BAB I

25
1 Stasiun Hujan DAS Brantas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengembangan sumber daya air di wilayah sungai tidak akan berarti jika tidak diketahui secara pasti ketersediaan air di satu sisi dan kebutuhan air di sisi yang lain. Ketersediaan air sangat berpengaruh terhadap rencana pemenuhan kebutuhan akan air yang diinginkan untuk berbagai keperluan seperti untuk irigasi, air baku, air industry dan pariwisata. Ketersediaan air yang dimaksud dalam studi ini adalah ketersediaan air di permukaan, sehingga analisis ketersediaan air juga didasarkan pada analisis ketersediaan air di permukaan, khususnya menyangkut data curah hujan yang jatuh di permukaan bumi akan dipengaruhi oleh beberapa faktor alam sehingga tidak akan merata dengan intensitas yang sama untuk suatu satuan wilayah sungai. Untuk mengetahui ketidakmerataan dan intensitas hujan yang berbeda maka perlu ditempatkan stasiun penakar hujan yang tepat lokasi dan tepat jumlah sesuai dengan kondisi masing-masing daerah di satuan wilayah tersebut. Penempatan stasiun hujan pada saat ini umumnya didasarkan pada kebutuhan sesaat dan jangka menengah untuk kebutuhan sektoral, sehingga belum memperhatikan pengembangan sumber daya air secara menyeluruh. Hal ini

description

sembarang

Transcript of BAB I

Page 1: BAB I

1Stasiun Hujan DAS Brantas

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pengembangan sumber daya air di wilayah sungai tidak akan berarti jika

tidak diketahui secara pasti ketersediaan air di satu sisi dan kebutuhan air di sisi

yang lain. Ketersediaan air sangat berpengaruh terhadap rencana pemenuhan

kebutuhan akan air yang diinginkan untuk berbagai keperluan seperti untuk

irigasi, air baku, air industry dan pariwisata. Ketersediaan air yang dimaksud

dalam studi ini adalah ketersediaan air di permukaan, sehingga analisis

ketersediaan air juga didasarkan pada analisis ketersediaan air di permukaan,

khususnya menyangkut data curah hujan yang jatuh di permukaan bumi akan

dipengaruhi oleh beberapa faktor alam sehingga tidak akan merata dengan

intensitas yang sama untuk suatu satuan wilayah sungai. Untuk mengetahui

ketidakmerataan dan intensitas hujan yang berbeda maka perlu ditempatkan

stasiun penakar hujan yang tepat lokasi dan tepat jumlah sesuai dengan kondisi

masing-masing daerah di satuan wilayah tersebut.

Penempatan stasiun hujan pada saat ini umumnya didasarkan pada

kebutuhan sesaat dan jangka menengah untuk kebutuhan sektoral, sehingga belum

memperhatikan pengembangan sumber daya air secara menyeluruh. Hal ini dapat

dimengerti karena penempatan stasiun tersebut awalnya memang dirancang

sedemikian rupa agar diperoleh dengan lokasi yang mudah terjangkau.

B. Rumusan Masalah

1. Apa itu hujan?

2. Apa itu DAS?

3. Bagaimana kondisi DAS Brantas?

4. Apa itu Wilayah sungai?

5. Bagaimana kondisi wilayah sungai kali Brantas?

6. Apa itu stasiun hujan?

7. Ada berapa stasiun hujan di DAS Brantas?

8. Bagaiamana pola penyebaran stasiun hujan di DAS brantas?

Page 2: BAB I

2Stasiun Hujan DAS Brantas

9. Berapa jarak antar stasiun di DAS Brantas?

10.Berapa tingkat ketelitiannya?

C. Tujuan

1. Memberikan bahan referensi kepada Mahasiswa lain tentang stasiun

hujan di DAS Brantas.

2. Memberikan informasi mengenai pentingnya stasiun hujan di DAS

Brantas.

3. Melatih diri sendiri untuk menciptakan karya ilmiah yang dapat

dipertanggungjawabkan.

