BAB I

30
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Beberapa tahun terakhir kemajuan teknologi memberikan dampak terhadap perkembangan obat dan bentuk sediaan baru. Para peneliti farmasi terus mengembangkan system penghantaran obat yang mampu mengoptimalkan efisiensi zat aktif obat sehingga meningkatkan kinerja obat dalam tubuh manusia. Salah satu pengembangan system penghantaran obat adalah mikrokapsul. Salah satu tujuan pembuatan mikrokapsul adalah mengurangi iritasi terhadap saluran cerna karena zat aktif. Mikrokapsul dapat berbentuk sferis geometris atau tidak beraturan dengan tipe mononuclear, polynuclear dan matriks. Tipe mononuclear bahan inti dikelilingi oleh bahan penyalut. Tipe polynuclear dimana bahan inti diselimuti oleh bahan penyalut, sedangkan tipe matriks bahan inti terdispersi homogeny diantara bahan penytalut. Mikrokapsul dibuat dengan metode kimia (koaservasi) dan metode fisika (semprot kering). Metode koaservasi, mikrokapsul terbentuk karena adanya pengendapan yang diakibatkan penambahan pelarut yang tidak melarutkan bahan penyalut. 1

Transcript of BAB I

Page 1: BAB I

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Beberapa tahun terakhir kemajuan teknologi memberikan dampak terhadap

perkembangan obat dan bentuk sediaan baru. Para peneliti farmasi terus

mengembangkan system penghantaran obat yang mampu mengoptimalkan

efisiensi zat aktif obat sehingga meningkatkan kinerja obat dalam tubuh manusia.

Salah satu pengembangan system penghantaran obat adalah mikrokapsul. Salah

satu tujuan pembuatan mikrokapsul adalah mengurangi iritasi terhadap saluran

cerna karena zat aktif.

Mikrokapsul dapat berbentuk sferis geometris atau tidak beraturan dengan

tipe mononuclear, polynuclear dan matriks. Tipe mononuclear bahan inti

dikelilingi oleh bahan penyalut. Tipe polynuclear dimana bahan inti diselimuti

oleh bahan penyalut, sedangkan tipe matriks bahan inti terdispersi homogeny

diantara bahan penytalut.

Mikrokapsul dibuat dengan metode kimia (koaservasi) dan metode fisika

(semprot kering). Metode koaservasi, mikrokapsul terbentuk karena adanya

pengendapan yang diakibatkan penambahan pelarut yang tidak melarutkan bahan

penyalut.

Dalam membuat mikrokapsul diperlukan bahan penyalut. Bahan penyalut

yang digunakan tidak bereaksi dengan zat aktif, memiliki kekuatan, fleksibilitas

(lembut dan plastis), impermeasbilitas (sebagai control pelepasan pada kondisi

tyertentu), tidak berasa, viskositas rendah, dapat melarut, dan stabil.

B. PRINSIP

Membuat sediaan mikrokapsul Na-Diklofenak dengan metode koaservasi fasa.

1

Page 2: BAB I

C. MANFAAT

1. Dapat Mengetahui dan memahami ilmu tentang sediaan mikrokapsul dengan

metode koaservasi pemiasahan fasa.

2. Dapat mengetahui dan memahami cara membuat formulasi sediaan

mikrokapsul dengan metode koaservasi pemisahaan fasa.

3. Dapat mengetahui dan memahami cara pembuatan sediaan mikrokapsul

dengan metode koaservasi pemisahan fasa.

4. Dapat mengetahui dan memahami evaluasi dari pembuatan mikrokapsul

dengan metode koaservasi pemisahan fasa.

D. TUJUAN

Berdasarkan latar belakang dan manfaat di atas, maka tujuan dari penelitian ini

adalah :

1. Untuk mengetahui cara membuat sediaan mikrokapsul dengan metode

koaservasi pemisahan fasa.

2. Untuk mengetahui cara formulasi sediaan mikrokapsul dengan metode

koaservasi pemisahan fasa.

3. Untuk mengetahui bahan pembawa yang baik.

4. Untuk mengetahui bagaimana cara evaluasi dari sediaan mikrokapsul dengan

metode koaservasi pemisahan fasa.

2

Page 3: BAB I

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Mikrokapsul

Mikrokapsul adalah bentuk sediaan yang mengalami mikroenkapsulasi,

yang mana partikel atau tetesan cairan zat aktif (bahan inti) dikelilingi atau

dilapisi dengan suatu lapisan tipis dari bahan polimer (bahan penyalut) yang

menghasilkan partikel berukuran mikrometer sampai milimeter. Polimer yang

digunakan tergantung pada tujuan pembuatan mikrokapsul itu.

Model obat yang digunakan sebagai bahan inti pada pembuatan mikrokapsul

ini adalah natrium diklofenak yang merupakan salah satu obat anti inflamasi yang

banyak direkomendasikan oleh dokter karena memiliki efek samping minimal

dibandingkan obat anti inflamasi lain.

