BAB I

33
BAB I PENDAHULUAN Partisipasi merupakan sistem yang berkembang dalam sistem politik modern. Penyediaan ruang publik atau adanya partisipasi masyarakat merupakan tuntutan yang mutlak sebagai upaya demokratisasi. Masyarakat sudah semakin sadar akan hak-hak politiknya. Pembuatan peraturan perundang-undangan, tidak lagi semata-mata menjadi wilayah dominasi birokrat dan parlemen. Meskipun partisipasi masyarakat ini terlalu ideal dan bukan jaminan bahwa suatu undang-undang yang dihasilkannya akan dapat berlaku efektif di masyarakat, tetapi setidak-tidaknya langkah partisipatif yang ditempuh oleh lembaga legislatif dalam setiap pembentukan undang-undang, diharapkan dapat lebih mendorong masyarakat dalam menerima hadirnya suatu undang-undang. Keberadaan partisipasi masyarakat dalam proses pembentukan UU sangat penting dalam mencegah terjadinya penyalahgunaan kekuasaan melalui perangkat UU. Partisipasi politik merupakan hal utama dalam masyarakat desa yang berhubungan dengan pemerintah. Partisipasi politik bukan sekedar keterlibatan

Transcript of BAB I

BAB I

PENDAHULUAN

Partisipasi merupakan sistem yang berkembang dalam sistem politik

modern. Penyediaan ruang publik atau adanya partisipasi masyarakat merupakan

tuntutan yang mutlak sebagai upaya demokratisasi. Masyarakat sudah semakin

sadar akan hak-hak politiknya. Pembuatan peraturan perundang-undangan, tidak

lagi semata-mata menjadi wilayah dominasi birokrat dan parlemen. Meskipun

partisipasi masyarakat ini terlalu ideal dan bukan jaminan bahwa suatu undang-

undang yang dihasilkannya akan dapat berlaku efektif di masyarakat, tetapi

setidak-tidaknya langkah partisipatif yang ditempuh oleh lembaga legislatif dalam

setiap pembentukan undang-undang, diharapkan dapat lebih mendorong

masyarakat dalam menerima hadirnya suatu undang-undang. Keberadaan

partisipasi masyarakat dalam proses pembentukan UU sangat penting dalam

mencegah terjadinya penyalahgunaan kekuasaan melalui perangkat UU.

Partisipasi politik merupakan hal utama dalam masyarakat desa yang

berhubungan dengan pemerintah. Partisipasi politik bukan sekedar keterlibatan

masyarakat dalam pemilihan kepala desa dan BPD, tetapi juga partisipasi politik

dalam kehidupan sehari-hari yang berurusan dengan pembangunan. Partisipasi

politik adalah keterlibatan secara terbuka dan keikutsertaan. Pembangunan desa

harus dilakukan secara terencana dengan baik dan harus menyentuh kebutuhan riil

masyarakat desa, sehingga pembangunan yang dilakukan di kawasan perdesaan

dapat menyentuh keinginan-keinginan masyarakat dan tidak melenceng dari

kebutuhan riil masyarakat. Keterlibatan berarti memberi ruang bagi siapa saja

untuk terlibat dalam proses politik, terutama kelompok-kelompok masyarakat

miskin, kelompok tani/nelayan, perempuan, dan kelompok-kelompok marginal

lainnya. Dalam perencanaan pembangunan, partisipasi politik masyarakat dapat

dilihat dari proses pembuatan keputusan dalam Musyawarah perencanaan

pembangunan. Proses ini tidak semata di dominasi oleh elite-elite desa

Pemerintah Desa, BPD, Pengurus RT maupun Pemuka masyarakat, melainkan

juga melibatkan unsur-unsur lain.

Dari sisi proses pembentukan kebijakan perencanaan pembangunan desa,

keterlibatan masyarakat dalam perencanaan pembangunan, sangat dipengaruhi

oleh 3 faktor yeng menurut Arnstein dalam Efriza (2012:193), yaitu: Komunikasi

politik, kesadaran politik, dan pengetahuan masyarakat tentang pengambilan

keputusan. Hal menarik yang didapat pada kondisi perencanaan pembangunan di

desa Kuma Selatan, yaitu keterlibatan masyarakat dalam forum perencanaan

pembangunan masih rendah, hal ini disebabkan karena: kurangnya sosialisasi dari

pemerintah desa untuk menyelenggarakan musbangdus, dan murenbang desa

sehingga masih ada masyarakat yang tidak tahu bahwa akan diselenggarakan

penggalian aspirasi. Bukan hanya itu tetapi masih ada juga masyarakat yang

kurang paham tentang pentingnya ikut telibat dalam perencanaan pembangunan,

dan masih terdapat masyarakat yang bersikap apatis atau tidak mau tahu tentang

perencanaan pembangunan didesa.

