BAB I - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78159/potongan/S1-2015... ·...

14
1 IBAB I PENDAHULUAN I.1 Pengertian Judul Merupakan penjelasan singkat tentang maksud dan pengertian judul yang digunakan. Uraian ini dimaksudkan untuk memberikan pengertian, tipologi bangunan, lokasi dan pendekatan yang digunakan. I.1.1 Pengertian Pusat Ritel Tematik Jones dan Simmons 1 , medefinisikan pusat ritel sebagai sekelompok ritel yang beroperasi secara bersama-sama dan dikelola oleh suatu badan usaha. Sedangkan pusat ritel tematik adalah pusat ritel yang memiliki beberapa spesialisasi khusus dalam hal suasana yang ditawarkan (atmosfer) dan atau barang yang dijual sehingga berbeda dengan pusat ritel pada umumnya (traditional retail center) 2 . I.1.2 Pengertian Arsitektur Pusaka Didalam modul pendahuluan Aksi Kota Pusaka 3 , Pengertian Pusaka adalah; “… peninggalan masa lalu yang bernilai sejarah, mengandung kualitas pemikiran, rencana dan pembuatannya, serta memiliki peran yang sangat penting bagi keberlanjutan hidup manusia.” Sedangkan yang dimaksud Arsitektur pusaka mengacu pada UU nomor 11 tahun 2010 tentang cagar budaya adalah; ”… susunan binaan yang terbuat dari benda alam atau benda buatan manusia untuk memenuhi kebutuhan ruang berdinding dan/atau tidak berdinding, dan beratap.” I.1.3 Pengertian Olah Desain Arsitektur Pusaka Merupakan sebuah upaya intervensi dan rekayasa desain pada bangunan pusaka yang didasarkan pada kaidah-kaidah pelestarian pusaka dimana fungsi pemanfaatan dan perilaku olah desain yang dilakukan sangat tergantung kepada kondisi dan keunggulan spesifik masing-masing bangunan pusaka. Hal ini mengacu pada UU nomor 11 tahun 2010 tentang hal adaptasi 4 . I.1.4 Pengertian Pengembangan Ekonomi Dalam Arsitektur Pusaka Adalah upaya pemberdayaan bangunan pusaka dalam bentuk pengunaan fisik maupun non fisik arsitektur pusaka dalam hal ekonomi 1 Jones, Ken dan Jim Simmons, Location Location Location : Analyzing the Retail Enviro- nment, , 1993 halaman 455. 2 Jones Lang LaSalle, Market Study Draft report , Joneslang LaSalle, Indonesia, 2013, halaman 28. Pada halaman tersebut di jelaskan spesifik secara teknis perbedaan dari Thematic Retail Center dan Traditional Retail Center. 3 Laretna T. Adishakti, Modul Pendahuluan Keunggulan dan Rencana Aksi Kota Pusaka, Laretna T. Adhisakti, Indonesia, 2013, Halaman 4 4 UU No 11 tahun 2010, Bab 1 tentang ketentuan umum poin 32 halaman 6, Adaptasi adalah upaya pengembangan Cagar Budaya untuk kegiatan yang lebih sesuai dengan kebutuhan masakini dengan melakukan perubahan terbatas yang tidak akan mengakibatkan kemerosotan nilai pentingnya atau kerusakan pada bagian yang mempunyai nilai penting.

Transcript of BAB I - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78159/potongan/S1-2015... ·...

Page 1: BAB I - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78159/potongan/S1-2015... · barang yang dijual sehingga berbeda dengan pusat ritel pada umumnya ... Halaman

1

IBAB I PENDAHULUAN

I.1 Pengertian Judul

Merupakan penjelasan singkat tentang maksud dan pengertian judul

yang digunakan. Uraian ini dimaksudkan untuk memberikan pengertian,

tipologi bangunan, lokasi dan pendekatan yang digunakan.

I.1.1 Pengertian Pusat Ritel Tematik Jones dan Simmons1, medefinisikan pusat ritel sebagai sekelompok ritel

yang beroperasi secara bersama-sama dan dikelola oleh suatu badan usaha.

Sedangkan pusat ritel tematik adalah pusat ritel yang memiliki beberapa

spesialisasi khusus dalam hal suasana yang ditawarkan (atmosfer) dan atau

barang yang dijual sehingga berbeda dengan pusat ritel pada umumnya

(traditional retail center)2.

I.1.2 Pengertian Arsitektur Pusaka Didalam modul pendahuluan Aksi Kota Pusaka3, Pengertian Pusaka

adalah; “… peninggalan masa lalu yang bernilai sejarah, mengandung kualitas

pemikiran, rencana dan pembuatannya, serta memiliki peran yang sangat

penting bagi keberlanjutan hidup manusia.” Sedangkan yang dimaksud

Arsitektur pusaka mengacu pada UU nomor 11 tahun 2010 tentang cagar

budaya adalah; ”… susunan binaan yang terbuat dari benda alam atau benda

buatan manusia untuk memenuhi kebutuhan ruang berdinding dan/atau tidak

berdinding, dan beratap.”

I.1.3 Pengertian Olah Desain Arsitektur Pusaka Merupakan sebuah upaya intervensi dan rekayasa desain pada

bangunan pusaka yang didasarkan pada kaidah-kaidah pelestarian pusaka

dimana fungsi pemanfaatan dan perilaku olah desain yang dilakukan sangat

tergantung kepada kondisi dan keunggulan spesifik masing-masing bangunan

pusaka. Hal ini mengacu pada UU nomor 11 tahun 2010 tentang hal adaptasi4.

