BAB I
-
Upload
taufik-akmal -
Category
Documents
-
view
11 -
download
6
Transcript of BAB I
BAB I
PENDAHULUAN
Partisipasi merupakan sistem yang berkembang dalam sistem politik
modern. Penyediaan ruang publik atau adanya partisipasi masyarakat merupakan
tuntutan yang mutlak sebagai upaya demokratisasi. Masyarakat sudah semakin
sadar akan hak-hak politiknya. Pembuatan peraturan perundang-undangan, tidak
lagi semata-mata menjadi wilayah dominasi birokrat dan parlemen. Meskipun
partisipasi masyarakat ini terlalu ideal dan bukan jaminan bahwa suatu undang-
undang yang dihasilkannya akan dapat berlaku efektif di masyarakat, tetapi
setidak-tidaknya langkah partisipatif yang ditempuh oleh lembaga legislatif dalam
setiap pembentukan undang-undang, diharapkan dapat lebih mendorong
masyarakat dalam menerima hadirnya suatu undang-undang. Keberadaan
partisipasi masyarakat dalam proses pembentukan UU sangat penting dalam
mencegah terjadinya penyalahgunaan kekuasaan melalui perangkat UU.
Partisipasi politik merupakan hal utama dalam masyarakat desa yang
berhubungan dengan pemerintah. Partisipasi politik bukan sekedar keterlibatan
masyarakat dalam pemilihan kepala desa dan BPD, tetapi juga partisipasi politik
dalam kehidupan sehari-hari yang berurusan dengan pembangunan. Partisipasi
politik adalah keterlibatan secara terbuka dan keikutsertaan. Pembangunan desa
harus dilakukan secara terencana dengan baik dan harus menyentuh kebutuhan riil
masyarakat desa, sehingga pembangunan yang dilakukan di kawasan perdesaan
dapat menyentuh keinginan-keinginan masyarakat dan tidak melenceng dari
kebutuhan riil masyarakat. Keterlibatan berarti memberi ruang bagi siapa saja
untuk terlibat dalam proses politik, terutama kelompok-kelompok masyarakat
miskin, kelompok tani/nelayan, perempuan, dan kelompok-kelompok marginal
lainnya. Dalam perencanaan pembangunan, partisipasi politik masyarakat dapat
dilihat dari proses pembuatan keputusan dalam Musyawarah perencanaan
pembangunan. Proses ini tidak semata di dominasi oleh elite-elite desa
Pemerintah Desa, BPD, Pengurus RT maupun Pemuka masyarakat, melainkan
juga melibatkan unsur-unsur lain.
Dari sisi proses pembentukan kebijakan perencanaan pembangunan desa,
keterlibatan masyarakat dalam perencanaan pembangunan, sangat dipengaruhi
oleh 3 faktor yeng menurut Arnstein dalam Efriza (2012:193), yaitu: Komunikasi
politik, kesadaran politik, dan pengetahuan masyarakat tentang pengambilan
keputusan. Hal menarik yang didapat pada kondisi perencanaan pembangunan di
desa Kuma Selatan, yaitu keterlibatan masyarakat dalam forum perencanaan
pembangunan masih rendah, hal ini disebabkan karena: kurangnya sosialisasi dari
pemerintah desa untuk menyelenggarakan musbangdus, dan murenbang desa
sehingga masih ada masyarakat yang tidak tahu bahwa akan diselenggarakan
penggalian aspirasi. Bukan hanya itu tetapi masih ada juga masyarakat yang
kurang paham tentang pentingnya ikut telibat dalam perencanaan pembangunan,
dan masih terdapat masyarakat yang bersikap apatis atau tidak mau tahu tentang
perencanaan pembangunan didesa.
Sementara di lain pihak, hasil-hasil perencanaan yang merupakan
representasi aspirasi masyarakat, masih kurang mendapat tempat dalam
pembagian alokasi anggaran pembangunan. Ketimpangan tersebut tidak hanya
memunculkan persoalan manajerial perencanaan saja, tetapi lebih jauh dari itu,
telah muncul anggapan bahwa pengalokasian anggaran pembangunan daerah
kurang mampu mengakomodir kepentingan dan aspirasi masyarakat yang ada di
desa. Partisipasi politik masyarakat desa dalam memberikan aspirasi mereka
sebagai bentuk kepedulian mereka dalam pembangunan desa seakan tak berarti,
hal ini disebabkan karena perencanaan dan pengalokasian dana yang
diselenggarakan dari atas kebawah (top down planning) terkadang tidak efektif.
Kendala- kendala diatas membuat partisipasi politik masyarakat dalam
perencanaan pembangunan menjadi masih rendah.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Partisipasi Masyarakat
Dalam kamus bahasa Indonesia, partisipasi adalah keikutsertaan
seseorang dalam suatu kegiatan atau turut berperan atau peran serta. Menurut Dr.
