BAB I
-
Upload
dessy-christina-simorangkir -
Category
Documents
-
view
283 -
download
2
description
Transcript of BAB I
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Penggunaan bahan tambahan atau zat aditif pada makanan semakin
meningkat,terutama setelah adanya penemuan-penemuan termasuk keberhasilan dalam
mensintesis bahan kimia baru yang lebih praktis, lebih murah, dan lebih mudah diperoleh.
Penambahan bahan tambahan/zat aditif ke dalam makanan merupakan hal yang dipandang perlu
untuk meningkatkan mutu suatu produk sehingga mampu bersaing di pasaran. Bahan tambahan
tersebut diantaranya: pewarna, penyedap rasa dan aroma, antioksidan, pengawet, pemanis, dan
pengental (Winarno, 1992).
Bahan pengawet yang ada dalam makanan adalah untuk membuat makanan tampak lebih
berkualitas, tahan lama, menarik, serta rasa dan teksturnya lebih sempurna. Penggunaan bahan
pengawet dapat menjadikan bahan makanan bebas dari kehidupan mikroba baik yang bersifat patogen maupun
non patogen yangdapat menyebabkan kerusakan bahan makanan seperti
pembusukan(Tranggono,dkk, 1990).
Apabila pemakaian bahan pengawet tidak diatur dan diawasi, kemungkinan besar akan
menimbulkan suatu permasalahan terutama bagi konsumen. Bahanpengawet yang diijinkan
hanya bahan yang bersifat menghambat, bukan mematikan organisme-organisme pencemar.
Oleh karena itu, sangat penting diperhatikan bahwa penanganan dan pengolahan bahan pangan
dilakukan secara higinies (Buckle,et. al., 1985)
Bahan pengawet dikelompokkan sebagai bahan pengawet organik dan anorganik. Bahan
pengawet organik yang diizinkan penggunaannya pada bahan pangan adalah asam benzoat, asam
propionat, asam sorbat, kalium benzoat, kalium propionat, kalium sorbat, kalsium benzoat, metil-
p-hidroksi benzoat, natrium benzoat, natrium propionat, nisin, dan propil-p-hidroksi benzoat.
Bahan pengawet anorganik yang diizinkan penggunaannya pada bahan pangan adalah belerang
dioksida, kalium bisulfit, kalium metabisulfit, kalium nitrat, kalium nitrit, kalium sulfit, natrium
bisulfit, natrium metabisulfit, natrium nitrat, natrium nitrit dan natrium sulfit (Cahyadi, 2008).
2
Secara umum kapasitas produksi mie instan dalam periode lima tahun terkahir
mengalami pertumbuhan rata-rata 18,6% per tahun. Kapasitas produksi mengalami
peningkatan cukup tinggi yaitu mencapai 72,6% menjadi 1.691.588 ton pada 2005 dari
sebelumnya hanya 979.628 ton. Hal ini dipicu oleh tingginya tingkat permintaan mie instan
dibandingkan tahun sebelumnya yang relatif masih rendah. Pada 2009 ini seiring dengan mulai
membaiknya kondisi ekonomi, kapasitas produksi mie instan diperkirakan akan meningkat
menjadi 1.880.892 ton per tahun, atau akan meningkat sekitar 8,9%.
Grup Indofood
Pada tahun 1979 berdiri PT Sarimi Asli Jaya, sebagai divisi food dan consumer product
dari pengembangan usaha Grup Salim di pengo¬lahan terigu. Salah satu anak perusahaan
Grup Salim yang berdiri tahun 1990, yaitu PT Panganjaya Inti Kusuma, pada awal Februari
1994 berubah nama menjadi PT Indofood Sukses Makmur (ISM).
Pada periode lima tahun terakhir, produksi mie instan mengalami peningka¬tan yang
cukup pesat. Hal ini didorong oleh permintaan yang terus meningkat. Bagi sebagian besar
konsumen produk mie sering menjadi andalan pengganti makanan pokok yang sangat praktis. Di
saat harga-harga makanan lainnya melonjak, maka konsumen beralih ke mie instan yang relatif
lebih murah.
Sampai dengan 2007 produksi mie instan masih mengalami peningkatan yang cukup
pesat dari tahun ke tahun. Pada 2004 produksi mie instan tercatat 974 ribu ton atau sekitar
12,9 milyar bungkus. Kemudian terus meningkat masing-masing menjadi 1,0 juta ton (13,5
miliar bungkus) pada 2005 dan 1,3 juta ton (18 miliar bungkus) pada 2006.
