BAB I

14
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu penyebab kebangkrutan dan kemunduran moral adalah “sikap bangganya” untuk meninggalkan Al- Qur’an sebagai suluh dan pembuka akses jalan kehidupan, ironis sekali ketika banyak umat Islam yang tidak bisa membaca Al - Qur’an, apalagi mendalami dan menelaahnya, sebagaimana generasi salaf yang secara intensif mengkaji dan menelaah kitab suci sebagai inspirasi dan sains. Munasabah adalah salah satu dari pokok bahasan ulumul Qur’an. Melalui bahasan ini, Rahasia Illahi dapat terungkap dengan sangat jelas yang dengannya sanggahan dari – Nya bagi mereka yang selalu meragukan keberadaan Al-Qur’an sebagai wahyu akan tersampaikan. Maka dari itu kami selaku penyusun, mengangkat pembahasan ini dengan harapan bahwa makalah ini menjadi ladang amal shaleh kami, dalam rangka mencerahkan kepribadian umat. 1.2 Tujuan Penulisan Makalah Adapun yang menjadi tujuan pembuatan makalah ini yaitu sebagai berikut: 1. Untuk memenuhi salah satun tugas mata kuliah Ulumul Qur’an. 1

description

makalah ulumul qur'an

Transcript of BAB I

BAB I

BAB I

PENDAHULUAN1.1 Latar Belakang Masalah

Salah satu penyebab kebangkrutan dan kemunduran moral adalah sikap bangganya untuk meninggalkan Al-Quran sebagai suluh dan pembuka akses jalan kehidupan, ironis sekali ketika banyak umat Islam yang tidak bisa membaca Al - Quran, apalagi mendalami dan menelaahnya, sebagaimana generasi salaf yang secara intensif mengkaji dan menelaah kitab suci sebagai inspirasi dan sains.

Munasabah adalah salah satu dari pokok bahasan ulumul Quran. Melalui bahasan ini, Rahasia Illahi dapat terungkap dengan sangat jelas yang dengannya sanggahan dari Nya bagi mereka yang selalu meragukan keberadaan Al-Quran sebagai wahyu akan tersampaikan.Maka dari itu kami selaku penyusun, mengangkat pembahasan ini dengan harapan bahwa makalah ini menjadi ladang amal shaleh kami, dalam rangka mencerahkan kepribadian umat.1.2 Tujuan Penulisan Makalah

Adapun yang menjadi tujuan pembuatan makalah ini yaitu sebagai berikut:

1. Untuk memenuhi salah satun tugas mata kuliah Ulumul Quran.2. Sebagai jembatan umat untuk bisa mendalami Al - Quran secara mudah khususnya Munasabah.

3. Untuk menjadi bahan referensi dalam telaah Munasabah.

4. Sebagai sebuah kajian yang komprehensif.

5. Untuk mengetehui sejauh mana pengetahuan kita tentang ilmu Al Quran khususnya bahasan tentang Muhasabah.6. Untuk meningkatkan pengetahuan dan wawasan para mahasiswa dalam pembahasan tersebut.

1.3 Pembatasan Masalah

Untuk menghindari kesalahan karena terbatasnya sumber bacaan yang ada, maka kami selaku penyusun berusaha membatasi permasalahan yang akan di bahas. Dalam penyusunannya, penyusun lebih mengutamakan pada jenis jenis Munasabah, Hubungan Munasabah dengan Ulumul Quran serta kedudukan munasabah dalam penafsiran Al-Quran.

1.4 Metode Pengumpulan Data Kami selaku penyusun, menggunakan beberapa metode diantaranya metode kepustakaan yang diambil dari berbagai sumber buku.1.5 Sistematika Penulisan

Pada Bab satu berisikan pendahuluan yang membahas tentang : Latar Belakang Masalah, Tujuan Penulisan Makalah, Pembatasan Masalah, Metode Pengumpulan Data dan Sistematika Penulisan.

Pada Bab dua berisikan Landasan Teori yang membahas tentang : Pengertian Munasabah dan Sejarah Tentang Perkembangan Munasabah.

Pada Bab tiga Berisikan pembahasan mengenai : Jenis jenis Munasabah, Hubungan Munasabah dengan Ulumul Quran dan Kedudukan Munasabah dalam Penafsiran Al Quran.

Pada Bab empat berisikan penutup yang mengemukakan tentang Kesimpulan.BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Munasabah

Munasabah dari segi bahasa berarti cocok, patut atau sesuai mendekati. Sedangkan menurut Istilah ada beberapa pendapat yang dikemukakan oleh para ahli bahasa yaitu : 1. Manna Al-Qathan

Munasabah berarti segi-segi hubungan antara satu kata dengan kata lainnya dalam satu ayat, antara satu ayat dengan ayat lainnya atau antara satu surat dengan surat lainnya.2. M. Hasbyi Asy Shiddieqy

Membatasi bahwa Munasabah itu segi-segi hubungan antar ayat-ayat saja.

