BAB I

9
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia pernah memiliki sistem pemerintahan berupa demokrasi parlementer serta demokrasi terpimpin. Demokrasi parlementer terjadi selama tujuh masa kabinet yang berbeda, pada masa-masa tersebut kinerja kabinet sering mengalami deadlock (situasi antar dua pihak atau lebih, saling tunggu- menunggu dalam menyelesaikan suatu masalah, sehingga masalah tersebut tidak terselesaikan) dan ditentang oleh parlemen. Demokrasi terpimpin dimulai pada tanggal 6 Juli 1959 sampai dengan tanggal 1 Maret 1966. Demokrasi parlementer adalah sebuah sistem pemerintahan di mana parlemen memiliki peran penting dalam pemerintahan. Parlemen memiliki peran penting seperti memiliki hak/wewenang untuk mengangkat dan menurunkun perdana menteri, selain itu parlemen juga dapat menjatuhkan pemerintahan dengan cara mengeluatkan suatu mosi tidak percaya. Demokrasi terpimpin adalah istilah untuk sebuah pemerintahan demokrasi dengan peningkatan otokrasi (suatu bentuk pemerintahan yang kekuasaan politiknya dipimpin oleh satu orang, seperti raja). Pemerintahan negara dilegitimasi oleh pemilihan umum yang meskipun bebas dan adil digunakan oleh pemerintah untuk melanjutkan kebijakan-kebijakan dan tujuan yang sama. Dengan kata lain, pemerintah belajar mengendalikan pemilihan umum, sehingga pemilih dapat

description

BAB IBAB IBAB IBAB IBAB IBAB IBAB IBAB IBAB IBAB IBAB IBAB IBAB IBAB IBAB IBAB IBAB IBAB IBAB I

Transcript of BAB I

Page 1: BAB I

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Indonesia pernah memiliki sistem pemerintahan berupa demokrasi parlementer serta

demokrasi terpimpin. Demokrasi parlementer terjadi selama tujuh masa kabinet yang

berbeda, pada masa-masa tersebut kinerja kabinet sering mengalami deadlock (situasi antar

dua pihak atau lebih, saling tunggu-menunggu dalam menyelesaikan suatu masalah, sehingga

masalah tersebut tidak terselesaikan) dan ditentang oleh parlemen. Demokrasi terpimpin

dimulai pada tanggal 6 Juli 1959 sampai dengan tanggal 1 Maret 1966.

Demokrasi parlementer adalah sebuah sistem pemerintahan di mana parlemen memiliki

peran penting dalam pemerintahan. Parlemen memiliki peran penting seperti memiliki

hak/wewenang untuk mengangkat dan menurunkun perdana menteri, selain itu parlemen juga

dapat menjatuhkan pemerintahan dengan cara mengeluatkan suatu mosi tidak percaya.

Demokrasi terpimpin adalah istilah untuk sebuah pemerintahan demokrasi dengan

peningkatan otokrasi (suatu bentuk pemerintahan yang kekuasaan politiknya dipimpin oleh

satu orang, seperti raja). Pemerintahan negara dilegitimasi oleh pemilihan umum yang

meskipun bebas dan adil digunakan oleh pemerintah untuk melanjutkan kebijakan-kebijakan

dan tujuan yang sama. Dengan kata lain, pemerintah belajar mengendalikan pemilihan umum,

sehingga pemilih dapat melaksanakan semua hak-haknya tanpa banyak mengubah atau

mempengaruhi kebijakan umum yang telah diputuskan.

Kedua sistem pemerintahan yang pernah dianut Indonesia, sistem demokrasi

parlementer dan demokrasi terpimpin mempengaruhi kondisi politik, ekonomi, sosial dan

kebudayaan Indonesia, seperti halnya dalam bidang kebudayaan munculnya organisasi-

organisasi kewanitaan di Indonesia. Berdasarkan kondisi tersebut penulis menulis makalah

untuk membandingkan kondisi politik dan ekonomi pada masa demokrasi parlementer dan

demokrasi terpimpin.

1.2. Rumusan Masalah

Penulis merumuskan beberapa masalah yang berhubungan dengan masalah yang

ditulisnya. Adapun masalah yang telah dirumuskan oleh penulis adalah sebagai berikut:

1.      Apa perbedaan antara sistem pemerintahan demokrasi parlementer dan demokrasi terpimpin?

Page 2: BAB I

2.      Apa perbedaan kondisi politik di Indonesia saat masa demokrasi parlementer dan demokrasi

terpimpin?

