BAB I

10
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan permukiman yang dihadapi kota besar semakin kompleks. Tingginya tingkat kelahiran dan migrasi penduduk yang terbentur pada kenyataan bahwa lahan di perkotaan semakin terbatas dan nilai lahan yang semakin meningkat serta mayoritas penduduk dari tingkat ekonomi rendah, menimbulkan permukiman-permukiman padat di kawasan yang dianggap strategis yaitu kawasan pusat kota, industri dan perguruan tinggi. Alternatif pembangunan yang dianggap paling sesuai dengan kondisi di atas yaitu pembangunan kearah vertikal, dalam hal ini adalah Rumah Susun. Pembangunan rumah susun ini merupakan konsekuensi logis di kota besar terutama di kawasan yang berfungsi sebagai pusat kegiatan ekonomi seperti Surabaya. Di Surabaya sendiri terlihat bahwa keterbatasan lahan bagi permukiman semakin terbatas. Kendala lain yang juga tidak boleh dilupakan adalah keterbatasan kemampuan ekonomi masyarakat. Menurut hasil kajian studi pasar perumahan di Indonesia menunjukkan bahwa penduduk perkotaan sebanyak 65% berpenghasilan di bawah 1,3 juta rupiah per

Transcript of BAB I

Page 1: BAB  I

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Permasalahan permukiman yang dihadapi kota besar semakin kompleks.

Tingginya tingkat kelahiran dan migrasi penduduk yang terbentur pada kenyataan

bahwa lahan di perkotaan semakin terbatas dan nilai lahan yang semakin

meningkat serta mayoritas penduduk dari tingkat ekonomi rendah, menimbulkan

permukiman-permukiman padat di kawasan yang dianggap strategis yaitu

kawasan pusat kota, industri dan perguruan tinggi. Alternatif pembangunan yang

dianggap paling sesuai dengan kondisi di atas yaitu pembangunan kearah vertikal,

dalam hal ini adalah Rumah Susun. Pembangunan rumah susun ini merupakan

konsekuensi logis di kota besar terutama di kawasan yang berfungsi sebagai pusat

kegiatan ekonomi seperti Surabaya. Di Surabaya sendiri terlihat bahwa

keterbatasan lahan bagi permukiman semakin terbatas. Kendala lain yang juga

tidak boleh dilupakan adalah keterbatasan kemampuan ekonomi masyarakat.

Menurut hasil kajian studi pasar perumahan di Indonesia menunjukkan bahwa

penduduk perkotaan sebanyak 65% berpenghasilan di bawah 1,3 juta rupiah per

bulan (Hasil Studi Pasar Perumahan/Home Project). Dari hasil studi diketahui

bahwa target pasar untuk hunian di wilayah perkotaan mayoritas adalah

masyarakat menengah ke bawah.

Seiring dengan berjalannya waktu pemerintah juga telah mencanangkan

pembangunan seribu rumah susun di seluruh kota di Indonesia yang berpenduduk

diatas dua juta jiwa. Rencana besar yang akan menggerakkan ekonomi Indonesia

ini menelan anggaran 50 trilliun rupiah. Seluruh rumah susun tersebut terdiri dari

20 lantai, dimana tiap rumah susun berisi kurang lebih 600 unit. Jadi total rumah

Page 2: BAB  I

susun yang dibangun mencapai lebih kurang 600.000 unit. Rumah susun

terbanyak akan dibangun adalah di DKI Jakarta dengan jumlah penduduk sekitar

sepuluh juta jiwa. Sedangkan di kota lain yang juga akan dibangun rumah susun

diantaranya adalah Surabaya, Bandung, Semarang, Medan dan Makassar.

Rumah susun merupakan jawaban yang paling rasional untuk mengatasi

ledakan penduduk, menghilangkan kawasan kumuh, komitmen menjaga 2

lingkungan, efisiensi lahan dan upaya mendekatkan warga dengan tempat

kerjanya. Bagi konsumen golongan menengah ke bawah penyediaan hunian

vertikal diwujudkan dalam bentuk rumah susun sederhana (rusuna). Adapun

beberapa sasaran yang ingin dicapai dalam pembangunan rumah susun sederhana

antara lain untuk memenuhi kebutuhan hunian masyarakat berpenghasilan rendah,

meningkatkan fungsi lahan dan meningkatkan kualitas hunian padat di lokasilokasi yang berdekatan dengan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi. Bagi

konsumen golongan ekonomi menengah ke atas penyediaan hunian vertikal

diwujudkan dalam bentuk rumah susun dengan kelas menengah, dengan fasilitas

yang tentunya berbeda dengan rumah susun sederhana. Adapun sasaran yang

dicapai dalam pembangunan rumah susun kelas menengah adalah untuk

memenuhi kebutuhan hunian bagi masyarakat berpenghasilan menengah ke atas

serta meningkatkan fungsi lahan dan meningkatkan kualitas hunian padat. Sedang

bagi konsumen golongan atas penyediaan hunian vertikal diwujudkan dalam

bentuk rumah susun mewah/apartemen dengan fasilitas yang sepadan dengan

kelas rumah susun. Dan akan sangat baik jika warga berdomisili di dekat lokasi

kerja sehingga mereka cukup berjalan kaki atau naik sepeda tiba di kantor. Tidak

perlu naik kendaraan umum atau kendaraan pribadi yang pasti menyumbang

kemacetan dan polusi.

