BAB I

download BAB I

of 21

Transcript of BAB I

BAB I PENDAHULUAN Stroke atau serangan otak (brain attack) adalah defisit neurologis mendadak susunan saraf pusat yang di sebabkan oleh peristiwa iskhemik atau hemorargik. Sehingga stroke di bedakan menjadi dua macam yaitu stroke hemoragik dan stroke non hemoragik. Pada stroke hemoragik, pembuluh darah pecah sehingga menghambat aliran darah normal dan menyebabkan darah merembes pada area otak dan menimbulkan kerusakan. Sedangkan pada stroke non hemoragik suplai darah ke bagian otak terganggu akibat aterosklerosis atau bekuan darah yang menyumbat pembuluh darah. Di negara industri, stroke merupakan pembunuh ketiga setelah penyakit kardiovaskuler dan kanker, disamping itu stroke merupakan penyebab terbesar dari seluruh penyakit. Stroke hemoragic dapat disebabkan oleh aneurysma (melemah dan menipisnya jaringan pembuluh darah, pembuluh darah mengembung kearah luar). Jika dibiarkan, aneurysma akan terus mengembang dan melemah, meningkatkan resiko sobeknya jaringan. Hemorrhagic strokes juga dapat terjadi karena arteriovenous malformation (AVM), sekumpulan jaringan darah yang lemah yang terjadi saat proses melahirkan atau bayi masih didalam rahim. Jaringan darah yang bermasalah ini diperkirakan terjadi karena tekanan aliran darah. Di amerika serikat, lebih dari 700.000 orang terkena stroke sebagian besar stroke yang dijumpai pada pasien (88%) adalah jenis iskemik karena penyumbatan pada pembuluh darah, sedangkan sisanya adalah stroke hemoragik karena pecahnya pembuluh darah. Rata-rata pasien yang terkena stroke berusia 70 tahun. Faktor yang terkait dengan risiko komplikasi lebih tinggi secara nyata adalah diabetes, iskemia kritis dengan istirahat rasa sakit atau gangren, riwayat kesehatan jantung, akut operasi mantan kecelakaan serebro vaskular (CVA) dan gaya hidup. Untuk mencegah dan meminimalkan komplikasi yang terjadi maka diperlukan perawatan yang komprehensif agar kematian akibat komplikasi stroke dapat dihindari. Dengan latar belakang diatas maka penulis mengambil judul ini Stroke Hemoragik .

1

BAB II PEMBAHASAN I. DEFINISI Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler (Hendro Susilo, 2000). Stroke penyakit serebrovaskuler menunjukan adanya beberapa kelainan otak baik secara fungsional maupun struktural yang disebabkan oleh keadaan patologis dari pembuluh darah serebral dari seluruh sistem pembuluh darah otak (Marilyn E. Doenges,2000). Cedera cerebrovaskuler adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak sering ini adalah kulminasi penyakit serebrovaskuler selama beberapa tahun (Smeltzer C. Suzanne, 2002). Menurut Susan Martyn Tucker (1996), definisi Stroke adalah awitan defisit neurologis yang berhubungan dengan penurunan aliran darah serebral yang disebabkan oleh oklusi atau stenosis pembuluh darah karena embolisme, trombosis, atau hemoragi, yang mengakibatkan iskemia otak. Dari beberapa pendapat tentang stroke diatas, maka ditarik kesimpulan bahwa pengertian stroke adalah gangguan sirkulasi serebral yang disebabkan oleh sumbatan atau penyempitan pembuluh darah oleh karena emboli, trombosis atau perdarahan serebral sehingga terjadi penurunan aliran darah ke otak yang timbulnya secara mendadak.

