BAB I
-
Upload
handika-setya-wijaya -
Category
Documents
-
view
206 -
download
0
description
Transcript of BAB I
1Stasiun Hujan DAS Brantas
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pengembangan sumber daya air di wilayah sungai tidak akan berarti jika
tidak diketahui secara pasti ketersediaan air di satu sisi dan kebutuhan air di sisi
yang lain. Ketersediaan air sangat berpengaruh terhadap rencana pemenuhan
kebutuhan akan air yang diinginkan untuk berbagai keperluan seperti untuk
irigasi, air baku, air industry dan pariwisata. Ketersediaan air yang dimaksud
dalam studi ini adalah ketersediaan air di permukaan, sehingga analisis
ketersediaan air juga didasarkan pada analisis ketersediaan air di permukaan,
khususnya menyangkut data curah hujan yang jatuh di permukaan bumi akan
dipengaruhi oleh beberapa faktor alam sehingga tidak akan merata dengan
intensitas yang sama untuk suatu satuan wilayah sungai. Untuk mengetahui
ketidakmerataan dan intensitas hujan yang berbeda maka perlu ditempatkan
stasiun penakar hujan yang tepat lokasi dan tepat jumlah sesuai dengan kondisi
masing-masing daerah di satuan wilayah tersebut.
Penempatan stasiun hujan pada saat ini umumnya didasarkan pada
kebutuhan sesaat dan jangka menengah untuk kebutuhan sektoral, sehingga belum
memperhatikan pengembangan sumber daya air secara menyeluruh. Hal ini dapat
dimengerti karena penempatan stasiun tersebut awalnya memang dirancang
sedemikian rupa agar diperoleh dengan lokasi yang mudah terjangkau.
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu hujan?
2. Apa itu DAS?
3. Bagaimana kondisi DAS Brantas?
4. Apa itu Wilayah sungai?
5. Bagaimana kondisi wilayah sungai kali Brantas?
6. Apa itu stasiun hujan?
7. Ada berapa stasiun hujan di DAS Brantas?
8. Bagaiamana pola penyebaran stasiun hujan di DAS brantas?
2Stasiun Hujan DAS Brantas
9. Berapa jarak antar stasiun di DAS Brantas?
10.Berapa tingkat ketelitiannya?
C. Tujuan
1. Memberikan bahan referensi kepada Mahasiswa lain tentang stasiun
hujan di DAS Brantas.
2. Memberikan informasi mengenai pentingnya stasiun hujan di DAS
Brantas.
3. Melatih diri sendiri untuk menciptakan karya ilmiah yang dapat
dipertanggungjawabkan.
3Stasiun Hujan DAS Brantas
BAB II
A. Definisi Hujan
Hujan adalah sebuah presipitasi berwujud cairan, berbeda dengan presipitasi
non-cair seperti salju, batu es dan slit. Hujan memerlukan keberadaan lapisan
atmosfer tebal agar dapat menemui suhu di atas titik leleh es di dekat dan di atas
permukaan Bumi. Di Bumi, hujan adalah proses kondensasi uap air di atmosfer
menjadi butir air yang cukup berat untuk jatuh dan biasanya tiba di daratan. Dua
proses yang mungkin terjadi bersamaan dapat mendorong udara semakin jenuh
menjelang hujan, yaitu pendinginan udara atau penambahan uap air ke udara.
Virga adalah presipitasi yang jatuh ke Bumi namun menguap sebelum mencapai
daratan; inilah satu cara penjenuhan udara. Presipitasi terbentuk melalui tabrakan
antara butir air atau kristal es dengan awan. Butir hujan memilik ukuran yang
beragam mulai dari pepat, mirip panekuk (butir besar), hingga bola kecil (butir
kecil).
Kelembapan yang bergerak di sepanjang zona perbedaan suhu dan
kelembapan tiga dimensi yang disebut front cuaca adalah metode utama dalam
pembuatan hujan. Jika pada saat itu ada kelembapan dan gerakan ke atas yang
cukup, hujan akan jatuh dari awan konvektif (awan dengan gerakan kuat ke atas)
seperti kumulonimbus (badai petir) yang dapat terkumpul menjadi ikatan hujan
sempit. Di kawasan pegunungan, hujan deras bisa terjadi jika aliran atas lembah
meningkat di sisi atas angin permukaan pada ketinggian yang memaksa udara
lembap mengembun dan jatuh sebagai hujan di sepanjang sisi pegunungan. Di sisi
bawah angin pegunungan, iklim gurun dapat terjadi karena udara kering yang
diakibatkan aliran bawah lembah yang mengakibatkan pemanasan dan
pengeringan massa udara. Pergerakan truf monsun, atau zona konvergensi
intertropis, membawa musim hujan ke iklim sabana. Hujan adalah sumber utama
air tawar di sebagian besar daerah di dunia, menyediakan kondisi cocok untuk
keragaman ekosistem, juga air untuk pembangkit listrik hidroelektrik dan irigasi
4Stasiun Hujan DAS Brantas
ladang. Curah hujan dihitung menggunakan pengukur hujan. Jumlah curah hujan
dihitung secara aktif oleh radar cuaca dan secara pasif oleh satelit cuaca.