Selain digunakan sebagai anti reumatik, natrium diklofenak juga

mempunyai aktivitas antiradang dan analgetik - antipiretik. Diklofenak

mempunyai waktu paruh eliminasi yang pendek (3 - 6 jam), sehingga untuk

mendapatkan efek terapi yang optimal harus diberikan dosis yang berulang. Obat

dengan waktu paruh eliminasi yang sangat pendek membutuhkan jumlah obat

yang cukup banyak pada setiap unit dosis untuk mempertahankan efek terapeutik

yang berkesinambungan.

a. Mikroenkapsulasi

Mikroenkapsulasi adalah suatu proses penyalutan tipis suatu bahan inti

baik berupa padatan, cairan atau gas dengan suatu polimer sebagai dinding

pembentuk mikrokapsul. Mikrokapsul yang terbentuk dapat berupa partikel

atau bentuk agregat, dan biasanya memiliki rentang ukuran partikel antara 5 –

5000 μm. Ukuran tersebut bervariasi tergantung metode dan ukuran partikel

bahan inti yang digunakan .

Zat aktif  yang dapat dibuat dalam sistem mikrokapsul dapat berupa zat

padat, cair maupun gas dengan ukuran partikel yang kecil. Sifat - sifat zat

3

Page 4: BAB I

aktif untuk sistem mikrokapsul tergantung dari tujuan mikroenkapsulasi

tersebut.

Kali ini, mikroenkapsulasi yang dilakukan ditujukan untuk membuat

sediaan mikrokapsul Na - Diklofenak menggunakan metode koaservasi

pemisahaan fasa.

b. Pemisahan fase koaservasi

Secara garis besar metode pemisahan fase koaservasi terdiri dari tiga

tahap, yaitu :

pembentukan tiga fase kimia tidak tercampurkan, penempatan penyalut

polimer cair pada bahan inti, dan pengerasan penyalut.

Pada proses pembentukan tiga fase kimia tidak tercampurkan, fase cairan

pembawa, fase bahan inti, dan fase bahan penyalut. Untuk membentuk ketiga

fase, bahan inti didispersi dalam suatu larutan polimer penyalut, pelarut untuk

polimer merupakan fase cairan pembawa. Fase bahan penyalut, suatu polimer

tidak tercampurkan pada keadaan cair, dibentuk dengan mengubah temperatur

cairan polimer atau dengan penambahan garam.

Proses penempatan penyalut polimer cair pada bahan inti, dengan cara

pencampuran fisik yang terkontrol dari bahan penyalut (selagi cair) dan bahan

inti pada cairan pembawa, penempatan terjadi jika polimer teradsorpsi pada

antar muka yang terbentuk antara bahan inti dan cairan pembawa, dan

fenomena adsorpsi merupakan prasyarat untuk penyalutan efektif.

Penempatan yang terus menerus dari bahan penyalut didahului olah

pengurangan dalam seluruh energi bebas antarmuka dari sistem, terjadi

dengan pengurangan luas permukaan bahan penyalut selama bersatu dengan

butiran-butiran polimer cair.

Proses pengerasan penyalut, biasanya dengan teknik panas, ikatan silang

atau teknik desolvasi, untuk membentuk suatu mikrokapsul penahan sendiri .

Pemisahan fase koasevasi dapat terjadi dalam pelarut air dan pelarut organik.

Pelarut air digunakan untuk menyalut inti padat dan inti cair yang tidak larut

4

Page 5: BAB I

dalam air. Ada dua tipe utama ini yaitu koaservasi sederhana dan koaservasi   

komplek .

Koaservasi sederhana hanya menggunakan satu macam koloid saja

misalnya gelatin dalam air. Koaservasi ini terjadi dengan cara perpindahan

lapisan air dari sekeliling dispersi koloid akibat penambahan zat yang

mempunyai affinitas yang tinggi terhadap air seperti berbagai alkohol dan

garam. Molekul-molekul polimer yang terhidrasi cenderung untuk berkumpul

dengan molekul polimer lain disekelilingnya dan membentuk koaservat.

Koaservasi komplek menggunakan lebih dari satu macam koloid, biasanya

digunakan gelatin dan akasia dalam air, dan koaservasi terjadi akibat

netralisasi muatan koloid yang berbeda. Netralisasi muatan disertai dengan

keluarnya air dari polimer sehingga terbentuk koaservat.

Mikroenkapsulasi adalah suatu proses penyalutan tipis suatu bahan inti

baik berupa padatan, cairan atau gas dengan suatu polimer sebagai dinding

pembentuk mikrokapsul. Teknik coacervation merupakan pemisahan fase

cair/cair secara spontan yang terjadi ketika dua polimer yang bermuatan

berlawanan (misalnya protein dan polisakarida) dicampur dalam media berair

kemudian mengarah ke pemisahan menjadi dua fase. Fase yang lebih rendah

disebut (kompleks) coacervate dan memiliki konsentrasi yang tinggi dari

kedua polimer. Fase atas disebut sebagai supernatan atau fase kesetimbangan,

yang merupakan larutan polimer encer. Coacervate digunakan sebagai bahan

makanan, misalnya pengganti lemak atau memberi rasa yang mirip daging

dan biomaterial, seperti lapisan tipis (film) yang dapat dimakan dan kemasan.

