BAB I
-
Upload
syahrul-hamidi-nasution -
Category
Documents
-
view
13 -
download
0
description
Transcript of BAB I
BAB I. PENDAHULUAN
1.LATAR BELAKANG
Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit bernama Plasmodium.
Penyakit ini ditularkan melalui gigitan nyamuk yang terinfeksi parasit tersebut. Di
dalam tubuh manusia, parasit Plasmodium akan berkembang biak di organ hati
kemudian menginfeksi sel darah merah. Pasien yang terinfeksi oleh malaria akan
menunjukan gejala awal menyerupai penyakit influenza, namun bila tidak diobati
maka dapat terjadi komplikasi yang berujung pada kematian.
Penyakit ini paling banyak terjadi di daerah tropis dan subtropis di mana parasit
Plasmodium dapat berkembang baik begitu pula dengan vektor nyamuk
Anopheles.
Berdasarkan data di dunia, penyakit malaria membunuh satu anak setiap 30 detik.
Sekitar 300-500 juta orang terinfeksi dan sekitar 1 juta orang meninggal karena
penyakit ini setiap tahunnya, 90% kematian terjadi di Afrika, terutama pada anak-
anak (WHO, 2000).
Kejadian malaria di Indonesia pada tahun 2000 sebanyak 2.154.424 kasus. Di
Jawa Bali angka kesakitan malaria mengalami peningkatan dari 0,12 pada tahun
1997 menjadi 0,81 per 1000 penduduk pada tahun 2000. Kejadian malaria di luar
Jawa Bali pada tahun 1997 sebesar 16 ‰, sedangkan tahun 2000 menjadi 31‰
(Depkes RI, 2001). Situasi malaria di Jawa Tengah tahun 1995 berhasil ditekan
sampai 0,10 per 1000 penduduk, tetapi pada tahun 1997 mulai meningkat kembali
dan pada tahun 2000 angka kesakitan mencapai 1,79 per 1000 penduduk atau
meningkat 18 kali dibanding tahun 1995 (M. Arie Wuryanto, 2005)
Berbagai upaya pemberantasan malaria telah dilakukan tetapi prevalensi malaria
masih tetap tinggi, hal ini disebabkan adanya berbagai hambatan dalam
pemberantasan malaria diantaranya resistensi vektor terhadap insektisida dan
resistensi parasit terhadap obat antimalaria (Jerahim Tarigan, 2003).
Pada tahun 1973 ditemukan pertama kali kasus resisten Plasmodium falsiparum
terhadap klorokuin di Kalimantan Timur. Sejak itu resisten terhadap klorokuin
semakin meluas bahkan pada tahun 1990 dilaporkan telah terjadi resistensi parasit
Plasmodium falsiparum terhadap klorokuin di seluruh propinsi di Indonesia.
Selain itu dilaporkan juga adanya kasus resistensi Plasmodium falsiparum
terhadap Sulfadoksin-Pirimethamin (SP) di beberapa tempat di Indonesia.
Keadaan seperti ini dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas akibat penyakit
malaria. Upaya untuk menanggulangi masalah resistensi tersebut(multiple drug
resistence), maka pemerintah telah merekomendasikan obat pilihan pengganti
klorokuin dan SP terhadap Plasmodium falsiparum dengan terapi kombinasi
artemisinin (artemisinin combination therapy) sesuai dengan rekomendasi WHO,
namun obat ini beredar dalam jumlah yang terbatas (Umar Zein, 2008).
Diperlukan obat alternatif lain untuk menanggulangi kasus resistensi malaria. Sementara itu,
penemuan obat-obat baru antimalaria dari bahan tanaman obat masih terbatas pada uji in vitro
di laboratorium atau uji in vivo pada hewan coba.
Diagnosis dini dan pengobatan segera merupakan salah satu dari prinsip strategi global dalam
mengendalikan malaria. Hasil guna dari intervensi ini sangat tergantung pada obat antimalaria
yang digunakan, tidak hanya aman dan efektif, tetapi juga mudah didapat (available),
terjangkau harganya (affordable), dan dapat diterima oleh populasi yang berisiko menderita
penyakitnya (acceptable).
