BAB I

14
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan Jiwa adalah bagian internal dari upaya kesehatan yang bertujuan menciptakan perkembangan jiwa yang sehat secara optimal baik intelektual maupun emosional (Kusumawati & Hartono, 2011). Gangguan jiwa adalah penyakit non fisik yang dapat menghambat produktifitas individu dalam kehidupannya. Gangguan jiwa memang bukan sebagai penyebab kematian secara langsung, Tetapi akibat yang ditimbulkan dapat menyebabkan penurunan kemampuan dan fungsi baik secara individu maupun kelompok. Selain itu dapat juga menghambat pembangunan karena gangguan jiwa dianggap tidak produktif dan tidak efesien, serta memiliki cost yang tinggi untuk perawatan dan pengobatannya (Hawari, 2001). Masalah gangguan jiwa terjadi hampir diseluruh Negara di dunia. World Health Organization (WHO) badan dunia PBB yang menangani masalah kesehatan dunia, memandang serius maslah ini dengan menjadikan isu yag penting dan menjadi salah satu pokok program kerja WHO (Sosrosumihardjo, 2010). Gangguan jiwa terdiri 1 Poltekkes Kemenkes Palembang

description

makalah

Transcript of BAB I

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kesehatan Jiwa adalah bagian internal dari upaya kesehatan

yang bertujuan menciptakan perkembangan jiwa yang sehat secara

optimal baik intelektual maupun emosional (Kusumawati & Hartono,

2011).

Gangguan jiwa adalah penyakit non fisik yang dapat

menghambat produktifitas individu dalam kehidupannya. Gangguan jiwa

memang bukan sebagai penyebab kematian secara langsung, Tetapi

akibat yang ditimbulkan dapat menyebabkan penurunan kemampuan dan

fungsi baik secara individu maupun kelompok. Selain itu dapat juga

menghambat pembangunan karena gangguan jiwa dianggap tidak

produktif dan tidak efesien, serta memiliki cost yang tinggi untuk

perawatan dan pengobatannya (Hawari, 2001).

Masalah gangguan jiwa terjadi hampir diseluruh Negara di

dunia. World Health Organization (WHO) badan dunia PBB yang

menangani masalah kesehatan dunia, memandang serius maslah ini

dengan menjadikan isu yag penting dan menjadi salah satu pokok

program kerja WHO (Sosrosumihardjo, 2010). Gangguan jiwa terdiri

dari berbagai masalah dengan gejala yang berbeda, mereka umumnya

ditandai oleh bebrapa kombinasi dari pikiran yang tidak normal, emosi,

perilaku dan hubungannya dengan orang lain. Contoh gangguan jiwa

seperti skizofrenia, depresi, retardasi mental, dan gangguan akibat

penyalahgunaan narkoba sebagai isu yang perlu mendapatkan perhatian

dari dunia (WHO, 2012).

Data yang diperoleh dari Badan Kesehatan Dunia (World Health

Organization/WHO) menunjukkan 10% dari populasi penduduk dunia

membutuhkan pertolongan atau pengobatan bidang kesehatan atau

psikiatri. Diperkirakan bahwa 2- 3% dari jumlah penduduk Indonesia

menderita gangguan jiwa berat. Bila separuh dari mereka memerlukan

1 Poltekkes Kemenkes Palembang

2

perawatan di rumah sakit dan jika penduduk Indonesia belumlah

sebanyak 120 juta jiwa, maka ini berarti bahwa 120 ribu jiwa berat

memerlukan perawatan di rurnah sakit (Yosep, 2007).

Salah satu Negara di dunia yang memiliki angka kejadian

gangguan jiwa yang relatif cukup tinggi adalah Indonesia. Berdasarkan

hasil Survei Kesehatan Mental Rumah Tangga (SKMRT) pada tahun

1995 yang dilakukan terhadap penduduk di 11 kotamadya oleh jaringan

Epidemiologi Pskiatri Indonesia, ditemukan 185 per 1000 penduduk

rumah tangga dewasa menunjukkan adanya gejala gangguan jiwa baik

yang ringan maupun yang berat. Krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia

meningkatkan kejadian gangguan kesehatan mental mulai dari gangguan

kecemasan, depresi, panik hingga gangguan jiwa yang berat seperti

skizofrenia hingga pada tindakan bunuh diri (Susrosumihardjo, 2010).