3.      Apa perbedaan kondisi ekonomi di Indonesia saat masa demokrasi parlementer dan

demokrasi terpimpin?

1.3. Batasan Masalah

Keterbatasan waktu dan pengetahuan membuat penulis menghadapi kesulitan, sehingga

penulis membatasai masalah yang akan dibahas di dalam makalah ini. Masalah-masalah yang

akan dibahas antara lain:

1.      Apa perbedaan kondisi politik di Indonesia saat masa demokrasi parlementer dan demokrasi

terpimpin?

2.      Apa perbedaan kondisi ekonomi di Indonesia saat masa demokrasi parlementer dan

demokrasi terpimpin?

1.4. Tujuan Penulisan

Makalah yang ditulis oleh penulis memiliki beberapa tujuan yang ingin dicapai. Tujuan

yang ingin dicapai oleh penulis antara lain:

1.      Mengetahui perbedaan kondisi politik di Indonesia saat masa demokrasi parlementer dan

demokrasi terpimpin.

2.      Mengetahui perbedaan kondisi ekonomi di Indonesia saat masa demokrasi parlementer dan

demokrasi terpimpin.

1.5.Manfaat Penulisan

Makalah yang ditulis oleh penulis memiliki beberapa manfaat yang dapat dirasakan oleh

para pembaca, seperti pelajar dan pemerintah. Adapun manfaat yang dapat diterima oleh para

pembaca dari makalah ini yaitu:

1.      Mengetahui sejarah sistem pemerintahan Indonesia.

2.      Mengetahui kelebihan serta kekurangan tiap sistem pemerintahan, sehingga dapat

menghindari kesalahan yang sama.

3.      Mengetahui sistem pemerintahan yang lebih sesuai dengan kondisi dan kebudayaan

Indonesia.

Diposkan oleh Leny Saputra di 00.59 Tidak ada komentar: Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook

Page 3: BAB I

Lalu...

BAB II

PEMBAHASAN

Indonesia pernah menerapkan beberapa sistem pemerintahan, dua diantaranya adalah

sistem pemerintahan demokrasi parlementer serta demokrasi terpimpin. Sistem pemerintahan

demokrasi parlementer atau yang juga disebut sebagai demokrasi liberal terjadi selama tujuh

masa kabinet yang berbeda, dimulai pada tahun 1950, tepatnya pada tanggal 6 September

1950 pada masa kabinet Natsir sampai dengan pertengahan tahun 1559, 10 Juli 1959 pada

masa kabinet Djuanda atau yang uga dikenal sebagai Kabinet karya).

Demokrasi terpimpin/demokrasi presidensial dimulai pada tanggal 6 Juli 1959 sampai

dengan tanggal 1 Maret 1966. Demokrasi terpimpin dimulai sejak Dektrit Presisden tanggal 9

Juli 1959 diumumkan oleh presiden Soekarno. Dektrit Presiden 9 Juli 1959 berisikan:

1.      Pembubaran Konstituante.

2.      Tidak berlakunya UUDS 1950, dan berlakunya kembali UUD 1945 sebagai UUD resmi

Negara Repubik Indonesia.

3.      Pembentukan MPRS dan DPAS dalam tempo secepatnya.

Pemberlakuan Dektrit Presiden 9 Juli 1959 menandakan berakhirnya sistem demokrasi

parlementer dan digantikan dengan sistem demokrasi presidensial. Selain itu, Dektrit

Presiden 9 Juli 1959 juga menandakan berakhirnya tugas konstituante selama tiga tahun gagal

merancang UUD yang baru untuk menggantikan UUDS.

