Bab Enam Humanisme Arso Tunggal dalam...

56
165 Bab Enam Humanisme Arso Tunggal dalam Praktik Sarasehan dan Kegiatan Ritual Rumah dua lantai di Jalan Bulusan Selatan Raya Nomor 111 Semarang itu berdiri kokoh di antara permukiman penduduk. Itulah pusat kegiatan Arso Tunggal. Pada setiap Rabu malam, di rumah itu diselenggarakan pertemuan anggota paguyuban, dimulai sekitar pukul 23.00 WIB sampai pukul 02.00 WIB Kamis dinihari. Pada setiap pertemuan, sekitar 15-20 anggota hadir. Sebagian mengendarai sepeda motor, sebagian yang lain mengendarai mobil. Mereka datang dari berbagai tempat di Kota Semarang dan sekitar. Mereka saling memberi salam dengan cara merapatkan telapak tangan kanan ke dada. Begitu datang, mereka bersantai di atas tikar yang digelar di ruang tengah atau duduk di ruang tamu, menonton televisi, minum kopi atau teh, dan memperbincangkan berbagai hal, sambil menunggu pendiri Arso Tunggal, Djoko Murwono. Pada sekitar pukul 23.30 WIB Djoko Murwono datang, memberi salam. Dia menanyakan keadaan orang-orang yang sudah datang lebih dulu; tentang keluarga mereka, tentang

Transcript of Bab Enam Humanisme Arso Tunggal dalam...

Page 1: Bab Enam Humanisme Arso Tunggal dalam Praktikrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/735/7/D_902006011_BAB VI.… · mendorong orang lupa akan sangkan paraning dumadi, yang digambarkan

165

Bab Enam

Humanisme Arso Tunggal dalam Praktik

Sarasehan dan Kegiatan Ritual

Rumah dua lantai di Jalan Bulusan Selatan Raya Nomor

111 Semarang itu berdiri kokoh di antara permukiman

penduduk. Itulah pusat kegiatan Arso Tunggal. Pada setiap

Rabu malam, di rumah itu diselenggarakan pertemuan anggota

paguyuban, dimulai sekitar pukul 23.00 WIB sampai pukul

02.00 WIB Kamis dinihari.

Pada setiap pertemuan, sekitar 15-20 anggota hadir.

Sebagian mengendarai sepeda motor, sebagian yang lain

mengendarai mobil. Mereka datang dari berbagai tempat di

Kota Semarang dan sekitar. Mereka saling memberi salam

dengan cara merapatkan telapak tangan kanan ke dada. Begitu

datang, mereka bersantai di atas tikar yang digelar di ruang

tengah atau duduk di ruang tamu, menonton televisi, minum

kopi atau teh, dan memperbincangkan berbagai hal, sambil

menunggu pendiri Arso Tunggal, Djoko Murwono.

Pada sekitar pukul 23.30 WIB Djoko Murwono datang,

memberi salam. Dia menanyakan keadaan orang-orang yang

sudah datang lebih dulu; tentang keluarga mereka, tentang

Page 2: Bab Enam Humanisme Arso Tunggal dalam Praktikrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/735/7/D_902006011_BAB VI.… · mendorong orang lupa akan sangkan paraning dumadi, yang digambarkan

Jawa Menyiasati Globalisasi

166

kesehatan, dan tentang perkembangan kegiatan paguyuban.

Perbincangan pun kemudian berkembang pada berbagai hal,

terutama berkaitan dengan masalah budaya Jawa.

Berbagai macam topik perkembangan kehidupan masya-

rakat dibicarakan dalam pertemuan, yang disebut sebagai

sarasehan Reboan itu. Perkembangan aktual berkaitan dengan

masalah sosial, politik, agama, dan ekonomi – baik lokal,

nasional maupun internasional – dibahas dalam perspektif

budaya Jawa. Terjadi diskusi yang menarik dalam sarasehan

yang berlangsung hingga sekitar pukul 00.30 WIB.

Setelah itu, mereka bersama-sama naik ke lantai dua,

memasuki empat kamar yang ada. Di setiap kamar terdapat

peralatan berupa paku-paku kayu terdiri dari empat bagian.

Bagian pertama berukuran sekitar satu meter kali 30 sentimeter,

tiga bagian yang lain berukuran sekitar 30 sentimeter persegi.

Tinggi paku-paku kayu tersebut masing-masing sekitar lima

sentimeter. Bagian pertama disiapkan untuk menopang tubuh,

dua bagian lain untuk tangan, dan satu bagian lagi yang

dibungkus kain dipersiapkan sebagai alas kepala.

Di tiap-tiap kamar terdapat tiga alat tersebut, yang dijajar-

kan horizontal di lantai. Di bagian atas alat yang berada di

tengah terdapat alat yang melengkung, berada di bawah meja

yang dilengkapi dengan tiga lilin yang menyala.

