BAB I

14
BAB I. PENDAHULUAN 1.LATAR BELAKANG Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit bernama Plasmodium. Penyakit ini ditularkan melalui gigitan nyamuk yang terinfeksi parasit tersebut. Di dalam tubuh manusia, parasit Plasmodium akan berkembang biak di organ hati kemudian menginfeksi sel darah merah. Pasien yang terinfeksi oleh malaria akan menunjukan gejala awal menyerupai penyakit influenza, namun bila tidak diobati maka dapat terjadi komplikasi yang berujung pada kematian. Penyakit ini paling banyak terjadi di daerah tropis dan subtropis di mana parasit Plasmodium dapat berkembang baik begitu pula dengan vektor nyamuk Anopheles. Berdasarkan data di dunia, penyakit malaria membunuh satu anak setiap 30 detik. Sekitar 300-500 juta orang terinfeksi dan sekitar 1 juta orang meninggal karena penyakit ini setiap tahunnya, 90% kematian terjadi di Afrika, terutama pada anak-anak (WHO, 2000). Kejadian malaria di Indonesia pada tahun 2000 sebanyak 2.154.424 kasus. Di Jawa Bali angka kesakitan malaria mengalami peningkatan dari 0,12 pada tahun 1997 menjadi 0,81 per 1000 penduduk pada tahun 2000. Kejadian

description

word

Transcript of BAB I

Page 1: BAB I

BAB I. PENDAHULUAN

1.LATAR BELAKANG

Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit bernama Plasmodium.

Penyakit ini ditularkan melalui gigitan nyamuk yang terinfeksi parasit tersebut. Di

dalam tubuh manusia, parasit Plasmodium akan berkembang biak di organ hati

kemudian menginfeksi sel darah merah. Pasien yang terinfeksi oleh malaria akan

menunjukan gejala awal menyerupai penyakit influenza, namun bila tidak diobati

maka dapat terjadi komplikasi yang berujung pada kematian.

Penyakit ini paling banyak terjadi di daerah tropis dan subtropis di mana parasit

Plasmodium dapat berkembang baik begitu pula dengan vektor nyamuk

Anopheles.

Berdasarkan data di dunia, penyakit malaria membunuh satu anak setiap 30 detik.

Sekitar 300-500 juta orang terinfeksi dan sekitar 1 juta orang meninggal karena

penyakit ini setiap tahunnya, 90% kematian terjadi di Afrika, terutama pada anak-

anak (WHO, 2000).

Kejadian malaria di Indonesia pada tahun 2000 sebanyak 2.154.424 kasus. Di

Jawa Bali angka kesakitan malaria mengalami peningkatan dari 0,12 pada tahun

1997 menjadi 0,81 per 1000 penduduk pada tahun 2000. Kejadian malaria di luar

Jawa Bali pada tahun 1997 sebesar 16 ‰, sedangkan tahun 2000 menjadi 31‰

(Depkes RI, 2001). Situasi malaria di Jawa Tengah tahun 1995 berhasil ditekan

sampai 0,10 per 1000 penduduk, tetapi pada tahun 1997 mulai meningkat kembali

dan pada tahun 2000 angka kesakitan mencapai 1,79 per 1000 penduduk atau

meningkat 18 kali dibanding tahun 1995 (M. Arie Wuryanto, 2005)

Berbagai upaya pemberantasan malaria telah dilakukan tetapi prevalensi malaria

masih tetap tinggi, hal ini disebabkan adanya berbagai hambatan dalam

pemberantasan malaria diantaranya resistensi vektor terhadap insektisida dan

resistensi parasit terhadap obat antimalaria (Jerahim Tarigan, 2003).

Page 2: BAB I

Pada tahun 1973 ditemukan pertama kali kasus resisten Plasmodium falsiparum

terhadap klorokuin di Kalimantan Timur. Sejak itu resisten terhadap klorokuin

semakin meluas bahkan pada tahun 1990 dilaporkan telah terjadi resistensi parasit

Plasmodium falsiparum terhadap klorokuin di seluruh propinsi di Indonesia.

Selain itu dilaporkan juga adanya kasus resistensi Plasmodium falsiparum

terhadap Sulfadoksin-Pirimethamin (SP) di beberapa tempat di Indonesia.

