BAB I

download BAB I

If you can't read please download the document

Transcript of BAB I

MEMBANGUN KERJA SAMA TIMBAB IPROLOGManusia adalah mahluk sosial yang cenderung untuk hidup bermasyarakat serta mengatur dan mengorganisasi kegiatannya dalam mencapai suatu tujuan. Akan tetapi, pada sisi yang lain, manusia memiliki bentuk keterbatasan kemampuan yang menyebabkan mereka tidak mampu mewujudkan tujuan tanpa adanya kerjasama. Sikap kooperatif manusia tersebut merupakan embrio dari lembaga sosial yang terdiri atas kumpulan antar manusia dengan berbagai pola interaksi yang ditetapkan dan bahkan menjadi instrumen sosial yang mempunyai batasan yang secara relatif dapat diidentifikasi. Pada konteks ini muncul tatanan organisasi yang dibingkai dengan sistem atau tata laksana yang mengatur kerjasama tersebut.Maka pada ranah ini kemudian lahir suatu tatanan perserikatan yang didalamnya mengandung sub sistem teknik, sub sistem struktural, sub sistem pshikososial dan sub sistem manajerial dari lingkungan yang lebih luas dimana ada kumpulan orang-orang berorientasi pada tujuan. Dalam perserikatan tersebut, orang-orang yang yang eksis didalamnya masing-masing diberi peran tertentu dalam suatu sistem kerja dan pembagian dalam mana pekerjaan itu diperinci menjadi tugas-tugas, dibagikan kemudian digabung lagi dalam beberapa bentuk hasil.Di dalam perserikatan tersebut muncul berbagai fenomena bentuk dari perilaku-perilaku individu yang eksis didalamnya. Berdasarkan pada fakta tersebut muncul suatu teori yang di kenal dengan ilmu perilaku organisasi. Teori atau ilmu perilaku organisasi (organization behavior) pada hakekatnya mendasarkan kajiannya pada ilmu perilaku itu sendiri (akar ilmu psikologi), yang dikembangkan dengan pusat pada tingkah laku manusia dalam organisasi. Dengan demikian, kerangka dasar teori perilaku organisasi ini didukung oleh dua komponen pokok, yakni individu-individu yang berperilaku dan organisasi formal sebagai wadah dari perilaku tersebut.Jadi, perilaku organisasi adalah suatu studi yang menyangkut aspek-aspek tingkah laku manusia dalam organisasi atau suatu kelompok tertentu. Aspek pertama meliputi pengaruh organisasi terhadap manusia, sedang aspek kedua pengaruh manusia terhadap organisasi. Pengertian menjelaskan bahwa perilaku organisasi di dalamnya terdapat interaksi dan hubungan antara organisasi di satu pihak dan perilaku individu di lain pihak. Kesemuanya ini memiliki tujuan praktis yaitu untuk mengarahkan perilaku manusia itu pada upaya-upaya pencapaian tujuan. Pendidikan sebagai wahana membangun umat manusia untuk mencapai kebahagian hakiki merupakan suatu manajemen pendidikan sebagai seluruh proses kegiatan bersama dan dalam bidang pendidikan dengan memanfaatkan semua fasilitas yang ada, baik personal, material, maupun spiritual untuk mencapai tujuan pendidikan. Manajemen dalam lingkungan pendidikan adalah mendayagunakan berbagai sumber (manusia, sarana dan prasarana, serta media pendidikan lainnya) secara optimal, relevan, efektif dan efisien guna menunjang pencapaian tujuan pendidikan.Judul ini saya pandang penting karena, pertama, kajian mengenai perilaku organisasi dalam manajemen pendidikan merupakan salah satu fokus yang banyak menyita perhatian pakar di dunia dalam membedah organisasi pendidikan. Banyak pakar berpendapat bahwa fenomena organisasi ibarat gunung es, yang tampak dipermukaan hanyalah sedikit dibandingkan dengan yang tidak tampak, yang tidak terukur dan yang tidak dapat dipastikan. Struktur organisasi formal yang sekalipun sudah didisain sedemikian rupa seringkali tidak bekerja efektif karena pengaruh prilaku individu yang justru tidak didisain. Studi Elton Mayo pada Hawtorne Electric Company dan praktek budaya organisasi di Jepang menunjukkan betapa relasi-relasi sosial di antara karyawan justru lebih penting dalam memelihara kinerja karyawan dibanding dengan pengawasan formal.Alasan kedua, kajian perilaku organisasi dalam manajemen pendidikan masih sangat terbatas terutama dalam latar Indonesia. Beberapa penelitian yang saya lakukan dan tulisan yang saya buat hanya menyentuh sedikit dari fenomena besar perilaku organisasi. Di antara yang sedikit yang saya lakukan adalah adalah penelitian tentang stres guru, kepemimpinan kepala sekolah, dan organisasi informal. Dengan semangat untuk menghadirkan kajian-kajian dalam latar Indonesia, saya telah meramu kembali kajian-kajian tersebut dan menerbitakannya dalam dua buku ajar dengan judul: Perilaku Organisasi dalam Pendidikan (2008) dan Manajemen Pendidikan: Peluang dan Tantangan (2006). Pidato ini merupakan refleksi dari kedua buku tersebut. Tujuan dan Fokus Perilaku OrganisasiTujuan kajian perilaku organisasi pada dasarnya ada tiga, yaitu menjelaskan, meramalkan, dan mengendalikan perilaku manusia Robbins (2002). Pertama, yaitu Menjelaskan berarti kajian perilaku organisasi berupaya mengetahui faktor-faktor penyebab perilaku seseorang atau kelompok. Penjelasan terhadap suatu fenomena dalam manajemen merupakan hal penting karena membantu para manajer atau pemimpin tim dalam melakukan sasaran lain yaitu mengendalikan situasi penyebab perilaku individu atau kelompok kerja tersebut.Sasaran kedua, yaitu meramalkan berarti perilaku organisasi membantu memprediksi kejadian organisasi di masa mendatang. Pengetahuan terhadap faktor-faktor penyebab munculnya perilaku