I.1.4 Pengertian Pengembangan Ekonomi Dalam Arsitektur Pusaka Adalah upaya pemberdayaan bangunan pusaka dalam bentuk

pengunaan fisik maupun non fisik arsitektur pusaka dalam hal ekonomi

1 Jones, Ken dan Jim Simmons, Location Location Location : Analyzing the Retail Enviro-nment, , 1993 halaman 455. 2 Jones Lang LaSalle, Market Study Draft report , Joneslang LaSalle, Indonesia, 2013, halaman 28. Pada halaman tersebut di jelaskan spesifik secara teknis perbedaan dari Thematic Retail Center dan Traditional Retail Center. 3 Laretna T. Adishakti, Modul Pendahuluan Keunggulan dan Rencana Aksi Kota Pusaka, Laretna T. Adhisakti, Indonesia, 2013, Halaman 4 4 UU No 11 tahun 2010, Bab 1 tentang ketentuan umum poin 32 halaman 6, Adaptasi adalah upaya pengembangan Cagar Budaya untuk kegiatan yang lebih sesuai dengan kebutuhan masakini dengan melakukan perubahan terbatas yang tidak akan mengakibatkan kemerosotan nilai pentingnya atau kerusakan pada bagian yang mempunyai nilai penting.

Page 2: BAB I - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78159/potongan/S1-2015... · barang yang dijual sehingga berbeda dengan pusat ritel pada umumnya ... Halaman

2

untuk keberlangsungan dan kelestarian dari arsitektur pusaka. Hal tersebut

mengacu pada Perda DIY no. 11 Tahun 2005 tentang pengelolaan benda

cagar budaya dan kawasan cagar budaya. Bahwa bangunan pusaka dapat

dimanfaatkan untuk fungsi-fungsi tertentu termasuk untuk aktivitas ekonomi

sepanjang aktivitas tersebut tidak merusak bangunan cagar budaya tersebut.

I.1.5 Pengertian Pusat Ritel Tematik pada Arsitektur Pusaka di

Yogyakarta dengan Pendekatan pada Olah Desain dan

Pengembangan Ekonomi Arsitektur Pusaka

Adalah pengembangan pusat ritel tematik pada arsitektur pusaka yang

berbasis desain perancangan pelestarian pusaka untuk menjaga kelestarian

dari arsitektur pusaka dimasa mendatang. Desain perancangan yang

menghasilkan simbiosis mutualis yang dapat mendialogkan kebutuhan dan

kepentingan ekonomi dengan upaya pelestarian arsitektur pusaka yang

dianggap saling berlawanan.

I.2 Latar Belakang

Latar belakang merupakan kumpulan isu yang dianggap berhubungan

langsung dengan judul yang dipilih, kumpulan data-data pendukung yang

bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Pada latar belakang ini dipaparkan

empat isu penting yang mendukung pemilihan judul. Ke empat isu tersebut

adalah, (1) Kota Yogyakarta sebagai kota sasaran investasi properti

komersial, (2) respon warga terhadap perkembangan kota Yogyakarta yang

sangat pesat, (3) pemasukan aset daerah (PAD) DIY dari sub sektor

pariwisata , dan (4) kondisi bangunan pusaka di Yogyakarta.

I.2.1 Yogyakarta Sebagai Kota Sasaran Investasi Properti Komersial Yogyakarta menempatkan dirinya sebagai kota dengan pertumbuhan

investasi properti komersial paling mengesankan didua tahun belakangan ini

di Indonesia5. Geliat pembangunan bangunan komersial seperti pusat

perbelajaan, apartemen, dan hotel terlihat begitu signifikan dibanding tahun-

tahun sebelumnya. Ada beberapa hal yang menempatkan Yogyakarta sebagai

incaran investasi tersebut. Yaitu (1) potensi dan keunggulan yang dimiliki

Yogyakarta6, sebagai (2) kota paling nyaman ditinggali di Indonesia7, dan

5 Hilda B Alexander, “Enam Kota Sasaran Investasi Properti “, property Kompas On line, diakses dari,http://properti.kompas.com/read/2013/05/27/1711091/Enam.Kota.Sasaran .Investasi.Properti, pada tang-gal 19 oktober 2013 pukul 13.27. “Colliers International Indonesia menilai, secara umum, bergairahnya properti di Yogyakarta didorong perekonomian yang terus bertumbuh. Hal ini mengundang minat para pengembang membangun dengan nilai investasi lumayan besar.” 6 Direktorat Pengembangan Ekonomi Daerah, Ditjen Bina Pembangunan Daerah, Kementerian Dalam Negeri RI,”Keunggulan DI Yogyakarta”, Potensi Ekonomi Koridor Jawa, diakses dari, http://navperencanaan.com/appe/whypromotion/viewbyprovinsi ?prov_code=yogyakarta, pada tanggal 19 oktober 2013 pukul 13.48. Pada Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), dijelaskan berbagai keunggulan dari daerah ini yakni sebagai City of Culture, Miniature of Indonesia, The Premier Tourist City in Java. 7 Heru Purwanto, “Yogyakarta Kota Ternyaman se-Indonesia”, Republika On line, Diakses dari http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/12/07/10/m6xp4n-yogyakarta-kota-ternyaman-seindonesia, pada tanggal 19 Oktober 2013 pukul 14.17. Sejak tahun 2009 , Kota Yogyakarta menduduki peringkat paling nyaman ditinggali di Indonesia. Pemeringkatan

