BAB I Fermentasi Peter

25
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Dasar Teori 1.1.1 Pengertian Fermentasi Fermentasi merupakan suatu proses pengubahan bahan baku (substrat) yang berupa bahan organik menjadi produk tertentu dengan menggunakan bantuan mikroba. Produk-produk tersebut biasanya dimanfaatkan sebagai minuman atau makanan. Proses fermentasi memerlukan syarat-syarat sebagai berikut (Abdul, 2010): 1. Substrat yang berperan sebagai tempat tumbuh (medium) dan sumber nutrisi bagi mikroba. 2. Mikroba yang berperan sebagai pengubah substrat. 3. Tempat (wadah) untuk menjamin berlangsungnya proses fermentasi. 4. Macro nutrient dan micro nutrient sebagai tambahan nutrisi untuk perkembangan mikroba. Gambar 1.1 Skema Proses Fermentasi (Abdul, 2010) Proses fermentasi berisi hal-hal sebagai berikut (Abdul, 2010): 1. Sifat Fermentasi 2. Prinsip Kultivasi Mikroba dalam Sistem Cair

description

Teori Fermentasi

Transcript of BAB I Fermentasi Peter

Page 1: BAB I Fermentasi Peter

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Dasar Teori

1.1.1 Pengertian Fermentasi

Fermentasi merupakan suatu proses pengubahan bahan baku (substrat)

yang berupa bahan organik menjadi produk tertentu dengan menggunakan

bantuan mikroba. Produk-produk tersebut biasanya dimanfaatkan sebagai

minuman atau makanan. Proses fermentasi memerlukan syarat-syarat sebagai

berikut (Abdul, 2010):

1. Substrat yang berperan sebagai tempat tumbuh (medium) dan sumber

nutrisi bagi mikroba.

2. Mikroba yang berperan sebagai pengubah substrat.

3. Tempat (wadah) untuk menjamin berlangsungnya proses fermentasi.

4. Macro nutrient dan micro nutrient sebagai tambahan nutrisi untuk

perkembangan mikroba.

Gambar 1.1 Skema Proses Fermentasi (Abdul, 2010)

Proses fermentasi berisi hal-hal sebagai berikut (Abdul, 2010):

1. Sifat Fermentasi

2. Prinsip Kultivasi Mikroba dalam Sistem Cair

3. Desain Bioreaktor (Fermenter)

4. Desain Media

5. Instrumentasi dan Pengendalian Proses dalam Bioreaktor

6. Tenik Pengukuran

7. Pemindahan Massa dan Energi

8. Peningkatan Skala

9. Fermentasi Substrat Padat

Page 2: BAB I Fermentasi Peter

1.1.2 Syarat Fermentasi

Agar fermentasi dapat berjalan dengan optimal, maka harus

memperhatikan faktor-faktor berikut ini (Abdul, 2010):

1. Aseptis (Bebas Kontaminan)

Proses fermentasi harus dilakukan dalam kondisi yang benar-benar

terbebas dari kontaminan. Hal ini bertujuan agar proses fermentasi dapat berjalan

dengan sempurna. Bila fermentasi tidak dilakukan secara aseptis, maka ditakutkan

akan terdapat mikroba lain yang dapat menghalangi proses fermentasi,

menyebabkan ketidak-akuratan dalam pengukuran jumlah mikroba, bahkan

mengkonsumsi nutrisi yang terdapat didalam fermenter sehingga nutrisi akan

habis sebelum proses fermentasi selesai yang menyebabkan produk fermentasi

yang terbentuk sedikit.

2. Komposisi Medium Pertumbuhan

Media yang digunakan di dalam fermentasi harus memenuhi syarat-syarat

sebagai berikut:

a. Mengandung nutrisi yang dibutuhkan bagi pertumbuhan sel

Saccharomyces cereviciae

b. Mengandung nutrisi yang dapat digunakan sebagai sumber energi bagi

sel Saccharomycess cereviciae

c. Tidak mengandung zat yang menghambat pertumbuhan sel

d. Tidak mengandung kontaminan yang dapat meningkatkan persaingan

dalam penggunaan substrat.

3. Persiapan Inokulasi

Persiapan inokulasi bertujuan untuk mengadaptasikan mikroba terhadap

media fermentasi, sehingga dengan adanya adaptasi mikroba maka diharapkan

mikroba tersebut telah melewati fasa lag yang menyebabkan pertumbuhan sel

akan maksimum dalam waktu yang singkat.