KLASIFIKASI STROKE Berdasarkan proses patologi dan gejala klinisnya stroke dapat diklasifikasikan menjadi :1. Stroke Hemoragik :

Terjadi perdarahan cerebral dan mungkin juga perdarahan subarachnoid yeng disebabkan pecahnya pembuluh darah otak.2

Umumnya terjadi pada saat melakukan aktifitas, namun juga dapat terjadi pada saat istirahat. Kesadaran umumnya menurun dan penyebab yang paling banyak adalah akibat hipertensi yang tidak terkontrol. Tanda yang terjadi adalah penurunan kesadaran, pernapasan cepat, nadi cepat, gejala fokal berupa hemiplegi, pupil mengecil, kaku kuduk.

2. Stroke non Hemoragik Dapat berupa iskemia, emboli, spasme ataupun trombus pembuluh darah otak. Umumnya terjadi setelah beristirahat cukup lama atau bangun tidur. Tidak terjadi perdarahan, kesadaran umumnya baik dan terjadi proses edema otak oleh karena hipoksia jaringan otak. Ditandai dengan kelemahan pada satu atau keempat anggota gerak atau hemiparese, nyeri kepala, mual, muntah, pandangan kabur dan disfagia. Stroke non hemoragik dapat juga diklasifikasikan berdasarkan perjalanan penyakitnya, yaitu : 1) TIAS (Trans Ischemic Attack) Yaitu gangguan neurologist sesaat, beberapa menit atau beberapa jam saja dan gejala akan hilang sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam. 2) Rind (Reversible Ischemic Neurologis Defict) Gangguan neurologist setempat yang akan hilang secara sempurna dalam waktu 1 minggu dan maksimal 3 minggu. 3) Stroke in Volution Stroke yang terjadi masih terus berkembang dimana gangguan yang muncul semakin berat dan bertambah buruk. Proses ini biasanya berjalan dalam beberapa jam atau beberapa hari. 4) Stroke Komplit Gangguan neurologist yang timbul bersifat menetap atau permanent.

3

II.

EPIDEMIOLOGI Insiden stroke bervariasi di berbagai negara di Eropa, diperkirakan terdapat 100200 kasus stroke baru per 10.000 penduduk per tahun (Hacke dkk, 2003). Di Amerika diperkirakan terdapat lebih dari 700.000 insiden stroke per tahun, yang menyebabkan lebih dari 160.000 kematian per tahun, dengan 4.8 juta penderita stroke yang bertahan hidup. (Goldstein dkk, 2006). Rasio insiden pria dan wanita adalah 1.25 pada kelompok usia 55-64 tahun, 1.50 pada kelompok usia 65-74 tahun, 1.07 pada kelompok usia 75-84 tahun dan 0.76 pada kelompok usia diatas 85 tahun (Lloyd dkk, 2009).

III. ETIOLOGI

Penyebab terjadinya stroke adalah : a. Trombosis Cerebral Terjadi pada pembuluh darah yang oklusi sehingga menyebabkan iskemik, jaringan otak yang dapat menimbulkan edema dan kongesti disekitarnya, trombosis biasanya terjadi pada orang tua yang tidur / bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah yang dapat menyebabkan iksemik cerebral, tanda dan gejala neurologis yang memburuk dalam 48 jam setelah trombosis otak : athorosklaresis, bifer coagulasi pada polyeitemia, arthiritis (radang pada otak). b. Emboli Merupakan penyumbatan balutan darah otak oleh bekuan darah, lemak, udara pada umumnya embli berasal dari trombus dijantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri, cerebral emboli tersebut berlangsung cepat dan4

gejala timbul kurang dari 10-30 detik. Beberapa keadaan yang dapat menimbulkan emboli : katup-katup jantung yang rusak akibat Rhematic Hear + Deasease (RHO), miocard infark, fibrilasi, endocaditis. c. Hipoxia umum dan Hipoxia setempat Hipoxia yang parah, cardiac pulmonary atrest, cardiac out put kurang akibat dari aritmia, spasme arteri otak serebral yang disertai sakit kepala, faktor resiko terjadinya stroke adalah DM, perokok, obesitas, peminum alkohol. IV. FAKTOR RESIKO Faktor Resiko Strok dapat digolongkan menjadi dua : a. Faktor yang tidak dapat dirubah (Non Reversible) 1. Jenis kelamin : Pria lebih sering ditemukan menderita stroke dibanding wanita. 2. Usia : Makin tinggi usia makin tinggi pula resiko terkena stroke. 3. Keturunan : Adanya riwayat keluarga yang terkena stroke.

