BAB I Imunologi

24
MAKALAH IMUNOLOGI IMUNOLOGI TUMOR Dosen Pengampu: Saeful Hidayat, Drs., MSc., Apt Oleh : Feronia Reni (A 0122 107) SEKOLAH TINGGI FARMASI INDONESIA

description

Imunologi Tumor

Transcript of BAB I Imunologi

MAKALAH IMUNOLOGI

IMUNOLOGI TUMOR

Dosen Pengampu:Saeful Hidayat, Drs., MSc., Apt

Oleh :

Feronia Reni(A 0122 107)

SEKOLAH TINGGI FARMASI INDONESIA

YAYASAN HAZANAH

BANDUNG 2014

BAB I

PENDAHULUAN

I.1.Latar Belakang

Kematian oleh penyakit infeksi di negara maju telah menurun dan tumor

telah menjadi penyebab kematian kedua setelah penyakit jantung. Tumor

dapat dianggap sebagai penyakit yang ditimbulkan ekspansi pro-gresif sel

asal progenitor tunggal yang dapat melepaskan diri dari pengawasan regulator

pembagian sel dan mekanisme homeostasis yang normal. Lebih dan 100 jenis

dan subtipe tumor dapat ditemukan dalam organ spesifik. Dewasa ini, tumor

merupakan sebab kematian yang sangat berarti di negara-negara industri.

Keseimbangan antara jumlah sel yang diproduksi tubuh dan yang mati,

pada kebanyakan organ dan jaringan hewan dewasa dipertahankan dengan baik.

Berbagai jenis sel matang dalam tubuh memiliki masa hidup tertentu.

Keseimbangan antara jumlah sel yang diproduksi dan yang mati diawasi sistem

pengontrol yang baik. Kadang pertumbuhan sel tidak dapat dikontrol, sel

membentuk klon yang berkembang dan menimbulkan tumor atau neoplasma.

Tumor yang tumbuhnya tidak terus menerus dan tidak menginvasi

jaringan sehat sekitarnya secara luas disebut tidak ganas (benigna). Tumor

yang terus tumbuh dan menjadi progresif invasive disebut ganas (maligna). Istilah

tumor adalah spesifik untuk tumor yang ganas. Tumor ganas cenderung

bermetastasis, gerombol sel tumor kecil dapat terlepas dari tumor, menginvasi

pembuluh darah atau limfe dan dibawa ke organ lain untuk seterusnya

berproliferasi. Dalam hal ini, tumor primer di satu pihak menimbulkan tumor

sekunder di tempat lain.

Di samping mengekspresikan molekul-molekul yang menentukan sifat

ganas, sel-sel tumor juga menunjukkan disregulasi gen yang produknya tidak

secara langsung berhubungan dengan sifat pertumbuhan dan sifat invasif sel.

Disregulasi genetik itu di antaranya menyebabkan perubahan ekspresi

berbagai molekul permukaan, gangguan transkripsi dan translasi berbagai

molekul protein intraseluler maupun berbagai substansi yang disekresikan,

sehingga sel atau jaringan tumor yang pada dasarnya berasal dari jaringan

sendiri, menjadi asing atau imunogenik. Karena itu, sebenarnya sistem imun

yang normal harus mampu mengenali sel-sel abnormal tersebut dan

memusnahkannya. Walaupun diyakini bahwa sistem imun dapat memberikan

respon terhadap pertumbuhan tumor ganas, pada kenyataannya banyak tumor

ganas yang tetap bisa tumbuh karena sistem imun terhadap tumor ganas ini

relatif tidak efektif. Pengetahuan tentang peran sistem imun spesifik maupun

non spesifik dalam mencegah pertumbuhan tumor spontan dan bagaimana

memodulasinya diduga akan memegang peran penting di kemudian hari dalam

meningkatkan imunitas terhadap tumor, menginduksi resistensi terhadap sisa

sel ganas dan kekambuhan tumor, menghambat perkembangan tumor

selanjutnya, dan dalam menentukan jenis pengobatan.

I.2. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud tumor?

2. Bagaimana respon Imun terhadap tumor?

3. Bagaimana imunodiagnosis pada tumor?

I.3.Tujuan

Makalah ini dibuat untuk mengenal dan mengetahui imunologi tumor.