Made Pidarta, partisipasi adalah keteterlibatan seseorang atau beberapa orang
dalam suatu kegiatan. Keterlibatan dapat berupa keterlibatan mental dan emosi
serta fisik dalam menggunakan segala kemampuan yang dimilikinya (berinisiatif)
dalam segala kegiatan yang dilaksanakan serta mendukung pencapaian tujuan dan
tanggung jawab atas segala keterlibatan.
Partisipasi merupakan keterlibatan mental dan emosi dari seseorang di
dalam situasi kelompok yang mendorong mereka untuk menyokong kepada
pencapaian tujuan pada tujuan kelompok tersebut dan ikut bertanggung jawab
terhadap kelompoknya.(Siti Irene, 2011:50)
Dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 5 Tahun 2007
menyebutkan bahwa partisipasi adalah keikutsertaan dan keterlibatan masyarakat
secara aktif dalam proses perencanaan pembangunan.
Partisipasi adalah penentuan sikap dan keterlibatan hasrat setiap individu
dalam situasi dan kondisi organisasinya, sehingga pada akhirnya mendorong
individu tersebut untuk berperan serta dalam pencapaian tujuan organisasi, serta
ambil bagian dalam setiap pertanggungjawaban bersama.(Inu Kencana, 2002:132)
Partisipasi masyarakat atau partisipasi warga adalah proses ketika warga,
sebagai makhluk individu maupun kelompok sosial dan organisasi, mengambil
peran serta ikut mempengaruhi proses perencanaan pelaksanaan dan pemantauan
kebijakan yang langsung mempengaruhi kehidupan mereka. (Sumarto, 2003:17)
Menurut Pasaribu dan Simanjuntak, partisipasi masyarakat berarti masyarakat
ikut serta, yaitu mengikuti dan menyertai pemerintah karena
kenyataaannya pemerintahlah yang sampai dewasa ini merupakan perancang,
penyelenggara, dan pembayar utama dalam pembangunan.Masyarakat diharapkan
dapat ikut serta, karena di seleggarakan dan dibiayai utama oleh pemerintah itu
dimaksudkan untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat sendiri, untuk
rakyat banyak. (dalam Siti Fatimah,2012:10).
GordonW.Allport berpendapat bahwa seseorang yang berpartisipasi
sebenarnya mengalami keterlibatan dirinya/egonya yang sifatnya lebih daripada
keterlibatan dalam pekerjaan atau tugas saja, yang berarti keterlibatan pikiran dan
perasaannya. Sedangkan Keith davis mengatakan bahwa partisipasi adalah
keterlibatan mental pikiran dan emosi/perasaan seseorang di dalam situasi
kelompok yang mendorongnya untuk memberikan sumbangan kepada kelompok
dalam usaha mencapai tujuan serta turut bertanggung jawab terhadap usaha yang
bersangkutan.
Selain itu Alastaire White, mengemukan bahwa partisipasi adalah
keterlibatan komunitas setempat secara aktif dalam pengambilan keputusan atau
pelaksanaannya terhadap proyek-proyek pembangunan untuk masyarakat.(dalam
Sunarti, 2003:76-77).
Keberhasilan penyelenggaraan otonomi daerah tidak terlepas dari adanya
partisipasi aktif anggota masyarakatnya. Masyarakat daerah, baik sebagai
kesatuan sistem maupun sebagai individu, merupakan bagian integral yang sangat
penting dari sistem pemerintahan, karena secara prinsip penyelenggaraan daerah
ditujukan guna mewujudkan masyarakat yang sejahtera di daerah yang
bersangkutan.
Konsepsi partisipasi masyarakat terkait secara langsung dengan ide
demokrasi, dimana prinsip dasar demokrasi “dari, oleh dan untuk rakyat”, akan:
“memberikan pada setiap warga negara kemungkinan untuk menaiki jenjang skala
sosial dan dengan demikian menurut hukum membuka jalan bagi hak-hak
masyarakat untuk meniadakan semua hak istimewa yang dibawa sejak lahir, serta
menginginkan agar perjuangan demi keunggulan dalam masyarakat ditentukan
semata-mata oleh kemampuan seseorang”.
Bintoro Tjokroamidjojo menegaskan pembangunan yang meliputi segala
segi kehidupan, politik, ekonomi dan sosial budaya itu baru akan berhasil apabila
merupakan kegiatan yang melibatkan partisipasi dari seluruh rakyat di dalam
suatu negara. (Josef Riwu, 2007:120-125)
Adapun pengertian pembangunan menurut W.W Rostow (Abdul Hakim,
2004:89) yaitu proses yang bergerak dalam sebuah garis lurus, yakni dari
masyarakat terbelakang ke masyarakat negara yang maju. Selanjutnya menurut
Rogers (Harun, 2011:3) pembangunan yaitu perubahan yang berguna menuju
suatu sistem sosial dan ekonomi yang diputuskan sebagai kehendak suatu bangsa.
