BAB I Ane

31
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Permasalahan Sejarah wilayah Kota Semarang berawal dari pendangkalan dan pembentukan daratan rendah aluvial yang bermula pada abad X. Pada abad XV sampai pada abad XVIII terbentuk dataran rendah Kota Semarang. Pada tahun 11680 oleh Amangkurat II Raja Mataram, Semarang diserahkan kepada VOC dan mendirikan benteng De VijfHoek. Setelah berpindah kuasa, Semarang kemudian berkembang menjadi kota dagang. Pada tahun 1700 pelabuhan Jepara dipindahkan ke Semarang sehingga perdagangan semakin tumbuh dengan pesat. Kota Semarang juga dinyatakan sebagai kota kedua terbesar setelah Batavia 1 . Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan kepadatan 1 Pusat Sumber Daya Air Kota Semarang. Pengelolaan Drainase Kota Semarang.

Transcript of BAB I Ane

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang dan Permasalahan

Sejarah wilayah Kota Semarang berawal dari pendangkalan dan pembentukan

daratan rendah aluvial yang bermula pada abad X. Pada abad XV sampai pada

abad XVIII terbentuk dataran rendah Kota Semarang. Pada tahun 11680 oleh

Amangkurat II Raja Mataram, Semarang diserahkan kepada VOC dan mendirikan

benteng De VijfHoek. Setelah berpindah kuasa, Semarang kemudian berkembang

menjadi kota dagang. Pada tahun 1700 pelabuhan Jepara dipindahkan ke

Semarang sehingga perdagangan semakin tumbuh dengan pesat. Kota Semarang

juga dinyatakan sebagai kota kedua terbesar setelah Batavia1.

Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang

ditandai dengan kepadatan penduduk yang tinggi dan diwarnai dengan strata

sosial ekonomi yang heterogen dan coraknya yang matrealistis, atau dapat pula

diartikan sebagai bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan

non alami dengan gejala pemusatan penduduk daerah belakangnya. Beberapa

aspek kehidupan di kota antara lain aspek sosial sebagai pusat pendidikan, pusat

kegiatan ekonomi , dan pusat pemerintahan. Ditinjau dari hirarki tempat, kota itu

memiliki tingkat atau rangking yang tertinggi, walaupun demikian menurut

1Pusat Sumber Daya Air Kota Semarang. Pengelolaan Drainase Kota Semarang.

2

sejarah perkembangannya kota itu berasal dari tempat-tempat pemukiman

sederhana.2

Pemerintah Kotamadia Daerah tingkat II Semarang mengeluarkan

Peraturan Daerah No.5 Tahun 1981 tentang rencana Kota Semarang Tahun 1975-

2000 (RENCANA INDUK KOTA SEMARANG ) yang menjadikan kawasan

simpang lima menjadi daerah yang sangat potensial dalam pemanfaatan ruang dan

mengatur pola struktur guna lahan untuk kawasan simpang lima dan termasuk

dalam wilayah pengembangan I yang berfungsi sebagai pusat kegiatan pelayanan

umum (Central Bussines District) yang meliputi kegiatan perbelanjaan,

transportasi kota, dan perumahan dengan tingkat kepadatan tinggi. Kawasan

Simpang Lima termasuk dalam wilayah kecamatan Semarang Tengah, Kecamatan

Semarang Selatan dan Kecamatan Semarang Timur. Kawasan Simpang Lima juga

termasuk Bagian Wilayah I (BWK I) berdasarkan kepadatan penduduknya sebagai

pusat kota serta berdasarkan pengggunaan tanahnya sebagai pusat kota Semarang.

Jenis peruntukkan lahan yang ditetapkan di kawasan simpang lima meliputi

pemukiman, perkantoran, taman hiburan dan olahraga, pusat kebudayaan, fasilitas

pendidikan, fasilitas kesehatan, penghijauan dan jalan.

Tata guna lahan di kawasan Simpang Lima adalah campuran yaitu

perdagangan modern, perkantoran, pendidikan, peribadatan dan perhotelan.

Penggunaaan lahan di kawasan Simpang Lima didominasi oleh kegiatan

perdagangan dan jasa modern seperti Citraland Mall, Plasa Simpang Lima dan

yang baru adalah pusat perbelanjaan Ace Hardware. Peraturan Daerah ini

2Khairuddin H , Pembangunan Masyarakat: Tinjauan Aspek Sosiologi, Ekonomi dan Perencanaan (Yogyakatra: Liberty,1992) hlm. 4.

3

menjelaskan bahwa adanya pergeseran guna lahan dalam kawasan Simpang Lima.