Oleh karena hal tersebut di atas dan ancaman terhadap makin meningkatnya resistensi
Plasmodium falcivarum terhadap obat-obat antimalaria di seluruh dunia maka perlu dicari
jenis obat lain yang mungkin terdapat di Indonesia dan mempunyai potensi sebagai
antimalaria yang dapat dikembangkan di kemudian hari. Pemikiran global dan aksi lokal
sangat diperlukan dalam penanganan masalah malaria secara nasional maupun internasioanl.
Menurut UU No. 23 Tahun 1992 tentang kesehatan, obat tradisional adalah bahan atau
ramuan berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sariaan (galenik) atau
campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan
berdasarkan pengalaman. Sediaan obat tradisional yang digunakan masyarakat yang berasal
dari bahan tumbuhan obat saat ini sangat perlu diteliti dan dikembangkan agar dapat disebut
2
sebagai herbal medicine atau fitofarmaka yang selanjutnya dapat dipakai di sarana pelayanan
kesehatan dasar dan menambah jenis obat-obatan yang akan dipilih. Menurut keputusan
Menkes R.I. No. 761 Tahun 1992, fitofarmaka adalah sediaan obat yang telah dibuktikan
keamanan dan khasiatnya, bahan bakunya terdiri dari simplisia atau sediaan galenik yang
memenuhi persyaratan yang berlaku. Pemilihan ini didasarkan atas kemudahan memperoleh
bahan bakunya, dapat disesuaikan pada pola penyakit di Indonesia dan diperkirakan
bermanfaat cukup besar terhadap penyakit tertentu, memiliki rasio resiko dan kegunaan yang
menguntungkan pendertita dan merupakan salah satu alternatif pengobatan (Depkes RI, 1983).
Potensi yang besar ini, jika tidak dimanfaatkan sebaik-baiknya tidak akan mempunyai arti
sehingga harus dipikirkan agar penggunaan tanaman obat dapat menunjang kebutuhan akan
obat-obatan yang semakin mendesak dan untuk mendapatkan obat pengganti jika resistensi
parasit terhadap obat terjadi secara meluas dan tidak tersedia jenis obat baru lainnya.
Herba sambiloto (Andrographis paniculata Nees) adalah satu dari tanaman obat yang terdapat
hampir di seluruh daerah Indonesia (Kloppenburg, 1998). Andrographis paniculata (AP)
yang juga dikenal sebagai “King of Bitters” adalah sejenis tumbuhan famili Acanthaceae
telah digunakan selama beberapa abad di Asia untuk mengobati beberapa penyakit termasuk
malaria. Penelitian di Surabaya menemukan bahwa ekstrak dari herba sambiloto dapat
menghambat pertumbuhan Plasmodium falcivarum secara in vitro dan mempunyai efektivitas
yang sama dengan klorokuin difosfat (Widyawaruyanti dkk., 2000) Penelitian di Kuala
Lumpur, Malaysia, yang membandingkan efek antimalaria dari AP dengan dua jenis herba
lainnya, yaitu daun sirih (Piper sarmentosum) dan brotowali (Tinospora crispa), didapatkan
efek antimalaria dari AP lebih besar secara in vivo pada hewan (Nik Najib et al, 1999).
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, penulis tertarik menulis sebuah karya tulis ilmiah
dengan judul “ Ekstrak Sambiloto (Andrographis paniculata) sebagai Obat Alternatif
Resistensi Malaria Falciparum”.
2. TUJUAN
Tujuan Umum
Mengetahui peran ekstrak sambiloto (Andrographis paniculata) sebagai obat alternatif
resistensi malaria falciparum.
3
Tujuan Khusus
Mengetahui dosis tepat ekstrak sambiloto yang memiliki efek antimalaria.
3. MANFAAT
1.Manfaat Teoritis
penulisan ini dapat digunakan sebagai pengembangan ilmu parasitologi khususnya
herbal medicine dalam lingkup pengobatan malaria falciparum.