Dalam proses pembangunan di segala sektor, aparat negara acapkali
mengambil kebijakan-kebijakan yang terwujud dalam pelbagai keputusan yang
mengikat masyarakat umum dengan tujuan demi tercapainya tingkat kesejahteraan
yang lebih tinggi. Sesungguhnya, sudah saatnya bagi kita untuk lebih
memperhatikan kehendak rakyat yang sebenarnya sekaligus mendidik mereka
terlibat dalam gerak pembangunan dengan sepenuh hati. (Wahyudi, 2007:135)
Partisipasi menurut Huneryear dan Hecman adalah sebagai keterlibatan
mental dan emosional individu dalam situasi kelompok yang mendorong
memberikan sumbangan terhadap tujuan kelompok serta membagi tanggung
jawab bersama mereka.(Siti Irene,2011:51)
Bintoro Tjokroamidjojo (dalam Susantyo, 2007:15) mengemukakan
pengertian partisipasi dalam hubungannya dengan proses pembangunan, bidang
ekonomi khususnya, yaitu :
a. Keterlibatan dalam menentukan arah, strategi dan kebijakan pembangunan
yang dilakukan oleh pemerintah. Hal ini bukan saja berlangsung dalam proses
politik, tetapi juga dalam proses sosial yaitu hubungan antara kelompok-
kelompok kepentingan dalam masyarakat.
b. Keterlibatan dalam memikul beban dan tanggung jawab
dalam pelaksanaan kegiatan pembangunan dalam bentuk sumbangan
dalam mobilisasi pembiayaan pembangunan, kegiatan produktif yang serasi,
pengawasan sosial atas jalannya pembangunan, dan lainnya.
c. Keterlibatan dalam memetik hasil dan manfaat pembangunan secara
berkeadilan.
Menurut Parwoto, partisipasi masyarakat merupakan keterlibatan anggota
masyarakat dalam pembangunan dan pelaksanaan (implementasi) program atau
proyek pembangunan yang dilakukan dalam masyarakat lokal. (Siti Irene,
2011:56)
Partisipasi dalam kehidupan pilitik menyebabkan pengembangan kapasitas
pribadi.Dalam ukuran moral patisipasi dalam praktiknya sebagai jalan menuju
kebebasan dan pengembangan diri.Partisipasi sebagai salah satu dimensi dalam
demokrasi juga dikembangkan di dalam lembaga-lembaga sosial dan ekonomi.
Gaventa dan Valderma mengidentifikasi tiga tradisi konsep partisipasi bila
dikaitkan dengan praktis pembangunan masyarakat yang demokratis, yaitu
partisipasi politik, partisipasi sosial, dan partisipasi warga.
a. Partisipasi politik
Partisipasi politik sering kali dihubungkan dengan proses politik yang demokratik,
yang melibatkan interaksi perseorangan dan organisasi. Partisipasi politik
dihubungkan dengandemokrasi politik yang mengedepankan prinsip
perwakilan dan partisipasi tidak langsung.
b. Partisipasi sosial
Partisipasi sosial lebih berorientasi pada perencanaan dan implementasi
pembangunan. Partisipasi ini ditempatkan sebagai keterlibatan
masyarakat terutama yang terkait dengan proses pembangunan dalam
konsultasi data dan pengambilan keputusan pada semua tahapan siklus proyek
pembangunan, dari evaluasi sampai penilaian, implementasi, pemantauan, dan
evaluasi.
Beberapa asumsi yang dipakai untuk mendorong partisipasi sosial, yaitu :
1. Rakyatlah yang paling tau kebutuhannya, karena rakyat mempunyai hak untuk
mengidentifikasikan dan menentukan kebutuhan pembangunan di lokalnya.
2. Partisipasi sosial dapat menjamin kepentingan dan suara-suara
kelompok yang selama ini dimarjinalkan dalam berbagai aspek
pembangunan.
3. Partisipasi sosial dalam pengawasan terhadap proses pembangunan dapat
menjamin tidak terjadinya berbagai penyimpangan, penurunan kualitas dan
kuantitas pembangunan.
c. Partisipasi masyarakat
Partisipasimasyarakat menekankan pada “partisipasi” langsung warga dalam
pengambilan keputusan pada lembaga dan proses kepemerintahan. Gaventa dan
Valderma menegaskan bahwa partisipasi masyarakat telah
mengalihkan konsep partisipasi menuju suatu kepedulian dengan berbagai bentuk
keikut-sertaan warga dalam pembuatan kebijaksanaan dan pengambilan keputusan
di berbagai gelanggang kunci yang mempengaruhi kehidupan warga masyarakat.