Sebelum dikeluarkannya peraturan baru kawasan ini mempunyai fungsi sebagai

pusat pemerintahan dan kebudayaan saja ,namun dalam perkembangannya

menjadi pusat pelayanan umum bagi masyarakat Semarang. Tetapi masalah banjir

yang sering terjadi di kawasan Simpang Lima menjadikan kawasan ini tidak dapat

berkembang pesat.

Banjir terutama terjadi pada musim hujan, di saat kapasitas sungai dan

drainase perkotaan yang kurang memadai, maka mengakibatkan debit besar

melampaui kapasitas penampang aliran yang telah mengalami degradasi kapasitas.

Banjir juga diakibatkan oleh kesalahan tata wilayah dan pembangunan sarana dan

prasarana yang semakin lama semakin berkembang.

Penyebab terjadinya banjir di Kota Semarang dapat dibedakan menjadi

tiga macam :

1. Banjir kiriman : aliran banjir yang datangnya dari daerah hulu diluar

kawasan yang tergenang. Hal ini terjadi jika hujan didaerah hulu

menimbulkan aliran banjir yang melebihi kapasitas kanal yang ada,

sehingga terjadi limpasan ( run off ).

2. Banjir lokal : genangan air yang timbul akibat hujan yang jatuh di daerah

itu sendiri. Hal ini dapat terjadi kalau hujan yang terjadi melebihi kapasitas

sistem drainase. Wilayah yang sering tergenang meliputi, Kecamatan

Semarang Utara dan sebagian Kecamatan Semarang Barat, Jalan-jalan

protokol di Semarang Tengah.

4

3. Banjir rob : banjir yang terjadi baik akibat aliran langsung air pasang dan

atau air balik dari saluran drainase akibat terhambat oleh air pasang.

Terjadi pada wilayah Kecamatan Semarang Utara dan sebagian

Kecamatan Semarang Barat.

Wilayah Administratip Kota Semarang mempunyai 21 (Dua puluh satu)

Daerah Aliran Sungai (DAS) Orde 1 yang langsung bermuara ke Laut Jawa. Ke-

dua puluh satu sungai tersebut merupakan jaringan drainase primer di Kota

Semarang.3 Namun demikian, seluruh DAS yang ada mempunyai permasalahan

yang sama sebagai penyebab banjir, antara lain adalah :

1) Fenomena alam : Hujan setempat, debit DAS hulu, pasang surut & land

subsidence

2) Kondisi alam geografis, topografi, perubahan dimensi krakteristik sungai,

penyempitan, slope, meandering, pendangkalan kedalaman karena

sedimentasi, back water pasang surut dsb.

3) Aktivitas manusia, pengelolaan O&P yang tidak memadai, perubahan tata

ruang, tata guna lahan, tata olah lahan, kegiatan artificial yang dapat

mengantisipasi sesaat al. stasiun pompa.

Kondisi saluran drainase di pusat kota seperti di kawasan Simpang Lima

yang merupakan jantung perekonomian Kota Semarang terkesan tidak ada

penanganan sehingga kondisinya kumuh dan berbagai jenis sampah menumpuk.

Pengembangan Sistem Pengendalian Banjir/drainase Kota Semarang sebenarnya

3 Pusat Sumber Daya Air dan Pusat Sumber Daya Mineral Kota Semarang. “Perencanaan Saluran Drainase Kawasan Simpang Lima”, hlm. 44.

5

sudah dimulai sejak jaman penjajahan Belanda, dengan dibangunnya 2 (dua) buah

saluran pengendali banjir (Flood Way), yaitu Banjir Kanal Barat dan Banjir Kanal

Timur. Banjir Kanal Barat dibangun pada 1850 untuk mengantisipasi banjir

pelabuhan dagang yang berada di muara Kali Semarang. Pelabuhan ini merupakan

satu-satunya urat nadi kegiatan perdagangan yang mendorong pertumbuhan

ekonomi sehingga Semarang dapat mencapai puncak kejayaannya pada abad ke

18. Banjir Kanal Timur dibangun pada tahun 1896-1903, direncanakan untuk

melidungi wilayah Semarang bagian timur serta kawasan Pengembangan

Pelabuhan Semarang. Kondisi saat ini Banjir Kanal Barat dan Kanal Timur sudah

mengalami perubahan cukup besar. Sedimentasi yang mengendap di kedua banjir

kanal tersebut cukup berat, sehingga kapasitasnya sudah jauh berkurang.