individu atau kelompok membantu manajer meramalkan akibat-akibat dari suatu program atau kebijakan organisasi. Hal ini membantu melakukan pengendalian preventif terhadap perilaku individu dan kelompok dalam organisasi.Sasaran ketiga yaitu mengendalikan mengandung arti bahwa perilaku organisasi menawarkan berbagai strategi dalam mengarahkan perilaku individu atau kelompok. Berbagai strategi kepemimpinan, motivasi, dan pengembangan tim kerja yang efektif merupakan contoh-contoh dalam mengarahkan perilaku individu dan kelompok.Dalam bidang manajemen pendidikan, kajian tentang perilaku organisasi telah lama menjadi perhatian para pakar terutama karena organisasi pendidikan dicirikan oleh keterlibatan sejumlah besar manusia, mulai dari tenaga kependidikan, pendidik, siswa, orangtua dan masyarakat. Dengan kompleksitas itu pemahaman terhadap ilmu perilaku organisasi merupakan suatu hal yang penting khususnya bagi pengelola dalam meningkatkan kinerja organisasi pendidikan.Secara umum, perilaku organisasi memiliki dua fokus perhatian. Pertama, perilaku organisasi merupakan suatu bidang studi yang mempelajari dampak perorangan, kelompok, dan struktur pada perilaku dalam organisasi dengan maksud menerapkan pengetahuan tentang hal-hal tersebut demi peningkatan keefektifan organisasi (Robbins, 2003). Perilaku organisasi mempelajari tiga determinan perilaku dalam organisasi, yaitu individu, kelompok, dan struktur atau organisasi. Singkatnya, perilaku organisasi merupakan kajian terhadap apa yang dilakukan orang dalam organisasi dan bagaimana perilaku tersebut mempengaruhi kinerja organisasi tersebut. Tingkat analisis perilaku organisasi tersebut digambarkan sebagai berikut.INDIVIDUALKELOMPOKORGANISASIGambarTingkat Analisis Perilaku Organisasi(Tyson dan Jackson, 1992).Dalam konteks analisis yang digambarkan tersebut, Tyson dan Jackson (1992) mengemukakan bahwa kajian perilaku organisasi didasarkan pada pentingnya memahami apa yang terjadi pada individu-individu dalam organisasi dan apa penyebab perilaku mereka. Dengan kata lain, perilaku organisasi berkaitan dengan ketergantungan: kinerja organisasi tergantung bagaimana kinerja kelompok kerja, sedangkan kinerja kelompok kerja tergantung pada kinerja individu. Fokus kedua adalah perilaku organisasi sebagai kajian antardisiplin ilmu yang diarahkan untuk mempelajari sikap, perilaku, dan kinerja individu dalam organisasi (Daft, 2000). Sebagai suatu kajian antardisiplin, perilaku organisasi menggunakan konsep dan teori dari disiplin ilmu seperti psikologi, sosiologi, antropologi, ekonomi, pendidikan dan juga manajemen serta disiplin ilmu lainnya. Konsep dan teori-teori tersebut penting artinya dalam membantu manajer memahami perilaku manusia dalam organisasi. Pemahaman terhadap perilaku manusia penting agar manajer mampu menerapkan pendekatan yang tepat dalam memberdayakan manusia bagi keefektifan organisasi.Hadirin yang saya muliakanPendekatan Antardisiplin dalam Perilaku OrganisasiBerdasarkan fokus kedua tersebut, sebagaimana menjadi pokok bahasan pidato ini, Robbins (2003) mengemukakan bahwa perilaku organisasi merupakan ilmu terapan yang dibangun dengan dukungan sejumlah disiplin ilmu, seperti psikologi, sosiologi, psikologi sosial, antropologi, dan ilmu politik. Psikologi merupakan ilmu pengetahuan yang berusaha mengukur, menjelaskan, dan mengubah perilaku manusia. Sumbangan terpenting dari ilmu psikologi terhadap perilaku organisasi adalah kajian tentang pembelajaran, motivasi, kepribadian, persepsi, pelatihan, keefektifan kepemimpinan, kepuasan kerja, pengambilan keputusan individu, penilaian kinerja, pengukuran sikap, seleksi karyawan, disain kerja, dan stres kerja.Sumbangan terpenting psikologi terhadap perilaku organisasi terutama berkaitan dengan tiga hal: motivasi, keefektifan kepemimpinan, dan stres kerja. Motivasi berkaitan dengan kebutuhan-kebutuhan yang menggerakkan individu. Dalam bidang pendidikan, motivasi menjadi kajian yang lebih kompleks lagi karena berkaitan dengan beragamnya status manusia di dalamnya seperti guru, siswa, kepala sekolah, dan personil lainnya. Karena itu kajian motivasi juga memunculkan dua aspek kajian yaitu motivasi belajar dan motivasi kerja. Kajian antardisiplin telah melahirkan sumbangan yang berarti dalam memahami motivasi manusia dalam organisasi. Seiring dengan perkembangan teori manajemen, juga terjadi perubahan dalam pendekatan motivasi. Perkembangan teori motivasi tersebut berawal dari pendekatan tradisional, pendekatan ekonomi, pendekatan sumber daya manusia hingga ke pendekatan kontemporer (Daft, 2000). Pandangan tradisional mengemukakan bahwa cara memotivasi seseorang diibaratkan dengan bagaimana keledai digerakkan. Menurut pendekatan ini, cara terbaik untuk memacu keledai adalah dengan mengikat wortel pada ujung cemeti dan menggoyang-goyangkannya di luar jangkauan keledai itu. Pemikian Frederick W. Taylor yang merupakan tokoh manajemen ilmiah menjadi landasan pendekatan ini. Taylor mengembangkan pola manajemen yang didasarkan atas prinsip-prinsip ilmiah untuk mencapai efisiensi organisasi. Berdasarkan hal tersebut, sistem penghargaan yang bersifat finansial diberikan bagi karyawan yang memiliki kinerja yang tinggi dan sebaliknya, hukuman diberikan kepada karyawan yang memiliki kinerja rendah. Pendekatan ini pada gilirannya menjadi dasar bagi pengembangan sistem