4. Kultur Pertumbuhan

Kultur pertumbuhan mikroba haruslah aseptis agar tidak terjadi

pertumbuhan bakteri lain yang dapat menghambat proses fermentasi.

Page 3: BAB I Fermentasi Peter

Kultivasi mikroba baik skala kecil maupun skala besar dilakukan dalam

bejana reaksi spesial yang disebut bioreaktor atau fermenter. Ada tiga model

pengoperasian bioreaktor: batch, kontinu dan fed batch. Pada kultur batch,

bioreaktor diisi dengan medium yang kemudian diinokulasi (Soeryo, 1990).

Gambar 1.2 Reaktor Batch Sederhana Proses Fermentasi (Soeryo, 1990)

Gambar 1.2 merupakan contoh gambar dari reactor batch sederhana yang

digunakan pada proses fermentasi. Pada reaktor ini terdapat beberapa tempat

untuk pengendalian fermentasi seperti tempat pengambilan sampel, tempat

pengendalian pH, suhu, agitasi, dan aerasi.

1.1.3 Tahapan Proses Fermentasi

Tahap-tahap proses fermentasi terdiri atas (Soeryo, 1990):

1. Tahap Persiapan Medium Fermentasi

Medium yang digunakan adalah medium cair yang terdiri dari 2 macam

larutan. Larutan pertama berisi nutrisi-nutrisi untuk pertumbuhan ragi, sedangkan

larutan kedua adalah substrat yang umumnya berupa larutan glukosa dalam air.

Nutrisi yang di perlukan dalam medium pertumbuhan ragi antara lain N, S, O, H,

Mg, K, Ca. Adapun komponen dari media yang digunakan adalah sebagai berikut:

a. Substrat Utama

Page 4: BAB I Fermentasi Peter

Sebagai substrat utama digunakan larutan glukosa karena pertumbuhan

biomassa sel Saccharomycess cereviceae merupakan fungsi dari

persentasi glukosa. Faktor utama dalam memilih substrat dalam suatu

sistem fermentasi yaitu tersedianya sumber karbon dan sumber

nitrogen yang bermanfaat untuk pembentukan sel dan

pengembangbiakan sel.

b. Sumber Makronutrien, Mikronutrien, dan growth factor

Sebagai sumber makronutrien, mikronutrien, dan growth factor

umumnya menggunakan zat-zat yang mengandung garam-garam

anorganik, air, vitamin-vitamin, dan oksigen terlarut. Komposisi dan

jenis substrat harus dilakukan percobaan untuk memperoleh substrat

yang paling sesuai untuk setiap fermentasi.

2. Tahap Sterilisasi

Sterilisasi dilakukan terhadap bahan dan alat sehingga terbebas dari

kontaminasi mikroorganisme lain. Sterilisasi perlu dilakukan karena kontaminasi

mikroba lain akan memberikan dampak yang tidak menguntungkan seperti:

a. Kontaminan meningkatkan persaingan didalam mengkonsumsi

substrat sehingga akan mengurangi perolehan

b. Kontaminan dapat menghambat proses metabolism sel sehingga akan

mengurangi perolehan

c. Kontaminan meningkatkan turbiditas sehingga dapat mengacaukan

pengukuran terhadap jumlah sel setiap saat

3. Tahap Penyiapan Inokulum

Setelah seluruh alat dan bahan steril, dilakukan proses inokulasi

Saccharomycess ceriviceae dari biakan murni. Inokulum yang biasa digunakan

adalah biakan ragi murni dalam larutan aquades. Inokulasi Saccharomycess

cereviceae dilakukan secara aseptis untuk menjaga kemurnian biakan. Setelah

dimasukkan dalam medium, inokulum tersebut dimasukkan dalam alat incubator

selama 16 jam. Hal ini perlu dijaga agar kondisi tetap anaerobik.

