BAB I

33
BAB I PENDAHULUAN Infeksi saluran kemih merupakan salah satu penyakit infeksi yang sering ditemukan dalam masyarakat walaupun perkembangan teknologi dan pengobatan di bidang kesehatan seperti penggunaan antibiotik sudah cukup maju dan beredar luas di masyarakat. Secara epidemiologis, hampir 25-35% perempuan dewasa pernah mengalami ISK selama hidupnya 1 . Di Amerika Serikat, terdapat >7 juta kunjungan pasien dengan ISK di tempat praktik umum 2 . Sebagian besar kejadian infeksi saluran kemih disebabkan oleh bakteri Escherichia coli yang melakukan invasi secara asending ke saluran kemih dan menimbulkan reaksi peradangan. Kejadian infeksi saluran kemih dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti usia, jenis kelamin, kelainan pada saluran kemih, kateterisasi, penyakit diabetes, kehamilan, dan lain-lain. 1,2,3,4. Ilmu kesehatan modern saat ini telah memudahkan diagnosis dan terapi infeksi saluran kemih sehingga dengan deteksi dini faktor predisposisi dan pengobatan yang adekuat dengan antibiotik yang sesuai maka pasien dapat sembuh sempurna tanpa komplikasi 4 . 1

description

PNA

Transcript of BAB I

Page 1: BAB I

BAB I

PENDAHULUAN

Infeksi saluran kemih merupakan salah satu penyakit infeksi yang sering ditemukan

dalam masyarakat walaupun perkembangan teknologi dan pengobatan di bidang kesehatan

seperti penggunaan antibiotik sudah cukup maju dan beredar luas di masyarakat. Secara

epidemiologis, hampir 25-35% perempuan dewasa pernah mengalami ISK selama hidupnya1.

Di Amerika Serikat, terdapat >7 juta kunjungan pasien dengan ISK di tempat praktik umum2.

Sebagian besar kejadian infeksi saluran kemih disebabkan oleh bakteri Escherichia

coli yang melakukan invasi secara asending ke saluran kemih dan menimbulkan reaksi

peradangan. Kejadian infeksi saluran kemih dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti usia,

jenis kelamin, kelainan pada saluran kemih, kateterisasi, penyakit diabetes, kehamilan, dan

lain-lain. 1,2,3,4. Ilmu kesehatan modern saat ini telah memudahkan diagnosis dan terapi infeksi

saluran kemih sehingga dengan deteksi dini faktor predisposisi dan pengobatan yang adekuat

dengan antibiotik yang sesuai maka pasien dapat sembuh sempurna tanpa komplikasi4.

BAB II

STATUS PEDIATRIK

1

Page 2: BAB I

2. 1 Identitas Pasien

Nama : An . N

Umur : 12 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Berat Badan : 28 kg

Tinggi Badan : 105 CM

Nama ayah :TN .Tarmizi

Nama ibu :Ny.khodijah

Alamat : Nipa panjang kampung laut

Agama : Islam

Tanggal pengambilan CRS : 30 agustus 2015

2. 2 Anamnesis

Keluhan utama

Demam sejak + 4 hari yang lalu

Riwayat Penyakit Sekarang

Os datang dengan keluhan demam sejak + 4 hari yang lalu. Demam dirasakan terus

menerus. Demam turun dengan pemberian obat paracetamol, kemudian naik lagi.

Menggigil (+) berkeringat (+) batuk (-) pilek (-) mimisan (-). Os juga mengeluh nyeri

pada perut sebelah kiri bawah sejak 3 minggu yang lalu nyeri dirasakan terus menerus

walaupun sedang tidak melakukan aktivitas apapun dan tidak berkurang dengan

istirahat. Muntah(-) mual (+). nyeri saat berkemih (-), frekuensi berkemih normal. BAB

tidak ada keluhan. Os mempunyai kebiasaan cebok dari belakang ke depan .

Riwayat Penyakit Dahulu

- Riwayat malaria disangkal

- ± 1 bulan yang lalu os pernah dirawat di RS DKT dengan keluhan yang sama.

- Riwayat demam tipoid disangkal

- Riwyat ISK berulang(+)

- Riwayat Penyakit keluarga

2

Page 3: BAB I

-Anggota keluarga maupun tetangga yang menderita penyakit yang sama disaangkal

- Anggota keluarga maupun tetangga yang menderita malaria (-)

- Anggota keluarga maupun tetangga yang menderita DBD (-)

- Riwayat perjalanan ke daerah endemic malaria (-)

- Keluarga dengan riwayat penyakit ginjal disangkal.

- Riwayat sebelum masuk rumah sakit

1. Riwayat kehamilan dan kelahiran

-Masa Kehamilan : 9 bulan

-Partus : Spontan pervaginam

-Tempat : klinik

-Ditolong oleh : Bidan

-BBL : 3500gr

2. Riwayat Imunisasi

BCG : 1 kali, usia 0 bulan, scar (+).

DPT : 5 kali, usia 2 bulan, 4 bulan, 6 bulan, 18 bulan, dan 5 tahun.

Polio : 6 kali, usia 0 bulan, 2 bulan, 4 bulan, 6 bulan, 18 bulan, dan 5 tahun.