b. Faktor yang dapat dirubah (Reversible) 1. Hipertensi, dapat disebabkan oleh aterosklerosis atau sebaliknya. Proses ini dapat menimbulkan pecahnya pembuluh darah atau timbulnya thrombus sehingga dapat mengganggu aliran darah cerebral. 2. Aneurisma pembuluh darah cerebral Adanya kelainan pembuluh darah yakni berupa penebalan pada satu tempat yang diikuti oleh penipisan di tempat lain. Pada daerah penipisan dengan maneuver tertentu dapat menimbulkan perdarahan. 3. Kelainan jantung / penyakit jantung Paling banyak dijumpai pada pasien post MCI, atrial fibrilasi dan endokarditis. Kerusakan kerja jantung akan menurunkan kardiak output dan menurunkan5

aliran darah ke otak. Ddisamping itu dapat terjadi proses embolisasi yang bersumber pada kelainan jantung dan pembuluh darah. 4. Diabetes mellitus (DM) Penderita DM berpotensi mengalami stroke karena 2 alasan, yeitu terjadinya peningkatan viskositas darah sehingga memperlambat aliran darah khususnya serebral dan adanya kelainan microvaskuler sehingga berdampak juga terhadap kelainan yang terjadi pada pembuluh darah serebral. 5. Usia lanjut Pada usia lanjut terjadi proses kalsifikasi pembuluh darah, termasuk pembuluh darah otak. 6. Polocitemia Pada policitemia viskositas darah meningkat dan aliran darah menjadi lambat sehingga perfusi otak menurun. 7. Peningkatan kolesterol (lipid total) Kolesterol tubuh yang tinggi dapat menyebabkan aterosklerosis dan terbentuknya embolus dari lemak. 8. Obesitas Pada obesitas dapat terjadi hipertensi dan peningkatan kadar kolesterol sehingga dapat mengakibatkan gangguan pada pembuluh darah, salah satunya pembuluh darah otak. 9. Perokok Pada perokok akan timbul plaque pada pembuluh darah oleh nikotin sehingga terjadi aterosklerosis. 10. Kurang aktivitas fisik Kurang aktivitas fisik dapat juga mengurangi kelenturan fisik termasuk kelenturan pembuluh darah (embuluh darah menjadi kaku), salah satunya pembuluh darah otak.6

V. PATOFISIOLOGI 1. Stroke Hemoragik

Perdarahan intrakranial meliputi perdarahan di parenkim otak dan perdarahan subarachnoid. Insidens perdarahan intrakranial kurang lebih 20 % adalah stroke hemoragik, dimana masing-masing 10% adalah perdarahan subarachnoid dan perdarahan intraserebral (Caplan, 2000). Perdarahan intraserebral biasanya timbul karena pecahnya mikroaneurisma (Berry aneurysm) akibat hipertensi maligna. Hal ini paling sering terjadi di daerah subkortikal, serebelum, dan batang otak. Hipertensi kronik menyebabkan pembuluh arteriola berdiameter 100 400 mikrometer mengalami perubahan patologi pada dinding pembuluh darah tersebut berupa lipohialinosis, nekrosis fibrinoid serta timbulnya aneurisma tipe Bouchard. Pada kebanyakan pasien, peningkatan tekanan darah yang tiba-tiba menyebabkan rupturnya penetrating arteri yang kecil. Keluarnya darah dari pembuluh darah kecil membuat efek penekanan pada arteriole dan pembuluh kapiler yang akhirnya membuat pembuluh ini pecah juga. Hal ini mengakibatkan volume perdarahan semakin besar (Caplan, 2000). Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar serta kaskade iskemik akibat menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan neuron-neuron di dearah yang terkena darah dan sekitarnya lebih tertekan lagi. Gejala neurologik timbul karena ekstravasasi darah ke jaringan otak yang menyebabkan nekrosis (Caplan, 2000). Perdarahan subarachnoid (PSA) terjadi akibat pembuluh darah disekitar permukaan otak pecah, sehingga terjadi ekstravasasi darah ke ruang subarachnoid. Perdarahan subarachnoid umumnya disebabkan oleh rupturnya aneurisma sakular atau perdarahan dari arteriovenous malformation (AVM). 2. Stroke Non Hemoragik