Para anggota melepaskan sabuk, arloji, dompet, telepon

seluler, dan barang-barang lain yang melekat di tubuhnya,

sehingga hanya mengenakan baju dan celana. Mereka kemudian

berdoa menurut keyakinan mereka sendiri-sendiri. Setelah itu,

para anggota merebahkan tubuh di atas paku-paku kayu dan

melakukan meditasi. Bagi yang belum terbiasa, rebah di atas

paku-paku kayu itu membuat tubuh terasa sakit, terutama di

bagian belakang kepala.

Page 3: Bab Enam Humanisme Arso Tunggal dalam Praktikrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/735/7/D_902006011_BAB VI.… · mendorong orang lupa akan sangkan paraning dumadi, yang digambarkan

Humanisme Arso Tunggal dalam Praktik

167

Proses meditasi tersebut berlangsung sampai sekitar pukul

01.00 WIB. Satu per satu anggota turun ke lantai bawah,

kembali memperbincangkan berbagai hal berkaitan dengan

kehidupan dan perkembangan kegiatan paguyuban. Diskusi

berlangsung sampai dengan pukul 02.00 WIB. Setelah itu,

mereka pulang ke rumah masing-masing.

Gambar 3: Kegiatan ritual Paguyuban Arso Tunggal

Itulah gambaran kegiatan sarasehan dan ritual yang

diterapkaan Arso Tunggal. Kegiatan ritual tersebut bertujuan

melatih anggota mengasah ketajaman hati nurani, dengan cara

sumber: koleksi pribadi penulis

Page 4: Bab Enam Humanisme Arso Tunggal dalam Praktikrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/735/7/D_902006011_BAB VI.… · mendorong orang lupa akan sangkan paraning dumadi, yang digambarkan

Jawa Menyiasati Globalisasi

168

menenangkan dan mematikan pikiran; menghilangkan rasa

sakit. Proses itu mereka sebut ngraga sukma. Dengan rebah di

atas paku-paku kayu, anggota diuji tingkat ketahanan terhadap

rasa sakit. Rasa sakit akan hilang dengan sendirinya, kalau

mereka bisa mengendalikan pikiran dan mempertajam hati

nurani (mati raga).

Ngraga sukma yang diterapkan Arso Tunggal berbeda dari

pengertian ngrogoh sukma yang dikenal di kalangan penganut

kebatinan. Ngrogoh sukma merupakan proses merogoh (meng-

ambil) jiwa kemudian dikeluarkan dari badan, sehingga jiwa itu

bisa mengembara ke tempat-tempat lain, di luar badan. Proses

itu lalu membuat jiwa seseorang dapat melihat keadaan di

tempat lain. Di kalangan masyarakat Jawa, proses itu biasa

dikenal dengan terawangan (dari kata menerawang).

Berbeda dari ngrogoh sukma, maka ngraga sukma tidak

merogoh jiwa untuk mengembara, melainkan mengeksplorasi

jiwa untuk diragakan. Dengan kata lain, ngraga sukma adalah

meragakan jiwa. Jiwa harus dieksplorasi agar dapat memimpin

raga, sehingga hidup manusia tidak lagi dikendalikan oleh

keinginan-keinginan raga, melainkan dikendalikan oleh niat

dari dalam jiwa.

Proses ritual tersebut merupakan tahapan mencari

keheningan dengan cara menenangkan pikiran (ening cipta sarana neng). Ada proses transendensi, yang membuat tubuh

tidak merasa sakit meskipun dicocok oleh paku-paku kayu.

Ritual tersebut dilakukan untuk mengasah niat yang tulus

dari hati nurani (krenteging ati). Terdapat lima hal penting

dalam krenteging ati, yaitu madhep, mantep, sabar, tatag, sumèh. Suara hati bisa diterapkan dengan lima hal tersebut.

Madheb ngersaning Pangeran, mantep ngugemi dhawuhing Pangeran, sabar menjalani hidup dan tidak tergoyahkan, serta

Page 5: Bab Enam Humanisme Arso Tunggal dalam Praktikrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/735/7/D_902006011_BAB VI.… · mendorong orang lupa akan sangkan paraning dumadi, yang digambarkan

Humanisme Arso Tunggal dalam Praktik

169

banyak tersenyum dalam menghadapi sesuatu yang terjadi.

Makna tatag adalah apa pun yang terjadi manusia harus tidak

tergoyahkan.

Ritual itu juga membimbing anggota untuk meningkat-

kan kualitas sebagai manusia dalam perspektif Jawa. Tingkatan

kualitas manusia Jawa yang dikembangkan Arso Tunggal adalah

satriya, satriya pinandhita, pinandhita ratu, ratuning pinan-dhita, ratu ratuning pinandhita. Tingkatan tertinggi, yaitu ratu ratuning pinandhita, yaitu Tuhan Yang Maha Esa. Adapun

tataran paling dasar adalah berbuat secara kesatria.

Untuk mencapai tingkatan-tingkatan tersebut, manusia

tidak bisa hanya mengandalkan kekuatan, melainkan juga

kearifan, harus bisa menjadi sumur tinimba, seperti samudera

yang menampung semua aliran air dari berbagai macam sungai.

