BAB I

7
BAB I PENDAHULUAN Acute Flaccid Paralyis (AFP) adalah kelumpuhan yang terjadi secara akut mengenai ‘final common path’, ‘motor end plate’ dan otot yaitu pada otot, saraf, neuromuscular junction, medulla spinalis dan kornu anterior. Istilah flaccid menunjukkan kelumpuhan Lower Motor Neuron (LMN). Mengindikasikan tidak adanya tanda gangguan spastisitas seperti pada gangguan susunan saraf pusat traktus motorik lainnya misalnya hiperreflek, klonus atau respon ekstensor pada plantar. Kelumpuhan ini ditandai dengan adanya karakteristik gejala klinis kelemahan yang timbul dengan cepat termasuk kelemahan otot-otot pernafasan dan otot menelan. Berkembang lebih cepat dalam beberapa hari sampai beberapa minggu. 2 Acute Flaccid Paralysis (AFP) adalah kelumpuhan atau paralisis secara fokal yang onsetnya akut tanpa penyebab lain yang nyata seperti trauma. Yang ditandai dengan flaccid dan mengenai anak kelompok < 15 tahun termasuk didalamnya Poliomielitis,Sindrom Guillain-Barre, Mielitis Transverse, Neuritis Traumatika. AFP disebabkan oleh beberapa agen termasuk enterovirus, echovirus, atau adenovirus. 1,2,3,4 Setiap pasien AFP adalah keadaan darurat klinis yang membutuhkan penanganan segera. Dalam setiap kasus, 1

Transcript of BAB I

Page 1: BAB I

BAB I

PENDAHULUAN

Acute Flaccid Paralyis (AFP) adalah kelumpuhan yang terjadi secara

akut mengenai ‘final common path’, ‘motor end plate’ dan otot yaitu pada otot,

saraf, neuromuscular junction, medulla spinalis dan kornu anterior. Istilah

flaccid menunjukkan kelumpuhan Lower Motor Neuron (LMN).

Mengindikasikan tidak adanya tanda gangguan spastisitas seperti pada

gangguan susunan saraf pusat traktus motorik lainnya misalnya hiperreflek,

klonus atau respon ekstensor pada plantar. Kelumpuhan ini ditandai dengan

adanya karakteristik gejala klinis kelemahan yang timbul dengan cepat

termasuk kelemahan otot-otot pernafasan dan otot menelan. Berkembang lebih

cepat dalam beberapa hari sampai beberapa minggu.2

Acute Flaccid Paralysis (AFP) adalah kelumpuhan atau paralisis secara

fokal yang onsetnya akut tanpa penyebab lain yang nyata seperti trauma. Yang

ditandai dengan flaccid dan mengenai anak kelompok < 15 tahun termasuk

didalamnya Poliomielitis,Sindrom Guillain-Barre, Mielitis Transverse, Neuritis

Traumatika. AFP disebabkan oleh beberapa agen termasuk enterovirus,

echovirus, atau adenovirus.1,2,3,4

Setiap pasien AFP adalah keadaan darurat klinis yang membutuhkan

penanganan segera. Dalam setiap kasus, penjelasan rinci tentang gejala klinis

harus diperoleh. Gejala tersebut termasuk kelupuhan, gangguan gaya berjalan,

kelemahan atau gangguan koordinasi dari satu atau beberapa anggota gerak tubuh.

Berbagai macam lesi yang dapat timbul pada susunan lower motor neuron, berarti

lesi tersebut merusak motor neuron, akson, motor end plate dan otot skeletal

sehingga tidak terdapat gerakan atau rangsang motorik yang disampaikan ke

motor neuron. Kelumpuhan tersebut sesuai dengan gejala lower motor neuron

yaitu: 2

1. Hilangnya gerakan voluntar dan reflektorik, sehingga reflek tendon hilang

dan reflek patologik tidak muncul.

2. Tonus otot hilang

1

Page 2: BAB I

3. Musnahnya motor neuron beserta akson sehingga satuan motorik hilang

dan terjadi atrofi otot.

Tanda-tanda AFP harus dievaluasi klinis secara lengkap dengan pemeriksanan

neurologis lengkap, termasuk penilaian kekuatan dan tonus otot, refleks tendon,

fungsi saraf kranial dan fungsi sensoris. Perlu diperhatikan adanya tanda-tanda

meningismus, gangguan saraf pusat (ataxia) atau sistem saraf otonom (fungsi usus

dan kandung kemih, sfingter dan fungsi berkemih neurogenik). Pemeriksaan

laboratorium diperlukan untuk melihat laju sedimen sel darah merah. Pemeriksaan

elektrofisiologi diperlukan untuk kepentingan diagnosis dan prognosis dari

penyakit motorneuron.2,13

Pemeriksaan fungsi lumbal dan cairan serebrospinal diindikasikan untuk

menyingkirkan adanya infeksi bakteri pada sistem saraf, infeksi bakteri

ditunjukkan dengan adanya netrofil, tingkat glukosa yang rendah dan kandungan

protein yang tinggi. Pemeriksaan kultur bakteri akan mengidentifikasi adanya

mikroorganisme spesifik. Pencitraan tulang belakang seperti radiografi, CT-Scan

atau magnetic resonance imaging (MRI) diindikasikan untuk menyingkirkan

adanya kompresi tulang belakang, mielopati, atau neoplasma poliradikulopati

spondilosis. Pemeriksaan elektrocardiogram dapat mengidentifikasi adanya

gangguan metabolisme elektrolit seperti kelumpuhan periodik yang diakibatkan

oleh keadaan hipovolemi.2,13

Polio adalah virus gastrointestinal yang menyebabkan demam, muntah dan

kekejangan otot, serta dapat merusak sistem saaraf dan menyebabkan kelumpuhan

permanen. Polio juga dapat menyebabkan kelumpuhan pada sistem pernapasan

dan otot-otot untuk menelan, sehingga dapat berakhir pada kematian. 1,8

Populasi beresiko polio terutama menyerang kelompok umur anakanak

berusia di bawah lima tahun (balita). Di banyak negara dengan tingkat polio yang

tinggi, 70%80% penderita di bawah usia 3 tahun dan 80% - 90% dari kasus terjadi

pada balita. Setelah pemberian vaksin polio telah terjadi penurunan infeksi polio