Iskemia disebabkan oleh adanya penyumbatan aliran darah otak oleh trombus atau embolus. Trombus umumnya terjadi karena berkembangnya aterosklerosis pada dinding pembuluh darah, sehingga arteri menjadi tersumbat, aliran darah ke area thrombus menjadi berkurang, menyebabkan iskemia kemudian menjadi kompleks7

iskemia akhirnya terjadi infark pada jaringan otak. Emboli disebabkan oleh embolus yang berjalan menuju arteri serebral melalui arteri karotis. Terjadinya blok pada arteri tersebut menyebabkan iskemia yang tiba-tiba berkembang cepat dan terjadi gangguan neurologist fokal. Perdarahan otak dapat ddisebabkan oleh pecahnya dinding pembuluh darah oleh emboli.

VI. MANIFESTASI KLINIS Manifestasi klinik stroke tergantung dari sisi atau bagian mana yang terkena. a. Kelumpuhan wajah / anggota badan sebelah (hemipatesis) yang timbul secara mendadak. b. Gangguan sensibilitas pada satu atau lebih anggota badan. c. Penurunan kesadaran (konfusi, delirium, letargi, stupor atau koma). d. Apasia (kesulitan dalam bicara). e. Disatria (bicara cadel atau pela). f. Gangguan penglihatan diplopia. g. Afaksia. h. Vartigo, mual, muntah, dan nyeri kepala. VII. KOMPLIKASI

a. Hipertensi / hipotensi. b. Kejang. c. Peningkatan tekanan intrakranial / TIK. d. Kontraktur. e. Tonus otot abnormal. f. Trombosis vena. g. Malnutrisi. h. Aspirasi, inkontinensia urine dan bowel. VIII. PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Computerized fomography scanning / CT scan : mengetahui area infark, edema, hematoma, struktur dan sistem ventrikel otak.8

b. Magnetic Resonance imaging / MRL : menunjukkan darah yang mengalami infark haemoregik, malformasi arteri ovena. c. Elektro encephalografi / FEG : mengidentifikasi masalah didasarkan pada gelombang otak dan mungkin memperlihatkan daerah lesi yang spesifik. d. Angiografu serebral : membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti perdarahan, obstruksi arteri, adanya titik oklusi atau ruptur. e. Sinar X tengkorak : mengetahui adanya klasifikasi karotis interna pada trombosis cerebral. f. Fungsi lumbal : menunjukkan tekanan normal, jika tekanan meningkat dan cairan mengandung darah menunjukkan haemorogik subarachoid / perdarahan infrakranial. IX. PENATALAKSANAANa. Penatalaksanaan umum 5 B dengan masalah penurunan kesadaran :

1) Breathing (Pernapasan) - Usahakan jalan napas lancar. - Lakukan penghisapan lendir jika sesak. - Posisi kepala harus baik, jangan sampai saluran napas tertekuk. - Oksigenisasi terutama pada pasien tidak sadar. 2). Blood (Tekanan Darah) - Usahakan otak mendapat cukup darah. - Jangan terlalu cepat menurunkan tekanan darah pada masa akut. 3). Brain (Fungsi otak) - Atasi kejang yang timbul. - Kurangi edema otak dan tekanan intra cranial yang tinggi. 4). Bladder (Kandung Kemih) - Pasang kateter bila terjadi retensi urine.