Jumlah penderita gangguan jiwa berat di Indonesia cukup

memprihatinkan, yaitu mencapai 6 juta orang atau sekitar 2.5 persen dari

total penduduk (Susrosumihardjo, 2010). Angka prevalensi gangguan

jiwa berat yaitu psikosis ada sekitar 0.46 persen dari jumlah penduduk

Indonesia atau sekitar 1.065.000 jiwa (Teguh, 2011).

Berdasarkan hasil riset kesehatan dasar (Riskesdas) yang

dilakukan kementrian kesehatan pada 2007, prevalensi terjadinya

masalah mental emosional seperti depresi dan ansietas, sebanyak 11.60

persen dari jumlah penduduk Indonesia atau sekitar 204.708.000 jiwa

(Teguh, 2011).

Berbicara tentang gangguan kesehatan jiwa salah satu yang

paling banyak di derita pasien gangguan kesehatan jiwa adalah

skizofrenia. Schizophrenia berupa gangguan yang terjadi pada fungsi

otak yang merusak dan menghancurkan emosi. Selain karena faktor

genetik, penyakit ini juga bisa muncul akibat tekanan psikologis di

sekelilingnya (Hawari, 2009). Menurut Pedoman Penggolongan dan

Diagnosa Gangguan Jiwa-III (PPDGJIII) Skizofrenia merupakan suatu

sindrom yang disebabkan oleh bermacam penyebab yang ditandai dengan

penyimpangan pikiran dan persepsi serta afek yang tidak wajar. Pasien

Poltekkes Kemenkes Palembang

3

dengan diagnosis Skizofrenia akan mengalami kemunduran dalam

kehidupan sehari-hari, hal ini ditandai dengan hilangnya motivasi dan

tanggung jawab. Selain itu pasien cenderung apatis, menghindari

kegiatan dan mengalami gangguan dalam penampilan. Pasien Skizofrenia

akan mengalami gangguan dalam memenuhi tuntutan hidup sehari-hari

seperti kebersihan diri (Stuart and Laraira, 2007).

Di Amerika angka pasien skizofrenia cukup tinggi (lifetime

prevalence rates) mencapai 1/100 penduduk. Sekitar 20 % penduduk di

Indonesia saat ini menderita gangguan kesehatan jiwa, hampir 80 %

pasien skizofrenia juga mengalami kekambuhan secara berulang, bahkan

bisa lebih besar lagi (Yosep, 2008).

Di Indonesia diperkirakan sekitar 50 juta atau 25% dari 220 juta

penduduk mengalami gangguan jiwa (Swaberita, 2008). Prevalensi

penderita Skizofrenia di Indonesia adalah 0,3% sampai 1%, dan

terbanyak pada usia sekitar 18-45 tahun, terdapat juga beberapa penderita

yang mengalami pada umur 11-12 tahun. Apabila penduduk Indonesia

200 juta jiwa, maka sekitar 2 juta jiwa yang menderita Skizofrenia (Arif,

2006).

Skizofrenia merupakan gangguan jiwa bersifat menahun yang

memerlukan waktu cukup lama untuk proses penymbuhan, terapi pada

skizofrenia bertujuan untuk menurunkan angka kekambuhan

(Kraepelin,1919 dalam Hawari, 2001). Terapi pada Skizofrenia meliputi

terapi psikofarmaka (antipsikotik), psikoterapi, terapi psikoterapi dan terapi

psikoreligius (Kusuma, 2007).

Ada beberapa alasan yang mendasari klien skizofrenia

menghentikan pengobatan diluar pengawasan medis. Menurut Ashwin

(2007 dalam Bustilo, 2008) kejenuhan klien skizofrenia minum obat setiap

hari, menyebabkan tingkat kepatuhan klien untuk minum obat menjadi

menurun. Adapun klien skizofrenia yang menghentikan terapi dengan

berbagai alasan seperti : adanya efek smping obat, gangguan pikiran dan

anggapan bahwa terapi adalah sesuatu yang percuma (Hawari, 2001).