Dimana fungsi imun berperan untuk mengatasi tumor dan peran farmasis

dalam pendekatan terapi pada tumor.

BAB II

ISI

II.1. Tumor

Tumor dibagi menurut sel embrionik asalnya. Sekitar (>80%) karsinoma,

tumor berasal dari jaringan endodermal atau ektodermal seperti kulit atau

epitel organ internal dan kelenjar. Tumor terbanyak seperti kolon, payudara,

prostat dan paru adalah karsinoma. Leukemia dan limfoma adalah tumor

ganas hematopoietic sumsum tulang. Di Amerika Serikat sekitar 9% penyakit

tumor merupakan tumor ganas hematopoietic. Leukemia berproliferasi sebagai

sel tunggal, sedangkan limforna cenderung tumbuh sebagai masa tumor.

Sarlacoma yang merupakan insiden tumor di Amerika Serikat, berasal dari

jaringan ikat mesodermal seperti tulang, lemak dan tulang rawan.

Tumor terjadi lebih sering pada orang dengan supresi sistem imun

dibanding dengan orang normal. Prevalensi tumor pada orang yang

mendapat radiasi adalah 100 kali lebih besar dibanding dengan orang

normal. Pada kebanyakan organ dan jaringan hewan dewasa, keseimbangan

antara perbaikan dan kematian sel dipertahankan. Berbagai jenis sel matang

tubuh memiliki masa hidup tertentu; bila sel tersebut mati, sel baru

diproduksi oleh proliferasi dan diferensiasi berbagai sel asal. Kadang

timbul sel yang tidak lagi memberikan respons terhadap mekanisme kontrol

hidup sel normal. Sel tersebut menjadi klon sel yang menjadi besar,

membentuk tumor atau neoplasma.

Transformasi adalah perubahan yang diturunkan dalam sel dan dilakukan

dengan manipulasi di laboratorium, transformasi sel seperti :

1. Transformasi limfosit, rangsangan limfosit dalam keadaan

istirahat dengan lektin, antigen atau limfokin, akan menimbulkan

transformasi yang berupa pembelahan sel, proliferasi dan

diferensiasi.

2. Transformasi genetik dapat dilakukan dengan DNA. Pneumokok hidup

yang non- virulen dapat dijadikan virulen dengan DNA asal

pneumokok mati.

3. Sel dapat menunjukan transformasi neoplastik dalam biakan dan

memperoleh kemampuan untuk berproliferasi yang tidak terbatas.

Morfologi dan sifat pertumbuhan sel normal dalam biakan dapat diubah

dengan bahan kimiawi karsinogen, iradiasi dan virus tertentu. Pada

beberapa kasus, bila sel tersebut disuntikkan ke dalam hewan menunjukkan

proses transformasi maligna dan sering menunjukkan sifat in vitro yang sama

dengan sel tumor (Gambar 2.1)

Mutasi:- Reseptor faktor pertumbuhan- Protein kinase

Mutasi:- Siklus sel regulator - Mutasi tambahan

-Kehilangan CAM -Produksi matiks protease berlebihan

Sel Normal Mutan, sel neoplastik (disregulasi pertumbuhan, hiperproliferasi)

Tumor Jinak tidak stabil secara genetik

Tumor Ganas (metastasis)

Gambar 2.1 Berbagai tahap dalam proses tumorigenesis

Sel yang awalnya normal (paling kiri), mengalami beberapa perubahan

genetik dalam berbagai tahap. Setiap perubahan genetik menimbulkan

perubahan fenotip yang memudahkan pertumbuhan menjadi tidak teratur,

kecuali sinyal apoptosis, instabilitas genetik dan metastasis (menyebar dari

jaringan asal ke jaringan pejamu yang letaknya jauh).

II.2. Anti Gen Tumor

Imunitas tumor ialah proteksi sistem imun terhadap timbulnya tumor.

Meskipun adanya respon imun alamiah terhadap tumor dapat dibuktikan,

namun imunitas sejati hanya terjadi pada subset tumor yang mengekspresikan

antigen imunogenik, misalnya tumor yang diinduksi virus onkogenik yang

mengekspresikan antigen virus. Berbagai jenis virus yang dilaporkan

menunjukkan hubungan dengan tumor.

