BAB I, II, III

download BAB I, II, III

of 24

description

asxascsax

Transcript of BAB I, II, III

23

BAB IPENDAHULUAN1.1. Latar BelakangDalam sebuah organisasi atau perusahaan bisa terjadi krisis, krisis bisa terjadi kapan saja, kurangnya komunikasi antara organisasi dengan publik juga bisa terjadi krisis, organisasi memandang sebelah mata pendapat publik sehingga terjadinya kesalahpahaman dan dapat menyebabkan krisis pada organisasi, krisis juga bisa terjadi didalam organisasi itu sendiri. Hal ini berkaitan dengan pembangunan hubungan sosial, karena komunikasi antara organisasi dengan organisasi salah satu proses dibangunnya realita sosial.Peter L. Berger Seorang sosiologis yang berasal di Amerika tertarik pada interaksi sosial dan bagaimana interaksi tersebut membangun sebuah realita sosial. Berger berfokus pada penelitiannya mengenai realita orang orang di setiap harinya. Ia juga menekankan kepada interkasi sosial interpersonal dalam pembangunan sosial realitas. Sesuai dengan buku yang ia buat The Social Construction of Reality. Penelitian Berger telah menjadi titik awal yang baik untuk memajukan perspektif konstruksionis sosial pada komunikasi krisis. Maka disimpulkan bahwa, karya Berger adalah titik awal yang baik untuk memajukan perspektif sosial konstruksionis krisis komunikasi.Komunikasi krisis adalah bidang yang agak tradisional. dimana teori sistem lebih berpengaruh. Sistem teori terbuka menekankan bahwa organisasi tergantung pada lingkungannya dan saling membutuhkan. Dalam krisis komunikasi inilah peran Public Relations berperan dalam menanangi dan mengendalikan kerusakan yang di akibatkan krisis komunikasi.1.2. Tujuan PenulisanUntuk mengetahui bagaimana pandangan atau perspektif dari konstruksional sosial dalam PR mempengaruhi komunikasi krisis yang dikemukakan oleh Berger serta realita social yang terkait komunikasi krisis.1.3. Manfaat PenulisanAgar mengetahui pandangan atau perspektif dari konstisional sosial dalam PR mempengaruhi komunikasi krisis dengan memperhatikan realita sosial yang terjadi

BAB IIISI2.1. Landasan Teori2.1.1. Krisis Komunikasi (On Crisis Communication)Sarjana seperti Beck (1992) dan Giddens (1991) mengklaim bahwa kita, sebagai konsekuensi dari modernitas akhir. Kita semua sadar akan Risk Society (masyarakat berisiko), setidaknya melalui media massa, lebih atau kurangnya setiap hari dari laporan mengenai berita baru, seperti berita flu burung Asia atau berbagai krisis organisasi. Hubungan Masyarakat terutama digunakan dan menunjukkan nilainya ketika organisasi menghadapi situasi krisis.Sebuah fitur umum di sebagian besar literatur tentang komunikasi krisis adalah persepsi krisis sebagai hasil dari beberapa ancaman eksternal di lingkungan sekitarnya. Dengan demikian, krisis biasanya dipahami sebagai sebuah tujuan dan hal yang nyata di luar sana, yang melanda dan mempengaruhi organisasi. Akibatnya, sebuah organisasi seharusnya untuk bereaksi terhadap objek krisis dan segera bertindak untuk kembali ke keadaaan yang seimbangan. Fitur umum lainnya adalah banyaknya pedoman rinci dan praktik terbaik, yang dikembangkan dari pengalaman para praktisi (Seeger, Jual Ulmer, 2001). Jelas, komunikasi krisis adalah bidang yang agak tradisional/kuno. dimana teori sistem lebih berpengaruh. Sistem teori terbuka menekankan bahwa organisasi tergantung pada lingkungannya dan saling membutuhkan. Dalam rangka bertahan hidup, organisasi diasumsikan harus beradaptasi dengan perubahan lingkungan). Dengan kata lain, di bidang ini ada kebutuhan mendesak untuk pengembangan teori untuk mendapatkan alternatif dan fenomena pemahaman organisasi yang lebih baik dari krisis komunikasi yang kompleks.