4. Tahap Pelaksanaan Fermentasi

Page 5: BAB I Fermentasi Peter

Tahap ini dimulai saat inokulum yang telah beradaptasi dalam medium

dimasukkan kedalam medium fermenter. Pada pratikum ini fermenter yang

digunakan adalah ketel yang bervolume 2 liter. Fermenter adalah suatu reaktor

yang dipersiapkan untuk melakukan reaksi fermentasi yang dilengkapi dengan

pengaduk, saluran aerasi, dan perlengkapan lainnya. Pelaksanaan fermentasi

dilakukan dengan cara sebagai berikut:

a. Nutrisi, subtrat, dan inokulan dimasukkan kedalam fermentor yang

dilakukan secara aseptis. Nutrisi dimasukkan kedalam fermentor

setelah disterilisasi dalam autoclave. Kemudian subtrat dan inokulan

dimasukkan kedalam fermentor secara aseptis juga.

b. Tahap selanjutnya yaitu tahap pengadukan atau agitasi. Agitasi

berfungsi sebagai alat penghomogen larutan fermentasi. Agitasi

dilakukan pada kecepatan 220 rpm. Pengadukan dilakukan oleh

impeller yang berjumlah 3 buah. Semakin banyak jumlah impeller

dalam fermenter maka larutan tersebut akan semakin homogen.

5. Tahap Pengambilan dan Pengujian Sampel

Dalam percobaan fermentasi ini sampel untuk analisis diambil dari outlet

sampel yang disebut sampling point. Untuk mencegah kontaminasi udara luar dan

menjamin bahwa sampel yang dianalisis adalah medium yang representatif dan

pada kondisi tepat saat pengambilan sampel tanpa terpengaruh kotoran dan

sampel sebelumnya yang mungkin ada di aliran sampling point, maka 5 ml

pertama dari sampel harus di buang. Analisis yang diperlukan adalah konsentrasi

glukosa dan konsentrasi ragi setiap waktu.

Penentuan konsentrasi sel ragi dan glukosa dilakukan dengan analisis

spektrofotometri. Prinsip spektrofotometri adalah analisis turbidometri yaitu

menganalisis konsentrasi suatu zat berdasarkan kekeruhannya di banding sampel

blangko yang dianggap nilai nol absorban atau full scale transmitan, atau tidak

mengandung konsentrasi zat yang dianalisis.

Untuk membuat kurva pertumbuhan diperlukan kurva baku untuk

mengkorelasikan antara konsentrasi sel terhadap absorban. Panjang gelombang

yang digunakan adalah 520 nm.Sampel untuk analisa konsentrasi glukosa harus di

Page 6: BAB I Fermentasi Peter

sentrifugasi terlebih dahulu untuk mengendapkan semua sel ragi sedemikian

sampai larutan medium terlihat jernih sehingga tidak mengganggu pancaran sinar

saat diperiksa dengan spektrofotometri. Sentrifugasi dilakukan selama 15 menit

dengan kecepatan putaran 2000 rpm. Hasil sentrifugasi adalah supernatant

dibagian atas yang berupa cairan yang mengandung glukosa residu (belum

terkonsumsi sel ragi) dan endapan sel ragi dibagian bawah.

6. Tahap Penentuan Growth Yield

Perolehan biomassa yang menunjukkan produktivitas proses fermentasi

dinyatakan sebagai perolehan yield. Growth yield ini dinyatakan dengan

persamaan:

Y= ∆ X∆ S

=X−X 0

S0−S ..............................................................(1.1)

Dimana: X = massa sel saat t

X0= massa sel awal

S = massa glukosa saat t

S0= massa glukosa awal

7. Penentuan Laju Pertumbuhan Spesifik Maksimum (µmaks)

Laju pertumbuhan spesifik mikroorganisme (µ) diformulasikan sebagai:

μ= 1 dxX dt

.............................................................................(1.2)

Nilai µ akan bernilai maksimum bila dxdt

benilai maksimum. dxdt

adalah

gradien kurva pertumbuhan yang menunjukkan jumlah sel ragi setiap waktu. Nilai

maksimum dxdt

pada logaritmik, dimana terlihat jumlah mikroba yang tinggi dan

konstan selama beberapa saat.