Identifikasi molekular antigen tumor telah dapat memberikan berbagai

informasi mengenai respons imun terhadap tumor dan merupakan factor

kunci dalam perkembangan imunoterapi antitumor. Antigen tumor yang

unik dapat digunakan sebagai molekul sasaran untuk dikenal sistem imun

untuk dihancurkan secara spesifik. Antigen tersebut dapat dibagi sesuai

gambaran ekspresinya pada sel tumor dan sel normal. Antigen tersebut

adalah :

1. Tumor Specific Antigen (TSA)

TSA atau TSTA (Tumor Spesifict Transplantation Antigen )

merupakan antigen sasaran ideal untuk terapi imun tumor.

Respons imun terhadap antigen demikian memberikan banyak harapan

untuk dapat menghancurkan sel tumor tanpa merusak sel sehat. Contoh

TSA adalah protein yang diproduksi akibat mutasi satu atau lebih gen.

Jenis TSA yang lain adalah protein dalam tumor yang diinduksi

virus. TSA sangat menarik ditinjau dari imunoterapi, meskipun sampai

sekarang belum memberikan keuntungan yang jelas.

2. Tumor Associated Transplantation Antigen (TATA)

Ada 2 jenis antigen tumor yaitu TSTA dan TATA. Yang pertama

tidak ditemukan pada set normal, dapat timbul oleh mutasi sel tumor

yang memproduksi protein sel yang berubah. Proses protein terjadi

dalam sitosol dan menghasilkan peptide yang di ikat MHC-1 dan

menginduksi CTL (Cytotoxic T Lymphocyte) yang tumor spesifik.

(Gambar 2.2)

Gambar 2.2

Berbagai mekanisme yang berbeda menimbulkan TSTAs dan TATAs

TATA tidak unik untuk tumor, dapat merupakan protein yang

diekspresikan oleh sel normal selama perkembangan fetal waktu

sistem imun masih imatur dan tidak dapat memberikan respons. Pada

keadaan normal tidak diekspresikan pada dewasa. Dalam banyak hal,

tumor tidak dapat dikenal limfosit untuk diproses sebagai antigen.

Tumor dapat dikenal sistem imun atas dasar perubahan kuantitatif

dalam ekspresi profil proteinnya. Antigen tersebut tidak tumor spesifik,

disebut TAA.

a. Antigen onkofetal adalah contoh TAA. Antigen tersebut disandi oleh

gen yang diekspresikan selama embriogenesis dan perkembangan

janin, namun transkripsional pada dewasa. Gen tersebut menyandi

protein yang diduga berperan dalam pertumbuhan cepat sel embrio

dan diaktifkan kembali untuk fungsi yang sama pada tumor yang

tumbuh cepat. Golongan antigen onkofetal juga diekspresikan

testis normal dikenal sebagai antigen tumor testis paru, kepala,

leher dan kandung kencing. Dewasa ini dikenal lebih dar 50

jenis TAA dan banyak epitop yang sudah dapat diidentifikasi sel

T.

b. Jenis TAA lain adalah tissue-specifict differentiation antigen,

protein yang dieksresikan pada sel yang menjadi tumor dan

ekspresinya ditemukan terus sesudah transformasi neoplastik.

Jadi antigen tersebut menunjukan asal jaringan tumor.

a. Melanoma differentiating antigen gp 100

Gen tersebut menyandi protein yang berfungsi dalam jalur

biosintesis melanin sel kulit dan juga diekspresikan oleh banyak

tumor melanoma dengan pigmen.

b. PSA diekspresikan jaringan prostat normal dan dengan tumor

c. Carsinoembryonic Antigen

CEA yang dapat dilepas ke dalam sirkulasi, ditemukan

dalam serum penderita dengan berbagai neoplasma. Kaclar CEA

yang meningkat (di atas 2,5 mg/ml) ditemukan dalam sirkulasi

penderita tumor kolon, tumor pancreas, beberapa jenis tumor

pare, tumor payudara dan lambung. CEA telah pula

ditemukan dalam darah penderita nonneoplastik seperti

emfisema, kolitis ulseratif, pankreatitis, peminum alkohol dan

perokok

d. AFP (Alpha Feto Protein) ditemukan dengan kadar tinggi dalam

serum fetus normal, eritroblastoma testis dan hepatoma.

