BAB I

download BAB I

of 36

description

KTI

Transcript of BAB I

  • 5/21/2018 BAB I

    1/36

    1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah

    Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan salah satu disiplin ilmu yang

    diajarkan di setiap jenjang pendidikan. Mata pelajaran IPA pada dasarnya adalah

    program untuk menanamkan dan mengembangkan pengetahuan, keterampilan, sikap,

    dan nilai ilmiah pada murid serta rasa mencintai dan menghargai kebesaran Tuhan

    Yang Maha Esa (Depdiknas. 2006:93). Pembelajaran IPA menekankan pada proses

    penemuan siswa terhadap pembelajaran. Pelaksanaan pembelajaran IPA di MIN

    bertujuan memberikan bekal pengetahuan. Konsep dan keterampilan IPA sebagai

    dasar pendidikan IPA siswa selama belajar di MIN.

    Pembelajaran IPA diharapkan dapat mengefektifkan aktivitas guru IPA kelas

    V MIN Blang Bladeh, dimana aktivitas guru dapat bertindak sebagai mediator dan

    fasilitator pembelajaran IPA di dalam kelas, sehingga peran guru dapat memberikan

    motivasi dan dapat menumbuhkan sikap aktif dan kreatif dari siswa dalam mengikuti

    pembelajaran sehingga pelaksanaan pembelajaran terjadi dua arah dan tujuan

    pembelajaran dapat tercapai dengan baik. Pelaksanaan pembelajaran IPA juga

    diharapkan dapat menumbuhkan dan meningkatkan respon siswa terhadap proses

    pembelajaran ataupun terhadap penguasaan sejumlah materi ajar yang berdampak

    positif pada pencapaian hasil belajar siswa yang telah ditetapkan oleh sekolah,

    dimana 85% dari jumlah siswa yang terdapat di dalam kelas tuntas dalam mengikuti

    pembelajaran dengan memperoleh nilai di atas 65.

    Namun yang terjadi pada siswa kelas V MIN Blang Baldeh adalah aktivitas

    siswa yang masih kurang memahami dan menguasai materi-materi pelajaran IPA

    terutama pada materi fungsi organ pencernaan. Hal ini dikarenakan aktivitas guru

    yang hanya berfungsi sebagai pemberi informasi dan pengetahuan sehingga siswa

  • 5/21/2018 BAB I

    2/36

    2

    tidak termotivasi untuk menggali pengetahuan mereka. Dengan demikian respon yang

    terlihat dari siswa kelas V MIN Blang Bladeh tidaklah seperti yang diharapkan. Hal

    yang demikian juga berpengaruh pada pencapaian hasil belajar siswa yang rendah, ini

    terlihat dari nilai tes yang diperoleh siswa masih dibawah KKM yang telah di

    tetapkan dalam pelajaran IPA oleh sekolah, persentase dari ketuntasan siswa adalah

    75%.

    Masalah yang dihadapi oleh siswa kelas V MIN Blang Blahdeh adalah

    aktivitas yang ditunjukkan guru dalam pelaksanaan pembelajaran masih rendah.

    dimana guru tidak melibatkan siswa secara aktif dalam pelaksanaan pembelajaran.

    aktivitas siswa juga sangat rendah yang berpengaruh terhadap respon yang

    ditunjukkan siswa dalam kelas selama pembelajaran yang berlangsung sehingga

    menyebabkan rendahnya tingkat ketuntasan hasil belajar siswa.

    Untuk menyelesaikan permasalah yang terjadi dibutuhkan penyelesaian yang

    tepat guna meningkatkan ketuntasan hasil belajar siswa, pelaksanaan pembelajaran

    dengan menerapkan model pembelajaran yang tepat dapat meningkatkan hasil belajar

    siswa. Dalam penelitian ini, peneliti memilih untuk menggunakan alat peraga dengan

    menggunakan model pembelajaran kooperatif tipeNumber Head Together (NHT).

    Model pembelajaran kooperatif tipeNumbered Head Together merupakan tipe

    pembelajaran kooperatif yang menuntut siswa untuk lebih aktif dan bertanggung

    jawab penuh dalam memahami materi pembelajaran baik secara kelompok maupun

    individual. Model pembelajaran ini menuntut siswa untuk berinteraksi dengan

    temannya karena dalam tipe pembelajaran ini siswa diberi waktu untuk memikirkan,

    menjawab pertanyaan yang dilontarkan guru sehingga membutuhkan komunikasi

    yang baik antar teman sekelompoknya untuk mempersatukan ide. Pembelajaran

    kooperatif tipe Numbered Head Together dapat meningkatkan prestasi belajar

    matematika siswa karena siswa dituntut komunikatif dalam kegiatan pembelajaran.

  • 5/21/2018 BAB I

    3/36

    3

    Berdasarkan latar belakang di atas maka peneliti terdorong untuk mengadakan

    penelitian lebih lanjut tentangStrategi Peningkatan Hasil Belajar Siswa pada

    Materi Fungsi Organ Pencernaan dengan Menggunakan Alat Peraga Melalui

    Model Pembelajaran Kooperatif tipe Number Head Together (NHT) di Kelas V

    MIN Blang Bladeh

    B. Rumusan Masalah

    Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam penelitian

    ini adalah:

    1. Apakah penerapan alat peraga dan model pembelajaran kooperatif tipe Number

    Head Together (NHT) dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam proses IPA

    di MIN Blang Bladeh?

    2. Bagaimana penerapan alat peraga dan model pembelajaran kooperatif tipe

    Number Head Together (NHT)pada siswa belajar pada pembelajaran IPA di MIN

    Blang Bladeh?

    C. Tujuan Penelitian

    Berdasarkan rumusan masalah yang telah peneliti buat, maka penelitian ini

    memiliki tujuan sebagai berikut:

    1.

    Untuk mengetahui penerapan alat peraga dan model pembelajaran kooperatif

    tipe Number Head Together (NHT) dapat meningkatkan hasil belajar siswa

    dalam proses IPA di MIN Blang Bladeh.

    2. Untuk mengetahui penerapan alat peraga dan model pembelajaran kooperatif

    tipe Number Head Together (NHT) dapat meningkatkan hasil belajar siswa

    dalam proses IPA di MIN Blang Bladeh.

  • 5/21/2018 BAB I

    4/36

    4

    D. Manfaat Penelitian

    Hasil dari pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini diharapkan memberikan

    manfaat yang berarti bagi siswa, guru, dan sekolah sebagai suatu sistem pendidikan

    yang mendukung peningkatan proses belajar dan mengajar siswa.

    Secara teoritis penelitian ini dapat bermanfaat sumber informasi atau masukan

    kepada pengajar. Sedangkan secara praktis hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi:

    1) Guru agar dapat melatih untuk menyusun dan mendesain proses pembelajaran

    secara terencana dan maksimal, sehingga tercapai tujuan pembelajaran yang

    diinginkan.

    2) Siswa untuk memotivasi, menggali potensi belajar yang dimiliki dan mampu

    mengembangkan kemampuan belajarnya.

    3) Sekolah sebagai sumber data, informasi, dan bahan referensi bagi penelitian

    sejenis.

    4) Bagi peneliti, penelitian ini akan memberikan manfaat bagi peneliti karena

    peneliti akan lebih mengetahui permasalahan-permasalahan yang timbul dalam

    kegiatan belajar mengajar khususnya dalam model pembelajaran kooperatif dan

    sebagai bekal bagi peneliti untuk menjadi tenaga pendidik di masa yang akan

    datang.

  • 5/21/2018 BAB I

    5/36

    5

    BAB II

    LANDASAN TEORETIS

    A. Hakikat Pembelajaran IPA

    Secara sederhana IPA didefinisikan sebagai ilmu tentang fenomena alam

    semesta. Dalam kurikulum 2004 sains (IPA) diartikan sebagai cara mencari tahu

    secara sistematis tentang alam semesta. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berhubungan

    dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya

    penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau

    prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan IPA

    diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri

    dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di

    dalam kehidupan sehari-hari.