Sementara di lain pihak, hasil-hasil perencanaan yang merupakan

representasi aspirasi masyarakat, masih kurang mendapat tempat dalam

pembagian alokasi anggaran pembangunan. Ketimpangan tersebut tidak hanya

memunculkan persoalan manajerial perencanaan saja, tetapi lebih jauh dari itu,

telah muncul anggapan bahwa pengalokasian anggaran pembangunan daerah

kurang mampu mengakomodir kepentingan dan aspirasi masyarakat yang ada di

desa. Partisipasi politik masyarakat desa dalam memberikan aspirasi mereka

sebagai bentuk kepedulian mereka dalam pembangunan desa seakan tak berarti,

hal ini disebabkan karena perencanaan dan pengalokasian dana yang

diselenggarakan dari atas kebawah (top down planning) terkadang tidak efektif.

Kendala- kendala diatas membuat partisipasi politik masyarakat dalam

perencanaan pembangunan menjadi masih rendah.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Partisipasi Masyarakat

Dalam kamus bahasa Indonesia, partisipasi adalah keikutsertaan

seseorang dalam suatu kegiatan atau turut berperan atau peran serta. Menurut Dr.

Made Pidarta, partisipasi adalah keteterlibatan seseorang atau beberapa orang

dalam suatu kegiatan. Keterlibatan dapat berupa keterlibatan mental dan emosi

serta fisik dalam menggunakan segala kemampuan yang dimilikinya (berinisiatif)

dalam segala kegiatan yang dilaksanakan serta mendukung pencapaian tujuan dan

tanggung jawab atas segala keterlibatan.

Partisipasi merupakan keterlibatan mental dan emosi dari seseorang di

dalam situasi kelompok yang mendorong mereka untuk menyokong kepada

pencapaian tujuan pada tujuan kelompok tersebut dan ikut bertanggung jawab

terhadap kelompoknya.(Siti Irene, 2011:50)

Dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 5 Tahun 2007

menyebutkan bahwa partisipasi adalah keikutsertaan dan keterlibatan masyarakat

secara aktif dalam proses perencanaan pembangunan.

Partisipasi adalah penentuan sikap dan keterlibatan hasrat setiap individu

dalam situasi dan kondisi organisasinya, sehingga pada akhirnya mendorong

individu tersebut untuk berperan serta dalam pencapaian tujuan organisasi, serta

ambil bagian dalam setiap pertanggungjawaban bersama.(Inu Kencana, 2002:132)

Partisipasi masyarakat atau partisipasi warga adalah proses ketika warga,

sebagai makhluk individu maupun kelompok sosial dan organisasi, mengambil

peran serta ikut mempengaruhi proses perencanaan pelaksanaan dan pemantauan

kebijakan yang langsung mempengaruhi kehidupan mereka. (Sumarto, 2003:17)

Menurut Pasaribu dan Simanjuntak, partisipasi masyarakat berarti masyarakat

ikut serta, yaitu mengikuti dan menyertai pemerintah karena

kenyataaannya pemerintahlah yang sampai dewasa ini merupakan perancang,

penyelenggara, dan pembayar utama dalam pembangunan.Masyarakat diharapkan

dapat ikut serta, karena di seleggarakan dan dibiayai utama oleh pemerintah itu

dimaksudkan untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat sendiri, untuk

rakyat banyak. (dalam Siti Fatimah,2012:10).

GordonW.Allport berpendapat bahwa seseorang yang berpartisipasi

sebenarnya mengalami keterlibatan dirinya/egonya yang sifatnya lebih daripada

keterlibatan dalam pekerjaan atau tugas saja, yang berarti keterlibatan pikiran dan

perasaannya. Sedangkan Keith davis mengatakan bahwa partisipasi adalah

keterlibatan mental pikiran dan emosi/perasaan seseorang di dalam situasi

kelompok yang mendorongnya untuk memberikan sumbangan kepada kelompok

dalam usaha mencapai tujuan serta turut bertanggung jawab terhadap usaha yang

bersangkutan.

Selain itu Alastaire White, mengemukan bahwa partisipasi adalah

keterlibatan komunitas setempat secara aktif dalam pengambilan keputusan atau

pelaksanaannya terhadap proyek-proyek pembangunan untuk masyarakat.(dalam

Sunarti, 2003:76-77).

Keberhasilan penyelenggaraan otonomi daerah tidak terlepas dari adanya

partisipasi aktif anggota masyarakatnya. Masyarakat daerah, baik sebagai

kesatuan sistem maupun sebagai individu, merupakan bagian integral yang sangat

penting dari sistem pemerintahan, karena secara prinsip penyelenggaraan daerah

ditujukan guna mewujudkan masyarakat yang sejahtera di daerah yang

bersangkutan.

Konsepsi partisipasi masyarakat terkait secara langsung dengan ide

demokrasi, dimana prinsip dasar demokrasi “dari, oleh dan untuk rakyat”, akan:

“memberikan pada setiap warga negara kemungkinan untuk menaiki jenjang skala

sosial dan dengan demikian menurut hukum membuka jalan bagi hak-hak

masyarakat untuk meniadakan semua hak istimewa yang dibawa sejak lahir, serta

menginginkan agar perjuangan demi keunggulan dalam masyarakat ditentukan

semata-mata oleh kemampuan seseorang”.