Pengembangan konsep dan asumsi dasar untuk meluangkan gagasan dan praktik
tentang partisipasi masyarakat meliputi :
a. Partisipasi merupakan hak politik yang melekat pada warga sebagaimana hak
politik lainnya.
b. Partisipasi langsung dalam pengambilan keputusan mengenai kebijakan publik
di lembaga-lembaga formal dapat untuk menutupi kegagalan demokrasi
perwakilan.
c. Partisipasi masyarakat secara langsung dalam pengambilan keputusan
publik dapat mendorong partisipasi lebih bermakna.
d. Partisipasi dapat dilakukan secara sistematik, bukan hal yang insidental.
e. Berkaitan dengan diterimanya desentralisasi sebagai instrumen yang
mendorong tata pemerintahan yang baik (good governance).
f. Partisipasi masyarakat dapat meningkatkan kepercayaan publik terhadap
penyelenggaraan dan lembaga pemerintah. (Siti Irene, 2011:55)
Dalam partisipasi masyarakat terdapat dua dimensi penting.Dimensi
pertama adalah siapa yang berpartisipasi.Untuk itu Cohne dan
Uphoffmengklasifikasikan masyarakat berdasarkan latar belakang dan tanggung
jawabnya, yaitu :
a. Penduduk setempat
b. Pemimpin masyarakat.
c. Pegawai pemeritahan
d. Pegawai asing yang mungkin dipertimbangkan memiliki peran penting
dalam suatu atau kegiatan tertentu.
Moeljanto menyatakan bahwa dalam konteks partisipasi lokal, semua mitra
pelaksana suatu program merupakan persyaratan murni, artinya pelaksanaan harus
memaksimumkan partisipasi masyarakat dalam upaya meningkatkan
kesejahteraan umum mereka.
Terdapat beberapa langkah yang dapat diambil untuk mendorong
partisipasi lokal kearah tercapainya program pemerintah :
a. Berorietasi kearah hubungan yang lebih efektif dengan masyarakat melalui
pembangunan koalisi dan jaringan komunikasi.
b. Peningkatan rasa tanggung jawab masyarakat untuk pembangunan mereka
sendiri dan peningkatan kesadaran mereka akan kebutuhan mereka, masalah
mereka, kemampuan mereka dan potensi mereka.
c. Memperlancar komunikasi antar berbagai potensi lokal sehingga masing –
masing dapat lebih menyadari perspektif partisipasi lain.
d. Penerapan prisip tertentu, yaitu tentang hidup, belajar merencanakan dan
bekerja bersama – sama dengan rakyat.
Dimesi dua, bagaimana partisipasi itu berlangsung. Dimensi ini penting
diperhatikan terutama untuk mengetahui hal – hal seperti :
a. Apakah inisiatif itu datang dari administrator ataukah dari masyarakat
setempat.
b. Apakah dorongan partisipasi itu sukarela atau paksaan.
c. Saluran partisipasi itu apakah berlangsung dalam berisikan individu atau
kolektif dalam organisasi formal ataukah informal dan apakah pertisipasi itu
secara lagsung atau melibatkan wakil.
d. Durasi partisipasi
e. Ruang lingkup partisipasi, apakah sekali untuk seluruhnya, sementara atau
berkelanjut dan meluas.
f. Memberikan kekuasaan yang meliputi bagaimana keterlibatan efektif
masyarakat dalam mengambil keputusan dan pelaksanaan yang mengarah pada
hasil yang diharapkan. (Siti Irene, 2011:59)
Partisipasi masyarakat dapat terjadi pada empat jenjang yaitupertama,
partisipasi dalam pengambilan keputusan.Kedua, partisipasi dalam pelaksanaan.
Ketiga, partisipasi dalam pemanfaatan.Keempat, partisipasi dalam evaluasi.
a. Partisipasi dalam proses pembuatan keputusan. Setiap proses
penyelenggaraan, terutama dalam kehidupan bersama masyarakat, pasti melewati
tahap penentuan kebijaksanaan. Partisipasi masyarakat pada tahap ini sangat
mendasar sekali, terutama karena yang di ambil menyangkut nasib mereka
secara keseluruhan yang menyangkut kepentingan bersama. Partisipasi
dalam hal pengambilan keputusan ini bermacam-macam, seperti kehadiran
rapat, diskusi, sumbangan pemikiran, tanggapan atau penolakan terhadap program
yang ditawarkan.
b. Partisipasi dalam pelaksanaan. Partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan
program merupakan lanjutan dari rencana yang telah
disepakati sebelumnya. Dalam hal ini Uphoff menegaskan bahwa
partisipasi dalam pembangunan ini dapat dilakukan melalui keikutsertaan
masyarakat dalam memberikan konstribusi guna menunjang pelaksanaan
pembangunan yang berwujud tenaga, uang, barang, material, maupun informasi
yang berguna bagi pelaksanaan pembangunan.
c. Partisipasi dalam pengambilan manfaat. Partisipasi ini tidak terlepas dari
kualitas maupun kuantitas dari hasil pelaksanaan program yang bisa dicapai.
Dari segi kualitas, keberhasilan suatu program akan ditandai dengan adanya
peningkatan output, sedangkan dari segi kuantitas dapat dilihat seberapa besar
persentase keberhasilan program yang dilaksananakan, apakah sesuai dengan
target yang telah ditetapkan. Partisipasi dalam menikmati hasil dapat dilihat
dari tiga segi, yaitu dari aspek manfaat materialnya, manfaat sosialnya dan
manfaat pribadi.
d. Partisipasi dalam evaluasi. Partisipasi dalam evaluasi ini berkaitan dengan
masalah pelaksanaan program secara menyeluruh. Partisipasi ini bertujuan untuk
mengetahui apakah pelaksanaan program telah sesuai dengan yang ditetapkan atau
ada penyimpangan. (Josef Riwu, 2007:127)
Partisipasi dalam proses pengambilan keputusan untuk mewujudkan
pembangunan sangat diperlukan, karena pembangunan yang berhasil harus
didukung oleh semua komponen bangsa, agar masyarakat memiliki rasa memiliki
dan rasa tanggung jawab terhadap pelaksanaan pembangunan itu sendiri.