Page 3: BAB I

3Stasiun Hujan DAS Brantas

BAB II

A. Definisi Hujan

Hujan adalah sebuah presipitasi berwujud cairan, berbeda dengan presipitasi

non-cair seperti salju, batu es dan slit. Hujan memerlukan keberadaan lapisan

atmosfer tebal agar dapat menemui suhu di atas titik leleh es di dekat dan di atas

permukaan Bumi. Di Bumi, hujan adalah proses kondensasi uap air di atmosfer

menjadi butir air yang cukup berat untuk jatuh dan biasanya tiba di daratan. Dua

proses yang mungkin terjadi bersamaan dapat mendorong udara semakin jenuh

menjelang hujan, yaitu pendinginan udara atau penambahan uap air ke udara.

Virga adalah presipitasi yang jatuh ke Bumi namun menguap sebelum mencapai

daratan; inilah satu cara penjenuhan udara. Presipitasi terbentuk melalui tabrakan

antara butir air atau kristal es dengan awan. Butir hujan memilik ukuran yang

beragam mulai dari pepat, mirip panekuk (butir besar), hingga bola kecil (butir

kecil).

Kelembapan yang bergerak di sepanjang zona perbedaan suhu dan

kelembapan tiga dimensi yang disebut front cuaca adalah metode utama dalam

pembuatan hujan. Jika pada saat itu ada kelembapan dan gerakan ke atas yang

cukup, hujan akan jatuh dari awan konvektif (awan dengan gerakan kuat ke atas)

seperti kumulonimbus (badai petir) yang dapat terkumpul menjadi ikatan hujan

sempit. Di kawasan pegunungan, hujan deras bisa terjadi jika aliran atas lembah

meningkat di sisi atas angin permukaan pada ketinggian yang memaksa udara

lembap mengembun dan jatuh sebagai hujan di sepanjang sisi pegunungan. Di sisi

bawah angin pegunungan, iklim gurun dapat terjadi karena udara kering yang

diakibatkan aliran bawah lembah yang mengakibatkan pemanasan dan

pengeringan massa udara. Pergerakan truf monsun, atau zona konvergensi

intertropis, membawa musim hujan ke iklim sabana. Hujan adalah sumber utama

air tawar di sebagian besar daerah di dunia, menyediakan kondisi cocok untuk

keragaman ekosistem, juga air untuk pembangkit listrik hidroelektrik dan irigasi

Page 4: BAB I

4Stasiun Hujan DAS Brantas

ladang. Curah hujan dihitung menggunakan pengukur hujan. Jumlah curah hujan

dihitung secara aktif oleh radar cuaca dan secara pasif oleh satelit cuaca.

Dampak pulau panas perkotaan mendorong peningkatan curah hujan dalam

jumlah dan intensitasnya di bawah angin perkotaan. Pemanasan global juga

mengakibatkan perubahan pola hujan di seluruh dunia, termasuk suasana hujan di

timur Amerika Utara dan suasana kering di wilayah tropis. Hujan adalah

komponen utama dalam siklus air dan penyedia utama air tawar di planet ini.

Curah hujan rata-rata tahunan global adalah 990 millimetre (39 in). Sistem

pengelompokan iklim seperti sistem pengelompokan iklim Köppen menggunakan

curah hujan rata-rata tahunan untuk membantu membedakan kawasan-kawasan

iklim. Antarktika adalah benua terkering di Bumi. Di daerah lain, hujan juga

pernah turun dengan kandungan metana, besi, neon, dan asam sulfur.

B. Daerah Aliran Sungai

Daerah Aliran Sungai (catchment area, watershed) adalah suatu wilayah

daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya,

yang berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari

curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan

pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih

terpengaruh aktivitas daratan.

Daerah Aliran Sungai (DAS) Kali Brantas mencakup areal seluas + 12.000

km2, mengalami dua musim dalam setahun yaitu musim hujan dan musim

kemarau. Air sungai di DAS Kali Brantas dimanfaatkan untuk berbagai keperluan,

antara lain untuk irigasi, air baku untuk air minum dan industri, pembangkit

tenaga listrik, perikanan, penggelontoran dan pariwisata.