1.2. Batasan Masalah
Dalam penulisan makalah ini penulis akan membatasi penulisan hanya pada ;
1. Analisis kualitatif natrium benzoate pada bumbu kecap indomie
2. Analisis kuantitatif natrium benzoat pada bumbu kecap indomie dengan metode asidi-
alkalimetri
3. Batas maksimum kadar natrium benzoat mie instan berdasarkan SNI
3
1.3. Tujuan
1. Mengetahui cara analisis kandungan kadar natrium benzoat pada indomie.
2. Mengetahui kadar natrium benzoat pada indomie sesuai dengan Standart yang diakui
secara Nasional (Satuan SNI).
1.4. Manfaat
1. Memberikan informasi tentang uji kualitatif dan kuantitatif natrium benzoat pada
indomie.
2. Memberikan informasi untuk produksi mi instan, mengenai apakah kadar bahan
pengawet dalam produk minuman dalam kemasan masih sesuai dengan standar baku
pada indomie sesuai dengan Standart yang diakui secara Nasional (Satuan SNI).
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Mie Instan
Setiap bungkus mie instan terdapat satu sachet bumbu dan beberapa bahan-bahan lainnya,
seperti flavouring, kecap, saos, dan solid ingredient. Flavouring yang terdapat dalam sachet
bumbu mengandung MSG (Mono Sodium Glutamat), garam, gula, bahan-bahan penggurih sperti
HVP (Hydrolized Vegetable Protein) dan yeast extract dan lain-lain. Bahan penambah rasa atau
flavour yang digunakan pada bumbu akan memberi rasa mie seperti ayam bawang, ayam
panggang, kari ayam, soto ayam, baso, sate dan sebagainya. Kecap mengandung gula, garam,
kedelai, bahan pengawet natrium benzoat dan nipagin. Solid ingredient adalah bahan-bahan
pelengkap berupa sosis, suwiran sayur, bawang goreng, cabe kering dan sebagainya (Anonima,
2011).
Dalam proses pembuatannya, mi tidak menggunakan bahan tambahan sebagai pengawet.
Pengawetan mi instan melalui proses deep frying yaitu penggorengan pada suhu tinggi secara
kontinu dan uniform.
Indomie Mi Goreng merupakan salah satu tipe mie instan yang dibuat dengan merek
Indomie oleh perusahaan Indofood, penghasil mie instan terbesar di dunia yang terletak di
Indonesia. Mie ini menjadi makanan pokok bagi siapapun yang pendapatannya kecil dan sudah
menjadi makanan favorit di Australia, Asia dan negara-negara Eropa. Pada tahun 2006, Indomie
meluncurkan Indomie Mi Goreng Kriuuk..
Setiap kemasan Mi Goreng Biasa memiliki berat netto 85g, dan berisi 2 bumbu sachet,
yang terdiri dari bumbu dalam bentuk "bubuk" dan "cair". Sachet pertama terbagi menjadi 3
bagian yang terdiri dari: kecap manis, saus sambal, dan minyak bumbu. Sachet kedua terbagi
menjadi 2: bumbu dalam bentuk bubuk dan bawang goreng.( Anonima, 2011).
Komposisi Indomie Mi Goreng Biasa
Mi: Tepung terigu, minyak sayur, tepung tapioka, garam, pemantap nabati, pengatur
keasaman, mineral (zat besi), pewarna (Tartrazin CI 19140), dan antioksidan (TBHQ).
5
Bumbu: Garam, gula, penguat rasa mononatrium glutamat (MSG), bubuk bawang putih,
bubuk bawang merah, perisa ayam, bubuk lada, dan bubuk cabe.
Minyak; Minyak sayur dan bawang merah.
Kecap Manis: Gula, air, garam, kedelai, gandum, dan pengawet (natrium benzoat, metil p-
hidroksibenzoat)
2.2 Kecap
Kecap digunakan sebagai bumbu pada berbagai makanan. Menurut SNI (1999), kecap
didefinisikan sebagai produk cair yang diperoleh dari hasil fermentasi dan atau cara kimia
(hidrolisis) kacang kedelai (Glycine max L.) dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lain
dan bahan tambahan makanan yang diizinkan. Proses fermentasi pembuatan kecap menggunakan
bakteri Aspergillus oryzae atau Aspergillus soyae (Ayres et al., 1980).