Metode ini sangat efisien dan menghasilkan mikrokapsul dengan ukuran yang

lebih bervariarif dari pada teknik mikroenkapsulasi yang lain.

Proses ini meliputi tiga tahap, pertama, mecampur tiga fase yang saling

tidak melarutkan (fase kontinyu atau air, bahan aktif yang akan

dimikroenkapsulasi dan bahan pelapis). Kedua, bahan pelapis membentuk

lapisan pada bahan inti. Hal ini dicapai dengan merubah pH, suhu atau

kekuatan ion yang menghasilkan pemisahan fase (coacervation) dari pelapis

dan sebaran inti yang terjebak. Terakhir, bahan pelapis memadat karena

5

Page 6: BAB I

adanya panas, crosslinking (hubungan silang) dan teknik desolvasi.

Mikrokapsul yang dihasilkan dari pemisahan fase encer memiliki dinding

yang larut air dan bahan aktif yang bersifat menjauhi air (hidrofobik), seperti

minyak sayur, penyedap rasa, dan vitamin yang larut dalam minyak.

Obat rematik yang umum ada dua jenis berdasarkan tujuan pengobatannya,

yaitu obat anti radang nonsteroid (nonsteroidal anti - inflammatory drugs,

NSAID) untuk menghilangkan rasa nyeri dan mengontrol peradangan, dan obat

untuk menurunkan kadar asam urat dalam darah. Na - Diklofenak merupakan

salah satu obat rematik jenis NSAID.

Senyawa aktif tersebut dapat meredakan rasa nyeri akibat peradangan atau

bersifat analgesik. Namun, Na - Diklofenak dalam dosis besar dapat menyebabkan

gangguan saluran pencernaan, peptic ulcer dan bleeding. Na - Diklofenak

memiliki waktu paruh eliminasi yang cepat, yaitu 1 - 3 jam, obat yang mempunyai

t ½ pendek pemberian obat harus diulang beberapa kali sehingga bagi pasien yang

memiliki gangguan gastrointestinal hal ini tidak memungkinkan. Natrium

diklofenak merupakan obat nyeri dan radang pada penyakit rematik baik untuk

pemeliharaan maupun keadaan akut.

B. Komponen Mikrokapsul

Pada prinsipnya ada 3 bahan yang terlibat dalam proses mikroenkapsulasi yaitu :

a. Bahan Inti

Inti adalah bahan spesifik yang akan disalut, dapat berupa cairan,

padatan, atau gas. Komposisi bahan inti dapat bervariasi, misalnya pada bahan

inti cair dapat terdiri dari bahan terdispersi dan atau bahan terlarut. Sedangkan

bahan inti padat dapat berupa zat tunggal atau campuran zat aktif dengan bahan

pembawa lain seperti stabilisator, pengencer, pengisi dan penghambat atau

pemacu pelepasan bahan aktif dan sebagainya.

Selain itu, bahan inti yang digunakan sebaiknya tidak larut atau tidak

bereaksi dengan bahan penyalut dan pelarut yang akan digunakan. Pada sediaan

mikrokapsul yang akan dibuat kali ini menggunakan bahan inti Na-Diklofenak

dalam bentuk padatan.

6

Page 7: BAB I

b. Bahan Penyalut

Penyalut adalah bahan yang digunakan untuk menyelaput inti dengan

tujuan tertentu seperti menutupi rasa dan bau yang tidak enak, perlindungan

terhadap pengaruh lingkungan, meningkatkan stabilitas, pencegahan,

penguapan, kesesuaian dengan bahan inti maupun bahan lain yang

berhubungan proses penyalutan serta sesuai dengan metode mikroenkapsulasi

yang digunakan.

Bahan penyalut harus mampu memberikan suatu lapisan tipis yang

kohesif dengan bahan inti, dapat bercampur secara kimia, tidak bereaksi dengan

inti (bersifat inert), dan mempunyai sifat yang sesuai dengan tujuan penyalutan.

Bahan penyalut yang digunakan adalah bahan penyalut yang tidak larut

dalam air yaitu etil selulosa, dimana sifatnya yang stabil dan juga cost effective

membuat bahan ini digunakan dalam pembuatan sediaan mikrokapsul. Selain

itu Plasticization dari polimer etil seulosa menyebabkan terbentuknya lapisan

film halus dan nonporous disekeliling core kristal Na - Diklofenak.

c. Pelarut

Pelarut adalah bahan yang digunakan untuk melarutkan bahan penyalut

dan mendispersikan bahan inti. Pemilihan pelarut biasanya berdasarkan sifat

kelarutan dari bahan inti atau zat aktif dan bahan penyalut, dimana pelarut yang

digunakan tersebut tidak atau hanya sedikit melarutkan bahan inti tetapi dapat

melarutkan bahan penyalut. Pelarut polar akan melarutkan penyalut polar dan

pelarut nonpolar akan melarutkan penyalut nonpolar .