Page 5: BAB I

5Stasiun Hujan DAS Brantas

Gamabar 1. Peta Wilayah Sungai Brantas

Curah hujan tahunan di DAS Kali Brantas rata-rata adalah + 2.057 mm*),

sekitar 83 %-nya*) jatuh pada musim hujan yang berlangsung + 6 bulan*) dalam

setahun. Distribusi curah hujan yang tidak seimbang tersebut mengakibatkan

besarnya perbedaan jumlah ketersediaan air di sungai pada kedua musim tersebut,

berlebihan di musim hujan dan kekurangan di musim kemarau.

Untuk mengendalikan ketidakseimbangan jumlah ketersediaan air tersebut

serta untuk mengoptimalkan manfaat air di DAS Kali Brantas telah dibangun

beberapa bendungan seperti Sutami, Lahor, Selorejo, Bening dan Wonorejo.

Beberapa bangunan lain yang juga telah dibangun di DAS Kali Brantas

diantaranya Bendungan Sengguruh, Wlingi, Lodoyo, Bendung Mrican,

Jatimlerek, Menturus, Lengkong Baru dan Gunungsari serta Gubeng. POWAA

POWAA dibuat untuk digunakan sebagai pedoman pengaturan air pada kondisi

normal (bukan kondisi banjir) selama 6 bulan. Untuk operasional di lapangan

dibuat program yang lebih rinci dan disesuaikan terhadap perkembangan kondisi

aktual. POWAA dibuat 2 (dua) kali dalam setahun yaitu untuk musim hujan,

berlaku mulai awal bulan Desember s/d akhir bulan Mei. Dan yang kedua untuk

musim kemarau, berlaku mulai awal bulan Juni s/d akhir bulan Nopember.

Page 6: BAB I

6Stasiun Hujan DAS Brantas

C. Wilayah Sungai

Permen PU No. 39/PRT/1989 mendefinisikan bahwa sungai sebagai

system pengaliran air mulai dari mata air sampai muara dengan dibatasi pada

kanan dan kirinya serta sepanjang pengalirannya oleh garis sempadan. Permen

tersebut juga menyebutkan bahwa satuan wilayah sungai (SWS) adalah wilayah

tata pengairan sebagai hasil pengembangan daerah aliran sungai (DAS). Wilayah

Sungai Brantas merupakan wilayah sungai strategis nasional dan menjadi

kewenangan Pemerintah Pusat berdasarkan Permen PU No. 11A Tahun 2006.

Luas WS Kali Brantas adalah 14.103 km2 melintasi 15 Kab/Kota,

terdiri dari 4 DAS yaitu:

1. DAS Kali Brantas seluas 11.988 km2, terdiri dari 6 Sub DAS, 32 Basin Block;

2. DAS Tengah seluas 596 km2, terdiri dari Kali Ngampo, Kali Tengah, dan Kali

Tumpak Nongko;

3. DAS Ringin Bandulan seluas 595 km2, terdiri dari Kali Klathak, Kali

Kedungbanteng, Kali Ngrejo, dan Kali Sidorejo;

4. DAS Kondang Merak seluas 924 km2, terdiri dari Kali Glidik dan Kali

Bambang.

Page 7: BAB I

7Stasiun Hujan DAS Brantas

Gambar 2. Wilayah Sungai / WS Brantas

D. Sub DAS

Sub DAS adalah bagian DAS yang menerima air hujan dan

mengalirkannya melalui anak sungai ke sungai utama. Setiap DAS terbagi habis

kedalam Sub DAS – Sub DAS.

Page 8: BAB I

8Stasiun Hujan DAS Brantas

Gambar 3. Sub DAS Brantas Bagian Barat

Page 9: BAB I

9Stasiun Hujan DAS Brantas

Gambar 4. Sub DAS Brantas Bagian timur

Page 10: BAB I

10Stasiun Hujan DAS Brantas

E. Stasiun Hujan

Hujan yang jatuh dalam satu wilayah sungai merupakan salah satu

komponen penting dalam proses hidrologi. Jumlah kedalaman hujan dapat

dialihragamkan menjadi aliran di sungai melalui limpasan permukaan, aliran

antara dan aliran dasar (Sri Harto, 1993). Kedalaman hujan perlu diketahui dengan

alat ukur penakar hujan yang diletakkan di wilayah sungai yang akan

dikembangkan. Untuk mendapatkan besaran hujan yang dapat dipakai sebagai

masukan ke dalam analisis debit dari wilayah sungai yang ditinjau diperlukan

stasiun penakar curah hujan yang memenuhi persyaratan, baik jumlah maupun

penyebarannya.