Dampak pulau panas perkotaan mendorong peningkatan curah hujan dalam
jumlah dan intensitasnya di bawah angin perkotaan. Pemanasan global juga
mengakibatkan perubahan pola hujan di seluruh dunia, termasuk suasana hujan di
timur Amerika Utara dan suasana kering di wilayah tropis. Hujan adalah
komponen utama dalam siklus air dan penyedia utama air tawar di planet ini.
Curah hujan rata-rata tahunan global adalah 990 millimetre (39 in). Sistem
pengelompokan iklim seperti sistem pengelompokan iklim Köppen menggunakan
curah hujan rata-rata tahunan untuk membantu membedakan kawasan-kawasan
iklim. Antarktika adalah benua terkering di Bumi. Di daerah lain, hujan juga
pernah turun dengan kandungan metana, besi, neon, dan asam sulfur.
B. Daerah Aliran Sungai
Daerah Aliran Sungai (catchment area, watershed) adalah suatu wilayah
daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya,
yang berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari
curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan
pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih
terpengaruh aktivitas daratan.
Daerah Aliran Sungai (DAS) Kali Brantas mencakup areal seluas + 12.000
km2, mengalami dua musim dalam setahun yaitu musim hujan dan musim
kemarau. Air sungai di DAS Kali Brantas dimanfaatkan untuk berbagai keperluan,
antara lain untuk irigasi, air baku untuk air minum dan industri, pembangkit
tenaga listrik, perikanan, penggelontoran dan pariwisata.
5Stasiun Hujan DAS Brantas
Gamabar 1. Peta Wilayah Sungai Brantas
Curah hujan tahunan di DAS Kali Brantas rata-rata adalah + 2.057 mm*),
sekitar 83 %-nya*) jatuh pada musim hujan yang berlangsung + 6 bulan*) dalam
setahun. Distribusi curah hujan yang tidak seimbang tersebut mengakibatkan
besarnya perbedaan jumlah ketersediaan air di sungai pada kedua musim tersebut,
berlebihan di musim hujan dan kekurangan di musim kemarau.
Untuk mengendalikan ketidakseimbangan jumlah ketersediaan air tersebut
serta untuk mengoptimalkan manfaat air di DAS Kali Brantas telah dibangun
beberapa bendungan seperti Sutami, Lahor, Selorejo, Bening dan Wonorejo.
Beberapa bangunan lain yang juga telah dibangun di DAS Kali Brantas
diantaranya Bendungan Sengguruh, Wlingi, Lodoyo, Bendung Mrican,
Jatimlerek, Menturus, Lengkong Baru dan Gunungsari serta Gubeng. POWAA
POWAA dibuat untuk digunakan sebagai pedoman pengaturan air pada kondisi
normal (bukan kondisi banjir) selama 6 bulan. Untuk operasional di lapangan
dibuat program yang lebih rinci dan disesuaikan terhadap perkembangan kondisi
aktual. POWAA dibuat 2 (dua) kali dalam setahun yaitu untuk musim hujan,
berlaku mulai awal bulan Desember s/d akhir bulan Mei. Dan yang kedua untuk
musim kemarau, berlaku mulai awal bulan Juni s/d akhir bulan Nopember.
6Stasiun Hujan DAS Brantas
C. Wilayah Sungai
Permen PU No. 39/PRT/1989 mendefinisikan bahwa sungai sebagai
system pengaliran air mulai dari mata air sampai muara dengan dibatasi pada
kanan dan kirinya serta sepanjang pengalirannya oleh garis sempadan. Permen
tersebut juga menyebutkan bahwa satuan wilayah sungai (SWS) adalah wilayah
tata pengairan sebagai hasil pengembangan daerah aliran sungai (DAS). Wilayah
Sungai Brantas merupakan wilayah sungai strategis nasional dan menjadi
kewenangan Pemerintah Pusat berdasarkan Permen PU No. 11A Tahun 2006.