Campak : 2 kali, usia 9 bulan dan 6 tahun

Hepatitis B : 3 kali, usia 0 bulan dan 1 bulan.

Kesan : imunisasi dasar lengkap.

2. 3 Pemeriksaan Fisik

1. Antropometri

a. Berat badan : 28 kg

b. Tinggi/panjang badan : 105 cm

c. LILA : 18 cm

d. Lingkar kepala : 49 cm

e. Lingkar perut : 48 cm

2. Tanda Vital

Keadaan umum : Tampak sakit ringan

3

Page 4: BAB I

Kesadaran : Compos mentis, GCS 15, E4 V5 M6

Tekanan darah : 100/70

Nadi : 115 x/menit

Respirasi : 21 x/menit

Suhu : 38,4 0C

3. Kepala

a. Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor.

b. Telinga : Daun telinga elastis, fistel (-), otore (-).

c. Hidung : Rhinorea (-), sekret (-), napas cuping hidung (-).

d. Mulut : Mukosa bibir pucat (-), cleft (-), sianosis (-), lidah kotor (-).

e. Lain-lain : Normocephal, UUB tertutup, kaku kuduk (-).

4. Leher

Pembesaran KGB (-).

5. Thorax

a. Inspeksi: Dinding dada simetris, deformitas (-), retraksi suprasternal (-), retraksi

subkostal (-), retraksi intercostalis (-), pulsasi iktus cordis tak tampak.

b. Palpasi: Gerakan napas simetris, pulsasi iktus cordis teraba di ICS V linea

midclavikula sinistra.

c. Perkusi: Sonor di seluruh lapang paru.

d. Auskultasi

- Cor: S1-S2 tunggal, reguler, murmur (-), gallop (-).

- Pulmo: Bronkovesikuler (+/+), ronchi (-/-), wheezing (-/-).

6. Abdomen

a. Inspeksi: Sedikit tegang.

b. Auskultasi: Bising usus (+) meningkat.

c. Perkusi : Timpani (+), sedikit nyeri (+) di sebelah kiri bawah

d. Palpasi: Hepar, Lien, dan Renal tak teraba; massa (-): nyeri tekan suprapubik (+)

nyeri ketok CVA (+), nyeri lepas (-).

7. Ekstremitas: Akral hangat, edema (-), kulit tampak pucat, ikterus (-), sianosis (-).

2. 4 Pemeriksaan Penunjang

4

Page 5: BAB I

Darah Rutin (27 Agustus 2015)

- WBC : 24,0 . 103/ mm3 (3,5-10,0 103/mm3)

- RBC : 5,79 . 106 /mm3 (3,80-5,80 106/mm3)

- HGB : 16,1, gr/dL(11,0-16,5 g/dL)

HCT : 45,7 % (35,0-50%)

- PLT : 215. 103/mm3 (150 – 390 103/mm3)

- PCT : .447 % (.100-.500%)

- GDS : 153 g/dL (< 200 g/dL)

Kimia Darah (27 Agustus 2015)

Faal Ginjal

- Ureum : 16,9 mg/dL (15 – 39 mg/dL)

- Creatinin : 0,9 mg/dL (0,6 – 1,1 mg/dL)

Elektrolit (27 Agustus 2015)

- Natrium (Na) : 143,5 mmol/L (135 – 148 mmol/L)

- Kalium (K) : 2,65 mmol/L (3,5 – 5,3 mmol/L)

- Chlorida (Cl) : 93,48 mmol/L (98 – 110 mmol/L)

- Calcium (Ca+2) : 1,09 mmol/L (1,12-1,23 mmol/L)

URIN RUTIN (28 Agustus 2015)

Warna : kuning muda

Berat jenis : 1020

Reaksi/Ph : 6,5

Protein : (-)

Albumin : (-)

Glukosa : (-)

Sel: leukosit : 7-8 /LPB

Eritrosit : 1-3 /LPB

Ephitel : 4-5 /LPB

USG Abdomen (31 Agustus 2015)

5

Page 6: BAB I

Hepar : besar dan bentuk baik, echostruktur homogen, sistem bilier dan vasculer

intrahepatik baik, lesi fokal/SOL (-).

Lien : besar dan bentuk baik, echostruktur homogen, lesi/SOL (-).

Pancreas: besar dan bentuk baik, echostruktur homogen, lesi/SOL (-).

Kandung empedu: besar dan bentuk baik, mukosa irreguler, batu (-).

Ginjal : Ginjal kiri bentuk dan ukuran membesar, ekhostruktur membesar homogen,

cortex menebal sistem pelviokalises tak melebar, batu /SOL (-).

Vesika urinaria: Tampak double layer, mukosa irreguler, batu (-).

Aorta : besar dan bentuk baik, KGB para aorta tak membesar.