Pelrut yang digunakan untuk melarutkan Na - Diklofenak sebagai bahan

inti adalah metanol, hal ini dikarenakan sifat dari Na - Diklofenak yang tidak

larut dalam air. Kloroform digunakan sebagai pelarut organik yang mudah

menguap untuk melarutkan etil selulosa. Sedangkan HCl digunakan untuk

melrutkan Na - CMC.

7

Page 8: BAB I

C. Bahan dan Metode Pembuatan

a. Bahan – bahan yang digunakan antara lain : Na - Diklofenak, etil selulosa, Na -

CMC, klorofom, HCl, Metanol, aquabidest.

1) Na - Diklofenak

Natrium Diklofenak merupakan obat yang digunakan untuk mengatasi

nyeri dan radang pada penyakit rematik. Obat ini adalah penghambat

cyclooxygenase yang relatif non selektif dan kuat juga mengurangi

bioavailabilitas arachidonic acid. Obat-obat ini cepat diserap sesudah

pemberian secara oral, tetapi bioavailabilitas sistemiknya antara 30 - 70 %

(Katzung, 2002). Absorpsi Natrium diklofenak melalui saluran cerna

berlangsung cepat dan lengkap, obat ini terikat 99 % pada protein plasma dan

waktu paruh singkat yakni 1 - 3 jam (Anonim, 1995).

2) Na - CMC

Na - CMC merupakan derivate selulosa yang diperoleh dari modifikasi

kimia. zat dengan warna putih atau sedikit kekuningan, tidak berbau dan tidak

berasa, berbentuk granula yang halus atau bubuk yang bersifat higroskopis.

CMC ini mudah larut dalam air panas maupun air dingin. Pada pemanasan

dapat terjadi pengurangan viskositas yang bersifat dapat balik (reversible).

Viskositas larutan CMC dipengaruhi oleh pH larutan, kisaran pH Na - CMC

adalah 5 - 11 sedangkan pH optimum adalah 5, dan jika pH terlalu rendah (<3),

Na - CMC akan mengendap (Tranggono.1991).

Na - CMC akan terdispersi dalam air, kemudian butir - butir Na - CMC

yang bersifat hidrofilik akan menyerap air dan terjadi pembengkakan. Air yang

sebelumnya ada di luar granula dan bebas bergerak, tidak dapat bergerak lagi

dengan bebas sehingga keadaan larutan lebih mantap dan terjadi peningkatan

viskositas (Fennema, Karen and Lund, 1996). Hal ini akan menyebabkan

partikel-partikel terperangkap dalam sistem tersebut dan memperlambat proses

pengendapan karena adanya pengaruh gaya gravitasi.

Menurut Fardiaz, dkk. (1987), ada empat sifat fungsional yang penting

dari Na-CMC yaitu untuk pengental, stabilisator, pembentuk gel dan beberapa

hal sebagai pengemulsi. Didalam sistem emulsi hidrokoloid (Na - CMC) tidak

8

Page 9: BAB I

berfungsi sebagai pengemulsi tetapi lebih sebagai senyawa yang memberikan

kestabilan. Selain itu larutan Na - CMC juga berfungsi sebagai thickening,

adhering, emulsifying, and stabilizing. membrane forming, moisture - holding,

shape - holding, dispersing and anti - enzyme.

3) Etil Selulosa

Etil selulosa merupakan polimer yang tidak larut dalam air. Penggunaan

etil selulosa digunakan sebagai pembentuk dinding mikrokapsul (wall former)

yang dapat menghambat pelepasan Na - Diklofenak. Efek penghambatan

pelepasan Na - Diklofenak dari mikrokapsul diinvestigasi melalui uji dissolusi

in vitro, dibandingkan dengan bentuk murni Na - Diklofenak.

Etil selulosa mempunyai beberapa keuntungan yaitu: etil selulosa sudah

digunakan secara luas sebagai bahan tambahan dalam sediaan oral dan topikal

pada produk farmasi, sifatnya stabil, cost effectiveness, mengurangi resiko

terjadinya dose dumping.

Nama lain dari etil selulosa adalah aquacoat ECD; aqualon; E462;

ethocel; surelease dan nama kimia cellulosa ethyl ether. Rumus molekul

C12H23O6(C12H22O5)n C12H23O5. Banyak fungsi dari etil selulosa yakni sebagai

coating agent; tablet binder; tablet filler; viscosity-increasing agent. Sebagai

sustained-release tablet coating digunakan konsentrasi 3,0 – 20,0% (Dahl,

2005).

Etil-selulosa berbentuk serbuk putih kecoklatan, tidak berbau, tidak

berasa dan bersifat mudah mengalir (free flowing). Tidak larut dalam air,

gliserin, dan propilenglikol.