Tabel 1. Data stasiun hujan DAS Brantas Interval 1991 – 2011

Menurut sumber dari Jasa Tirta I, jumlah stasiun hujan untuk interval 1991

– 2001 adalah kurang lebih 26 stasiun. Tapi seiring dengan perkembangan

teknologi, maka dibangun beberapa stasiun-stasiun hidrologi.

Karena semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, sejak

Tahun 2007, BBWS Brantas telah membangun beberapa stasiun Hidrologi yaitu 9

stasiun AWLR, 2 stasiun Klimatologi, 9 sta-siun AWLR Real Time, stasiun ARR

Real Time / Telemetri/ stasiun hujan dan 36 lokasi titik pantau Kualitas Air.

Page 11: BAB I

11Stasiun Hujan DAS Brantas

Gambar 5. Peta Pengamatan Hidrologi BBWS Brantas

BBWS telah menambah Stasiun Hujannya / Pos ARR Real Time seperti

tabel di bawah ini:

Tabel 2. Stasiun tambahan yang dibangun oleh BBWS

Page 12: BAB I

12Stasiun Hujan DAS Brantas

BBWS Brantas merencanakan akan menambah stasiun-stasiun telemetri di

tahun-tahun yang akan datang, dengan fungsi utama sebagai Early Warning

System. Penyebaran masing-masing stasiun yang ada saat ini seperti tersaji pada

gambar di bawah ini.

Gambar 6. Stasiun hidrologi

Beberapa metoda untuk menetapkan jaringan stasiun hujan antara lain

(dalam Sri Harto, 1933) adalah Narayanan (1962) dan Stephenson (1967). Dalam

studi ini akan diaplikasikan metoda Kagan yang dianggap paling cocok dalam

penentuan jumlah dan penyebarannya.

Kagan (1972) mengemukakan suatu metoda untuk menentukan stasiun

pengukur curah hujan tidak hanya dari segi jumlah, tetapi juga kerapatan dan

ketelitian dan pola penyebarannya. Metoda Kagan didasarkan analisis besaran

statisik wilayah seperti jarak antar stasiun sehingga dapat memberikan gambaran

tentang kerapatan dan pola penyebaran stasiun hujan. Metoda ini tidak didasarkan

pada ketinggian lokasi dan atau tata letaknya di permukaan bumi yang

bertopografi tidak merata, sehingga daerah yang akan stasiun penakar hujan

dianggap datar (Nurrochmad 1986) telah menyatakan tidak ada hubungan yang

nyata jumlah hujan dan ketinggian stasiun hujan.

Persamaan Kagan :

Page 13: BAB I

13Stasiun Hujan DAS Brantas

Dengan :