1.1.4 Fase Pertumbuhan Mikroorganisme

Saat sel ditumbuhkan pada kultur batch, sel akan mengalami beberapa fase

pertumbuhan: lag phase, exponential (or log) phase, stationary phase dan the

death phase (Soeryo, 1990):

Page 7: BAB I Fermentasi Peter

Gambar 1.3. Kurva Karakteristik Pertumbuhan Sel Dalam Medium Fermentor

(Soeryo, 1990)

Pertumbuhan kultur mikroba umumnya dapat digambarkan dalam suatu

kurva pertumbuhan. Pertumbuhan mikroba dapat terbagi dalam beberapa tahap

seperti pada Gambar 1.3, antara lain (Soeryo, 1990):

a. Fasa Stationer

Fasa stationer adalah fasa yang disebut fasa adaptasi atau lag phase. Pada

saat ini mikroba lebih berusaha menyesuaikan diri dengan lingkungan dan

medium baru daripada tumbuh ataupun berkembang biak. Pada saat ini

mikroba berusaha merombak materi-materi dalam medium agar dapat

digunakan sebagai nutrisi untuk pertumbuhannya. Bila dalam medium ada

komponen yang tidak dikenal mikroba, mikroba akan memproduksi enzim

ekstraselular untuk merombak komponen tersebut. Fasa ini juga

berlangsung seleksi. Hanya mikroba yang dapat mencerna nutrisi dalam

medium untuk pertumbuhannya lah yang dapat bertahan hidup.

b. Fasa Pertumbuhan Dipercepat

Fasa pertumbuhan dipercepat adalah fasa dimana mikroba sudah dapat

menggunakan nutrisi dalam medium fermentasinya. Pada fasa ini mikroba

Page 8: BAB I Fermentasi Peter

banyak tumbuh dan membelah diri sehingga jumlahnya meningkat dengan

cepat.

c. Fasa Eksponensial

Fasa eksponensial adalah akhir fasa pertumbuhan dipercepat. Pada fasa ini

laju pertumbuhan tetap pada laju pertumbuhan maksimum (μmaks). Nilai

μmaks ini ditentukan oleh konstanta jenuh/ saturasi substrat. Nilai μmaks

untuk setiap mikroba juga tertentu pada masing-masing substrat.

d. Fasa Pertumbuhan Diperlambat

Fasa pertumbuhan diperlambat dimulai pada akhir fasa eksponensial.

Pertumbuhan mikroba yang begitu cepat tidak diimbangi tersedianya

nutrisi yang cukup. Jika fermentasi dilakukan secara batch, dimana umpan

nutrisi dimasukkan hanya pada awal proses fermentasi, pada waktu

tertentu saat jumlah mikroba yang mengkonsumsi nutrisi tersebut melebihi

daya dukung nutrisi akan terjadi kekurangan nutrisi. Hal lain yang

memperlambat pertumbuhan mikroba adalah terjadinya inhibisi ataupun

represi yang terjadi karena terakumulasinya produk metabolit sekunder

hasil aktifitas fermentasi mikroorganisme.

e. Fasa Kematian

Fasa ini terjadi apabila nutrisi sudah benar-benar tidak dapat lagi

mencukupi kebutuhan mikroorganisme. Keadaan ini diperparah oleh

akumulasi produk metabolit primer dan sekunder yang tidak dipanen

sehingga terus menginhibisi ataupun merepresi pertumbuhan sel

mikroorganisme. Selain itu umur sel juga sudah tua, sehingga pertahan sel

terhadap lingkungan yang berbeda dari kondisi biasanya juga berkurang.

1.1.5 Jenis-Jenis Fermentasi

Fermentasi secara umum dibagi menjadi 2 model utama yaitu fermentasi

media cair (liquid state fermentation, LSF) dan fermentasi media padat (solid state

fermentation, SSF). Fermentasi media cair diartikan sebagai fermentasi yang

melibatkan air sebagai fase kontinu dari sistem pertumbuhan sel bersangkutan

atau substrat baik sumber karbon maupun mineral terlarut atau suspensi sebagai

Page 9: BAB I Fermentasi Peter

partikel-partikel dalam fase cair. Fermentasi media padat merupakan proses

fermentasi yang berlangsung dalam substrat tidak terlarut, namun mengandung air

cukup sekalipun tidak mengalir bebas. Fermentasi cair dapat meliputi fermentasi

minuman anggur dan alkohol, fermentasi asam cuka, yoghurt dan kefir.

Fermentasi media padat seperti fermentasi tape, oncom, dan kecap.