II.3. Respon Imun terhadap Tumor

II.3.1. Imunitas humoral

Meskipun imunitas selular pada tumor lebih banyak berperan

dibanding imunitas humoral, tetapi tubuh membentuk juga antibodi

terhadap antigen tumor. Antibodi tersebut ternyata dapat menghancurkan

sel tumor secara langsung atau dengan bantuan komplemen atau melalui

sel efektor ADCC. Pada penderita tumor sering ditemukan kompleks

imun, tetapi pada kebanyakan tumor sifatnya masih belum jelas. Anti-

bodi diduga lebih berperan terhadap sel yang bebas (leukemia,

metastase tumor) dibanding tumor padat. Hal tersebut mungkin

disebabkan karna antibodi membentuk kompleks imun yang mencegah

sitotoksisitas sel T. Efektor imun humoral dan selular yang dapat

menghancurkan sel tumor in vitro terlihat pada Tabel 2.1

Tabel 2.1 Efektor sistem imun humoral dan selular pada destruksi tumorA. Mekanisme humoral 1. Lisis oleh antibodi dan komplemen 2. Opsonisasi melalui antibodi dan komplemen 3. Hilangnya adhesi oleh antibodiB. Mekanisme selular 1. Destruksi oleh sel CTLITc 2 . Destruksi oleh sel NK 3. Destruksi oleh makrofag

Pada umumnya, destruksi sel tumor lebih efisien bila sel tumor ada dalam

suspensi. Adanya destruksi tumor sulit dibuktikan pada tumor yang padat.

II.3.2. Imunitas selular

Pada pemeriksaan patologi anatomi tumor, sering ditemukan infiltrat

sel-sel yang terdiri atas sel fagosit mononuklear, limfosit, sedikit sel

plasma dan sel mast. Meskipun pada beberapa neoplasma, infiltrat sel

mononuklear merupakan indikator untuk prognosis yang baik, tetapi pada

umumnya tidak ada hubungan antara infiltrasi sel lengan prognosis.

Sistem imun dapat langsung menghancurkan sel tumor tanpa ensitasi

sebelumnya.

Limfosit matang akan mengenal TAA dalam pejamu, meskipun

TAA merupakan self-protein yang disandi gen normal. Adanya limfosit

yang self-reaktif berlawanan dengan self-tolerans. Bila sel B dan T

menjadi matang dalam sumsum tulang dan timus, limfosit berikatan

dengan self-antigen akan mengalami apoptosis. Namun banyak self-

antigen tidak diekspresikan dalam sumsum tulang atau timus. Oleh

karena deletion central tidak lengkap dan limfosit self-reaktif yang

mengenal antigen tidak diekspresikan dalam sumsum tulang atau timus,

maka sistem imun biasanya tidak responsif terhadap self-antigen oleh

karena ada dalam keadaan anergi. Mengapa sel autoreaktif dipertahankan

dalam keadaan inaktif, tidaklah jelas. Diduga limfosit anergik tidak

memberikan respons terhadap self-antigen dengan kadar yang diekspresikan

pada keadaan normal oleh sel sehat, namun responsif terhadap peningkatan

ekspresi antigen pada sel tumor .

1. CTL

Banyak studi menunjukkan bahwa tumor yang mengekspresikan

antigen unik dapat memacu CTL/Tc spesifik yang dapat

menghancurkan tumor (Gambar 2.3 dan 2.4). CTL biasanya

mengenal peptida anal TSA yang diikat MHC-1. CTL tidak selalu

efisien, di samping respons CTL tidak selalu terjadi pada tumor.

2. Sel NK

Sel NK adalah limfosit sitotoksik yang mengenal sel sasaran yang

tidak antigen.

Gambar 2.4 Antigen Tumor yang dikenal Sel T

Gambar 2.3

Gambar 2.3

3. Makrofag memiliki enzim dengan fungsi sitotoksik dan melepas

mediator oksidatif seperti superoksid dan oksida nitrit. Makrofag juga

melepas TNF-a yang mengawali apoptosis. Diduga makrofag mengenal

sel tumor melalui IgG-R yang mengikat antigen tumor. Makrofag dapat

memakan dan mencerna sel tumor dan mempresentasikannya ke sel

CD4+. Jadi makrofag dapat berfungsi sebagai inisiator dan efektor

imun terhadap tumor. Imunitas nonspesifik dan spesifik terhadap

tumor

II.4. Imunodiagnosis

Imunodiagnosis tumor dapat dilakukan dengan 2 tujuan yaitu menemukan

antigen spesifik terhadap sel tumor dan mengukur respons imun penjamu

terhadap sel tumor.