penggajian yang membayar gaji karyawan secara ketat berdasarkan kuantitas dan kualitas hasil kerja mereka.Pendekatan ekonomi tidak cukup untuk menjelaskan motivasi karyawan. Penelitian Hawthorne oleh Elton Mayo mengungkapkan bahwa faktor-faktor nonekonomi seperti kerja sama, hubungan pribadi, dan kepaduan kelompok kerja jauh lebih penting daripada uang sebagai motivator perilaku kerja. Berdasarkan hal itu pendekatan ini memandang penting penciptaan kondisi-kondisi sosial yang mendukung di tempat kerja sebagai salah satu motivator karyawan. Pada perkembangan selanjutnya, pendekatan sumber daya manusia lahir untuk menggabungkan pendekatan ekonomi dan pendekatan hubungan manusia dalam upaya menjelaskan perilaku karyawan sebagai pribadi yang utuh. Pendekatan ini menganggap bahwa pendekatan sebelumnya cenderung memanipulasi karyawan melalui penghargaan ekonomi atau hubungan sosial. Menurut pendekatan sumber daya manusia, manusia merupakan pribadi yang kompleks dan karena itu dimotivasi oleh berbagai faktor. Manusia pada dasarnya suka bekerja tidak peduli ada tidaknya motivator.Perkembangan terakhir dari kajian motivasi kerja adalah pendekatan kontemporer. Pendekatan ini dipengaruhi oleh tiga tipe teori. Pertama, teori isi, yang menekankan pada analisis yang mendasari kebutuhan manusia. Teori isi memberikan pemahaman akan kebutuhan manusia dalam organisasi dan membantu manajer memahami bagaimana kebutuhan tersebut dapat dipuaskan di tempat kerja. Kedua, teori proses, yang memusatkan perhatian terhadap proses yang memengaruhi perilaku karyawan. Tipe teori ini memfokuskan perhatian pada bagaimana karyawan berupaya mendapatkan kepuasan di tempat kerja. Ketiga, teori penguatan, memfokuskan pada hasil perilaku karyawan sebagaimana diharapkan atau bagaimana perilaku yang ditunjukkan dapat menghasilkan kinerja yang lebih baik. Hadirin Sekalian yang Saya HormatiDalam hal keefektifan kepemimpinan, berbagai pandangan telah memperkaya kajian perilaku organisasi. Kepemimpinan adalah proses untuk mempengaruhi individu atau kelompok agar secara sadar dan secara harmonis bekerja untuk mencapai tujuan organisasi. Kata sadar menunjukkan bahwa kepemimpinan didasarkan oleh kerelaan dan bukan paksaan. Hal ini berbeda dengan kekuasaan yang diterima sebagai suatu keterpaksaan.Pengakuan terhadap pentingnya variabel kepemimpinan dalam organisasi telah menjadi dasar analisis para ahli dari berbagai kalangan. Dari analisis itu terungkap pentingnya strategi kepemimpinan yang dirumuskan dalam berbagai bentuk perilaku kepemimpinan yang efektif. Teori kepemimpinan perilaku (Hersey & Blanchard, 1982) yang sudah lama dikenal misalnya, memandang kepemimpinan yang efektif (yang mendorong kinerja bawahan) adalah kepemimpinan yang memperhatikan dua aspek secara bersamaan: orientasi terhadap tugas dan orientasi terhadap manusia. Orientasi terhadap tugas melahirkan kepemimpinan yang memiliki visi yang jelas, tugas yang jelas dan sistem komunikasi yang permanen. Orientasi terhadap manusia melahirkan kepemimpinan kesejawatan; kemauan pemimpin mendengarkan suara hati bawahan, memanusiakan bawahan dan mendorong partisipasi bawahan dalam berbagai aspek kehidupan organisasi. Banyak bukti menunjukkan bahwa penerapan kepemimpinan partisipatif meningkatkan komitmen bawahan terhadap tugas dan pada gilirannya meningkatkan kinerja mereka.Secara lebih spesifik, dimensi hubungan manusia dicirikan oleh tiga aspek: (1) pemimpin menyiapkan waktu untuk mendengarkan anggota kelompoknya, (2) pemimpin berkeinginan membuat perubahan, (3) pemimpin yang bersifat bersahabat dan dekat dengan bawahan. Dimensi tugas dicirikan oleh: (1) pemimpin yang selalu memberikan tugas kepada anggota kelompok, (2) pemimpin menetapkan standar dan peraturan yang harus diikuti oleh anggota kelompok, (3) pemimpin mengharapkan anggota untuk mengetahui apa yang diharapkan dari mereka. Perpaduan kedua dimensi perilaku tersebut menciptakan kombinasi perilaku kepemimpinan yang tergambar pada kuadran berikut.(Tinggi)Orientasi Hubungan Manusia(Rendah)1-9TinggiOrientasi Hubungan ManusiaRendahOrientasi Tugas9-9TinggiOrientasi Hubungan ManusiaTinggiOrientasi TugasRendahOrientasi Hubungan ManusiaRendahOrientasi Tugas1-1RendahOrientasi Hubungan ManusiaTinggiOrientasi Tugas9-1 (Rendah) Orientasi Tugas (Tinggi)Gambar 2: Kombinasi Perilaku Kepemimpinan(Hersey dan Blanchard, 1982)Berdasarkan kuadran tersebut, tampak bahwa pemimpin yang efektif adalah pemimpin 9-9, yaitu yang tinggi pada dimensi hubungan manusia dan juga tinggi pada dimensi tugas. Perilaku kepemimpinan yang demikian sering juga disebut dengan perilaku kepemimpinan tim. Pemimpin yang kurang efektif adalah pemimpin 1-1, yaitu yang rendah pada kedua dimensi.Beberapa penulis lainnya juga mengemukakan strategi kepemimpinan. Farkas dan Backer (1996) mengembangkan gagasan tentang Maximum Leadership yang meliputi lima pendekatan: pendekatan strategik, pendekatan aset manusia, pendekatan keahlian, pendekatan kontrol, dan pendekatan agen perubahan. Stephen R. Covey (1991) juga mengembangkan strategi kepemimpinan yang disebut sebagai kepemimpin yang berprinsip (Principle Centered Leadership) yang salah satu strateginya adalah orientasi kepada pelanggan. Strategi ini juga diadaptasi oleh Blaine Lee (1997) dalam istilah Kekuasan yang Berperinsip (Principle-Centered Power). Kedua pendekatan ini