Page 3: BAB I - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78159/potongan/S1-2015... · barang yang dijual sehingga berbeda dengan pusat ritel pada umumnya ... Halaman

3

(3) kota paling ramah investor di Indonesia, (kota peringkat pertama di

Indonesia bahkan peringkat kelima dari 183 kota dunia yang dinilai paling

ramah investasi8). Berdasarkan data dari Dinas Perijinan Kota Yogyakarta9,

pada tahun 2012-2013 jumlah hotel akan bertambah 64 hotel. Tidak hanya

hotel, perkembangan pesat juga terjadi pada bangunan pusat sentral bisnis

(PSB) seperti mal dan lifestyle center. Dari tiga hal tersebut, ada tiga kata

kunci yang menjadikannya Yogyakarta sebagai sasaran utama para investor

properti komersial yaitu, Yogyakarta mempunyai (1) potensi dan

keunggulan yang “istimewa”, (2) pengelola daerah yang ramah terdahap

investor, dan (3) suasana kota yang nyaman dan kondusif .

Gambar I.01. Kata Kunci Latar Belakang 1

I.2.2 Respon Warga Kota Terhadap Perkembangan Kota Yogyakarta

Warga Kota Yogyakarta memiliki respon yang tinggi terhadap pesatnya

pertumbuhan kota dengan berbagai cara dan sudut pandang. Secara umum,

perkembangan pesat Yogyakarta dirasakan warga sebagai perkembangan

yang kurang baik khususnya dalam perkembangan pembangunan bangunan

komersial . Warga Yogyakarta merasa bangunan-bangunan komersial seperti

hotel dan mall tidak kontekstual dan cenderung merusak tatanan sosial,

agama dan budaya yang sudah ada10. Bentuk respon warga dalam mengkritisi

perkembangan kota ini dilakukan dengan berbagai cara. Mulai dengan

berunjuk rasa, menggelar kegiatan massa, sampai dengan kritik sosial

berwujud karya seni. Pada bulan Oktober 2013 bertepatan dengan ulang

tahun Kota Yogyakarta, diberbagai sudut kota muncul karya mural (wujud

tersebut dilakukan Ikatan Ahli Perencanaan (IAP) yang menggunakan sembilan indikator. Diantaranya, tata ruang lingkungan, transportasi, fasilitas kesehatan, fasilitas pendidikan, infrastruktur, ekonomi, keamanan dan kondisi sosial. 8 Mierta Capaul, “Kota Terbaik Untuk saha”, BBC Indonesia.Diakses dari, http://www.bbc.co.uk/indonesia/berita_indonesia/2009/12/091215_citysurvei.shtml, pada tanggal 19 oktober 2013 pukul 14.49. Yogyakarta dinilai sebagai kota yang ramah untuk memulai usaha berdasarkan 3 indikator utama yang di tetapkan oleh International Finance (IFC ) dan bank dunia, yaitu kemudahan untuk memulai usaha, kemudahan mengurus izin mendirikan bangunan dan kemudahan pendaftaran properti. 9 Esa, “Komisi A Desak Walikota Yogya Segera Terbitkan Perwal Pembatasan Hotel”, Tribun Jogjadi akses dari, http://jogja.tribunnews.com/2013/06/12/komisi-a-desak-walikota-yogya-segera-terbitkan-perwal-pembatasan-hotel/, pada tanggal 19 Oktober 2013 pukul 15.51. Dari artikel ini dapat di lihat bahwa perkembangan jumlah hotel yang ada di Yogyakarta sangat signifikan bahkan sampai diterbitkan kebijakan bijakan pembatasan jumlah hotel. 10 Endot Brilliantono, “Pemerintah Kota Yogyakarta Diminta Tolak Izin Pembangunan Hotel Baru”, Bisnis Indonesia, Diakses dari, http://properti.bisnis.com/read/20130610/107 /143952/pemerintah-kota-yogyakarta-diminta-tolak-izin-pembangunan-hotel-baru, pada tanggal 21 Oktober 2013 pukul 07.09. Contoh kasus warga wilayah Karangkajen menolak pembangunan hotel baru di daerah mereka dengan alasan mereka khawatir ada pergeseran tatanan kehidupan sosial, agama dan budaya yang sudah mengakar dimasyarakat. Apalagi, kampung tersebut banyak ditemui benda cagar budaya dan masyarakat yang dikenal religius.

Page 4: BAB I - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78159/potongan/S1-2015... · barang yang dijual sehingga berbeda dengan pusat ritel pada umumnya ... Halaman

4

kritik) dengan tagline, “JOGJA ORA DI DOL”11. Tagline ini wujud aspirasi

warga kota tentang fenomena banyaknya hotel dan mall baru yang

berkembang diberbagai sudut kota. Ujung permasalahan meruncing pada

sikap pemerintah kota yang cenderung membuka kesempatan luas kepada

investor tanpa memperhatikan keseimbangan sosial yang terjadi. Aksi ini

juga pernah terjadi ditahun 200412 dimana para seniman menggelar aksi

“Disini Akan Dibangun Mall”. Pada aksi tersebut, diberbagai pusat keramaian

(Keraton, Malioboro, Bank BI, dsb) diletakkan karya-karya instalasi seni

dengan tema “Disini Akan Dibangun Mall”. Hal tersebut merupakan bentuk

kritik sosial tentang isu pembangunan 8 Mall Baru di Yogyakarta.