Sel tumor dapat ditemukan dalam sitoplasma. Ci\ri-ciri suatu tumor dapat

ditentukan dari sitoplasma, permukaan sel atau produk yang dihasilkan atau

dilepasnya yang berbeda baik dalam sifat maupun dlam julah dibandingkan

orang normal.

Petanda tumor mempunyai sifat antigen yang lemah. Adanya antibody

monoclonal yang telah banyak membantu dalam imunologis sel tumor dan

produknya. Sampai sekarang imunodiagnosis tumor belum dapat dipraktekan

untuk menemukan tumor dini, tetapi mempunyai arti penting di klinik dalam

memantau progress atau regresi tumor tertentu.

II.5. Imunoterapi

II.4.1. Antibodi monoklonal

Imunoterapi (IT) pasif yang menggunakan antibodi monoklonal

(mAb) dapat menghancurkan sel ganas, namun tidak spesifik. Anti-CD20

adalah mAb yang banyak digunakan dalam onkologi mAb mcmbunuh sel

tumor melalui apoptosis atau aktivasi komplemen, ADCC atau

fagositosis. Sebagai contoh CD20 diekspresikan pada sel B normal dan

sel limfoma. lnfus anti-CD20 dapat mengurangi atau menyembuhkan 50%

limfoma sel B. Anti-CD20 menghancurkan sel B ganas melalui aktivasi

komplemen dan sitotoksisitas selular, serta menginduksi apoptosis sel B.

Anti-CD20 telah pula dikonjugasikan dengan bahan radioaktif

untuk mengantarkan dosis tinggi radioaktif langsung ke tempat tumor.

Anti-CD20 juga merusak sel normal dan bila dilabel dengan bahan

radioaktif dapat juga digunakan untuk mengetahui luas penyebaran

limfoma dalam tubuh. Antigen tumor potensial yang sudah

digunakan pada imunoterapi tumor.

II.4.2. Manipulasi sinyal kostimulan untuk meningkatkan imunitas

Imunitas tumor dapat ditingkatkan dengan memberikan sinyal

kostimulator yang perlukan untuk mengaktifkan prekurso CTL (CTL-Ps).

Bila CTL-Ps tikus di inkubasikan dengan sel melanoma vitro, terjadi

pengenalan antigen, tetapi tanpa sinyal kostimulator, CTL-Ps tidak

berproliferasi menjadi sel efektor CTL Bila sel melanoma ditransfeksi

dengan gen yang menyandi ligand B7, CTL-Ps, berdiferensiasi menjadi

CTL efektor. Hasil penemuan tersebut memberika kemungkinan bahwa

B7 sel tumor yang ditransfeksi dapat digunakan untuk induksi respon CTL

in vivo.

Oleh karena antigen melanoma me miliki sejumlah berbagai tumor,

diduga dapat dibuat panel cell line melanom B7 yang ditransfeksi

untuk ekspresi antigen tumor dan HLA. Antigen tumor yang diekspresikan

tumor penderita dapat ditentukan, selanjutnya penderi dapat divaksinasi

dengan cell line B7 yang ditransfeksi dan diiradiasi yang meng ekspresikan

antigen tumor yang sama.

II.4.3. Imunotoksin

Imunoterapi dengan mAb terhadap TA telah dicoba bersama

toksin yang dap mencegah proses selular atau bersaml radioisotop yang

membantu membunuh DNA dan melepas partikel dengan energy tinggi.

II.4.4. Sitokin

Sitokin dapat meningkatkan respons imun terhadap tumor. Isolasi

dan mengklon berbagai gen sitokin dapat menghasilkan sitokin dalam

jumlah besar. Berbagai sitokin telah dievaluasi dalam terapi tumor seperti

IFN-α, IFN-β, IFN-γ, IL-2, -IL-4, IL-12, GM-CSF dan TNF.

Kesulitan dalam terapi dengan sitokin ini adalah jaring sitokin yang

sangat kompleks dan sangat menyulitkan untuk mengetahui letak

intervensinya yang tepat.