Kondisi politik di Indonesia pada masa demokrasi parlementer tidaklah stabil,

pertentangan dan pemberontakan banyak terjadi. Hal ini disebabkan jumlah partai politik

dengan idealisme yang berbeda semakin banyak, sehingga menimbulkan faksi-faksi pada

pemerintahan. Kondisi politik yang tidak stabil dapat dilihat dari hasil kerja kabinet yang

tidak maksimal, contohnya pada masa kabinet Natsir yang memiliki lima program kerja dan

yang tercapai hanya dua, yaitu meningkatkan keamanan dan ketertiban dengan tergabungnya

Indonesia dalam PBB dan memetakan politik luar negeri yang bebas aktif, serta

memperjuangkan wilayah Irian Barat dengan cara berunding dengan Belanda. Pada tiap

kabinet program kerja yang selau ada dan tidak pernah tercapai adalah program untuk

memperjuangkan pembebasan Irian Barat. Selain kondisi politik yang tidak stabil, kondisi di

Page 4: BAB I

dalam konstituante juga tidak mendukung tercapainya kesepakatan dalam membuat Undang-

Undang Dasar yang baru. Ketidaksepakatan di dalam konstituante terjadi karena ada tiga

kubu yang memiliki pendapat yang memiliki berten-tangan, ketiga pilar yang ada di dalam

badan konstituante antara lain partai Islam (Nadratul Ulama/NU), partai Nasionalis (Partai

Nasionalis Indonesia/PNI), dan partai Komunis (Partai Komunis Indonesia/PKI).

Kondisi ekonomi di Indonesia pada masa demokrasi parlementer sempat mengalami

beberapa perubahan kebijakan. Perubahan kebijakan dimulai pada masa Kabinet Sukiman.

Perubahan yang dilakukan ialah menasionalisasi de Javasche Bank menjadi Bank Indonesia,

membentuk Bank Negara Indonesia (BNI), memberlakukan Oeang Repoeblik Indonesia atau

yang disebut ORI, serta mengajak rakyat Indonesia untuk menabung di bank. Keputusan-

keputusan yang diambil memberikan dampak yang baik dan meningkatkan dan

memperlancar kondisi perekonomian negara. Selain kebijakan di atas, pada masa Kabinet Ali

II, presiden Soekarno menandatangani UU Pembatalan Konferensi Meja Bundar (KMB) pada

tanggal 3 Mei 1956 dan mengakibatkan seluruh perusahaan Belanda berpindah ke tangan

pengusaha nonpribumi (tionghoa), sayangnya berdampak pada munculnya kondisi sosial

yang timpang. Untuk mengatasi masalah tersebut, pada tanggal 19 Maret 1956 dikeluarkan

sebuah kebijakan yang dinamakan Gerakan Assaat oleh Kongres Nasional Importir

Indonesia. Gerakan Assaat mendorong pemerintah untuk mengeluarkan peraturan untuk

melindungi pengusaha pribumi.

Pada masa demokrasi terpimpin, kondisi politik menjadi lebih terkontrol. Pembubaran

kabinet digantikan dengan Kabinet Ketja, dengan presiden Soekarno sebagai perdana menteri

dan Ir. Djuanda sebagai wakilnya. Sistem kabinet yang sebelumya menganut sistem kabinet

parlementer menjadi sistem kabinet presidensial. Program kerja kabinet yang disusun oleh

presiden Soekarno meliputi keamanan dalam negeri, pembebasan Irian Barat, dan

peningkatan produksi sandang pangan. Presiden juga menetapkan bahwa semua lembaga

negara harus berasal dari aliran NASAKOM (nasionalis, agama, dan komunis) dan anggota

MPRS (Majelis Perwakilan Rakyat Sementara) akan ditunjuk dan diangkat oleh presiden

Soekarno dengan syarat orag tersebut menyetujui kembali UUD 1945, menyetujui

perjuanganan Republik Indonesia, dan menyetujui Manifesto Politik. Selain membentu

MPRS, presiden Soekarno juga membentuk Dewan Pertimbangan Agung (DPA), Dewan

Perancangan Nasional (DEPERNAS), dan Front Nasional. Pada upacara Peringatan Hari

Proklamasi 17 Agustus 1959, Soekarno mengucapkan pidatinya yang berjudul “Penemuan

Kembali Revolusi Kita” yang berisikan penjelasan dan pertanggungjawaban atas Dektrit

Presiden 5 Juli 1959 serta garis kebijaksanaan presiden Soekarno dalam mencanangkan

Page 5: BAB I

demokrasi terpimpin. Pada September 1959, DPA dalam sidangnya menyarankan presiden

Soekarno untuk menjadikan pidato “Penemuan Kembali Revolusi Kita” sebagai Garis-garis