r(d) : koefisien korelasi hujan antar stasiun dengan jarak d km,

r(o) : koefisien korelasi hujan antar stasiun diekstrapolasi

d : jarak antar stasiun, dalam km,

d(o) : radius korelasi,

Z1 : Kesalahan perataan, dalam %

Z2 : Kesalahan interpolasi, dalam %

Cv : Koefisien variasi bulanan,

A : Luas daerah (SWS), dalam km²,

n : jumlah stasiun hujan yang tersedia

l : jarak antar stasiun, dalam km

Page 14: BAB I

14Stasiun Hujan DAS Brantas

F. Jarak dan Korelasi Antar Stasiun

Tabel 3. Jarak korelasi stasiun DAS Brantas dengan Stasiun Trawas

Gambar 7. Hubungan jarak dan koefisien korelasi

Menurut data di atas, dapat dianalisis bahwa dalam menentukan jarak antar

stasiun,sebaiknya menentukan stasiun awal yang menjadi acuan dalam

perhitungan jarak. Dalam hal ini, stasiun yang dijadikan acuan adalah stasiun

Trawas. Pada tabel di atasdidapatkan informasi bahwa jarak antar stasiun dalam 1

kota dengan stasiun acuan minimal 2 Km, seperti pada stasiun Doko dan stasiun

Page 15: BAB I

15Stasiun Hujan DAS Brantas

Wlingi yang mempunyai jarak dengan stasiun trawas dengan selisih kurang lebih

2 Km.

Tabel dan gambar di atas merupakan salah satu contoh hasil analisis

hubungan antara jarak (d) dan korelasi antar stasiun r(d) di WS Brantas. Dari

gambar 3. Dapat dihasilkan garis eksponesional yang menunjukkan korelasi jarak

dekat r(o) antar stasiun dalam satu WS untuk hujan bulanan. Hasil analisis

besarnya nilai r(o) untuk WS di Pulau Jawa menunjukkan kisaran antara 0,0564

s.d. 0,887. Nilai rerata r(o) untuk Pulau Jawa adalah 0,754. Nilai r(o) terendah

adalah 0,564 yang dihasilkan dari analisis pada WS Citanduy yang mempunyai

luas daerah 5226 km² dengan jumlah stasiun hujan 18 buah. Rendahnya nilai r(o)

ini tergantung dari besarnya nilai korelasi r(d).

Tinggi rendahnya nilai r(o) tergantung dari nilai korelasi r(d) untuk

berbagi variasi jarak d(panjang atau pendek). Hal ini berarti bahwa kesamaan

karakteristik hujan antar stasiun adalah sangat kecil, atau dengan kata lain hujan

yang terjadi bersifat sangat setempat. Jarak yang sangat kecil (d sama dengan nol),

dapat diperoleh dengan cara melakukan ekstrapolasi garis eksponensial untuk

jarak yang besar. Korelasi antar data pada stasiun yang sama akan mempunyai

nilai satu Hasil analisis pada umumnya menunjukkan nilai kurang dari satu dan

lebih nyata terlihat di WS Citanduy dan WS Cisadeg-Cikuningan. Kerapatan

untuk stasiun hujan eksisting, menurut WMO (World Meteorogical Organization)

untuk daerag tropic sperti Indonesia, diperlukan kerapatan stasiun hujan minimal

adalah 100-250 km² per stasiun untuk kondisi normal, sedangkan untuk keadaan

yang sulit dianjurkan kerapatan 250-1000 km² tiap stasiun.

G. Tingkat kesalahan perataan dan Panjang sisi stasiun Hujan

Kesalahan yang terjadi untuk kondisi WS di Pulau Jawa sebesar 13,6 %

samapai 23,16 % atau rerata 6,90%. Nilai-nilai untuk kesalahan perataan tersebut

diasumsikan bahwa nilai kesalahan terkecil digunakan pada stasiun hujan

sebanyak 100 buah dan kesalahan terbesar digunakan pada WS dengan jumlah

stasiun 2 buah (lihat tabel 3). Hasil analisis menunjukkan bahwa masing-masing

Page 16: BAB I

16Stasiun Hujan DAS Brantas

WS di Pulau Jawa membutuhkan jumlah stasiun antara 3-9 buah atau rata-rata

6,03 stasiun untuk kesalahan 10 % dan untuk kesalahan 5% dibutuhkan 10 sampai

35 stasiun. Sugawara,1980 (dalam Sri Harto, 1987) juga telah menyatakan bahwa

untuk daerah tropic, khususnya pada daerah yang relative kecil pemasangan

beberapa buah stasiun hujan dapat dipandang sudah cukup memadai. Untuk

daerah-daerah yang besar, beberapa stasiun yang telah disebutkan di depan juga

dianggap sudah cukup. Sri Harto (1993) menyatakan bahwa beberapa stasiun itu

dapat dinyatakan sebanayak 15 buah tanpa memandang besarnya daerah yang

ditinjau.