II.4.5. Peningkatan aktivitas APC

Peningkatan aktivitas APC dapat memnodulasi imunitas

tumor. Sel Dendritik tikus yang dibiakkan dengan GM-CSF dan fragmen

tumor yang diinfuskan kembali ke dalam tikus mengaktifkan sel Th dan

CTL speifik antigen tumor. Sejumlah ajuvan seperti M. bovis

(BCG) dan K. parvum telah digunakan dalam booster imunitas tumor.

Ajuvan ini meningkatkan aktivasi makrofag, ekspresi berbagai sitokin,

molekul MHC-II dan molekul kostimulator B7. Makrofag yang

diaktifkan merupakan aktivator Th yang lebih baik, sehingga ,cara

keseluruhan meningkatkan respons humoral dan selular

II.4.6. Vaksinasi dengan SI

Seberapa sel dendritik imatur dapat memagositosis antigen lebih

efektif dibanding dendritik matang. Pemberian sel imatur tersebut

diharapkan akan dapat menginduksi respons antitumor CTL yang

lebih baik. Pemberian Sel Dendritik yang ditransfeksi dengan RNA asal sel

tumor dapat menginduksi ekspansi sel T tumor spesifik. Cara alternatif

menggunakan monosit CD4+ dari darah perifer yang menghasilkan SD

atas pengaruh GM-CSF dan IL-4

.

II.4.7. Imunoterapi aktif

Imunoterapi aktif telah digunakan dalam usaha mencegah anergi

sel T. Anergi terjadi bila antigen tumor dipresentasikan ke sel T tanpa

bantuan molekul kostimulator. Jalan mudah untuk melakukan hal itu

ialah dengan menginfuskan sitokin. IL-2 akan mengaktifkan sel T

dan sel NK secara langsung. Namun IL-2 dapat menimbulkan efek

samping berat yaitu kebocoran kapiler, edem dan hipotensi. Pemberian IFN

sistemik, baik IFN-cc dan IFN-I3 meningkatkan ekspresi MHC-1. IFN

juga menunjukkan efek anti-proliferasi terhadap sel tumor, meskipun

pemberian sistemik memberikan efek samping.

II.4.8. Imunisasi dengan antigen virus

Imunisasi dengan antigen virus berdasarkan atas adanya beberapa

jenis tumor (limfoma) yang ditimbulkan virus onkogenik. Pada limfoma

Burkitt sudah diusahakan membuat vaksin untuk memacu sel Tc

efektor. Hal yang sama telah dilakukan pada penderita tumor serviks,

terhadap sel Tc yang merupakan efektor pada HPV. Vaksinasi dalam

pencegahan.

BAB III

KESIMPULAN

Sel tumor berbeda dari sel normal mengalami perubahan dalam regulasi

pertumbuhan, sehingga memungkinkannya untuk berproliferasi tanpa

batas, sehingga dapat menginvasi jaringan sekitar dan menyebar ke

jaringan lain

Sel normal dapat ditransformasi in vitro dengan karsinogen kimia atau

fisika dan virus. Sel yang ditransformasi ini menunjukkan perubahan sifat

pertumbuhan dan kadang-kadang dapat menginduksi tumor bila

disuntikkan ke dalam hewan.

Respon imun terhadap tumor dapat berupa CTL, aktivitas sel NK,

rnakrofag, yang menghancurkan tumor dan destruksi oleh ADCC.

Berbagai faktor sitotoksik seperti TNF-α dan TNF-β membantu

pemusnahan sel tumor.

Tumor menggunakan berbagai strategi untuk menghindari respons imun

Imunoterapi tumor eksperimental dilakukan dengan beberapa pendekatan

diantaranya adalah enhancement sinyal kostimulator yang diperlukan untu

aktivasi sel T, rekayasa genetika sel tumor yang melepas sitokin dan

peningkatkan intensitas respons iratin; penggunaan sitokin dalam terapi dan

beberapa strategi untuk meningkatkan aktivitas APC

Antibodi monoklonal dapat digunakan terhadap berbagai tumor. Antibodi

digunakan dalam bentuk yang tidak dimodifikasi atau diikat dengan toksin,

bahan kcmoterapeutik atau elemen radioaktif

Elemen dalam menyusun strategi vaksinasi terhadap tumor adalah iden-

tifikasi antigen tumor yang berarti, mengembangkan strategi untuk pre-

sentasi antigen tumor yang efektif dan pembentukan populasi sel Th

atau Tc yang diaktifkan.