Bintoro Tjokroamidjojo menegaskan pembangunan yang meliputi segala

segi kehidupan, politik, ekonomi dan sosial budaya itu baru akan berhasil apabila

merupakan kegiatan yang melibatkan partisipasi dari seluruh rakyat di dalam

suatu negara. (Josef Riwu, 2007:120-125)

Adapun pengertian pembangunan menurut W.W Rostow (Abdul Hakim,

2004:89) yaitu proses yang bergerak dalam sebuah garis lurus, yakni dari

masyarakat terbelakang ke masyarakat negara yang maju. Selanjutnya menurut

Rogers (Harun, 2011:3) pembangunan yaitu perubahan yang berguna menuju

suatu sistem sosial dan ekonomi yang diputuskan sebagai kehendak suatu bangsa.

Dalam proses pembangunan di segala sektor, aparat negara acapkali

mengambil kebijakan-kebijakan yang terwujud dalam pelbagai keputusan yang

mengikat masyarakat umum dengan tujuan demi tercapainya tingkat kesejahteraan

yang lebih tinggi. Sesungguhnya, sudah saatnya bagi kita untuk lebih

memperhatikan kehendak rakyat yang sebenarnya sekaligus mendidik mereka

terlibat dalam gerak pembangunan dengan sepenuh hati. (Wahyudi, 2007:135)

Partisipasi menurut Huneryear dan Hecman adalah sebagai keterlibatan

mental dan emosional individu dalam situasi kelompok yang mendorong

memberikan sumbangan terhadap tujuan kelompok serta membagi tanggung

jawab bersama mereka.(Siti Irene,2011:51)

Bintoro Tjokroamidjojo (dalam Susantyo, 2007:15) mengemukakan

pengertian partisipasi dalam hubungannya dengan proses pembangunan, bidang

ekonomi khususnya, yaitu :

a. Keterlibatan dalam menentukan arah, strategi dan kebijakan pembangunan

yang dilakukan oleh pemerintah. Hal ini bukan saja berlangsung dalam proses

politik, tetapi juga dalam proses sosial yaitu hubungan antara kelompok-

kelompok kepentingan dalam masyarakat.

b. Keterlibatan dalam memikul beban dan tanggung jawab

dalam pelaksanaan kegiatan pembangunan dalam bentuk sumbangan

dalam mobilisasi pembiayaan pembangunan, kegiatan produktif yang serasi,

pengawasan sosial atas jalannya pembangunan, dan lainnya.

c. Keterlibatan dalam memetik hasil dan manfaat pembangunan secara

berkeadilan.

Menurut Parwoto, partisipasi masyarakat merupakan keterlibatan anggota

masyarakat dalam pembangunan dan pelaksanaan (implementasi) program atau

proyek pembangunan yang dilakukan dalam masyarakat lokal. (Siti Irene,

2011:56)

Partisipasi dalam kehidupan pilitik menyebabkan pengembangan kapasitas

pribadi.Dalam ukuran moral patisipasi dalam praktiknya sebagai jalan menuju

kebebasan dan pengembangan diri.Partisipasi sebagai salah satu dimensi dalam

demokrasi juga dikembangkan di dalam lembaga-lembaga sosial dan ekonomi.

Gaventa dan Valderma mengidentifikasi tiga tradisi konsep partisipasi bila

dikaitkan dengan praktis pembangunan masyarakat yang demokratis, yaitu

partisipasi politik, partisipasi sosial, dan partisipasi warga.

a. Partisipasi politik

Partisipasi politik sering kali dihubungkan dengan proses politik yang demokratik,

yang melibatkan interaksi perseorangan dan organisasi. Partisipasi politik

dihubungkan dengandemokrasi politik yang mengedepankan prinsip

perwakilan dan partisipasi tidak langsung.

b. Partisipasi sosial

Partisipasi sosial lebih berorientasi pada perencanaan dan implementasi

pembangunan. Partisipasi ini ditempatkan sebagai keterlibatan

masyarakat terutama yang terkait dengan proses pembangunan dalam

konsultasi data dan pengambilan keputusan pada semua tahapan siklus proyek

pembangunan, dari evaluasi sampai penilaian, implementasi, pemantauan, dan

evaluasi.

Beberapa asumsi yang dipakai untuk mendorong partisipasi sosial, yaitu :

1. Rakyatlah yang paling tau kebutuhannya, karena rakyat mempunyai hak untuk

mengidentifikasikan dan menentukan kebutuhan pembangunan di lokalnya.

2. Partisipasi sosial dapat menjamin kepentingan dan suara-suara

kelompok yang selama ini dimarjinalkan dalam berbagai aspek

pembangunan.

3. Partisipasi sosial dalam pengawasan terhadap proses pembangunan dapat

menjamin tidak terjadinya berbagai penyimpangan, penurunan kualitas dan

kuantitas pembangunan.

c. Partisipasi masyarakat

Partisipasimasyarakat menekankan pada “partisipasi” langsung warga dalam

pengambilan keputusan pada lembaga dan proses kepemerintahan. Gaventa dan

Valderma menegaskan bahwa partisipasi masyarakat telah

mengalihkan konsep partisipasi menuju suatu kepedulian dengan berbagai bentuk

keikut-sertaan warga dalam pembuatan kebijaksanaan dan pengambilan keputusan

di berbagai gelanggang kunci yang mempengaruhi kehidupan warga masyarakat.