2.1.2. Pemikiran Berger (On Bergers Thinking)Hubungan antara masyarakat dan individu sering menjadi pusat analisis Bergers. Menurut Berger, karena masyarakat terus memproduksi individu. Konsep manusia baru atau penemuan secara bertahap akan menjadi bagian dari realitas kita. Berger menekankan bahwa bahasa adalah penting dalam produksi membangun struktur sosial yang dibentuk oleh proses-proses sosial. Fokus pada bahasa dan ciri pemikiran dalam interaksi sosial proses sosial konstruksionisme (Shotter Gergen, 1994).Berger menganggap sosiologi sebagai fokus pemahaman masyarakat kontemporer sebagai kompleks besar hubungan manusia. Tujuan sosiologi, menurut Berger, adalah untuk mengungkap berbagai tingkat makna tersembunyi dari kesadaran kehidupan sehari-hari untuk "melihat kedepan" dan "melihat ke belakang" dan untuk menerima pemahaman yang lebih baik tentang apa yang terjadi di dalam konteks tertentu dalam hal interaksi sosial..Maka, Berger mengklaim bahwa sosiologi memiliki kemampuan dalam menjelaskan kehidupan sosial. Seperti yang disebutkan, pemikiran Berger dapat ditempatkan dalam epistemologi konstruksionisme sosial. Ia menyatakan bahwa pandangan dunia orang sudah diberikan dalam bahasa masyarakat. Tidak di ragukan bahwa bahasa sebagai pengendali hubungan individual dengan realita. Bahasa merupakan fenomena sosial yang dikembangkan sepanjang sejarah umat manusia, dan tidak dipilih oleh diri kita sendiri melainkan "dipaksa" dari awal kita besosialisasi. Bahasa juga menyediakan kita dengan nilai-nilai, logika, dan informasi dari mana kita dapat yang sesuai pengetahuan.

2.1.2.1. Perspektif Manusia Tentang SosiologiDalam Invitation to Sociology; A Humanistic Perspective, Berger(1963) menyajikan Perspektif Sosiologi sebagai "bentuk kesadaran" tersusun sekitar empat motif (atau tema). Berger mengusulkan panduan yang terdiri dari empat motif nya.Motif pertama adalah motif membongkar (debunking motif), yaitu ambisi untuk mengungkapkan atau membongkar sebuah situasi dan mencoba untuk melihat melalui bagian luar struktur sosial.Motif kedua adalah motif tidak respektif. Berger menyatakan bahwa masyarakat modern terbagi menjadi dua sektor: yang pertama sektor yang respectable, meliputi kelas menengah, mendominasi definisi dari realitas sosial. Sektor kedua yaitu sektor unrespectable adalah segala sesuatu yang dianggap diluar terhormat oleh kelas menengah. Salah satu fitur yang paling membedakan dari kedua sektor adalah bahasa. Motif berger berarti kita harus mencoba memahami realitas dari perspektif yang berbeda, tidak hanya dari para penyandang pekerjaan kelas menengah tetapi juga dari sudut pandang sopir taksi, penari, petinju profesional, atau musisi jazz. Akibatnya, ini semacam perspektif yang kurang diperhatikan.Motif ketiga adalah motif perelatifan Berger dan menekankan pentingnya melihat nilai dengan beragam cara untuk memahami dunia. Dengan demikian, budaya yang berbeda dengan nilai-nilai dan keyakinan yang beragam dapat memberikan cara lain dan baru untuk memahami dunia. Dalam dunia modern. Motif perelatifan mempromosikan apresiasi terhadap cara dimana sistem makna yang berbeda dapat memberikan lebih banyak penafsiran dan pemahaman realitas. Motif keempat adalah motif kosmopolitan yang berarti keterbukaan terhadap dunia dan dengan cara berpikir lain dan bertindak sikap yang sering terjadi dengan orang-orang yang tinggal di daerah perkotaan.Sebuah konsep penting yang Peter Berger membahas dalam Invitaton Sociology adalah lembaga yang ia definisikan sebagai kompleks khas tindakan sosial yang mengatur dan memerintah perilaku masyarakat dalam situasi yang berbeda. Contoh lembaga uang, bahasa, waktu, ukuran, dan beratnya hukuman, kelas ,agama, pernikahan, organisasi agama. Dengan kata lain lembaga membuat orang berpikir dan bertindak dengan cara tertentu bahwa lembaga-lembaga memberikan prosedur masyarakat menemukan yang diinginkan. Dengan kata lain, yang mengendalikan perilaku manusia dengan cara yang berpola. Ada aspek kontrol untuk semua lembaga, yang mengendalikan perilaku manusia dengan pola yang telah ditentukan perilaku. Mekanisme kontrol sehingga secara tidak langsung mengarahkan cara orang berpikir dan bertindak. Jika kita mematuhi dan mengikuti aturan lembaga, kita diberikan penghargaan jika kita tidak mematuhi, kita terkena sanksi; misalnya, melalui isolasi dari pembatasan pada kebebasan kita. Sanksi dapat diproduksi dan dieksekusi oleh tekanan moral masyarakat.2.1.2.2. Realitas Masyarakat (Peoples Reality) The Social Construction of Relaity (Berger & Luckmann, 1966) menampilkan penjelasan teoritis tentang bagaimana dunia sosial yang terstruktur dan fungsi. Menurut Berger dan Luckmann, dunia sosial adalah ciptaan manusia dan mereka pada gilirannya juga penciptaan dunia sosial mereka. Ini berarti bahwa orang-orang bersama-sama membangun lingkungan manusia, yang pada gilirannya mempengaruhi orang (cf. Giddens dan konsepnya pada dualitas struktur).Buku menjadi salah satu sumber yang menginspirasi kontruksionism sosial. Tiga konsep penting yang disajikan oleh buku: eksternalisasi, objektivasi, dan internalisasi. Lingkungan dimana manusia bertindak kompleks dan selalu berubah: Untuk hidup dibawah kondisi ini orang membutuhkan beberapa struktur minimal untuk menyediakan lingkungan yang stabil mereka sendiri. Ketika orang-orang berulang-ulang dan sering terlibat dalam suatu kegiatan, pola aktifvitas mereka akhirnya berkembang. Orang selalu berusaha untuk membiasakan kegiatan mereka untuk mencapai efisiensi. Habitualisasi menyediakan aktifitas yang biasa di lakukan. Dengan kata lain kebiasaan adalah pengetahuan bahwa generasi sebelumnya telah diproduksi dan bahwa generasi baru belajar akan kebiasaan melalui komunikasi. Dari sudut pandang psikologi, kebiasaan memudahkan manusia untuk mengelola ketidakpastian yang mereka alami dalam kehidupan mereka. kognitif, disonansi, ketidakpastian yang dialami setiap orang dalam situasi baru, berkurang ketika orang mengandalkan kebiasaan atau mengeksternalisasi pengetahuan.