mementingkan kapabilitas dan kebajikan dalam kepemimpinan.Paul Brich (1999) mengembangkan strategi Instant Leadership dengan 66 cara kekepimpinan yang praktis. Di luar dari hal-hal yang betul-betul praktis, terdapat strategi inti yang dikemukakannya yaitu bahwa pemimpin terbaik adalah orang yang memungkinkan terpenuhinya tuntutan yang tadinya dianggap mustahil dan kemudian menawarkan dukungan penuh yang tadinya dianggap tidak mungkin. Intinya, kepemimpinan berkaitan dengan tantangan dan dukungan.John C. Maxwell (1995) mengembangkan prinsip dasar kepemimpinan yang antara lain meliputi: penyusunan prioritas, integritas, menciptakan perubahan positif, pemecahan masalah, sikap positif, pengembangan aset manusia, wawasan, dan disiplin pribadi.Hadirin Sekalian yang Saya HormatiSumbangan penting lain dari psikologi terhadap perilaku organisasi adalah kajian tentang stres kerja. Istilah stres kerja digunakan untuk menunjukkan keadaan tertekan yang dialarm individu yang disebabkan oleh kondisi atau situasi tertentu yang terjadi di lingkungan kerjanya. Istilah itu membedakannya dengan jenis stres hidup lainnya yang bersumber dari lingkungan keluarga dan lingkungan sosial (Robbins, 1990). Kontribusi itu terutama dalam menjelaskan konsep stres kerja yang didasarkan pada tiga pendekatan dalam mengkaji stres, yaitu: pendekatan fisiologik, pendekatan stimulus, dan pendekatan psikologik (Cox & Ferguson, 1991). Pendekatan fisiologik berpijak pada konsep stres yang dikemukakan oleh Selye. Selye (1985) mengemukakan bahwa stress adalah respon umum tubuh terhadap suatu tuntutan. Definisi itu, didasarkan pada indikator obyektif seperti perubahan jasmani dan kimiawi yang muncul sesudah adanya tuntutan atau tekanan dari lingkungan. Menurut Selye, perubahan-perubahan itu terjadi dalam serangkaian reaksi fisiologik yang disebut The General Adaptation Syndrome atau Sindrom Adaptasi Umum yang terdiri atas tiga tahap, yaitu tahap reaksi alarm, tahap perlawanan, dan tahap keletihan. Bila suatu situasi mengancam keamanan atau kesehatan individu, maka akan segera terjadi reaksi alarm. Jika individu dapat bertahan, reaksi awal ini kemudian diikuti oleh tahap kedua, yaitu perlawanan terhadap situasi yang mengancam itu. Jika stres berkepanjangan, maka tahap keletihan akan terjadi, di mana kemampuan untuk mengatasi stres menurun. Tahap ini diikuti oleh munculnya penyakit biologis.Pendekatan stimulus menekankan perlunya diperhatikan peristiwa eksternal yang menyebabkan stres (Baron & Greenberg, 1990). Stimulus berupa peristiwa eksternal yang menyebabkan munculnya tuntutan terhadap individu untuk beradaptasi, mengatasi atau menyesuaikan diri (Sowa, dkk., 1986). Menurut pendekatan ini, banyak peristiwa eksternal yang potensial menyebabkan stres memiliki sifat-sifat berikut: (1) mempunyai pengaruh yang sangat kuat sehingga bisa menyebabkan individu mengalami kelebihan beban fisik maupun mental, (2) potensial terhadap timbulnya keadaan yang tidak serasi pada individu, dan (3) berada di luar pengendalian individu (Baron & Greenberg, 1990).Pendekatan psikologik atau penilaian kognitif (cognitive appraisal) diilhami oleh pemikiran Lazarus dan kawan-kawan yang memperkenalkan teori kognitif dalam mengkaji fenomena stres. Aspek kunci dari pendekatan itu adalah "penilaian kognitif individu. Menurut Lazarus dan Folkman (1986), stres merupakan "a relationship with the environment that the person appraises as significant for his or her well-being and in which the demands tax or exceed available coping resources" (h. 63).Penilaian kognitif meliputi dua dimensi: penilaian primer dan penilaian sekunder (Cox & Ferguson, 1991). Penilaian primer berkenaan dengan penilaian individu untuk menentukan apakah suatu stimulus atau situasi membahayakan, mengancam, atau menantang, sedangkan penilaian sekunder berkenaan dengan penilaian individu terhadap kemampuannya mengatasi stimulus tersebut. Dari perspektif itu stres terjadi manakala terdapat ketidakseimbangan atau ketidaksesuaian yang sangat berarti antara persepsi individu terhadap suatu tuntutan yang dihadapinya dan kemampuannya mengatasi tuntutan tersebut. Dengan kata lain stres terjadi apabila individu merasakan: (1) bahwa suatu situasi atau tuntutan mengancam tujuan penting individu, dan (2) bahwa individu tidak mampu mengatasi situasi potensial tersebut (Lazarus & Folkman, 1986).Pendekatan itu juga memandang bahwa suatu situasi yang terjadi dapat menimbulkan reaksi stres yang berbeda pada setiap individu (Cox & Ferguson, 1991). Perbedaan reaksi stres ini disebabkan oleh pengaruh perbedaan individu dalam proses penilaian kognitif yang terjadi dalam dua rangkaian penilaian. Pertama, dalam penilaian primer, perbedaan individu berperan dalam hubungannya dengan persepsi individu terhadap tuntutan dan tekanan pekerjaan. Kedua, dalam penilaian sekunder, kemampuan individu dalam mengatasi tuntutan tersebut bervariasi. Secara rinci, Fletcher (1991) mengemukakan bahwa terjadinya perbedaan reaksi atau respon stres pada setiap individu disebabkan oleh: (1) perbedaan keadaan individu, (2) perbedaan dalam melihat dunia, dan (3) perbedaan kecondongan (bias) dan sistem fungsional individu.Dengan menggunakan pendekatan penilaian kognitif tersebut saya telah melakukan penelitian untuk mengetahui fenomena stres kerja guru (Arismunandar, 1998, 2003). Kesimpulan-kesimpulan