Keadaan seperti ini dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas akibat penyakit

malaria. Upaya untuk menanggulangi masalah resistensi tersebut(multiple drug

resistence), maka pemerintah telah merekomendasikan obat pilihan pengganti

klorokuin dan SP terhadap Plasmodium falsiparum dengan terapi kombinasi

artemisinin (artemisinin combination therapy) sesuai dengan rekomendasi WHO,

namun obat ini beredar dalam jumlah yang terbatas (Umar Zein, 2008).

Diperlukan obat alternatif lain untuk menanggulangi kasus resistensi malaria. Sementara itu,

penemuan obat-obat baru antimalaria dari bahan tanaman obat masih terbatas pada uji in vitro

di laboratorium atau uji in vivo pada hewan coba.

Diagnosis dini dan pengobatan segera merupakan salah satu dari prinsip strategi global dalam

mengendalikan malaria. Hasil guna dari intervensi ini sangat tergantung pada obat antimalaria

yang digunakan, tidak hanya aman dan efektif, tetapi juga mudah didapat (available),

terjangkau harganya (affordable), dan dapat diterima oleh populasi yang berisiko menderita

penyakitnya (acceptable).

Oleh karena hal tersebut di atas dan ancaman terhadap makin meningkatnya resistensi

Plasmodium falcivarum terhadap obat-obat antimalaria di seluruh dunia maka perlu dicari

jenis obat lain yang mungkin terdapat di Indonesia dan mempunyai potensi sebagai

antimalaria yang dapat dikembangkan di kemudian hari. Pemikiran global dan aksi lokal

sangat diperlukan dalam penanganan masalah malaria secara nasional maupun internasioanl.

Menurut UU No. 23 Tahun 1992 tentang kesehatan, obat tradisional adalah bahan atau

ramuan berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sariaan (galenik) atau

campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan

berdasarkan pengalaman. Sediaan obat tradisional yang digunakan masyarakat yang berasal

dari bahan tumbuhan obat saat ini sangat perlu diteliti dan dikembangkan agar dapat disebut

2

Page 3: BAB I

sebagai herbal medicine atau fitofarmaka yang selanjutnya dapat dipakai di sarana pelayanan

kesehatan dasar dan menambah jenis obat-obatan yang akan dipilih. Menurut keputusan

Menkes R.I. No. 761 Tahun 1992, fitofarmaka adalah sediaan obat yang telah dibuktikan

keamanan dan khasiatnya, bahan bakunya terdiri dari simplisia atau sediaan galenik yang

memenuhi persyaratan yang berlaku. Pemilihan ini didasarkan atas kemudahan memperoleh

bahan bakunya, dapat disesuaikan pada pola penyakit di Indonesia dan diperkirakan

bermanfaat cukup besar terhadap penyakit tertentu, memiliki rasio resiko dan kegunaan yang

menguntungkan pendertita dan merupakan salah satu alternatif pengobatan (Depkes RI, 1983).

Potensi yang besar ini, jika tidak dimanfaatkan sebaik-baiknya tidak akan mempunyai arti

sehingga harus dipikirkan agar penggunaan tanaman obat dapat menunjang kebutuhan akan

obat-obatan yang semakin mendesak dan untuk mendapatkan obat pengganti jika resistensi

parasit terhadap obat terjadi secara meluas dan tidak tersedia jenis obat baru lainnya.

Herba sambiloto (Andrographis paniculata Nees) adalah satu dari tanaman obat yang terdapat

hampir di seluruh daerah Indonesia (Kloppenburg, 1998). Andrographis paniculata (AP)

yang juga dikenal sebagai “King of Bitters” adalah sejenis tumbuhan famili Acanthaceae

telah digunakan selama beberapa abad di Asia untuk mengobati beberapa penyakit termasuk

malaria. Penelitian di Surabaya menemukan bahwa ekstrak dari herba sambiloto dapat

menghambat pertumbuhan Plasmodium falcivarum secara in vitro dan mempunyai efektivitas

yang sama dengan klorokuin difosfat (Widyawaruyanti dkk., 2000) Penelitian di Kuala

Lumpur, Malaysia, yang membandingkan efek antimalaria dari AP dengan dua jenis herba

lainnya, yaitu daun sirih (Piper sarmentosum) dan brotowali (Tinospora crispa), didapatkan

efek antimalaria dari AP lebih besar secara in vivo pada hewan (Nik Najib et al, 1999).

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, penulis tertarik menulis sebuah karya tulis ilmiah

dengan judul “ Ekstrak Sambiloto (Andrographis paniculata) sebagai Obat Alternatif

Resistensi Malaria Falciparum”.