Meskipun demikian, manusia tidak mungkin sampai pada

tataran kelima yaitu ratu ratuning pinandhita.

Lewat ritual yang dilakukan, anggota Arso Tunggal bela-

jar meninggalkan hal-hal yang bersifat duniawi. Filosofinya

adalah: urip iku ora karana bandha; bandha mung srananing urip. Yèn bandha ora kanggonan nyawa, yèn nyawa mesthi ana bandhané soalé manungsa urip (Hidup itu bukan karena harta-

benda. Dalam harta tidak ada nyawa, tapi di dalam nyawa pasti

ada harta, karena manusia hidup. Kalau kita hidup pasti diberi

sarana untuk hidup).

Yèn kowé kepingin mangan, aja mangan, yèn kowé kepingin ngombé aja ngombé. Ning yèn kowé kepingin mangan-ngombé, mangana lan ngombéya amarga kowé urip. Makna ungkapan itu adalah, “hidup bukan untuk makan, me-

lainkan makan untuk hidup.” Itulah ajaran tentang pengen-

dalian diri, seperti “yèn pingin nesu menenga, yèn pingin ngenengké wong sapanen kanthi alus. (Kalau kita ingin marah

Page 6: Bab Enam Humanisme Arso Tunggal dalam Praktikrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/735/7/D_902006011_BAB VI.… · mendorong orang lupa akan sangkan paraning dumadi, yang digambarkan

Jawa Menyiasati Globalisasi

170

diamlah, kalau ingin mendiamkan orang maka sapalah orang itu

secara halus).

Dalam berbagai pertemuan Reboan, sering dibahas

tentang nilai-nilai melayani, bahwa manusia itu harus nge-mong. Tuhan tidak melarang manusia untuk berbuat sesuatu,

melainkan memberikan aturan atau batasan (wewaler).

Dalam bahasa Jawa ajaran itu diungkapkan “beja cilaka kuwi ana ing badan priyangga. Pilihan ana ing manungsa piyambak.” Paguyuban Arso Tunggal mengembangkan pema-

haman bahwa sesungguhnya nasib manusia tergantung pada

diri manusia sendiri, Tuhan hanya memberikan pilihan dan

rambu-rambu.

Di sinilah terletak makna humanisme yang dikembangkan

Arso Tunggal, yaitu manusia sebagai makhluk hidup yang

memiliki kemandirian untuk menentukan nasibnya sendiri.

Dalam menentukan nasib, manusia selalu disinari oleh cahaya

yang berasal dari Tuhan yang Maha Kuasa.

Pemahaman itu dikembangkan melalui ritual dengan cara

berusaha menghilangkan rasa sakit terkena paku kayu. Anggota

Arso Tunggal diberi pilihan, mampu menghilangkan rasa sakit

dengan menangkal pikiran dan mengeksplorasi niat tulus dalam

hati atau tetap menempatkan pikiran sebagai “panglima.”

Proses ritual juga membimbing anggota paguyuban untuk

menerapkan filosofi urip kaya banyu mili, kaya angin tumiup/sumilir, kaya srengéngé sumunar, kaya sumunaré sang bagaskara. Makna ungkapan tersebut adalah, hidup ibarat air

yang mengalir, angin yang berhembus, matahari yang bersinar.

Dalam paguyuban dikembangkan ajaran, bahwa untuk

mencapai tujuan, manusia harus melalui proses yang memang

harus dilalui. Karena itu, Arso Tunggal tidak menekankan pada

Page 7: Bab Enam Humanisme Arso Tunggal dalam Praktikrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/735/7/D_902006011_BAB VI.… · mendorong orang lupa akan sangkan paraning dumadi, yang digambarkan

Humanisme Arso Tunggal dalam Praktik

171

target. Bagi Arso Tunggal, target itu didasari oleh pemikiran

manajemen Barat, padahal manajemen hanya alat, manusia

tidak boleh dikooptasi oleh manajemen. Manajemen bukan raja

karena raja yang sesungguhnya adalah diri manusia sendiri.

Pemahaman itu mencerminkan, bahwa manusia sebaik-

nya tidak menghendaki sesuatu terjadi secara cepat, tidak

tergesa-gesa, sesuatu harus dijalani dengan teliti dan waspada.

Ungkapan Jawa yang menggambarkan hal itu adalah alon-alon waton kelakon, aja grusa-grusu, aja kebat kliwat, sabar, éling, lan waspada. (pelan-pelan tapi terlaksana, jangan tergesa-gesa,

jangan ingin bahwa sesuatu pasti bisa terjadi secara cepat, sabar,

selalu ingat kepada Tuhan, dan waspada).

Ungkapan lain yang bermakna sama adalah gremat-gremet waton slamet, yang berarti bahwa suatu pekerjaan

sebaiknya dilakukan dengan hati-hati, seksama, tekun, sesuai

aturan yang benar. Titik berat dua ungkapan itu terletak pada

kelakon dan slamet (terlaksana dan selamat sampai tujuan),

bukan pada lamban.