Pada proses pembuatannya kecap menggunakan bahan tambahan sebagai pengawet.
Pengawet yang paling umum digunakan pada kecap adalah asam benzoat dan ester dari p-
hidroksi benzoat (Chu et al., 2003).
2.3 Bahan Pengawet
Preservative atau zat pengawet merupakan zat tambahan, sangat sering digunakan
dalam sediaan makanan dan minuman yang di jual di pasaran.
Secara ideal bahan pengawet akan menghambat atau membunuh mikroba yang penting
dan kemudian memecah senyawa berbahaya menjadi tidak berbahaya dan tidak toksik. Bahan
pengawet akan mempengaruhi dan menyeleksi jenis mikroba yang dapat hidup pada kondisi
tersebut. Derajat penghambatan terhadap kerusakan bahan pangan oleh mikroba bervariasi
dengan jenis bahan pengawet yang digunakan dan besarnya penghambatan ditentukan oleh
konsentrasi bahan pengawet yang digunakan (Cahyadi, 2008).
6
Adapun beberapa persyaratan untuk bahan pengawet kimia untuk bahan pangan adalah
dapat memberikan arti ekonomis dari pengawet (secara ekonomis mengintungkan), digunakan
hanya apabila cara-cara pengawetan yang lain tidak mencukupi atau tersedia, memperpanjang
umur simpan dalam pangan, tidak menurunkan kualitas (warna, cita rasa dan bau) bahan
pangan yang diawetkan,mudah dilarutkan, menunjukkan sifat-sifat anti mikroba pada jenjang
pH bahan pangan yang diawetkan, aman dalam jumlah yang diperlukan, mudah ditentukan
dengan analisa kimia, tidak menghambat enzim-enzim pencernaan, tidak mengalami
dekomposisi atau tidak bereaksi untuk membentuk suatu senyawa kompleks yang bersifat lebih
toksik, yang meliputi macam-macam pembusukan oleh mikrobia yang berhubungan dengan
bahan pangan yang diawetkan (Budiyanto Mak. 2000).
2.4 Natrium Benzoat
Natrium benzoat adalah salah satu senyawa kimia yang dipergunakan sebagai pengawet
dalam produk olahan makanan dan minuman. Asupan harian yang diterima(acceptable daily
intake atau ADI) asam benzoat adalah 5 mg/kg berat badan.Penggunaan Na Benzoat sesuai
batas penggunaan yang telah diizinkan yaitu 1 gr/kgbahan dapat dikatakan menguntungkan
karena dapat menghambat khamir dan bakteri (Winarno, 1992).
Struktur kimia dari asam benzoat (C7H6O2)
Gambar 2. Struktur asam benzoate
Kadar kandungan bahan pengawet yang digunakan dalam produk tersebut meskipun
masih sesuai dengan prosedur namun demikian bila dikonsumsi terus-menerus akan
terakumulasi dan kemudian dapat menimbulkan efek buruk bagi konsumen. Bahan pengawet
natrium benzoat dan kalium sorbat diduga berbahaya dan dapat menyebabkan penyakit Lupus,
yaitupenyakit autoimun artinya tubuh pasien membentuk antibodi yang salah arah (Nova.2007).
7
Natrium benzoate dalam bentuk asamnya (Asam benzoate) sangat efektif dalam
menghambat pertumbuhan mikroba dalam bahan makanan dengan pH rendah seperti sari buah
dan minumun penyegar. Sehingga bahan makanan dapat disimpan dalam jangka waktu yang
cukup lama. Natrium benzoat memiliki efektifitas menghambat jamur dan kapang namun sedikit
sukar larut dan merusak rasa minuman jika penggunaannya dalam jumlah besar.
Natrium benzoat adalah pengawet yang paling banyak digunakan dalam berbagai
produk karena mekanisme kerjanya meliputi bakterisida dan bakteriostatik serta tidak toksis
bagi manusia. Namun, penggunaan Na Benzoat yang tidak sesuai dapat dikatakan merugikan
atau berbahaya karena penggunaan Na Benzoat tidak baik bagi tubuh. Na Benzoat yang tidak
teruai di dalam tubuh akan menjadi penumpukan sehingga dapat menimbulkan gejala kejang-
kejang terus menerus, hiperaktif, serta menurunkan berat badan yang pada akhirnya
menyebabkan kematian.