2. TUJUAN

Tujuan Umum

Mengetahui peran ekstrak sambiloto (Andrographis paniculata) sebagai obat alternatif

resistensi malaria falciparum.

3

Page 4: BAB I

Tujuan Khusus

Mengetahui dosis tepat ekstrak sambiloto yang memiliki efek antimalaria.

3. MANFAAT

1.Manfaat Teoritis

penulisan ini dapat digunakan sebagai pengembangan ilmu parasitologi khususnya

herbal medicine dalam lingkup pengobatan malaria falciparum.

2. Manfaat Praktis

a.Bagi penulis

menambah pengetahuan tentang peranan herbal medicine dalam mengobati

resistensi malaria falciparum dan melatih kemampuan menulis karya tulis ilmiah.

b.Bagi masyarakat

menambah pengetahuan tentang peranan herbal medicine dalam mengobati

kejadian resistensi malaria falciparum.

c.Bagi penulisan lebih lanjut

dapat dijadikan referensi atau bahan acuan.

4. DESKRIPSI IPTEK YANG DIGUNAKAN

Sambiloto (Andrographis paniculata Ness.)

Sinonim :

= Andrographis paniculata, Ness. = Justicia stricta, Lamk. = J.paniculata, Burm. =

J.latebrosa, Russ.

Familia:

Acanthacea

Uraian :

I. Uraian Tumbuhan. Sambiloto tumbuh liar di tempat terbuka, seperti di kebun,

tepi sungai, tanah kosong yang agak lernbap, atau di pekarangan. Tumbuh di

4

Page 5: BAB I

dataran rendah sampai ketinggian 700 m dpl. Terna semusim, tinggi 50 - 90 cm,

batang disertai banyak cabang berbentuk segi empat (kwadrangularis) dengan

nodus yang membesar. Daun tunggal, bertangkai pendek, letak berhadapan

bersilang, bentuk lanset, pangkal runcing, ujung meruncing, tepi rata, permukaan

atas hijau tua, bagian bawah hijau muda, panjang 2 - 8 cm, lebar 1 - 3 cm.

Perbungaan rasemosa yang bercabang membentuk malai, keluar dari. ujung

batang atau ketiak daun. Bunga berbibir berbentuk tabung;kecil- kecil, warnanya

putih bernoda ungu. Buah kapsul berbentuk jorong, panj ang sekitar 1,5 cm, lebar

0,5 cm, pangkal dan ujung tajam, bila masak akan pecah mernbujur menjadi 4

keping-Biji gepeng, kecil-kecil, warnanya cokelat muda. Perbanyakan dengan biji

atau setek batang. II. Syarat Tumbuh a. Iklim · Ketinggian tempat : 1 m - 700 m di

atas permukaan laut · Curah hujan tahunan : 2.000 mm - 3.000 mm/tahun · Bulan

basah (di atas 100 mm/bulan): 5 bulan - 7 bulan · Bulan kering (di bawah 60

mm/bulan): 4 bulan - 7 bulan · Suhu udara : 250 C - 320 C · Kelembapan : sedang

· Penyinaran : sedang b. Tanah · Tekstur : berpasir · Drainase : baik · Kedalaman

air tanah : 200 cm - 300 cm dari permukaan tanah · Kedalaman perakaran : di atas

25 cm dari permukaan tanah · Kemasaman (pH) : 5,5 - 6,5 · Kesuburan : sedang -

tinggi 2. Pedoman Bertanam a. Pegolahan Tanah · Buatkan lubang tanam

berukuran 25 cm x 25 cm x 25 cm b. Persiapan bibit · Biji disemaikan dalam

kantong plastik. c. Penanaman · Bibit ditanam pada lubang tanam yang telah

disediakan dengan jarak tanam 1,5 m x 1,5 m

Nama Lokal :

Ki oray, ki peurat, takilo (Sunda). bidara, sadilata, sambilata,; takila (Jawa).

pepaitan (Sumatra).; Chuan xin lian, yi jian xi, lan he lian (China), xuyen tam

lien,; cong cong (Vietnam). kirata, mahatitka (India/Pakistan).; Creat, green

chiretta, halviva, kariyat (Inggris).;

Komposisi :

Sifat kimiawi dan efek farmakologis: Herba ini rasanya pahit, dingin, masuk

meridian paru, lambung, usus besar dan usus kecil. Kandungan kimiawi : Daun

dan percabangannya mengandung laktone yang terdiri dari deoksiandrografolid,

5

Page 6: BAB I

andrografolid (zat pahit), neoandrografolid, 14-deoksi-11-12-

didehidroandrografolid, dan homoandrografolid. Juga terdapat flavonoid, alkane,

keton, aldehid, mineral (kalium, kalsium, natrium), asam kersik, dan damar.