Mengingat ketersediaan lahan perkotaan makin terbatas, sehingga pengembangan

sistem sarana-prasarana perkotaan, khususnya sistem drainase banyak mengalami

hambatan terkait dengan penyediaan lahan.4

Sungai memiliki peranan dan potensi yang besar bagi perkembangan

peradaban manusia, di mana sungai menyediakan daerah subur yang terletak di

lembah sungai dan menjadi sumber air bagi kebutuhan utama manusia. Selain itu

sungai juga dipergunakan sebagai tempat yang ideal untuk pariwisata,

pengembangan perikanan dan sarana lalu-lintas sungai. Ruas-ruas sungai yang

melewati suatu permukiman yang padat biasanya dimanfaatkan oleh masyarakat

sebagai ruang terbuka yang sangat berharga. Sebagai saluran pembuang air,

sungai juga dipergunakan untuk menampung air selokan kota dan air buangan dari

4 BAPPEDA Kota Semarang. “Master plan Drainase Kota Semarang”, hlm. 37.

6

areal irigasi.5 Sungai terbentuk secara alamiah sebagai saluran pembuang yang

berfungsi sebagai saluran penampung air hujan yang turun di atas permukaan

bumi dan mengalirkannya ke laut. Apabila kapasitas pengaliran sungai tidak dapat

menampung seluruh volume air hujan yang jatuh ke bumi, maka akan terjadi

banjir. Selanjutnya, air sungai mengalir ke laut sesuai dengan sifat-sifat

alamiahnya, maka akan sangat bijaksana apabila air yang mengalir tersebut (baik

air sungai maupun air banjir) dapat diatur dengan baik dan disesuaikan dengan

kebutuhan sosial, ekonomi dan dimanfaatkan sebagai air baku, air irigasi dan

peruntukan lainnya. Potensi air di Kota Semarang bersumber pada sungai - sungai

yang mengalir di Kota Semarang antara lain Kali Garang, Kali Pengkol, Kali

Kreo, Kali Banjir kanal Timur, Kali Babon, Kali Sringin, Kali Kripik, Kali

Dungadem dan lain sebagainya.

Studi Kawasan Simpang Lima telah banyak dibahas oleh para peneliti

tetapi sebagian besar hanya ditulis tentang tata ruang atau wilayah perencanaan

bangunan saja. Penulisan skripsi ini akan dicoba mengangkat kawasan simpang

lima dari sudut pandang historis dari perkembangan suatu sistem drainase dan

pengaruhnya terhadap sosial ekonomi terhadap masyarakat. Skripsi ini diharapkan

dapat memberi wawasan baru terhadap perkembangan masyarakat Kota

Semarang.

5Suwahono, Intrusi Air Laut Di Kota Semarang (Makalah Tugas Kimia Lingkungan, t.t), hlm. 7.

7

Bertolak dari latar belakang uraian diatas, penulis berusaha membahas

berbagai hal yang terkaitan dengan pengelolaan sistem drainase dan pengendalian

banjir di Kawasan Simpang Lima. Dalam membahas suatu permasalahan yang

telah digariskan, maka penulis merumuskan pokok permasalahan sebagai berikut :

a. Apakah yang di maksud dengan sistem drainase secara terperinci?

b. Bagaimana pengelolaan dan perencanaan sistem drainase di kawasan

Simpang Lima, serta permasalahan dan pemecahanya?

c. Bagaimana dampak pengelolaan sistem drainase di kawasan Simpang

Lima terhadap kehidupan sosial ekonomi ?

B. Ruang Lingkup

Penulisan sejarah akan menjadi lebih mudah dan terarah jika dilengkapi

dengan perangkat pembatas, baik temporal maupun spasial serta keilmuan. Hal itu

sangat diperlukan, karena dengan batasan tersebut, sejarawan dapat terhindar dari

hal-hal yang tidak ada relevansinya dengan permasalahan yang ditulis. Jika piranti

ini tidak digunakan, akibatnya analisis yang dihasilkan akan bersifat lemah.6

Penulis membatasi penulisan skripsi ini pada tiga ruang lingkup. Pertama,

yaitu ruang lingkup temporal. Penulis menjadikan Tahun 1981 sebagai titik awal

dari penelitian ini, dikarenakan pada tahun ini telah dibagun stasiun pompa air

eksisting pertama berdasarkan data yang di peroleh dari Dinas Pengelolaan

Sumber Daya Air (PSDA) sebagai salah satu cara untuk menormalisasi saluran

Simpang Lima.

6Taufik Abdullah, Abdurrahman Surjomihardjo, eds. Ilmu Sejarah dan Historiografi: Arah dan Perspektif (Jakarta: Gramedia, 1985), hlm. xii.