Pengembangan konsep dan asumsi dasar untuk meluangkan gagasan dan praktik

tentang partisipasi masyarakat meliputi :

a. Partisipasi merupakan hak politik yang melekat pada warga sebagaimana hak

politik lainnya.

b. Partisipasi langsung dalam pengambilan keputusan mengenai kebijakan publik

di lembaga-lembaga formal dapat untuk menutupi kegagalan demokrasi

perwakilan.

c. Partisipasi masyarakat secara langsung dalam pengambilan keputusan

publik dapat mendorong partisipasi lebih bermakna.

d. Partisipasi dapat dilakukan secara sistematik, bukan hal yang insidental.

e. Berkaitan dengan diterimanya desentralisasi sebagai instrumen yang

mendorong tata pemerintahan yang baik (good governance).

f. Partisipasi masyarakat dapat meningkatkan kepercayaan publik terhadap

penyelenggaraan dan lembaga pemerintah. (Siti Irene, 2011:55)

Dalam partisipasi masyarakat terdapat dua dimensi penting.Dimensi

pertama adalah siapa yang berpartisipasi.Untuk itu Cohne dan

Uphoffmengklasifikasikan masyarakat berdasarkan latar belakang dan tanggung

jawabnya, yaitu :

a. Penduduk setempat

b. Pemimpin masyarakat.

c. Pegawai pemeritahan

d. Pegawai asing yang mungkin dipertimbangkan memiliki peran penting

dalam suatu atau kegiatan tertentu.

Moeljanto menyatakan bahwa dalam konteks partisipasi lokal, semua mitra

pelaksana suatu program merupakan persyaratan murni, artinya pelaksanaan harus

memaksimumkan partisipasi masyarakat dalam upaya meningkatkan

kesejahteraan umum mereka.

Terdapat beberapa langkah yang dapat diambil untuk mendorong

partisipasi lokal kearah tercapainya program pemerintah :

a. Berorietasi kearah hubungan yang lebih efektif dengan masyarakat melalui

pembangunan koalisi dan jaringan komunikasi.

b. Peningkatan rasa tanggung jawab masyarakat untuk pembangunan mereka

sendiri dan peningkatan kesadaran mereka akan kebutuhan mereka, masalah

mereka, kemampuan mereka dan potensi mereka.

c. Memperlancar komunikasi antar berbagai potensi lokal sehingga masing –

masing dapat lebih menyadari perspektif partisipasi lain.

d. Penerapan prisip tertentu, yaitu tentang hidup, belajar merencanakan dan

bekerja bersama – sama dengan rakyat.

Dimesi dua, bagaimana partisipasi itu berlangsung. Dimensi ini penting

diperhatikan terutama untuk mengetahui hal – hal seperti :

a. Apakah inisiatif itu datang dari administrator ataukah dari masyarakat

setempat.

b. Apakah dorongan partisipasi itu sukarela atau paksaan.

c. Saluran partisipasi itu apakah berlangsung dalam berisikan individu atau

kolektif dalam organisasi formal ataukah informal dan apakah pertisipasi itu

secara lagsung atau melibatkan wakil.

d. Durasi partisipasi

e. Ruang lingkup partisipasi, apakah sekali untuk seluruhnya, sementara atau

berkelanjut dan meluas.

f. Memberikan kekuasaan yang meliputi bagaimana keterlibatan efektif

masyarakat dalam mengambil keputusan dan pelaksanaan yang mengarah pada

hasil yang diharapkan. (Siti Irene, 2011:59)

Partisipasi masyarakat dapat terjadi pada empat jenjang yaitupertama,

partisipasi dalam pengambilan keputusan.Kedua, partisipasi dalam pelaksanaan.

Ketiga, partisipasi dalam pemanfaatan.Keempat, partisipasi dalam evaluasi.

a. Partisipasi dalam proses pembuatan keputusan. Setiap proses

penyelenggaraan, terutama dalam kehidupan bersama masyarakat, pasti melewati

tahap penentuan kebijaksanaan. Partisipasi masyarakat pada tahap ini sangat

mendasar sekali, terutama karena yang di ambil menyangkut nasib mereka

secara keseluruhan yang menyangkut kepentingan bersama. Partisipasi

dalam hal pengambilan keputusan ini bermacam-macam, seperti kehadiran

rapat, diskusi, sumbangan pemikiran, tanggapan atau penolakan terhadap program

yang ditawarkan.

b. Partisipasi dalam pelaksanaan. Partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan

program merupakan lanjutan dari rencana yang telah

disepakati sebelumnya. Dalam hal ini Uphoff menegaskan bahwa

partisipasi dalam pembangunan ini dapat dilakukan melalui keikutsertaan

masyarakat dalam memberikan konstribusi guna menunjang pelaksanaan

pembangunan yang berwujud tenaga, uang, barang, material, maupun informasi

yang berguna bagi pelaksanaan pembangunan.

c. Partisipasi dalam pengambilan manfaat. Partisipasi ini tidak terlepas dari

kualitas maupun kuantitas dari hasil pelaksanaan program yang bisa dicapai.