Kesan: Systitis dan Pyelonefritis akut kiri

2. 5 Diagnosa Kerja

Pyelonefritis akut sinistra dengan Systisis

2. 6 Diagnosa Banding

Urolitiasis

DBD

Malaria

2. 7 Tatalaksana IGD

6

Page 7: BAB I

- IVFD RL 20 gtt/mnt

- Ceftriaxone 1 x 2 gr

- Domperidon syrup 3 x 2.5 mg ( 3x 1 sendok teh)

- Paracetamol syrup 3x 240 mg ( 3 x 2 sendok makan)

2.8 Follow up ( 29 agustus 31 2015)

tgl S O A P

26-9-15

27-9-15

30-9-15

31-9-1

demam (+). nyeri sendi (+), mencret (+)

Demam (+)

Mencret (+)

Demam (-)

Nyeri pinggang berkurang

Demam (-)

Nyeri pinggang (+)

TD : 100/70 mmHg N : 87 x/i RR : 21 x/i SpO2 : 100% T : 36,5 CDDR(-)

O=1/160, H = 1/320

TTV = DBN

Urin Rutin = DBN

Feses Rutin = DBN

TD 100/70RR 21x/iHR : 85SpO2 : 100%T 36,6

TD 110/80RR 18 x/iHR : 95 SpO2 100 %

Demam Typoid

Demam typoid

Pyelonefritis akut

Pyelonefritis

-Bed Rest -Diet Lunak-Ganti RL dengan IVFD D5 ¼ NS 15 gtt/mnt-Inj.Cefriaxone 1 x 1,5 gram dalam D5% 100 cc habis dalam 1 jam-Paracetamol 3 x 250 gram- Urin rutin- Feses Rutin

Lanjutkan

Widal test

Darah rutin

Lanjutkan

7

Page 8: BAB I

1-9/15 Demam (-)

Nyeri pinggang(-)

T 36,4Kesan USG abdomen pyelonefritis akut sinistra dengan sistitis

TD 100/70HR 92 x/iRR 22 x/iSpO2 100%T 36,2

Leukosit : 7500

akut

Lanjutkan

Darah rutin

Pasien dipulangkan

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi

8

Page 9: BAB I

Infeksi saluran kemih adalah suatu infeksi yang melibatkan ginjal, ureter, buli-buli,

ataupun uretra. Infeksi saluran kemih (ISK) adalah istilah umum yang menunjukkan

keberadaan mikroorganisme (MO) dalam urin. Bakteriuria bermakna (significant

bacteriuria): bakteriuria bermakna menunjukkan pertumbuhan mikroorganisme murni lebih

dari 105 colony forming unit (cfu/ml) pada biakan urin. Bakteriuria bermakna mungkin tanpa

disertai presentasi klinis ISK dinamakan bakteriuria asimtomatik (convert bacteriuria).

Sebaliknya bakteriuria bermakna disertai persentasi klinis ISK dinamakan bakteriuria

bermakna asimtomatik. Pada beberapa keadaan pasien dengan persentasi klinis tanpa

bekteriuria bermakna. Piuria bermakna (significant pyuria), bila ditemukan netrofil >10 per

lapangan pandang.

3.2 Klasifikasi

Infeksi dapat diklasifikasikan berdasarkan lokasi infeksi di dalam saluran kemih.

Akan tetapi karena adanya hubungan satu lokasi dengan lokasi lain sering didapatkan bakteri

di dua lokasi yang berbeda. Klasifikasi diagnosis Infeksi Saluran Kemih dan Genitalia Pria

yang dimodifikasikan dari panduan EAU (European Association of Urology) dan IDSA

(Infectious Disease Society of America) terbagi kepada ISK non komplikata akut pada wanita,

pielonefritis non komplikata akut, ISK komplikata, bakteriuri asimtomatik, ISK rekurens,

uretritis dan urosepsis (Naber KG et al). Pielonefritis akut (PNA) adalah proses inflamasi

parenkim ginjal yang disebabkan infeksi bakteri. Pielonefritis kronis (PNK) mungkin akibat

lanjut dari infeksi bakteri berkepanjangan atau infeksi sejak masa kecil. Obstruksi saluran

kemih dan refluks vesikoureter dengan atau tanpa bakteriuria kronik sering diikuti

pembentukan jaringan ikat parenkim ginjal yang ditandai pielonifritis kronik yang spesifik.

Selain itu, ISK juga dinyatakan sebagai ISK uncomplicated (simple) dan ISK

complicated. ISK simple adalah infeksi yang terjadi pada insan sehat dan tidak menyebar ke

tempat tubuh yang lain. ISK simple ini biasanya sembuh sempurna sesuai dengan pemberian

obat. Sementara ISK complicated adalah infeksi yang disebabkan oleh kelainan anatomis

pada seluran kemih, menyebar ke bagian tubuh yang lain, bertambah berat dengan underlying

disease, ataupun bersifat resisten terhadap pengobatan. Berbanding dengan yang simple, ISK

complicated lebih sukar diobati.

3.3 Epidemiologi

9

Page 10: BAB I

ISK tergantung banyak faktor; seperti usia, gender, prevalensi bakteriuria, dan faktor

predisposisi yang menyebabkan perubahan struktur saluran kemih termasuk ginjal. Selama

periode usia beberapa bulan dan lebih dari 65 tahun perempuan cenderung menderita ISK

dibandingkan laki-laki. ISK berulang pada laki-laki jarang dilaporkan, kecuali disertai faktor

predisposisi (pencetus). Prevalensi bakteriuria asimtomatik lebih sering ditemukan pada

perempuan. Prevalensi selama periode sekolah (school girls) 1 % meningkat menjadi 5%

selama periode aktif secara seksual. Prevalensi infeksi asimtomatik meningkat mencapai

30%, baik laki-laki maupun perempuan bila disertai faktor predisposisi seperti berikut litiasis,

obstruksi saluran kemih, penyakit ginjal polikistik, nekrosis papilar, diabetes mellitus pasca

transplantasi ginjal, nefropati analgesik, penyakit sickle-cell, senggama, kehamilan dan

peserta KB dengan table progesterone, serta kateterisasi.