8

Tahun 1998 merupakan batas akhir dari penelitian ini. Walaupun

permasalahan banjir di kawasan Simpang Lima belum terselesaikan sampai saai

ini, namun penulis menjadikan tahun ini sebagai akhir dari penelitian ini. Hal ini

didasarkan pada studi perencanaan The Detailed Design of Flood Control, Urban

Drainage and Water Resources Development in Semarang in the Republic

Indonesia yang dimulai dari tahun 1998.

Ruang lingkup spasial adalah Kawasan Simpang Lima termasuk dalam

wilayah kecamatan Semarang Tengah, Kecamatan Semarang Selatan dan

Kecamatan Semarang Timur. Kawasan Simpang Lima merupakan kawasan

permukiman perkotaan, kawasan pusat perkantoran dan kawasan perdagangan.

Sistem drainase utama di wilayah ini adalah sistem drainase Bulu, Kali Semarang,

Kali Baru, dan Kali Banger.

Ruang lingkup ketiga, yaitu ruang lingkup keilmuwan. Lingkup keilmuan

erat kaitannya dengan batasan analisis berdasarkan bidang kajian ilmu tertentu.

Skripsi ini dapat digolongkan ke dalam disiplin ilmu sejarah, karena disiplin ilmu

sejarah ini mempelajari dinamika dan perkembangan masyarakat di suatu daerah

pada masa lampau.7 Dalam hal ini yang dimaksud adalah perkembangan sistem

drainase dan pengendalian banjir yang sampai saat ini tidak dapat menyelesaikan

permasalahan banjir di kawasan Simpang Lima. Sebagai sebuah studi

evenemental yang memfokuskan pada suatu peristiwa tertentu, yaitu adanya usaha

untuk mengurangi genangan air di kawasan Simpang Lima sehingga pengaruh

7 Taufik Abdullah, Sejarah Lokal di Indonesia (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1985), hlm. 321.

9

negatif kepada kehidupan sosial masyarakat perkotaan sedikit berkurang, maka

kajian dalam skripsi ini termasuk ke dalam kategori sejarah kota.

Penulis dalam hal ini menggunakan pendekatan dari berbagai disiplin

ilmu, antara lain sosiologi dan ekonomi guna mendapatkan analisa yang lebih

kritis mengenai permasalahan yang dikaji.

C. Tinjauan Pustaka

Penelitian ini tidak dapat lepas dari hasil-hasil penelitian tentang sengketa

pertanahan yang telah dilakukan sebelumnya oleh para peneliti, maka hasil-hasil

penelitian terdahulu tersebut akan dijadikan bahan tinjauan pustaka. Tinjauan

pustaka ini memberi beberapa manfaat, antara lain; (1) untuk memperdalam

pengetahuan tentang masalah yang akan diteliti; (2) untuk menegaskan kerangka

teoritis yang akan dijadikan landasan pemikiran; (3) untuk mempertajam konsep-

konsep yang digunakan sehingga memudahkan perumusan, dan yang lebih

penting untuk menghindari pengulangan-pengulangan dari suatu penelitian.8

Adapun beberapa buku yang digunakan untuk tinjauan pustaka, antara lain

buku berjudul Laporan Akhir “Pekerjaan: Penyusunan Dokumen Master Plan

drainase Kota Semarang”. Buku atau laporan ini memberikan banyak keterangan

tentang drainase kota Semarang. Dalam buku ini, dijelaskan bagaimana fungsi,

perencanaan, dan penjelasan konsep master plan perihal pengembangan sistem

drainase kota. Dijelaskan pula tentang rencana pengembangan sistem drainase

kota dimulai dari hulu sungai hingga menjangkau drainase di daerah hilir. Sistem

8Koentjoroningrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat (Jakarta: Gramedia, 1977), hlm. 19.

10

drainase dan pengendalian banjir eksisting meliputi sistem pengendalian banjir,

sistem sungai dan drainase serta penggambaran daerah genangan di Semarang.

Sumber yang digunakan dalam buku ini cukup akurat, karena dalam

penyusunannya menggunakan penelitian yang dilakukan oleh ahli yang

berkompeten dalam bidangnya. Kelemahan buku ini antara lain secara substansial

hanya merupakan deskripsi umum yang bersifat makro menggunakan tata kalimat

yang banyak menggunakan istilah teknis sehingga tidak setiap orang dapat

mengerti apa yang dimaksudkan dalam buku ini. Buku ini juga sedikit sekali

menyinggung tentang sejarah dari bangunan drainase ataupun sejarah tentang

perkembangan hidrologi kota Semarang. Secara kuantitas, buku ini terlalu tebal

dengan memuat segala hasil temuan lapangan. Relevansi buku ini dengan

permasalahan yang ditulis adalah sebagai bahan pendukung dan sebagai acuan

serta gambaran sistem drainase kota Semarang masa kini.

