banyak penderita yang drop out dari pengobatan
tersebut. Pengobatan kusta yang memerlukan jarak lama antara 6 – 12 bulan,
biasanya memiliki resiko tinggi dalam ketidakpatuhan berobat dan meminum obat.
Pengetahuan penderita kusta adalah semua informasi yang diperoleh penderita kusta
mengenai program pengobatan. Meningkatnya pengetahuan dapat menimbulkan
perubahan persepsi dan kebiasaan seseorang karena dari pengalaman dan penelitian
ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih bertahan lama daripada
yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2003).
C. TUJUAN PENELITIAN
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan penderita kusta dengan
kepatuhan minum obat pada penderita kusta
2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya gambaran tingkat pengetahuan penderita kusta
b. Diketahuinya gambaran tingkat kepatuhan penderita kusta minum obat
c. Diketahuinya gambaran hubungan antara tingkat pengetahuan penderita kusta
dengan kepatuhan minum obat pada penderita kusta
D. MANFAAT PENELITIAN
1. Bagi Institusi Kesehatan
Sebagai bahan evaluasi dan pertimbangan dalam pengambilan tindakan terhadap
upaya peningkatan kepatuhan minum obat dan keefektifan pelatihan perawatan
diri terhadap peningkatan dukungan terhadap pasien kusta.
2. Bagi Masyarakat
Sebagai bahan informasi dan pengetahuan pada masyarakat mengenai kepatuhan
minum obat kusta dan dukungan keluarga terhadap perawatan diri penderita kusta
3. Bagi Peneliti Lain
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi data dasar yang dapat digunakan untuk
melakukan penelitian lebih lanjut terkait faktor lain yang berhubungan dengan
kepatuhan minum obat penderita kusta.