Etil-selulosa yang mengandung kurang dari 46,5% gugus metoksi slarut

dalam tetrahidrofuran, metil asetat kloroform dan campuran hidrokarbon

aromatic dengan alkohol. Sedangkan etil selulosa yang mengandung 46,5%

atau lebih gugus etoksi larut dalam alkohol, toluene, kloroform, dan metil

asetat.

9

Page 10: BAB I

4) Chloroform

Merupakan pelarut organik yang berfungsi untuk melarutkan polimer etil

selulosa.

5) HCl

Merupakan pelarut polar untuk melarutkan Na-CMC.

6) Metanol

Adalah pelarut yang mudah menguap untuk melarutkan Na-Diklofenak.

b. Metode yang digunakan Secara garis besar metode pemisahan fase koaservasi

terdiri dari tiga tahap, yaitu :

pembentukan tiga fase kimia tidak tercampurkan, penempatan penyalut

polimer cair pada bahan inti, dan pengerasan penyalut.

Pada proses pembentukan tiga fase kimia tidak tercampurkan, fase cairan

pembawa, fase bahan inti, dan fase bahan penyalut. Untuk membentuk ketiga fase,

bahan inti didispersi dalam suatu larutan polimer penyalut, pelarut untuk polimer

merupakan fase cairan pembawa. Fase bahan penyalut, suatu polimer tidak

tercampurkan pada keadaan cair, dibentuk dengan mengubah temperatur cairan

polimer atau dengan penambahan garam.

Proses penempatan penyalut polimer cair pada bahan inti, dengan cara

pencampuran fisik yang terkontrol dari bahan penyalut (selagi cair) dan bahan inti

pada cairan pembawa, penempatan terjadi jika polimer teradsorpsi pada antar

muka yang terbentuk antara bahan inti dan cairan pembawa, dan fenomena

adsorpsi merupakan prasyarat untuk penyalutan efektif. Penempatan yang terus

menerus dari bahan penyalut didahului olah pengurangan dalam seluruh energi

bebas antarmuka dari sistem, terjadi dengan pengurangan luas permukaan bahan

penyalut selama bersatu dengan butiran - butiran polimer cair.

Proses pengerasan penyalut, biasanya dengan teknik panas, ikatan silang

atau teknik desolvasi, untuk membentuk suatu mikrokapsul penahan sendiri.

Pemisahan fase koasevasi dapat terjadi dalam pelarut air dan pelarut organik.

Pelarut air digunakan untuk menyalut inti padat dan inti cair yang tidak larut

10

Page 11: BAB I

dalam air. Ada dua tipe utama ini yaitu koaservasi sederhana dan koaservasi

komplek.

Koaservasi sederhana hanya menggunakan satu macam koloid saja misalnya

gelatin dalam air. Koaservasi ini terjadi dengan cara perpindahan lapisan air dari

sekeliling dispersi koloid akibat penambahan zat yang mempunyai affinitas yang

tinggi terhadap air seperti berbagai alkohol dan garam.

Molekul - molekul polimer yang terhidrasi cenderung untuk berkumpul

dengan molekul polimer lain disekelilingnya dan membentuk koaservat.

Koaservasi komplek menggunakan lebih dari satu macam koloid, biasanya

digunakan gelatin dan akasia dalam air, dan koaservasi terjadi akibat netralisasi

muatan koloid yang berbeda. Netralisasi muatan disertai dengan keluarnya air dari

polimer sehingga terbentuk koaservat.

Untuk formula skala laboratorium : terdiri dari Na - Diklofenak, Etil

selulosa, Na - CMC, Chloroform, HCl 0,1 N, Metanol. Rasio perbandingan antara

inti dan penyalut pada masing - masing formula adalah 1:1. Sedangkan banyaknya

etil selulosa yang dilarutkan dalam 25 ml kloroform pada formula adalah 1

gram.Core material yaitu Na - Diklofenak pada formula adalah 1 gram. Larutan

HCl 0,1 N sebanyak 100 ml berisi 1% Na - CMC.

D. Keuntungan dan kerugian mikroenkapsulasi

a. Keuntungan

1) Dengan adanya lapisan dinding polimer, zat inti akan terlindungi dari

pengaruh lingkung luar

2) Mikroenkapsulasi dapat mencegah perubahan warna dan bau serta dapat

menjaga stabilitas zat inti yang dipertahankan dalam jangka waktu yang

lama.

3) Dapat dicampur dengan komponen lain yang berinteraksi dengan zat ini.