Luas WS Kali Brantas adalah 14.103 km2 melintasi 15 Kab/Kota,
terdiri dari 4 DAS yaitu:
1. DAS Kali Brantas seluas 11.988 km2, terdiri dari 6 Sub DAS, 32 Basin Block;
2. DAS Tengah seluas 596 km2, terdiri dari Kali Ngampo, Kali Tengah, dan Kali
Tumpak Nongko;
3. DAS Ringin Bandulan seluas 595 km2, terdiri dari Kali Klathak, Kali
Kedungbanteng, Kali Ngrejo, dan Kali Sidorejo;
4. DAS Kondang Merak seluas 924 km2, terdiri dari Kali Glidik dan Kali
Bambang.
7Stasiun Hujan DAS Brantas
Gambar 2. Wilayah Sungai / WS Brantas
D. Sub DAS
Sub DAS adalah bagian DAS yang menerima air hujan dan
mengalirkannya melalui anak sungai ke sungai utama. Setiap DAS terbagi habis
kedalam Sub DAS – Sub DAS.
8Stasiun Hujan DAS Brantas
Gambar 3. Sub DAS Brantas Bagian Barat
9Stasiun Hujan DAS Brantas
Gambar 4. Sub DAS Brantas Bagian timur
10Stasiun Hujan DAS Brantas
E. Stasiun Hujan
Hujan yang jatuh dalam satu wilayah sungai merupakan salah satu
komponen penting dalam proses hidrologi. Jumlah kedalaman hujan dapat
dialihragamkan menjadi aliran di sungai melalui limpasan permukaan, aliran
antara dan aliran dasar (Sri Harto, 1993). Kedalaman hujan perlu diketahui dengan
alat ukur penakar hujan yang diletakkan di wilayah sungai yang akan
dikembangkan. Untuk mendapatkan besaran hujan yang dapat dipakai sebagai
masukan ke dalam analisis debit dari wilayah sungai yang ditinjau diperlukan
stasiun penakar curah hujan yang memenuhi persyaratan, baik jumlah maupun
penyebarannya.
Tabel 1. Data stasiun hujan DAS Brantas Interval 1991 – 2011
Menurut sumber dari Jasa Tirta I, jumlah stasiun hujan untuk interval 1991
– 2001 adalah kurang lebih 26 stasiun. Tapi seiring dengan perkembangan
teknologi, maka dibangun beberapa stasiun-stasiun hidrologi.
Karena semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, sejak
Tahun 2007, BBWS Brantas telah membangun beberapa stasiun Hidrologi yaitu 9
stasiun AWLR, 2 stasiun Klimatologi, 9 sta-siun AWLR Real Time, stasiun ARR
Real Time / Telemetri/ stasiun hujan dan 36 lokasi titik pantau Kualitas Air.
11Stasiun Hujan DAS Brantas
Gambar 5. Peta Pengamatan Hidrologi BBWS Brantas
BBWS telah menambah Stasiun Hujannya / Pos ARR Real Time seperti
tabel di bawah ini:
Tabel 2. Stasiun tambahan yang dibangun oleh BBWS
12Stasiun Hujan DAS Brantas
BBWS Brantas merencanakan akan menambah stasiun-stasiun telemetri di
tahun-tahun yang akan datang, dengan fungsi utama sebagai Early Warning
System. Penyebaran masing-masing stasiun yang ada saat ini seperti tersaji pada
gambar di bawah ini.
Gambar 6. Stasiun hidrologi
Beberapa metoda untuk menetapkan jaringan stasiun hujan antara lain
(dalam Sri Harto, 1933) adalah Narayanan (1962) dan Stephenson (1967). Dalam
studi ini akan diaplikasikan metoda Kagan yang dianggap paling cocok dalam
penentuan jumlah dan penyebarannya.
Kagan (1972) mengemukakan suatu metoda untuk menentukan stasiun
pengukur curah hujan tidak hanya dari segi jumlah, tetapi juga kerapatan dan
ketelitian dan pola penyebarannya. Metoda Kagan didasarkan analisis besaran
statisik wilayah seperti jarak antar stasiun sehingga dapat memberikan gambaran
tentang kerapatan dan pola penyebaran stasiun hujan. Metoda ini tidak didasarkan
pada ketinggian lokasi dan atau tata letaknya di permukaan bumi yang
bertopografi tidak merata, sehingga daerah yang akan stasiun penakar hujan
dianggap datar (Nurrochmad 1986) telah menyatakan tidak ada hubungan yang
nyata jumlah hujan dan ketinggian stasiun hujan.