Gambar I.02. Aksi Penolakan dan Protes Warga Kota Yogyakarta

Sumber Gambar; (kiri) http://kunci.or.id/articles/catatan-atas-catatan-perang-hari-ini/, (kanan) http://regional.kompasiana.com /2013/10/11/jogja-ora-didol-politisasi-mural-

politis-599766.html, diakses pada tanggal 21 Oktober 2013 pukul 11.49.

Dari fenomena tersebut, dapat disimpulkan beberapa hal mendasar

yang membuat warga bersifat tidak simpati terhadap pembangunan mall dan

hotel baru di Yogyakarta yaitu;

Tidak terjalin “komunikasi” yang baik antara investor dan warga

setempat.

Kepentingan warga kota (kepentingan publik) merasa dikesampingkan

dari pada kepentingan investor.

Bangunan-bangunan komersial baru yang muncul dirasa tidak

mencerminkan identitas Yogyakarta. Bangunan-bangunan tersebut

berkembang di Yogyakarta yang berbentuk international style yang

cenderung seragam akan melunturkan nuansa Yogyakarta yang penuh

nilai budaya dan sejarah.

11 Adi Mulia Pradana, “Jogja Ora Didol” dan Latar Masa Lalu: RUU Keistimewaan, kompasiana. Diakses dari, http://sosbud.kompasiana.com/2013/10/13/jogja-ora-didol-dan-latar-masa-lalu-ruu-keistimewaan-598441.html, pada tanggal 21 Oktober 2013 pukul 09.49. 12 Ons Untoro, “Di Sini Akan Dibangun Mall”, berita budaya Tembi, Diakses dari, http://www.tembi.net/en/news/berita-budaya/disini-akan-dibangun-mall-4521.html, pada tanggal 21 Oktober 2013 pukul 10.43.

Page 5: BAB I - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78159/potongan/S1-2015... · barang yang dijual sehingga berbeda dengan pusat ritel pada umumnya ... Halaman

5

Masalah-masalah urban yang timbul dari perkembangan pesat kota

seperti berkurangnya ruang publik dan ruang resapan hijau yang

nyaman untuk warga kota.

Gambar I.03. Kata Kunci Latar Belakang 2

I.2.3 Pendapatan Aset Daerah (PAD) dari Sub Sektor Pariwisata Berdasarkan data dari buku Statistik Kepariwisataan DIY tahun 2012,

Kota Yogyakarta sebagai penyumbang terbesar dengan prosentase antara

50-55% dari pendapatan total DIY per kabupaten/kota dari sub sektor

pariwisata. Jika dilihat dari grafik tahun 2008-2012, selalu terjadi tren

peningkatan pendapatan dari tahun ke tahun. Tercatat di tahun 2008

pendapatan sejumlah Rp. 39.341.021.095.-, tahun 2009 Rp. 46.541.889.348.-,

tahun 2010 Rp. 50.472.624.960.-, tahun 2011 Rp. 56.368.254.594.-, dan tahun

2012 sejumlah Rp. 76.842.342.512.-. Dilihat dari sumber penghasilan tiap

kabupaten/kota di DIY, terdapat enam sumber pendapatan yaitu dari (1)

pajak pembangunan (PPI), (2) pajak tontonan atau hiburan, (3) retribusi

objek dan daya tarik wisata, (4) retribusi angkutan umum dan sewa, (5)

retribusi perijinan, dan (6) retribusi penggunaan aset milik pemda (sewa,

kontrak, atau bagi hasil). Dilihat dari 2008-2012, pajak pembangunan

memiliki peran yang sangat besar dalam total pemasukan. Tahun 2008, pajak

pembangunan mencapai 75% dengan nilai Rp. 58.706.831.376.-, tahun 2009

mencapai 81% dengan nilai Rp. 68.921.534.110.-, tahun 2010 mencapai

83% dengan nilai Rp. 79.032.328.401.-, tahun 2011 mencapai 84%, dengan

angka Rp. 89.340.689.379 dan tahun 2012 mencapai 83 % dari total

pendapatan yang ada dengan angka Rp. 126.221.366.085.-. Dari data-data

tersebut dapat disimpulkan beberapa poin penting sebagai berikut;

Kota Yogyakarta sebagai penyokong utama PAD DIY pada sub sektor

Pariwisata.

Dari sumber pendapatan yang ada, pajak pembangunan memiliki porsi

utama (80% keatas) dari total pendapatan sub sektor pariwisata.

Kecenderungan adanya tren kenaikan pendapatan pada tiap tahunnya.

Gambar I.04. Kata kunci Latar Belakang 3

1.2.4. Kondisi Bangunan Pusaka di Yogyakarta Kota Yogyakarta dikenal sebagai kota pusaka yang memiliki banyak

bangunan pusaka. Kota Yogyakarta didaulat sebagai pilot project dalam

Page 6: BAB I - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78159/potongan/S1-2015... · barang yang dijual sehingga berbeda dengan pusat ritel pada umumnya ... Halaman

6

program pengembangan kota hijau, program penataan dan pelestarian kota

pusaka13. Kota Yogyakarta juga tercatat sebagai anggota Jaringan Kota Pusaka

Indonesia (JKPI/Indonesian Heritage Cities Network) bersama 48 kota

lainnya. Saat ini, kota Yogyakarta memiliki 86 pusaka yang sudah berstatus

cagar budaya, dan 369 lainnya berstatus warisan budaya. Selain itu, kota

Yogyakarta memiliki kawasan cagar budaya yaitu : Kawasan Kotabaru,

Malioboro, Kraton, Pakualaman, Kotagede, Baciro, Jetis dan Pengok. Dengan

demikian Kota Yogyakarta dirasa memiliki potensi yang besar untuk

pengembangan pada masa mendatang dengan basis olah pelestarian pusaka.