11

Page 12: BAB I

b. Kerugian

1) Adakalanya penyalutan bahan inti oleh polimer kurang sempurna atau

tidak merata sehingga akan mempengaruhi pelepasan zat inti dari

mikrokapsul

2) Dibutuhkan teknoligi mikroenkapsulasi

3) Harus dilakukan pemilihan polimer penyalut dan pelarut yang sesuai

dengan bahan inti agar diperoleh hasil mikrokapsul yang baik

E. Tujuan Mikroenkapsulasi

Proses mikroenkapsulasi memiliki tujuan yaitu

a. Mengubah bentuk cairan menjadi padatan

b. Melindungi inti dari pengaruh lingkungan

c. Memperbaiki aliran serbuk

d. Menutupi rasa dan bau yang tidak enak

e. Menyatukan zat-zat yang tidak tersatukan secara fisika dan kimia

f. Menurunkan sifat iritasi inti terhadap saluran cerna

g. Mengatur pelepasan bahan inti

h. Memperbaiki stabilitas bahan inti

i. Sensitif terhadap cahaya

j. Mengatur pelepasan bahan aktif

k. Oksidasi dan pemanasan

F. Faktor - Faktor yang mempengaruhi Keberhasilan Proses Mikroenkapsulasi

Faktor - faktor yang menpengaruhi keberhasilan mikroenkapsulasi antara

lain sifat fisikokimia bahan inti atau zat aktif, bahan penyalut yang digunakan,

tahap proses mikroenkapsulasi, sifat dan struktur dinding mikrokapsul serta

kondisi pembuatan (basa atau kering).

G. Sifat Zat Aktif untuk Mikrokapsul

Zat aktif yang dapat dibuat dalam system mikrokapsul dapat berupa zat

padat, cair ataupun gas, dengan ukuran partikel yang kecil. Sifat-sifat zat aktif dari

system mikroenkapsulasi tergantung dari tujuan mikroenkapsulasi tersebut.

12

Page 13: BAB I

H. Metode Pembuatan Mikrokapsul

Metode pembuatan mikrokapsul cukup beragam diantaranya adalah

koaservasi pemisahan fase, semprot kering semprot beku, penguapan pelarut,

suspense udara, proses multi lubang sentrifugal, penyalutan di dalam panci,

polimerisasi. Dalam pembuatan formula kami memakai metode koaservasi

pemisahan fasa.

I. Mekanisme Pelepasan Obat Pelepasan dari Mikrokapsul

Obat dari mikrokapsul yaitu melaui proses difusi melewati lapisan polimer,

erosi dari lapisan polimer atau melalui kombinasi dari kombinasi erosi dan difusi.

Umumnya obat yang dibuat dengan cara ini lebih banyak dilepaskan melalui

difusi membrane. Cairan dari saluran pencernaan berdifusi melalui membrane ke

dalam sel, kemudian obat akan melalui difusi pasif dari larutan konsentrasi tinggi

di dalam sel kapsul melalui membrane ketempat konsentrasi rendah pada cairan

saluran pencernaan. Jadi kecepatan pelepasan obat ditentukan oleh difusi obat

oleh membran.

J. Evaluasi Mikrokapsul

Evaluasi yang dilakukan pada mikrokapsul meliputi pemeriksaan morfologi

mikrokapsul, pengukuran partikel, berat mikrokapsul yang diperoleh, pengukuran

kadar air, penentuan kandungan zat inti, penentuan persentase zat inti yang

tersalut dan uji pelepasan invitro.

a. Pemeriksaan morfologi mikrokapsul :

Pemeriksaan morfologi mikrokapsul dengan menggunakan scanning electron

microscopy untuk mengetahui sifat pelepasan obat, karakteristik permukaan

dan adanya pori-pori pada permukaan mikrikapsul.

b. Pengukuran partikel :

Pengukuran partikel dievaluasi dengan menggunakan particle size analyzer.

c. Berat mikrokapsul yang diperoleh :

Berat mikrokapsul yang diperoleh ditimbang dengan menggunakan timbangan

analitik.

13

Page 14: BAB I

d. Penetapan kadar air :

Mikrokapsul diukur kadar airnya menggunakan pengukur kadar lembab

(moisture balance).

e. Penetapan Kandungan zat aktif :

Dilakukan untuk mengetahui banyaknya zat aktif yang dapat terkapsulasi

dan efisiensi metode yang digunakan mikrokapsul dapat mengandung bahan

inti sampai 99% dihitung terhadap berat mikrokapsul, metode yang digunakan

tergantung dari kelarutan bahan penyalut dan bahan inti.

14

Page 15: BAB I

BAB III

PEMBAHASAN

A. Hasil Formula

Hasil Formula dari tinjauan diatas diperoleh sebagai berikut:

Sampel

Formulasi A

Formulasi B

( disolusi = asam klorida )

(T =120 menit ) ( T= 45 menit )

F1 F2 F3 F4 F1 F2 F3 F4 F1 F2 F3 F4

Natrium Diklofenak

1 1 1 1

51,93%, 34,56% 31,13% 29,35

%

46,55% 56,24% 56,19% 55,83%Eudragit L 100

1,125 1,25 1,5

1,75.

1. Pada pembuatan formula mikrokapsul dengan mengoptimasinya berfungsi

untuk mengetahui pengaruh emulsifikasi terhadap bentuk dan permukaan

mikrokapsul. Dilakukan berbagai kecepatan pengadukan sehingga pada

pembuatan formula mikrokapsul ini menggunakan kecepatan 500 rpm.

Formula yang diperoleh adalah perbandingan natrium diklofenak dan Eudragit

L 100 1: 1,125; 1:1,25; 1:1,5; 1:1,75.