9

5). Bowel (Pencernaan) : - Defekasi supaya lancar. - Bila tidak bisa makan per-oral pasang NGT/Sonde.

b. Menurunkan kerusakan iskemik cerebral Infark cerebral terdapat kehilangan secara mantap inti central jaringan otak, sekitar daerah itu mungkin ada jaringan yang masih bisa diselematkan, tindakan awal difokuskan untuk menyelematkan sebanyak mungkin area iskemik dengan memberikan O2, glukosa dan aliran darah yang adekuat dengan mengontrol / memperbaiki disritmia (irama dan frekuensi) serta tekanan darah. c. Mengendalikan hipertensi dan menurunkan TIK Dengan meninggikan kepala 15-30 menghindari flexi dan rotasi kepala yang berlebihan, pemberian dexamethason. d. Pengobatan - Anti koagulan : Heparin untuk menurunkan kecederungan perdarahan pada fase akut. - Obat anti trombotik : Pemberian ini diharapkan mencegah peristiwa trombolitik / emobolik. - Bloker calsium : Hemipidin digunakan untuk mengobati vaso spasme cerebral. - Fentral : Digunakan untuk meningkatkan aliran darah kapiler mikrosirkulasi sehingga meningkatkan perfusi dan oksigen otak. e. Penatalaksanaan Pembedahan Indaterektomi dan pembedahan by pass cranial yaitu membuat anastomisis arteri ekstra cranial yang memperdarahi kulit kepala arteri intrakranial ketempat yang tersumbat. X. TINDAKAN PENCEGAHAN10

Beberapa

tindakan

pencegahan

yang

dapat

dilakukan

adalah

:

a. Pembatasan makan garam; dimulai dari masa muda, membiasakan memakan makanan tanpa garam atau makanan bayi rendah garam. b. Khususnya pada orang tua, perawatan yang intensif untuk mempertahankan tekanan darah selama tindakan pembedahan. Cegah jangan sampai penderita diberi obat penenang berlebihan dan istirahat ditempat tidur yang terlalu lama. c. Peningkatan kegiatan fisik; jalan setiap hari sebagai bagian dari program kebugaran. d. Penurunan berat badan apabila kegemukan. e. Berhenti merokok. f. Penghentian pemakaian kontrasepsi oral pada wanita yang merokok, karena resiko timbulnya serebrovaskular pada wanita yang merokok dan menelan kontrasepsi oral meningkat sampai 16 kali dibandingkan dengan wanita yang tidak merokok dan tidak menelan pil kontrasepsi.

11

ASUHAN KEPERAWATAN 1. Data demografi Nama Tanggal Lahir Umur Jenis kelamin Agama Alamat No.RM Tanggal masuk Ruangan Diagnosa Medis : Tn. B : 08/05/1956 : 55 Tahun : Laki-Laki : Islam : Dusun Kampung Tengah : 01-59-05 : 21 April 2011 : ICU : Stroke Hemoragik

2. Ringkasan Riwayat Kesehatan Pasien mengalami stroke hemoragik dan telah dilakukan operasi untuk mengatasi perdarahan dan penumpukan cairan di otak pada tanggal 21 April 2011. Pada kepala klien masih terpasang drain hingga saat ini.Kesadaran pasien awalnya sopor koma, namun sekarang sudah menjadi somnolen. Hasil Pemeriksaan TTV : tekanan darah:169/103 mmhg, nadi:

94 x/menit , nafas: 31 x/menit, suhu: 38.6c. 3. Diagnosa Keperawatan 1. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan . 2. Tidak efektifnya bersihan jalan napas b/d akumulasi sputum akibat penurunan tingkat kesadaran, penurunan kemampuan batuk, ketidakmampuan mengeluarkan sekret.3. Gangguan perawatan diri; pemenuhan ADL b/d penurunan tingkat

kesadaran, menurunnya kekuatan, daya tahan otot dan kehilangan kontrol otot akibat terganggunya neuromuskuler.12

4. Intervensi, Implementasi, dan Evaluasi Keperawatan Dx 1 : Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan . Tujuan : mobilitas fisik meningkat secara bertahap dengan kriteria evaluasi; mempertahankan posisi yang optimal ditandai dengan tidak adanya tanda kontraktur, mempertahankan kekuatan otot, mampu melakukan ROM pasif secara bertahap. Intervensi : a. Kaji kemampuan fungsional/luasnya gangguan sejak awal, klasifikasikan dalam skala 0-4. Rasional : mengidentifikasikan kekuatan/defisiensi dan dapat memberikan informasi terhadap usaha penyembuhan. Pada stroke akan terjadi peningkatan kemampuan motorik setelah 3-5 hari paska serangan, hal ini disebabkan karena pada hari tersebut telah dimulai proses absorbsi edema yang dapat meningkatkan sirkulasi serebral dan menggurangi tekanan serebral. b. Letakkan pasien pada posisi tengkurap satu-dua kali dalam 24 jam jika pasien dapat mentoleransi. Rasional : membantu mempertahankan ekstensi pinggul fungsional, tetapi penting kita kaji kemampuan pasien akan bernapas. c. Sokong ekstremitas dalam posisi fungsionalnya, gunakan papan kaki (foot board). Rasional : mencegah kontraktur/foot drop dan memfasilitasi kegunaannya jika berfungsi kembali. Paralysis flaksid dapat mengganggu kemampuan untuk menyangga kepala, dilain pihak paralysis spastic dapat mengarah pada deviasi kepala ke salah satu sisi (Lewis, Heitkemper, dan Dirksen, 2000). d. Bila pasien ditempat tidur, lakukan tindakan untuk mempertahankan posisi kelurusan postur tubuh seperti ; hindari berbaring dalam waktu lama pada posisi yang sama, ubah posisi send bahu tiap 2-4 jam, gunakan bantal13

kecil atau tanpa bantal dalam posisi fowler, sangga tangan dan pergelangan pada kelurusan alamiah, gunakan bebat pergelangan tangan. Rasional : imobilisasi dan kerusakan fungsi neurosensori yang berkepanjangan dapat menyebabkan kontraktur permanent, hindari posisi duduk/berbaring yang lama dimaksudkan untuk mencegah kontraktur fleksi panggul, ubah posisi bahu mencegah kontraktur bahu, snagga tangan mencegah edema dependen dan kontraktur fleksi pada pergelangan, dan bebat tangan mencegah kontraktur fleksi/ekstensi jari . e. Pertahankan bagian kepala tempat tidur sedikitnya 30 derajat kecuali ada indikasi, Bantu pasien secara bertahap dari berbaring ke posisi duduk dan biarkan paisen menjuntaikan kaki disamping tempat tidur untuk beberapa saat sebelum berdiri. Saat latihan awal batasi latiha turun dari tempat tidur tidak lebih dari 15 menit 3 kali sehari, motivasi pasien untuk berjalan singkat tapi sering dengan bantuan bila belum stabil, tingkatkan jarak berjalan tiap hari. Rasional : tirah baring lama menyebabkan penurunan volume darah yang dapat menyebabkan penurunan tekanan darah secara tiba-tiba. Peningkatan aktivitas secara bertahap akan menurunkan keletihandan meningkatkan ketahanan. Implementasi & Evaluasi Implementasi

Evaluasi S: O: Pasien masih kaku. Otot kaki mengalami atrofi. A: Masalah klien belum teratasi P: lanjutkan melakukan ROM pasif.

Melakukan pengkajian TTV pada Melakukan ROM pasif.

pasien.