Besar Haluan Negara (GBHN) dengan nama Manifesto Politik Republik Indonesia

(MANIPOL) dan MANIPOL ditetapkan sebagai GBHN pada tahun 1960. Pada 6 Maret

1960, MPR hasil Pemilu tahun 1955 dibubarkan dan digantikan dengan DPR-GR (Dewan

Perwakilan Rakyat Gotong Royong) yang dibentuk pada tanggal 24 Juni 1960. Tugas DPR-

GR adalah melaksanakan MANIPOL dan merealisasikan Amanat Penderitaan Rakyat

(AMPERA). Beberapa kebijakan Seokarno yang memiliki tujuan yang mulia pada akhirnya

menyerang dan menjatuhkan kondisi politik Indonesia, contohnya kebijakan NASAKOM

yang bertujuan untuk menyatukan seluruh lembaga negara dijadikan PKI sebagai salah satu

jalan untuk mengambil alih kekuasaan Indonesia.

Kondisi ekonomi pada masa demokrasi terpimpin menurun. Hal ini disebabkan

diberlakukannya “Sistem Lisensi” yang mengharuskan seseorang memiliki/mendapatkan

lisensi atau izin khususi pemerintah untuk melaksanakan kegiatan perekonomian, terutama

impor. Pada tanggal 23 Maret 1963, Soekarno mengumumkan Deklarasi Ekomoni atau yang

juga dikenal sebagai DEKON untuk membuat peraturan mengenai ekspor-impor dan masalah

penetapan harga, sayangnya DEKON tidak berdampak banyak. Keadaan ekonomi di

Indonesia semakin memburuk sehingga terjadi inflasi yang sangat tinggi pada tahun 1959,

sehingga dikeluarkan beberapa kebijakan ekonomi seperti devaluasi pecahan mata uang

rupiah Rp. 1000 menjadi Rp. 100 dan Rp. 500 menjadi Rp. 50; membekukan simpanan uang

di bank seluruh Indonesia. Kondisi perekonomian Indonesia terus menurun, hal ini

disebabkan oleh banyak faktor salah satu yang paling mempengaruhi adalah diberlakukan

beberapa kebijakan yang didasarkan pada kebijakan-kebijakan presiden dan kebijakan yang

didasari oleh undang-undang. Kondisi perekonomian Indonesia terus mengalami kemunduran

hingga tahun 1966.

Diposkan oleh Leny Saputra di 00.57 2 komentar: Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook

Akhirnya...

BAB III

PENUTUP

1.1. Kesimpulan

Page 6: BAB I

Berdasarkan kondisi politik Indonesia pada masa demokrasi parlementer dan demokrasi

terpimpin, kondisi politik pada masa demokrasi terpimpin lebih stabil. Hal ini dapat

disebabkan pertukaran pejabat lebih sedikit, sehingga para pejabat mendapat kesempatan

serta waktu yang cukup untuk melaksanakan program kerja yang telah direncanakan.

Hasil yang berbeda didapatkan dari sisi ekonomi. Pada masa demokrasi parlementer

kondisi ekonomi lebih stabil dibanding kondisi ekonomi pada masa demokrasi terpinpin. Hal

ini dapat disebabkan perkembangan para pengusaha terhambat, karena harus memiliki lisensi

sebelum dapat menjalankan kegiatan perekonomian ketika “Sistem Lisensi” dilangsungkan.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa kondisi politik Indonesia pada masa demokrasi

terpimpin lebih baik dan stabil, karena kegiatan kepolitikan dapat diawasi secara langsung

dan tidak terjadi banyak perubahan dalam kabinet yang berlaku, sedangkan kondisi

perekonomian pada masa demokrasi parlementer lebih baik dan stabil, sebab demokrasi

parlementer menganut sistem liberal yang memberikan kebebasan dan kesempatan bagi para

pengusaha untuk mengembangkan kreativitas dan persaingan yang memacu berkembangnya

perekonomian suatu negara.

1.2. Saran

Saran yang dapat penulis berikan bagi pemerintah ialah memberikan kesempatan yang

sama bagi tiap lapisan masyarakat untuk mengembangkan potensinya dalam berbagai hal,

teutama dalam bidang kewirausahaan, sehingga dapat meningkatkan kondisi perekonomian.

Pemerintah juga memberikan perhatian dan disiplin yang lebih kepada para pejabat

pemerintahan, sehingga jumlah penyimpangan maupun pelanggaran yang dilakukan oleh para

pejabat, seperti korupsi, kolusi dan nepotisme berkurang bahkan menghilang.