Seperti halnya di Jakarta, akibat kemacetan, kerugian yang harus

Page 3: BAB  I

ditanggung terhadap biaya perjalanan dari tempat tinggal menuju ke tempat kerja

telah menggerus hampir 30 – 50 persen dari pendapatan bersih (Harian Kompas,

Selasa, 29 Agustus 2006). Peningkatan biaya perjalanan ini semakin diperparah

dengan semakin mahalnya harga BBM serta ongkos perjalanan dengan angkutan

umum. Jika diukur dari sisi kemampuan sewa adalah cukup prospektif, antara lain

jika terjadi persandingan antara biaya perjalanan dari tempat tinggal ke tempat

kerja dengan kemampuan membeli atau menyewa rumah susun, bahkan

apartemen menengah. Sebagai ilustrasi, biaya operasional kendaraan (termasuk

BBM) mencapai kisaran 1 – 1,5 juta rupiah per bulan (hampir sama dengan

cicilan apartemen menengah selama 15 tahun). Lalu bagaimana dengan biaya

transportasi anggota keluarga yang lain? Tentunya mereka akan semakin miskin 3

kehidupannya dengan semakin mahalnya biaya perjalanan. Lama kelamaan hal

yang serupa ini kemungkinan besar akan terjadi pula di kota Surabaya.

Kebutuhan lahan perumahan di Kota Surabaya dalam kurun waktu tahun

2003 – 2013, diperkirakan meliputi 53,85% dari total luas Surabaya. Sesuai

RTRW Kota Surabaya tahun 2003-2013, kebutuhan permukiman sampai dengan

tahun 2013 diperkirakan mencapai 556.542 unit, dengan kebutuhan lahan lebih

kurang 17. 593,75 Ha. Berdasarkan data dari BPN Kota Surabaya, sampai dengan

tahun 2001 luas lahan permukiman adalah 13.711 Ha, dengan demikian masih

dibutuhkan tambahan lahan permukiman seluas 3.882,75 Ha, seperti pada tabel

berikut ini :

Tabel 1.1. Rencana Penggunaan Lahan Kota Surabaya Tahun 2003-2013

No. Penggunaan Lahan Luas (Ha) Prosentase

1. Perumahan 17.573,95 53,85

2. Perniagaan 983,77 3,01

Page 4: BAB  I

3. Indestri dan Gudang 4.067,39 12,46

4. RTH (Sarana Olah Raga, Makam, Taman) 860,20 2,64

5. Jalur Hijau (Tambak dan Konservasi) 4.035,46 12,36

6. Fasilitas Umum / Jasa 5.116,98 15,68

J U M L A H 32.637,75 100,00

Sumber : RTRW Kota Surabaya 2003 – 2013

Pengadaan rusunawa di Surabaya selama ini tidak terlepas dari subsidi,

yang pembangunannya sebagian besar bersumber pada dana APBN. Hanya

sebagian kecil yang bersumber pada dana APBD I dan APBD II. Pemerintah Kota

Surabaya lebih banyak bertindak sebagai penyedia lahan serta sarana dan

prasarananya. Pengelolaan yang ada tidak seluruhnya ditangani oleh Pemerintah

Kota Surabaya, terdapat beberapa rumah susun sederhana yang dikelola oleh

pihak lain seperti Perum Perumnas dan Dinas Permukiman Jawa Timur. Secara

bertahap rumah susun sederhana yang saat ini masih dalam pengelolaan Dinas

Permukiman Propinsi Jawa Timur nantinya akan diserahterimakan

pengelolaannya kepada Pemerintah Kota Surabaya. Karena hampir semua

rusunawa di Surabaya saat ini adalah menggunakan sistem subsidi, serta anggaran 4

dana untuk operasional rusunawa terbatas, maka lama kelamaan hal ini akan

menjadi beban anggaran bagi Pemerintah Kota Surabaya sedang lahan yang

tersedia semakin terbatas.

Dari uraian di atas, maka dalam penelitian ini diharapkan akan

direncanakan suatu rumah susun bagi golongan masyarakat berpenghasilan rendah

(relokasi dan perumahan kumuh), menengah bawah dan menengah atas di lokasi

di atas tanah milik Pemerintah Kota Surabaya, dengan asumsi bahwa untuk rumah

susun kelas sederhana dibangun dengan sistem subsidi, sedang rumah susun kelas

Page 5: BAB  I

menengah ke atas terdapat investor yang telah menanamkan modalnya di atas

tanah sewa milik Pemerintah Kota Surabaya. Dengan demikian diharapkan

terjadinya subsidi silang antara pembangunan rumah susun untuk program

pemerintah (relokasi dan perumahan kumuh) dengan pembangunan rumah susun

kelas menengah ke atas (apartemen) di lokasi di atas tanah milik Pemerintah Kota

Surabaya. Untuk itu dalam merencanakan rumah susun ini, diperlukan suatu

kajian untuk mengetahui kondisi rumah susun yang ada di Surabaya beserta

fasilitasnya, serta data lokasi tanah milik Pemerintah Kota Surabaya yang berada

di Surabaya. Untuk itulah maka penelitian ini perlu dilaksanakan.