    Proses pembelajarannya menekankan pada pemberian pengalaman langsung

    untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar

    secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk inkuiri dan berbuat sehingga dapat

    membantu peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam

    tentang alam sekitar.

    Menurut Uno (2009:67) pada dasarnya hakikat Ilmu Pengetahuan Alam

    (IPA) ada tiga yaitu:

    1. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) sebagai produk

    Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) sebagai produk adalah kumpulan hasil kegiatan

    empirik dan kegiatan analitik yang dilakukan oleh para ilmuan selama berabad-

    abad. IPA sebagai produk terdapat dalam bentuk fakta-fakta, data-data, konsep-

    konsep, prinsip-prinsip, dan teori-teori. Jika ditelaah lebih jauh, maka fakta-fakta

    merupakan hasil kegiatan empirik, sedangkan data, konsep, prinsip dan teori

    dalam IPA merupakan hasil kegiatan analitik.

  • 5/21/2018 BAB I

    6/36

    6

    2. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) sebagai proses

    Memahami IPA lebih dari hanya mengetahui fakta-fakta yang terdapat dalam

    pembelajaran IPA. Memahami IPA berarti juga memahami proses IPA, yaitu

    memahami bagaimana mengumpulkan fakta-fakta dan memahami bagaimana

    menghubungkan fakta-fakta untuk menginterpretasikannya. Para ilmuwan

    menggunakan berbagai prosedur empirik dan prosedur analitik dalam usaha

    mereka untuk memahami alam semesta ini. Prosedur-prosedur tersebut disebut

    proses ilmiah atau proses IPA. Keterampilan proses IPA atau keteramilan sains

    disebut juga keterampilan belajar seumur hidup, sebab keterampilan-ketarampilan

    ini dapat juga dipakai untuk kehidupan sehari-hari dan untuk bidang studi yang

    lain.

    3. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) sikap ilmiah

    Pemikiran-pimikiran para ilmuwan yang bergerak dalam bidang IPA itu

    menggambarkan, rasa ingin tahu dan rasa penasaran mereka yang besar, diiringi

    dengna rasa percaya, sikap objektif, jujur dan terbuka serta mu mendengarkan

    pendapat orang lain. Sikap-sikap itulah yang kemudian memakai hakekat IPA

    sebagai sikap ilmiah atau a way of thinking. Oleh para ahli psikologi kognitif,

    pekerjaan dan pemikiran para ilmuwan IPA di dalamnya, dipandang sebagai

    kegiatan kreatif, karena ide-ide dan penjelasan-penjelasan dari suatu gejala alam

    disusun dalam fikiran. Oleh sebab itu, pemikiran dan argumentasi para ilmuwan

    dalam bekerja menjadi rambu-rambu penting dalam kaitannya dengan hakekat

    IPA sebagai sikap ilmiah.

    B. Pengertian Belajar

    Slameto (2003:2) menyatakan belajar adalah suatu proses usaha yang

    dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru

    secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan

  • 5/21/2018 BAB I

    7/36

    7

    lingkungannya. Menurut Golan (2009) belajar adalah suatu usaha sadar yang

    dilakukan oleh individu dalam perubahan tingkah lakunya baik melalui latihan dan

    pengalaman yang menyangkut aspek kognitif, afektif dan psikomotor untuk

    memperoleh tujuan tertentu. Belajar merupakan proses yang aktif untuk memahami

    hal-hal baru dengan pengetahuan yang kita miliki. Di sini terjadi penyesuaian dari

    pengetahuan yang sudah kita miliki dengan pengetahuan baru. Dengan kata lain, ada

    tahap evaluasi terhadap informasi yang didapat, apakah pengetahuan yang kita miliki

    masih relevan atau kita harus memperbarui pengetahuan kita sesuai dengan

    perkembangan zaman.

    Istilah pembelajaran berhubungan erat dengan pengertian belajar dan

    mengajar. Belajar, mengajar dan pembelajaran terjadi bersama-sama. Belajar dapat

    terjadi tanpa guru atau tanpa kegiatan mengajar dan pembelajaran formal lain.

    Sedangkan mengajar meliputi segala hal yang guru lakukan di dalam kelas.

    Pembelajaran adalah separangkat tindakan yang dirancang untuk mendukung proses

    belajar siswa, dengan memperhitungkan kejadian-kejadian ekstrim yang berperan

    terhadap rangkaian kejadian-kejadian intern yang berlangsung dialami siswa (Winkel

    dalamGolan,2009 ).

    Proses pembelajaran dialami setiap orang sepanjang hayat serta dapat berlaku

    di manapun dan kapanpun. Pembelajaran merupakan interaksi antara peserta didik

    dengan lingkungannya sehingga terjadi perubahan perilaku kearah yang lebih baik.

    Dalam pembelajaran tugas guru yang paling utama adalah mengkondisikan

    lingkungan agar menunjang terjadinya perubahan perilaku bagi peserta didik (Golan,

    2009 ). Lingkungan belajar yang di atur oleh guru mencakup tujuan pengajaran,

    bahan pengajaran, metodelogi pengajaran dan penilaian pengajaran. Unsur-unsur

    tersebut biasa di kenal dengan komponen-komponen pengajaran (Slameto, 2003:15).

    Belajar menurut Djamarah (2006:11) proses perubahan prilaku berkat

    pengalaman dan latihan. Artinya tujuan kegiatan adalah perubahan tingkah laku, yang

    http://joegolan.wordpress.com/http://joegolan.wordpress.com/
  • 5/21/2018 BAB I

    8/36

    8

    menyangkut pengetahuan, keterampilan maupun sikap, bahkan meliputi segenap

    aspek organisme atau pribadi. Menurut Sardiman (2009:20), yang mengatakan bahwa

    belajar mempunyai dua arti yaitu arti luar dan arti terbatas/khusus. Dalam pengertian

    luas, belajar dapat diartikan sebagai kegiatan psiko-fisik menuju ke perkembangan

    pribadi seutuhnya. Kemudian dalam arti sempit, belajar dimaksudkan sebagai usaha

    penguasaan materi ilmu pengetahuan yang merupakan sebagian kegiatan menuju

    terbentuknya kepribadian seutuhnya. Relevan dengan ini, ada pengertian bahwa

    belajar adalah penambahan pengetahuan. Definisi konsep ini dalam praktiknya

    banyak dianut di sekolah-sekolah.

    Selanjutnya, Aunurrhaman (2009:35) mengemukakan bahwa belajar adalah

    suatu usaha sadar yang dilakukan oleh individu dalam perubahan tingkah laku baik

    melalui latihan dan pengalaman yang menyangkut aspek kognitif, afektif, dan

    psikomotorik untuk memperoleh tujuan tertentu. Sedangkan menurut Gagne

    mengemukakan bahwa, belajar adalah perubahan disposisi atau kemampuan yang

    dicapai seseorang melalui aktivitas. Perubahan disposisi tersebut bukan diperoleh

    langsung dari proses pertumbuhan seseorang secara ilmiah (Suprijono, 2009:2).

    Dari kedua pendapat ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa belajar

    merupakan proses perubahan prilaku yang dialami siswa melalui interaksi edukatif

    yang bermakna dimana siswa memperoleh pengetahuan dan keterampilannya melalui

    pengalaman dan interaksi langsung dengan alam dan lingkungan sekitarnya sebagai

    sumber pembelajaran.

    C. Hasil Belajar

    Suprijono (2009:2) mengemukakan bahwa belajar adalah perubahan disposisi

    atau kemampuan yang dicapai seseorang melalui aktivitas. Perubahan disposisi

    tersebut bukan diperoleh langsung dari proses pertumbuhan seseorang secara

    alamiah. Hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian,

  • 5/21/2018 BAB I

    9/36

    9

    sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan. Merujuk pemikiran Gagne, hasil belajar

    berupa informasi verbal, keterampilan intelektual, strategi kognitif, keterampilan

    motorik, dan sikap.