3. Al-Baghawi

Bahwa munasabah sama dengan Tawil.

4. Az-Zarkasyi dan As-Suyuti

Munasabah ialah hubungan yang mencakup antar ayat atau antar surat.

5. Al-Biqai

Munasabah adalah suatu ilmu yang mencoba mengetahui alasan-alasan di balik susunan atau urutan bagian-bagian Al-quran, baik ayat dengan ayat ataupun surat dengan surat.

6. Ibn AlArabi

Munasabah adalah keterkaitan ayat-ayat Al-Quran sehingga seolah-olah merupakan satu ungkapan yang mempunyai kesatuan makna dan keteraturan redaksi. Munasabah merupakan ilmu yang sangat Agung.

Jadi munasabah adalah ilmu yang membahas tentang hikmah korelasi urutan ayat dalam Al-Quran, atau usaha pemikiran manusia untuk menggali rahasia hubungan antar ayat atau surat yang dapat diterima oleh akal. 2.2 Sejarah Perkembangan Munasabah Menurut asy-Syarahbani seperti yang dikutip oleh az-zarkasyi dalam al-Burhan, orang pertama yang pertama menampakan munasabah dalam penafsiran Al-Quran adalah Abu Bakar an-Naisaburi. Sayang kitab tafsir an-Naisaburi yang dimaksud sangat sulit dijumpai sekarang seperti yang dinyatakan oleh adz Dzahabi. Sedemikian besar perhatian an-Naisaburi terhadap Munasabah tampak jelas dari ungkapan As-Suyuthi : setiap kali ia (an-Naisaburi) duduk di atas kursi, bila dibacakan Al-Quran kepadanya, beliau berkata: mengapa ayat ini diletakkan di samping ayat ini dan apa rahasia surat ini diletakkan di samping surat ini? beliau sering mengkritik ulama Baghdad karena mereka tidak mengetahui tentang masalah itu).Tindakan an-Naisaburi merupakan kejutan yang sangat menarik dan langkah baru dalam dunia tafsir waktu itu. Beliau mempunyai kemampuan yang istimewa untuk menyingkap persesuaian, baik antar ayat maupun antar surat, terlepas dari segi tepat atau tidaknya dan pro-kontra terhadap apa yang dicetuskan oleh beliau. Atas dasar prestasi itu, beliau dipandang sebagai Bapak Ilmu Munasabah. Dalam perkembangannya, Munasabah meningkat menjadi salah satu cabang dari ilmu-ilmu Al-Quran. Ulama yang datang kemudian menyusun pembahasan Munasabah secara khusus. Di antara kitab yang secara khusus membicarakan Munasabah ialah al-Burhan Fi Munasabati tartib Al-Quran susunan Ahmad Ibn Ibrahim al-Andalusi. Menurut pengarang tafsir an-Nur, penulis yang membahas Munasabah dengan sangat baik ialah Burhanuddin al-Biqai dalam kitab nazhm ad-Durar fi Tanasubil Ayati Was Suwar.Ada beberapa istilah yang biasa digunakan para muffasir mengenai munasabah, Ar-Razi menggunakan istilah taalluq sebagai sinonimnya. Ketika menafsirkan ayat 16-17 Hud beliau menulis : ketahuilah bahwa pertalian (taalluq) antara ayat ini dan ayat ini sebelumnya sudah sangat jelas, yaitu apakah orang-orang kafir itu sama dengan orang yang mempunyai bukti nyata dari tuhannya; apakah sama dengan orang-orang yang mengkehendaki kehidupan dunia dan perhiasannya; dan mereka tidaklah mmperoleh di akhirat kecuali neraka.Sedangkan Sayyid Quthub menggunakan lafal irtibath sebagai pengganti istilah Munasabah. Al-Alusi juga menggunakan istilah yang hampir sama dengan yang digunakan Sayyid Quthb, yakni tartib. Ketika menafsirkan keterkaitan antara surat Maryam dan Thaha.

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Jenis-janis Munasabah

Ada dua hal pokok mengenai Munasabah :

Pertama : hubungan antara kedua ayat terkadang sudah sangat nyata, karena keduanya saling berkaitan sehingga ketiadaan salah satunya akan menghilangkan kesempurnaan.