1.2. Perumusan masalah

Dari uraian yang dipaparkan di atas, maka permasalahan yang akan

menjadi perhatian adalah :

1. Bagaimana kondisi eksisting rumah susun di Surabaya yang diwakili oleh

rumah susun Penjaringansari I (kelas sederhana) , rumah susun Wonorejo

(kelas menengah bawah) dan rumah susun Urip Sumoharjo (kelas menengah

atas)?

2. Bagaimana tingkat kesesuaian antara tingkat kepentingan penghuni dengan

tingkat persepsi penghuni terhadap penyediaan fasilitas rumah susun?

3. Bagaimana kondisi tanah milik Pemerintah Kota Surabaya yang berada di

kota Surabaya?

4. Bagaimana rencana pembangunan rumah susun di lokasi di atas tanah milik

Pemerintah Kota Surabaya berdasarkan kelasnya? 5

1.3. Tujuan Penelitian

Agar penelitian berhasil sesuai dengan yang diharapkan, maka perlu

ditetapkan tujuan yang akan dicapai. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

Page 6: BAB  I

1. Identifikasi kondisi eksisting rumah susun Penjaringansari I, rumah susun

Wonorejo dan rumah susun Urip Sumoharjo.

2. Mengetahui tingkat kesesuaian antara tingkat kepentingan penghuni dan

persepsi penghuni terhadap penyediaan fasilitas rumah susun

3. Identifikasi tanah milik Pemerintah Kota Surabaya yang berada di Surabaya.

4. Menentukan rencana pembangunan rumah susun di lokasi di atas tanah milik

Pemerintah Kota Surabaya berdasar kelasnya.

1.4. Batasan Permasalahan dan Pemilihan Kelas Rumah Susun

Di kota Surabaya terdapat 8 (delapan) rumah susun, bertipe antara 18

sampai dengan 54 m2, yang dikelola baik oleh Pemerintah Kota Surabaya sendiri,

Perum Perumnas maupun Pemerintah Propinsi Jawa Timur. Adapun rumah susun

yang dikelola oleh Pemerintah Kota Surabaya adalah :

- Rumah Susun Urip Sumoharjo, terdiri 120 unit, tipe 24 m2 dengan harga sewa

untul lantai 1 sampai dengan lantai 4 sebesar Rp. 104.000,-

- Rumah susun Sombo, terdiri 618 unit, tipe 18 m2 dengan harga sewa Rp.

20.000,- untuk lantai 1 sampai dengan Rp. 5.000,- untuk lantai 4

- Rumah susun Dupak Bangunrejo, terdiri 150 unit, tipe 18 m2 dengan harga

sewa Rp. 20.000,- untuk lantai 1 sampai dengan Rp. 5.000,- untuk lantai 4

- Rumah susun Penjaringansari I, terdiri 219 unit, tipe 18 m2 dengan harga sewa

Rp. 20.000,- untuk lantai 1 sampai dengan Rp. 5.000,- untuk lantai 4 (telah

dilakukan penelitian tentang penyediaan fasilitas rumah susun)

- Rumah susun Penjaringansari II, terdiri 288 unit, tipe 21 m2, harga sewa Rp.

75.000,- untuk lantai 1 sampai dengan Rp. 60.000,- untuk lantai 4 (proses

penghunian belum ada 2 tahun)

- Rumah susun Wonorejo, terdiri 288 unit, tipe 21 m2, harga sewa Rp. 75.000,-

Page 7: BAB  I

untuk lantai 1 sampai dengan Rp. 60.000,- untuk lantai 4 (proses penghunian

lebih dari 2 tahun) 6

Dilihat dari tipe dan harga sewa yang telah disediakan, selanjutnya peneliti

mengambil studi kasus yang mewakili rumah susun kelas menengah atas adalah

rumah susun Urip Sumoharjo, rumah susun kelas menengah bawah adalah rumah

susun Wonorejo sedang kelas sederhana adalah rumah susun Penjaringansari I.

1.5. Manfaaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi masukan bagi Pemerintah

Propinsi Jawa Timur, khususnya Pemerintah Kota Surabaya dalam merencanakan

lokasi rumah susun yang akan dibangun berdasarkan kelas dan fasilitasnya.

1.6. Batasan Penelitian

Penelitian ini dibatasi pada hal-hal sebagai berikut :

1. Rumah susun yang menjadi obyek dalam penelitian ini adalah rumah susun

yang dikelola oleh Pemerintah Kota Surabaya.

2. Dalam penelitian ini tidak dibahas detail engineering design rancang bangun