    Sedangkan, Aunurrahman (2009:37) mengemukakan bahwa hasil belajar

    ditandai dengan perubahan tingkah laku. Walaupun tidak semua perubahan tingkah

    laku merupakan hasil belajar, akan tetapi aktivitas belajar umumnya disertai

    perubahan tingkah laku. Perubahan tingkah laku pada kebanyakan hal merupakan

    sesuatu p-perubahan yang dapat diamati (observable). Perubahan tingkah laku

    sebagai hasil belajar juga dapat menyentuh perubahan pada aspek kognitif, afektif,

    dan aspek psikomotorik siswa.

    Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah

    hasil dari pengukuran terhadap siswa yang meliputi faktor kognitif, afektif dan

    psikomotor setelah mengikuti proses pembelajaran yang diukur dengan menggunakan

    instrumen tes atau instrumen yang relevan.

    D. Model Pembelajaran Kooperatif

    Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu model pembelajaran dimana

    siswa yang lebih pandai membantu siswa yang kurang mampu dalam menyelesaikan

    dan memahami sutu cara pembelajaran, memeriksa dan memperbaiki jawaban teman,

    serta kegiatan lainnya yang bertujuan untuk membuat cara belajara terbuka untuk

    seluruh siswa dan juga membuat proses berpikir siswa laain terbuka untuk seluruh

    siswa. Dan belajar belum selesai jika salah satu teman dalam kelompoknya belum

    menguasai materi pembelajaran.

    Emildadiany (dalam Sudrajat, 2008) mengemukakan bahwa model

    pembelajaran kooperatif merupakan salah satu model pembelajaran yang mendukung

    pembelajaran kontekstual. Sistem pengajaran pembelajaran kooperatif dapat

    didefinisikan sebagai sistem kerja/belajar kelompok yang terstruktur. Yang termasuk

  • 5/21/2018 BAB I

    10/36

    10

    di dalam struktur ini adalah lima unsur pokok (Johnson & Johnson, dalam Sudrajat,

    2008), yaitu saling ketergantungan positif, tanggung jawab individual, interaksi

    personal, keahlian bekerja sama, dan proses kelompok. Sementara itu, Trianto

    (2010:56) menyatakan bahwa pembelajaran Kooperatif adalah suatu model

    pembelajaran dimana siswa belajar bersamadalam kelompok-kelompok kecil yang

    terdiri dari 4 6 orang siswa yang sederajat tetapi heterogen, kemampuan, jenis

    kelamin, suku/ras, dan satu sama lain saling membantu.

    Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif

    adalah suatu strategi belajar mengajar yang menekankan pada sikap atau perilaku

    bersama dalam bekerja atau membantu di antara sesama dalam struktur kerjasama

    yang teratur dalam kelompok, yang terdiri dari dua orang atau lebih. Pembelajaran

    kooperatif merupakan strategi belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota

    kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda. Dalam menyelesaikan tugas

    kelompoknya, setiap siswa anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling

    membantu untuk memahami materi pelajaran. Dalam pembelajaran kooperatif,

    belajar dikatakan belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum

    menguasai bahan pelajaran.

    E.

    Ciri-ciri Model Pembelajaran Kooperatif

    Menurut Arends (dalam Trianto, 2010:65) model pembelajaran kooperatif

    memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

    1. Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan

    materi belajar.2. Kelompok dibentuk dari siswa-siswa yang memiliki kemampuan

    tinggi, sedang dan rendah.

    3. Bila memungkinkan, anggota kelompok berasal dari ras, suku,

    budaya, jenis kelamin yang beragam.4. Penghargaan lebih diutamakan pada kerja kelompok daripada

    perorangan.

  • 5/21/2018 BAB I

    11/36

    11

    Menurut Lie (2002:30), bahwa model pembelajaran Cooperative Learning

    tidak sama dengan sekadar belajar kelompok, tetapi ada unsur-unsur dasar yang

    membedakannya dengan pembagian kelompok yang dilakukan asal-asalan. Roger dan

    Johnson (Lie, 2002:30) mengatakan bahwa tidak semua kerja kelompok bisa

    dianggap Cooperative Learning, untuk itu harus diterapkan lima unsur model

    pembelajaran gotong royong yaitu saling ketergantungan positif, tanya jawab

    perseorangan, tatap muka, komunikasi antar anggota dan proses evaluasi kelompok.

    1. Saling ketergantungan positif

    Keberhasilan suatu karya sangat bergantung pada usaha setiap anggotanya. Untuk

    menciptakan kelompok kerja yang efektif, pengajar perlu menyusun tugas

    sedemikian rupa sehingga setiap anggota kelompok harus menyelesaikan tugasnya

    sendiri agar yang lain dapat mencapai tujuan mereka.

    2.

    Tanggung jawab perseorangan

    Jika tugas dan pola penilaian dibuat menurut prosedur model pembelajaran

    Cooperative Learning, setiap siswa akan merasa bertanggung jawab untuk

    melakukan yang terbaik. Pengajar yang efektif dalam model pembelajaran

    Cooperative Learning membuat persiapan dan menyusun tugas sedemikian rupa

    sehingga masing-masing anggota kelompok harus melaksanakan tanggung

    jawabnya sendiri agar tugas selanjutnya dalam kelompok bisa dilaksanakan.

    3. Tatap muka

    Dalam pembelajaran Cooperative Learning setiap kelompok harus diberikan

    kesempatan untuk bertatap muka dan berdiskusi. Kegiatan interaksi ini akan

    memberikan para pembelajar untuk membentuk sinergi yang menguntungkan

    semua anggota. Inti dari sinergi ini adalah menghargai perbedaan, memanfaatkan

    kelebihan, dan mengisi kekurangan.

  • 5/21/2018 BAB I

    12/36

    12

    4. Komunikasi antar anggota

    Unsur ini menghendaki agar para pembelajar dibekali dengan berbagai

    keterampilan berkomunikasi, karena keberhasilan suatu kelompok juga bergantung

    pada kesediaan para anggotanya untuk saling mendengarkan dan kemampuan

    mereka untuk mengutarakan pendapat mereka. Keterampilan berkomunikasi dalam

    kelompok juga merupakan proses panjang. Namun, proses ini merupakan proses

    yang sangat bermanfaat dan perlu ditempuh untuk memperkaya pengalaman

    belajar dan pembinaan perkembangan mental dan emosional para siswa.

    5. Evaluasi proses kelompok.

    Pengajar perlu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi

    proses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka agar selanjutnya bisa bekerja

    sama dengan lebih efektif.

    F. Model Pembelajaran Kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT)

    Model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT)

    termasuk dalam pembelajaran kooperatif yang mengutamakan adanya kerjasama

    antar siswa dalam kelompok untuk mencapai tujuan pembelajaran. Para siswa dibagi

    ke dalam kelompok-kelompok kecil dan diarahkan untuk mempelajari materi

    pelajaran yang telah ditentukan. Tujuan dibentuknya kelompok kooperatif adalah

    untuk memberikan kesempatan kepada siswa agar dapat terlibat secara aktif dalam

    proses berpikir dan dalam kegiatan-kegiatan belajar. Dalam hal ini sebagian besar

    aktifitas pembelajaran berpusat pada siswa, yakni mempelajari materi pelajaran serta

    berdiskusi untuk memecahkan masalah (Herdian, 2009).

    1. Langkah-Langkah Model Pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head

    Together

    Pembelajaran kooperatif tipeNumbered Head Together merupakan salah satu

    tipe pembelajaran kooperatif yang menekankan pada struktur khusus yang dirancang

    untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan memiliki tujuan untuk meningkatkan

  • 5/21/2018 BAB I

    13/36

    13

    penguasaan akademik. Tipe ini dikembangkan oleh Kagen dalam Herdian (2009)

    dengan melibatkan para siswa dalam menelaah bahan yang tercakup dalam suatu

    pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut. Ibrahim

    dalam Herdian (2009) mengemukakan tiga tujuan yang hendak dicapai dengan

    pembelajaran kooperatif tipeNumbered Head Togetheryaitu:

    1. Hasil belajar akademik stuktural

    Bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik.

    2. Pengakuan adanya keragaman

    Bertujuan agar siswa dapat menerima teman-temannya yang mempunyai

    berbagai latar belakang.