Kedua : antara kata dengan kata lainnya atau antara ayat dengan ayat lainnya terkadang tidak terlihat adanya hubungan, sehinnga seakan-akan setiap ayat itu terbebas dari ayat lain (berdiri sendiri). Ini jelas tanpak dalam dua model, yakni hubungan yang ditandai oleh hupuf athaf (kata penghubung), baik penghubung perbandingan atau penghubung kesatuan.

Dia mengetahui apa yang masuk kedalam bumi, apa yang keluar darinya, apa yang turun dari langit, dan apa yang naik kepadanya,. Dan, Dia lah yang Maharahim dan lagi Maha Mengetahui.Dan Allah menyempitkan dan melapangkan Rezeki, dan kepada-Nyalah kamu dikembalikan. (QS. al- Baqarah, 2 : 245).

Huruf athaf pada ayat pertama (wau) menunjukan keserasian yang mencerminkan perbandingan, sedangkan huruf athaf pada ayat kedua menunjukan keserasian yang mencerminkan kesatuan. Hubungan yang tidak menggunakan atau tidak didukung oleh huruf athaf membutuhkan penyokong yang menjadi bukti adanya keterkaitan kalam (ayat-ayat) berupa pertalian secara maknawi. Ini ada dalam tiga jenis sebagai berikut.

a. Tanzhir, yakni hubungan yang mencerminkan perbandingan, misalnya, ayat kama akhrajaka rabbuka min baitika bi al-haqq (QS. al-Anfal, 8:5) jelas-jelas mengiringi ayat sebelumnya, yakni ulaika hum al-muminuna haqan, lahum darajatun inda rabbihimwa maghfiratun wa rizqun karim (Qs. al-Anfal, 8:4).b. Mudhaddah, yakni hubungan yang mencerminkan pertentangan. Misalnya, ..... ulaika ala hudan mir rabbihim wa ulaika huim al-muflihun (QS. al-Baqarah, 2:5) dengan ayat berikutnya, yakni inna al-ladzina kafaru sawaun alihim a-andartahum am lam tundzirhum la yuminun (QS. al-Baqarah, 2:6).c. Istihrad, yakni hubungan yang mencerminkan keterkaitan suatu persoalan dengan persoalan lainnya. Misalnya, ayat Ya Bani Adama, qad anjalna alaikum libasan yuwari sauatikum wa risyan wa libasuttaqwa, dzalika khairun, dzalika min ayatillahi laallahum yatadzakkarun (QS al-Araf, 7:26).

Sementara itu manna al-Qathan mengkategorikan Munasabah dalam tiga bentuk. Pertama, munasabah tentang perhatian terhadap lawan bicara. Maka, apakah tidak memperhatikan unta bagaimana ia diciptakan; langit, bagaimana ia ditinggikan, dan gunung-gunung, bagaimana ia ditegakkan; bumi, bagaiman ia dihamparkan (QS al-Ghasyiyah, 88: 17-20).Pemakaian kata unta (al-ibil), langit (as-sama), dan gunung-gunung (al-jibal) berkaitan erat dengan kebiasaan lawan bicara yang tinggal di padang pasir yang kehidupan mereka sangat bergantung pada unta sehingga mereka sangat memperhatikannya. Kedua, terdapat Munasabah antara satu surat dan Surat lainnya seperti pembukaan surat al-Anam dengan kata alhamdu yang sangat sesuai dengan penutup surat al-maidah yang menerangkan tentang keputusan sikap terakhir seorang hamba kepada Tuhan. Ketiga, terdapat Munasabah antara awal dan akhir surat seperti yang terdapat dalam surat al-Qashash. Surat ini diawali oleh cerita Musa, langkah awal dan pertolongan yang akan diperolehnya, perlakuan ketika ia mendapatkan dua orang laki-laki yang sedangt berkelahi. Lalu, surat ini diakhiri dengan ungkapan hiburan terhadap Rasulullah SAW. Bahwa beliau akan keluar dari Makkah dan dijanjikan kembali ke Makkah, serta larangan menjadi penolong bagi orang kafir (QS. al-Qashash, 28:8, 17,85-86)

3.2 Hubungan Munasabah dengan Ulumul QuranAdapun hubungan-hubungan tersebut meliputi beberapa hal yaitu :

1. Hubungan antara satu surat dengan surat sebulumnya untuk menjelaskan surat sebelumnya. Misalya ayat ke-6 dari surat al-Fatihah dengan ayat ke-2 dari surat al-Baqarah bahwa jalan yang lurus ini harus mengikuti petunjuk al-Quran. 2. Hubungan antara nama Surat dan isi surat atau tujuan surat. Nama-nama surat biasanya diambil dari masalah (tema) pokok dalam surat tersebut. Misalnya an-Nisa (perempuan) karena didalamnya banyak menguraikan persoalan seputar perempuan.