2.5 Analisi Na benzoate dapat dilakukan dengan:
1. Alkalimetri
Alkalimetri adalah penetapan kadar asam dengan menggunakan larutan baku basa yang
sesuai. Untuk mengetahui titik akhir titrasi digunakan indicator warna dengan larutan
fenolftalein, yang akan memberikan perubahan warna dari tak berwarna menjadi merah dengan
adanya kelebihan basa ( ionOH- ).
2. Spektrofotometri
Benzoat dapat ditetapkan kadarnya secara spektrofotometri karena benzoate mempunyai
kromofor yang dapat menyerap sinar ultraviolet. Dalam air, natrium benzoat akan mempunyai
panjang gelombang maksimal 225 nm. E1%1cm dalam air sebesar 665.
3. Kromatografi Gas
Dalam publikasi ilmiah biasanya dilakukan secara bersama-sama dengan pengawet lain
(seperti asam sorbat). Sampel diekstraksi dengan eter lalu dilakukan derivatisasi agar zat aktif
bisa bersifat volatile. Dilakukan analisis dengan HPLC dengan menggunakan kolom 1,8 m x 2
mm i.d yang dilapisi dengan OV-1 3 % (100– 120 mesh).
8
Suhu operasional, oven: 80– 2100C dengan kenaikan 80C/menit, injektor2000C; detekor
ionisasi nyala (FID) 2800C. Gas pembawa: nitrogen dengan kecepatan alir 20 mL menit. Waktu
retensi asam kaproat, asam sorbat, asam benzoat,dan asam fenilasetat masing-masing kurang
lebih 2,5; 4; 5; dan 6 menit.
4. HPLC (High Perfomance Liquid Cromatografi)
Pada prinsipnya sama seperti kromatografi gas, namun pada HPLC tidak perlu
dilakukan derivatisasi. Detector yang dapat digunakan adalah spektrofotometer UV-Vis dengan
panjang gelombang maksimal 225 nm. E1%1cm dalam air sebesar 665.
BATAS PENGGUNAAN
Batas penggunaan bahan tambahan makanan di atur oleh Peraturan Mentri Kesehatan
Republik Indonesia No. 722/MENKES/PER/IX/88 tentang Bahan Tambahan Makanan. Batasan
penggunaan berdasarkan ADI (Acceptable Daily Intake) yaitu batasan yang tidak menimbulkan
bahaya jika dikonsumsi manusia. Perhitungannya dengan menggunakan per Kg bobot badan.
Tabel 1. Zat Aditif Batasan PERMENKES RI per Kg Makanan Batasan ADI:
Kadar maksimum benzoate pada mie instan sesuai Peraturan Menteri Kesehatan
No.722/MENKES/Per/IX/1988 maupun SNI 01-354-1994 yaitu 1000 mg/kg.
(Anonimus, 1988 dan Kumara, 1986)
9
BAB III
METODE ANALISIS
3.1 Bahan
Material yang digunakan adalah sampel kecap mie goreng. Disamping itu juga digunakan
bahan-bahan kimia lainnya seperti : NaCl, NaOH 10% dan HCl 5%, H2C2O4, dietil eter, FeCl3,
NH3, H2SO4, kertas saring, dan indikator fenolftalein (pp).
3.2 Peralatan
Peralatan yang digunakan untuk analis adalah : Neraca analitik, gelas Beaker, labu,
Erlenmeyer, pipet volume, buret, labu ekstraksi pelarut, gelas ukur, pipet tetes, pemanas listrik,
penangas air, dan peralatan penunjang lain
3.3 Prinsip Kerja
Uji Kualitatif : Kedalam larutan A ditambah beberapa tetes NH3 sampai larutan
menjadi basa. Kelebihan NH3 dapat dihilangkan dengan penguapan.
Residu yang dihasilkan dilarutkan kembali dengan air panas, saring bila
diperlukan. Lalu menambahkan beberapa tetes FeCl3 netral 0.5 %.
Terbentuknya endapan Ferribenzoat yang berwarna salmon menunjukkan
adanya asam benzoat.
Uji Kuantitatif : Asidi alkalimetri termasuk reaksi netralisasi yakni reaksi antara
ion hidrogen yang berasal dari asam dengan ion hidroksida yang berasal
dari basa untuk menghasilkan air yang bersifat netral. Pemilihan
indikator harus dilakukan sedemikian rupa agar kesalahan ini sekecil-
kecilnya.