Menurut penelitian Wardani (2009) menguraikan efek samping obat

Poltekkes Kemenkes Palembang

4

terhadap fisik , seksualitas, aktivitas dan tingkat konsentrasi menjadi alasan

pasien tidak patuh , bahkan sampai menghentikan minum obat. Tidak kuat

berdiri lama, mual, kaku, bicara pelo, dan badan tidak enak adalah

ungkapan-ungkapan yang menggambarkan efek samping obat terhadap

fisik.

Kepatuhan adalah perilaku klien sesuai dengan ketentuan yang

diberikan oleh petugas kesehatan (Niven, 2002). Kepatuhan dalam

pengobatan dapat diartikan sebagai perilaku klien yang mentaati semua

nasihat dan petunjuk yang dianjurkan oleh kalangan tenaga medis

(Australian College of Pharmacy Practice, 2001). Hasil penelitian Wardani

(2009) tolak ukur perilaku patuh minum obat yaitu adanya kerjasama

keluarga dan pasien dalam pemberian obat, kesadaran diri akan kebutuhan

obat, kemandirian minum obat, kedisiplinan minum obat dan kontrol rutin

setelah dirawat di rumah sakit.

Penyebab ketidakpatuhan minum obat pada klien skizofrenia juga

ada hubungannya dengan hendaya perilaku yang dialami. Keliat (2004,

dalam Parendrawati, 2008) menguraikan hendaya perilaku yang muncul

pada klien skizofrenia , salah satunya adalah tidak teratur minum obat ada

sekitar 40 persen. Faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan klien dalam

minum obat, yaitu keyakinan individu, sikap negatif dari keluarga besar dan

sikap tenaga kesehatan. Keyakinan terhadap kesehatan berkontibusi

terhadap ketidakpatuhan. Klien yang tidak patuh biasanya mengalami

depresi, ansietas dengan kesehatannya, memiliki ego lemah dan terpusat

perhatian pada diri sendiri (Niven 2002).

Tindakan keperawatan dalam mengatasi skizofrenia itu terdiri

dari lima tahapan yaitu dimulai dari membina hubungan saling percaya,

mengenal skizofrenia, mengontrol perilaku skizofrenia, memanfaatkan

obat sesuai dengan advis dokter, memotivasi keluarga agar memberi

dukungan untuk membantu pasien dalam mengontrol skizofrenia (Yosep,

2009)

Keluarga pasien perlu mempunyai sikap yang positif untuk

mencegah kekambuhan pada pasien skizofrenia. Keluarga perlu

Poltekkes Kemenkes Palembang

5

memberikan dukungan (support) kepada pasien untuk meningkatkan

motivasi dan tanggung jawab untuk melaksanakan perawatan secara

mandiri. Keluarga perlu mempunyai sikap menerima pasien, memberikan

respon positif kepada pasien, menghargai pasien sebagai anggota

keluarga dan menumbuhkan sikap tanggung jawab pada pasien. Sikap

permusuhan yang ditunjukkan oleh anggota keluarga terhadap pasien

akan berpengaruh terhadap kekambuhan pasien. Dukungan keluarga

sangat penting untuk membantu pasien bersosialisasi kembali,

menciptakan kondisi lingkungan suportif, menghargai pasien secara

pribadi dan membantu pemecahan masalah pasien (Keliat, 1996). Sikap

merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang

terhadap suatu stimulus atau objek (Notoatmodjo, 2007, p. 142).

Menurut Lauriello yang dikutip Purwanto dalam Yoga (2011)

proses penyembuhan pasien tidak terlepas dari dukungan keluarga.

Keluarga merupakan bagian yang penting dalam proses pengobatan

pasien jiwa . Ketika penderita gangguan jiwa melakukan rawat jalan atau

inap di rumah sakit jiwa, keluarga harus tetap memberikan dukungan

sesuai dengan petunjuk tim medis rumah sakit. Dukungan keluarga

sangat diperlukan oleh penderita gangguan jiwa dalam memotivasi

mereka selama perawatan dan pengobatan.