1. Fermentasi Media Cair

Komponen tambahan yang diperlukan pada pakan generasi baru seringkali

disintesa secara terpisah dan kemudian ditambahkan. Cara yang digunakan

biasanya dengan cara fermentasi media cair, yang dapat mensitesa asam-asam

amino, asam-asam organik, enzim-enzim, dan beberapa vitamin. Fermentasi cair

dengan teknik tradisional dilakukan pengadukan, berbeda dengan teknik

fermentasi cair modern melibatkan fermenter yang dilengkapi dengan: pengaduk

agar medium tetap homogen, aerasi, pengatur suhu (pendinginan dan pemanasan)

dan hasil lebih uniform dan dapat diprediksi. Tidak dilakukan juga sterilisasi,

namun pemanasan, perebusan, dan pengukusan mematikan banyak mikroba

pesaing.

2. Fermentasi Media Padat

Fermentasi media (substrat) padat mempunyai kandungan nutrien per

volume dapat lebih besar. Produksi protein mikroba untuk pakan ternak dari

keseluruhan hasil fermentasi dapat dilakukan dengan pengeringan sel-sel mikroba

dan sisa substrat.

1.1.6 Sifat Pertumbuhan Mikroorganisme

Pertumbuhan mikroorganisme sangat dipengaruhi oleh sumber karbon,

sumber nitrogen, mineral-mineral, vitamin-vitamin dan kondisi lingkungan

pertumbuhan seperti suhu dan pH. Selain itu, yang tidak kalah pentingnya adalah

sifat pertumbuhan mikroorganisme. Sifat pertumbuhan mikroorganisme secara

umum dapat dibagi dalam 3 kategori yaitu (Ahmad, 2009):

1. Mikroorganisme Aerob

Pertumbuhan mikroorganisme aerob membutuhkan oksigen bebas untuk

berkembang biak. Bila oksigen bebas tidak tersedia atau tidak mencukupi maka

Page 10: BAB I Fermentasi Peter

pertumbuhan mikroorganisme tersebut akan terhambat. Terhambatnya

pertumbuhan mikroorganisme mengakibatkan pembentukan produk menjadi

rendah. Selain itu ada juga mikroorganisme aerob yang tidak dapat hidup sama

sekali tanpa ada oksigen. Jenis mikroorganisme ini disebut mikroorganisme yang

obligat aerob.

2. Mikroorganisme Anaerob

Pertumbuhan mikroorganisme anaerob berlangsung secara tanpa adanya

oksigen bebas. Jenis mikroorganisme ini, bila ada oksigen bebas akan terhambat

pertumbuhannya. Oksigen di butuhkan oleh mikroorganisme anaerob yang

didapatkan dari persenyawaan yang mengandung oksigen didalam media substrat.

Untuk mendapatkan kondisi anaerob, bisa dilakukan dengan memasukkan gas

nitrogen kedalam media substrat. Selain dari itu, ada juga mikroorganisme

anaerob yang tidak dapat hidup sama sekali apabila ada oksigen bebas. Jenis

mikroorgnisme ini disebut juga sebagai mikroorganisme obligat anerob.

3. Mikroorganisme Fakultatif

Pertumbuhan mikroorganisme fakultatif dapat berlangsung pada kondisi

aerob maupun anaerob. Dengan kata lain mikroorganisme ini dapat hidup tanpa

ada oksigen ataupun ada oksigen. Kelemahan fermentasi menggunakan

mikroorganisme antara lain terjadi pada saat pembentukan produk. Pada saat

fermentasi berlangsung yang diharapkan adalah proses aerob, artinya dalam

media fermentasi dipasokkan oksigen bebas. Namun selama fermentasi

berlangsung, pemasok oksigen terganggu atau terhenti maka produk yang

diharapkan beralih ke produk yang dihasilkan dari proses fermentasi anaerob.

Salah satu contoh yaitu jamur Aspergillus niger dan Ragi Saccharomycess

cerriviceae, bila proses fermentasi berlangsung dengan proses aerob maka akan

terbentuk produk berupa asam sitrat. Namun bila fermentasi berlangsung dengan

proses anerob maka didapatkan produk berupa etanol.

1.1.7 Pengendalian Proses Fermentasi

Untuk mengendalikan proses fermentasi agar berada dalam kondisi yang

optimum, dibutuhkan beberapa parameter pengendalian proses. Parameter yang

Page 11: BAB I Fermentasi Peter

digunakan untuk mengendalikan proses fermentasi antara lain pH, suhu, aerasi

dan agitasi, dan pembusaan. Uraian tentang masing-masing parameter tersebut

dikemukanan dibawah ini (Ahmad, 2009).