2.1.2.3. Meringkas pada Berger (To Sum Up on Berger)Berger ingin menjelaskan bagaimana masyarakat modern bekerja dengan berfokus pada beberapa tingkatan makna. Menurut Berger, orang berpartisipasi dalam produksi realitas mereka sendiri dirasakan. Manusia terdiri dari tindakan makhluk, yang berarti bahwa orang-orang selalu mencoba untuk mengubah sosok yang diberikan dalam urutan untuk menghasilkan totalitas bermakna (Berger & Pullberg, 1965). Berger mengklaim bahwa orang bertindak atas interpretasi dan pengetahuan tentang realitas yang dirasakan mereka, dan dengan demikian realitas sosial direproduksi dan diperkuat. Pengetahuan tentang realitas yang diambil, diberikan dan dirasakan oleh manusia dari alam dan fakta obyektif. Selanjutnya, proses produksi mengartikan bukanlah proyek individu ,melainkan itu adalah proses sosial.2.1.2.4. Refleksi Konsep Essensial (Reflections on Essential Concepts)Ada 3 konsep penting dalam bidang komunikasi krisis Tiga konsep yang sangat penting untuk bidang ini yaitu krisis, komunikasi dan organisasi. Pertama, krisis sering dianggap sebagai hasil dari ancaman eksternal di lingkungan sekitarnya. Oleh karena itu, krisis dipahami sebagai sesuatu hal nyata di luar sana, yaitu sesuatu yang melanda dan mempengaruhi organisasi. Dari persepsi Bergerian krisis yang melanda seperti halilintar dari luar langit biru, dan organisasi tidak bereaksi dan merespon secara otomatis ke krisis. Sebaliknya, krisis perlahan-lahan berkembang dan mengambil bentuk tertentu. Dalam penelitian yang lebih baru, krisis dianggap sebagai suatu proses tanpa batas yang jelas (Murphy, 1996: Weick, 1988).Kedua, ada kecenderungan kuat dalam literatur tentang komunikasi krisis. dan di antara banyak praktisi, memiliki pandangan yang agak sederhana bahwa organisasi sebagai sebuah fenomena. Secara umum, organisasi cenderung abstrak (tidak terlihat secara jelas) dalam literatur komunikasi krisis, dengan kata lain. Organisasi ialah hal yang dapat diamati faktanya"di luar sana" dalam sebuah kenyataan. Dari perspektif Bergerian, sebuah organisasi bukanlah sebuah fenomena stabil dan terjadi dalam jangka pendek. Sebaliknya, terus mengubah maju. dan menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan. Ketiga, dalam sebagian besar literatur tentang komunikasi krisis dianggap bahwa komunikasi dan bahasa dapat mencerminkan realitas objektif, kata dalam bahasa akhirnya di sepakati memiki makana. Perspektif dari James Carey (1988) memandang komunikasi sbagai transmisi. Komunikasi ini kemudian digambarkan dalam istilah seperti mentrasmisikan ,memberi menyampaikan serta mengirim. Intinya dalam pandangan transmisi komunikasi adalah transportasi informasi yang melalui ruang dan waktu. Selanjutnya menjelaskan bahwa komunikasi yang efektif ketika penerima secepat mungkin memahami pesan yang didapat dari seorang pengirim pesan melalui sebuah media Di mata Berger, komunikasi dan bahasa tidak mencerminkan realitas; realitas sosial. Sebaliknya, mereka menciptakan realitas sosial. Bahasa adalah produk sosial dan penerima komunikasi membangun makna. Melalui komunikasi yang konstan dan interaksi antar anggota organisasi, makna umum dan realitas sosial yang dihasilkan. Hal ini di sini penting untuk menggarisbawahi bahwa perspektif konstruksionis sosial Berger tidak mempertanyakan keberadaan kenyataan "di luar sana", tetapi menekankan hubungan orang itu apa artinya bagi mereka. 2.1.3. Konsekuensi untuk Krisis KomunikasiJadi, apa akibatnya jika kita mengambil Bergerian, atau konstruksi sosial, perspektif tentang komunikasi krisis? Selama karir Peter Berger konsep lembaga telah berada di pusat perhatiannya. Namun, lembaga sosial dan bagaimana mereka membatasi PR praktek belum terfokus oleh humas sarjana (Leichty & Warner, 2001). Publik, misalnya, sering dianggap unit reaktif yang telah dikembangkan untuk menanggapi tindakan organisasi. Pada kenyataannya, banyak masyarakat ada sebelum suatu organisasi memasuki arena dan mereka sering tidak searah dengan tujuan kita. Dalam penelitian kontemporer pada komunikasi krisis, krisis dipandang sebagai bagian dari siklus hidup organisasi (misalnya, Kersten, 2005; Sellnow, 1993) Krisis di sini dipandang sebagai kesempatan penting untuk pengembangan dan pembelajaran. Coombs (1999), Zach dan Duhe (1997), mengklaim bahwa krisis sering terjadi karena buruknya komunikasi dengan publik. Sesuai pernyataan tersebut, krisis bukannlah suatu hal yang terjadi dalam situasi khusus melainkan part of the game dari organisasi. Hal ini berarti baik peneliti maupun PR seharusnya lebih berfokus pada fase pra-krisis dan bukan berfokus pada fase pasca-kriris. Saat ini, ada pemahaman umum bahwa public relations adalah kegiatan profesional hubungan-bangunan, yang bertentangan dengan pandangan tradisonal mencoba untuk mengubah pendapat dan perilaku yang berbeda.Komunikasi dan dialog langsung dengan publik adalah satu-satunya cara untuk memelihara dan memulihkan hubungan yang konstruktif.Dialog sangat penting dalam situasi krisis dan juga keterbukaan antara PR dengan publiknya, hal ini dikarenakan dapat mencegah terjadinya resiko atau berkurangnya kekuatan perusahaan jika resiko terjadi (Hearth & Palenchar,2000). Selanjutnya, dipercayai bahwa memiliki jaringan yang kuat dengan publik merupaka sumber daya yang penting dalam situasi krisis dan memberikan kemungkinan yang lebih baik atau persepsi yang lebih akurat pada sebuah situasi. Dalam situasi krisis kepercayaan publik kepada perusahaan cenderung menjadi lebih rendah, dan pesan yang disampaikan kepada publik sering menjadi ambigu hal ini membuat Interpretasi publik berbeda dengan apa yang di interpretasi kan oleh organisasi. Selanjutnya jika organisasi ingin mengembangkan hubungan baik dengan publik, ia harus memperhatikan sudut pandang publik, harapan dan permintaan mereka. ini berarti praktisi PR harus mengakui bahwa orang-orang selalu mengartikan makna yang berbeda dalam situasi yang berbeda, dan interpretasi mereka pasti akan berbeda dengan makna yang dimaksudkan oleh organisasi.2.2. Pembahasan KasusPetani Minta Tak Ada Impor Senin, 2 Februari 2015Padi Tumbuh Baik, Harga Gabah Kering Panen Tinggi