penelitian tersebut menunjukkan hal-hal sebagai berikut.Sumber-sumber stres kerja yang seringkali dihadapi guru adalah: (1) potongan gaji, (2) kenaikan pangkat/jabatan yang tertunda, (3) siswa yang berperilaku buruk, (4) konflik dengan personil lain, (5) lingkungan sekolah yang terlalu bising, dan (6) kurangnya motivasi, perhatian, dan respon siswa terhadap pelajaran.Persentase guru di Sulawesi Selatan yang mengalami stres serius (tinggi dan sangat tinggi) cukup besar, yaitu 30,27 persen, sedangkan guru yang mengalami stres kerja sedang sebesar 48,11 persen dan yang mengalami stres kerja kurang serius hanya 21,62 persen. Stres kerja berpengaruh terhadap kinerja guru. Pengaruh stres kerja tersebut terjadi dalam mekanisme berikut: stres kerja yang berada pada level sedang dapat meningkatkan kinerja individu (Davis & Newstrom, 1989). Stres kerja yang serius dan kurang serius tidak meningkatkan kinerja individu.Individu yang lebih muda, wanita, memiliki perilaku tipe A, individu yang memiliki dukungan sosial rendah, dan individu yang memiliki lokus kendali eksternal mengalami stres lebih tinggi dibanding mereka yang berusia tua, pria, individu tipe B, yang memiliki dukungan sosial tinggi, dan yang memiliki lokus kendali internal.Hadirin yang saya hormati Disiplin ilmu lain yang berkontribusi terhadap kajian perilaku organisasi adalah sosiologi. Sosiologi mempelajari hubungan manusia dengan sesamanya, termasuk sistem sosial di mana individu-individu mengisi peran-peran mereka. Sumbangan terpenting ilmu sosiologi terhadap perilaku organisasi adalah kajian tentang dinamika kelompok, tim kerja, komunikasi, kekuasaan, konflik, dan perilaku antarkelompok.Dari kajian tentang dinamika kelompok ditemukan sejumlah dalil yang membantu memahami perilaku manusia dalam organisasi. Dalil-dalil tersebut dikemukakan oleh Shaw (1976) dalam beberapa domain kajian dinamika kelompok. Dalam kaitan antara individu dan kelompok, terdapat beberapa dalil penting antara lain: (1) kelompok biasanya menghasilkan pemecahan masalah lebih banyak dan lebih baik dibanding individu, dan (2) kelompok belajar lebih cepat dibandingkan individu.Dalil yang berkaitan dengan formasi dan pengembangan kelompok antara lain: (1) individu akan bergabung dalam kelompok jika menganggap kegiatan dalam kelompok menarik dan terhargai, dan (2) interaksi dalam kelompok memberikan peluang bagi individu memenuhi kepuasan melalui afiliasinya dengan orang lain.Dalil yang berkaitan dengan lingkungan fisik kelompok antara lain: (1) aspek-aspek fisik lingkungan berkaitan dengan sikap dan keyakinan yang mempengaruhi proses kelompok, dan (2) pola-pola komunikasi dalam kelompok ditentukan oleh posisi tempat duduk dalam kelompok. Dalil yang berkaitan dengan lingkungan personal kelompok antara lain sebagai berikut: (1) semakin besar kelompok semakin kecil patisipasi individu; (2) wanita lebih sering menggunakan kontak mata sebagai bentuk komunikasi daripada pria; (3) wanita kurang memiliki asertif diri dan kurang kompetitif dalam kelompok dibanding pria, (4) anggota kelompok yang lebih cerdas cenderung lebih aktif dibandingkan dengan anggota yang kurang cerdas, dan (5) anggota kelompok yang lebih cerdas biasanya lebih populer dibandingkan dengan anggota yang kurang cerdas.Dari perspektif sosilogi, selain dinamika kelompok, kajian tentang tim kerja mungkin paling banyak mendapat perhatian akhir-akhir ini. Berbagai kisah sukses perusahaan, lembaga pemerintah, organisasi nirlaba, tim olahraga, bahkan negara tidak lain karena telah menggunakan pendekatan tim dalam melaksanakan pekerjaan. Perusahaan yang memproduksi pesawat terbang Boeing 737 sukses mengembangkan tim kerja yang mendorong produktivitas perusahaan tersebut sekaligus mampu menekan biaya pengembangan produksi. Tim sepakbola Korea Selatan memperlihatkan prestasi yang fenomenal pada Piala Dunia beberapa tahun lalu karena sukses pelatihnya mengembangkan semangat tim pada anggotanya. Dua ekor kuda yang secara sendiri-sendiri hanya mampu menghela beban seberat 4250 kg, namun ketika menjadi tim memiliki kekuatan yang mampu menarik 6000 kg. Ilustrasi lainnya adalah keberhasilan Amerika Serikat memperoleh keuntungan dari penemuan ilmuwan Inggris karena Amerika Serikat memanfaatkan kerja sama tim sedangkan orang Inggris sibuk dengan diri mereka sendiri (Clegg, 2000).Tim kerja didefinisikan sebagai kelompok formal yang terdiri dari individu-individu yang saling bekerja sama dan memiliki saling ketergantungan satu sama lain untuk mencapai tujuan. Kerja sama dan saling ketergantungan menyiratkan bahwa individu-individu dalam tim boleh memiliki keahlian dan kemampuan secara individu, tetapi pada akhirnya kemampuan dan keahlian itu memberi sumbangan kepada hasil kelompok. Melalui kerjasama dapat dilakukan saling berbagi pengetahuan serta ketrampilan dan dengan itu sebuah tim mampu menyelesaikan tugas secara efektif, ketimbang dilakukan oleh seorang individu. Daft (2000) merumuskan pengertian tim melalui tiga komponen analisis. Pertama, tim terdiri atas dua orang atau lebih. Tim bisa saja memiliki anggota yang cukup banyak namun kebanyakan kurang dari 15 orang. Kedua, individu dalam tim terlibat interaksi reguler. Interaksi itu digambarkan dalam keterlibatan mereka dalam berkomunikasi dan bekerja sama. Ketiga, individu dalam tim berbagi tanggung jawab dalam mencapai tujuan