    3. Pengembangan keterampilan social

    Bertujuan untuk mengembangkan keterampilan sosial siswa.

    Keterampilan yang dimaksud antara lain berbagi tugas, aktif bertanya,

    menghargai pendapat orang lain, mau menjelaskan ide atau pendapat, bekerja dalam

    kelompok dan sebagainya. Penerapan pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head

    Together merujuk pada konsep Kagen dalam Herdian (2009), dengan tiga langkah

    yaitu: 1) Pembentukan kelompok; 2) Diskusi masalah dan 3) Tukar jawaban antar

    kelompok. Menurut Trianto (2010:82-83), dalam mengajukan pertanyaan kepada

    seluruh kelas, guru dapat menerapkan struktur 4 fase dalam pembelajaran Numbered

    Head Together(NHT), yaitu:

    a. Fase 1: Penomoran (Numbering)

    Penomoran adalah hal yang utama di dalam NHT, dalam tahap ini guru membagi

    siswa menjadi beberapa kelompok atau tim yang beranggotakan 3-5 orang dan

    memberi siswa nomor sehingga setiap siswa dalam tim mempunyai nomor berbeda-beda,

    sesuai dengan jumlah siswa di dalam kelompok.

    http://herdy07.wordpress.com/http://herdy07.wordpress.com/http://herdy07.wordpress.com/http://herdy07.wordpress.com/http://herdy07.wordpress.com/http://herdy07.wordpress.com/
  • 5/21/2018 BAB I

    14/36

    14

    b. Fase 2: Mengajukan Pertanyaan (Questioning)

    Langkah berikutnya adalah pengajuan pertanyaan, guru mengajukan pertanyaan

    kepada siswa. Pertanyaan yang diberikan dapat diambil dari materi pelajaran

    tertentu yang memang sedang di pelajari, dalam membuat pertanyaan usahakan

    dapat bervariasi dari yang spesifik hingga bersifat umum dan dengan tingkat kesulitan

    yang bervariasi pula.

    c. Fase 3: Berpikir Bersama (Heads Together)

    Setelah mendapatkan pertanyaan-pertanyaan dari guru, siswa berpikir bersama

    untuk menemukan jawaban dan menjelaskan jawaban kepada anggota dalam

    timnya sehingga semua anggota mengetahui jawaban dari masing-masing

    pertanyaan.

    d. Fase 4: Pemberian Jawaban (Answering)

    Langkah terakhir yaitu guru menyebut salah satu nomor dan setiap siswa dari

    tiap kelompok yang bernomor sama mengangkat tangan dan menyiapkan

    jawaban untuk seluruh kelas, kemudian guru secara random memilih kelompok

    yang harus menjawab pertanyan tersebut, selanjutnya siswa yang nomornya

    disebut guru dari kelompok tersebut mengangkat tangan dan berdiri untuk

    menjawab pertanyaan. Kelompok lain yang bernomor sama menanggapi jawaban

    tersebut.

    Secara lebih rinci, sintaks pembelajaran melalui Numbered Head Together

    (NHT) yaitu sebagai berikut:

    a. Persiapan

    Dalam tahap ini guru mempersiapkan rancangan pelajaran dengan membuat

    Skenario Pembelajaran (SP), Lembar Kerja Siswa (LKS) yang sesuai dengan

    model pembelajaran kooperatif tipeNumbered Head Together.

  • 5/21/2018 BAB I

    15/36

    15

    b. Pembentukan kelompok

    Dalam pembentukan kelompok disesuaikan dengan model pembelajaran

    kooperatif tipe Numbered Head Together. Guru membagi para siswa menjadi

    beberapa kelompok yang beranggotakan 3-5 orang siswa. Guru memberi nomor

    kepada setiap siswa dalam kelompok dan nama kelompok yang berbeda.

    Kelompok yang dibentuk merupakan percampuran yang ditinjau dari latar

    belakang sosial, ras, suku, jenis kelamin dan kemampuan belajar. Selain itu,

    dalam pembentukan kelompok digunakan nilai tes awal (pre-test) sebagai dasar

    dalam menentukan masing-masing kelompok.

    c. Tiap kelompok harus memiliki buku paket atau buku panduan

    Dalam pembentukan kelompok, tiap kelompok harus memiliki buku paket atau

    buku panduan agar memudahkan siswa dalam menyelesaikan LKS atau masalah

    yang diberikan oleh guru.

    d. Diskusi masalah

    Dalam kerja kelompok, guru membagikan LKS kepada setiap siswa sebagai

    bahan yang akan dipelajari. Dalam kerja kelompok setiap siswa berpikir bersama

    untuk menggambarkan dan meyakinkan bahwa tiap orang mengetahui jawaban

    dari pertanyaan yang ada di LKS atau pertanyaan yang diberikan oleh guru.

    Pertanyaan dapat bervariasi, dari yang bersifat spesifik sampai bersifat umum.

    e. Memanggil nomor anggota atau pemberian jawaban

    Guru menyebut satu nomor dan para siswa dari tiap kelompok dengan nomor

    yang sama mengangkat tangan dan menyiapkan jawaban kepada siswa di depan

    kelas.

    f. Memberi Kesimpulan

    Guru bersama siswa menyimpulkan jawaban akhir dari semua pertanyaan yang

    berhubungan dengan materi yang disajikan.

  • 5/21/2018 BAB I

    16/36

    16

    2. Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran kooperatif tipe Numbered

    Head Together

    Adapun kelebihan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head

    Togetherantara lain:

    1. Setiap siswa menjadi siap

    2. Dapat melakukan diskusi dengan sungguh-sungguh

    3. Siswa yang pandai dapat mengajari siswa yang kurang pandai

    Selain memiliki kelebihan, model pembelajaran kooperatif tipe Numbered

    Head Togetherjuga memiliki kelemahan antara lain:

    1. Kemungkinan nomor yang sudah dipanggil, dipanggil lagi oleh guru

    2. Tidak semua anggota kelompok dipanggil oleh guru.

    G. Alat Peraga

    Menurut Nasution (2000: 100) alat peraga adalah alat pembantu dalam

    mengajar agar efektif. Pendapat lain dari pengertian alat peraga atau Audio-Visual

    Aids (AVA) adalah media yang pengajarannya berhubungan dengan indera

    pendengaran. Sejalan dengan itu Sumadi (2000: 4) mengemukakan bahwa alat peraga

    atau AVA adalah alat untuk memberikan pelajaran atau yang dapat diamati melalui

    panca indera.

    Alat peraga merupakan salah satu dari media pendidikan adalah alat untuk

    membantu proses belajar mengajar agar proses komunikasi dapat berhasil dengan

    baik dan efektif. Hal ini sesuai dengan pendapat Hamzah (2008: 11) bahwa media

    pendidikan adalah alat-alat yang dapat dilihat dan didengar untuk membuat cara

    berkomunikasi menjadi efektif. Sedangkan yang dimaksud dengan alat peraga

    menurut Nasution (2000: 95) adalah alat bantu dalam mengajar lebih efektif.

    Dari uraian-uraian di atas jelaslah bahwa media atau alat bantu mengajar

    adalah merupakan segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan

    dan dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan kemauan siswa sehingga

  • 5/21/2018 BAB I

    17/36

    17

    dapat mendorong terjadinya proses belajar pada diri siswa.

    H. Peranan Alat Peraga

    Menurut kurikulum peranan alat peraga disebutkan sebagai berikut: (a) alat

    peraga dapat membuat pendidikan lebih efektif dengan jalan meningkatkan semangat

    belajar siswa, (b) alat peraga memungkinkan lebih sesuai dengan perorangan, dimana

    para siswa belajar dengan banyak kemungkinan sehingga belajar berlangsung sangat

    menyenangkan bagi masing-masing individu, (c) alat peraga memungkinkan belajar

    lebih cepat segera bersesuaian antara kelas dan diluar kelas, (d) alat peraga

    memungkinkan mengajar lebih sistematis dan teratur.