GROBOGAN, KOMPAS Harga gabah kering panen hasil panen musim tanam pertama di sejumlah daerah di wilayah sistem irigasi Waduk Kedung Ombo, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah, tinggi. Hasil panennya juga berlimpah. Petani berharap pemerintah tidak mengimpor beras.

Suminto (45), petani Desa Klambu, Kecamatan Klambu, Kabupaten Grobogan, Minggu (1/2), di Grobogan, mengatakan, harga gabah kering panen (GKP) saat ini Rp 4.500Rp 4.600 per kilogram (kg). Harga ini lebih tinggi daripada harga GKP tahun lalu, yakni Rp 3.500Rp 4.000 per kg.Hasil panen juga berlimpah, 7-8 ton per hektar. Tahun lalu 6-6,5 ton per hektar. Panen bagus karena hujan merata dan tak berlebihan sehingga padi tumbuh dengan baik, kata Suminto.Ketua Federasi Perkumpulan Petani Pemakai Air Sistem Irigasi Waduk Kedung Ombo Kaspono mengatakan, wilayah sistem irigasi Waduk Kedung Ombo, seperti Grobogan, Pati, Kudus, dan Demak, memang tengah panen. Dari total sawah irigasi waduk seluas 63.000 hektar, sekitar 25.200 hektar atau 40 persen telah dipanen. Saat ini, harga rata-rata GKP Rp 4.500 per kg atau lebih tinggi daripada harga pembelian pemerintah GKP 2014, yaitu Rp 3.300 per kg. Hasil panen di wilayah Grobogan, Kudus, Pati, dan Demak rata-rata sekitar 7,8 ton per ha.Hasil panen GKP di seluruh daerah di wilayah saluran irigasi Waduk Kedung Ombo diperkirakan 491.400 ton. Harga dan hasil panen musim tanam pertama ini sangat bagus. Kami berharap pemerintah tidak mengimpor beras agar harga gabah petani tidak jatuh, katanya.Kaspono berharap pemerintah tidak hanya bersandar pada Waduk Kedung Ombo untuk mencapai swasembada pangan. Oleh karena itu, perlu diikuti pembangunan waduk lain.Di Tangerang Selatan, Banten, Sabtu lalu, Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) Srie Agustina mengatakan, Perum Bulog memiliki stok komersial 1,4 juta ton beras. Kemendag berharap stok itu bisa dibeli dan digunakan pemerintah sebagai cadangan beras. Dengan demikian, kebutuhan beras sebelum panen rayayang diperkirakan puncaknya pada Maret 2015bisa dipenuhi.InfrastrukturPemerintah Kabupaten Kudus dan Pati berharap pembangunan waduk di kedua wilayah itu segera direalisasikan. Dengan demikian, swasembada beras bisa segera terealisasi.Di Kecamatan Dawe, Kudus, ada Waduk Logung yang mampu menambah lahan pertanian 3.800 hektar. Pembangunan waduk dengan investasi Rp 620 miliar itu terkendala pembebasan lahan meski telah memasuki proses peletakan batu pertama.Di Pati, Bupati Pati Haryanto berharap Waduk Randugunting segera direalisasikan. Selama ini, pembangunannya hanya sebatas rencana, belum ada langkah konkret. Waduk itu mampu mengairi 5.000 hektar sawah.Sementara itu, Pemerintah Provinsi Jateng akan memprioritaskan pembangunan lima waduk dengan dana dari pemerintah pusat Rp 2,1 triliun. Kelima waduk itu adalah Waduk Gondang di Kabupaten Karanganyar, Pidekso di Wonogiri, Logung di Kudus, Matenggeng di Cilacap, dan Kuningan di Jawa Barat, yang akan dimanfaatkan pula oleh warga Jateng.Kepala Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air Jateng Prasetyo Budie Yuwono mengemukakan, Waduk Gondang dan Pidekso akan dikerjakan lebih dulu. Setelah itu, Waduk Logung menyusul dikerjakan. Selain untuk irigasi, waduk-waduk itu akan digunakan sebagai bahan baku air minum dan mengatasi banjir, katanya. (HEN/MED)