Mengejar pencapaian kehendak dengan segala cara yang

cepat dipengaruhi oleh pola pikir management by objective

yang berkembang di dalam manajemen Barat. Dalam konteks

budaya Jawa, maka sebenarnya management by objective itu

kurang cocok, karena pola pikir Jawa lebih bersifat management by process, bahwa segala sesuatu sebaiknya dilakukan melalui

proses yang benar. Proses tersebut akan menentukan tujuan;

kalau proses baik maka tujuan akan tercapai dengan baik, kalau

proses tidak baik, maka tujuan pun tidak akan tercapai dengan

baik.

Kegiatan nyata Arso Tunggal mencerminkan keseim-

bangan antara management by objective dan management by

Page 8: Bab Enam Humanisme Arso Tunggal dalam Praktikrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/735/7/D_902006011_BAB VI.… · mendorong orang lupa akan sangkan paraning dumadi, yang digambarkan

Jawa Menyiasati Globalisasi

172

process. Kegiatan yang dilakukan selalu berorientasi pada tujuan

atau hasil, namun fokus pada proses yang dijalani.

Proses ritual yang diterapkan oleh Paguyuban Arso

Tunggal berintikan empat tahapan, yaitu: krenteg-karep-karsa-karya. Empat tahapan itu dapat dijelaskan sebagai berikut:

Krenteg merupakan niat mendalam yang berasal dari jiwa

manusia. Untuk merasakan dan memahami krenteg, maka

manusia harus dapat “mematikan” pikiran. Otak harus diistira-

hatkan, sehingga ketika otak tidak bekerja maka manusia dapat

merasakan getaran-getaran jiwa. Ketika otak tidak bekerja,

maka manusia akan “berziarah” ke dalam jiwanya sendiri. Ada

proses transformasi dari otak ke jiwa.

Nilai-nilai ajaran yang melandasi proses itu adalah, bahwa

hidup manusia harus dipimpin oleh jiwa, bukan oleh pikiran.

Menurut ajaran Arso Tunggal, jiwa itu menenteramkan, adapun

pikiran menyebabkan ketidaktenangan. Jiwa meneduhkan,

pikiran tidak berujung pangkal. Ungkapan Jawa yang menggam-

barkan hal itu adalah: sak dawa-dawané lurung, isih dawa gurung (sepanjang-panjangnya jalan, masih panjang pikiran).

Ungkapan itu menunjukkan, bahwa pikiran tidak pernah ber-

ujung, membuat manusia tidak pernah puas, mengejar sesuatu

tanpa batas dan belum pasti.

Karep adalah kehendak yang berasal dari otak manusia.

Karena berasal dari otak, maka karep juga tidak berujung

pangkal, menggambarkan keinginan manusia yang tidak pernah

habis, tidak pernah puas. Oleh sebab itu, karep harus dikelola

dengan cara menariknya ke dalam jiwa, sehingga hidup manusia

tidak lagi dipimpin oleh kehendak yang tak pernah habis itu,

melainkan dikomandani oleh krenteg yang berasal dari jiwa.

Karsa adalah niat untuk melakukan suatu tindakan. Niat

tersebut didorong oleh karep atau krenteg. Kalau hanya

Page 9: Bab Enam Humanisme Arso Tunggal dalam Praktikrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/735/7/D_902006011_BAB VI.… · mendorong orang lupa akan sangkan paraning dumadi, yang digambarkan

Humanisme Arso Tunggal dalam Praktik

173

didasarkan oleh karep, maka karsa hanya muncul dari

keinginan otak saja, namun kalau dilandasi oleh krenteg maka

selain didorong oleh pikiran, karsa juga digerakkan oleh jiwa.

Adapun karya merupakan aplikasi dari karsa, tidak lagi

hanya berwujud keinginan, melainkan sudah berupa tindakan

nyata. Karya itulah yang juga sering disebut sebagai pakarti, yaitu buah dari proses krenteg, karep, dan karsa.

Ritual yang dilakukan mengajarkan kepada para anggota

paguyuban untuk dapat mendengar dan memahami krenteg,

membedakannya dari karep. Tujuannya, kalau seseorang dapat

memahami krenteg, maka ia dapat pula menggunakannya

sebagai landasan hidup sehari-hari. Niat untuk melakukan suatu

tindakan benar-benar didasarkan pada niat yang berasal dari

jiwa, bukan sekadar karep yang muncul dari otak.

Dalam suatu sarasehan Reboan, dibahas bahwa saat ini

kebanyakan manusia lebih mengandalkan akal pikiran (rasio-

nal), berarti mementingkan karep. Dalam ungkapan Jawa

dikatakan: luwih gedhé karepé katimbang krentegé. Karena

begitu besar kehendak otak, maka orang kemudian mengejar

(dengan segala cara) kehendak tersebut. Dalam bahasa Jawa hal

itu disebut sebagai penggayuh diyu (keinginan yang buta), yang

mendorong orang lupa akan sangkan paraning dumadi, yang

digambarkan dengan ungkapan mélék anggéndhong lali (keinginan mengakibatkan lupa).