Hasil analisis besaran panjang sisi jaringan terpendek dan terpanjang,

dengan tingkat kesalahan sebesar 5% untuk WS Pulau Jawa, berturut-turut adalah

14,3 Km dan 35,4 Km. panjang sisi jaringan dan terpanjang untuk kesalaan

berturut-turut adalah sebesar 27,14 Km dan 62,83 Km. Hasil analisis

selengkapnya dapat dilihat di tabel di bawah ini.

Tabel 4. Nilai dan panjang sisi jaringan dengan tingkat kesalahan 5 % dan 10 %

Jumlah stasiun yang ada di masing-masing WS Pulau Jawa sudah cukup

banyak, namun dari kerapatan dan tata letaknya masih diperlukan penambahan

beberapa stasiun baru.untuk Wilayah Sungai Brantas). Untuk kesalahan 5 %

Page 17: BAB I

17Stasiun Hujan DAS Brantas

jumlah stasiun hujan dari masing-masing WS di Pulau Jawa,hanya WS Citanduy

yang tidak sesuai dengan Metoda Kagan. Jumlah Stasiun di WS Citanduy pada

saat ini ada 18 buah, sedangkan menurut Kagan diperlukan 22 buah (untuk

kesalahan 5%). Hal ini menunjukkan untuk tingkat kesalahan 10 % semua WS di

Pulau Jawa mempunyai jumlah stasiun yang memenuhi metoda Kagan. Pola

penempatan stasiun hujan eksisting pada umumnya tidak begitu merata. Sebagai

contoh pada WS Progo-Opak-Oyo kerapatan stasiun hujan di daerah hulu smapi

tengah sangat tinggi, akan tetapi di daerah hilir yaitu daerah pegunungan selatan

(Wonosari) tidak ada satu pun stasiun hujan. Keadaan seperti ini dijumpai pula di

WS Brantas. Pada sebelah hulu dan hilir kerapatan cukup tinggi,tetapi tidak

berlaku di daerah selatan yaitu Malang dan Blitar. Hal ini terjadi karena dalam

pemilihan penempatan stasiun hujan masih didasarkan pada kepentingan sesaat

dan alas an kemudahan operasioanal.

Gambar 8. Jaringan Stasiun di WS Brantas untuk kesalaan 5 %

Page 18: BAB I

18Stasiun Hujan DAS Brantas

Gambar 9. Jaringan Stasiun di WS Brantas untuk kesalaan 10 %

Page 19: BAB I

19Stasiun Hujan DAS Brantas

BAB III

PENUTUP

Daerah Aliran Sungai (DAS) Kali Brantas mencakup areal seluas + 12.000

km2, mengalami dua musim dalam setahun yaitu musim hujan dan musim

kemarau. Air sungai di DAS Kali Brantas dimanfaatkan untuk berbagai keperluan,

antara lain untuk irigasi, air baku untuk air minum dan industri, pembangkit

tenaga listrik, perikanan, penggelontoran dan pariwisata.

Menurut sumber dari Jasa Tirta I, jumlah stasiun hujan untuk interval 1991

– 2001 adalah kurang lebih 26 stasiun. Tapi seiring dengan perkembangan

teknologi, maka dibangun beberapa stasiun-stasiun hidrologi.

Karena semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, sejak Tahun

2007, BBWS Brantas telah membangun beberapa stasiun Hidrologi yaitu 9

stasiun AWLR, 2 stasiun Klimatologi, 9 sta-siun AWLR Real Time, stasiun ARR

Real Time / Telemetri/ stasiun hujan dan 36 lokasi titik pantau Kualitas Air.

Jumlah stasiun yang ada di masing-masing WS Pulau Jawa sudah cukup

banyak, namun dari kerapatan dan tata letaknya masih diperlukan penambahan

beberapa stasiun baru.untuk Wilayah Sungai Brantas).

Page 20: BAB I

20Stasiun Hujan DAS Brantas

DAFTAR PUSTAKA

www.inigis.com/wp-content/themes/cordobo-green-park-2/favicon.ico" type="image/x-icon">

www.google.stasiun hujan.

www.BBWS.Brantas.com

www.jasatirta1.com