Maka, dalam kasus yang disajikan dalam media cetak, koran Kompas hari Senin, 2 Februari 2015 kolom Nusantara halaman 18, penulis meneliti dan menganalisa kasus tersebut dengan beberapa teori yang terefleksi dari Bergerian, diantaranya :2.2.1. Krisis KomunikasiSebuah fitur umum di sebagian besar literatur tentang komunikasi krisis adalah persepsi krisis sebagai hasil dari beberapa ancaman eksternal di lingkungan sekitarnya. Dengan demikian, krisis biasanya dipahami sebagai sebuah tujuan dan hal yang nyata di luar sana, yang melanda dan mempengaruhi organisasi. Akibatnya, sebuah organisasi seharusnya untuk bereaksi terhadap objek krisis dan segera bertindak untuk kembali ke keadaaan yang seimbangan.Petani meminta kepada pemerintah untuk tidak adanya impor. Hal ini disebabkan melimpahnya hasil panen pada tahun 2015. Tetapi biaya yang dikeluarkan lebih mahal di banding mengimpor gabah. Lingkungan merupakan ancaman eksternal yang membuat pemerintah untuk bersikap obyektif demi kepentingan umum dan kestabilan negara. Karena organisasi dan lingkungan saling membutuhkan dalam rangka bertahan hidup.Komunikasi krisis adalah bidang yang agak tradisional/kuno. dimana teori sistem lebih berpengaruh. Sistem teori terbuka menekankan bahwa organisasi tergantung pada lingkungannya dan saling membutuhkan. Dalam rangka bertahan hidup, organisasi diasumsikan harus beradaptasi dengan perubahan lingkungan).Pada kasus ini petani membutuhkan bantuan kepada pemerintah agar tidak mengimpor gabah, agar petani tidak merugi, pemerintah harus tanggap terhadap petani agar mereka tetap bertahan hidup. Karena pemerinyah dan petani saling membutuhkan, petani juga meminta kepada pemerintah untuk pembangunan waduk lainnya dan tidak hanya wacana saja harus terealisasi.

2.2.2. Pemikiran BergerBerger menekankan bahwa bahasa adalah penting dalam produksi membangun struktur sosial yang dibentuk oleh proses-proses sosial. Fokus pada bahasa dan ciri pemikiran dalam interaksi sosial proses sosial konstruksionisme (Shotter Gergen, 1994).Bahasa adalah suatu sarana yang digunakan untuk berkomunikasi oleh satu orang kepada orang lain, sehingga apa yang ingin disampaikan orang tersebut dapat dimengerti oleh penerima pesan. Dalam berita Petani Minta Tidak Ada Impor disini petani mencoba menyampaikan pesan menggunakan bahasanya, agar pemerintah mengerti maksud yang disampaikan petani kepada pemerintah. Bahasa sebagai alat yang digunakan petani untuk menyampaikan pesan kepada pemerintah, petani menggunakan bahasa Indonesia agar dimengerti oleh pemerintah, karena bahasa nasional kita adalah bahasa Indonesia. Tidak di ragukan bahwa bahasa sebagai pengendali hubungan individual dengan realita.2.2.2.1. Perspektif Manusia Tentang SosiologiMotif pertama adalah motif membongkar (debunking motif), yaitu ambisi untuk mengungkapkan atau membongkar sebuah situasi dan mencoba untuk melihat melalui bagian luar struktur sosial.Dalam kasus ini petani mencoba membongkar mengenai harga gabah kering panen (GKP) saat ini Rp 4.500Rp 4.600 per kilogram (kg). Harga ini lebih tinggi daripada harga GKP tahun lalu, yakni Rp 3.500Rp 4.000 per kg. Hasil panen juga berlimpah, 7-8 ton per hektar. Tahun lalu 6-6,5 ton per hektar. Panen bagus karena hujan merata dan tak berlebihan sehingga padi tumbuh dengan baik. Petani mengungkapkan seperti itu agar pihak pemerintah peka terhadap kondisi petani saat ini.Pemerintah membuka dan melihat situasi yang ada bahwa panen kali ini melimpah. Petani meyakini dapat memenuhi kebutuhan sehingga mewujudkan terciptanya swasembada pangan. Pemerintah segera melakukan perbaikan dan membangunan waduk-waduk baru untuk memwujudkan terciptanya swasembada pangan. Pemerintah disini tertarik pada tujuan yang diterima secara umum dari tindakan petani.

2.2.2.2. Realitas MasyarakatMenurut Berger dan Luckmann, dunia sosial adalah ciptaan manusia dan mereka pada gilirannya juga penciptaan dunia sosial mereka. Ini berarti bahwa orang-orang bersama-sama membangun lingkungan manusia, yang pada gilirannya mempengaruhi orang. Kasus ini, petani meminta kepada memerinta agar tidak mengimpor gabah Hal itu terjadi karena dari pengalaman petani yang merugi karena gabah yang di impor lebih murah sehingga petani menurunkan harga jual, maka dari itu petani meminta agar tidak ada impor.