Pada era globalisasi sekarang, kebanyakan orang terlalu

mengandalkan akal. Karena terlalu mengandalkan akal, maka

banyak orang yang dalam tindakannya cenderung mengabaikan

nilai-nilai kemanusiaan, mengakibatkan kemerosotan martabat

kemanusiaan. Oleh karena itu, manusia harus kembali ke

krenteg, yang tidak berasal dari pikiran melainkan dari jiwa

untuk melandasi tindakan nyata (pakarti). Krenteg harus keluar

Page 10: Bab Enam Humanisme Arso Tunggal dalam Praktikrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/735/7/D_902006011_BAB VI.… · mendorong orang lupa akan sangkan paraning dumadi, yang digambarkan

Jawa Menyiasati Globalisasi

174

dulu dari jiwa, kemudian menjadi karep, lalu karep itu

dikembangkan menjadi karsa (niat untuk melakukan suatu

tindakan), diaplikasikan menjadi karya.

Paguyuban Arso Tunggal mengembangkan pemahaman,

bahwa pakarti dilandasi oleh keberanian berkarya dalam

konteks budaya. Di dalam budaya terdapat ilmu pengetahuan,

teknologi, tata hidup, dan pola tindakan. Humanisme harus

dinyatakan dalam karya, bukan hanya berhenti pada krenteg

atau karep. Karena itu, Arso Tunggal melakukan karya-karya

nyata, yang disebut sebagai “proses memodernisasi kearifan

lokal Jawa.” Karya tersebut berupa penemuan obat-obat yang

dilandasi kearifan lokal Jawa yang sudah hampir punah dan

pengembangan varietas-varietas lokal dalam pertanian organik.

Jadi, pakarti adalah aplikasi. Olah pikir diabdikan ke olah

rasa, sehingga menghasilkan karsa lan karya. Rasa yang dipikir

menjadi karsa. Proses itu disebut manunggaling rasa lan karsa (menyatunya jiwa dan kehendak untuk berbuat).

Olah rasa (yang sering dilakukan oleh penganut per-

kumpulan kebatinan) sesungguhnya tidak bisa hanya dirasakan,

dilestarikan (diuri-uri), melainkan harus “diangkat” ke dalam

olah pikir, sehingga menghasilkan karya nyata. Paguyuban Arso

Tunggal berpijak pada keseimbangan olah rasa dan olah pikir tersebut untuk mengembangkan gerakan-gerakan kemanusiaan.

Keseimbangan itu tercermin dari penelitian-penelitian ilmiah

yang didasari kearifan-kearifan lokal Jawa yang kemudian

menghasilkan obat-obatan dan pertanian organik.

Dalam berbagai diskusi Reboan disebutkan, bahwa tidak

berkembangnya budaya Jawa dalam konteks kemajuan zaman

saat ini karena kebanyakan orang Jawa hanya berhenti pada

olah rasa, tidak mengembangkannya ke dalam olah pikir; hanya

berhenti di krenteg, tidak berkembang ke karep, karsa, dan

Page 11: Bab Enam Humanisme Arso Tunggal dalam Praktikrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/735/7/D_902006011_BAB VI.… · mendorong orang lupa akan sangkan paraning dumadi, yang digambarkan

Humanisme Arso Tunggal dalam Praktik

175

karya. Itulah sebabnya, “modernisasi Jawa” adalah menerjemah-

kan nilai-nilai budaya Jawa ke dalam karya nyata yang mampu

menjawab tantangan zaman, yang bermanfaat bagi masyarakat

masa kini.

Penulis menemukan perbedaan antara pendekatan yang

dilakukan Arso Tunggal dan pendekatan yang berkembang

dalam komunitas-komunitas kebatinan. Arso Tunggal justru

menarik niat dalam jiwa ke kehendak dalam otak kemudian

diaplikasikan ke dalam karya nyata, adapun komunitas kebatin-

an lebih menarik niat dalam jiwa ke arah lebih dalam lagi, yaitu

rohani. Perbedaan itu menyebabkan perbedaan hasil, Arso

Tunggal menghasilkan karya nyata (kemanusiaan), adapun

gerakan kebatinan menghasilkan spiritualitas (ketuhanan). Hal

tersebut dapat digambarkan dalam skema sebagai berikut:

Humanisme Arso Tunggal

Proses krenteg-karep-karsa-karya merupakan perwujudan

dari pemahaman tentang humanisme kejawèn. Perbedaan

antara humanisme kejawèn (dijelaskan dalam Bab Empat) dan

humanisme yang dipahami oleh Arso Tunggal terletak pada

perbedaan antara laku dan pakarti. Humanisme kejawèn

bermuara pada laku, adapun humanisme yang dikembangkan

paguyuban ini menghasilkan pakarti.