Pembangunan sebenarnya merupakan suatu proses perubahan yang
direncanakan dan dikehendaki. Setidaknya pembangunan pada umumnya
merupakan kehendak masyarakat yang terwujud dalam keputusan-keputusan yang
diambil oleh para pemimpinnya, yang kemudian disusun dalam suatu perencanaan
yang selanjutnya dilaksanakan.Pembangunan mungkin hanya menyangkut suatu
bidang kehidupan saja, namun mungkin dilakukan secara simultan terhadap
pelbagai bidang kehidupan yang saling berkaitan.( Harun, 2011:249)
Macam tipologi partisipasi masyarakat yaitu :
a. Partisipasi pasif/manipulatif dengan karakteristik masyarakat diberitahu apa
yang sedang atau telah terjadi, pengumuman sepihak oleh pelaksana proyek tanpa
memperhatikan tanggapan masyarakat dan informasi yang diperlukan terbatas
pada kalangan professional di luar kelompok sasaran.b. Partisipasi informatif
memiliki karakteristik dimana masyarakat menjawab pertanyaan-pertanyaan
penelitian, masyarakat tidak diberi kesempatan untuk terlibat dan
mempengaruhi proses penelitian dan akurasi hasil penelitian tidak dibahas
bersama masyarakat.
c. Partisipasi konsultatif dengan karakteristik masyarakat berpartisipasi
dengan cara konsultasi, tidak ada peluang membuat keputusan bersama, dan
professional tidak berkewajiban untuk mengajukan pandangan (sebagai
masukan) atau tindak lanjut.
d. Partisipasi intensif memiliki karakteristik masyarakat
memberikan korbanan atau jasanya untuk memperoleh imbalan berupa
intensif/upah. Mayarakat tidak dilibatkan dalam proses pembelajaran atau
eksperimen yang dilakukan dan masyarakat tidak memiliki andil untuk
melanjutkan kegiatan-kegiatan setelah intensif dihentikan.
e. Partisipasi fungsional memiliki karakteristik masyarakat membentuk
kelompok untuk mancapai tujuan proyek, pembentukan kelompok biasanya
setelah ada keputusan-keputusan utama yang disepakati, pada tahap awal
masyarakat tergantung terhadap pihak luar namun secara bertahap
menunjukkan kemandiriannya.
f. Partisipasi interaktif memiliki cirri dimana masyarakat berperan dalam
analisis untuk perencanaan kegiatan dan pembentukan
penguatan kelembagaan dan cenderung melibatkan metode
interdisipliner yang mencari keragaman perpesktif dalam proses belajar
mengajar yang terstruktur dan sistematis. Masyarakat memiliki peran untuk
mengontrol atas (pelaksanaan) keputusan-keputusan mereka, sehingga memiliki
andil dalam keseluruhan proses kegiatan.
g. Self mobilization (mandiri) memiliki karakter masyarakat mengambil
inisiatif sendiri secara bebas untuk mengubah sistem dan nilai-nilai yang mereka
miliki. Masyarakat mengembangkan kontak dengan pihak-pihak lain untuk
mendapatkan bantuan-bantuan teknis dan sumberdaya yang diperlukan.
Masyarakat memgang kendali atas pemanfaatan sumberdaya yang ada dan atau
digunakan. (dalam Siti Fatimah, 2012:21)
Partisipasi masyarakat juga berarti adanya keterlibatan langsung bagi warga
dalam proses pengambilan keputusan dan kontrol serta koordinasi dalam
mempertahankan hak-hak sosialnya. Jika dikaitkan dengan tingkat kekuasaan
yang diberikan kepada masyarakat dikaitkan dengan partisipasi sebagaimana
dijelaskan oleh Shery Arstein, maka peran serta masyarakat dalam perencanaan
dapat dibedakan ke dalam anak tangga sebagai berikut :
a. Citizen power
Pada tahap ini terjadi pembagian hak, tanggung jawab, dan wewenang antara
masyarakat dan pemerintah dalam pengambilan keputusan. Tingkatan
meliputi kontrol masyarakat, pelimpahan, dan kemitraan.
b. Tokenism
Pada tahap ini hanya sekedar formalitas yang memungkinkan masyarakat
mendengar dan memiliki hak untuk member suara, tetapi pendapat mereka belum
menjadi bahan dalam pengambilan keputusan.
B. Partisipasi Masyarakat dalam Pembuatan Kebijakan Publik
Proses pembentukan kebjiakan publik Pembentukan kebijakan publik
dilakukan melalui suatu proses yang sering disebut perumusan kebijakan publik.