organisasi. Intinya adalah bahwa tim kerja menggambarkan tanggung jawab bersama semua anggota dalam mencapai tujuan organisasi.Rahasia kesuksesan sebuah tim tergantung pada bagaimana bersinerginya kemampuan dan keahlian anggotanya dalam mencapai tujuan bersama. Ini menunjukkan bahwa dalam sebuah tim, harus ada keinginan untuk berbagi kemampuan, ide, dan pekerjaan di antara anggotanya.Dari perspektif sosiologi pula, konflik dalam organisasi dapat dipahami. Konflik merupakan fenomena alamiah yang tidak terhindarkan dalam organisasi. Sumber daya organisasi yang terbatas, saluran komunikasi yang tidak lancar, dan kepentingan-kepentingan pribadi maupun kelompok yang dominan merupakan penyebab umum terjadinya konflik dalam masyarakat dan juga dalam organisasi.Dalil utama dalam konflik adalah bahwa konflik dapat berakibat fungsional dan disfungsional. Dari perspektif interaksionis (Robbins, 2003) konflik dipandang baik dengan argumentasi bahwa kelompok yang koperatif, tenang, damai, dan harmonis cenderung menjadi statis, apatis, dan tidak tanggap terhadap kebutuhan akan perubahan dan inovasi. Karena itu, dengan pola diagnostik dan pendekatan manjemen yang efektif, konflik tidak hanya dapat diminimalkan tetapi juga dapat meningkatkan produktivitas organisasi (Owens, 1991). Sementara itu, konflik bisa menjadi disfunctional manakala orang-orang mengalihkan energi dari pencapaian tujuan dan kinerja (Daft dan Steers, 1986). Dalam berbagai kasus konflik, apalagi konflik fisik, sejumlah energi antara lain manusia, materi, dan peralatan lainnya menjadi korban. Para pihak yang terlibat mencurahkan banyak energi untuk berselisih secara tidak produktif.Hadirin Sekalian yang Saya HormatiPsikologi sosial adalah suatu bidang dalam psikologi yang memadukan konsep-konsep psikologi dan sosiologi. Psikologi sosial memfokuskan pada pengaruh seseorang terhadap orang lain. Kontribusi psikologi sosial terhadap perilaku organisasi meliputi kajian tentang perubahan perilaku, perubahan sikap, komunikasi, proses kelompok, dan pengambilan keputusan kelompok.Di antara semua fokus kajian, pengambilan keputusan kelompok merupakan salah satu yang terpenting dalam oraganisasi pendidikan. Hal ini disebabkan karena organisasi pendidikan dicirikan oleh kesejawatan yang tinggi yang karenanya relevan menggunakan proses pengambilan keputusan kelompok.Salah satu bentuk pengambilan keputusan kelompok adalah dengan melibatkan anggota dalam pengambilan keputusan. Partisipasi bertujuan untuk melibatkan mental dan emosional individu dalam suatu situasi kelompok yang mendorong individu berkontribusi kepada tujuan-tujuan kelompok dan berbagi tanggung jawab dengan anggota lainnya (Owens, 1991).Partisipasi dalam pembuatan keputusan mencerminkan penyebaran pengaruh dalam proses keputusan. Hal ini berkaitan dengan seberapa jauh seseorang atasan membolehkan bawahan mereka mempengaruhi keputusan yang berhubungan dengan pekerjaan mereka (Brown dan Moberg, 1980). Banyak keuntungan yang diperoleh dari partisipasi staf dalam pembuatan keputusan, seperti kualitas keputusan dapat ditingkatkan melalui penilaian secara cermat alternatif dan konsekuensinya (Campbell dan Gregg, 1957). Keuntungan lain partisipasi adalah membantu anggota kelompok untuk mengidentifikasikan dirinya dengan tujuan-tujuan dan program-program lembaga (Sutisna, 1987). Di sampng itu, partisipasi juga mendorong pertumbuhan dan perkembangan partisipasi organisasi (Owens, 1991). Keterlibatan ego, dalam arti kepemilikan (ownership) dalam hal partisipasi, memotivasi partisipan, membuat partisipan dapat menyalurkan tenaga, kreativitas, dan inisiatifnya. Keterlibatan yang demikian juga mendorong orang menerima tanggung jawab yang lebih besar bagi keefektifan organisasi.Keterlibatan bawahan dalam pembuatan keputusan tergantung pada kondisi-kondisi tertentu. Kriteria yang digunakan untuk menetapkan kondisi-kondisi tersebut ialah dengan menggunakan konsep zone of acceptance. Konsep ini dikembangkan oleh Edwin Bridges untuk menjelaskan lebih jauh pada batas mana seseorang dilibatkan dalam pembuatan keputusan. Bridges (dalam Hoy dan Miskel, 1987) berpostulat bahwa: (1) jika administrator melibatkan guru-guru dalam zona akseptansinya, maka partisipasi akan kurang efektif dan, (2) jika administrator melibatkan guru-guru dalam pembuatan keputusan yang berada di luar zona akseptansiya, partisipasi akan lebih efektif. Dengan kata lain, jika minat personil tinggi terhadap masalah yang akan diputuskan, maka ia dapat diikutsertakan dalam pembuatan keputusan. Jika personil mempunyai keahlian dan dapat berkontribusi kepada pembuatan keputusan, maka ia dapat dilibatkan. Penelitian dalam bidang pendidikan menunjukkan dinamika yang lebih tinggi dalam proses pengambilan keputusan kelompok terutama dalam konteks organisasi informal. Penelitian saya dalam latar perguruan tinggi (Arismunandar, 1992) mengungkapkan temuan-temuan berikut: (1) kelompok informal seperti kelompok pengajian, kelompok bermain tenis, dan kelompok informal lainnya menjadi wadah membicaralan masalah-masalah organisasi formal; (2) individu dalam organisasi baik secara sadar maupun tidak sadar menggunakan mekanisme informal dalam mengekspresikan pendapat, saran, dan bahkan mengambil keputusan yang berkaitan dengan urusan organisasi formal; (3) terdapat pemimpin-pemimpin informal yang memiliki kekuatan