Dalam larutan, kadar bahan yang terlarut (solut) dinyatakan dengan konsentrasi. Istilah ini
berarti banyaknya massa yang terlarut dihitung sebagai berat (gram) tiap satuan volume
(mililiter) atau tiap satuan larutan, sehingga satuan kadar seperti ini adalah gram/mililiter
(Rohman, 2007).
3.4 Prosedur Kerja
Penyiapan sampel
10
Sampel ditimbang dengan neraca analitik sekitar 100 g dan ditambahkan 15 g NaCl, lalu
dimasukkan ke dalam labu ukur 500 mL. Selanjutnya ke dalam labu ukur tersebut ditambahkan
150 mL larutan NaCl jenuh dan NaOH 10% hingga diperoleh larutan yang bersifat alkalis.
Kemudian larutan tersebut diencerkan dengan larutan NaCl jenuh sampai tanda batas dan
dibiarkan selama 2 jam. Larutan tersebut dikocok setiap 30 menit dan selanjutnya disaring
dengan kertas saring. Filtrat yang diperoleh kemudian diekstraksi.
Ekstraksi Sampel
Filtrat yang diperoleh pada penyiapan sampel, dipipet 100,0 mL dan dimasukkan ke
dalam corong pisah, kemudian dinetralkan dengan penambahan HCl 5% dan ditambahkan lagi 5
mL HCl sesudah keadaan netral tercapai. Selanjutnya diekstraksi dengan pelarut dietil eter
dengan volume 30 mL. Untuk mencegah emulsi, digoyang-goyang secara kontinyu setiap kali
ekstraksi dengan gerakan memutar/rotasi. Lapisan dietil eter kemudian ditampung dari setiap
ekstraksi dengan volume pelarut tersebut. Semua lapisan dietil eter setiap ekstraksi dikumpulkan
dan didistilasi dengan vakum rotary evaporator pada suhu 30-50oC hingga ekstrak menjadi
pekat. Ekstrak tersebut kemudian dikeringkan di atas penangas air. Selanjutnya, ekstrak kering
(asam benzoat) tersebut dilarutkan dalam labu ukur 50 mL dengan akuades sampai tanda batas
(Apriyantono, dkk, 1989).
Uji Kualitatif
Larutan asam benzoat hasil ekstraksi tersebut diambil sebanyak 10 mL dan ditambahkan
larutan NH3 sampai larutan tersebut menjadi basa. Larutan tersebut kemudian diuapkan di
atas penangas air. Residu yang diperoleh, dilarutkan dengan air panas dan disaring. Selanjutnya,
ditambahkan 3-4 tetes FeCl3 0,5%. Adanya endapan yang berwarna kecoklatan menunjukkan
adanya asam benzoat (Apriyantono, dkk, 1989).
Uji Kuantitatif
Pembuatan Larutan Baku NaOH 0,1 N
Sebanyak 4,001 g NaOH kristal dilarutkan dalam 1000 ml air bebas CO2
Pembakuan Larutan baku NaOH
Sebanyak 0,628 g oksalat dilarutkan dalam 100 mL akuades. Kemudian diambil 25 mL larutan
asam oksalat dan dimasukkan dalam Erlenmeyer 250 mL. Selanjutnya ditambahkan 2 tetes
11
indicator fenolftalein 1% dan menitrasi dengan larutan standar NaOH sampai warna berubah
menjadi merah muda yang konstan. Kemudian catat volume NaOH sampai titik akhir titrasi.
Penetapan Kadar Natrium Benzoat dengan Metode Asidi-Alkalimetri
Larutan asam benzoat hasil ekstraksi dipipet sebanyak 10,0 mL dengan pipet volume,
kemudian dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer 250 mL. Larutan tersebut ditambah 2-3 tetes
indikator PP dan selanjutnya dititrasi dengan larutan NaOH yang telah dibakukan dengan larutan
asam oksalat sampai terjadi perubahan dari tidak berwarna menjadi merah muda yang stabil
selama 15 detik. Volume larutan NaOH yang digunakan dicatat. Pengulangan titrasi dilakukan
masing-masing 3 kali (Apriyantono, dkk., 1989).
