BAB I
Click here to load reader
-
Upload
febriyanti-eka -
Category
Documents
-
view
25 -
download
0
Transcript of BAB I
BAB I
PENDAHULUAN
Gangguan homeostatis cairan tubuh umum terjadi pada sirosis yang lanjut. Gangguan
ini berhubungan dengan adanya asites dan ketidakmampuan tubuh untuk menyesuaikan
jumlah air yang dikeluarkan dalan urin dengan jumlah air yang masuk. Hal ini menyebabkan
peningkatan jumlah air dalam tubuh dan berakibat hiponatremi delusional (1). Faktor patogen
utama yang menyebabkan terjadinya hiponatremia adalah hipersekresi nonosmotic arginin
vasopressin (hormon antidiuretik). Hiponatremia pada sirosis dihubungkan dengan
peningkatan morbiditas dan mortalitas. Ada bukti yang menunjukkan bahwa hiponatremia
dapat mempengaruhi fungsi otak dan menyebabkan rentan terhadap ensefalopati hepatik.
Berdasarkan standar keperawatan saat ini, restriksi cairan tidak cukup untuk menangani
keadaan ini. Belakangan ini muncul golongan obat baru yang dikenal sebagai vaptans, yang
efeknya berlawanan dengan efek vasopressin arginin pada reseptor V2 yang terletak di
tubulus ginjal. Saat ini sedang dilakukan evaluasi efektivitasnya dalam pengelolaan
hiponatremia. Penggunaan vaptans jangka panjang tampaknya efektif untuk mempertahankan
peningkatan konsentrasi natrium serum, tetapi informasi yang tersedia masih terbatas.
Pengobatan dengan vaptans merupakan pendekatan baru untuk meningkatkan konsentrasi
natrium serum pada sirosis(2). (Hepatologi 2008.)
BAB II
HIPONATREMI PADA SIROSIS HEPATIS
1.1 Definisi
Hiponatremia pada sirosis saat ini didefinisikan sebagai penurunan natrium serum di
bawah 130 mmol/L. Namun demikian, penting untuk menekankan bahwa batas bawah
normal konsentrasi natrium serum adalah 135 mmol / L, dan sebagian besar pasien dengan
sirosis memiliki konsentrasi natrium serum di atas 130 mmol / L tetapi di bawah batas bawah
nilai normal. Pasien-pasien ini tidak dianggap memiliki hiponatremia dengan definisi saat ini
tetapi memiliki gambaran klinis yang sama dengan pasien dengan natrium serum di bawah
130 mmol/L.1, 12 Prevalensi hiponatremia, seperti yang didefinisikan oleh natrium serum
<130 mmol / L , adalah 21,6%.
1.2 Tipe Hiponatremi
Hiponatremi pada pasien sirosis hepatis di golongkan menjadi dua jenis. Pada
beberapa pasien hiponatremi terjadi karena kehilangan cairan ekstraseluler, yang paling
sering adalah dari ginjal (overdeuresis karena pengobatan dengan dosis diuretik yang
berlebih) atau dari saluran cerna. Kondisi ini dikenal dengan hiponatremi hipovolemik.
Hiponatremi hipovolemik ini ditandai dengan serum natrium yang rendah dan
dihubungkan dengan penyusutan volume plasma, kurangnya edema dan asites, tanda-
tanda dehidrasi dan gagal ginjal prerenal. Sedangkan pada sebagian pasien sirosis dengan
hiponatremi terjadi peningkatan volume cairan ekstraseluler dan volume plasma disertai
dengan perluasan edema dan asites. Kondisi ini dikenal dengan hiponatremi hipervolemik
atau hiponatremi delusional karena penurunan kemampuan ginjal untuk membuang zat
terlarut air yang menyebabkan ketidakseimbangan antara retensi air dan natrium.
Kedua kondisi diatas dibedakan berdasarkan status volume. Pada hiponatremi
hipovolemik volume plasma sebenarnya berkurang, dan juga ada penurunan jumlah
volume cairan ekstraselular dan kurangnyas asites dan edema. Pada hiponatremi
hipervolemik volume plasma meningkat pada nilai absolut tapi bisa rendah yang
menandakan adanya vasodilatasi arteri dan dikenal sebagai efektif arteri hipovolemia.
Pada hiponatremi hipervolemik volume cairan ekstraseluler meningkat, dengan asites atau
edema(2)
1.3 Patofisiologi
Pada orang sehat, normalnya jumlah total air dalam tubuh dipertahankan seimbang antara
pemasukan dan pengeluaran. Sehingga apa bila ada kenaikan asupan air, maka akan diikuti
oleh peningkatan ekskresi air oleh ginjal sehingga dapat mencegah pengenceran yang dapat
berkembang menjadi hipoosmolalitas. Sebaliknya penurunan asupan cairan air akan diikuti
oleh penurunan ekskresi zat terlarut bebas air untuk mencegah hyperosmolalitas dan
dehidrasi.