Buku yang kedua berjudul Perencanaan Saluran Drainase Kawasan

Simpang Lima. Buku atau laporan ini memberikan banyak keterangan tentang

perencanaan drainase kota Semarang. Dalam buku ini, dijelaskan bagaimana

rencana pengembangan sistem drainase yang lebih memfokuskan di kawasan

Simpang Lima. Sumber yang digunakan dalam buku ini cukup akurat, karena

dalam penyusunannya menggunakan penelitian yang dilakukan oleh ahli yang

berkompeten dalam bidangnya. Kelemahan buku ini tidak mengikutsertakan

perencanaan-perencanaan yang telah dilakukan sebelumnya sehingga tidak

terlihat perkembangan dari sistem drainase Simpang Lima. Relevansi buku ini

11

sebagai bahan pendukung yang menggambarkan secara langsung sistem drainase

di kawasan Simpang Lima.

Buku yang ketiga berjudul Sistem Drainase Perkotaan yang

Berkelanjutan, karya Suripin.9 Buku ini menguraikan pengembangan sistem

drainase perkotaan yang memperhatikan keseimbangan lingkungan. Pembahasan

yang disajikan secara runtut merupakan kelebihan dari buku ini, kemudian isi

tidak hanya terbatas pada aspek teknik, tetapi juga lingkungan dan ekonomi.

Uraian yang disajikan sangat sederhana sehingga dengan mudah untuk

mengetahui seluk-beluk drainase perkotaan.

Buku keempat berjudul Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu, karya

Robert J. Kodoati dan Roestam Sjarief.10 Buku ini menjelaskan hal-hal yang

berkaitan dengan air, permasalahan dan pengelolaannya, baik menurut Undang-

undang Sumber Daya Air maupun kebijakan-kebijakan sumber daya air nasional.

Kelemahan buku ini antara lain, beberapa hal subtansi ada yang dihilangkan dan

ada yang di tambahkan. Hal ini sebagai konsekuensi dari beberapa perubahan

penting yang terkait dengan pengelolaan sumber daya air.

9 Suripin, Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan (Yogyakarta: Andi Offset, 2004)

10 Robert J. Kodoati dan Roestam Sjarif, Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu (Yogyakarta: Andi Offset, 2005)

12

D. Kerangka Teoritis dan Pendekatan

Penelitian sejarah memerlukan peralatan berupa pendekatan yang relevan

untuk membantu mempermudah usaha dalam mendekati realitas masa lampau.11

Penulisan skripsi ini menggunakan pendekatan ilmu sosialdan ekonomi, sehingga

dalam penulisan sejarah membutuhkan ilmu bantu yang lain.

Drainase (drainage) yang berasal dari kata kerja ‘to drain’ yang berarti

mengeringkan atau mengalirkan air, adalah terminologi yang digunakan untuk

menyatakan sistem-sistem yang berkaitan dengan penanganan masalah kelebihan

air, baik diatas maupun dibawah permukaan tanah. Pengertian drainase perkotaan

tidak terbatas pada teknik pembuangan air yang berlebihan namun lebih luas lagi

menyangkut keterkaitannya dengan aspek kehidupan yang berada dalam kawasan

perkotaan12.

Banjir atau genangan di suatu kawasan terjadi apabila sistem yang

berfungsi untuk menampung genangan itu tidak mampu menampung debit yang

mengalir. Hal tersebut diakibatkan oleh tiga kemungkinan yang terjadi yaitu :

kapasitas sistem yang menurun, debit aliran air yang meningkat, atau kombinasi

dari kedua-duanya. Pengertian sistem disini adalah sistem jaringan drainase di

suatu kawasan. Sedangkan sistem drainase secara umum dapat didefinisikan

sebagai serangkaian bangunan air yang berfungsi untuk mengurangi dan atau

membuang kelebihan air (banjir) dari suatu kawasan atau lahan, sehingga lahan

11Sartono Kartodirdjo, Pemikirandan Perkembangan Historiografi: Suatu Alternatif (Jakarta: Gramedia, 1982), hlm. v.

12Tim penyusun Gunadarma, Drainase Perkotaan (Jakarta: Gunadarma, 1997), hlm. 1.