1. pH

Proses fermentasi merupakan proses yang berdasarkan pada kerja enzim.

Jadi aktivitas yang berlangsung dalam proses fermentasi tergantung pada aktivitas

enzimnya. Aktivitas enzim sangat dipengaruhi oleh komposisi enzim tersebut.

Sebagaimana diketahui bahwa enzim terdiri dari protein katalitik. Protein katalitik

sangat dipengaruhi oleh pH. Bila pH rendah atau pH tinggi maka protein katalitik

akan terdenaturasi. Akibatnya fungsi enzim akan terganggu dan akan menghambat

proses katalisasi didalam proses fermentasi.

Kondisi optimum untuk pertumbuhan mikroorganisme tergantung pada

mikroorganisme yang dipilih. Setiap mikroorganisme mempunyai pH optimum

tertentu untuk dapat tumbuh dengan cepat. Oleh karena itu, substrat untuk

pertumbuhan mikroorganisme harus diatur seteliti mungkin sesuai dengan pH

optimum mikroorganisme tersebut. Sebagian besar mikroorganisme dapat tumbuh

pada rentang pH 3 hingga 4. Bakteri umumnya tumbuh pada rentang pH 4 hingga

8. Ragi tumbuh pada rentang pH 3 hingga 8 dan jamur (fungi) tumbuh pada

rentang pH 3 hingga 7 dan sel-sel eukariot mampu tumbuh pada rentang ph 6,5

hingga 7,5.

Prinsip dasar pengaturan pH adalah dengan penambahan asam atau basa.

Bila pH proses turun dari pH yang ditetapkan (pH proses menjadi asam) maka

untuk meningkatkan pH cairan dapat dilakukan dengan penambahan basa (pada

umumnya menggunakan larutan NaOH) sehingga pH proses sesuai dengan yang

diinginkan. Dan jika pH proses naik dari pH yang telah ditetapkan (pH proses

menjadi basa) maka untuk menurunkan pH cairan dapat dilakukan dengan

penambahan asam (pada umumnya menggunakan larutan HCl atau H2SO4).

2. Suhu

Suhu mempengaruhi laju reaksi, namun bila suhu terlalu tinggi untuk

pertumbuhan mikroorganisme maka dapat menyebabkan kerusakan terhadap

enzim. Akibatnya akan mempengaruhi aktivitas enzim tersebut. Bila suhu terlalu

Page 12: BAB I Fermentasi Peter

rendah akan mengakibatkan aktivitas enzim terhambat. Oleh karena itu, untuk

mengoptimalisasi pertumbuhan mikroorganisme harus dilakukan proses

fermentasi pada kondisi suhu optimum. Pertumbuhan mikroorganisme yang

maksimum berdasarkan suhu proses fermentasi dapat digolongkan dalam 3

keadaan, yaitu psikhrofilik (<20oC), mesofilik (30–35oC), dan termofilik (>50oC).

3. Aerasi dan Agitasi

Proses fermentasi dapat berlansung secara aerob dan anaerob. Pada proses

secara aerob, proses fermentasi membutuhkan oksigen bebas untuk metabolisme

sel. Sedangkan proses secara anaerob, proses fermentasi berlangsung tanpa

adanya oksigen bebas, sumber oksigennya berasal dari oksigen yang terbentuk

akibat biotransformasi senyawa-senyawa organik yang terjadi selama proses

fermentasi berlangsung.

Khusus untuk proses fermentasi secara aerob, oksigen bebas didapatkan

dengan cara mengalirkan udara ke dalam media cair atau penyerapan udara dari

alam ke dalam media padat. Kebutuhan oksigen bebas dalam fermentasi cair

secara aerob dapat dipasok secara kontinu. Tujuan pemasokan oksigen secara

kontinu adalah untuk mencegah terjadinya defisit oksigen selama fermentasi

berlangsung. Pemasokan oksigen dalam media cair dapat dilakukan dengan jalan

mengalirkan oksigen (aerasi) ke dalam media cair. Untuk penyeragaman distribusi

oksigen bebas didalam media cair dilakukan dengan jalan pengadukan (agitasi).

Selain itu fungsi pengadukan adalah untuk memecah sel berkoloni sehingga sel-

sel mikroorganisme tidak menyatu membentuk gumpalan-gumpalan. Sebab bila

sel mengalami penggumpalan maka pengembangbiakan sel akan terganggu akibat

sel tersebut tidak mendapatkan makanan yang cukup dari substrat.