dalam mempengaruhi keputusan organisasi formal.Hadirin Sekalian yang Saya HormatiDisiplin ilmu lain yang mempengaruhi perilaku organisasi adalah antropologi. Antropologi adalah studi tentang masyarakat untuk mempelajari manusia dan kegiatan mereka. Karya antropolog tentang budaya dan lingkungan telah membantu kita memahami perbedaan nilai-nilai fundamental, sikap, dan perilaku di antara orang-orang pada organisasi dan negara yang berbeda. Sumbangan terpenting antropologi terhadap perilaku organisasi adalah kajian tentang nilai komparatif, sikap komparatif, analisis lintas-budaya, budaya organisasi, dan lingkungan organisasi.Budaya organisasi merupakan topik kajian terpenting terutama sejak 1980-an yang cukup mendominasi dalam kajian perilaku organisasi. Ouchi (1981) telah melakukan serangkaian penelitian untuk menjelaskan mengapa perusahaan AS tidak memiliki kinerja sebaik dengan perusahaan di negara lain, khususnya di Jepang. Temuannya menunjukkan bahwa: (1) budaya masyarakat mempengaruhi organisasi melalui orang-orang di dalamnya, (2) terdapat beberapa nilai-nilai dasar masyarakat Jepang seperti semangat tim, relasi informal, dan loyalitas seumur hidup yang dipegang teguh oleh karyawan perusahaan, dan (3) adanya budaya mutu yang direfleksikan dalam pengendalian proses daripada produk.Perkembangan penelitian berikutnya yang dilakukan oleh Kotter dan Heskett (2006) memperkuat karya Ouchi yang menunjukkan bahwa budaya mempengaruhi kinerja organisasi melalui tiga hal. Pertama adalah penyelarasan gagasan. Dalam perusahaan yang berbudaya kuat, karyawan cenderung mengikuti pimpinan yang sama. Kedua, budaya yang kuat mampu mememicu motivasi yang tinggi di kalangan karyawan. Komitmen dan loyalitas yang dirasakan oleh karyawan mendorong mereka bekerja lebih keras. Ketiga, budaya yang kuat mendorong kinerja karena menyediakan struktur dan kontrol tanpa perlu bergantung pada birokrasi formal yang bisa menghambat motivasi dan inovasi. Perilaku organisasi juga dikembangkan darisiplin ilmu politik. Ilmu politik mempelajari perilaku individu dan kelompok dalam lingkungan politik. Kajian terpenting yang berkaitan dengan perilaku organisasi adalah konflik, politik intraorganisasi, dan kekuasaan, termasuk bagaimana orang memanipulasi kekuasaan untuk kepentingan individu. Berbagai tipologi kekuasaan telah membantu dalam menganalisis pendekatan-pendekatan perilaku organisasi. Salah satu tipologi kekuasaan yang sering digunakan dalam organisasi adalah yang dikembangkan oleh Hersey dan Blanchard (1982). Menurut mereka, terdapat tujuh basis kekuasaan, yaitu kekuasaan paksaan, kekuasaan koneksi, kekuasaan penghargaan, kekuasaan legitimasi, kekuasaan personal (referent), kekuasaan informasi, dan kekuasaan keahlian. Kekuasaan paksaan cenderung didasarkan atas usaha mempengaruhi dengan hukuman, tidak peduli diterima atau tidak oleh anggota. Kekuasaan koneksi didasarkan atas hubungan dengan dengan orang-orang penting tertentu di luar dan di dalam organisasi. Kekuasaan penghargaan didasarkan atas kemampuan pemimpin memberikan ganjaran bagi anggota yang menyelesaikan pekerjaan yang diperintahkan. Kekuasaan legitimasi didasarkan atas kedudukan resmi pemimpin. Kekuasaan personal didasarkan atas sifat-sifat kepribadian yang dimiliki oleh pemimpin. Kekuasaan informasi didasarkan atas kepemilikan akses informasi dari pemimpin yang dipandang bermanfaat bagi anggota. Kekuasaan keahlian didasarkan atas kepemilikan pengetahuan, keterampilan yang mempengaruhi orang lain.Menurut Harsey dan Blanchard, penggunaan basis kekuasaan tersebut sangat tergantung dengan tingkat kematangan anggota. Menurut keduanya, tingkat kematangan anggota dibedakan atas tiga tingkatan: rendah, sedang, dan tinggi. Anggota yang memiliki tingkat kematangan rendah lebih tepat memperoleh kekuasaan paksaan. Anggota yang memiliki tingkat kematangan sedang lebih cocok mendapatkan kekuasaan penghargaan dan kekuasaan personal. Anggota yang memiliki kematangan tinggi lebih tepat menggunakan kekuasaan keahlian.Implikasi Perilaku Organisasi dalam Manajemen PendidikanManajemen pendidikan baik sebagai teori maupun sebagai praktik sangat berkaitan dengan perilaku organisasi. Berdasarkan tingkat analisis yang dikemukakan sebelumnya manajemen pendidikan memenuhi tingkatan-tingkatan di mana analisisnya meliputi individu, kelompok, dan organisasi. Bahkan jika dianalisis lebih jauh, perilaku organisasi bahkan lebih kompleks apabila diterapkan dalam dunia pendidikan. Dari aspek individu, lingkungan pendidikan mencakup ragam manusia yang meliputi siswa, guru, tenaga administrasi, kepala sekolah, pengawas, dan staf lainnya. Dengan keragaman individu juga menyebabkan terjadinya sejumlah variasi kelompok dalam organisasi, termasuk keragaman dalam bentuk organisasinya. Karena itu, untuk memastikan berbagai kebijakan pendidikan dapat terlaksana dengan baik maka seyogianya para pengambil keputusan memperhatikan dimensi pribadi (motivasi, stres, dan kepribadian) dan dimensi organisasi (ukuran kelompok, komposisi kelompok, kepemimpinan, dll) di lingkungan pendidikan.Dalam kajian tentang perilaku organisasi di lingkungan pendidikan, terdapat tiga konsep yang saling berkaitan, yaitu organisasi informal, iklim, dan budaya sekolah (Hoy dan Miskel, 1987). Meskipun ketiga konsep tersebut memiliki perbedaan, namun pada intinya adalah bahwa