Mekanisme homeostatik ini memungkinkan tubuh untuk bisa mempertahankan dan
menjaga kesimbangan cairan tidak hanya pada variasi harian dari intake cairan (1,5-3 L/hari)
tapi juga pada keadaan- keadaan tertentu dimana terjadi perubahan intake cairan (0,5-20
L/hari). Perubahan ekskresi cairan ini akan langsung berubah dalam beberapa menit
tergantung pada keberadaan kemoreseptor utuh yang terletak di hipotalamus untuk
mendeteksi perubahan osmolalitas plasma tiap menitnya dan mekanisme efektor untuk
menginduksi modifikasi yang sesuai pada ginjal (AVP dan water channel aquaporin-2).
Pasien dengan sirosis dan asites sering memiliki penurunan kapasitas ginjal untuk
mensekresi solute-free water. Pada beberapa pasien penurunan solute-free water ini
terjadi moderat dan dapat dideteksi hanya dengan mengukur volume urin setelah water
loading. Pasien- pasien ini dapat mengeluarkan air secara normal dan tetap menjaga
konsentrasi kadar natrium serum dalam batas normal selama intake air mereka disimpan
dalam batas normal. Namun pada pasien ini bisa terjadi hiponatremia apabila intake
airnya meningkat. Keparahan dari gangguan tersebut, menyebabkan retensi cairan yang
menimbulkan hiponatremi dan hipoosmolaritas. Faktor utama yang mengakibatkan
hiponatremi ini adalah adanya peningkatan AVP oleh hipofisis yang menyebabkan
hipersekresi nonosmotik dan dihubungkan dengan gangguan sirkulasi pada sirosis yang
lanjut.
Gambar yang diatas menunjukan variabel yang mempengaruhi pengaturan air oleh
ginjal pada orang yang sehat. Reabsopsi cairan di tubulus proximal bersifat iso-osmotik
dan tidak mempengaruhi secara langsung dalam pengenceran urin, melainkan
menentukan jumlah cairan yang akan dibawa ke tubulus distal. Di tubular, cairan
diencerkan di lengkung henle, dimana disini terjadi reabsorpsi zat yang tidak terlarut
dalam air yang karena membrannya yang impermeable terhadap air. Segment nefron ini
mengubah cairan yang hipertonik menjadi cairan yang hipotonik. Permeabilitas air dari
epitel saluran pengumpul dipengaruhi dari ada tidaknya AVP. Pada orang yang normal
jumlah AVP yang tidak meningkat atau dalam kadar sangat rendah maka jumlah urine
yang diencerkan akan dikeluarkan secara maksimal.
Gambar yang dibawah menunjukkan hubungan antara pengaturan air oleh ginjal
dengan sirosis dan asites. Pada beberapa pasien pengiriman hasil filtrasi ke bagian distal
dapat berkurang apabila terjadi penurunan GRF atau peningkatan reabsopsi zat terlarut di
bagian proximal. Penurunan pengiriman hasil filtrasi ke distal ini dapat membatasi laju
pengeluaran air. Hal ini juga dipengaruhi oleh tingkat AVP yang meningkat di plasma.
Avp yang meningkat menyebabkan permeabilitas duktus pengumpul terhadap air
meningkat, sehingga terjadi reabsopsi air dan mengurangi jumlah urin yang dikeluarkan.
1.4 Konsekuensi klinis hiponatremi pada sirosis
Informasi mengenai konsekuensi klinis dari hiponatreni pada sirosis sangat terbatas.
Hal ini disebabkan karena hiponatemia hampir selalu terjadi pada kegagalan hati tingkat
lanjut yang menimbulkan banyak manifestasi klinis. Oleh karena itu, identifikasi secara
tepat mengenai konsekuensi klinis dari hiponatremi dibandingkan dengan penyebabnya
sejauh ini belum mungkin. Hal ini juga terhalang karena kurangnya efektivitas
pengobatan dari hiponatremi itu sendiri.
1.5 Hiponatremin dan komplikasi pada sirosis
Hiponatremi pada sirosis sering disebutnya menyebabkan terjadinya ensefalopati hati.
Selai itu juga disebutkan dapat menyebabkan komplikasi yang lainnya, namun
informasinya terbatas. Secara khusus hiponatremi sering ditemukan pada pasien sirosis
dan infeksi bakteri. Selain itu pada kebanyakan pasien hiponatremi dengan sirosis
berhubungan erat dengan gagal ginjal dan mempunyai prognosis yang buruk. Penurunan
serum natrium juga didapatkan pada pasien dengan sindrom hepatorenal.