2.2.2.3. Meringkas pada BergerBerger mengklaim bahwa orang bertindak atas interpretasi dan pengetahuan tentang realitas yang dirasakan mereka, dan dengan demikian realitas sosial direproduksi dan diperkuat. Pengetahuan tentang realitas yang diambil, diberikan dan dirasakan oleh manusia dari alam dan fakta obyektif. Selanjutnya, proses produksi mengartikan bukanlah proyek individu ,melainkan itu adalah proses sosial.Dalam kasus ini petani bertindak untuk meminta kepada pemerintah agar tidak ada impor karena petani menginterpretasi bahwa Jatuhnya harga gabah lokal karena banyaknya beras impor dan selundupan di berbagai daerah karena tak ada pengamanan yang baik.. Kebijakan impor harusnya untuk menutupi defisit kebutuhan beras dalam negeri. Tetapi kenyataannya, ketika musim panen raya tiba beras impor yang lebih murah membanjiri tanah air, sehingga harga gabah pun turun drastis, inilah yang dirasakan oleh petani maka dari itu petani meminta tak ada impor beras karena petani meyakini bahwa beras mencukupi untuk negeri ini, karena tahun 2015 ini panen melimpah.

2.2.2.4. Refleksi Konsep Essensial (Reflections on Essential Concepts)Ada 3 konsep penting dalam bidang krisis komunikasi. Pertama, krisis sering dianggap sebagai hasil dari ancaman eksternal di lingkungan sekitarnya. Oleh karena itu, krisis dipahami sebagai sesuatu hal nyata di luar sana, yaitu sesuatu yang melanda dan mempengaruhi organisasi dan organisasi tidak bereaksi dan merespon secara otomatis ke krisis. Dalam kasus ini petani meminta tidak ada impor beras kepada pemerintah karena dengan mengimpor beras dari luar negeri merupakan ancaman bagi petani dan membuat harga gabah menjadi turun .Kedua, ada kecenderungan kuat dalam literatur tentang komunikasi krisis. dan di antara banyak praktisi, memiliki pandangan bahwa organisasi sebagai sebuah fenomena. Secara umum, organisasi cenderung abstrak (tidak terlihat secara jelas) dalam literatur komunikasi krisis, dengan kata lain. Organisasi ialah hal yang dapat diamati faktanya"di luar sana" dalam sebuah kenyataan. Dari perspektif Bergerian, sebuah organisasi bukanlah sebuah fenomena stabil dan terjadi dalam jangka pendek. Sebaliknya, terus mengubah maju. dan menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan.Pemerintah cenderung mengikuti fakta diluar sana untuk menyesuaikan dengan lingkungan dimana petani bisa menghasilkan panen gabah yang melimpah sehingga Indonesia tahun 2015 ini tidak perlu mengimpor beras dan pemerintah juga mendorong terwujudkan swasembada beras bisa terealisasi.Ketiga, dalam sebagian besar literatur tentang komunikasi krisis dianggap bahwa komunikasi dan bahasa dapat mencerminkan realitas objektif. Perspektif dari James Carey (1988) memandang komunikasi sbagai transmisi. Komunikasi ini kemudian digambarkan dalam istilah seperti mentrasmisikan, memberi menyampaikan serta mengirim. Intinya dalam pandangan transmisi komunikasi adalah transportasi informasi yang melalui ruang dan waktu. Selanjutnya menjelaskan bahwa komunikasi yang efektif ketika penerima secepat mungkin memahami pesan yang didapat dari seorang pengirim pesan melalui sebuah media.Dalam kasus pemerintah memahami pesan yang disampaikan oleh petani melalui media untuk tidak mengimpor gabah. Pemerintah merespon permintaan petani dengan segera merealisasikan pembangun waduk-waduk baru untuk menghasilkan panen yang lebih melimpah agar kebutuhan