Dari segi kualitas, keberhasilan suatu program akan ditandai dengan adanya

peningkatan output, sedangkan dari segi kuantitas dapat dilihat seberapa besar

persentase keberhasilan program yang dilaksananakan, apakah sesuai dengan

target yang telah ditetapkan. Partisipasi dalam menikmati hasil dapat dilihat

dari tiga segi, yaitu dari aspek manfaat materialnya, manfaat sosialnya dan

manfaat pribadi.

d. Partisipasi dalam evaluasi. Partisipasi dalam evaluasi ini berkaitan dengan

masalah pelaksanaan program secara menyeluruh. Partisipasi ini bertujuan untuk

mengetahui apakah pelaksanaan program telah sesuai dengan yang ditetapkan atau

ada penyimpangan. (Josef Riwu, 2007:127)

Partisipasi dalam proses pengambilan keputusan untuk mewujudkan

pembangunan sangat diperlukan, karena pembangunan yang berhasil harus

didukung oleh semua komponen bangsa, agar masyarakat memiliki rasa memiliki

dan rasa tanggung jawab terhadap pelaksanaan pembangunan itu sendiri.

Pembangunan sebenarnya merupakan suatu proses perubahan yang

direncanakan dan dikehendaki. Setidaknya pembangunan pada umumnya

merupakan kehendak masyarakat yang terwujud dalam keputusan-keputusan yang

diambil oleh para pemimpinnya, yang kemudian disusun dalam suatu perencanaan

yang selanjutnya dilaksanakan.Pembangunan mungkin hanya menyangkut suatu

bidang kehidupan saja, namun mungkin dilakukan secara simultan terhadap

pelbagai bidang kehidupan yang saling berkaitan.( Harun, 2011:249)

Macam tipologi partisipasi masyarakat yaitu :

a. Partisipasi pasif/manipulatif dengan karakteristik masyarakat diberitahu apa

yang sedang atau telah terjadi, pengumuman sepihak oleh pelaksana proyek tanpa

memperhatikan tanggapan masyarakat dan informasi yang diperlukan terbatas

pada kalangan professional di luar kelompok sasaran.b. Partisipasi informatif

memiliki karakteristik dimana masyarakat menjawab pertanyaan-pertanyaan

penelitian, masyarakat tidak diberi kesempatan untuk terlibat dan

mempengaruhi proses penelitian dan akurasi hasil penelitian tidak dibahas

bersama masyarakat.

c. Partisipasi konsultatif dengan karakteristik masyarakat berpartisipasi

dengan cara konsultasi, tidak ada peluang membuat keputusan bersama, dan

professional tidak berkewajiban untuk mengajukan pandangan (sebagai

masukan) atau tindak lanjut.

d. Partisipasi intensif memiliki karakteristik masyarakat

memberikan korbanan atau jasanya untuk memperoleh imbalan berupa

intensif/upah. Mayarakat tidak dilibatkan dalam proses pembelajaran atau

eksperimen yang dilakukan dan masyarakat tidak memiliki andil untuk

melanjutkan kegiatan-kegiatan setelah intensif dihentikan.

e. Partisipasi fungsional memiliki karakteristik masyarakat membentuk

kelompok untuk mancapai tujuan proyek, pembentukan kelompok biasanya

setelah ada keputusan-keputusan utama yang disepakati, pada tahap awal

masyarakat tergantung terhadap pihak luar namun secara bertahap

menunjukkan kemandiriannya.

f. Partisipasi interaktif memiliki cirri dimana masyarakat berperan dalam

analisis untuk perencanaan kegiatan dan pembentukan

penguatan kelembagaan dan cenderung melibatkan metode

interdisipliner yang mencari keragaman perpesktif dalam proses belajar

mengajar yang terstruktur dan sistematis. Masyarakat memiliki peran untuk

mengontrol atas (pelaksanaan) keputusan-keputusan mereka, sehingga memiliki

andil dalam keseluruhan proses kegiatan.

g. Self mobilization (mandiri) memiliki karakter masyarakat mengambil

inisiatif sendiri secara bebas untuk mengubah sistem dan nilai-nilai yang mereka

miliki. Masyarakat mengembangkan kontak dengan pihak-pihak lain untuk

mendapatkan bantuan-bantuan teknis dan sumberdaya yang diperlukan.

Masyarakat memgang kendali atas pemanfaatan sumberdaya yang ada dan atau

digunakan. (dalam Siti Fatimah, 2012:21)

Partisipasi masyarakat juga berarti adanya keterlibatan langsung bagi warga

dalam proses pengambilan keputusan dan kontrol serta koordinasi dalam

mempertahankan hak-hak sosialnya. Jika dikaitkan dengan tingkat kekuasaan

yang diberikan kepada masyarakat dikaitkan dengan partisipasi sebagaimana

dijelaskan oleh Shery Arstein, maka peran serta masyarakat dalam perencanaan

dapat dibedakan ke dalam anak tangga sebagai berikut :

a. Citizen power

Pada tahap ini terjadi pembagian hak, tanggung jawab, dan wewenang antara

masyarakat dan pemerintah dalam pengambilan keputusan. Tingkatan

meliputi kontrol masyarakat, pelimpahan, dan kemitraan.

b. Tokenism

Pada tahap ini hanya sekedar formalitas yang memungkinkan masyarakat

mendengar dan memiliki hak untuk member suara, tetapi pendapat mereka belum

menjadi bahan dalam pengambilan keputusan.

