BAB I

8
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan Jiwa adalah bagian internal dari upaya kesehatan yang bertujuan menciptakan perkembangan jiwa yang sehat secra optimal baik intelektual maupun emosional (Kusumawati & Hartono, 2011 ) Menurut Yosep (2007), Masalah kesehatan jiwa mempunyai lingkup yang sangat luas dan kompleks serta saling berhubungan satu dengan lainnya Apabila individu tidak mampu mempertahankan keseimbangan atau mempertahankan kondisi mental yang sejahtera, maka individu tersebut akan mengalami gangguan, dan apabila gangguan tersebut secara psikologis maka akan mengakibatkan individu mengalami gangguan jiwa. Dalam masyarakat umum skizofrenia tedapat 0,2 – 0.8 % dan retardasi mental 1 – 3 % WHO melaporkan bahwa 5 – 15 % dari anak anak antara 3 – 15 tahun mengalami gangguan jiwa yang persistent dan mengganggu hubungan sosial. Bila kira – kira 40 % penduduk negara kita ialah anak – anak di bawah 15 tahun (di negara yang sudah berkembang kira – kira 25 %), dapat digambarkan besarnya masalah ( ambil 5 % dari 40% dari katakan saja 120 juta penduduk, maka di negara kita terdapat kira – kira 2.400.000 orang anak yang mengalami gangguan jiwa. Pada skizofrenia terdapat 90 % gejalanya halusinasi, halusinasi timbul tanpa penurunan kesadaran dan hal ini

Transcript of BAB I

Page 1: BAB I

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesehatan Jiwa adalah bagian internal dari upaya kesehatan yang bertujuan

menciptakan perkembangan jiwa yang sehat secra optimal baik intelektual maupun

emosional (Kusumawati & Hartono, 2011 )

Menurut Yosep (2007), Masalah kesehatan jiwa mempunyai lingkup yang

sangat luas dan kompleks serta saling berhubungan satu dengan lainnya Apabila

individu tidak mampu mempertahankan keseimbangan atau mempertahankan kondisi

mental yang sejahtera, maka individu tersebut akan mengalami gangguan, dan apabila

gangguan tersebut secara psikologis maka akan mengakibatkan individu mengalami

gangguan jiwa.

Dalam masyarakat umum skizofrenia tedapat 0,2 – 0.8 % dan retardasi mental

1 – 3 % WHO melaporkan bahwa 5 – 15 % dari anak anak antara 3 – 15 tahun

mengalami gangguan jiwa yang persistent dan mengganggu hubungan sosial. Bila kira

– kira 40 % penduduk negara kita ialah anak – anak di bawah 15 tahun (di negara

yang sudah berkembang kira – kira 25 %), dapat digambarkan besarnya masalah

( ambil 5 % dari 40% dari katakan saja 120 juta penduduk, maka di negara kita

terdapat kira – kira 2.400.000 orang anak yang mengalami gangguan jiwa. Pada

skizofrenia terdapat 90 % gejalanya halusinasi, halusinasi timbul tanpa penurunan

kesadaran dan hal ini merupakan suatu gejala yang hampir tidak dijumpai pada

keadaan lain (Maramis, 2005 dalam Mery Fanada, 2012)

Jumlah penderita schizophrenia di Indonesia adalah tiga sampai lima per 1000

penduduk. Mayoritas penderita berada di kota besar. Ini terkait dengan tingginya

stress yang muncul di daerah perkotaan. Dari hasil survey di rumah sakit di Indonesia,

ada 0,5-1,5 perseribu penduduk mengalami gangguan jiwa (Hawari 2009, dikutip dari

Chaery 2009). Pada penderita skizophrenia 70% diantaranya adalah penderita

halusinasi (Marlindawany dkk., 2008).