13

dapat difungsikan secara optimal, jadi sistem drainase adalah rekayasa

infrastruktur di suatu kawasan untuk menanggulangi adanya genangan banjir.13

Banjir di daerah perkotaan memiliki karakteristik yang berbeda dengan

banjir pada lahan/alamiah. Pada kondisi di alam, air hujan yang turun ke tanah

akan mengalir sesuai kontur tanah yang ada ke arah yang lebih rendah. Untuk

daerah perkotaan pada umumnya air hujan yang turun akan dialirkan masuk ke

dalam saluran-saluran buatan yang mengalirkan air masuk ke sungai. Kontur

lahan yang terdapat di daerah perkotaan direncanakan agar air hujan yang turun

mengalir ke dalam saluran-saluran buatan tadi. Ada kalanya, kapasitas saluran

tersebut tidak mencukupi untuk menampung air hujan yang terjadi, sehingga

mengakibatkan terjadinya banjir.

Kasus-kasus banjir di daerah perkotaan memiliki beberapa masalah yang

perlu ditelaah lebih lanjut. Arah aliran yang terjadi tidak lagi sepenuhnya

bergantung pada kondisi topografi lahan, karena adanya bangunan-bangunan yang

menghalangi arah aliran air. Aliran yang terjadi berubah arah karena membentur

bangunan dan mengakibatkan arah aliran memantul atau berbelok baik ke kiri

maupun ke kanan.

Jika dirunut ke belakang, akar permasalahan banjir di perkotaan atau suatu

wilayah berawal dari petambahan penduduk yang sangat cepat dari kota/wilayah

tersebut. Hal ini terjadi akibat dari pertumbuhan penduduk yang sangat cepat

diatas rata-rata pertumbuhan nasional, akibat urbanisasi baik migrasi maupun

permanen. Pertambahan penduduk yang tidak diimbangi dengan penyediaan

13Suripin. Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan, (Jogyakarta: Andi Offset, 2004), hlm. 6.

14

sarana dan prasarana perkotaan yang memadahi menyebabkan pemanfaatan lahan

perkotaan menjadi tidak tertib dan tidak terkendali dengan baik. Di samping itu

juga disebabkan oleh tingkat kesadaran Sumber Daya Manusia (SDM) di dalam

institusi pemerintah, serta masyarakat yang masih rendah dan acuh tak acuh

terhadap permasalahan yang dihadapi kota, khususnya kinerja drainasenya.

Perkembangan sistem drainase di kawasan Simpang Lima sangat menarik

untuk ditelaah lebih jauh. Perkembangan sendiri didifinisikan sebagai suatu

perubahan yang bertujuan pada kemajuan kehidupan anggota masyarakat untuk

dinikmati hasilnya sesuai dengan yang diinginkan.14 Menurut G. Karta Sapoerta,

perkembangan diidentikkan dengan istilah pembangunan yaitu sebagai suatu

urutan dari berbagai perubahan yang sistematis. 15Menutrut M. M. Hoogvelt

pengertian perkembangan meliputi pertumbuhan dan perubahan dalam kehidupan

manusia. Jadi perkembangan berkaitan dengan pengertian pertumbuhan dan

perubahan. Perkembangan menjelaskan tentang pertumbuhan dan perubahan

dalam arti perkembangan. Perkembangan sering kali membawa perubahan-

perubahan, demikian pula perubahan mengakibatkan perkembangan.16 Mayor

Polak membedakan istilah perkembangan dengan pengembangan. Perkembangan

atau evolusi merupakan suatu proses, sedang pengembangan merupakan suatu

kebijaksanaan yang dapat mempercepat perkembangan atau dengan kata lain

14Buddy L. Worong, Pengantar Sosiologi (Yogyakarta: Atmajaya, 1983), hlm. 159.

15G. Karta Sapoetra, Kamus Sosiologi dan Kependudukan (Jakarta: Bumi Aksara, 1992), hlm. 78.

16Ankie M. H. Hoogvelt, Sosiologi Masyarakat Yang Sedang Berkembang (Jakarta: PT. Raja Grafindo Perkasa, 1997), hlm. 20-21.

15

suatu kebijaksanaan yang direncanakan.17 Istilah perkembangan berkaitan dengan

pertumbuhan dan perubahan. Secara tidak langsung istilah perkembangan

menerangkan perubahan dalam arti pertumbuhan. Bertolak dari pengertian diatas

maka perkembangan sistem drainase di kawasan Simpang Lima dapat

berpengaruh kepada kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat sekitar.

Penelitian dan penulisan skripsi ini memerlukan konsep dari ilmu sosial

lain, yakni Sosiologi dan ekonomi. Ilmu sosiologi mempelajari apa saja yang ada

dalam masyarakat. Pemakaian pendekatan sosiologi ini diharapkan dapat

memberikan konsep-konsep perkembangan yang relevan untuk memotret dan

menganalisa perkembangan saluran drainase perkotaan dan pengaruhnya terhadap

masyarakat disekitarnya.