    Teori lain yang mengatakan bahwa alat peraga dalam pengajaran dapat

    bermanfaat sebagai berikut: Meletakkan dasar-dasar yang kuat untuk berpikir

    sehingga mengurangi verbalisme, Dapat memperbesar perhatian siswa, meletakkan

    dasar-dasar yang penting untuk perkembangan belajar, sehingga belajar akan lebih

    mantap (Hamalik, 2007: 40).

    Dengan melihat peranan alat peraga dalam pengajaran maka pelajaran

    matematika pelajaran matematika merupakan pelajaran yang paling membutuhkan

    alat peraga, karena pada pelajaran ini siswa berangkat dari yang abstrak yang akan

    diterjemahkan kesesuatu yang konkrit.

  • 5/21/2018 BAB I

    18/36

    18

    BAB III

    METODE PENELITIAN

    A. Setting Penelitian

    Penelitian ini peneliti lakukan di MIN Blang Bladeh. MIN Blang Bladeh

    adalah sebuah MIN Negeri yang ada di Kabupaten Bireuen, bertempat di Jl. Banda

    Aceh-Medan Desa Teupok Tunong Kecamatan Jeumpa Kabupaten Bireuen.

    Berikut akan dipaparkan tentang sejarah, visi misi madrasah serta keadaan riil

    madrasah.

    a. Visi, Misi, dan Tujuan

    1. VISI : mendidik siswa untuk menjadi manusia yang memiliki kesiapan dasar

    untuk besaing dengan berprestasi, disiplin, cerdas, kreatif, beriman dan taqwa.

    2. MISI

    a) Membekali siswa dengan dasar keilmuan keterampilan yang mantap.

    b) Menyiapkan generasi yang unggul, memiliki potensi di bidang imtaq dan

    imtek.

    c) Meningkatkan solidaritas guru dan siswa yang berkualitas.

    d) Mewariskan nilai-nilai agama dan budaya.

    e)

    Membangun citra madrasah sebagai mitra terpecaya di masyarakat.

    f) Menjalin hubungan kerjasama antara kepala sekolah, guru, komite dan

    orangtua siswa.

    b. Identifikasi Tantangan Nyata

    1. Makin berkembangnya inovasi pendidikan dan adanya kebijakan baru dari

    pemerintah tentang pendidikan yang harus disikapi oleh kepala madrasah.

    2.

    Kecenderungan masyarakat memilih sekolah untuk pendidikan anaknya

    kepada sekolah yang sudah favorit (umum) yang memiliki inovasi tinggi.

    3. Kurangnya pengetahuan dan perilaku kepemimpinan pada siswa.

  • 5/21/2018 BAB I

    19/36

    19

    4. Daya dukung dan kepedulian masyarakat terhadap Madrasah yang masih

    relatif kurang.

    c. Sasaran/ Tujuan Situational

    1. Meningkatkan kinerja Kepala Madrasah untuk melakukan inovasi pendidikan

    2. Meningkatkan kualitas pendidik untuk menyongsong pelaksanaan kurikulum

    berbasis kompetensi yang diberlakukan mulai tahun pelajaran 2004/2005.

    3. Meningkatkan kualitas pegawai untuk efisiensi dan efektivitas kerja.

    4. Meningkatkan potensi kepemimpinan siswa melalui organisasi siswa intra

    sekolah.

    d. Identifikasi Fungsi-Fungsi Yang Diperlukan Setiap Sasaran

    1. Untuk meningkatkan kinerja Kepala Madrasah melalui seminar, rapat kerja,

    penataran, dan pelatihan.

    2.

    Untuk meningkatkan kualitas pendidik melalui pengadaan MGMP, pelatihan

    Sajian, sosialisasi/penataran kurikulum berbasis kompetensi.

    3. Untuk meningkatkan kualitas pegawai melalui penataran atau pelatihan

    administrasi, komputerisasi dan kearsipan.

    4. Untuk meningkatkan kualitas kepemimpinan siswa melalui latihan dasar

    kepemimpinan dan studi banding.

    a.

    Sumber Daya Manusia

    Sumber Daya Manusia adalah semua komponen individu yang terlibat secara

    langsung dalam proses perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi program kerja MIN

    Blang Bladeh. Komponen tersebut adalah :

    a. Siswa

    Tabel 3.1 Keadaan Siswa

    No Jenis Kelamin Jumlah

    1 Laki-laki 188

    2 Perempuan 162

    Jumlah 350

  • 5/21/2018 BAB I

    20/36

    20

    b. Tenaga Pendidik dan Karyawan

    Tabel 3.2 Keadaan Tenaga Pendidik dan Karyawan

    SPESIFIKASI PENDIDIKAN

    SLTA D1 D2 D3 S1 S2

    Kepala Madrasah 1

    Guru 3 26

    Staf TU 1

    Bp

    Petugas Perpustakaan

    Tukang Kebun

    Satpam

    c. Status Kepegawaian

    Tabel 3.3 Status Kepegawaian

    SPESIFIKASI STATUS KEPEGAWAIAN

    PNS GTT Honor

    Kepala Madrasah 1

    Guru 15 4 10

    Staf TU 1

    Petugas Perpust

    Tukang Kebun

    Satpam

    d. Sarana dan Prasarana

    Keberadaan sarana dan prasarana sangat mendukung kelancaran proses

    belajar mengajar, kondisi riil sarana dan prasarana MIN Blang Bladeh adalah sebagai

    berikut:

    Tabel 3.4 Sarana dan Prasarana

    NO RUANG JUMLAH KONDISI

    1. Kelas 10 Ruang Baik

    2. Lap. IPA - Baik

    3. Lab. Komputer - Baik

    4. Ruang Guru 1 Ruang Baik

    5. Ruang TU 1 Ruang Baik

    6. Ruang Kepala Madrasah 1 Ruang

    Baik

    7.

    Perpustakaan 1 Ruang

    Baik8. Mushola 1 Ruang Baik

    9. Kopsis - Baik

    10. Kamar Kecil Siswa 1 Ruang Baik

    11. Kamar Kecil Guru 1 Ruang Baik

    12. UKS - Baik

  • 5/21/2018 BAB I

    21/36

    21

    e. Proses Belajar Mengajar

    Kurikulum dan Metode Pembelajaran

    i.Pada kelas I-VI menggunakan Kurikulum 2013

    ii.Metode pembelajaran menggunakan PAKEM (Pembelajaran Aktif Kreatif dan

    Menyenangkan)

    f. Pembagian Jam Pelajaran Tp. 20132014

    Tabel 3.5 Pembagian Jam Pelajaran

    JAM KE WAKTU

    I 07.3007.45

    II 07.4508.20

    III 08.2008.55

    IV 08.5509.30

    ISTIRAHAT

    V 10.3011.05

    VI 11.0511.40

    VII 11.40 - 12.15

    VIII 12.1512.50

    g. Kegiatan Belajar Tambahan Terprogram ( KBTT )

    Program ini adalah penambahan jam pelajaran intrakurikuler yang

    dipersiapkan bagi siswa menghadapi Ujian Nasional bagi kelas VI dan persiapan

    Ujian Semester bagi kelas I-V.

    h.

    Remidial, program ini dikhususkan bagi siswa yang belum tuntas dalam mata

    pelajaran di madrasah.

    i. Ekstrakurikuler disediakan untuk siswa sebagai sarana mengembangkan minat

    dan bakat diluar materi madrasah.

    Keadaan kelas yang menjadi obyek penelitian adalah kelas V, dengan jumlah

    siswa 35 siswa terdiri dari siswa dan siswi. Keadaan kelas sangat beragam, mulai dari

    jenis kelamin, kemampuan siswa, dan sifat anak. Sebagian sangat rajin, sebagian

    yang lain lebih bersikap acuh di pelajaran dan sebagian bersemangat mengikuti

  • 5/21/2018 BAB I

    22/36

    22

    pelajaran terutama dengan pelajaran Bahasa Inggris yaitu pelajaran yang saya pegang

    sebagai guru bidang studi.

    Kondisi kelas yang demikian mendorong peneliti untuk memilih kelas V

    sebagai tempat penelitian. Keunikan dan keberagaman ini akan dikemas dalam

    sebuah pembelajaran yang menyenangkan, komunikatif, belajar melalui model,

    kebermaknaan, penyajian yang menarik, mengulangi kesimpulan. Penilaian diambil

    secara individual dan kelompok.