organisasi memerlukan semangat tim yang bekerja sama satu sama lain untuk mencapai tujuan organisasi. Organisasi informal menetapkan norma dan nilai yang dianut oleh para anggotanya. Organisasi informal juga mengembangkan sistem kekerabatan yang menembus batas-batas struktur formal yang membantu anggotanya dalam mengembangkan semangat tim. Iklim dan budaya sekolah juga mementingkan perlunya didorong budaya kerja tim dalam meningkatkan keefektifan organisasi. Demikian pula iklim fisik, sosial, dan psikologis yang kondusif akan menciptakan suasana yang mendukung bagi terlaksananya pembelajaran yang sukses. Menurut Hoy dan Miskel, iklim fisik sekolah berupa bangunan dan ruang yang tertata rapi dan sejuk dapat mempengaruhi perilaku siswa dan guru serta staf lainnya di sekolah. Iklim sosial berupa hubungan-hubungan manusia yang terjadi di lingkungan pendidikan turut berpengaruh, terutama dalam hal menumbuhkan suasana kekeluargaan yang cenderung menciptakan lingkungan yang soft bagi personilnya dibandingkan dengan lingkungan yang penuh konflik dan permusuhan. Dengan demikian, pengembangan atmosfir melalui iklim kerja dapat mengubah perilaku warga di sekolah.DAFTAR PUSTAKAArismunandar (1992). Organisasi Informal dan Pengambilan Keputusan pada Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Makassar. Tesis tidak dipublikasikan. Malang: IKIP Malang.Arismunandar, 1998. Sumber-sumber Stres Kerja Guru. Jurnal Ilmu Pendidikan IKIP Malang, Jilid 5, Nomor 1, Februari 1998. Ditulis bersama Prof. Dr. I Wayan Ardhana, MAArismunandar. 2003. Work Stress and Psychological Consequences in The Workplace: Study on Elementary School Teachers, Jurnal Ilmu Pendidikan IKIP Malang (Terakreditasi) 10(3):202-213, 2003Baron, R. A., & Greenberg, J. (1990), Behavior in Organizations: Understanding and Managing the Human Side of Work, (3rd ed.), Boston: Allyn and Bacon.Brich, P (1999). Instant Leaderhip. Terjemahan P. Hendrardjo. 2001. Instant Leadership: 66 Cara Instant Memiliki Kepemimpinan Praktis. Jakarta: Penerbit Erlangga.Brown, W. B. dan Moberg, D. J. (1980). Organizational Theory and Management: A Macro Approach. New York: John Willey & Sons.Campbell, R. F. dan Gregg, R. T. (1957). Administrative Behavior in Education. New York: Harper & Brothers Publisher.Clegg, B. 2000. Intant Motivation: 79 Cara Instan Menumbuhkan Motivasi. Terjemahan Zulkifli Harahap. Jakarta: Erlangga.Covey, S. P. (1991). Principle Centered Leadership. New York: Simon and Schuster.Cox, T., & Ferguson, E. (1991), Individual differences, stress and coping, in C. L. Cooper & R. Payne, (eds.), Personality and stress: Individual differences in the stress process, (1991), Chichester: John Wiley & Sons.Daft, Richard L. & Steers, Richard M. (1986). Organization: A Macro/micro Approach. London : Scott, Foresman and Company.Daft, R. L. (2000). Management. 5th Ed. Dryden: The Dryden Press, Harcourt College Publishers.Farkas, C. M. dan Backer, P. D. (1997). Maximum Leadership: The Worlds Leading CEOs Share their Five Strategies for Success. Kuala Lumpur: Eastern Dragon Press.Fletcher, B. C. (1991). Work, Stress, Disease and Life Expectancy. Chishester: John Wiley & Sons Ltd. Hersey, P. & Blanchard, K. (1982). Management of Organizational Behavior: Utilizing Human Resources. Fourth Edition. New Jersey: Prentice-Hall, Inc.Kotter, J. P. & Heskett, J. L. (2006). Budaya korporat dan Kinerja. Terjemahan oleh Susi Diah Hardaniati & Uyung Sulaksana: Corporate Culture and Performance. 1992. New York: 1992.Lazarus, R. S., & Folkman, S. (1986). Cognitive theories of stress and the issue of circularity. In M. H. Appley & R. Trumbull (Eds.) Dynamics of stress: Physiological, psychological, and social perspectives. (1986). New York: Plenum Press.Lee, B. (1997). The Power Principle: Influence with Honor. New York: Simon and Schuster.Maxwell, J. C. (1995). Developing the Leader within You. Terjemahan Anton Adiwiyoto. 1995. Mengembangkan Kepemimpinan di Dalam diri Anda. Jakarta: Binarupa Aksara.Ouchi (1985). Theori Z. Terjemahan. Jakarta: Aksara Persada.Owens, Robert G. (1991). Organizational Behavior in Education. Fourth Edition. Boston : Allyn and Bacon Inc.Robbins, S. P. (1990). Essential of Organizational Behavior. Terjemahan Halida dan Dewi Sartika (2002), Prinsip-prinsip Perilaku Organisasi. Jakarta: Penerbit Erlangga.Robbins, S. P. (2002). Essential of organizational behavior. Terjemahan Halida dan Dewi Sartika (2002). Prinsip-prinsip Perilaku Organisasi. Edisi Kelima. Jakarta: Penerbit Erlangga.Robbins, S. P. (2003). Organizational Behavior. 10th Edition. Terjemahan Benyamin Molan. 2006. Jakarta: PT Indeks.Selye, H. (1985), History and present status of the stress concepts, in A. Monat & R. S. Lazarus (Eds.), Stress and coping: An anthology, 2nd Ed. (1985), New York: Columbia University Press.Shaw, M. E. (1976). Group Dinamics: The Psychology of Small Group Behavior. Mexico: McGraw-Hill Book Company.Sowa, C. J., Lustman, P. J., & Day, R. C. (1986), Evaluating stressful life events, Educational and Psychological Measurement, 46, 353-358.Sutisna, O. (1987). Administrasi Pendidikan: Dasar Teoritis untuk Praktek Profesional. Cetakan keempat. Bandung: Angkasa.Tyson S. dan Jackson, T. (1992). The Essense of organizational behavior. Terjemahan Dedy Jacobus & Dwi Prabantini. 1999. Perilaku Organisasi. Yogyakarta: Penerbit Andi.