Table 3.1: Epidemiologi ISK menurut usia dan jenis kelamin

(Umur (tahun) Insidens (%) Faktor risiko

Perempuan Lelaki

<1 0,7 2,7 Foreskin, kelainan

anatomi gastrourinary

1-5 4,5 0,5 Kelainan amatomi

gastrourinary

6-15 4,5 0.5 Kelainan fungsional

gastrourinary

16-35 20 0,5 Hubungan seksual,

penggunaan diaphragm

36-65 35 20 Pembedahan, obstruksi

prostate, pemasangan

kateter

>65 40 35 Inkontinensia,

pemasangan kateter,

obstruksi prostat

Pada anak yang baru lahir hingga umur 1 tahun, dijumpai bakteriuria di 2,7% lelaki

dan 0,7% di perempuan (Wettergren, Jodal, and Jonasson, 1985). Insidens ISK pada lelaki

yang tidak disunat adalah lebih banyak berbanding dengan lelaki yang disunat (1,12%

berbanding 0,11%) pada usia hidup 6 bulan pertama ( Wiswell and Roscelli, 1986). Pada

10

Page 11: BAB I

anak berusia 1-5 tahun, insidens bakteriuria di perempuan bertambah menjadi 4.5%,

sementara berkurang di lelaki menjadi 0,5%. Kebanyakan ISK pada anak kurang dari 5 tahun

adalah berasosiasi dengan kelainan congenital pada saluran kemih, seperti vesicoureteral

reflux atau obstruction. Insidens bakteriuria menjadi relatif constant pada anak usia 6-15

tahun. Namun infeksi pada anak golongan ini biasanya berasosiasi dengan kelainan

fungsional pada saluran kemih seperti dysfunction voiding. Menjelang remaja, insidens ISK

bertambah secara signifikan pada wanita muda mencapai 20%, sementara konstan pada lelaki

muda. Sebanyak sekitar 7 juta kasus cystitis akut yang didiagnosis pada wanita muda tiap

tahun. Faktor risiko yang utama yang berusia 16-35 tahun adalah berkaitan dengan hubungan

seksual. Pada usia lanjut, insidens ISK bertambah secara signifikan di wanita dan lelaki.

Morbiditas dan mortalitas ISK paling tinggi pada kumpulan usia yang <1 tahun dan >65

tahun.

3.4 Etiologi

Pada keadaan normal urin adalah steril. Umumnya ISK disebabkan oleh kuman gram

negatif. Escherichia coli merupakan penyebab terbanyak baik pada yang simtomatik maupun

yang asimtomatik yaitu 70 - 90%. Enterobakteria seperti Proteus mirabilis (30 % dari infeksi

saluran kemih pada anak laki-laki tetapi kurang dari 5 % pada anak perempuan ), Klebsiella

pneumonia dan Pseudomonas aeruginosa dapat juga sebagai penyebab. Organisme gram

positif seperti Streptococcus faecalis (enterokokus), Staphylococcus epidermidis dan

Streptococcus viridans jarang ditemukan. Pada uropati obstruktif dan kelainan struktur

saluran kemih pada anak laki-laki sering ditemukan Proteus species. Pada ISK nosokomial

atau ISK kompleks lebih sering ditemukan kuman Proteus dan Pseudomonas.

Tabel 3.2: Famili, Genus dan Spesies mikroorganisme (MO)

yang Paling Sering Sebagai Penyebab

11

Page 12: BAB I

3.5 Pathogenesis

Pathogenesis bakteriuria asimtomatik dengan presentasi klinis ISK tergantung dari

patogenitas dan status pasien sendiri (host).

A. Peran patogenisitas bakteri.

Sejumlah flora saluran cerna termasuk Escherichia coli diduga terkait dengan etiologi

ISK. Patogenisitaas E.coli terkait dengan bagian permukaan sel polisakarida dari

lipopolisakarin (LPS). Hanya IG serotype dari 170 serotipe O/ E.coli yang berhasil

diisolasi rutin dari pasien ISK klinis, diduga strain E.coli ini mempunyai patogenisitas

khusus.

B. Peran bacterial attachment of mucosa.

Penelitian membuktikan bahwa fimbriae merupakan satu pelengkap patogenesis yang

mempunyai kemampuan untuk melekat pada permukaan mukosa saluran kemih. Pada

umumnya P fimbriae akan terikat pada P blood group antigen yang terdpat pada sel epitel

saluran kemih atas dan bawah.

C. Peranan faktor virulensi lainnya.

Sifat patogenisitas lain dari E.coli berhubungan dengan toksin. Dikenal beberapa toksin

seperti α-hemolisin, cytotoxic necrotizing factor-1(CNF-1), dan iron reuptake system

(aerobactin dan enterobactin). Hampir 95% α-hemolisin terikat pada kromosom dan

berhubungan degan pathogenicity island (PAIS) dan hanya 5% terikat pada gen plasmio.