Persamaan Kagan :
13Stasiun Hujan DAS Brantas
Dengan :
r(d) : koefisien korelasi hujan antar stasiun dengan jarak d km,
r(o) : koefisien korelasi hujan antar stasiun diekstrapolasi
d : jarak antar stasiun, dalam km,
d(o) : radius korelasi,
Z1 : Kesalahan perataan, dalam %
Z2 : Kesalahan interpolasi, dalam %
Cv : Koefisien variasi bulanan,
A : Luas daerah (SWS), dalam km²,
n : jumlah stasiun hujan yang tersedia
l : jarak antar stasiun, dalam km
14Stasiun Hujan DAS Brantas
F. Jarak dan Korelasi Antar Stasiun
Tabel 3. Jarak korelasi stasiun DAS Brantas dengan Stasiun Trawas
Gambar 7. Hubungan jarak dan koefisien korelasi
Menurut data di atas, dapat dianalisis bahwa dalam menentukan jarak antar
stasiun,sebaiknya menentukan stasiun awal yang menjadi acuan dalam
perhitungan jarak. Dalam hal ini, stasiun yang dijadikan acuan adalah stasiun
Trawas. Pada tabel di atasdidapatkan informasi bahwa jarak antar stasiun dalam 1
kota dengan stasiun acuan minimal 2 Km, seperti pada stasiun Doko dan stasiun
15Stasiun Hujan DAS Brantas
Wlingi yang mempunyai jarak dengan stasiun trawas dengan selisih kurang lebih
2 Km.
Tabel dan gambar di atas merupakan salah satu contoh hasil analisis
hubungan antara jarak (d) dan korelasi antar stasiun r(d) di WS Brantas. Dari
gambar 3. Dapat dihasilkan garis eksponesional yang menunjukkan korelasi jarak
dekat r(o) antar stasiun dalam satu WS untuk hujan bulanan. Hasil analisis
besarnya nilai r(o) untuk WS di Pulau Jawa menunjukkan kisaran antara 0,0564
s.d. 0,887. Nilai rerata r(o) untuk Pulau Jawa adalah 0,754. Nilai r(o) terendah
adalah 0,564 yang dihasilkan dari analisis pada WS Citanduy yang mempunyai
luas daerah 5226 km² dengan jumlah stasiun hujan 18 buah. Rendahnya nilai r(o)
ini tergantung dari besarnya nilai korelasi r(d).
Tinggi rendahnya nilai r(o) tergantung dari nilai korelasi r(d) untuk
berbagi variasi jarak d(panjang atau pendek). Hal ini berarti bahwa kesamaan
karakteristik hujan antar stasiun adalah sangat kecil, atau dengan kata lain hujan
yang terjadi bersifat sangat setempat. Jarak yang sangat kecil (d sama dengan nol),
dapat diperoleh dengan cara melakukan ekstrapolasi garis eksponensial untuk
jarak yang besar. Korelasi antar data pada stasiun yang sama akan mempunyai
nilai satu Hasil analisis pada umumnya menunjukkan nilai kurang dari satu dan
lebih nyata terlihat di WS Citanduy dan WS Cisadeg-Cikuningan. Kerapatan
untuk stasiun hujan eksisting, menurut WMO (World Meteorogical Organization)
untuk daerag tropic sperti Indonesia, diperlukan kerapatan stasiun hujan minimal
adalah 100-250 km² per stasiun untuk kondisi normal, sedangkan untuk keadaan
yang sulit dianjurkan kerapatan 250-1000 km² tiap stasiun.
G. Tingkat kesalahan perataan dan Panjang sisi stasiun Hujan
Kesalahan yang terjadi untuk kondisi WS di Pulau Jawa sebesar 13,6 %
samapai 23,16 % atau rerata 6,90%. Nilai-nilai untuk kesalahan perataan tersebut
diasumsikan bahwa nilai kesalahan terkecil digunakan pada stasiun hujan
sebanyak 100 buah dan kesalahan terbesar digunakan pada WS dengan jumlah
stasiun 2 buah (lihat tabel 3). Hasil analisis menunjukkan bahwa masing-masing
16Stasiun Hujan DAS Brantas
WS di Pulau Jawa membutuhkan jumlah stasiun antara 3-9 buah atau rata-rata
6,03 stasiun untuk kesalahan 10 % dan untuk kesalahan 5% dibutuhkan 10 sampai
35 stasiun. Sugawara,1980 (dalam Sri Harto, 1987) juga telah menyatakan bahwa
untuk daerah tropic, khususnya pada daerah yang relative kecil pemasangan
beberapa buah stasiun hujan dapat dipandang sudah cukup memadai. Untuk
daerah-daerah yang besar, beberapa stasiun yang telah disebutkan di depan juga
dianggap sudah cukup. Sri Harto (1993) menyatakan bahwa beberapa stasiun itu
dapat dinyatakan sebanayak 15 buah tanpa memandang besarnya daerah yang
ditinjau.