Berdasarkan data yang diambil dari hasil rekapitulasi Rekam medik di Rumah

Sakit Jiwa Ernaldi Bahar Daerah Propinsi Sumatra Selatan pada tahun 2009 jumlah

keseluruhan pasien jiwa adalah sebanyak 4313 pasien dan 413 pasien yang mengalami

halusinasi. Tahun 2010 jumlah pasien gangguan jiwa 4858 pasien, yang mengalami

Page 2: BAB I

halusinasi 667. tahun 2011 jumlah pasien jiwa 4885 pasien, yang mengalami

halusinasi 752 pasien

Skizofrenia yang mempunyai gejala utama penurunan persepsi sensori yaitu

Halusinasi. Halusinasi merupakan hilangnya kemampuan manusia dalam

membedakan rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar).

Klien memberi persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada objek atau

rangsangan yang nyata.(Kusumawati & Hartono, 2011)

Dampak yang dapat ditimbulkan oleh pasien yang mengalami halusinasi

adalah kehilangan kontrol dirinya. Dimana pasien mengalami panik dan perilakunya

dikendalikan oleh halusinasinya. Dalam situasi ini pasien dapat melakukan bunuh diri

(suicide), membunuh orang lain (homicide), bahkan merusak lingkungan. Untuk

memperkecil dampak yang ditimbulkan, dibutuhkan penanganan halusinasi yang tepat

(Hawari 2009, dikutip dari Chaery 2009).

Tingginya angka pasien yang mengalami halusinasi dan kekambuhan pasien

memerlukan upaya diantaranya program intervensi dan terapi yang implementasinya

bukan di rumah sakit tetapi di lingkungan masyarakat (community based psychiatric

service). Maka dari itu pengetahuan dan peran serta keluarga dalam merawat anggota

keluarga yang mengalami halusinasi sangat dibutuhkan untuk mengurangi angka kejadian

halusinasi. (Yuyun yusnipah , 2012).

pengetahuan adalah berbagai gejala yang ditemui dan diperoleh manusia

melalui pengamatan inderawi. Pengetahuan muncul ketika seseorang menggunakan

indera atau akal budinya untuk mengenali benda atau kejadian tertentu yang belum

pernah dilihat atau dirasakan sebelumnya (Ensiklopedia bebas berbahasa (2011).

Menurut Mubarak, dkk (2009) keluarga merupakan perkumpulan dua atau

lebih individu yang diikat oleh hubungan darah, perkawinan atau adopsi, dan tiap-tiap

anggota keluarga selalu berinteraksi satu dengan yang lain.

Keluarga merupakan sistem pendukung utama yang memberikan perawatan

langsung pada setiap keadaan sakit pasien khususnya ketika pasien dirumah.

Umumnya, keluarga meminta bantuan tenaga kesehatan jika mereka tidak mampu lagi

merawatnya. Perawatan yang berfokus pada keluarga bukan hanya memulihkan

keadaan penderita, tetapi bertujuan untuk mengembangkan dan meningkatkan

pengetahuan serta kemampuan keluarga dalam mengatasi masalah kesehatan dalam

keluarga tersebut (Keliat, 1996).

Page 3: BAB I

Keluarga pasien perlu mempunyai sikap yang positif untuk mencegah

kekambuhan pada pasien skizofrenia. Keluarga perlu memberikan dukungan (support)

kepada pasien untuk meningkatkan motivasi dan tanggung jawab untuk melaksanakan

perawatan secara mandiri. Keluarga perlu mempunyai sikap menerima pasien,

memberikan respon positif kepada pasien, menghargai pasien sebagai anggota

keluarga dan menumbuhkan sikap tanggung jawab pada pasien. Sikap permusuhan

yang ditunjukkan oleh anggota keluarga terhadap pasien akan berpengaruh terhadap

kekambuhan pasien. Dukungan keluarga sangat penting untuk membantu pasien

bersosialisasi kembali, menciptakan kondisi lingkungan suportif, menghargai pasien

secara pribadi dan membantu pemecahan masalah pasien (Keliat, 1996). Sikap

merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus

atau objek (Notoatmodjo, 2007, p. 142).