12

Page 13: BAB I

Virulensi bakteri ditandai dengan kemampuan untuk mengalami perubahan

bergantung pada dari respon faktor luar. Konsep variasi fase MO ini menunjukan ini

menunjukkan peranan beberapa penentu virulensi bervariasi di antara individu dan lokasi

saluran kemih. Oleh karena itu, ketahanan hidup bakteri berbeda dalam kandung kemih dan

ginjal.

D. Peranan Faktor Tuan Rumah (host)

Faktor Predisposisi Pencetus ISK. Penelitian epidemiologi klinik mendukung

hipotensi peranan status saluran kemih merupakan faktor risiko atau pencetus ISK. Jadi

faktor bakteri dan status saluran kemih pasien mempunyai peranan penting untuk

kolonisasi bakteri pada saluran kemih. Kolonisasi bacteria sering mengalami kambuh

(eksasebasi) bila sudah terdapat kelainan struktur anatomi saluran kemih. Dilatasi

saluran kemih termasuk pelvis ginjal tanpa obstruksi saluran kemih dapat menyebabkan

gangguan proses klirens normal dan sangat peka terhadap infeksi. Endotoksin (lipid A)

dapat menghambat peristaltik ureter. Refluks vesikoureter ini sifatnya sementara dan

hilang sendiri bila mendapat terapi antibiotika. Proses pembentukan jaringan parenkim

ginjal sangat berat bila refluks visikoureter terjadi sejak anak-anak. Pada usia dewasa

muda tidak jarang dijumpai di klinik gagal ginjal terminal (GGT) tipe kering, artinya

tanpa edema dengan/tanpa hipertensi. (Sukandar, E., 2004)

Status Imunologi Pasien (host). Penelitian laboratorium mengungkapkan bahwa

golongan darah dan status sekretor mempunyai konstribusi untuk kepekaan terhadap

ISK. Pada tabel di bawah dapat dilihat beberapa faktor yang dapat meningkatkan

hubungan antara berbagai ISK (ISK rekuren) dan status secretor (sekresi antigen darah

yang larut dalam air dan beberapa kelas immunoglobulin) sudah lama diketahui.

Prevalensi ISK juga meningkat terkait dengan golongan darah AB, B dan PI (antigen

terhadap tipe fimbriae bakteri) dan dengan fenotipe golongan darah Lewis.

Table 3.3 Faktor-faktor yang meningkatkan kepekaan terhadap infeksi saluran kemih

13

Page 14: BAB I

Kepekaan terhadap ISK rekuren dari kelompok pasien dengan saluran kemih normal

(ISK tipe sederhana) lebih besar pada kelompok antigen darah non-sekretorik dibandingkan

kelompok sekretorik. Penelitian lain melaporkan sekresi IgA urin meningkat dan diduga

mempunyai peranan penting untuk kepekaan terhadap ISK rekuren.

3.6 Patofisiologi

Pada individu normal, biasanya laki-laki maupun perempuan urin selalu steril karena

dipertahankan jumlah dan frekuensi kencing. Utero distal merupakan tempat kolonisasi

mikroorganisme nonpathogenic fastidious Gram-positive dan gram negative.

Hampir semua ISK disebabkan invasi mikroorganisme asending dari uretra ke dalam

kandung kemih. Pada beberapa pasien tertentu invasi mikroorganisme dapat mencapai ginjal.

Proses ini, dipermudah refluks vesikoureter. Proses invasi mikroorganisme hematogen sangat

jarang ditemukan di klinik, mungkit akibat lanjut dari bakteriema. Ginjal diduga merupakan

lokasi infeksi sebagai akibat lanjut septikemi atau endokarditis akibat Stafilokokus aureus.

Kelainan ginjal yang terkait dengan endokarditis (Stafilokkokus aureus) dikenal Nephritis

Lohein. Beberapa penelitian melaporkan pielonefritis akut (PNA) sebagai akibat lanjut invasi

hematogen.

3.7 Manifestasi Klinis

Gejala ISK bergantung dari umur penderita dan lokalisasi infeksi di dalam saluran

kemih. Manifestasi klinis seringkali gagal menunjukkan secara jelas apakah infeksi terbatas

pada kandung kemih atau telah melibatkan ginjal.1,2

Gejala infeksi saluran kemih berdasarkan umur penderita adalah sebagai berikut:

0-1 bln : Gangguan pertumbuhan, anoreksia, muntah dan diare, kejang, koma,

panas/hipotermia tanpa diketahui sebabnya, ikterus (sepsis).

14

Page 15: BAB I

1 bln-2 thn : Panas/hipotermia tanpa diketahui sebabnya, gangguan pertumbuhan,

anoreksia, muntah, diare, kejang, koma, kolik (anak menjerit keras),

air  kemih berbau/berubah warna, kadang-kadang disertai nyeri

perut/pinggang.

2-6 thn     : Panas/hipotermia tanpa diketahui sebabnya, tidak dapat menahan kencing,

polakisuria, disuria, enuresis, air kemih berbau dan berubah warna, diare,

muntah, gangguan pertumbuhan serta anoreksia.