B. Partisipasi Masyarakat dalam Pembuatan Kebijakan Publik

Proses pembentukan kebjiakan publik Pembentukan kebijakan publik

dilakukan melalui suatu proses yang sering disebut perumusan kebijakan publik.

Proses ini dimulai adanya input(masukan) berupa tuntutan dan dukungan dari

masyarakat yang berkaitan dengan kehidupan bermasyarakat. Input tersebut

dikelompokkan atau diidentifikasi satu per satu sehingga menjadi usulan. Usulan

atau input yang telah terekomendasi dibahas bersama oleh pembuat kebijakan

pulik seperti pemerintah, DPR/DPRD, tokoh masyarakat, tokoh agama, maupun

akademisi. Pembahasan tersebut menghasilkan keputusan bersama yang disebut

kebijakan atau output(keluaran). Output atau keluaran tersebut kemudian

diterapkan dan dievaluasi.

Hasil evaluasi itu dijadikan masukan untuk memperbaiki kebijakan

tersebut. Pembentukan kebijakan publik tersebut berawal dari pembuatan agenda,

formulasi dan legitimasi, implementasi, evaluasi kinerja, dan dampak kebijakan

serta koreksi, dan pembuatan kebijakan baru. Pembuatan agenda adalah langkah

pertama yang sangat penting dalam pembuatan suatu kebijakan.

Tahap formulasi dan legitimasi merupakan tahap teknis untuk

merumuskan masalah yang telah diagendakan, dicari pemecahannya, dan

disahkan menjadi kebijakan publik.Untuk memperoleh hasil yang tepat, formulasi

kebijakan harus dilakukan dengan pengetahuan dan ketrampilan yang mendalam

dan memadai. Tahap implementasi adalah tahap penerapan atau pelaksanaan

sebuah kebijakan yang telah ditetapkan. Pada tahap ini kebijakan publik diuji

apakah kebijakan itu dapat memecahkan permasalahan atau tidak. Tahap evaluasi

kebijakan publik dapat dibagi menjadi evaluasi proses, evaluasi dampak, dan

evaluasi analisis strategi.

Pentingnya partisipasi masyarakat dalam perumusan kebijakan publik di

daerah Kebijakan publik merupakan hasil kerja sama berbagai pelaku, baik

pemerintah, masyarakat, para ahli, maupun lembaga-lembaga sosial. Proses

seperti ini telah kita lakukan dalam kehidupan sekolah baik yang manyangkut

intrakurikuler maupun kegiatan ekstrakurikuler. Dalam kesiswaan kita telah

membuat program kerja. Proses perumusan sampai keputusan pembuatan program

kerja tersebut melibatkan seluruh unsur yang tergabung dalam organisasi siswa.

Bentuk-bentuk partisipasi masyarakat dalam merumuskan kebijakan

publik dapat dilakukan dengan jalan:

1. Masyarakat dapat membentuk opini (pemikiran) melalui media masa

bahwa masyarakat sangat membutuhkan kesejahteraan, misalnya jalan

yang harus diperbaiki karena rusak.

2. Masyarakat memberikan masukan masalah yang dihadapi masyarakat

dengan mengirimkan informasi kepada pemerintah daerah lewat telepon

atau SMS dengan menunjukkan fakta-fakta di lapangan.

3. Menyampaikan aspirasinya pada saat anggota DPRD berkunjung ke

kampung-kampung/desa-desa bahwa masyarakat desa/kampung sangat

membutuhkan sarana transportasi.

4. Mengritisi kebijakan publik yang dikeluarkan pemerintah daerah yang

tidak memihak kepentingan masyarakat, misal kebijakan pembuatan jalan

tetapi dalam kebijakan tersebut tidak mencantumkan pasal tentang ganti

rugi tanah masyarakat yang terkena jalan.

5. Partisipasi juga dapat ditunjukkan dengan memberikan dukungan moral

kepada perumus kebijakan. Dalam tahap ini masyarakat harus berperan

aktif mengontrol apakah input dari masyarakat tersebut terakomodir atau

tidak.

Selain bentuk-bentuk partisipasi masyarakat dalam merumusakan

kebijakan publik, masyarakat harus ikut berpartisipasi dalam melaksanakan

kebijakan publik yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Bentuk partisipasi itu

antara lain:

1. Kebijakan retribusi daerah, misalnya apabila kita memiliki mobil angkutan

umum membayar retribusi kepada petugas tidak boleh mencari jalan lain

menghindari retribusi.

2. Kebijakan lingkungan hidup, contoh peran sertanya adalah ikut menjaga

kebersihan lingkungan hidup, menjaga kelestarian lingkungan hidup,

menjaga sumber daya alam yang ada di daerah, tidak merokok di

sembarang tempat, menjaga kesehatan lingkungan, dan sebagainya.

3. Kebijakan IMB, misalnya masyarakat tanpa diperingatkan oleh aparat

pemerintah apabila ingin mendirikan bangunan memiliki izin mendirikan

bangunan dari pemerintah daerah.