    B. Rencana Tindakan

    1. Perencanaan Tindakan

    Membuat skenario pembelajaran dengan menggunakan alat peraga melalui

    model pembelajaran kooperatif tipeNumber Head Together (NHT).

    Membuat lembar observasi untuk melihat kondisi belajar mengajar ketika

    tindakan dilakukan.

    Menyiapkan perangkat pendukung dalam proses pembelajaran

    Membuat alat evaluasi untuk mengukur hasil belajar sebagai dampak dari

    tindakan yang diberikan.

    2. Persiapan Pelaksanaan

    Sebelum melakukan tindakan penelitian, peneliti mempersiapkan beberapa

    hal, diantaranya:

    1. Mempersiapkan bentuk-bentuk variasi dari model pembelajaran NHT,

    diantaranya adalah: ceramah penampilan, diskusi, studi mandiri, Tanya jawab,

    latihan bersama teman, dll.

    2. Mempersiapkan media pembelajaran yang dapat membantu siswa dalam belajar,

    yaitu berupa hand out.

    3. Mempersiapkan pengaturan kelompok.

    4. Mempersiapkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran.

  • 5/21/2018 BAB I

    23/36

    23

    5. Mempersiapkan materi dalam bentuk peta konsep.

    3.

    Implementasi Tindakan

    Implementasi tindakan pada prinsipnya merupakan realisasi dari suatu

    tindakan yang sudah direncanakan sebelumnya. Menyangkut strategi apa yang

    digunakan, materi apa yang diajarkan atau dibahas dan media apa yang digunakan

    dan sebagainya. Sebelum peneliti melaksanakan tindakan, perlu menyusun langkah-

    langkah yang akan ditempuh, yaitu:

    a. Melatih guru untuk melaksanakan penelitian sesuai dengan rancangan yang

    dibuatnya

    b. Mempersiapkan fasilitas dan sarana pendukung yang diperlukan di kelas.

    c. Mempersiapkan contoh-contoh perintah dan/atau tugas, melakukannya secara

    jelas.

    d.

    Mempersiapkan cara mengobservasi hasil beserta alatnya.

    e. Membuat skenario apa yang dilakukan guru dan apa yang dilakukan siswa

    dalam melakukan penelitian tindakan yang telah direncanakan.

    Apabila seluruhnya telah dipersiapkan, maka skenario tindakan dapat

    dilaksanakan. Pelaksanaan ini merupakan tindakan awal atau initial act pada siklus

    pertama dan akan diikuti dengan langkah observasi dan refleksi. Pada tahap tindakan

    ini peneliti melakukan tindakan-tindakan yang berupa intervensi terhadap

    pelaksanaan kegiatan yang menjadi tugas mereka sehari-hari. Disinilah tindakan

    dipahami sebagai aktivitas yang dirancang dengan sistematis untuk menghasilkan

    adanya peningkatan atau perbaikan proses pembelajaran seperti kegiatan

    pembelajaran lebih menarik, siswa menjadi aktif berpartisipasi, sumber belajar

    termanfaatkan, materi disajikan lebih mudah dipahami dan hasil belajar lebih

    meningkat. Bersamaan dengan dilakukannya tindakan, peneliti melaksanakan

    pengamatan terhadap pelaksanaan tindakan dan hasil tindakan sebagai konsekuensi

    dari prinsip partisipatif dan kolaboratif. Setelah tindakan dilakukan apakah akan

  • 5/21/2018 BAB I

    24/36

    24

    terjadi perubahan atau peningkatan, peneliti perlu memperoleh gambaran kondisi

    awal. Dari gambaran awal ini dapat ditentukan apa yang harus diubah,

    diperbaiki dan ditingkatkan. Dengan diketahui keadaan awal, maka perubahan atau

    peningkatan dapat diikuti dari waktu ke waktu selama tindakan dilaksanakan. Pada

    akhir tindakan dilakukan pengamatan atau pengukuran hasil tindakan.

    4. Observasi dan Interpretasi

    Pengamatan atau observasi dilakukan pada semua kegiatan yang ditunjukkan

    untuk mengenali, merekam, dan mendokumentasikan setiap indikator dari proses dan

    hasil yang dicapai baik yang ditimbulkan oleh tindakan terencana maupun akibat

    sampingan. Kegiatan pengamatan, observasi atau monitoring dapat dilakukan sendiri

    oleh peneliti atau kolaborator, yang memang diberi tugas untuk hal itu. Fungsi

    diadakannya pengamatan pada penelitian tindakan dapat dibedakan menjadi

    dua, yaitu: 1) untuk mengetahui kesesuaian pelaksanaan tindakan dengan rencana

    tindakan yang telah disusun dapat diharapkan akan menghasilkan perubahan ke arah

    yang diinginkan. Yang terpenting dari kegiatan pengamatan adalah dapat mengenali

    sejak dini apakah tindakan yang dilakukan mengarah kepada terjadinya perubahan

    proses pembelajaran sesuai yang diharapkan. Dapat terjadi pelaksanaan tindakan

    tidak menghasilkan perubahan apapun atau kearah yang tidak diinginkan misalkan

    penyebabnya, dan menentukan langkah perbaikan berikutnya.

    5. Analisis dan Refleksi

    Kegiatan refleksi mencakup kegiatan analisis, interpretasi dan evaluasi yang

    diperoleh saat melakukan kegiatan observasi. Data yang terkumpul saat observasi

    secepatnya dianalisis dan diinterpretasikan sehingga akan segera diketahui apakah

    tindakan yang dilakukan telah mencapai tujuan. Interpretasi atau pemaknaan hasil

    observasi ini menjadi dasar untuk melakukan evaluasi sehingga dapat disusun

    langkah berikutnya dalam pelaksanaan tindakan.

  • 5/21/2018 BAB I

    25/36

    25

    Salah satu aspek penting dari kegiatan refleksi adalah melakukan evaluasi

    terhadap keberhasilan dan pencapaian tujuan tindakan. Aspek penting lainnya dari

    kegiatan refleksi adalah terjadinya peningkatan dalam profesionalisasi jabatan guru.

    Karena salah satu indikasi guru yang profesional adalah adanya keinginan untuk

    perubahan demi perbaikan proses pembelajaran yang dilakukan dan pelayanan yang

    diberikan pun secara berkelanjutan. Untuk keperluan ini guru dituntut untuk berani

    melakukan evaluasi diri secara terus menerus dan terencana, sehingga upaya

    perbaikan pembelajaran dapat terus berlanjut. Untuk keperluan itu, guru dituntut

    untuk berani melakukan evaluasi diri secara terus menerus dan terencana agar upaya

    memperbaiki proses pembelajaran dapat berkelanjutan pula.

    Hasil yang telah diperoleh dalam tahap observasi dikumpulkan serta

    dianalisis. Berdasarkan hasil analisis guru akan merefleksikan diri dengan melihat

    data. Apakah kegiatan yang telah dilakukan dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

    Hal ini akan menjadi acuan untuk melakukan kegiatan pada siklus berikutnya.

    Adapun kriteria keberhasilan yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperti

    dikemukakan oleh Usman, dkk (2008:23) yaitu jika hasil observasi telah mencapai

    skor > 80%. Sedangkan kriteria hasil adalah jika > 85% siswa mendapat nilai > 65

    pada tes akhir tindakan. Apabila kriteria yang telah ditetapkan di atas tidak tercapai

    maka penulis akan melakukan pengulangan siklus.

    C. Siklus Penelitian

    Siklus penelitian yang akan dilakukan adalah 2 kali tatap muka. Jika dalam

    satu tatap muka adalah 2 JP dan tiap 1 JP adalah 35 menit maka waktu yang

    diperlukan adalah 35 x 4 pertemuan = 140 menit.