6-18 thn    : Nyeri perut/pinggang, panas tanpa diketahui sebabnya, tak dapat menahan

kencing, polakisuria, disuria, enuresis, air kemih berbau dan berubah

warnaSetiap pasien dengan ISK pada laki dan ISK rekuren pada

perempuan harus dilakuakan investigasi faktor predisposisi atau

pencetus.

a. Pielonefritis Akut (PNA). Presentasi klinis PNA seperti panas tinggi (39,5-40,5 °C),

disertai mengigil dan sekit pinggang. Presentasi klinis PNA ini sering didahului gejala

ISK bawah (sistitis).

b. ISK bawah (sistitis). Presentasi klinis sistitis seperti sakit suprapubik, polakiuria,

nokturia, disuria, dan stanguria.

c. Sindroma Uretra Akut (SUA). Presentasi klinis SUA sulit dibedakan dengan sistitis.

SUA sering ditemukan pada perempuan usia antara 20-50 thun. Presentasi klinis SUA

sangat miskin (hanya disuri dan sering kencing) disertai cfu/ml urin <105; sering

disebut sistitis abakterialis.

3.8 Pemeriksaan penunjang

Analisa urin rutin, pemeriksaan mikroskop urin segar tanpa puter, kultur urin, serta

jumlah kuman/mL urin merupakan protocol standar untuk pendekatan diagnosis ISK.

Pengambilan dan koleksi urin, suhu, dan teknik transportasi sampel urin harus sesuai dengan

protocol yang dianjurkan.

Investigasi lanjutan terutama renal imaging procedures tidak boleh rutin, harus

berdasarkan indikasi yang kuat. Pemeriksaan radiologis dimaksudkan untuk mengetahui 15

Page 16: BAB I

adanya batu atau kelainan anatomis yang merupakan faktor predisposisi ISK. Renal imaging

procedures untuk investigasi faktor predisposisi ISK termasuklah ultrasonogram (USG),

radiografi (foto polos perut, pielografi IV, micturating cystogram), dan isotop scanning.

3.9 Penatalaksanaan

Hock-Boon (1988) mengemukakan beberapa prinsip penanggulangan ISK pada anak

sebagai berikut: 1

1. Konfirmasi diagnosis ISK

2. Eradikasi infeksi pada waktu serangan/ relaps

3. Evaluasi saluran kemih

4. Perlu tindakan bedah pada uropati obstruktif, batu, buli-buli neurogenik, dll

5. Cegah infeksi berulang

6. Perlu dilakukan tindak lanjut.

Bila pengobatan dimulai sebelum tersedia hasil biakan dan tes sensitivitas, pengobatan

dengan trimetoprim-sulfametoksazol selama 7-10 hari (lihat kemudian) akan efektif terhadap

kebanyakan strain E. coli. Nitrofurantoin (5-7 mg/kg/24 jam dalam dosis yang terbagi 3-4) juga

sangat efektif dan mempunyai keuntungan karena juga aktif terhadap Klebsiella-Enterobacter.

16

Page 17: BAB I

Amoksisilin (50 mg/kg/24 jam) juga efektif pada pengobatan permulaan tetapi tidak jelas

kelebihannya dari sulfanamida atau nitrofurantoin.2

Bila anak sakit mendadak, gunakan pengobatan parenteral dengan sefotaksim (100

mg/kg/24 jam) atau ampisilin (100 mg/kg/24 jam) dengan aminoglikosida seperti gentamisin

(3 mg/kg/24 jam dalam dosis yang terbagi 3).2

Dalam 2 x 24 jam setelah pengobatan fase akut dimulai, gejala ISK umumnya

menghilang. Bila gejala belum menghilang, dipikirkan untuk mengganti antibiotik yang lain

sesuai dengan uji kepekaan antibiotik. Dilakukan pemeriksaan kultur dan uji resistensi urin

ulang 3 hari setelah pengobatan fase akut dihentikan, dan bila memungkinkan setelah 1 bulan

dan setiap 3 bulan. Jika ada ISK berikan antibiotik sesuai hasil uji kepekaan.3

Bila ditemukan ada kelainan anatomik maupun fungsional yang menyebabkan

obstruksi, maka setelah pengobatan fase akut selesai dilanjutkan dengan antibiotik profilaksis.

Antibiotik profilaksis juga diberikan pada ISK berulang, ISK pada neonatus, dan pielonefritis

akut.3

Biakan urin sebaiknya diambil satu minggu setelah selesai pengobatan setiap infeksi

saluran kemih untuk meyakinkan bahwa urin tetap steril. Karena ada kecenderungan

kambuhnya infeksi saluran kemih walaupun tanpa adanya faktor predisposisi anatomik, maka

biakan urin lanjutan harus diambil pada selang waktu 3 bulan selama 1-2 tahun, meskipun

anak tidak menunjukkan gejala. Bila kekambuhan sering terjadi, profilaksis terhadap

reinfeksi, baik menggunakan kombinasi sulfametoksazol-trimetoprim atau nitrofurantoin

dengan dosis sepertiga dosis terapeutik sekali sehari, seringkali efektif.2

Selain pemberian antibiotik, penderita ISK perlu mendapat asupan cairan cukup,

perawatan higiene daerah perineum dan periuretra, pencegahan konstipasi. Koreksi bedah

sesuai dengan kelainan saluran kemih yang ditemukan untuk menghilangkan faktor

predisposisi.3

Jenis dan dosis antibiotik untuk terapi ISK

Tabel : Dosis antibiotika pareneteral (A), Oral (B), Profilaksis (C) 3

Obat Dosis mg/kgBB/hr Frekuensi/ (umur bayi)

(A) Parenteral    

Ampisilin 100tiap 12 jam (bayi < 1 minggu) 

17

Page 18: BAB I

    tiap 6-8 jam (bayi > 1 minggu)

Sefotaksim 

150 

dibagi setiap 6 jam.