Efek pelaksanaannya juga akan dirasakan oleh setiap anggota organisasi.

Pedoman pelaksanaan kerja tersebut bersifat memaksa, sehingga pelanggarnya

akan mendapat sanksi. Begitu pula kebijakan publik yang perumusannya

melibatkan semua komponen masyarakat akan mengikat semua komponen

masyarakat pula. Sehingga bagi pelanggar kebijakan publik akan mendapat

sanksi. Kebijakan publik mempunyai arti penting dalam kehidupan masyarakat,

misalnya kebijakan publik yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah tentang

larangan merokok di tempat umum. Larangan itu harus ditaati oleh semua

masyarakat yang ada di daerah itu. Dan apabila sudah menjadi kebijakan publik

semua komponen masyarakat mau tidak mau harus melaksanakan keputusan

tersebut.

Bentuk-bentuk partisipasi masyarakat dan pelaksanaan kebijakan publik

Dalam pelaksanaan otonomi daerah, pemerintah daerah sangat membutuhkan

masukan-masukan dari masyarakat, khususnya dalam merumuskan kebijakan

publik. Hal ini penting agar kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh

pemerintah daerah sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat di daerah

tersebut. Dengan demikian kebijakan publik yang ditetapkan atau dikeluarkan

senantiasa diterima dan dilaksanakan oleh masyarakat. Dengan mengakomodasi

masukan yang disampaikan masyarakat tersebut, kebijakan yang dihasilkan segala

dampaknya dapat dipertanggungjawabkan. Suasana yang demikian itu

mengindikasikan semangat demokrasi telah berkembang di dalam masyarakat.

Keterlibatan masyarakat dalam merumuskan kebijakan publik menunjukkan

kecintaannya pada daerahnya, sehingga akan tercipta kehidupan daerah yang

kondusif dan tenang.

B. Partisipasi Politik Masyarakat dalam Perencanaan Pembangunan.

1. Kurangnya sosialisasi dari pemerintah desa, untuk

memberitahukan kepada masyarakat bahwa akan di selenggarakan

musrenbang.

2. 2. Pemahaman masyarakat tentang fungsi musrenbang, dan tingkat

ekonomi masyarakat yang relatif rendah, sehingga sulit

meluangkan waktu untuk berpartisipasi dalam pengambilan

keputusan karena waktu mereka digunakan untuk menafkahi

keluarga. Pembangunan ekonomi masyarakat atau pemberdayaan

masyarakat, yang masih kurang memahami bagaimana pengelolaan

dana yang sudah disediakan, karena tingkat ekonomi masyarakat

juga sangat berpengaruh terhadap tingkat partisipasi politik.

3. 3. Masih ada masyarakat bersikap apatis atau tidak peduli dengan

lingkungan bermasyarakat dan bernegara.

Masyarakat lainnya cukup antusias dan mereka tahu bahwa musrenbang

itu adalah suatu sarana penyampaian aspirasi. Akan tetapi Perencanaan dari atas

kebawah (top down planning) masih mendominasi perencanaan pembangunan di

tingkat paling bawah atau tingkat desa, sehingga menyebabkan timbul rasa

kejenuhan dari masyarakat untuk ikutserta dalam perencanaan pembangunan desa.

aspirasi dari masyarakat desa hanya sedikit yang terakomodir dan sedikit pula

yang terealisasi. Masyarakat merasa masih kurang paham untuk bagaimana

mengelolah dan memanfaatkan hasil untuk kelanjutan usahanya masih

memerlukan pendidikan pembelajaran kolektif. Hal ini adalah salah satu faktor

yang mempengaruhi gagalnya program-program pembangunan. Sehingga

berpengaruh terhadap tingkat tingkat partisipasi politik masyarakat dalam forum

perencanaan pembangunan desa.

Faktor Kepentingan Masyarakat

Perencanaan pembangunan yang baik harus dapat menyentuh kebutuhan

masyarakat terlebih pada lingkup pedesaan, akan tetapi realitas yang ada

perencanaan teknokratis, yaitu ketentuan-ketentuan standar yang dari atas yang

mengikuti prosedur perencanaan dan tanpa melihat kebutuhan nyata desa

demikian juga prencanaan politis, yaitu pengalokasian anggaran dan regulasi yang

secara signifikan masih sangat mempengaruhi proses dan hasil perencanaan di

tingkat desa. Sementara dilain pihak hasil-hasil perencanaan yamg merupakan

representasi dari aspirasi masyarakat kurang mendapat tempat dalam pembangian

alokasi anggaran pembangunan, yang masih ada usulan-usulan masyarakat yang

belum terealisasi contoh konkritnya terlampir pada tabel 5.1.

Faktor Sentralisasi Perencanaan Pembangunan Desa.

Dengan suatu upaya perencanaan partisipatif yang berusaha melibatkan

masyarakat dalam forum perencanaan pembangunan desa (Musrenbang), yang

masih kurang mendapat tempat untuk menyalurkan aspirasi secara bebas, karena

proses pelaksanaan musrenbang desa yang hanya membatasi sampai pada

perwakilan masyarakat saja yang boleh mengikuti musrenbang, dengan

sentralisasi perencanaan, hal ini menjadi salah satu faktor sehingga aspirasi

masyarakat tidak seluruhnya terakomodir dalam perencanaan pembangunan desa.