Flavotioid diisolasi terbanyak dari akar, yaitu polimetoksiflavon, andrografin,

pan.ikulin, mono-0- metilwithin, dan apigenin-7,4- dimetileter. Zat aktif

andrografolid terbukti berkhasiat sebagai hepatoprotektbr (melindungi sel hati dari

zat toksik).

Bagian yang sering digunakan untuk dibuat simplisia adalah daun, batang daun,

dan batang. Daunnya terbukti tidak beracun dan memiliki sifat antipiretik

(menghilangkan demam oleh berbagai penyebab) (Umar Zein, 2008).

Pembuatan ekstrak sambiloto:

Bahan : serbuk herba sambiloto

Metode : ekstraksi secara perkolasi

Pelarut : etanol

Cara :

Sebanyak 8,4 kg serbuk simplisia dimasukkan ke dalam bejana tertutup dan dibasahi dengan

sejumlah cairan penyari etanol 50%, dimaserasi selama tiga jam. Masa dipindahkan sedikit

demi sedikit ke dalam perkolator kemudian cairan penyari dituangkan secukupnya sampai di

atas simplisia masih terdapat selapis cairan penyari, perkolator ditutup dan dibiarkan selama 24

jam. Cairan dibiarkan menetes dengan kecepatan 1 ml tiap menit, cairan penyari ditambahkan

berulang-ulang sehingga selalu terdapat selapis cairan penyari di atas simplisia, perkolasi

dihentikan sampai perkolat terakhir yang keluar tidak berasa pahit. Perkolat diuapkan

menggunakan alat penguap vakum putar hingga diperoleh ekstrak kental.

Pembuatan sediaan kapsul ekstrak sambiloto:

Formula kapsul

Setiap kapsul sambiloto mengandung 250 mg ekstrak sambiloto dicampur dengan bahan

pengisi sampai bobot per kapsul 460 mg. Digunakan cangkang kapsul yang sesuai dengan

warna merah putih.

R/ Ekstrak sambiloto 250 mg

Amylum manihot 18 %

6

Page 7: BAB I

Mg stearat 1 %

Amilum maydis 5 %

Sakarum laktis 45 %

Pembuatan

Sebanyak 250 mg ekstrak kental ditimbang lalu digerus sedikit demi sedikit dengan sejumlah

bahan pengisi dan bahan pengering/pengembang (amilum manihot dan sakarum laktis)

sehingga diperoleh massa yang kompak kemudian dibuat granul dengan mengayak massa

tersebut. Dikeringkan di lemari pengering selama 2-3 jam sehingga diperoleh granul kering.

Diayak kembali dan dicampur dengan amilum maydis dan Mg stearat sehingga mencapai

bobot yang sesuai. Dimasukkan ke dalam kapsul dengan alat pengisi kapsul.

Efek antimalaria dan dosis sambiloto:

Aktivitas antimalaria dari sambiloto terdapat pada empat fraksi yang ditemukan, yaitu AG-1,

AG-2, AG-3, dan AG-4 dibuktikan mempunyai aktivitas skizontosida secara in vitro.

Mengenai dosis dari simplisia sambiloto pada orang dewasa berkisar 1.000 – 2.000 mg

perhari, selama 3 – 5 hari (Thamlitikul, 1991; Depkes, 2000). Dosis 250 mg 3 x 1 memiliki

efek antimalaria sama dengan efektivitas klorokuin. Dosis 500 mg 3 x 1 memiliki efikasi yang

sedikit lebih rendah dibandingkan dengan 250 mg 3 x 1 ekstrak sambiloto. Efikasi dosis

tunggal 250 mg sambiloto adalah 90,9 % sedangkan efikasi dosis tunggal sambiloto 500 mg

adalah 90,5 %.

Farmakokinetik ekstrak sambiloto:

Setelah pemberian Andrografolid secara oral, dicapai kadar plasma tertinggi 1,5 – 2 jam dan

bertahan dalam plasma selama 10 jam. Setelah 72 jam, 90 % Andrografolid diekskresikan

terutama melalui urin, meskipun masih ada perdebatan tentang hal ini (Zhangm, 1995).

