BAB I Kusta

8
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kusta adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae yang menyerang kulit, saraf tepi, jaringan dan organ tubuh lain (kecuali otak) dan menimbulkan kecacatan. Meskipun tergolong ke dalam penyakit menular, kusta merupakan penyakit yang tidak mudah menular, karena diperlukan kontak erat secara terus menerus dan dalam waktu yang lama dengan penderita. Penyakit kusta sebenarnya dapat disembuhkan tanpa cacat bila penderita ditemukan dan diobati secara dini. Kenyataannya, penyakit kusta seringkali ditemukan terlambat dan sudah dalam keadaan cacat yang terlihat. Pada dasarnya, terdapat 2 tingkatan kecacatan penyakit kusta saat ditemukan, yaitu tingkat I dan II. Kecacatan tingkat I adalah cacat yang belum terlihat atau belum ada perubahan pada anatominya. Sementara kecacatan tingkat II adalah sudah terjadi perubahan yang nampak pada anatomi penderita kusta.

description

Kusta

Transcript of BAB I Kusta

Page 1: BAB I Kusta

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Kusta adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae yang menyerang

kulit, saraf tepi, jaringan dan organ tubuh lain (kecuali otak) dan menimbulkan

kecacatan. Meskipun tergolong ke dalam penyakit menular, kusta merupakan

penyakit yang tidak mudah menular, karena diperlukan kontak erat secara terus

menerus dan dalam waktu yang lama dengan penderita. Penyakit kusta sebenarnya

dapat disembuhkan tanpa cacat bila penderita ditemukan dan diobati secara dini.

Kenyataannya, penyakit kusta seringkali ditemukan terlambat dan sudah dalam

keadaan cacat yang terlihat. Pada dasarnya, terdapat 2 tingkatan kecacatan penyakit

kusta saat ditemukan, yaitu tingkat I dan II. Kecacatan tingkat I adalah cacat yang

belum terlihat atau belum ada perubahan pada anatominya. Sementara kecacatan

tingkat II adalah sudah terjadi perubahan yang nampak pada anatomi penderita kusta.

Indonesia menempati urutan ketiga Negara dengan endemik kusta terbesar di dunia

setalah India dan Brazil. Meskipun Indonesia telah berstatus emilminasi sejak tahun

2000, tetapi penemuan kasus baru selalu ada. Tahun 2013, ditemukan 16.856 kasus

baru di Indonesia, atau 6,79 per 100.000 penduduk. Angka ini berkurang

dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, yakni 18.994 (tahun 2012) dan 20.023 (tahun

2011).  Berdasarkan data tingkat provinsi, baru 20 provinsi yang belum mencapai

eliminasi (jumlah kasus kurang dari 1 per 10.000 penduduk). Masih ada 14 provinsi

Page 2: BAB I Kusta

yang belum mencapai eliminasi. Di Jawa Timur pada tahun 2013 memiliki kasus

baru 4.132, sedangkan Jawa Tengah tahun 2014 penemuan kasus kusta baru sebanak

1.813 orang di tahun 2014 dijumpai di 14 kabupaten/kota Jawa Tengah, yang

endemis kusta. Sebanyak 80% penemuannya terdapat di daerah high endemic,

sedangkan daerah endemis rendah dengan kontribusi 20%, penemuan proporsi

kecacatan angkanya cukup tinggi. Akan tetapi kalau dilihat dari angka prevalensi

penyakit kusta, sudah menurun, yaitucase detection rate (CDR) > 0,54 per 100.000

penduduk. Sementara proporsi kasus kusta pada anak > 5% dan proporsi cacat

tingkat 2 juga masih tinggi, yaitu 12%.

Pengobatan pada penderita kusta bertujuan untuk memutuskan mata rantai penularan,

menyembuhkan penyakit penderita, mencegah terjadinya cacat atau mencegah bertambahnya

cacat yang sudah ada sebelum pengobatan. Pemberian Multi drug therapy pada penderita kusta

terutama pada tipe Multibaciler karena tipe tersebut merupakan sumber kuman menularkan

kepada orang lain. Tujuan pengobatan penderita untuk memutuskan mata rantai penularan,

menyembuhkan penyakit penderita dan mencegah terjadinya cacat atau mencegah bertambahnya

cacat yang sudah ada sebelum pengobatan. Pada penderita yang sudah mengalami cacat

permanen, pengobatan dilakukan hanya untuk mencegah cacat lebih lanjut. Bila penderita kusta

tidak meminum obat secara teratur maka kuman kusta dapat menjadi aktif kembali dan dapat

menimbulkan gejala-gejala baru yang akan memperburuk keadaan penderita. Pentingnya

pengobatan sedini mungkin dan teratur minum obat agar tidak timbul cacat yang baru (Depkes

RI, 2006).