2. jumlah natrium diklofenak yang terdisolusi pada asam klorida 0,1 N dari

formula I, II, III, IV pada menit 120 adalah 51,93%, 34,56%, 31,13%, dan

29,35% sedangkan pada medium dapar fosfat pH 6,8 dari formula I, II, III, IV,

pada menit 45 adalah 48,55%, 56,24%, 56,19%, dan 55,83% .Dari hasil

disolusi dapat disimpulkan bahwa peningkatan konsentrasi Eudragit L 100

dapat menurunkan pelepasan obat.

3. F1 memiliki persentase zat yang terserap lebih besar dibandingkan F2, F3, dan

F4. Karena komposisi Eudragit L yang digunakan lebih sedikit sehingga obat

lebih cepat dapat dikurangi dan penyerapannya lebih maksimal. Jadi dapat

disimpulkan bahwa formulasi yang terbaik dengan zat aktif Natrium

15

Page 16: BAB I

diklofenak menggunakan metode pembuatan mikrokapsul dengan metode

koaservasi pemisahan fasa adalah formula 1.

B. Evaluasi Sediaan

1) Pemeriksaan Bentuk dan Morfologi Mikrokapsul

Bentuk dan morfologi permukaan mikrokapsul diamati dengan scanning

electron microscopy (SEM). Struktur dan ukuran mikrokapsul bergantung dari

metode pembuatan, jenis bahan inti, dan polimer yang digunakan dalam proses

mikroenkapsulasi.

2) Distribusi Ukuran Partikel Mikrokapsul

Pada umumnya mikrokapsul biasanya memiliki rentang ukuran partikel

antara 5 – 5000 μm. Ketebalan dinding biasanya berkisar antara 0,2 μm tetapi

biasanya lebih dari 10 μm, metode penguapan pelarut biasanya menghasilkan

mikrokapsul dengan rentang ukuran 1-5000 μm(Lachman, 1994).

Ukuran dari mikrokapsul pada setiap batch ditentukan dengan sieve

analysis Menggunakan suatu seri ayakan standar (10,22,44,52,60) yang

dikalibrasi oleh The National standars. Ayakan umumnya digunakan untuk

memilih partikel-partikel yang lebih kasar, tetapi jika digunakan sangat hati-

hati, ayakan-ayakan tersebut dapat digunakan untuk mengayak bahan sampai

sehalus 44 μm. Untuk menguji kehalusan serbuk suatu sampel tertentu ditaruh

suatu ayakan yang cocok dan digoyangkan secara mekanik. Serbuk tersebut

digoyangkan selama waktu tertentu dan bahan yang yang melalui satu ayakan

ditahan oleh ayakan berikutnya yang lebih halus kemudian dikumpulkan dan

ditimbang.

3) Penentuan Kandungan Zat Aktif

Penentuan kandungan obat mikrokapsul dilakukan untuk mengetahui

banyaknya zat aktif yang dapat terkapsulasi. Metode yang digunakan

tergantung dari kelarutan bahan penyalut dan bahan inti. Karena bahan inti dan

bahan penyalut larut dalam pelarut bukan air, maka penentuan kandungan

mikrokapsul dilakukan dengan melarutkan mikrokapsul dalam pelarut organik

16

Page 17: BAB I

yang sesuai dan kadar obat kemudian ditentukan dengan metode analitik yang

sesuai.

4) Penentuan Faktor Perolehan Kembali Proses

Faktor perolehan kembali proses dilakukan untuk mengetahui efisiensi

metode yang digunakan. Faktor perolehan kembali proses dapat ditentukan

dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

Wp = Wm  x 100%                Wt

Keterangan :    Wp : Faktor perolehan kembali proses.

Wm : Bobot mikrokapsul yang diperoleh.

                              Wt : Bobot bahan pembentuk mikrokapsul.

5) Uji Disolusi

Laju disolusi adalah jumlah bahan padat yang terlarut pada setiap waktu

tertentu. Proses disolusi zat aktif ini sangat berpengaruh terhadap kecepatan

dan besarnya ketersediaan zat aktif dalam tubuh dan selanjutnya akan

mempengaruhi respon klinis yang akan dihasilkan oleh suatu sediaan. Untuk

obat yang kelarutannya sangat kecil, laju disolusi menentukan proses absorpsi

obat pada saluran cerna.

Uji disolusi in vitro ini dilakukan untuk mengukur laju dan jumlah

pelarutan obat dalam suatu medium dengan adanya satu atau lebih bahan

tambahan yang terkandung dalam produk obat.

Noyes dan Whitney menggambarkan proses disolusi bahan padat dimulai

dengan pelarutan bahan pada permukaan partikel zat aktif, yang membentuk

larutan jernih di sekeliling partikel.

Obat yang terlarut dalam larutan jernih diasumsikan sebagai ” Stagnant

Layer” atau lapisan tetap rendah. Adapun persamaan yang menggambarkan

kecepatan disolusi adalah : dc/dt = DS/h (Cs-C)

Keterangan :    dc/dt : Laju disolusi

                  D : Koefisien difusi.