Sebuah keluarga dengan penderita gangguan jiwa perlu mengetahui dan

menyadari keadaan diri penderita, mengambil keputusan untuk menentukan

bagaimana sikap yang sebaiknya di ambil agar terhindar dari hal-hal yang tidak

diinginkan. Banyak keluarga yang mempunyai pendapat bahwa pasien boleh berhenti

minum obat atau berobat apabila gejala-gejala sudah menghilang atau berkurang, juga

banyak keluarga yang berpen dapat bahwa penderita gangguan jiwa hanya perlu

medikasi untuk dapat sembuh saat proses pemulihan di rumah. Hal ini jelas keliru,

terapi bagi penderita gangguan jiwa bukan hanya pemberian obat dan rehabilitasi

medik, namun diperlukan peran keluarga guna resosialisasi dan pencegahan

kekambuhan (Irma, 2010).

Berdasarkan uraian diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian

dengan judul ”Hubungan Antara Pengetahuan dan Sikap Keluarga Dengan

Kemampuan Merawat Pasien Halusinasi di Poliklinik RSJ Ernaldi Bahar Palembang

Tahun 2013”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan permasalahan penelitian ini

adalah belum diketahuinya Hubungan Antara Pengetahuan dan Sikap Keluarga

Dengan Kemampuan Merawat Pasien Halusinasi di Poliklinik RSJ Ernaldi Bahar

Palembang Tahun 2013”

Page 4: BAB I

C. Pertanyaan Penelitian

1. Adakah hubungan antara pengertahuan keluarga dengan

kemampuan merawat pasien halusinasi di Poliklinik RSJ Ernaldi Bahar

Palembang tahun 2013.

2. Adakah hubungan antara sikap dengan kemampuan

merawat pasien halusinasi di Poliklinik RSJ Ernaldi Bahar Palembang tahun

2013.

3. Adakah hubungan antara pengetahuan dan sikap

keluarga dengan kemampuan merawat pasien halusinasi di Poliklinik RSJ

Ernaldi Bahar Palembang tahun 2013.

D. Tujuan Penelitian

1.Tujuan umum

Untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan dan sikap keluarga dengan

kemampuan merawat pasien halusinasi di Poliklinik RSJ Ernaldi Bahar

Palembang tahun 2013

2. Tujuan khusus

a.Diketahuinya hubungan antara pengertahuan keluarga dengan kemampuan

merawat pasien halusinasi di Poliklinik RSJ Ernaldi Bahar Palembang tahun

2013

b.Diketahuinya hubungan antara sikap dengan kemampuan merawat pasien

halusinasi di Poliklinik RSJ Ernaldi Bahar Palembang tahun 2013

c.Diketahuinya hubungan antara pengetahuan dan sikap keluarga dengan

kemampuan merawat pasien halusinasi di Poliklinik RSJ Ernaldi Bahar

Palembang tahun 2013

E. Manfaat penelitian

1. Bagi Rumah Sakit Jiwa

Diharapkan sebagai masukan untuk bahan pertimbangan bagi Rumah Sakit Jiwa

Ernaldi Bahar Palembang dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien

gangguan jiwa di Rumah Sakit Jiwa serta memberikan informasi atau

pengetahuan kepada keluarga dalam menangani pasien gangguan jiwa

Page 5: BAB I

2. Bagi Institusi Pendidikan

Diharapkan dapat menambah daftar bacaan yang akan dijadikan referensi untuk

meningkatkan pendidikan dan pengetahuan bagi mahasiswa Politeknik

Kesehatan Jurusan Keperawatan

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi atau sebagai tambahan

ilmu pengetahuan dan hasil penelitian diharapkan dapat menjadi inspirasi bagi

peneliti-peneliti selanjutnya dalam lingkup penelitian yang sama

F. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian keperawatan jiwa yaitu mengunakan

survey analitik dengan rancangan potong lintang atau cross sectional yaitu observasi

dan pengumpulan data variable dependen dan variable independent dalam waktu

bersamaan atau sekaligus. Populasi penelitian yang diambil adalah seluruh keluarga

yang mempunyai anggota keluarga yang menderita halusinasi dengan rawat jalan di

rumah sakit dr. Ernaldi Bahar Palembang. Pengambilan sampel penelitian dilakukan

secara non random sampling dengan menggunakan metode accidental sampling yaitu

mengambil semua keluarga pasien dengan gangguan jiwa yang berobat jalan yang

ditemui saat penelitian dilakukan.