Menurut Haryanto dalam Saranani (2005), pengobatan yang adekuat dan teratur

minum obat akan mengurangi infeksiusitas penderita yang menular dan ketidak

teraturan atau ketidakpatuhan minum oabat pada penderita kusta akan berakibat

Page 3: BAB I Kusta

buruk bagi penderita karena akan menimbulkan resitensi terhadap obat-obatan anti

kusta. Dalam penelitian Harjo (2000) di kabupaten majalengka ketidakteraturan

berobat penderita kusta sebesar 32,31% dan teratur berobat hanya sebesar 67,69%.

Dari jumlah responden yang diteliti 208 penderita kusta, terlihat ada hubungan yang

bermakna antara pengetahuan, sikap penderita, peran petugas kesehatan, dan

ketersediaan obat di Puskesmas terhadap ketidakteraturan berobat penderita kusta.

Demikian halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Masduki (2003), bahwa

83,5% responden ternyata patuh berobat dan 16,56% tidak patuh berobat. Ada

hubungan faktor-faktor pendidikan, pekerjaan, jenis Kelamin, pengetahuan, persepsi

dan cacat akibat penyakit kusta terhadap kepatuhan minum obat.

Ketaatan atau kepatuhan minum obat pada penderita kusta dipengaruhi oleh lamanya

masa pengobatan sehingga diperlukan keuletan dan ketekunan. Timbul rasa bosan,

perasaan sudah sembuh dari mengakibatkan penderita menghentikan pengobatan

sebelum masa akhir pengobatan selesai. Tingkat pengetahuan, tingkat Pendidikan

dan tingkat motivas penderita masih rendah. Pengetahuan dan motivasi seseorang

mempunyai peranan penting dalam kepatuhan minum obat, dengan demikian

pengetahuan dan motivasi sangatkah penting untuk perubahan perilaku, sehingga

diharapkan penderita kusta memahami betul terhadapa bahaya apabila tidak

mengikuti program pengobatan kusta secara paripurna.

Dari latar belakang tersebut diatas peneliti tertarik untuk meneliti hubungan antara

pengetahuan pasien terhadap kepatuhan minum obat penderita kusta.

Page 4: BAB I Kusta

B. RUMUSAN MASALAH

Penyakit kusta perlu mendapatkan perhatian dan sehingga penemuan dan pengobatan

penderita sampai sembuh merupakan salah satu kunci pemberantasan kusta. Untuk

mencapai kesembuhan penyakit kusta diperlukan keteraturan atau kepatuhan minum

obat bagi setiap penderita. Sementara kendala pengobatan kusta adalah kondisi

sosial, ekonomi masyarakat dan bukti yang pasti menunjukkan kepatuhan menjalani

pengobatan masih rendah, akibatnya banyak penderita yang drop out dari pengobatan

tersebut. Pengobatan kusta yang memerlukan jarak lama antara 6 – 12 bulan,

biasanya memiliki resiko tinggi dalam ketidakpatuhan berobat dan meminum obat.

Pengetahuan penderita kusta adalah semua informasi yang diperoleh penderita kusta

mengenai program pengobatan. Meningkatnya pengetahuan dapat menimbulkan

perubahan persepsi dan kebiasaan seseorang karena dari pengalaman dan penelitian

ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih bertahan lama daripada

yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2003).

C. TUJUAN PENELITIAN

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan penderita kusta dengan

kepatuhan minum obat pada penderita kusta

2. Tujuan Khusus

a. Diketahuinya gambaran tingkat pengetahuan penderita kusta

b. Diketahuinya gambaran tingkat kepatuhan penderita kusta minum obat

Page 5: BAB I Kusta

c. Diketahuinya gambaran hubungan antara tingkat pengetahuan penderita kusta

dengan kepatuhan minum obat pada penderita kusta

D. MANFAAT PENELITIAN

1. Bagi Institusi Kesehatan

Sebagai bahan evaluasi dan pertimbangan dalam pengambilan tindakan terhadap

upaya peningkatan kepatuhan minum obat dan keefektifan pelatihan perawatan

diri terhadap peningkatan dukungan terhadap pasien kusta.

2. Bagi Masyarakat

Sebagai bahan informasi dan pengetahuan pada masyarakat mengenai kepatuhan

minum obat kusta dan dukungan keluarga terhadap perawatan diri penderita kusta

3. Bagi Peneliti Lain

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi data dasar yang dapat digunakan untuk

melakukan penelitian lebih lanjut terkait faktor lain yang berhubungan dengan

kepatuhan minum obat penderita kusta.