3. Hubungan antara fawaith as-Suwar (ayat pertama yang terdiri dari beberapa huruf dan isi surat). Hubungan ini bisa dilacak dari jumlah huruf-huruf yang dijadikan sebagai fawaith as-Suwar misalnya jumlah huruf alif lam mim semuanya dapat di bagi-bagi lagi.

4. Hubungan antara ayat pertama dan ayat terakhir dalam satu surat misalnya : surat al muminun dengan kalimat qad aplaha al muminuuna (sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman. Kemudian dibagian akhir surat ini yang artinya Sesungguhnya orang-orang kafir itu tidak beruntung.

5. Hubungan satu ayat dengan ayat lainnya dalam satu surat. Misalnya, kata Muttaqin dalam surat al-Baqarah dijelaskan secara lebih rinci pada ayat berikutnya mengenai ciri-ciri orang yang bertaqwa.

6. Hubungan antara kalimat dengan kalimatnya dalam satu ayat. Misal dalam surat al-Fatihah ayat satu untuk segala puji bagi Allah lalu sifat Allah dijelaskan per kalimat berikutnya: Rabb, semesta alam.

7. Hubungan antara tashilah dengan isi ayat. Misalnya: dalam surat al-Ahzab ayat 25 dan Allah menghindarkan orang-orang mumin dari peperangan lalu di tutup dengan kalimat dan Allah Maha Kuat lagi Maha Kuasa.

8. Hubungan antara penutup surat dan awal surat berikutnya. Misalnya surat al-Waqiah Maka bertasbihlah dengan menyebut nama Tuhan Yang Maha Esa dengan surat berikutnya al-Hadid ditutup dengan kalimat Semua yang ada di langit dan di bumi bertasbih kapada Allah (Menyatakan kebesaran bagi Allah dan Dialah Maha Kuasa atas segala sesuatu).

3.3 Kedudukan Munasabah dalam Penafsiran Al-QuranPendapat para muffasir tentang Munasabah, secara garis besar, terbagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama menampung dan mengembangkan munasabah dalam menafsirkan ayat, sedangkan kelompok lainnya tidak memperhatikan Munasabah sama sekali dalam menafsirkan sebuah ayat. Ar-Razi adalah orang yang sangat menaruh perhatian sekali terhadap Munasabah penafsiran, baik hubungan antar ayat maupun antar surat. Sebaliknya, Nizhamuddin an-Naisaburi dan Abu Hayyan al-Andalusi hanya menaruh perhatian besar terhadap munasabah antar ayat. Az-Zarqani, seorang ulama ahli ilmu Al-Quran yang hidup pada abad ke - 14 hijriyah, menilai bahwa kitab-kitab tafsir yang beliau jumpai penuh dengan pembahasan Munasabah.Salah seorang muffasir kontemporer yang kurang setuju kepada analisis munasabah adalah Syekh Mahmud Syaltut, mantan rektor Universitas al-Azhar, Kairo, Mesir, yang memiliki berbagai karya tulis di berbagai cabang ilmu, termasuk tafsir Al-Quran. Beliau kurang sertuju terhadap seorang muffasir yang membawa kontak Munasabah dalam penafsiran Al-Quran. Tokoh yang paling keras dalam penentangan penggunaan munasabah adalah Maruf Dualibi dengan menyatakan :Termasuk usaha sia-sia untuk mencari hubungan apa diantara ayat-ayat dalam surat sebagaimana jika urusan itu dalam satu hal saja dalam topik tentang akidah, atau kewajiban-kewajiban atau urusan budi pekerti atau mengenai hak-hak. Sebenarnya, kita mencari hubungannya atas dasar satu atau beberapa prinsip.Menurut Maruf Dualibi, dalam berbagai ayat, al-Quran hanya mengungkapkan hal-hal yang bersifat prinsip (mabda) dan normatif yang bersifat umum (kaidah). Jadi, tidaklah tepat bila orang bersikeras dan mengharuskan adanya keterkaitan antar ayat yang bersifat tafsil. Pendapat beliau ditampung oleh as-Syatibi dalam kitab al-Muwafaqat. Al Quran menggariskan prinsip-prinsip, terutama munasabah hubungan antara manusia dan kaidah-kaidah umum, ia menbutuhkan penjelasan Rasulullah SAW. Dan Ijtihad beliau. Keberadaan as-sunah justru untuk mengemban fungsi : meluruskan apa yang ringkas, merinci apa yang masih global,serta menjelaskan hal-hal yang sulit dipahami.

PAGE 9