Karena hanya didominasi oleh segelintir elit desa yang melaksanakan forum

perencanaan dan kurang melibatkan masyarakat. Kondisi yang terjadi dilapangan,

kontribusi dari pihak elit desa maupun perwakilan masyarakat yang mengikuti

musrenbang desa tidak mewakili suara masyarakat secara keseluruhan sehingga

akomodasi hasil perencanaan atau sifat mewakili masyarakat umum hilang secara

sendirinya karena kontribusi yang masih bersifat ego dari perwakilan masyarakat.

Faktor Pengelolaan Program

Salah satu bentuk partisipasi masyarakat adalah ikut memberdayakan

ekonomi masyarakat desa yang masih bisa dikatakan dibawah garis kemiskinan,

perlu suatu tindakan represif untuk menangani permasalahan ini, yang bukan

hanya permasalahan desa, tetapi menjadi masalah dan tanggung jawab pemerintah

untuk memberikan masukan modal, dan bimbingan untuk memandirikan

masyarakat desa.

Pada pembahasan diatas bisa dikaitkan dengan landasan pemikiran yang

bersifat teoritis yang dipakai yaitu teorinya Arnstein dalam Efriza(2012:173),

untuk melihat tingkat partisipasi politik masyarakat dalam pembentukan

kebijakan, berdasarkan 3 (tiga) faktor yang mempengaruhi menurut Arnstein

yaitu:

1. Komunikasi politik,

2. Kesadaran politik,

3. Pengetahuan masyarakat terhadap proses pengambilan keputusan.

Serta factor lain yang didapat oleh peneliti yang mempengaruhi partisipasi

politik masyarakat dalam perencanaan pembangunan yaitu:

1. Faktor Pengelolaan Program,

2. Faktor Kepentingan Masyarakat,

3. Faktor Sentralisasi Perencanaan Pembangunan Desa.

BAB III

KESIMPULAN

Dapat disimpulkan bahwa, tingkat partisipasi politik masyarakat dalam

proses perencanaan pembangunan masih rendah, hal ini disebabkan kerena:

1. Kurangnya sosialisasi dari pemerintah desa untuk memberikan

pemahaman kepada masyarakat bahwa betapa pentingnya ikut terlibat

dalam pengambilan keputusan perencanaan pembangunan.

2. Masih terdapat masyarakat yang bersikap apatis atau tidak peduli dengan

lingkungan bermasyarakat dan bernegara. Hal ini tergolong suatu hal yang

penting untuk meningkatkan pemahaman masyarakat dari sosialisasi

pemerintah desa.

3. Kurangnya pemahaman masyarakat tentang fungsi musrenbang, dan

tingkat ekonomi masyarakat yang relatif rendah, sehingga sulit

meluangkan waktu untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan

karena waktu mereka digunakan untuk menafkahi keluarga. Pembangunan

ekonomi masyarakat atau pemberdayaan masyarakat, yang masih kurang

memahami bagaimana pengelolaan dana yang sudah disediakan, karena

tingkat ekonomi masyarakat juga sangat berpengaruh terhadap tingkat

partisipasi politik.

4. Perencanaan dari atas kebawah (top down planning) masih mendominasi

perencanaan pembangunan di tingkat paling bawah atau tingkat desa,

sehingga menyebabkan timbul rasa kejenuhan dari masyarakat untuk

ikutserta dalam perencanaan pembangunan desa. spirasi dari masyarakat

desa hanya sedikit yang terakomodir dan sedikit pula yang terealisasi.

Sebagai contoh konkritnya adalah permohonan bantuan pengadaan

inventaris desa yang tidak dapat di danai oleh Alokasi Dana Desa, yang

sudah beberapa kali diusulkan sampai saat ini belum terealisasi.

DAFTAR PUSTAKA

Bintoro Tjokroadmijojo, 1974. Pengantar Administrasi Pembangunan. Jakarta:

PT Pustaka PL3ES Indonesia.

Budiardjo, Miriam. 1982, Partisipasi dan Partai Politik. Sebuah Bunga Rampai.

Jakarta: PT Gramedia.

Budiardjo, Miriam.2009, Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka

Utama.

Efriza. 2012, Political Explore, Sebuah Kajian Ilmu Politik. Alfabeta: Bandung.

Kartasasmita, Ginanjar. 1997. Administrasi Pembangunan Perkembangan

Pemikiran dan Prakteknya di Indonesia. PT. Pustaka LP3E. Jakarta.

Kusmiadi, Rahmat. 1995. Teori dan Teknik Perencanaan, Bandung: Ilham  Jaya.

Miles dan Hubertman, 1992. Analisa Data Kualitatif. UI Press, Jakarta.

Nawawi, H. 1990. Metode Penelitian Sosial. Yogyakarta: Gadjahmada.

University Press.

Sudijono Sastroatmodjo. 1995. Perilaku Politik. Semarang: IKIP Semarang Press.