Pada pasien dengan sirosis, terjadinya hiponatremu menurunkan kualitas hidup
pasien. Hal ini dikarenakan pasien membutuhkan pembatasan asupan cairan setiap hari
untuk mencegah terjadinya hiponatremi lebih lanjut, dan inilah yang kurang dapat
ditolenransi.
1.6 Penatalaksanaan Hiponatremi
Perbedaan antara hiponatremi hipovolemik dan hipervolemik sangat penting dalam
penatalaksanaan hiponatremi. Pada pasien dengan hiponatremi hipovolemik, pasien harus
diberikan larutan saline untuk meningkatkan volume plasma dan mengembalikan kadar
natrium tubuh total yang rendah ke normal dengan menghilangkan faktor pencetusnya
(misalnya penggunaan diuretik). Sebaliknya pada keadaan hiponatremi hipervolemik,
dilakukan intervensi untuk meningkatkan pengeluaran solute-free water dari ginjal yang
bertujuan mengurangi kelebihan air. Dalam hal ini vaptans berkerja untuk meningkatkan
ekskresi solute-free water dan meningkatkan konsentrasi natrium serum pada hiponatreni
hipervolemik. Namun hal ini akan berdampak merugikan apabila digunakan pada pasien
dengan hiponatremi hipovolemik, karena pasien tidak kelebihan air dan dalam
penggunaan dapat menyebabkan hipervolemi lebih lanjut dan menyebabkan penurunan
fungsi ginjal.
Sekarang yang akan kita bahas adalah penatalaksanaan pada hiponatremi
hipervolemik. Restriksi cairan (1-1,5 L/hari) saat ini merupakan terapi standar untuk
hiponatremi hipervolemik pada sirosis, namun efektivitasnya masih sangat terbatas.
Dalam praktek klinik, penggunaan natrium klorida merupakan pengobatan untuk
hiponatremi berat pada sirosis, namun efektivitasnya terbatas karena adanya edema dan
asites yang meningkat, sehingga penggunaannya menjadi tidak direkomendasikan.
Sampai akhirnya penggunaan albumin terbukti meningkatkan kadar natrium serum.
Namun pasien yang terlibat hanya dalam jumlah kecil dan diikuti perkembangannya
dalam waktu yang singkat.
Vaptans
Akhir- akhir ini telah ditemukan obat yang dapat menangani hiponatremi pada
pasien sirosis, obat itu adalah vaptans. Obat ini secara oral dapat menyebabkan blokade
selektif reseptor V2 AVP di sel- sel duktus pengumpul. Pada orang yang sehat,
penggunaan vatans tergantung pada dosisnya untuk meningkatkan volume urin dengan
penurunan osmolaritas karena peningkatan solute- free water. Berbeda dengan
penggunaan diuretik konvensional, penggunaan vaptans pada orang sehat tidak
meningkatkan natriuresis. Belum ada obat yang disetujui secara khusus untuk terapi
hiponatremi pada pasien sirosis.
Vaptans in Clinical Development for the Management of Hyponatremia
Name Compound Receptor Route of Specific Studies Current Status ofAdministration in Patients with
Clinical DevelopmentCirrhosis
Conivaptan YM-087 V1a/V2 Intravenous No Approved in the United States for
the management of hyponatremiain hospitalized
patientsLixivaptan VPA-985 V2 Oral Yes Phase 2Satavaptan SR-121463 V2 Oral Yes Phase 3Tolvaptan OPC-41061 V2 Oral No* Phase 3Mozavaptan OPC-31260 V2 Oral Yes Approved in Japan
for the treatment of the syndrome of inappropriate antidiuretic hormone secretion
M-0002 RWJ-351647 V2 Oral Yes Phase 2
Efek Jangka Pendek
Penelitian pertama mengenai kinerja vaptans dilakukan pada pasien asites tanpa
hiponatremia. Dari populasi ini, pemberian vaptans secara oral dikaitkan dengan
peningkatan volume urin, peningkatan osmolaritas, dan peningkatan ekskresi solute-free
water yang bertanggung jawab untuk keseimbangan cairan negatif. Ekskresi natrium di
urin tidak signifikan. Efek pada volume urin dimulai pada 1-2 jam setelah pemberian obat
dan berakhir 4-12 jam tergantung dari dosis. Besarnya variabilitas antarindividu
menunjukan pada sebagian pasien hampir tidak ada peningkatan volume urin, namun
pada sebagiannya kagi menunjukan diuresis yang luar biasa (4-5 liter pada penerimaan
dosis yang tinggi). Penelitian selanjutnya dilakkan untuk mengevaluasi apakah pemberian
vaptans dapat meningkatkan kadar natrium serum pada hiponatremia. Hasil dari studi in
menunjukkan bahwa pemberian vaptans jangka pendek (1-2minggu) dapat meningkatkan
kadar natrium serum secara signifikan. Pada beberapa hari pertama peningkatannya bisa
mencapai rata-rata 2-7 mmol/liter. Pada pemberian jangka pendek, tidak di observasi
efek terhadap fingsi ginjal, fungsi sirkulasi, dan aktivasi renin-angiotensin. Efek
pengobatan terhadap distribusi volume darah (pusat dibandugkan spalnknikus) atau
respon vasokonstriksi pada sirkulasi perifer belum di evaluasi. Tingkat AVP plasma
meningkatkan konsistensi selama pengobatan.