Skema Penyiapan Sampel
Beaker glass
Ditimbang sebanyak 100 gram
Sampel kecap
Dibilas dengan larutan NaCl jenuh
Dibiarkan selama 2 jam dan
Diencerkan dengan NaCl jenuh sampai tanda batas
Larutan dibuat sedikit alkalis dengan penambahan NaOH 10%
15 gram Kristal NaCl
Labu Ukur 500 mL
HCl 5% Corong Pisah Dietil eter 15 mL
100 mL filtrate sampel kecap
12
Analisis Kualitatif
Analisa Kuantitatif
3.5 Analisis Hasil
Reaksi kualitatif:
3C6H5COOH + FeCl3 → Fe(C6H5COOH)3 + 3HCl
Kecokelatan
Terbentuk endapan kecokelatan menunjukkan adanya asam benzoate
Setelah dingin ditambahkan FeCl3
Residu 10 mL
Erlemneyer 250 mL
Residu 10 mL
2 tetes indicator PP
Dinginkan, dibuat alkalis dengan penambahan ammonia dan dididihkan
Lapisan dietileter dikumpulkan lalu diuapkan dengan penangas air
Titrasi dengan NaOH
Residu
13
Gambar 1 asidi-alkalimetri
A. Perhitungan Konsentrasi Asam Oksalat (Mr = 126)
BE Oksalat( H2C2O4) = Mr / 2
= 126 / 2
= 63 ekiv/mol
N Oksalat = W Oksalat/BE oksalat x 1000/V Oksalat
= 0.628 / 63.035 x 1000 / 100 mL
= 0.0996 N
B. Perhitungan Konsentrasi larutan NaOH dan titrasi pembakuan
Volum NaOH rata-rata = 24,2 + 24,2 + 24,2 = 24,20 mL
3
Volume NaOH rata-rata x N NaOH = V oksalat x N oksalat
24,20 x N NaOH = 25 mL x 0.0996
N NaOH = 2,49 / 24,2
N NaOH = 0,102 N
Tabel Perhitungan Kadar Na-Benzoat
No Volume Sampel (mL) Volume NaOH (mL)
1 10,0 1.50
2 10,0 1.60
3 10,0 1.70
14
Volume NaOH rata-rata = 1,50 + 1,60 + 1,70 = 1,60 mL
3
Perhitungan kadar pengawet Natrium Benzoat
Rumus perhitungan:
1 mL NaOH 0,05 N ~ 6,1 mg Asam benzoate
~ 7,21 mg Na-Nenzoat (Majidah.2008)
Bila dihitung dalam ppm = …% x 10000 ppm
Kadar benzoate = 1,60 x (0,1N/0.05) x 7,21
105 mg
=2.3072 x 10-4 mg
= 0.23072 g
Persen Na Benzoat = 2.3072 x 10-4 mg x 100%
= 0,023072 %
15
PEMBAHASAN
Natrium benzoat adalah salah satu senyawa kimia yang sering dipergunakan sebagai
pengawet dalam produk olahan makanan dan minuman. Penggunaanya sebagai zat pengawet
dalam bentuk Na benzoate, bersifat asam karena memiliki sifat dapat melepaskan ion hidrogen
(H+) dalam larutannya.
Dalam penetapan kadar zat pengawet dengan pengawet Na benzoate digunakan metode
alkalimetri, merupakan metode yang mendasarkan pada reaksi netralisasi, yaitu reaksi antara
ion hidrogen (berasal dari asam) dan ion hidroksida berasal dari basa yang membentuk molekul
air. Sebelum dilakukan penetapan kadar sampel, dilakukan terlebih dahulu pembuatan larutan
baku NaOH dan selanjutnya dibakukan normalitasnya dengan menggunakan kalium biftalat.
Dari hasil penetapan kurva baku, diperoleh normalitas NaOH adalah sebesar 0,102 N,
Dari hasil tersebut dapat dikatakan bahwa metode ini precise, metode ini sesuai untuk
penetapan kadar asam benzoate yang setara banyaknya dengan natrium kadar benzoat yang
terdapat pada sampel.
Dalam preparasi sampel, sampel dilarutkan dalam akuades dengan perbandingan
sampel : akuades = 1 : 4, yaitu 100 g sampel ditambah 400 mL aquadest. Selanjutnya ambil 100
mL, lalu di tambahkan larutan asam HCl encer hingga larutan bersifat asam yang di cek dengan
kertas pH, hal ini berfungsi untuk mengubah Na benzoat (larut air) menjadi asam benzoat
(kurang larut air). Lalu dilakukan ektraksi asam benzoat dengan pelarut eter untuk menyaring
semua asam benzoat, yaitu dengan cara menambahkan 20 ml eter kemudian digojog kemudian
ditambahkan 10 ml eter kembali. Selanjutnya diuapkan diatas penangas air sehingga eternya
akan hilang dan hanya meninggalkan residu.