 

Gentamisin 5 tiap 12 jam (bayi < 1 minggu)

tiap 8 jam (bayi > 1 minggu)

Seftriakson 75 sekali sehari

Seftazidim 

150 

dibagi setiap 6 jam

 

 

Sefazolin 

50 

dibagi setiap 8 jam

 

Tobramisin 

dibagi setiap 8 jam

 

Ticarsilin 

100 

dibagi setiap 6 jam

 

(B) Oral    

Rawat jalan antibiotik oral (pengobatan standar)Amoksisilin 

20-40 mg/Kg/hari 

q8h

 

Ampisilin 

50-100 mg/Kg/hari 

q6h

 

Amoksisilin-asam klafulanat 50 mg/Kg/hari q8h

 

Sefaleksin 50 mg/Kg/hari q6-8h

Sefiksim 

4 mg/kg 

q12h

 

Nitrofurantoin* 

6-7 mg/kg 

q6h

Sulfisoksazole* 

120-150 

q6-8h

Trimetoprim* 

6-12 mg/kg 

q6h

Sulfametoksazole 30-60 mg/kg q6-8h

* Tidak direkomendasikan untuk neonatus dan penderita dengan insufisiensi ginjal

18

Page 19: BAB I

(C) Terapi profilaksis    

Nitrofurantoin* 

1 -2 mg/kg 

(1x malam hari)

 

Sulfisoksazole* 

50 mg/Kg 

Trimetoprim* 

2mg/Kg 

Sulfametoksazole 30-60 mg/kg

 

19

Page 20: BAB I

3.10 Pencegahan

Data epidemiologi klinik mengungkapkan uji saring bakteriuria asimtomatik bersifat

selektif dengan tujuan utama untuk mencegah menjadi bakteriuria disertai presentasi klinik

ISK. Uji saring bakteriuria harus rutin dengan jadual tertentu untuk kelompok pasien

perempuan hamil, pasien DM terutama perempuan, dan pasca transplantasi ginjal perempuan

dan laki-laki, dan kateterasi laki-laki dan perempuan.

BAB VI

ANALISIS KASUS

Os datang dengan keluhan demam sejak + 4 hari yang lalu. Demam dirasakan terus

menerus. Demam turun dengan pemberian obat paracetamol, kemudian naik lagi. Menggigil

(+) berkeringat (+) batuk (-) pilek (-) mimisan (-). Os juga mengeluh nyeri pada perut

sebelah kiri bawah sejak 3 minggu yang lalu nyeri dirasakan terus menerus walaupun sedang

tidak melakukan aktivitas apapun dan tidak berkurang dengan istirahat. Muntah(-) mual (+).

nyeri saat berkemih (-), frekuensi berkemih normal. BAB tidak ada keluhan. Os mempunyai

kebiasaan cebok dari belakang ke depan. Berdasarkan anamnesis yang dilakukan diketahui

demam yagn dirasakan oleh os berlangsung kurang dari 7 hari. Demam kurang dari 7 hari

bisa disebabkan oleh DBD, ISK, ISPA, dan malaria. Demam yang disertai dengan menggigil

dan berkeringat bisa ditemukan pada demam yang disebabkan oleh malaria, bisa juga

disebabkan oleh infeksi saluran kemih. Namun ditemukannya demam yang disertai dengan

menggigil dan berkeringat belum bisa menyingkirkan kemungkinan diagnosis yang lain.

Kebiasaan cebok yang salah pada pasien ini merupakan salah satu faktor resiko terjadinya

infeksi saluran kemih. Hal ini dikarenakan bakteri yang berada disekitar anus akan masuk ke

saluran urogenitalia yang menyebabkan infeksi. Pada pasine ini tidak ditemukan batuk dan

pilek sehingga diagnosis untuk ISPA bisa disingkirkan. Untuk itu diperlukan pemeriksaan

fisik untuk menyingkirkan diagnosis lain.

Kemudian dari hasil pemeriksaan fisik diketahui bahwa, semua dalam batas normal.

Nyeri ketok CVA dan nyeri tikan pada suprapubik ditemukan pada pasien ini. Nyeri ketok

CVA bisa ditemukan pada pasien yang mengalami infeksi saluran kemih khususnya pada

pasien pyelonefritis. Sementara nyeri tekan suprapubik bisa ditemukan pada pasien yang

20

Page 21: BAB I

mengalami sistitis. Namun nyeri tersebut bisa saja disebabkan oleh nyeri otot pada abdomen.

Untuk itu pada kasus ini diperlukan pemeriksaan penunjang lain.