Dari studi literatur diketahui bahwa, ekstrak etanol herba sambiloto terakumulasi dalam

jaringan lunak dalam tubuh. Distribusi ekstrak etanol sambiloto dalam organ tubuh hewan

percobaan yang ditetapkan melalui pemberian andrografolid berlabel secara IV setelah 48 jam

didapati kadar obat diberbagai organ sebagai berikut: otak 20,9 %, limfa 14,9 %, jantung 11,1

%, paru-paru 10,9 %, rektum 8,6 %, ginjal 7,9 %, hati 5,6 %, uterus 5,1 %, ovarium 5,1 %,

usus halus 3,2 %. Absorpsi dan ekskresinya cepat, 80 % diekskresikan dalam 8 jam melalui

7

Page 8: BAB I

ginjal dan saluran cerna, 90 % dikeluarkan dari tubuh dalam waktu 48 jam (Andrographis in

Depth Review).

Efek samping ekstrak sambiloto:

Andrographis aman untuk kebanyakan orang dewasa bila digunakan dalam jangka

pendek (sampai tiga bulan).Aman pada anak-anak bila digunakan jangka pendek,

sampai satu bulan.

Ketika digunakan dalam dosis tinggi atau jangka panjang, Andrographis dapat

menyebabkan pembengkakan kelenjar getah bening, reaksi alergi yang serius,

peningkatan enzim hati, dan efek samping lainnya.

Peringatan:

Kehamilan dan menyusui: Andrographis tidak aman bila diminum selama

kehamilan. Ada kekhawatiran bahwa hal itu bisa menyebabkan keguguran. Tidak

cukup diketahui tentang keamanan Andrographis selama menyusui.

Masalah kesuburan: Hewan penelitian menunjukkan bahwa Andrographis

mungkin mengganggu reproduksi, tetapi hal ini belum terbukti pada manusia.

"Penyakit autoimun" seperti multiple sclerosis (MS), lupus (systemic lupus

erythematosus, SLE), rheumatoid arthritis (RA), atau kondisi lainnya:

Andrographis dapat menyebabkan sistem kekebalan tubuh menjadi lebih aktif,

dan ini bisa meningkatkan gejala dari penyakit auto-imun.

Interaksi ekstrak sambiloto:

• Obat-obatan untuk tekanan darah tinggi (obat anti hipertensi) berinteraksi

dengan Andrographis

Andrographis tampaknya menurunkan tekanan darah. Penggunaan Andrographis

bersama dengan obat tekanan darah tinggi dapat menyebabkan tekanan darah

rendah.

Beberapa obat untuk tekanan darah tinggi termasuk captopril (Capoten), enalapril

(Vasotec), losartan (Cozaar), valsartan (Diovan), diltiazem (Cardizem),

Amlodipine (Norvasc), hidroklorotiazid (HydroDiuril), furosemide (Lasix), dan

banyak lainnya.

8

Page 9: BAB I

• Obat-obatan yang menurunkan sistem kekebalan tubuh (Imunosupresan)

berinteraksi dengan Andrographis

Andrographis meningkatkan sistem kekebalan tubuh. Dengan meningkatkan

sistem kekebalan tubuh, Andrographis dapat menurunkan efektivitas obat-obat

yang menurunkan sistem kekebalan tubuh.

Beberapa obat yang menurunkan sistem kekebalan tubuh termasuk azathioprine

(Imuran), basiliximab (Simulect), siklosporin (Neoral, Sandimmune), daclizumab

(Zenapax), muromonab-CD3 (OKT3, Orthoclone OKT3), mofetil (Cellcept),

tacrolimus (FK506, Prograf ), sirolimus (Rapamune), prednisone (Deltasone,

Orasone), kortikosteroid (glukokortikoid), dan lain-lain.

• Obat-obat (antikoagulan / antiplatelet obat) berinteraksi dengan Andrographis

Andrographis mungkin memperlambat pembekuan darah. Penggunaan

Andrographis bersama dengan obat antikoagulan dapat meningkatkan peluang

memar dan berdarah.

Beberapa obat yang lambat pembekuan darah termasuk aspirin, clopidogrel

(Plavix), diklofenak (Voltaren, Cataflam, orang lain), ibuprofen (Advil, Motrin,

others), naproxen (Anaprox, Naprosyn, orang lain), dalteparin (Fragmin),

enoxaparin (Lovenox) , heparin, warfarin (Coumadin), dan lain-lain.

9