Proses ini dimulai adanya input(masukan) berupa tuntutan dan dukungan dari
masyarakat yang berkaitan dengan kehidupan bermasyarakat. Input tersebut
dikelompokkan atau diidentifikasi satu per satu sehingga menjadi usulan. Usulan
atau input yang telah terekomendasi dibahas bersama oleh pembuat kebijakan
pulik seperti pemerintah, DPR/DPRD, tokoh masyarakat, tokoh agama, maupun
akademisi. Pembahasan tersebut menghasilkan keputusan bersama yang disebut
kebijakan atau output(keluaran). Output atau keluaran tersebut kemudian
diterapkan dan dievaluasi.
Hasil evaluasi itu dijadikan masukan untuk memperbaiki kebijakan
tersebut. Pembentukan kebijakan publik tersebut berawal dari pembuatan agenda,
formulasi dan legitimasi, implementasi, evaluasi kinerja, dan dampak kebijakan
serta koreksi, dan pembuatan kebijakan baru. Pembuatan agenda adalah langkah
pertama yang sangat penting dalam pembuatan suatu kebijakan.
Tahap formulasi dan legitimasi merupakan tahap teknis untuk
merumuskan masalah yang telah diagendakan, dicari pemecahannya, dan
disahkan menjadi kebijakan publik.Untuk memperoleh hasil yang tepat, formulasi
kebijakan harus dilakukan dengan pengetahuan dan ketrampilan yang mendalam
dan memadai. Tahap implementasi adalah tahap penerapan atau pelaksanaan
sebuah kebijakan yang telah ditetapkan. Pada tahap ini kebijakan publik diuji
apakah kebijakan itu dapat memecahkan permasalahan atau tidak. Tahap evaluasi
kebijakan publik dapat dibagi menjadi evaluasi proses, evaluasi dampak, dan
evaluasi analisis strategi.
Pentingnya partisipasi masyarakat dalam perumusan kebijakan publik di
daerah Kebijakan publik merupakan hasil kerja sama berbagai pelaku, baik
pemerintah, masyarakat, para ahli, maupun lembaga-lembaga sosial. Proses
seperti ini telah kita lakukan dalam kehidupan sekolah baik yang manyangkut
intrakurikuler maupun kegiatan ekstrakurikuler. Dalam kesiswaan kita telah
membuat program kerja. Proses perumusan sampai keputusan pembuatan program
kerja tersebut melibatkan seluruh unsur yang tergabung dalam organisasi siswa.
Bentuk-bentuk partisipasi masyarakat dalam merumuskan kebijakan
publik dapat dilakukan dengan jalan:
1. Masyarakat dapat membentuk opini (pemikiran) melalui media masa
bahwa masyarakat sangat membutuhkan kesejahteraan, misalnya jalan
yang harus diperbaiki karena rusak.
2. Masyarakat memberikan masukan masalah yang dihadapi masyarakat
dengan mengirimkan informasi kepada pemerintah daerah lewat telepon
atau SMS dengan menunjukkan fakta-fakta di lapangan.
3. Menyampaikan aspirasinya pada saat anggota DPRD berkunjung ke
kampung-kampung/desa-desa bahwa masyarakat desa/kampung sangat
membutuhkan sarana transportasi.
4. Mengritisi kebijakan publik yang dikeluarkan pemerintah daerah yang
tidak memihak kepentingan masyarakat, misal kebijakan pembuatan jalan
tetapi dalam kebijakan tersebut tidak mencantumkan pasal tentang ganti
rugi tanah masyarakat yang terkena jalan.
5. Partisipasi juga dapat ditunjukkan dengan memberikan dukungan moral
kepada perumus kebijakan. Dalam tahap ini masyarakat harus berperan
aktif mengontrol apakah input dari masyarakat tersebut terakomodir atau
tidak.
Selain bentuk-bentuk partisipasi masyarakat dalam merumusakan
kebijakan publik, masyarakat harus ikut berpartisipasi dalam melaksanakan
kebijakan publik yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Bentuk partisipasi itu
antara lain:
1. Kebijakan retribusi daerah, misalnya apabila kita memiliki mobil angkutan
umum membayar retribusi kepada petugas tidak boleh mencari jalan lain
menghindari retribusi.
2. Kebijakan lingkungan hidup, contoh peran sertanya adalah ikut menjaga
kebersihan lingkungan hidup, menjaga kelestarian lingkungan hidup,
menjaga sumber daya alam yang ada di daerah, tidak merokok di
sembarang tempat, menjaga kesehatan lingkungan, dan sebagainya.
3. Kebijakan IMB, misalnya masyarakat tanpa diperingatkan oleh aparat
pemerintah apabila ingin mendirikan bangunan memiliki izin mendirikan
bangunan dari pemerintah daerah.
Efek pelaksanaannya juga akan dirasakan oleh setiap anggota organisasi.