4. Pembusaan

Setiap proses fermentasi akan menghasilkan CO2 atau berupa gas metana.

Akibat timbulnya gas dari hasil samping proses fermentasi akan menghasilkan

busa. Pembusaan yang tinggi akan menyebabkan sebagaian besar cairan akan

keluar dari fermentor.

Busa yang dihasilkan selama proses fermentasi dapat dicegah dengan

penambahan senyawa anti busa (antifoam) ke dalam media cair fermentasi secara

Page 13: BAB I Fermentasi Peter

periodik. Senyawa anti busa yang banyak dipasarkan berupa senyawa murni

maupun senyawa campuran. Untuk senyawa murni memang khusus

diperuntukkan untuk senyawa nati busa (antifoam) namun harganya relative

mahal. Untuk senyawa campuran dapat diperoleh sebagai minyak makan yang

berasal dari bahan kacang-kacangan.

1.1.8 Kinetika Fermentasi Batch

Kinetika pertumbuhan dan pembentukan produk mencerminkan

kemampuan sel untuk bereaksi dengan lingkungannya. Kinetika pertumbuhan dan

pembentukan produk dapat digambarkan dengan model matematik yaitu model

terstruktur atau model tak terstruktur. Model terstruktur menggambarkan bahwa

sel merupakan suatu kumpulan heterogen yang mempunyai sifat dan keadaan

yang berbeda. Model ini menampilkan bahwa sel terdiri dari beberapa macam

komponen yang heterogen sehingga pemahaman model kinetikanya lebih rumit.

Model kinetika harus dapat menggambarkan komponen-komponen yang

menyusun sel tersebut. Model tak terstruktur melihat sel sebagai suatu kesatuan

dari beberapa komponen yang mempunyai sifat dan keadaan yang rata-rata

hamper sama sehingga dapat dipandang sebagai komponen tunggal (Ahmad,

2009).

Kinetika pertumbuhan mikroorganisme biasanya dinyatakan dengan waktu

yang diperlukan untuk menggandakan massa sel atau jumlah sel. Waktu

penggandaan massa sel akan berbeda dengan waktu penggandaan jumlah sel

sebab massa sel dapat meningkat tanpa peningkatan jumlah sel. Akan tetapi, bila

dalam lingkungan tertentu penggandaan massa sel atau jumlah sel berada dalam

selang waktu yang konstan maka pertumbuhan mikroorganisme berada pada fase

eksponensial atau fase log. Dibawah kondisi ini maka pertumbuhan bisa

digambarkan dengan (Ahmad, 2009):

−dxdt

=μ x atau −dx

dt=μn x..........................................(1.3)

Dimana: x = konsentrasi sel (g/L)

N = jumlah sel (sel/L)

T = waktu (jam)

Page 14: BAB I Fermentasi Peter

µ = laju pertumbuhan spesifik maksimum (jam-1)

µn = laju pertumbuhan spesifik maksimum (jlh)

Model matematika diatas, hanya menggambarkan pertumbuhan

mikroorganisme pada fase log atau eksponensial. Pertumbuhan mikroorganisme

pada fase eksponensial atau disebut juga pertumbuhan logaritme karena pada fase

ini bercirikan garis lurus. Pertumbuhan pada fase ini merupakan metode

pertumbuhan yang seimbang atau pertumbuhan keadaan tunak (steady state)

dimana laju pertumbuhan spesifik adalah konstan (Ahmad, 2009).

Pada sistem batch, selama fermentasi berlangsung maka komposisi subtrat

akan berubah setiap waktu dan produk metabolik akan terbentuk.