gabah di Indonesia dapet tercukupi, disini terjadi komunikasi efektif dimana pemerintah memahami pesan dari petani dan mengambil tindak sesuai dengan untuk mewujudkan permintaan petani.2.2.3. Konsekuensi untuk Krisis KomunikasiCoombs (1999), Zach dan Duhe (1997), mengklaim bahwa krisis sering terjadi karena buruknya komunikasi dengan publik. Sesuai pernyataan tersebut, krisis bukannlah suatu hal yang terjadi dalam situasi khusus melainkan part of the game dari organisasi. Hal ini berarti baik peneliti maupun PR seharusnya lebih berfokus pada fase pra-krisis dan bukan berfokus pada fase pasca-kriris.Dalam kasus ini terjadi karena buruknya komunikasi antara pemerintah dengan petani, sehingga terjadilah krisis komunikasi antara pemerintah dengan petani, pemerintah hanya membuat wacana seperti rencana pembangunan waduk Randugunting yang sampai saat ini belum juga terealisasi, juga buruknya komunikasi antara pemerintah dengan petani, jika komunikasinya baik, petani tidak akan meminta kepada pemerintah untuk tidak mengimpor gabah, PR pemerintah seharusnya berfokus pada sebelum krisis ini terjadi, bukan setelah krisis ini terjadi.Dalam situasi krisis kepercayaan publik kepada perusahaan cenderung menjadi lebih rendah, dan pesan yang disampaikan kepada publik sering menjadi ambigu hal ini membuat Interpretasi publik berbeda dengan apa yang di interpretasi kan oleh organisasi. Selanjutnya jika organisasi ingin mengembangkan hubungan baik dengan publik, ia harus memperhatikan sudut pandang publik, harapan dan permintaan mereka. ini berarti praktisi PR harus mengakui bahwa orang-orang selalu mengartikan makna yang berbeda dalam situasi yang berbeda, dan interpretasi mereka pasti akan berbeda dengan makna yang dimaksudkan oleh organisasi. Pada kasus ini PR pemerintah harus mendengarkan petani sebagai publik yang meminta agar tidak ada impor beras karena panenan diperkirakan melimpah petani pun tidak dirugikan, PR pemerintah tanggap dan peka terhadap petani, dan saling berkomunikasi agar tidak terjadi krisis komunikasi antara pemerintah dan petani.Dialog sangat penting dalam situasi krisis dan juga keterbukaan antara PR dengan publiknya, hal ini dikarenakan dapat mencegah terjadinya resiko atau berkurangnya kekuatan perusahaan jika resiko terjadi (Hearth & Palenchar,2000). Dalam kasus ini PR pemerintah berkomunikasi dengan petani membuka percakapan dan berdialog mengenai penjualan gabah agar pemerintah juga tetap dipercaya oleh petani agar tidak ada demo dari para petani dan petani juga tidak dirugikan.Dalam situasi krisis kepercayaan publik kepada perusahaan cenderung menjadi lebih rendah, dan pesan yang disampaikan kepada publik sering menjadi ambigu hal ini membuat Interpretasi publik berbeda dengan apa yang di interpretasi kan oleh organisasi. Dalam kasus ini para petani jadi kurang percaya kepada pemerintah maka dari itu petani meminta tidak ada impor, apalagi pemerintah juga hanya wacana saja dalam pembangunan waduk pembangunannya hanya sebatas rencana, belum ada langkah konkret.Jika organisasi ingin mengembangkan hubungan baik dengan publik, ia harus memperhatikan sudut pandang publik, harapan dan permintaan mereka. Pemerintah harus memperhatikan sudut pandang petani, harapan, dan permintaannya, mereka hanya meminta kepada pemerintah agar membeli hasil panen dan meminta tidak ada impor dan membuat waduk yang terealisasi bukan hanya wacana.