Sebuah keluarga dengan penderita gangguan jiwa perlu

mengetahui dan menyadari keadaan diri penderita, mengambil keputusan

untuk menentukan bagaimana sikap yang sebaiknya di ambil agar

terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan. Banyak keluarga yang

mempunyai pendapat bahwa pasien boleh berhenti minum obat atau

berobat apabila gejala-gejala sudah menghilang atau berkurang, juga

banyak keluarga yang berpendapat bahwa penderita gangguan jiwa hanya

perlu medikasi untuk dapat sembuh saat proses pemulihan di rumah. Hal

ini jelas keliru, terapi bagi penderita gangguan jiwa bukan hanya

pemberian obat dan rehabilitasi medik, namun diperlukan peran keluarga

guna resosialisasi dan pencegahan kekambuhan (Irma, 2010).

Poltekkes Kemenkes Palembang

6

Secara umum ketidakpatuhan terhadap program terapeutik

adalah masalah substansial yang ahrus diatasi untuk membantu individu

berpartisipasi dalam perawatan diri dan mencapai tingkat kesehatan

potensial yang maksimal. Ketidakpatuhan minum obat dapat

meningkatkan resiko berkembangnya masalah kesehatan atau

memperpanjang dan memperburuk kesakitan yang diderita. Ada 20

persen klien yang dirawat di rumah sakit diperkirakan merupakan akibat

dari ketidakpatuhan klien terhadap pengobatan (Brunner & Suddart,

2002).

Dampak atau akibat yang dirasakan pada klien karena perilaku

ketidakpatuhan menyebabkan kekambuhan empat kali lebih tinggi , klien

yang terlanjur kambuh karena tidak minum obat, membutuhkan waktu

lebih dari satu tahun untuk kembali secara intensif (Bustilo, 2008).

Menurut hasil penelitian Wardani (2009) akibat yang ditimbulkan dari

perilaku ketidakpatuhan minum obat adalah terjadinya kekambuhan dan

over dosis. Dampak ketidakpatuhan bagi keluarga yaitu timbulnya beban

subjektif dan objektif. Beban subjektif berupa beban emosional dan

kecemasan, beban objektif yang dirasakan keluarga meliputi terjadinya

gangguan hubungan keluarga dan keterbatasan klien dalam melakukan

aktivitas.

Hasil penelitian Wardani (2009) sikap negatif keluarga besar

terhadap pengobatan seperti sikap mendukung ketidakpatuhan dan

ungkapan yang dapat menurunkan motivasi minum obat. Selain itu

penyebab yang bersumber dari perilaku tenaga kesehatan adalah informasi

yang tidak jelas dan ungkapan yang mematahkan semangat dari tenaga

kesehatan secara tidak langsung menyebabkan ketidakpatuhan terhadap

pengobatan.

Penelitian yang dilakukan oleh Kandar pada bulan Oktober 2011

mengenai penyebab kekambuhan klien skizofrenia dirawat ulang di RSJD

dr. AGH Semarang, menunjukkan ada peningkatan angka kekambuhan

klien skizofrenia karena ketidakpatuhan minum obat. Pada tahun 2011 ada

63 klien skizofrenia yang dirawat ulang kurang dari 1 bulan dan ada 121

Poltekkes Kemenkes Palembang

7

klien yang dirawat ulang lebih dari 1 bulan setelah mendapatkan perawatan

dari rumah sakit.

Berdasarkan data yang diperoleh dari Bagian Rekam Medik

Rumah Sakit Ernaldi Bahar Provinsi Sumatera Selatan, pada tahun 2009

jumlah pasien gangguan kesehatan jiwa seluruhnya 29.781 orang dengan

penderita skizofrenia yang dirawat inap selama tahun 2009 adalah

sebanyak 4.313 orang dan untuk tahun 2010 jumlah seluruh pasien

gangguan jiwa 30.196 orang dengan pasin rawat jlan berjumlah 26.698

orang, dan pasin rawat inap berjumlh 3.495 orang. Tahun 2011jumlah

seluruh pasien gangguan jiwa 27.395 orang dengan pasien rawat jalan

berjumlah 24.380 orang dan pasien rawat inap berjumlah 3015 orang.

Berdasarkan data diatas dapat disimpulkan terjadi peningkatan

kasus pasien skizofrenia setiap tahunnya, maka peneliti tertarik meneliti dan

mengetahui tentang “Hubungan dukungan keluarga dengan kepatuhan

minum obat pada pasien skizofrenia di poliklinik rawat jalan Rumah Sakit

Ernaldi Bahar Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2013”.