Konsekuensinya, lingkungan pertumbuhan mikroorganisme tidak dalam keadaan

tunak (steady state). Sebagian besar fermentasi batch berlangsung pada laju

pertumbuhan spesifik yang konstan dan tidak tergantung pada perubahan

konsentrasi nutrien. Tetapi laju pertumbuhan merupakan fungsi konsentrasi

subtrat. Bentuk persamaan yang menggambarkan hubungan antara laju

pertumbuhan dan konsentrasi subtrat telah diamati Monod (1949). Bentuk

persamaan tersebut dikenal sebagai model Monod,

μ=μmaksS

K s+S ..................................................(1.4)

Dimana: µ = laju pertumbuhan spesifik (jam-1)

μmaks = laju pertumbuhan spesifik maksimum ( jam-1)

S = konsentrasi subtrat (g/L)

Ks = kontanta kejenuhan subtrat (g/L)

Model Monod berdasarkan pada pengamatam empirik tetapi sering

dianalogikan dengan kinetika enzim oleh Michaelis-Menten dengan hipotesa

bahwa langkah pengendalian laju pertumbuhan adalah tunggal yaitu laju pembatas

katalis enzim. Sebenarnya ada model lain yang menggambarkan hubungan laju

pertumbuhan mikroorganisme terhadap konsentrasi subtrat, namun model yang

paling sederhana dan sering digunakan untuk menggambarkan pertumbuhan

mikroorganisme adalah model Monod (Ahmad, 2009).

Page 15: BAB I Fermentasi Peter

1.1.9 Saccharomyces cerevisiae

Saccharomyces cerevisiae merupakan khamir sejati tergolong eukariotik

(memiliki membran inti), ukuran 6-8 mikron, berbentuk bulat telur, melakukan

reproduksi dengan cara bertunas dan dapat hidup di lingkungan aerob maupun

anaerob. Kata Saccharomyces cerevisiae berasal dari kata Saccharo artinya gula

dan myces artinya makan sedangkan cerevisiae artinya berkembang biak yang

secara keseluruhan berarti ragi hidup dan berkembang biak dengan memakan gula

(Kumalasari, 2012).

Saccharomyces sejak dulu berperan dalam fermentasi yang produk utama

metabolismenya adalah etanol. Saccharomyces cerevisiae adalah jenis utama yang

berperan dalam produksi minuman beralkohol seperti bir, anggur dan digunakan

untuk fermentasi adonan dalam perusahaan roti (Kumalasari, 2012).

Beberapa spesies Saccharomyces mampu memproduksi etanol hingga

13.01 %. Hasil ini lebih bagus dibanding genus lainnya seperti Candida dan

Trochosporon.  Pertumbuhan Saccharomyces dipengaruhi oleh adanya

penambahan nutrisi yaitu unsur C sebagai sumber carbon, unsur N yang diperoleh

dari penambahan urea, ZA, amonium dan pepton, mineral dan vitamin.

Temperatur optimum untuk fermentasi antara 28 – 30°C (Kumalasari, 2012).

1.1.10 Etanol

Etanol, disebut juga etil alkohol merupakan jenis cairan yang mudah

menguap, mudah terbakar, tak berwarna, dan merupakan alkohol yang paling

sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Senyawa ini merupakan obat

psikoaktif dan dapat ditemukan pada minuman beralkohol dan termometer

modern (Kumalasari, 2012).

Etanol termasuk ke dalam alkohol rantai tunggal, dengan rumus kimia

C2H5OH dan rumus empiris C2H6O. Ia merupakan isomer konstitusional dari

dimetil eter. Fermentasi gula menjadi etanol merupakan salah satu reaksi organik

paling awal yang pernah dilakukan manusia. Efek dari konsumsi etanol yang

memabukkan juga telah diketahui sejak dulu. Pada zaman modern, etanol yang

Page 16: BAB I Fermentasi Peter

ditujukan untuk kegunaan industri dihasilkan dari produk sampingan pengilangan

minyak bumi (Kumalasari, 2012).

Etanol banyak digunakan sebagai pelarut berbagai bahan-bahan kimia

yang ditujukan untuk konsumsi dan kegunaan manusia. Contohnya adalah pada

parfum, perasa, pewarna makanan, dan obat-obatan. Dalam kimia, etanol adalah

pelarut yang penting sekaligus sebagai stok umpan untuk sintesis senyawa kimia

lainnya. Dalam sejarahnya etanol telah lama digunakan sebagai bahan bakar

(Kumalasari, 2012).

1.2 Tujuan Praktikum

1. Mahasiswa mengetahui jenis fermentasi yang dilakukan

2. Mahasiswa mengetahui pengaruh waktu fermentasi terhadap berat sel

kering

3. Mahasiswa mengetahui pengaruh waktu fermentasi terhadap kadar glukosa

4. Mahasiswa mengetahui pengaruh waktu fermentasi terhadap kadar etanol

yang dihasilkkan.