Gambar 3. Reaksi pembentukan asam banzoat dari bentuk garamnya dengan penambahan asam
sulfat.
16
Selanjutnya, karena asam benzoat yang ada biasanya berjumlah sangat rendah maka
harus dilakukan ekstraksi terlebih dahulu. Lalu residu yang ada dilarutkan dalam dietil eter,
karena asam benzoate hanya dapat dititrasi dalam pelarut yang dapat melarutkannya.
Dietil eter tidak ikut menyerap titran saat proses penetapan kadar asam benzoate karena
dapat mengakibatkan volume titran yang digunakan untuk penetapan kadar asam benzoate
menjadi lebih besar daripada yang seharusnya (hasilnya tidak valid). Sehingga pada larutan
sampel (asam benzoate dalam etanol) yang akan dianalisis ditambahkan NaOH sebanyak 0,8
mL terlebih dahulu. Kemudian larutan sampel tersebut ditambahkan indikator fenolftalein lalu
dititrasi menggunakan larutn baku NaOH 0,102 N. larutan sampel yang digunakan dalam hal ini
tidak berwarna sehingga tidak mengganggu pengamatan pada perubahan warna saat terjadi
titik akhir titrasi maka tidak perlu dilakukan penyerapan zat warna ataupun pengeruh dengan
menggunakan carbo adsorben. Titrasi dilakukan hingga terjadi perubahan warna dari yang
tadinya tidak berwarna hingga menjadi warna merah pada titik akhir titrasi.
Gambar . Reaksi asam benzoate dan NaOH yang terjadi selama titrasi
Dari percobaan diperoleh bahwa kadar Na benzoat dalam sampel kecap indomie mie
goreng adalah sebesar ditemukan perubahan warna pada penambahan NaOH berlebih. Kadar
natrium benzoat dalam kecap indomie mie goreng adalah sebesar 0,023072 %, tidak melebihi
batas maksimal yang diperbolehkan yaitu tidak lebih dari 1%. Pada mie instan tersebut tidak
tercantum seberapa besar kadar natrium benzoat sehingga tidak dapat diketahui kadar natrium
benzoate yang sebenarnya di dalam sampel. Penggunaan pengawet dalam produk kemasan
diperbolehkan dengan tidak melebihi kadar maksimal, seharusnya pada produk kemasan
dicantumkan jenis dan jumlah bahan pengawet yang digunakan pada label kemasan dengan jelas
supaya diketahui olek konsumen.
17
KESIMPULAN
1. Natrium benzoat adalah salah satu senyawa kimia yang sering dipergunakan sebagai
pengawet dalam produk olahan makanan dan minuman. Penggunaanya sebagai zat
pengawet dalam bentuk Na benzoate, bersifat asam karena memiliki sifat dapat
melepaskan ion hidrogen (H+) dalam larutannya
2. Asidi alkalimetri termasuk reaksi netralisasi yakni reaksi antara ion hidrogen yang
berasal dari asam dengan ion hidroksida yang berasal dari basa untuk menghasilkan air
yang bersifat netral
3. Dari data diperoleh bahwa kadar natrium benzoat dalam kecap mie instanadalah sebesar
0,23072 % tidak melebihi batas maksimal yang diperbolehkan yaitu tidak lebih dari 1%.
4. Penggunaan pengawet dalam produk kemasan diperbolehkan dengan tidak melebihi
kadar maksimal. Meskipun demikian, tidak diharapkan untuk mengkonsumsi makanan
berpengawet terus menerus.
5. Pada kemasan mie tersebut tidak tercantum seberapa besar kadar natrium benzoat
sehingga tidak dapat diketahui kadar natrium benzoate yang sebenarnya di dalam sampel,
yang seharusnya pada produk dicantumkan berapa kadar pengawet tersebut.
6. Kadar maksimum benzoate pada mie instan sesuai Peraturan Menteri Kesehatan
No.722/MENKES/Per/IX/1988 maupun SNI 01-354-1994 yaitu 1000 mg/kg.