BAB IIIPENUTUP3.1. KesimpulanDalam bab ini, saya telah mencoba untuk mempromosikan Bergerian, atau konstruksi sosial, perspektif tentang komunikasi krisis. Dari sudut pandang Bergerian pandang, public relations adalah lembaga yang membangun pandangan dunia dan realitas tertentu melalui kegiatan komunikasi. Public relations dapat dilihat sebagai proses diseminasi strategis teks untuk mempertahankan, mengembangkan praktek-praktek sosial budaya tertentu dan nilai-nilai yang disukai dan sikap organisasi. Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang hubungan masyarakat sebagai institusi, Berger meminta kita untuk melihat ke belakang dan menanyakan bagaimana PR berfungsi sebagai penghasil realitas mendominasi tertentu dalam masyarakat.Pemerintah harus memperhatikan sudut pandang petani, harapan, dan permintaannya, mereka hanya meminta kepada pemerintah agar membeli hasil panen dan meminta tidak ada impor dan membuat waduk yang terealisasi bukan hanya wacana. 3.2. SaranKomunikasi dan berdialog antara organisasi dan publiklah satu-satunya cara untuk memelihara dan memulihkan hubungan yang konstruktif. Alasan dibalik semua ini adalah bahwa dialog sangat penting dalam situasi krisis dan hubungang masyarakat terbika dengan public dapat mencegah kejadian risiko atau mengurangi kekuatan jika mereka menjadi kenyataan (Heath & Palenchar, 2000)Saran dalam kasus ini pemerintah harus peka, mendengarkan para petani, agar petani juga mendapatkan keuntungan tidak merugi akibat adanya impor tersebut.

Daftar PustakaSumber BukuIhlen, yvind, Betteke Van Ruler, Magnus Fredriksson, 2009. Public Relations and Social Theory, New York : Routledge

Sumber lainKoran Kompas, 2 Februari 2015.

Lampiran