2. Manfaat Praktis
a.Bagi penulis
menambah pengetahuan tentang peranan herbal medicine dalam mengobati
resistensi malaria falciparum dan melatih kemampuan menulis karya tulis ilmiah.
b.Bagi masyarakat
menambah pengetahuan tentang peranan herbal medicine dalam mengobati
kejadian resistensi malaria falciparum.
c.Bagi penulisan lebih lanjut
dapat dijadikan referensi atau bahan acuan.
4. DESKRIPSI IPTEK YANG DIGUNAKAN
Sambiloto (Andrographis paniculata Ness.)
Sinonim :
= Andrographis paniculata, Ness. = Justicia stricta, Lamk. = J.paniculata, Burm. =
J.latebrosa, Russ.
Familia:
Acanthacea
Uraian :
I. Uraian Tumbuhan. Sambiloto tumbuh liar di tempat terbuka, seperti di kebun,
tepi sungai, tanah kosong yang agak lernbap, atau di pekarangan. Tumbuh di
4
dataran rendah sampai ketinggian 700 m dpl. Terna semusim, tinggi 50 - 90 cm,
batang disertai banyak cabang berbentuk segi empat (kwadrangularis) dengan
nodus yang membesar. Daun tunggal, bertangkai pendek, letak berhadapan
bersilang, bentuk lanset, pangkal runcing, ujung meruncing, tepi rata, permukaan
atas hijau tua, bagian bawah hijau muda, panjang 2 - 8 cm, lebar 1 - 3 cm.
Perbungaan rasemosa yang bercabang membentuk malai, keluar dari. ujung
batang atau ketiak daun. Bunga berbibir berbentuk tabung;kecil- kecil, warnanya
putih bernoda ungu. Buah kapsul berbentuk jorong, panj ang sekitar 1,5 cm, lebar
0,5 cm, pangkal dan ujung tajam, bila masak akan pecah mernbujur menjadi 4
keping-Biji gepeng, kecil-kecil, warnanya cokelat muda. Perbanyakan dengan biji
atau setek batang. II. Syarat Tumbuh a. Iklim · Ketinggian tempat : 1 m - 700 m di
atas permukaan laut · Curah hujan tahunan : 2.000 mm - 3.000 mm/tahun · Bulan
basah (di atas 100 mm/bulan): 5 bulan - 7 bulan · Bulan kering (di bawah 60
mm/bulan): 4 bulan - 7 bulan · Suhu udara : 250 C - 320 C · Kelembapan : sedang
· Penyinaran : sedang b. Tanah · Tekstur : berpasir · Drainase : baik · Kedalaman
air tanah : 200 cm - 300 cm dari permukaan tanah · Kedalaman perakaran : di atas
25 cm dari permukaan tanah · Kemasaman (pH) : 5,5 - 6,5 · Kesuburan : sedang -
tinggi 2. Pedoman Bertanam a. Pegolahan Tanah · Buatkan lubang tanam
berukuran 25 cm x 25 cm x 25 cm b. Persiapan bibit · Biji disemaikan dalam
kantong plastik. c. Penanaman · Bibit ditanam pada lubang tanam yang telah
disediakan dengan jarak tanam 1,5 m x 1,5 m
Nama Lokal :
Ki oray, ki peurat, takilo (Sunda). bidara, sadilata, sambilata,; takila (Jawa).
pepaitan (Sumatra).; Chuan xin lian, yi jian xi, lan he lian (China), xuyen tam
lien,; cong cong (Vietnam). kirata, mahatitka (India/Pakistan).; Creat, green
chiretta, halviva, kariyat (Inggris).;
Komposisi :
Sifat kimiawi dan efek farmakologis: Herba ini rasanya pahit, dingin, masuk
meridian paru, lambung, usus besar dan usus kecil. Kandungan kimiawi : Daun
dan percabangannya mengandung laktone yang terdiri dari deoksiandrografolid,
5
andrografolid (zat pahit), neoandrografolid, 14-deoksi-11-12-
didehidroandrografolid, dan homoandrografolid. Juga terdapat flavonoid, alkane,
keton, aldehid, mineral (kalium, kalsium, natrium), asam kersik, dan damar.
Flavotioid diisolasi terbanyak dari akar, yaitu polimetoksiflavon, andrografin,
pan.ikulin, mono-0- metilwithin, dan apigenin-7,4- dimetileter. Zat aktif
andrografolid terbukti berkhasiat sebagai hepatoprotektbr (melindungi sel hati dari
zat toksik).