Dari hasil darah rutin ditemukan leukositosis yang menandakan adanya infkesi dalam

tubuh. Infeksi ini bisa di gastrointestinal, urogenitalia, tractus respiratory maupun infeksi

lainnya. Dari anamnesis, gangguan pencernaan tidak ditemukan sehingga infeksi yang berasal

dari saluran gastrointestinal bisa disingkirkan. Sementara itu adanya nyeri tekan suprapubik,

nyeri ketok CVA pada pasien ini memperkuat sumber infeksi pada pasien ini adalah

disebabkan oleh infeksi pada saluran urogenitalia. Dari pemeriksaan faal ginjal, ureum dan

kratinin berada dalam batas normal. pemeriksaan faal ginjal dalam batas normal. Pada

Pemeriksaan analisa urin ditemukan leukosituria yang bermakna. Adanya leukositoria

menandakan adanya infeksi pada saluran kemih. Namun diagnosis pasti untuk menegakkan

infeksi pada saluran kemih diperlukan kultur urin. Ditemukannya bakteri dalam urin

merupakan gold standar penegakan diagnosis pada saluran kemih. Selain itu perlu juga

dilakukan tes resistensi antibiotik pada pasien ini. Dari pemeriksaan elektrolit semuanya

dalam batas normal yang artinya pada pasien ini tidak ditemukan gangguan elektrolit.

Pada pemeriksaan DDR yang dilakukan hasilnya adalah negatif. Hal ini menandakan

bahwa demam yang disertai dengan menggigil, dan berkeringat pada pasien ini bukan

disebabkan oleh infeksi malaria. DDR merupakan pemeriksaan apusan darah tebal yang

digunakan untuk mendeteksi adanya plasmodium dalam darah.

Hasil dari pemeriksaan USG ditemukan adanya pyelonefritis akut dan systitis pada

pasien ini. Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, laboratorium dan pemeriksaan USG

abdomen pada pasien ini maka pasine ini mengalami pyelonefritis akut dan systitis.

Pada pasien ini pemeriksaan kultur urine dan tes resistensi tidak dilakukan. Standar

penegakan diagnosis pada pasien ISK adalah kultur urine. Tes resistensi diperlukan untuk

pemilihan antibiotik yang tepat pada pasien ini.

Pada pasien ini diberikan terapi IVFD RL 20 gtt/mnt. RL merupakan cairan fisiologis

yang sering digunakan untuk resusisitasi. Pemberian terapi cairan pada pasen ini ditujukan

untuk jalur pemberian obat bukan untuk terapi pergantian cairan tubuh. Pemilihan RL

sebagai terapi pada pasien ini kurang tepat. Pemilihan terapi cairan pada pasien ini lebih

tepatnya diberikan D5%. D5% merupakan cairan fisiologi yang tingkat osmolaritasnya

21

Page 22: BAB I

hampir sama dengan tubuh. Selain itu D5% mempunyai kandungan gluksa didalamnya

sehingga bisa menjadi salah satu sumber energi pada pasien ini.

Paracetamol merupakan obat antipiretik dan analgetik yang sering digunakan untuk

menurunkan suhu tubuh. Paracetamol diberikan dengan dosis 10-20 mg/kg/bb dengan

pemberian 3-4 kali sehari. Adapun sediaan paracetamol yaitu tablet, sirup, suppositoria, dan

injeksi. Dosis paracetamol pada pasien ini sudah tepat yaitu 3x250 mg. Sediaan sirup

diberikan pada anak-anak.

Pemilihan antibiotik yang diberikan pada pasien infeksi seharusnya berdasarkan hasil

kultur ( uji resistensi). Waktu yang dibutuhkan untuk uji resistensi adalah 1-2 minggu.

Sehingga untuk pemberian antibiotik boleh diberikan antibitok empiris sambil menunggu

hasil uji resistensi. Pada pasien ini tidak dilakukan uji resistensi, seharusnya berdasarkan

kepustakaan pasien yang mengalami infeksi dilakukan uji resistensi untuk mengetahui

antibotik yang tepat pada pasien untuk mencegah terjadinya resistensi obat. Cefriaxone

merupakan antibiotik golongan chepalosproin generasi ketiga spectrum luas. Meskipun

cefriaxone efektif untuk bakteri gram negatif namun antibiotik ini bisa juga untuk bakteri

gram positif meskipun hasil yang didapatkan kurang memuaskan. Dosis pemberian

cefriaxone adalah 50-75 kgbb/hari satu kali pemberian karena cefriaxone memiliki waktu

paruh 24 jam. Kebutuhan cefriaxone pada pasien ini adalah 1,4 -2,1 gram. Pada pasien ini

diberikan 2 gram sekali pemberian. Jadi pemberian cefriaxone pada pasien ini sudah tepat

berdasarkan dosis yang diberikan.

22

Page 23: BAB I

DAFTAR PUSTAKA

1. Rusdidjas, Rafita Ramayati. Infeksi Saluran Kemih. Dalam : Buku Ajar Nefrologi Anak.

Edisi 2. Balai Penerbit FKUI. Jakarta:2002

2. Behrman, Kliegman. Infeksi Saluran Kemih. Dalam: Ilmu Kesehatan Anak Nelson Vol

3. Edisi 15. EGC. Jakarta:2000

3. Trihono, Partini Pudjiastusi dkk. Infeksi Saluran Kemih. Dalam: Pedoman Pelayanan

Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia.IDAI:2009

4. Habib, Sabeen. Highlights For Management of a Child With a Urinary Tract Infection.

Dalam : International Journal of Pediatrics Vol 2012. USA: 2012

23