Berbeda dari laku, pakarti tidak hanya merupakan olah rasa, melainkan olah rasa yang dipadukan dengan olah pikir,

diterjemahkan ke dalam tindakan nyata. Dalam pakarti sudah

rohani jiwa

komunitas kebatinan Paguyuban Arso Tunggal

pikiran karya

Page 12: Bab Enam Humanisme Arso Tunggal dalam Praktikrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/735/7/D_902006011_BAB VI.… · mendorong orang lupa akan sangkan paraning dumadi, yang digambarkan

Jawa Menyiasati Globalisasi

176

terjadi sinergitas antara olah rasa dan olah pikir, sehingga

humanisme tidak berhenti sekadar sebagai pengertian, melain-

kan terwujud dalam tindakan nyata.

Proses sangkan paraning dumadi, manunggaling kawula lan Gusti, laku, dan pakarti digambarkan sebagai purwa, madya, wusana atau awal, tengah, dan akhir. Purwa itu rasa, madya itu

pikiran, dan wusana itu karya. Di dalam rasa terdapat krenteg, di dalam pikiran terdapat karep, dan di dalam karya terdapat

tindakan-tindakan nyata yang bermanfaat bagi sesama manusia

dan lingkungan. Purwa, madya, wusana adalah proses kehidup-

an manusia. Putaran itu makin lama makin besar. Manusia tidak

dapat hanya mengandalkan rasa, melainkan harus pula dengan

pikiran; harus ada keseimbangan antara niat dan kehendak

untuk memperbesar putaran tersebut.

Pengertian sangkan paraning dumadi yang dikembangkan

Arso Tunggal adalah, bahwa meskipun manusia memiliki

otoritas untuk memilih tindakannya sendiri, namun mereka

tetap disinari oleh cahaya Yang Maha Kuasa. Bagaimanapun,

manusia adalah makhluk yang berasal dan akan kembali kepada

Yang Maha Kuasa.

Pemahaman tentang manunggaling kawula lan Gusti yang

dikembangkan Arso Tunggal adalah, bahwa jiwa manusia

merupakan singgasana Allah, jiwa manusia merupakan percikan

sukma Allah Yang Maha Besar. Jadi, jiwa itu abadi, raga hanya

berasal dari tanah, bersifat rendah (asor). Jiwa dimasukkan ke

raga, agar raga itu bisa tertata. Dalam pengertian ini, maka

manunggaling kawula lan Gusti berarti menyatunya jiwa dan

raga, menyatunya krenteg dan karep.

Ungkapan Jawa yang menggambarkan tuntunan jiwa itu

adalah golèka pener ning ya golèk bener. Bener (benar) ada di

dalam kepala, adapun pener (tepat, sesuai) ada di dalam jiwa

Page 13: Bab Enam Humanisme Arso Tunggal dalam Praktikrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/735/7/D_902006011_BAB VI.… · mendorong orang lupa akan sangkan paraning dumadi, yang digambarkan

Humanisme Arso Tunggal dalam Praktik

177

manusia. Bener belum tentu bisa menenteramkan raga, tapi

pener akan menenteramkan jiwa. Orang yang terlalu banyak

berpikir menjadi susah tidur, tapi orang yang menyerahkan

hidupnya pada kejernihan jiwa akan mampu mengendalikan

diri. Hal itulah yang membedakan antara krenteg dan karep;

karena krenteg berasal dari hati, adapun karep muncul dari

pikiran.1

Arso Tunggal menitikberatkan gerakannya pada pakarti. Kata pakarti mengacu pada penerjemahan laku, tidak berhenti

pada pengertian atau sekadar olah rasa, tetapi teraplikasi ke

dalam karya nyata. Dengan kata lain, pakarti merupakan syarat

untuk menerjemahkan pengertian tentang sangkan paraning dumadi dan manunggaling kawula lan Gusti, sering pula disebut

sebagai srananing ngaurip.

Oleh sebab itu, Arso Tunggal berusaha mengembangkan,

memodernisasikan pemahaman-pemahaman kejawèn, dengan

cara memadukan rasa dan otak (pikiran). Jadi, sangkan paraning dumadi dan manunggaling kawula lan Gusti tidak berhenti di

olah rasa saja atau olah pikir saja, melainkan harus diaplikasikan

dalam karya, sehingga bermanfaat bagi orang banyak.

1 Djoko menjelaskan: “Yèn aku wis ngomong bener mungguhing uripku,

aku sejatiné wis ora pener mungguhing uripku, nanging yèn aku ora tau ngomong bener mungguhing uripku, kuwi berarti wis pener. Yèn kowé ngomong salah mungguhing wong, sak beneré ing jroning atimu kuwi panggonan ingkang salah, awit bener lan salah kuwi ana ing pikiranmu, pener lan ora pener kuwi ana ing sajroning atimu. Golèka peneré atimu, katimbang bener lan salahing pikiranmu,” katanya. (“Kalau saya sudah bicara bahwa hidup saya benar, sesungguhnya hidup saya tidak pener, tapi kalau saya tidak pernah bicara bahwa hidup saya benar, itu berarti saya sudah pener. Kalau kamu bicara bahwa orang lain bersalah, maka sesungguhnya di dalam hatimu itu tersimpan sesuatu yang salah, karena benar dan salah itu ada dalam pikiranmu, pener dan tidak pener ada di dalam hatimu. Maka, carilah pener dalam hatimu daripada benar dan salah dalam pikiranmu”).