yang drastis. Meskipun program eradikasi polio secara global telah dilaksanakan

sungguh-sungguh, polio masih sangat endemik di beberapa negara seperti India,

Afrika Subsahara dan Asia, di mana kasus-kasusnya masih terus ditemukan. Di

2

Page 3: BAB I

Indonesia masih ditemukan kasus polio baru, hal ini menunjukkan bahwa

penyebaran virus polio liar di Indonesia belum berhenti.

World Health Organization memperkirakan sampai saat ini total

kasus virus polio liar secara kumulatif berjumlah 304 kasus, tersebar di

10 provinsi diantaranya Jawa Barat, Banten, Lampung dan Jawa Tengah.4,5,6,7

Sindrom Guillain Barre sering disebut juga acute inflamating demyelinating

polyneuropathy atau acute ascending paralysis yang merupakan kelainan pada

saraf perifer yang bersifat peradangan di luar otak dan medulla spinalis. Pada

Sindrom ini sering dijumpai adanya kelemahan yang cepat atau bisa terjadi

paralysis dari tungkai atas, tungkai bawah, otot-otot pernafasan dan

wajah.Sindrom ini dapat terjadi pada segala umur dan tidak bersifat herediter dan

dikenal sebagai Landry’s Paralisis ascending. Pertama dideskripsikan oleh

Landry, 1859 menyebutnya sebagai suatu penyakit akut, ascending dan paralysis

motorik dengangagal napas.16

Penyakit ini terdapat di seluruh dunia pada setiap musim, menyerang semua

umur. Insidensi SGB bervariasi antara 0.6 sampai 1.9 kasus per 100.000 orang

pertahun. SGB sering sekali berhubungan dengan infeksi akut non spesifik.

Insidensikasus SGB yang berkaitan dengan infeksi ini sekitar antara 56% - 80%,

yaitu 1 sampai 4 minggu sebelum gejala neurologi timbul seperti infeksi saluran

pernafasan atas atau infeksi gastrointestinal. Kelainan ini juga dapat menyebabkan

kematian, pada 3 % pasien, yang disebabkan oleh gagal napas dan aritmia. Gejala

yang terjadinya biasanya hilang 3 minggu setelah gejala pertama kali timbul.

Sekitar 30 % penderita memiliki gejala sisa kelemahan setelah 3 tahun. Tiga

persen pasien dengan SGB dapat mengalami relaps yang lebih ringan beberapa

tahun setelah onset pertama. Bila terjadi kekambuhan atau tidak ada perbaikan

pada akhir minggu IV maka termasuk Chronic Inflammantory Demyelinating

Polyradiculoneuropathy (CIDP).16

Belum diketahui angka kejadian penyakit ini di Indonesia. Insidens Sindrom

initermasuk jarang kira-kira 1 orang dalam 100.000. SGB jarang terjadi pada

anak-anak, khususnya selama 2 tahun pertama kehidupan dan setelah umur

tersebut frekuensinya cenderung meningkat. Frekuensi puncak pada usia dewasa

3

Page 4: BAB I

muda. SGB tampil sebagai salah satu penyebab kelumpuhan yang utama di negara

maju atau berkembang sepertiIndonesia.16

Mielitis transversalis (MT) merupakan proses inflamasi akut yang mengenai

suatu area di medulla spinalis. Penyakit ini secara klinis mempunyai karakteristik

tanda dan gejala disfungsi neurologis pada sistem motorik, sensorik, otonom, dan

traktus saraf di medulla spinalis yang berkembang secara akut atau subakut.

Gejala dapat berkembang secara cepat dalam beberapa menit sampai beberapa

jam pada beberapa pasien, atau dapat berkembang dalam beberapa hari sampai

minggu. Ketika level maksimal dari deficit neurologis telah tercapai, sekitar 50%

pasien kehilangan pergerakan pada kedua tungkai, disfungsi kandung kemih, dan

80-94% pasien mengalami kebas-kebas, parestesia atau band-like disestesia.

Gejala otonom terdiri dari inkontinensia urin, inkontinensia alvi, kesulitan untuk

miksi, dan konstipasi17.

MT merupakan penyakit yang jarang dengan insidensi 1-4 kasus baru per 1

juta penduduk per tahun. MT dapat mengenai individu pada semua umur (6 bulan-

88 tahun) dengan insidensi tertinggi antara umur 10-19 tahun dan 30-39 tahun.

Tidak ada faktor jenis kelamin atau keluarga sebagai faktor predisposisi MT17.

Sekitar 1/3 pasien MT sembuh dengan sedikit sampai tidak ada sekuele setelah

serangan pertama, 1/3 pasien sembuh dengan disabilitas permanen derajat sedang,

dan 1/3 lainnya tidak mengalami penyembuhan dan mengalami disabilitas

berat17. Beberapa tampilan klinis seperti progresi cepat dari gejala klinis, adanya

nyeri punggung bawah, dan adanya syok spinal menjadi indikator prognosis yang

buruk untuk kesembuhan. Hilangnya konduksi sentral pada evoked potential

testing dan terdapatnya protein 14-3-3 di dalam CCS selama fase akut juga

diprediksikan memiliki prognosis yang buruk17.

4