Hasil analisis besaran panjang sisi jaringan terpendek dan terpanjang,
dengan tingkat kesalahan sebesar 5% untuk WS Pulau Jawa, berturut-turut adalah
14,3 Km dan 35,4 Km. panjang sisi jaringan dan terpanjang untuk kesalaan
berturut-turut adalah sebesar 27,14 Km dan 62,83 Km. Hasil analisis
selengkapnya dapat dilihat di tabel di bawah ini.
Tabel 4. Nilai dan panjang sisi jaringan dengan tingkat kesalahan 5 % dan 10 %
Jumlah stasiun yang ada di masing-masing WS Pulau Jawa sudah cukup
banyak, namun dari kerapatan dan tata letaknya masih diperlukan penambahan
beberapa stasiun baru.untuk Wilayah Sungai Brantas). Untuk kesalahan 5 %
17Stasiun Hujan DAS Brantas
jumlah stasiun hujan dari masing-masing WS di Pulau Jawa,hanya WS Citanduy
yang tidak sesuai dengan Metoda Kagan. Jumlah Stasiun di WS Citanduy pada
saat ini ada 18 buah, sedangkan menurut Kagan diperlukan 22 buah (untuk
kesalahan 5%). Hal ini menunjukkan untuk tingkat kesalahan 10 % semua WS di
Pulau Jawa mempunyai jumlah stasiun yang memenuhi metoda Kagan. Pola
penempatan stasiun hujan eksisting pada umumnya tidak begitu merata. Sebagai
contoh pada WS Progo-Opak-Oyo kerapatan stasiun hujan di daerah hulu smapi
tengah sangat tinggi, akan tetapi di daerah hilir yaitu daerah pegunungan selatan
(Wonosari) tidak ada satu pun stasiun hujan. Keadaan seperti ini dijumpai pula di
WS Brantas. Pada sebelah hulu dan hilir kerapatan cukup tinggi,tetapi tidak
berlaku di daerah selatan yaitu Malang dan Blitar. Hal ini terjadi karena dalam
pemilihan penempatan stasiun hujan masih didasarkan pada kepentingan sesaat
dan alas an kemudahan operasioanal.
Gambar 8. Jaringan Stasiun di WS Brantas untuk kesalaan 5 %
18Stasiun Hujan DAS Brantas
Gambar 9. Jaringan Stasiun di WS Brantas untuk kesalaan 10 %
19Stasiun Hujan DAS Brantas
BAB III
PENUTUP
Daerah Aliran Sungai (DAS) Kali Brantas mencakup areal seluas + 12.000
km2, mengalami dua musim dalam setahun yaitu musim hujan dan musim
kemarau. Air sungai di DAS Kali Brantas dimanfaatkan untuk berbagai keperluan,
antara lain untuk irigasi, air baku untuk air minum dan industri, pembangkit
tenaga listrik, perikanan, penggelontoran dan pariwisata.
Menurut sumber dari Jasa Tirta I, jumlah stasiun hujan untuk interval 1991
– 2001 adalah kurang lebih 26 stasiun. Tapi seiring dengan perkembangan
teknologi, maka dibangun beberapa stasiun-stasiun hidrologi.
Karena semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, sejak Tahun
2007, BBWS Brantas telah membangun beberapa stasiun Hidrologi yaitu 9
stasiun AWLR, 2 stasiun Klimatologi, 9 sta-siun AWLR Real Time, stasiun ARR
Real Time / Telemetri/ stasiun hujan dan 36 lokasi titik pantau Kualitas Air.
Jumlah stasiun yang ada di masing-masing WS Pulau Jawa sudah cukup
banyak, namun dari kerapatan dan tata letaknya masih diperlukan penambahan
beberapa stasiun baru.untuk Wilayah Sungai Brantas).
20Stasiun Hujan DAS Brantas
DAFTAR PUSTAKA
www.inigis.com/wp-content/themes/cordobo-green-park-2/favicon.ico" type="image/x-icon">
www.google.stasiun hujan.
www.BBWS.Brantas.com
www.jasatirta1.com