Pedoman pelaksanaan kerja tersebut bersifat memaksa, sehingga pelanggarnya
akan mendapat sanksi. Begitu pula kebijakan publik yang perumusannya
melibatkan semua komponen masyarakat akan mengikat semua komponen
masyarakat pula. Sehingga bagi pelanggar kebijakan publik akan mendapat
sanksi. Kebijakan publik mempunyai arti penting dalam kehidupan masyarakat,
misalnya kebijakan publik yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah tentang
larangan merokok di tempat umum. Larangan itu harus ditaati oleh semua
masyarakat yang ada di daerah itu. Dan apabila sudah menjadi kebijakan publik
semua komponen masyarakat mau tidak mau harus melaksanakan keputusan
tersebut.
Bentuk-bentuk partisipasi masyarakat dan pelaksanaan kebijakan publik
Dalam pelaksanaan otonomi daerah, pemerintah daerah sangat membutuhkan
masukan-masukan dari masyarakat, khususnya dalam merumuskan kebijakan
publik. Hal ini penting agar kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh
pemerintah daerah sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat di daerah
tersebut. Dengan demikian kebijakan publik yang ditetapkan atau dikeluarkan
senantiasa diterima dan dilaksanakan oleh masyarakat. Dengan mengakomodasi
masukan yang disampaikan masyarakat tersebut, kebijakan yang dihasilkan segala
dampaknya dapat dipertanggungjawabkan. Suasana yang demikian itu
mengindikasikan semangat demokrasi telah berkembang di dalam masyarakat.
Keterlibatan masyarakat dalam merumuskan kebijakan publik menunjukkan
kecintaannya pada daerahnya, sehingga akan tercipta kehidupan daerah yang
kondusif dan tenang.
B. Partisipasi Politik Masyarakat dalam Perencanaan Pembangunan.
1. Kurangnya sosialisasi dari pemerintah desa, untuk
memberitahukan kepada masyarakat bahwa akan di selenggarakan
musrenbang.
2. 2. Pemahaman masyarakat tentang fungsi musrenbang, dan tingkat
ekonomi masyarakat yang relatif rendah, sehingga sulit
meluangkan waktu untuk berpartisipasi dalam pengambilan
keputusan karena waktu mereka digunakan untuk menafkahi
keluarga. Pembangunan ekonomi masyarakat atau pemberdayaan
masyarakat, yang masih kurang memahami bagaimana pengelolaan
dana yang sudah disediakan, karena tingkat ekonomi masyarakat
juga sangat berpengaruh terhadap tingkat partisipasi politik.
3. 3. Masih ada masyarakat bersikap apatis atau tidak peduli dengan
lingkungan bermasyarakat dan bernegara.
Masyarakat lainnya cukup antusias dan mereka tahu bahwa musrenbang
itu adalah suatu sarana penyampaian aspirasi. Akan tetapi Perencanaan dari atas
kebawah (top down planning) masih mendominasi perencanaan pembangunan di
tingkat paling bawah atau tingkat desa, sehingga menyebabkan timbul rasa
kejenuhan dari masyarakat untuk ikutserta dalam perencanaan pembangunan desa.
aspirasi dari masyarakat desa hanya sedikit yang terakomodir dan sedikit pula
yang terealisasi. Masyarakat merasa masih kurang paham untuk bagaimana
mengelolah dan memanfaatkan hasil untuk kelanjutan usahanya masih
memerlukan pendidikan pembelajaran kolektif. Hal ini adalah salah satu faktor
yang mempengaruhi gagalnya program-program pembangunan. Sehingga
berpengaruh terhadap tingkat tingkat partisipasi politik masyarakat dalam forum
perencanaan pembangunan desa.
Faktor Kepentingan Masyarakat
Perencanaan pembangunan yang baik harus dapat menyentuh kebutuhan
masyarakat terlebih pada lingkup pedesaan, akan tetapi realitas yang ada
perencanaan teknokratis, yaitu ketentuan-ketentuan standar yang dari atas yang
mengikuti prosedur perencanaan dan tanpa melihat kebutuhan nyata desa
demikian juga prencanaan politis, yaitu pengalokasian anggaran dan regulasi yang
secara signifikan masih sangat mempengaruhi proses dan hasil perencanaan di
tingkat desa. Sementara dilain pihak hasil-hasil perencanaan yamg merupakan
representasi dari aspirasi masyarakat kurang mendapat tempat dalam pembangian
alokasi anggaran pembangunan, yang masih ada usulan-usulan masyarakat yang
belum terealisasi contoh konkritnya terlampir pada tabel 5.1.
Faktor Sentralisasi Perencanaan Pembangunan Desa.
Dengan suatu upaya perencanaan partisipatif yang berusaha melibatkan
masyarakat dalam forum perencanaan pembangunan desa (Musrenbang), yang
masih kurang mendapat tempat untuk menyalurkan aspirasi secara bebas, karena
proses pelaksanaan musrenbang desa yang hanya membatasi sampai pada
perwakilan masyarakat saja yang boleh mengikuti musrenbang, dengan
sentralisasi perencanaan, hal ini menjadi salah satu faktor sehingga aspirasi
masyarakat tidak seluruhnya terakomodir dalam perencanaan pembangunan desa.