Potensi yang besar tersebut ternyata belum di sadari sepenuhnya. Di kota

Yogyakarta sedang marak kasus pembongkaran bangunan-bangunan pusaka

untuk kepentingan tertentu. Kasus terbaru adalah pembongkaran secara

paksa oleh oknum pada gedung sekolah SMA 17’114. Dan masih banyak kasus

perusakan bangunan pusaka yang marak terjadi dibeberapa dekade

belakangan ini15.

Gambar I.05. Pola kronologi Pendemolisian Bangunan Pusaka

Jika dilihat dari perkembangannya, ada pola kegiatan disengaja

maupun tidak di sengaja terhadap bangunan pusaka agar dapat di demolisi

secara “legal”.(1) Pada awalnya bangunan tersebut dibiarkan tanpa pera-

watan. Dengan berjalannya waktu, (2) bangunan menjadi tidak terawat dan

mengalami kerusakan. (3) Hal itu diperburuk dengan aksi vandal yang

membuat bangunan pusaka menjadi memiliki citra kumuh. (4) Dengan

demikian bangunan pusaka tersebut dapat di kategorikan dalam bangunan

yang tidak layak di pertahankan sehingga (5) diperbolehkan oleh pihak yang

berwenang untuk dapat dibongkar.

13 Haryadi Suyuti, “Yogyakartaa Kota Pusaka Berkelanjutan”, Blog Walikota. Diakses dari http://walikota.jogjakota.go.id/?mod=berita&sub=berita&do=show&id=33, pada tanggal 22 Oktober 2013 pukul 07.02. 14 Ade Marboen, “Perusakan SMA 17 "1" Yogyakarta ditentang banyak kalangan”, Antara News. Diakses dari http://www.antaranews.com/berita/375062/perusakan-sma-17-1-yogyakarta-ditentang-banyak-kalangan, pada tanggal 02 November 2013 pukul 01.15. 15 Anonim, “Cagar Budaya DIY Harus Diselamatkan”, Antara News, Diakses dari http://www.antaranews.com/print/149079/, pada tanggal 07 November 2013 pukul 10.12. Kepala Seksi BP3Y mengatakan ,”cagar budaya di DIY mengalami banyak permasalahan, di antaranya pemusnahan sejumlah bangunan cagar budaya untuk pemenuhan kebutuhan ruang, keperluan ekonomi, serta tidak ada kemampuan orang untuk merawat.”

1.Pembiaran (sengaja mapuntak disengaja)

2. Takterawatdan rusak

3. AksiVandal,

kumuh

4. Bangunan tidak

layak

5. Demo-

lisi

Page 7: BAB I - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78159/potongan/S1-2015... · barang yang dijual sehingga berbeda dengan pusat ritel pada umumnya ... Halaman

7

Gambar 1.06. Kronologi Pembongkaran Bangunan Pusaka Sumber gamber; (kanan) http://www.batasnusa.com/tugujogja-landmarknya-jogja.html,

(tengah) http://www.skyscrapercity.com/showthread.php?t=1555405&page=12, (kiri) http://www.skyscrapercity.com/showthread.php?t=1555405&page=16, pada tanggal 07

November 2013pukul 11.10

Salah satu aspek penting dalam pelestarian bangunan pusaka adalah

aspek pembiayaan. Banyak bangunan pusaka dibiarkan tanpa perawatan

dengan alasan biaya perawatan yang tinggi. Adanya kemitraan publik dan

swasta16 (public-privat partnership) yang berbasis pada usaha pelestarian

diharapkan dapat memberikan dukungan yang signifikan terhadap usaha

pelestarian pusaka. Perlu adanya kerjasama yang kompak antara pelestari,

pemilik, pemerintah, dan warga untuk bersama-sama mengatasi perma-

salahan. Dari data-data tersebut dapat disimpulkan beberapa poin penting

sebagai berikut;

Kota Yogyakarta memiliki potensi bangunan pusaka di (kuantitas dan

kualitas) yang tinggi.

Kesadaran dan rasa memiliki warga kota terhadap bangunan pusaka

masih relatif kurang.

Upaya pembiayaan pelestarian masih dibebankan seluruhnya pada

Pemerintak Kota. Adanya public-privat partnership belum manfaatkan

dengan baik.

Gambar I.07. Kata Kunci Latar Belakang 4

I.3 Rumusan Permasalahan

Kota Yogyakarta sedang dihadapkan dengan pemasalahan yang

dilematis. Bagaimana perkembangan kota yang tidak dapat dibendung

16 Adalah berbagai bentuk kerja sama antara otoritas publik (pemerintah) dengan sektor swasta untuk membiayai, membangun, merenovasi, mengelola, menjalankan, atau memelihara suatu infrastruktur atau pelayanan.

Page 8: BAB I - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78159/potongan/S1-2015... · barang yang dijual sehingga berbeda dengan pusat ritel pada umumnya ... Halaman

8

mendapatkan respon yang kritis oleh warganya sendiri. Warga kota memiliki

idealisme luhur tentang kotanya yang harus tetap menjadi “Yogyakarta“

walaupun tetap tumbuh sejalan perkembangan jaman. Bahwa yang menjadi

permasalahan bukan perubahannya (perkembangan) namun “pendekatan,

cara, dan etika,”dalam perubahan itu sendiri. Akar permasalahan ini dapat

dijabarkan lebih detail dalam permasalahan umum maupun khusus.