14

Dx 2: Tidak efektifnya bersihan jalan napas b/d akumulasi sputum akibat penurunan tingkat kesadaran, penurunan kemampuan batuk, ketidakmampuan mengeluarkan sekret. Tujuan : Bersihan jalan napas efektif, dengan kriteria hasil; frekuensi pernapasan 16-20x/menit, batuk efektif, ronchi -/-, sputum (-), mampu mengelurkan sputum. Intervensi: a. Monitor frekuensi dan kedalaman pernapasan. Rasional : Perubahan dapat menandakan awitan komplikasi pulmonal (umumnya mengikuti cedera otak) atau menandakan lokasi/luasnya keterlibatan otak. Pernapasan lambat, periode apnea dapat menandakan perlunya ventilasi mekanik. Peningkatan frekuensi pernafasan mengindikasikan kesulitan dalam pengiriman oksigen, dan penurunan frekuensi pernapasan mengidikasikan tanda akan terjadi kegagalan nafas. b. Monitor kemampuan gag reflex/kemampuan menelan. Rasional : Kemampuan mobilisasi atau membersihkan sekresi penting untuk pemeliharaan jalan napas. Kehilangan reflek menelan atau batuk menandakan perlunya jalan napas buatan atau intubasi. Jalan nasofarigeal lunak mungkin disarankan untuk mencegah stimulasi gag reflex, dibandingkan dengan jalan napas yang keras melalui orofaring yang dapat menyebabkan proses batuk berlebih yang dapat meningkatkan tekanan intrakranial. c. Tinggikan kepala tempat tidur/ posisi fowler Rasional : Posisi fowler/semi fowler memfasilitasi diafragma untuk mengembang dan mengempis, sehingga ekspansi paru atau ventilasi paru dan menurunkan kemungkinan lidah jatuh yang dapt menyumbat jalan napas.

15

d. Ajarkan pasien napas efektif dalam jika pasien sadar. Rasional : Membantu ekspansi paru supaya tidak terjadi atelektasis dan mengeluarkan sputum. e. Lakukan suction dengan ekstra hati-hati, jangan lebih dari 10-15 detik. Catat warna dan kekeruhan dari secret. Rasional : Suction dibutuhkan jika pasien koma atau keadaan imobilisasi dan tidak dapat membersihkan jalan napas sendiri. Penghisapan pada trakea yang lebih dalam harus dilakukan dengan hati-hati karena hal tersebut dapat menyebabkan atau meningkatkan hipoksia yang dapat menimbulkan vasokontriksi sehingga suplai oksigen ke serebral akan mengalami gangguan. f. Auskultasi suara paru, perhatikan daerah hipoventilasi dan adanya suara tambahan yang tidak normal (seperti; ronchi, wheezing dll). Rasional : Untuk emngidentifikasi adanya masalah paru seperti atelektasis, kongesti, atau obstruksi jala napas yang membahayakan oksigenasi serebral dan atau menunjukkan tanda adanya infeksi paru (merupakan komplikasi dari pasien yang imobilisasi lama). g. Kaji tanda-tanda sianosis tiap 4 jam (atau sesuai kondisi pasien). Rasional : cicumoral cyanosis atau cyanosis pada ujung-ujung jari atau pada ujung hidung mengindikasikan hipoksia akibat kekurangan oksigen di jaringan perifer. Kolaborasi : h. Berikan oksigen 2- 4 lt/menit Rasional : meningkatkan konsentrasi oksigen alveolar, yang dapat menurunkan hipoksemia jaringan. pemberian oksigen nasal untuk membantu memenuhi kebutuhan oksigen bagi tubuh yang kekurangan untuk kebutuhan miokard untuk melawan hipoksia/iskemia