1.1.1. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas maka

rumusan masalah pada penilitian ini adalah belum diketahuinya

dukungan keluarga dengan kepatuhan minum obat pasien

skizofrenia di Poliklinik Rawat Jalan Rumah Sakit Ernaldi Bahar

Provinsi Sumatra Selatan tahun 2013.

1.1.2. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan permasalahan di atas, maka timbul suatu

pertanyaan penelitian adalah apakah ada hubungan dukungan

keluarga dengan kepatuhan minum obat pasien skizofrenia di

Poliklinik Rawat Jalan Rumah Sakit Ernaldi Bahar Provinsi

Sumatra Selatan tahun 2013 ?

Poltekkes Kemenkes Palembang

8

1.2. Tujuan Penelitian

1.2.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan antara dukungan keluarga

dengan kepatuhan minum obat pasien skizofrenia di Poliklinik

Rawat Jalan Rumah Sakit Ernaldi Bahar Provinsi Sumatra Selatan

tahun 2013.

1.2.2. Tujuan Khusus

a. Diketahuinya distribusi frekuensi dukungan keluarga dalam

perawatan pasien skizofrenia di Poliklinik Rawat Jalan Rumah

Sakit Ernaldi Bahar Provinsi Sumatra Selatan tahun 2013.

b. Diketahuinya distribusi frekuensi kepatuhan minum obat pasien

skizofrenia di Poliklinik Rawat Jalan Rumah Sakit Ernaldi Bahar

Provinsi Sumatra Selatan tahun 2013.

c. Diketahuinya hubungan dukungan keluarga dengan kepatuhan

minum obat pasien skizofrenia di Poliklinik Rawat Jalan Rumah

Sakit Ernaldi Bahar Provinsi Sumatra Selatan tahun 2013.

1.3. Manfaat Penelitian

1.3.1. Teoritis

Hasil penelitian ini berguna untuk perkembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi khususnya tentang dukungan keluarga

dengan kepatuhan minum obat pasien skizofrenia.

1.3.2 Aplikatif

1.3.2.1. Bagi Institusi Pelayanan Kesehatan RS dr. Ernaldi Bahar

Provinsi Sumatera Selatan

Sebagai sumber data untuk pengambilan kebijakan dalam

menetapkan program-program kesehatan jiwa baik untu pembinaan

kesehatan dikeluarga maupun masyarkat.

1.3.2.2. Bagi Institusi Pendidikan

Diharapkan menjadi memberikan informasi, menjadi sumber

referensi serta dapat meningkatkan kualitas pendidikan dan

pengetahuan mahasiswa tentang hubungan dukungan keluarga

Poltekkes Kemenkes Palembang

9

dengan kepatuhan minum obat pada pasien skizofrenia bagi

perkembangan ilmu keperawatan khususnya di Poltekkes Kemenkes

Jurusan Keperawatan Palembang.

1.3.2.3. Bagi Peneliti

Diharapkan dapat menambah pengetahuan, wawasan dan

pengalaman langsung dalam melakukan penelitian mengenai

hubungan dukungan keluarga dengan kepatuhan minum obat pada

pasien skizofrenia.

1.4. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah keperawatan jiwa.

Meneliti hubungan dukungan keluarga dengan kepatuhan minum

obat pasien skizofrenia di Poliklinik Rawat Jalan Rumah Sakit

Ernaldi Bahar Provinsi Sumatra Selatan tahun 2013. Metode

penelitian yang digunakan adalah metode survey analitik dengan

desain penelitian cross sectional. Teknik sampel menggunakan

metode non random sampling, dengan pendekatan purposive

sampling. Populasi pada penelitian ini adalah semua keluarga yang

mengantar pasien skizofrenia di poliklinik rawat jalan di Rumah

Sakit Ernaldi Bahar. Sampel penelitian ini adalah pasien

skizofrenia yang dirawat jalan di Rumah Sakit Ernaldi Bahar.

Penelitian ini dilakukan antara bulan Mei – Juni 2013 dan

pengumpulan data dilakukan dengan cara pengisian kuisioner oleh

responden.

Poltekkes Kemenkes Palembang