Page 14: Bab Enam Humanisme Arso Tunggal dalam Praktikrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/735/7/D_902006011_BAB VI.… · mendorong orang lupa akan sangkan paraning dumadi, yang digambarkan

Jawa Menyiasati Globalisasi

178

Supaya hal itu dapat terwujud, manusia harus melakukan

eningé cipta sarana neng; cipta dieningké, diendapkan dulu. Kalau sudah mengendap (menep), maka manusia akan

mendengarkan suara Allah. Proses pengendapan itu me-

nyebabkan orang Jawa berpola pikir inward looking; selalu

melihat ke dalam dirinya sendiri lebih dulu ketika merespons

suatu realitas. Manusia Jawa yang benar-benar memahami

kejawaannya, tidak berhenti pada “romantisme melihat ke

dalam” (proses pengendapan), melainkan setelah itu harus

melakukan tindakan nyata (karya).

Dari uraian tersebut, penulis berpendapat, bahwa gerakan

Arso Tunggal dilandasi oleh pemahaman tentang humanisme

kejawèn. Pemahaman itu kemudian dikembangkan menjadi hu-

manisme yang bermuara pada tindakan nyata, bukan sekadar

ketenangan jiwa dan kearifan individu. Humanisme yang

dikembangkan itulah, yang menurut oleh penulis disebut

humanisme Arso Tunggal.

Argumentasi yang melandasi penyebutan humanisme

Arso Tunggal adalah:

1. Paguyuban Arso Tunggal menempatkan manusia pada

posisi yang menentukan, meskipun tetap berada da-

lam cahaya ilahi. Tuhan hanya menyinari kehidupan

manusia, memberikan rambu-rambu, adapun pilihan-

pilihan tindakan ada di tangan manusia sendiri.

2. Paguyuban Arso Tunggal melandasi kegiatan-

kegiatannya dengan tiga inti ajaran Jawa yang dikem-

bangkan menjadi tindakan nyata, yaitu: sangkan paraning dumadi, manunggaling kawula lan Gusti, laku, dan pakarti. Hal itu membedakan pemahaman

Arso Tunggal dari pemahaman Jawa pada umumnya,

Page 15: Bab Enam Humanisme Arso Tunggal dalam Praktikrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/735/7/D_902006011_BAB VI.… · mendorong orang lupa akan sangkan paraning dumadi, yang digambarkan

Humanisme Arso Tunggal dalam Praktik

179

yang menitik-beratkan pada laku, yaitu olah rasa yang

menghasilkan ketenangan jiwa dan kearifan individu.

Dalam konteks pemikiran krenteg-karep-karsa-karya, Ar-

so Tunggal mengembangkan kegiatan-kegiatan nyata. Kren-teg

(mencerminkan penghayatan atas sangkan paraning dumadi) mendorong timbulnya karep dan karsa (mencerminkan ma-nunggaling kawula Gusti), dan keseimbangan antara krenteg

dan karep itu diwujudkan dalam pakarti.

Proses tersebut dipraktikkan oleh Arso Tunggal dalam

bidang pengobatan dan pertanian. Pengobatan alternatif

merupakan penerapan kasih terhadap sesama manusia yang

membutuhkan kesembuhan dari penyakit, pertanian alternatif

merupakan penerapan semangat membantu para petani untuk

maju, mandiri, berdaya saing, dan menjadi tuan rumah di negeri

sendiri.

Tiga inti ajaran humanisme kejawèn yang kemudian

dikembangkan itulah, yang menurut penulis, menjadi landasan

gerakan Arso Tunggal dalam pengobatan dan pertanian. Hu-

manisme yang menghasilkan pakarti, yang kemudian disebut

oleh paguyuban ini sebagai “memodernisasikan Jawa” adalah

bentuk nyata gerakan berbasis humanisme kejawèn, mengang-

kat kearifan lokal Jawa, agar dapat mengikuti perkembangan

zaman.

Pengobatan

Arso Tunggal memodernisasikan kearifan lokal Jawa

dalam bentuk pengembangan pengobatan tradisional Jawa;

Page 16: Bab Enam Humanisme Arso Tunggal dalam Praktikrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/735/7/D_902006011_BAB VI.… · mendorong orang lupa akan sangkan paraning dumadi, yang digambarkan

Jawa Menyiasati Globalisasi

180

antara lain tuma (kutu) dan pisang emas untuk mengobati

penyakit hepatitis.2

Konsep pengobatan dengan kutu dan pisang emas itu

dikembangkan bekerja sama dengan pihak Jepang, kemudian

menghasilkan interveron (obat untuk penderita hepatitis).

Penemuan formulasi interveron berawal dari penelitian Djoko

Murwono tentang pengobatan Jawa dengan kutu dan pisang

emas. Penelitian awal itu ia lakukan tahun 1985, hasilnya ia

tawarkan ke seniornya satu almamater (UGM), tapi tidak men-

dapat tanggapan positif.