Efek Jangka Panjang
Hanya 1 penelitian yang menyebutkan efek penggunaan vaptans jangka panjang
pada hiponatremia dan sirosis. Dari hasil penelitian tersebut, disebutkan bahwa pemberian
satavaptan dengan dosis yang bervariable disertai dengan pemberian diuretik
menunjukkan peningkatan kadar konsentrasi natrium serum mulai darihari pertama dan
dipertahankan selama 1 tahun. Namun penelitian lebih lanjut perlu dilakukan.
Mean serum sodium concentration in patients with cirrhosis, ascites, and hyponatremia randomized to treatment with placebo or satavaptan (5, 12.5, or 25 mg/day) for 14 days.
Efek Samping
Efek samping yang paling sering ditemukan pada pembrerian vaptans adalah rasa
haus. Yang menjadi kekhawatiran dalam pemberian vaptans pada pasien sirosis termasuk
juga hipernatremia karena keseimbangan cairan negatif, peningkatan pesat natrium
serum, dan gagal ginjal karena penurunan cairan intravaskular. Dari hasil penelitian,
hipernatremia jarang sekali terjadi. Hipernatremia mungkin terjadi apabila pasien tidak
dapat minum mengimbangi jumlah air yang dikeluarkan melalui urin dan pada pasien
dengan perubahan status mental. Peningkatan pesat natrium serum juga perlu dihindari
karena dapat menyebabkan kerusakan saraf yang parah. Pasien yang dirawat di rumah
sakit dengan pemberian vaptans, pada hari- hari pertamanya mendapat akses yang bebas
terhadap air dan perlu pemantaun ketat kadar natrium serum setiap harinya. Apabila
terjadi peningkatan kadar natrium serum lebih dari 8 mmol/liter, maka pemberian vaptans
dapat ditunda. Setelah sekia lama, ditemukan penelitian yang menyebutkan bahwa
pemberian vaptans dalam jangka waktu pendek dapat menyebabkan gangguan fungsi
ginjal. Penting untuk diingat bahwa obat ini memiliki efek yang sangat kuat dalam
meningkatkan volume urin sehingga dapat menyebabkan pergeseran cairan ekstraseluler
dalam periode yang sangat singkat, sehingga perlu dievaluasi secara ketat penggunaannya
terutama apabila dosisnya dinaikkan. Penggunaan vaptans bisa disertai dengan pemberi
diuretik dengan dosis rendah atau tanpa disertai penggunaan diuretik sehingga harus
dicari tau efek dari kombinasinya dengan diuretik.
Keuntungan Terapi Hiponatremi pada Sirosis
Keuntungan dalam menangani hiponatremi pada pasien sirosis di antaranya adalah :
1. Mengembalikan keadaan hiponatremi ke kondisi normalnya memungkinkan pasein
minum dengan normal dan menghindari restriksi cairan.
2. Vaptans dapat mencegah penurunan kadar natrium serum terutama pada pasien
dengan pemberian diuretik. Hal ini dapat membantu untuk mencapai dosis yang efetif
dari diuretik dan meningkatkan respon terapi pada pasien dengan pengobatan asites
yang sulit.
3. Mengurangi resiko komplikasi esenfalopati hepatik.
4. Meningkatkan kualitas hidup pasien dengan sirosis.
5. Penurunan kadar natrium dalam darah juga diperlukan sebelm dilakukan transplantasi
hati untuk mencegah terjadinya kerusakan saraf.
DAFTAR PUSTAKA
1. http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1002/hep.510280337/pdf hyponatremi in
sirrosis :from pathogenesis to treatment
2. http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1002/hep.22418/full Hyponatremia in cirrhosis:
Pathogenesis, clinical significance, and managemen
3.