    Materi yang akan dibahas adalah tentang fungsi organ pencernaan. Sumber

    belajar dan media yang digunakan adalah buku ajar, LKS IPA semester ganjil kelas

  • 5/21/2018 BAB I

    26/36

    26

    V, dan media hand out. Siswa juga mendapatkan tugas individu yaitu hafalan tentang

    fungsi organ pencernaan.

    D. Pembuatan Instrumen

    Dalam penelitian ini instrument yang diperlukan adalah lembar observasi dan

    skala penilaian.

    E. Pengumpulan Data

    Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan beberapa teknik pengumpulan

    data, antara lain:

    1. Metode observasi

    Metode observasi dapat diartikan sebagai pencatatan sistematik fenomena-

    fenomena yang diselidiki. Observasi dilakukan untuk mengamati aktivitas guru dan

    siswa selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Kegiatan yang diamati meliputi

    aktivitas peneliti sebagai pengajar dan aktivitas siswa selama mengikuti

    pembelajaran. Dalam kegiatan observasi ini penulis dibantu oleh dua orang

    pengamat yang bertugas untuk mengamati kegiatan belajar mengajar dengan

    menggunakan pedoman observasi yang telah disediakan.

    2. Pengukuran tes hasil belajar

    Data yang diperoleh dilapangan akan diukur oleh peneliti dengan

    membandingkan hasil evaluasi pre test dan pos test.

    3. Interview

    Adalah proses Tanya jawab dengan dua orang atau lebih, berhadapan secara

    fisik. Metode ini digunakan untuk mengumpulkan data melalui percakapan langsung

    diakhir pembelajaran yang dilakukan oleh peneliti dengan siswa-siswi untuk mencari

    data mengenai bagaimana menurut siswa tentang penerapan metode latihan bersama

    teman, diskusi.

  • 5/21/2018 BAB I

    27/36

    27

    4. Dokumentasi

    Adalah teknik pengumpulan data dengan jalan memanfaatkan dokumen

    (bahan tertulis, gambar-gambar penting atau film yang mendukung obyektifitas

    penelitian).

    F. Indikator Kinerja

    Tolak ukur keberhasilan dalam implementasi model pembelajaran NHT adalah:

    1.

    Siswa dapat belajar secara memusatkan perhatian.

    2. Siswa dapat mengembangkan tiga kelompok/ kawasan yakni kawasan kognitif,

    afektif, psikomotor.

    3. Siswa dapat bekerja sama dan saling menghargai dalam kelompok.

    4. Siswa termotivasi untuk belajar lebih giat.

    5. Peningkatan pemahaman siswa terhadap materi pelajaran.

    6. Siswa tidak merasa jenuh dan bosan terhadap materi pelajaran.

  • 5/21/2018 BAB I

    28/36

    28

    BAB IV

    HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

    A.Hasil Penelitian

    1. Siklus Pertama

    a. Perencanaan

    Peneliti melakukan analisis kurikulum untuk menentukan standar

    kompetensi dasar yang akan disampaikan kepada siswa dengan menggunakan

    pembelajaran kooperatif tipe Number Head Together (NHT) dan menyusun

    skenario pembelajaran.

    b. Pelaksanaan

    Pada tahap ini, kegiatan pembelajaran dengan model pembelajaran

    kooperatif tipe tipe Number Head Together (NHT) dilaksanakan dengan

    skenario yang telah dipersiapkan. Dalam proses pembelajaran, siswa dibagi

    dalam 5 kelompok dengan nomor yang berbeda untuk setiap siswa dalam

    kelompoknya dan setiap kelompok beranggotakan 5 orang siswa. Selanjutnya

    setiap kelompok dibagikan LKS untuk didiskusikan bersama anggota

    kelompoknya, guru memberikan bimbingan kepada siswa dalam kelompok

    terutama kelompok yang mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal-soal

    dalam LKS. Kegiatan selanjutnya adalah siswa diminta mempresentasikan

    hasil kerja kelompoknya di depan kelas.

    c. Pengamatan

    Berdasarkan pengamatan diperoleh hasil bahwa;

    1. Pada pertemuan pertama siswa terlihat masih kaku jika berada dalam

    kelompoknya

    2. Masih banyak siswa yang kurang aktif dalam mengerjakan soal-soal

    dalam LKS yang telah diberikan

  • 5/21/2018 BAB I

    29/36

    29

    3. Sebagian siswa masih ragu mengemukakan pendapat

    4.

    Hanya beberapa siswa yang mampu mempresentasikan hasil kerja

    kelompoknya dan ada siswa yang merasa gugup ketika nomornya

    terpanggil untuk mempresentasikan hasil kerja kelompoknya

    d. Refleksi

    Analisis terhadap observasi dijadikan sebagai bahan untuk

    menentukan tindakan selanjutnya. Setelah diadakan refleksi antara guru dan

    peneliti maka diperoleh hal-hal sebagai berikut:

    1) Faktor Siswa

    a) Sebagian siswa tidak memperhatikan penjelasan guru.

    b) Sebagian siswa kurang aktif dalam kelompoknya dan siswa belum

    dapat menyampaikan pendapatnya pada saat mengalami kesulitan

    dalam menyelesaikan soal-soal dalam LKS, hal ini disebabkan karena

    siswa merasa asing dengan model pembelajaran kooperatif tipe tipe

    Number Head Together (NHT).

    2) Faktor Guru

    a) Kehadiran peneliti mempengaruhi kinerja guru sehingga guru menjadi

    canggung dan suasana kelas agak kaku, hal ini nampak pada saat guru

    memberi penjelasan, suara kurang jelas dan gerakan kurang leluasa.

    b) Model pembelajaran kooperatif tipe tipe Number Head Together

    (NHT)dianggap hal yang baru bagi pribadi guru mata pelajaran bahasa

    Inggris, sehingga guru masih canggung dalam melaksanakan skenario

    yang telah dibuat.

  • 5/21/2018 BAB I

    30/36

    30

    2. Siklus Kedua

    a.

    Perencanaan

    Hal-hal yang perlu dilakukan dalam memperbaiki kelemahan dan

    kekurangan pada siklus I untuk diperbaiki pada siklus II adalah :

    1) Guru harus memotivasi siswa agar siswa bersemangat dalam belajar serta

    guru harus memberikan apersepsi.

    2) Guru harus bersikap tegas dengan menegur/memberi sanksi kepada siswa

    yang tidak memperhatikan penjelasan guru.

    3) Guru harus selalu memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada

    siswa untuk menanyakan hal-hal yang tidak dimengerti.

    4) Guru harus mampu mengelola waktu dengan efisien agar semua tahapan

    kegiatan dalam skenario pembelajaran dapat terlaksana.

    b.

    Pelaksanaan

    Pada pelaksanaan tindakan siklus II ini, guru kembali berusaha

    melaksanakan pembelajaran agar sesuai dengan skenario pembelajaran

    tindakan siklus II.

    Kegiatan pembelajaran diawali dengan guru menyampaikan tujuan

    pembelajaran yang hendak dicapai dengan maksud agar siswa memiliki

    gambaran jelas tentang pengetahuan yang akan diperoleh setelah proses

    pembelajaran berlangsung. Guru juga melakukan tindakan perbaikan

    sebagaimana yang telah direncanakan pada tahap perancanaan meskipun

    belum maksimal. Materi yang diajarkan masih dalam pokok bahasan ini

    adalah fungsi organ pencernaan.

    c.

    Pengamatan

    Berdasarkan pengamatan diperoleh hasil bahwa;

    1. Guru selalu menjelaskan tujuan pembelajaran dan memotivasi siswa.

  • 5/21/2018 BAB I

    31/36

    31

    2. Guru sudah bersikap tegas dengan menegur/memberi sanksi kepada siswa

    yang tidak memperhatikan penjelasan guru.

    3. Guru memberikan bantuan/bimbingan kepada kelompok atau siswa yang

    mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal-soal dalam LKS dan

    memberikan penghargaan kepada kelompok /siswa yang menjawab

    dengan benar.

    4. Guru sudah dapat melaksanakan hampir semua tahapan kegiatan dalam

    skenario pembelajaran pada siklus II.