I.3.1 Permasalahan Umum (Non Arsitektural) Pertumbuhan kota dipandang cenderung kearah negatif. Berdirinya hotel,

mal, dan bangunan komersial modern lainnya dianggap sebagai “parasit”

kota. Hal tersebut didasari oleh tidak adanya nilai kemanfaatan yang

dapat dirasakan oleh publik.

Perkembangan pusat perbelanjaan modern diposisikan sebagai

kompetitor yang tidak sehat dari pasar tradisional. Idealnya kedua pusat

ekonomi tersebut dapat saling menguntungkan, dan saling

memperkuat17. Belum adanya upaya yang berimbang antara

memodernkan pasar tradisional dengan pengelolaan pusat perbelanjaan

modern yang ideal.

Upaya pelestarian pusaka bukan hanya dalam hal “mengawetkan” saja.

Pelestarian juga harus memberikan manfaat yang nyata kepada publik.

I.3.2 Permasalahan Khusus (Arsitektur)

Tuntutan mengembangkan tipologi bangunan komersial alternatif yang

dapat men ”substitusi” tipologi bangunan komersial yang sudah ada

(mall).

Kecenderungan tipologi komersial yang tidak site spesifik dan cenderung

merupakan produk general (bisa sembarang dibangun di mana saja).

Adanya Konflik lahan, dimana tipologi bangunan komersial

membutuhkan lahan kosong yang relatif luas, namun sudah jarang

ditemukan di area perkotaan.

Strategi desain baru dalam bentuk desain arsitektur yang dapat

menengahi kebutuhan profit (komersial) dan non profit (pelestarian)

yang saling menguntungkan dan membutuhkan.

I.4 Tujuan Menyusun “problem solving” dalam bentuk konsep perancangan.

Produk tersebut diharapkan dapat menjadi alternatif solusi jalan tengah dari

tuntutan ekonomi, sosial, maupun pelestarian secara holistik. Konsep

perancangan yang bersifat mutualis dari tuntutan tuntutan yang ada. Tujuan

tersebut dapat dijabarkan lebih detail dalam tujuan umum maupun khusus

sebagai berikut;

17 Perda DIY Nomor 7 tahun 2011, mengatur tentang asar tradisional, pusat perbelanjaan, dan toko

modern yang berada di daerah regional DIY.

Page 9: BAB I - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78159/potongan/S1-2015... · barang yang dijual sehingga berbeda dengan pusat ritel pada umumnya ... Halaman

9

I.4.1 Tujuan Umum

Menyusun konsep dasar perancangan pusat ritel tematik yang responsif

terhadap isu yang berkembang di Yogyakarta secara holistik dan

terintegrasi. Perancangan pusat ritel tematik yang dapat menjawab nilai

manfaat positif terhadap publik, menjalin persaingan yang sehat bahkan

menciptakan hubungan mutualis dengan lingkungan sekitar , dan sebagai

salah satu jawaban dari upaya pelestarian.

Merumuskan alternatif solusi dari integrasi solusi permasalahan

perkembangan ekonomi dan upaya pelestarian dalam bentuk strategi

perancangan yang kreatif dan rasional.

I.4.2 Tujuan Khusus

Memperbaiki pandangan negatif tentang pertumbuhan dan

perkembangan kota Yogyakarta khususnya perkembangan pusat

perbelanjaan modern. Memberikan contoh dalam bentuk produk

perancangan pusat perbelanjaan modern yang dapat memiliki nilai

manfaat pada publik mulai dari aspek pemberdayaan ekonomi dan

pelestarian bangunan pusaka.

Mengaplikasikan konsep adaptive re-use dalam perancangan pusat ritel

tematik pada bangunan pusaka. Hal tersebut sebagai respon adanya

peluang hubungan public-privat partnership yang menjadi salah satu poin

penting dalam pelestarian pusaka.

Mengeksplorasi aplikasi teknik infill design dengan teknologi yang

modern dan rasional untuk mewujudkan perancangan yang berbasis olah

desain pada pelestarian bangunan pusaka.

I.5 Sasaran

Menangkap isu yang berkembang sebagai dasar perumusan masalah.

Menganalisa, memecahkan permasalahan, dan merumuskan konsep dasar

perancangan arsitektur untuk digunakan sebagai landasan perancangan

pusat ritel tematik pada arsitektur pusaka di Yogyakarta. Konsep dasar

perancangan tersebut menggunakan pendekatan olah desain dan

pengembangan ekonomi arsitektur pusaka sebagai alternatif solusi dari

solusi permasalahan perkembangan sosial, ekonomi dan upaya pelestarian.

I.6 Lingkup Pembahasan

Lingkup pembahasan mengenai pusat ritel tematik ini dibatasi pada

perannya sebagai bentuk fisik (arsitektur) public-privat partnership pada

pelestarian arsitektur pusaka di Yogyakarta. Bentuk upaya pelestarian

arsitektur pusaka lebih difokuskan pada teknik adaptive re use dengan fokus

pada bidang ritel. Bagaimana mendialogkan fungsi, bentuk, dan teknologi

bangunan baru pada bangunan lama serta memuliakannya.