Karena hanya didominasi oleh segelintir elit desa yang melaksanakan forum
perencanaan dan kurang melibatkan masyarakat. Kondisi yang terjadi dilapangan,
kontribusi dari pihak elit desa maupun perwakilan masyarakat yang mengikuti
musrenbang desa tidak mewakili suara masyarakat secara keseluruhan sehingga
akomodasi hasil perencanaan atau sifat mewakili masyarakat umum hilang secara
sendirinya karena kontribusi yang masih bersifat ego dari perwakilan masyarakat.
Faktor Pengelolaan Program
Salah satu bentuk partisipasi masyarakat adalah ikut memberdayakan
ekonomi masyarakat desa yang masih bisa dikatakan dibawah garis kemiskinan,
perlu suatu tindakan represif untuk menangani permasalahan ini, yang bukan
hanya permasalahan desa, tetapi menjadi masalah dan tanggung jawab pemerintah
untuk memberikan masukan modal, dan bimbingan untuk memandirikan
masyarakat desa.
Pada pembahasan diatas bisa dikaitkan dengan landasan pemikiran yang
bersifat teoritis yang dipakai yaitu teorinya Arnstein dalam Efriza(2012:173),
untuk melihat tingkat partisipasi politik masyarakat dalam pembentukan
kebijakan, berdasarkan 3 (tiga) faktor yang mempengaruhi menurut Arnstein
yaitu:
1. Komunikasi politik,
2. Kesadaran politik,
3. Pengetahuan masyarakat terhadap proses pengambilan keputusan.
Serta factor lain yang didapat oleh peneliti yang mempengaruhi partisipasi
politik masyarakat dalam perencanaan pembangunan yaitu:
1. Faktor Pengelolaan Program,
2. Faktor Kepentingan Masyarakat,
3. Faktor Sentralisasi Perencanaan Pembangunan Desa.
BAB III
KESIMPULAN
Dapat disimpulkan bahwa, tingkat partisipasi politik masyarakat dalam
proses perencanaan pembangunan masih rendah, hal ini disebabkan kerena:
1. Kurangnya sosialisasi dari pemerintah desa untuk memberikan
pemahaman kepada masyarakat bahwa betapa pentingnya ikut terlibat
dalam pengambilan keputusan perencanaan pembangunan.
2. Masih terdapat masyarakat yang bersikap apatis atau tidak peduli dengan
lingkungan bermasyarakat dan bernegara. Hal ini tergolong suatu hal yang
penting untuk meningkatkan pemahaman masyarakat dari sosialisasi
pemerintah desa.
3. Kurangnya pemahaman masyarakat tentang fungsi musrenbang, dan
tingkat ekonomi masyarakat yang relatif rendah, sehingga sulit
meluangkan waktu untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan
karena waktu mereka digunakan untuk menafkahi keluarga. Pembangunan
ekonomi masyarakat atau pemberdayaan masyarakat, yang masih kurang
memahami bagaimana pengelolaan dana yang sudah disediakan, karena
tingkat ekonomi masyarakat juga sangat berpengaruh terhadap tingkat
partisipasi politik.
4. Perencanaan dari atas kebawah (top down planning) masih mendominasi
perencanaan pembangunan di tingkat paling bawah atau tingkat desa,
sehingga menyebabkan timbul rasa kejenuhan dari masyarakat untuk
ikutserta dalam perencanaan pembangunan desa. spirasi dari masyarakat
desa hanya sedikit yang terakomodir dan sedikit pula yang terealisasi.
Sebagai contoh konkritnya adalah permohonan bantuan pengadaan
inventaris desa yang tidak dapat di danai oleh Alokasi Dana Desa, yang
sudah beberapa kali diusulkan sampai saat ini belum terealisasi.
DAFTAR PUSTAKA
Bintoro Tjokroadmijojo, 1974. Pengantar Administrasi Pembangunan. Jakarta:
PT Pustaka PL3ES Indonesia.
Budiardjo, Miriam. 1982, Partisipasi dan Partai Politik. Sebuah Bunga Rampai.
Jakarta: PT Gramedia.
Budiardjo, Miriam.2009, Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama.
Efriza. 2012, Political Explore, Sebuah Kajian Ilmu Politik. Alfabeta: Bandung.
Kartasasmita, Ginanjar. 1997. Administrasi Pembangunan Perkembangan
Pemikiran dan Prakteknya di Indonesia. PT. Pustaka LP3E. Jakarta.
Kusmiadi, Rahmat. 1995. Teori dan Teknik Perencanaan, Bandung: Ilham Jaya.
Miles dan Hubertman, 1992. Analisa Data Kualitatif. UI Press, Jakarta.
Nawawi, H. 1990. Metode Penelitian Sosial. Yogyakarta: Gadjahmada.
University Press.
Sudijono Sastroatmodjo. 1995. Perilaku Politik. Semarang: IKIP Semarang Press.