    5. Siswa memperhatikan dengan baik penjelasan guru.

    6. Sebagian siswa sudah berani menanyakan hal-hal yang kurang dimengerti

    yang ada kaitannya dengan materi yang diajarkan.

    7. Sebagian besar siswa sudah mampu mempresentasikan hasil kerja

    kelompoknya.

    d. Refleksi

    Kegiatan refleksi yang dilakukan pada tindakan siklus II menunjukkan

    hasil yang cukup menggembirakan baik bagi guru mata pelajaran maupun

    bagi peneliti. Hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti menunjukkan

    bahwa pembelajaran dengan menggunakan alat peraga melalui model

    pembelajaran kooperatif tipe Number Head Togeteher (NHT) sudah

    mendapatkan hasil yang lebih baik, walaupun masih ada beberapa siswa yang

    belum dapat menyampaikan pendapat tetapi siswa tersebut aktif melibatkan

    diri dalam melaksanakan tugas kelompok.

    B.Pembahasan

    Siklus pertama dan kedua dilaksanakan dalam 1 kali pertemuan masing-

    masing siklus, siswa dibagi menjadi enam kelompok dengan masing-masing

    kelompok beranggotakan 5 orang. Setiap anggota kelompok diberi lembaran

  • 5/21/2018 BAB I

    32/36

    32

    permasalahan yang telah disediakan oleh guru. Tiap-tiap kelompok melakukan

    pembahasan dengan mengacu kepada buku IPA kelas V pada kompetensi fungsi

    organ pencernaan.

    Melalui alat peraga melalui model pembelajaran kooperatif tipe Number Head

    Togeteher (NHT) ini terlihat hubungan siswa dengan guru sangat signifikan, karena

    guru dianggap sosok yang menakutkan tetapi sebagai fasilitator dan mitra untuk

    berbagi pengalaman sesuai dengan konsep creative learningyaitu melalui discovery

    dan invention serta creative and diversity sangat menonjol dalam pembelajaran ini.

    Dengan alat peraga melalui model pembelajaran kooperatif tipe Number Head

    Togeteher (NHT) guru hanya mengarahkan strategi yang efektif dan efisien yaitu

    belajar bagaimana cara belajar (learning now to learn). Dalam hal ini guru memberi

    arah/petunjuk untuk membantu siswa jika menemukan kesulitan dalam mempelajari

    dan menyelesaikan masalah. Melalui pembelajaran kooperatif ini siswa dapat

    mengeksplorasi dan mengkaji setiap persoalan tentang fungsi organ pencernaan.

    Dalam alat peraga melalui model pembelajaran kooperatif tipe Number Head

    Togeteher (NHT), melalui diskusi kelompok guru dapat mengamati karakteristik atau

    gaya belajar masing-masing siswa. Ada kelompok siswa yang suka membaca

    daripada dibacakan kasusnya oleh orang lain. Siswa yang lebih suka membaca kasus

    dalam hal ini tergolong kepada siswa yang memiliki potensi atau modalitas visual.

    Sedangkan siswa yang lebih suka berdialog, saling mengajukan argumentasi dengan

    cara mendengarkan siswa yang lain sewaktu menyampaikan pendapatnya tergolong

    kepada siswa yang memiliki potensi atau modalitas auditorial. Dan siswa yang

    dengan lugas, lincah dan fleksibel, selain melihat, mendengar uraian dari siswa yang

    lain, dia juga mengakomodir semua permasalahan, maupun membuktikan teori ke

    dalam praktik, maupun memecahkan masalah secara rasional, tergolong kepada

    kelompok belajar yang memiliki potensi atau modalitas kinestik.

  • 5/21/2018 BAB I

    33/36

    33

    Berdasarkan hasil penelitian di atas presentasi ketercapaian pada siklus

    pertama, kedua dan ketiga mengalami peningkatan yang signifikasi. Maka dapat

    disimpulkan bahwa temuan pada penelitian disimpulkan bahwa dengan alat peraga

    melalui model pembelajaran kooperatif tipe Number Head Togeteher (NHT) dapat

    meningkatkan hasil belajar dalam mata pelajaran IPA pada MIN Blang Bladeh.

  • 5/21/2018 BAB I

    34/36

    34

    BAB V

    PENUTUP

    A.Kesimpulan

    Pembelajaran dengan menerapkan alat peraga melalui model pembelajaran

    kooperatif tipeNumber Head Togeteher (NHT) merupakan salah satu pendekatan

    belajar mengajar yang membantu para siswa untuk lebih memahami terhadap

    suatu materi pelajaran yang disampaikan oleh guru dengan cara mendekatkan suatu

    masalah yang terdapat dalam materi pelajaran untuk dipecahkan secara bersama.

    Hasil penelitian yang telah dilaksanakan menunjukkan adanya suatu perubahan

    yang meningkat dengan memberikan kontribusi terhadap kualitas belajar siswa

    untuk mempermudah dalam memahami materi pelajaran dengan cara berinteraksi

    secara verbal dan saling berhadapan muka mengenai tujuan atau sasaran tertentu

    melalui tukar menukar informasi, mempertahankan pendapat, atau memecahkan

    masalah.

    B.Saran

    1) Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hasil belajar siswa dapat meningkat

    melalui pembelajaran dengan menggunakan alat peraga melalui model

    pembelajaran kooperatif tipe Number Head Togeteher (NHT). Oleh karena itu

    diharapkan kepada guru agar dapat menerapkan alat peraga melalui model

    pembelajaran kooperatif tipe Number Head Togeteher (NHT) untuk

    meningkatkan hasil belajar siswa dalam memahami materi.

    2) Dalam kondisi belajar apapun, peran guru selalu dibutuhkan. Guru hendaknya

    selalu berusaha untuk mencari informasi yang aktual yang berkaitan dengan

    kemajuan belajar siswa, di antaranya melalui kegiatan seminar, Kelompok Kerja

    Guru (KKG), Kelompok Kerja Kepala Sekolah (KKKS), pelatihan, dan kegiatan

    lain yang menunjang peningkatan mutu dan profesionalisme pendidik.

  • 5/21/2018 BAB I

    35/36

    35

    3) Pelaksanaan alat peraga melalui model pembelajaran kooperatif tipe Number

    Head Togeteher (NHT) membutuhkan waktu yang agak relative lama, oleh karena

    itu kepada guru yang ingin menggunakan model tersebut diharapkan dapat

    memanfaatkan waktu sebaik mungkin.

  • 5/21/2018 BAB I

    36/36

    36

    DAFTAR PUSTAKA

    Arikunto, S. 2007.Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara.

    Lie, Anita. 2004. Cooperative Learning Mempraktekkan di Ruang-Ruang Kelas.Jakarta: Grasindo.

    Kamdi, W. 2009. Project Based Learning: Pembelajaran Inovatif. Online. Tersediahttp://waraskamdi.com Februari 2014.

    Maharani, Utami. 2009. Analisis terhadap Model Pembelajaran Cooperative

    Learning.

    Moleong, Lexy J. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja

    Rosdakarya.

    Sagala, Syaiful. 2003.Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.

    Sanjaya. 2009.Penelitian Tindakan Kelas. Kencana Prenada: Jakarta.

    Sanjaya. W. 2009. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan.

    Jakarta: Prenada Media Group.

    Slameto. 2003.Belajar dan Faktor Yang Mempengaruhinya. Jakarta : Bina Aksara.

    Slavin, E. Robert. 2010. Cooperative Learning: Teori, Riset dan Praktik. Bandung:

    Nusamedia.

    Sudjana, 2005.Manajemen Ritel Moderen. Yogyakarta: Graha Ilmu.

    Sutikno, Sobry. 2004. Model Pembelajaran Interaksi Sosial, Pembelajaran Efektifdan Retorika. NTB : NTP Press.

    Surya. 2003. Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta. Rineka Cipta.

    Usman, dkk. 2008.Penelitian Tindakan Kelas. Banda Aceh: Darussalam.

    Yamin, Martinis, dkk.2009. Taktik Mengembangkan Kemampuan Individual Siswa.Jakarta : Gaung Persada Press.

    http://waraskamdi.com/http://waraskamdi.com/