Page 10: BAB I - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78159/potongan/S1-2015... · barang yang dijual sehingga berbeda dengan pusat ritel pada umumnya ... Halaman

10

I.7 Metoda Penelitian

Dalam menangkap isu, merumuskan, menganalisa permasalahann dan

menentukan konsep dasar perancangan, digunakan beberapa metoda

penelitian sebagai berikut;

Studi Literatur

Studi literatur bertujuan untuk mendapatkan kajian teori, dan studi

preseden yang tidak dapat dilakukan secara langsung. Kegiatan studi

literatur dilakukan pada pembahasan-pembahasan utama antara lain

sebagai berikut;

- Pusat ritel tematik meliputi pada pengertian, perkembangan,

karakteristik khusus pada tipologi bangunan tersebut. Juga pada prinsip-

prinsip, syarat, pola, dan preseden pusat ritel tematik.

- Pelestarian pusaka, meliputi pada pengertian, perkembangan, pedoman,

bentuk, dan upaya pelestarian pusaka.

- Olah Desain Arsitektur Pusaka (adaptive reuse), meliputi pada

pendekatan yang digunakan, dan contoh bentuk-bentuk upaya olah

desain arsitektur pusaka.

- Retail–reuse, meliputi pengertian, klasifikasi bangunan pusaka yang di

rekomendasikan , guideline, dan preseden retail – reuse.

- Lokasi dan bangunan pusaka, meliputi sejarah, profil, nilai-nilai penting,

dan perkembangan morfologinya.

Observasi Lapangan

Studi literatur bertujuan untuk mendapatkan informasi lapangan secara

langsung, melihat secara langsung bentuk aplikasi dari teori yang

didapatkan. Kegiatan observasi lapangan dilakukan antara lain pasa studi

kasus pada (1) upaya pelestarian bangunan pusaka di Yogyakarta dan (2)

studi lapangan pada lokasi site dan bangunan pusaka yang dipilih.

Wawancara

Wawancara bertujuan untuk mendapatkan informasi secara lisan baik

berupa pandangan, cara, dan teori yang tidak ada pada sumber tertulis.

Kegiatan wawancara dilakukan antara lain sebagai (1) pendapat publik

tentang isu yang diangkat, (2) pandangan pelestari tentang upaya

pelestarian yang dilakukan, dan (3) pengumpulan informasi data

pendukung lapangan.

Analisa dan Pendekatan Konsep

Melakukan kajian lebih dalam terhadap komparasi data yang didapatkan

untuk mendapatkan simpulan yang diharapkan. Simpulan tersebut

digunakan sebagai dasar penentuan rumusan konsep bersama dengan

berbagai tinjauan pendekatan yang digunakan.

Perumusan Konsep

Mengkomparasi simpulan-simpulan hasil analisa dan pendekatan dari

data yang diperoleh untuk menjadi rumusan konsep. Dengan dasar hasil

simpulan tersebut, rumusan konsep yang dihasilkan diharapkan dapat

menjawab isu dan permalahan yang ada.

Page 11: BAB I - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78159/potongan/S1-2015... · barang yang dijual sehingga berbeda dengan pusat ritel pada umumnya ... Halaman

11

I.8 Sistematika Penulisan Penulisan terbagi dalam lima pokok pembahasan yang berkaitan dan

tersusun berurutan sebagai berikut;

Bab I Pendahuluan

Bab pendahuluan merupakan kumpulan dasar-dasar urgensi penelitian

dan teknis yang digunakan dalam penulisan. Berisi tentang isu dan latar

belakang, rumusan permasalahan, tujuan, batasan lingkup pembahasan,

metoda penelitian yang digunakan, sistematika penulisan, kerangka

pemikiran, dan keaslian penulisan.

Bab II Tinjauan Pustaka

Bab kajian pustaka merupakan kumpulan dasar-dasar teori dan

pendekatan yang digunakan dalam penelitian untuk menjadi landasan

analisa dan rumusan konsep. Secara umum berisi dalam 3 pokok kajian

yaitu, teori pusat ritel tematik, pelestarian arsitektur pusaka, dan retail-

reuse pada bangunan pusaka. Dalam pokok kajian tersebut disusun

dalam pendekatan pembahasan berupa principles , templates, dan

precedent sebagai berikut;

- Principles adalah teori yang menjadi prinsip dasar berupa dasar

pengertian, perkembangan, dan pedoman-pedoman (guide line) yang

digunakan.

- Templates adalah hasil bentuk fisik dari teori secara umum sehingga

dapat digunakan dalam berbagai kasus yang sama. Templates dapat

berupa pola-pola (pattern), standar ukuran , dan hubungan/kaitan antar

fungsi.

- Precedent adalah studi kasus yang dilakukan pada berbagai karya-karya

arsitektur yang dianggap berhasil. Kemudian dikomparasikan menjadi

dasar analisis dalam rumusan konsep.

Bab III Tinjauan Lapangan

Bab tinjauan lapangan berisi tentang hasil komparasi data-data lapangan

secara makro (kota Yogyakarta), messo, maupun secara mikro (alternatif-

alternatif site). Data-data kota Yogyakarta menghasilkan informasi

tentang potensi kawasan, dan kebijakan- kebijakan, isu-isu terkait yang

ada yang menjadi dasar menentukan alternatif-alternatif site pada lokasi

starategis. Dari alternatif-alternatif site yang diperoleh kemudian

dikomparasi untuk mendapatkan site terpilih.

Bab IV Analisa Pendekatan Konsep

Bab analisa pendekatan konsep berisi tentang kumpulan analisa-analisa

sebagai dasar perumusan konsep perancangan. Teori-teori pendekatan

konsep pada bab tinjauan pustaka digunakan sebagai acuan analisa dan

perumusan konsep perancangan.