Bagian yang sering digunakan untuk dibuat simplisia adalah daun, batang daun,
dan batang. Daunnya terbukti tidak beracun dan memiliki sifat antipiretik
(menghilangkan demam oleh berbagai penyebab) (Umar Zein, 2008).
Pembuatan ekstrak sambiloto:
Bahan : serbuk herba sambiloto
Metode : ekstraksi secara perkolasi
Pelarut : etanol
Cara :
Sebanyak 8,4 kg serbuk simplisia dimasukkan ke dalam bejana tertutup dan dibasahi dengan
sejumlah cairan penyari etanol 50%, dimaserasi selama tiga jam. Masa dipindahkan sedikit
demi sedikit ke dalam perkolator kemudian cairan penyari dituangkan secukupnya sampai di
atas simplisia masih terdapat selapis cairan penyari, perkolator ditutup dan dibiarkan selama 24
jam. Cairan dibiarkan menetes dengan kecepatan 1 ml tiap menit, cairan penyari ditambahkan
berulang-ulang sehingga selalu terdapat selapis cairan penyari di atas simplisia, perkolasi
dihentikan sampai perkolat terakhir yang keluar tidak berasa pahit. Perkolat diuapkan
menggunakan alat penguap vakum putar hingga diperoleh ekstrak kental.
Pembuatan sediaan kapsul ekstrak sambiloto:
Formula kapsul
Setiap kapsul sambiloto mengandung 250 mg ekstrak sambiloto dicampur dengan bahan
pengisi sampai bobot per kapsul 460 mg. Digunakan cangkang kapsul yang sesuai dengan
warna merah putih.
R/ Ekstrak sambiloto 250 mg
Amylum manihot 18 %
6
Mg stearat 1 %
Amilum maydis 5 %
Sakarum laktis 45 %
Pembuatan
Sebanyak 250 mg ekstrak kental ditimbang lalu digerus sedikit demi sedikit dengan sejumlah
bahan pengisi dan bahan pengering/pengembang (amilum manihot dan sakarum laktis)
sehingga diperoleh massa yang kompak kemudian dibuat granul dengan mengayak massa
tersebut. Dikeringkan di lemari pengering selama 2-3 jam sehingga diperoleh granul kering.
Diayak kembali dan dicampur dengan amilum maydis dan Mg stearat sehingga mencapai
bobot yang sesuai. Dimasukkan ke dalam kapsul dengan alat pengisi kapsul.
Efek antimalaria dan dosis sambiloto:
Aktivitas antimalaria dari sambiloto terdapat pada empat fraksi yang ditemukan, yaitu AG-1,
AG-2, AG-3, dan AG-4 dibuktikan mempunyai aktivitas skizontosida secara in vitro.
Mengenai dosis dari simplisia sambiloto pada orang dewasa berkisar 1.000 – 2.000 mg
perhari, selama 3 – 5 hari (Thamlitikul, 1991; Depkes, 2000). Dosis 250 mg 3 x 1 memiliki
efek antimalaria sama dengan efektivitas klorokuin. Dosis 500 mg 3 x 1 memiliki efikasi yang
sedikit lebih rendah dibandingkan dengan 250 mg 3 x 1 ekstrak sambiloto. Efikasi dosis
tunggal 250 mg sambiloto adalah 90,9 % sedangkan efikasi dosis tunggal sambiloto 500 mg
adalah 90,5 %.
Farmakokinetik ekstrak sambiloto:
Setelah pemberian Andrografolid secara oral, dicapai kadar plasma tertinggi 1,5 – 2 jam dan
bertahan dalam plasma selama 10 jam. Setelah 72 jam, 90 % Andrografolid diekskresikan
terutama melalui urin, meskipun masih ada perdebatan tentang hal ini (Zhangm, 1995).