                  S : Luas permukaan obat.

                  h : Tebal lapisan difusi. 

17

Page 18: BAB I

                  Cs : Konsentrasi larutan jenuh.

                  C : Konsentrasi zat terlarut dalam larutan induk.

Faktor-faktor yang mempengaruhi proses disolusi antara lain :

a. Faktor fisikokimia

Sifat fisika-kimia partikel obat mempunyai pengaruh yang sangat

besar. Luas permukaan efektif obat dapat diperbesar dengan memperkecil

ukuran partikel obat, semakin kecil ukuran partikel obat maka luas

permukaan akan semakin besar, sehingga akan menaikkan kecepatan

disolusi. Kelarutan obat dalam air juga mempengaruhi laju pelarutan.

Kelarutan obat dapat ditingkatkan dengan beberapa cara antara lain

pembentukan garam, perubahan senyawa kompleks, pengubahan bentuk

kristal menjadi bentuk amorf yang lebih mudah larut, atau penambahan

bahan - bahan tertentu.

b. Faktor formulasi

Berbagai bahan tambahan dalam produk obat yang bertujuan

memperbaiki bentuk dan efek terapeutik dapat mempengaruhi kecepatan

pelarutan obat, seperti bahan pengisi, penghancur, pelicin dan pengikat.

c. Faktor yang berkaitan dengan peralatan disolusi

Faktor ini meliputi tipe, kecepatan, pengadukan, komposisi medium

dan volume medium.

Uji disolusi sediaan mikrokapsul Na-Diklofenak menggunakan uji

disolusi tipe 2 (metode keranjang) USP XXII. 100 mg sample, 900 ml

medium disolusi, buffer posfat pH 7,4 pada suhu 37°±5°C dilakukan

pengadukan dengan kecepatan 50 rpm. 5 ml larutan di sampling pada

interval waktu 0,25; 0,5; 0,75; 1; 2; 3; 4; 5; 6; 7; 8; 9; dan 10. Untuk

menjaga agar volume konstan maka sejumlah 5 ml aquabidest

ditambahkan untuk menggantikan volume sample yang di sampling.

Absorbansi sample dikur pada λ285 nm dengan menggunakan blanko

buffer posfat pH 7,4. Hasil dari studi pelepasan obat secara in vitro ini

kemudian di hitung dan dibuat grafik % kumulatif dari pelepasan obat Vs

waktu.

18

Page 19: BAB I

BAB IV

PENUTUP

I. Kesimpulan

Pada pembuatan formula mikrokapsul dengan mengoptimasinya berfungsi untuk

mengetahui pengaruh emulsifikasi terhadap bentuk dan permukaan mikrokapsul.

Setelah dilakukan berbagai kecepatan pengadukan sehingga pada pembuatan

formula mikrokapsul ini menggunakan kecepatan 500 rpm. Formula yang

diperoleh adalah perbandingan natrium diklofenak dan Eudragit L 100 1: 1,125;

1:1,25; 1:1,5; 1:1,75.

Jumlah natrium diklofenak yang terdisolusi pada asam klorida 0,1 N dari

formula I, II, III, IV pada menit 120 adalah 51,93%, 34,56%, 31,13%, dan 29,35%

sedangkan pada medium dapar fosfat pH 6,8 dari formula I, II, III, IV, pada menit

45 adalah 48,55%, 56,24%, 56,19%, dan 55,83% .Dari hasil disolusi dapat

disimpulkan bahwa peningkatan konsentrasi Eudragit L 100 dapat menurunkan

pelepasan obat.

F1 memiliki persentase zat yang terserap lebih besar dibandingkan F2, F3, dan

F4. Karena komposisi Eudragit L yang digunakan lebih sedikit sehingga obat

lebih cepat dapat dikurangi dan penyerapannya lebih maksimal. Jadi dapat

disimpulkan bahwa formulasi yang terbaik dengan zat aktif Natrium diklofenak

menggunakan metode pembuatan mikrokapsul dengan metode koaservasi

pemisahan fasa adalah formula 1.

II. Saran

1. Disarankan pada mahasiswa dan mahasiswi selanjutnya untuk lebih memahami

pembuatan formula mikrokapsul dengan metode koaservasi pemisahan fasa.

19

Page 20: BAB I

DAFTAR PUSTAKA

1. Anonim. 1979. Farmakope Indonesia. Edisi ketiga. Departemen Kesehatan

Republik Indonesia. Jakarta.

2. Anonim. 1995. Farmakope Indonesia. Edisi keempat. Departemen Kesehatan

Republik Indonesia, Jakarta.

3. Anonim. 2004. Specifications and test methods for Eudragit L 100 and Eudragit

S100. Degussa

4. Anjani K., K. Kailasapathy, dan M. Philips. 2007. Microencapsulation of

enzymes for potential application in acceleration of cheese ripening,

International Dairy Journal, 17, 79-86.

5. lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20285726-S856-Preparasi%20dan.pdf

20