E. Metode Sejarah

Metode penelitian adalah suatu cara kerja untuk memahami obyek yang

menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan kemudian penelitian untuk

menyimpulkan, mengorganisasikan dan menafsirkan apa saja yang dapat

dimanfaatkan dalam khasanah ilmu pengetahuan manusia. Metode yang dipakai

dalam penelitian ini adalah metode sejarah kritis yaitu menguji dan menganalisa

secara kritis rekaman dan peninggalan masa lalu. Metode ini merupakan cara

pemecahan masalah dengan menggunakan data atau peninggalan-peninggalan

masa lalu untuk memahami peristiwa yang terjadi dan untuk merekonstruksi

peristiwa masa lampau secara imajinatif.18

17Mayor Polak, Sosiologi: Suatu Buku Pengantar Ringkas (Jakarta: Ichtiar Baru, 1979), hlm. 391.

18Louis Gottschalk, Mengerti Sejarah. (Jakarata: UI-Press, 1984), hlm. 18.

16

Metode penulisan sejarah ini adalah prosedur analitis yang ditempuh

sejarawan untuk menganalisis kesaksian yang ada, yaitu faktor sejarah sebagai

bukti yang dapat dipercaya mengenai masa lampau manusia.19 Penelitian

menganai Perkembangan Sistem Drainase di Kawasan Simpang Lima Semarang

ditempuh dengan menggunakan metode sejarah yang terdiri dari empat langkah,

yaitu (1) heuristik, (2) kritik atau verifikasi, (3) interpretasi (penafsiran), dan (4)

penulisan sejarah atau historiografi.20

Tahap pertama adalah tahap heuristik, dimana merupakan tahap

pengumpulan sumber-sumber sejarah berupa data-data yang relevan dengan

permasalahan baik tertulis maupun lisan. Sumber-sumber yang digunakan dalam

penulisan sejarah dibedakan menjadi dua, yaitu:21 sumber primer dan sumber

sekunder. Setelah dilakukan penelusuran sumber, maka dalam penulisan skripsi

ini didapat sumber Primer yang digunakan penulis :

a. Laporan Akhir “Pekerjaan: Penyusunan Dokumen Master Plan drainase

Kota Semarang“ yang disusun oleh Bappeda Kota Semarang.

b. Laporan “Pekerjaan: Perencanaan Saluran Drainase Kawasan Simpang

Lima” yang disusun oleh Dinas Pengendalian Sumber Daya Air (PSDA)

dan Pengendalian Sumber Daya Mineral (PSDM).

19 Louis Gottschalk, Mengerti Sejarah (Jakarta: Universitas Indonesia, 1986), hlm. 18-19.

20 Nugroho Notosusanto, Masalah Penelitian Sejarah Kontemporer (Jakarta: Idayu, 1978), hlm. 36-43. Lihat pula Louis Gottschalk, Mengerti Sejarah (Jakarta: Universitas Indonesia, 1983), hlm. 18. Kuntowojoyo, Pengantar Ilmu Sejarah (Yogyakarta: Bentang Budaya, 1995), hlm. 89-105.

21Ibid., hlm.35.

17

Untuk melengkapi sumber primer, penulis juga menggunakan metode atau

pendekatan sejarah lisan (oral history). Sejarah lisan ini merupakan usaha

merekam kenangan pengalaman pembicara sebagai sumber pertama (informan)

dalam rangka mengisi kekurangan yang terdapat dalam sumber tertulis. Sumber

primer lisan diperoleh melalui wawancara langsung dengan orang-orang yang

berkompeten. Hasil wawancara ini digunakan untuk melakukan kecocokan data

dan sebagai pembanding sumber tertulis.22 Dalam hal ini semakin banyak

informasi yang dikumpulkan semakin baik pula proses penelitian dan penulisan

sejarah.23 Penulis melakukan wawancara terhadap pihak-pihak yang dianggap

mengetahui mengenai sistem drainase khususnya di wilayah Semarang Tengah.

Selain itu, masyarakat yang terkena dampak langsung dari pengelolaan sistem

draianse juga merupakan narasumber bagi penulis untuk menghubungkan

keterkaitan satu cerita dengan cerita lainnya.

Sumber sekunder diperoleh melalui riset kepustakaan berupa buku-buku

dan majalah-majalah yang mempunyai hubungan dengan permasalahan. Riset

kepustakaan ini penting karena dengan melalui penelusuran dan penelaahan

kepustakaan dapat dipelajari bagaimana menggunakan kerangka teori untuk

landasan pemikiran. Sumber sekunder yang digunakan penulis untuk menunjang

riset skripsi ini;

a. Buku yang berjudul Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan.