Dari studi literatur diketahui bahwa, ekstrak etanol herba sambiloto terakumulasi dalam
jaringan lunak dalam tubuh. Distribusi ekstrak etanol sambiloto dalam organ tubuh hewan
percobaan yang ditetapkan melalui pemberian andrografolid berlabel secara IV setelah 48 jam
didapati kadar obat diberbagai organ sebagai berikut: otak 20,9 %, limfa 14,9 %, jantung 11,1
%, paru-paru 10,9 %, rektum 8,6 %, ginjal 7,9 %, hati 5,6 %, uterus 5,1 %, ovarium 5,1 %,
usus halus 3,2 %. Absorpsi dan ekskresinya cepat, 80 % diekskresikan dalam 8 jam melalui
7
ginjal dan saluran cerna, 90 % dikeluarkan dari tubuh dalam waktu 48 jam (Andrographis in
Depth Review).
Efek samping ekstrak sambiloto:
Andrographis aman untuk kebanyakan orang dewasa bila digunakan dalam jangka
pendek (sampai tiga bulan).Aman pada anak-anak bila digunakan jangka pendek,
sampai satu bulan.
Ketika digunakan dalam dosis tinggi atau jangka panjang, Andrographis dapat
menyebabkan pembengkakan kelenjar getah bening, reaksi alergi yang serius,
peningkatan enzim hati, dan efek samping lainnya.
Peringatan:
Kehamilan dan menyusui: Andrographis tidak aman bila diminum selama
kehamilan. Ada kekhawatiran bahwa hal itu bisa menyebabkan keguguran. Tidak
cukup diketahui tentang keamanan Andrographis selama menyusui.
Masalah kesuburan: Hewan penelitian menunjukkan bahwa Andrographis
mungkin mengganggu reproduksi, tetapi hal ini belum terbukti pada manusia.
"Penyakit autoimun" seperti multiple sclerosis (MS), lupus (systemic lupus
erythematosus, SLE), rheumatoid arthritis (RA), atau kondisi lainnya:
Andrographis dapat menyebabkan sistem kekebalan tubuh menjadi lebih aktif,
dan ini bisa meningkatkan gejala dari penyakit auto-imun.
Interaksi ekstrak sambiloto:
• Obat-obatan untuk tekanan darah tinggi (obat anti hipertensi) berinteraksi
dengan Andrographis
Andrographis tampaknya menurunkan tekanan darah. Penggunaan Andrographis
bersama dengan obat tekanan darah tinggi dapat menyebabkan tekanan darah
rendah.
Beberapa obat untuk tekanan darah tinggi termasuk captopril (Capoten), enalapril
(Vasotec), losartan (Cozaar), valsartan (Diovan), diltiazem (Cardizem),
Amlodipine (Norvasc), hidroklorotiazid (HydroDiuril), furosemide (Lasix), dan
banyak lainnya.
8
• Obat-obatan yang menurunkan sistem kekebalan tubuh (Imunosupresan)
berinteraksi dengan Andrographis
Andrographis meningkatkan sistem kekebalan tubuh. Dengan meningkatkan
sistem kekebalan tubuh, Andrographis dapat menurunkan efektivitas obat-obat
yang menurunkan sistem kekebalan tubuh.
Beberapa obat yang menurunkan sistem kekebalan tubuh termasuk azathioprine
(Imuran), basiliximab (Simulect), siklosporin (Neoral, Sandimmune), daclizumab
(Zenapax), muromonab-CD3 (OKT3, Orthoclone OKT3), mofetil (Cellcept),
tacrolimus (FK506, Prograf ), sirolimus (Rapamune), prednisone (Deltasone,
Orasone), kortikosteroid (glukokortikoid), dan lain-lain.
• Obat-obat (antikoagulan / antiplatelet obat) berinteraksi dengan Andrographis
Andrographis mungkin memperlambat pembekuan darah. Penggunaan
Andrographis bersama dengan obat antikoagulan dapat meningkatkan peluang
memar dan berdarah.
Beberapa obat yang lambat pembekuan darah termasuk aspirin, clopidogrel
(Plavix), diklofenak (Voltaren, Cataflam, orang lain), ibuprofen (Advil, Motrin,
others), naproxen (Anaprox, Naprosyn, orang lain), dalteparin (Fragmin),
enoxaparin (Lovenox) , heparin, warfarin (Coumadin), dan lain-lain.
9