Bab V Konsep Perancangan

Bab konsep perancangan berisi tentang rumusan konsep perancangan

dan implementasinya pada skala messo, maupun mikro sebagai acuan

dalam tahap transformasi desain.

Page 12: BAB I - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78159/potongan/S1-2015... · barang yang dijual sehingga berbeda dengan pusat ritel pada umumnya ... Halaman

12

I.9 Keaslian Penulisan

Selama proses penulisan belum ditemukan adanya penulisan dengan tipologi bangunan yang sama berdasarkan data digilib UGM18. Namun pada tipologi bangunan yang serupa (mall, shopping mall, pusat perbelanjaan, dan citywalk) ditemukan 120 judul penulisan. Dari judul penulisan tersebut dengan tipologi bangunan serupa terdapat 7 judul penulisan yang berhubungan dengan arsitektur pusaka, sebagai berikut;

Tabel I.01. Judul Penulisan Dengan Tipologi Bangunan Serupa

No Nomor Buku Nama Judul Penulisan

1. 72.043 / Yud / S/05-

130/2461-S

Yudo, Siwi Shopping Mall di Stasiun Purwosari

Surakarta

2. 72.043 / Wij / l/98-

129/1286B-S

Wijaya,

Indra

Nopika

Loji Kecil Mall, sebagai Pusat

Perbelanjaan dan Rekreasi

3. 72.043 / Sut / P/05-

163/2493-S

Sutiadi, Yudi Pengembangan Stasiun Kereta Api

Bandung Open Mall ( Mall Terbuka )

dan Hotel Transit Sebagai Sarana …

4. 3345 S Rosediana,

Elok Norma

Redesain Serta Pengembangan Stasiun

Kereta Api TAwang dengan Pusat

Perbelanjaan Melalui Pendekatan

Terhadap Pola Sirkulasi Serta

Aksesbilitas Pengunjung

5. 2885 S Guntoro Pengembangan Stasiun Kereta Api

Purwokerto: Integrasi Stasiun Kereta

Api dan Pusat Perbelanjaan Dengan

Pendekatan Arsitektur Tropis

6. 72.043 / Rus / p/95-

51/985-S

Rustiadi,

Yadi

Pusat Perbelanjaan dan Hiburan di

Jalan Braga Bandung

7. 72.043 / Nur / l/06-

28/2531-S

Nurdiana,

Intisari

Lempuyangan City Walk Rancangan

Alternatif Ruang Terbuka

Sumber: Olah data dari digilib ugm19

18 Perpustakaan Digital Jurusan Teknik Arsitektur dan Perencanaan UGM, diakses pada http://digilib.archiplan.ugm.ac.id/, Tanggal 25 Oktober 2013 pukul 23.00 dengan kata kunci “thematic retail, thematic retail center, ritel tematik, dan pusat ritel tematik” 19 Ibid, dengan kata kunci mall, shopping mall, pusat perbelanjaan, dan citywalk.

Page 13: BAB I - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78159/potongan/S1-2015... · barang yang dijual sehingga berbeda dengan pusat ritel pada umumnya ... Halaman

13

Untuk kesamaan pendekatan yang di gunakan, terdapat 9 Judul

penulisan yang menggunakan pendekatan Olah Desain Arsitektur Pusaka

namun belum ada pada tipologi bangunan yang sama maupun serupa. Judul

penulisan yang dimaksud adalah sebagai berikut;

Tabel I.02. Judul Penulisan Pendekatan ODAP

No. Nomor Buku Nama Judul Penulisan

1. 3369 S Novariskika, Farrah Galeri Seni Kontemporer dengan

Metode Olah Desain Arsitektur

Pusaka Pada Bangunan Eks Asri

Yogyakarta

2. 3365 S Sari, Marchelia

Gupita

Galeri Seni Kontemporer Taman

Sriwedari Surakarta Sebagai Ruang

Seni Publik Pandekatan Oleh Desain

Arsitektur Pusaka

3. 3368 S Risdianto, Moch

Ryan

Olah Desain Arsitektur Pusaka

Stasiun Kiaracondong bandung

5. 3169 S Pujaningrum,

R.A.Dewi

Revitalisasi Kawasan Stasiun Solo

Jebres dengan Motede Olah Desain

Arsitektur Pusaka

6. 3134 S Anjani, Bernadeta

Timur

Rumah Batik Nusantara dengan

Pendekatan Olah Desain Arsitektur

Pusaka Pada Bangunan Hotel Toege

7 2976 S Utomo, Pandu

Kusumo Putro

Hotel Butik Resor Di Lombok,

Dengan Pendekatan Infill Design

Pada Kawasan Pusaka Saujana

8 2873S Widowati, Rachel

Ratna

Perpustakaan Modern Khusus

Pusaka Budaya Yogyakarta, dengan

Pendekatan Infill Design Pada

Bangunan Indis

9 72.043 / Oct /

p/05-129/2460-

S

Octiawan, Weldy Pusat Konvensi, Desain Pengisi (Infill

Design) dan Sistem Akuistik pada

Bangunan Pusaka Kompleks Eks …

Sumber: Olah data dari digilib ugm20

20 Ibid, dengan kata kunci pusaka.

Page 14: BAB I - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78159/potongan/S1-2015... · barang yang dijual sehingga berbeda dengan pusat ritel pada umumnya ... Halaman

14

I.10 Kerangka Pemikiran

Gambar I.08. Alur Pemecahan Masalah dan Kerangka Pemikiran