16

i. Monitor analisis gas darah Rasional : Memantau kecukupan kebutuhan oksigen, pemeriksaan AGD dapat diketahui terjadinya hipoksia ataupun gangguan keseimbangan asam basa, sehingga dapat membantu dalam pemberian terapi. j. Berikan obat mukolitik dan atau ekspektoran. pasien ini mendapatkan ambroxol syrup 3 x 10 cc dan Inhalasi bisolvon: NaCl : Ventolin 1:1:1 tiap 8 jam Rasional : Mukolitik dapat mengencerkan sekret saluran napas dengan jalan memecah benang-benang mukoprotein dan mukopolisakarida dari sputum. Sedangkan ekspektoran adalah bat yang dapat merangsang pengeluaran sputum dari jalan napas, dengan cara menstimulasi mukosa lambung kemudian secara refleks merangsang sekresi kelenjar saluran napas melalui nervus vagus, sehingga dapat menurunkan viskositas dan mempermudah pengeluaran sputum (Aschenbrenner, Cleveland, & Venable, 2002; Ganiswarna, 2002). k. Fisioterapi dada setelah pasien melewati fase akut Rasional : Fisioterapi dada merupakan kontra pada pasien dengan peningkatan TIK fase akut, tetapi tindakan ini sering kali berguna pada fase akut rehabilitasi untuk mobilisasi secret dalam membersihkan jalan napas dan menurunkan atelektasis. Implementasi & Evaluasi

17

Implementasi

Evaluasi S: O: Bunyi nafas pasien belum normal. Refleks batuk pada pasien

Melakukan pengkajian TTV pada Auskultasi bunyi nafas pasien. Membantu melakukan suction.

pasien.

Pemberian obat (Bisolvon).

inefektif. A: Masalah klien belum teratasi P: Melakukan suction agar tidak

terjadinya penumpukan sekret.

Dx 3 : Gangguan perawatan diri; pemenuhan ADL b/d penurunan tingkat kesadaran, menurunnya kekuatan, daya tahan otot dan kehilangan kontrol otot akibat terganggunya neuromuskuler. Tujuan : kebutuhan ADL terpenuhi dan terjadi peningkatan kemampuan untuk memenuhinya sampai mandiri. Dengan Kriteria evaluasi : makanan dan minuman masuk (terpenuhi), badan bersih, pakaian bersih dan rapi, eleminasi terpenuhi). Intervensi : a. Kaji kemampauan ADL pasien. Rasional : membantu menentukan/merencanakan intervensi sesuai kebutuhan. b. Bantu pasien dalam pemenuhan kebutuhan makan, minum, mandi, berpakaian, eliminasi) Rasional : karena pasien mengalami penurunan kesadaran sehingga tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, maka perawat harus membantu pemenuhan kebutuhan tersebut. Hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya masalah lanjut bila kebutuhan tersebut tidak terpenuhi, seperti; gangguan nutrisi, gangguan eleminasi, gangguan integritas kulit dll.18

c. Kolaborasi pemberian supositoria (pelunak feses) Rasional : Membantu melancarkan BAB dengan merangsang fungsi defekasi. Implementasi & Evaluasi Implementasi Memandikan Pasien Memberi makan lewat NGT Evaluasi S: O: Pasien bersih, badan tidak berbau. Pasien terpenuhi asupan nutrisi (makanan + jus). A: Masalah klien teratasi P: lanjutkan pemenuhan Activity

Daili Living (ADL) pasien.

19

DAFTAR PUSTAKA

Brunner and Suddarth.(2002). Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8 volume 2 .Jakarta: EGC. Doengoes M.(2000). Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk perencanaan Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien.Penerbit Buku Kedokteran EGC : Jakarta http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/105/jtptunimus-gdl-rizkachayr-5202-3-bab3.pdf http://nursingbegin.com/askep-stroke-hemorrhagic/ http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19551/4/Chapter%20II.pdf Mansjoer, Arif.(2000). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Medika Acisculapus Sylvia A. Price.(1995) Patofiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.Edisi 4.Buku 1. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

20

21