22Hasil wawancara dapat dikategorikan sumber primer. Gottschalk, op.cit.,hlm. 35.

23Abdurahman Suryomihardjo, Pemahaman Bangsa dan Maslah Histografi. (Jakarta: Idayu, 1975), hlm. 139.

18

b. Buku yang berjudul Drainase terapan.

c. Buku yang berjudul Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu.

d. Buku yang berjudul Tata Ruang Air.

Pada tahap kedua, dilaksanakan kegiatan analisis sumber melalui dua

macam kritik, yaitu kritik ekstern dan kritik intern. Kritik ekstern penting

dilakukan untuk mengetahui otentisitas atau keaslian sumber. Seorang sejarawan

dapat menguji keotentikan sumber dari beberapa hal, setelah menyelidiki tanggal

dari dokumen tersebut maka sejarawan harus menyelidiki materainya yaitu

dengan melihat dari jenis dan tinta yang digunakan, setelah itu sejarawan harus

menyelidiki siapa pengarang dokumen tersebut dan melakukan identifikasi

terhadap tulisan tangan, tanda tangan, materai, serta jenis huruf yang digunakan.

Sedangkan kritik intern sangat penting untuk menentukan apakah sumber yang

digunakan kredibel atau tidak. Yang dimaksud kredibel bukanlah sungguh-

sungguh terjadi, sejauh dapat kita ketahui berdasarkan suatu penyelidikan kritis

terhadap sumber-sumber terbaik yang ada dengan kata lain sejarawan menetapkan

sesuatu sebagai “secara obyektif”.24

Tahapan ketiga adalah tahap interpretasi, yaitu merupakan tahap

penyusunan atau serangkaian fakta menjadi satu kesatuan yang utuh baik secara

kronologis maupun analitis, sehingga dapat dengan mudah dipahami dan diterima

orang lain. Fakta-fakta sejarah yang relevan dengan perkembangan sistem

drainase di kawasan Simpang Lima disintesiskan melalui imajinasi, interpretasi

dan teorisasi untuk mencari hubungan satu fakta dengan fakta lain dalam kerangka

hubungan kronologis dan kausalitas. Dengan demikian perkembangan sistem

24Ibid., hlm.80-117.

19

drainase di kawasan Simpang Lima dapat dieksplanasikan dan selanjutnya dapat

dipahami secara utuh. Pada tahapan ini penggunaan konsep-konsep dan teori-teori

ilmu sosial lainnya berguna membantu menjelaskan hubungan keterkaitan antar

fakta yang telah didapat.

Tahapan keempat adalah penulisan sejarah atau historiografi, yaitu

memaparkan atau menuliskan fakta yang sudah disintesiskan dan dianalisa

kemudian dipaparkan dalam bentuk tulisan dengan mempergunakan bahasa

Indonesia yang baik dan benar agar dapat dipahami oleh para pembaca dengan

baik. Historiografi merupakan langkah terakhir dan terberat karena fakta sejarah

yang ditentukan dalam historiografi harus diolah terlebih dahulu oleh sejarawan

dari data-data sejarah.25

F. Sistematika Penulisan

Dalam sistematika penulisan disajikan pokok-pokok permasalahan yang

akan dibahas yaitu:

Bab I Pendahuluan yang terdiri dari Latar Belakang dan Permasalahan,

Ruang Lingkup, Tinjauan Pustaka, Kerangka Teoritis dan Pendekatan, Metode

Penelitian dan Penggunaan Sumber, Sistematika Penulisan.

Bab II Membahas mengenai gambaran umum wilayah Semarang Tengah

yang mencakup kawasan Simpang Lima didalamnya. Pada bab ini akan

digambarkankan mengenai kondisi topografi dan penggunaan lahan, kondisi

demografi berupa kepadatan dan penyebaran penduduk, kondisi sosial ekonomi

masyarakat berupa aspek sosial dan aspek ekonomi dan jaringan drainase.

25Ibid., hlm.33.

20

Bab III Membahas mengenai perkembangan sistem drainase dan

permasalahan yang timbul, serta membahas bagaimana perubahan drainase yang

berada di kawasan Simpang Lima.

Bab IV Membahas mengenai dampak yang dialami oleh masyarakat yang

berada di kawasan Simpang Lima baik dilihat dari aspek sosial maupun ekonomi.

Bab V Berisi mengenai kesimpulan dan jawaban dari pertanyaan-

pertanyaan penulis yang telah diuraikan pada permasalahan.