“Bahkan, hasil penelitian saya tentang tuma dan pisang emas itu dianggap gugon tuhon, saya dianggap paranormal. Hasil penelitian saya itu malah dibuang ke tempat sampah, lalu saya ambil dan saya opèni lagi. Karena Indonesia tidak mau, ya saya jual ke pihak Jepang, waktu itu melalui perusahaan rokok Gudang Garam yang memang memiliki relasi dengan perusa-haan Sumitomo, Jepang,” kata Djoko.

Interveron mulai diproduksi secara massal di Jepang

tahun 1992, setelah melalui uji coba pada hewan dan manusia.

Setelah itu, pihak Sumitomo menawari kepada dia untuk mela-

kukan berbagai macam penelitian untuk dipilih dan dikem-

bangkan di Jepang. Sejak saat itu, Djoko Murwono melakukan

berbagai penelitian. Sampai saat ini, dia sudah menghasilkan 60

formulasi obat bio fito farmaka, selain sarana produksi pertani-

an.

Secara resmi hak paten obat-obat tersebut dimiliki oleh

Jepang, namun formulasinya hasil karya Djoko Murwono. Dia

2 Pengalaman penulis: dulu sewaktu masih kecil, kalau mengidap sakit

kuning (hati) oleh orang tua diminta makan tujuh kutu yang dimasukkan ke dalam pisang emas.

Page 17: Bab Enam Humanisme Arso Tunggal dalam Praktikrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/735/7/D_902006011_BAB VI.… · mendorong orang lupa akan sangkan paraning dumadi, yang digambarkan

Humanisme Arso Tunggal dalam Praktik

181

mendapatkan jasa produksi. Hasil karya itu didorong oleh

semangat memberikan bantuan kepada masyarakat untuk men-

dapatkan obat-obat dengan harga murah.3

Arso Tunggal bisa menjual obat-obat dengan harga yang

sangat murah dibandingkan dengan harga umum, karena Djoko

Murwono memberikan subsidi lewat jasa produksi yang dia

peroleh. Sebanyak 90 persen dari seluruh jasa produksi yang

seharusnya dia peroleh diberikan untuk kesejahteraan di bidang

sosial dan kesehatan internasional (international social and health welfare) yang dikelola Sumitomo Group. Subsidi tersebut

antara lain disalurkan lewat United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR), organisasi internasional untuk masalah

pengungsi, dan yang lebih besar lagi lewat World Health Organization (WHO), organisasi PBB di bidang kesehatan.

Djoko juga memberikan subsidi yang diambil dari tiga

persen jasa produksi untuk pendidikan generasi muda calon-

calon pemimpin di Asia Pasifik melalui perguruan tinggi di

Jepang, yaitu Sofia University dan Hiroshima University. Be-

rikut ini kutipan wawancara penulis dengan Djoko Murwono:

Bagaimana sebenarnya mekanisme pemberian royalty untuk Pak Djoko? Itu urusan Jepang mas. Saya tidak mau tahu, karena kalau saya tahu malah jadi beban moral saya. Lebih baik saya tidak tahu.”

Kalau semua royalty diterima, kira-kira berapa jumlahnya? Ya, hitung saja, misalnya interveron itu per mg harganya 10 dolar AS. Sekarang produksinya Jepang satu minggu sekitar 3 kwintal (atau 300 kg, atau 300 juta mg), hitung saja berapa… Untuk BIDJEVIC (Bio Immunity Development for Japanese Virus and Cancer

3 Sebagai contoh, harga umum satu kapsul interveron sekitar Rp 450.000,

tapi Arso Tunggal menjualnya hanya Rp 2.500 per kapsul dengan nama BCSH atau Bio Cythostatica Syndrome Hepar; harga obat untuk penyakit jantung formulasi paguyuban ini di apotek 75 mg Rp 35.000 per kapsul, di Arso Tunggal 150 mg hanya Rp 1.500.

Page 18: Bab Enam Humanisme Arso Tunggal dalam Praktikrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/735/7/D_902006011_BAB VI.… · mendorong orang lupa akan sangkan paraning dumadi, yang digambarkan

Jawa Menyiasati Globalisasi

182

Effect), produksi 4 kwintal per hari, tinggal hitung saja dikalikan Rp 300.000. Tapi, saya tidak mau menghi-tung, nanti kejebak pada uang.

Mengapa Pak Djoko tidak ambil seratus persen royalty itu? Sebenarnya saya bisa ambil seratus persen, tapi itu bukan nurani saya. Kalau saya sampai melanggar itu, saya terbelenggu uang. Saya hanya terima 5.000 dolar per bulan, itu pun banyak untuk nomboki kegiatan Arso Tunggal. Setahun ‘buku merah’ (daftar pasien yang menunggak memba-yar obat di Arso Tunggal) sampai Rp 150 juta… Itu harus dibayar. Ya, saya yang harus bayar. Uang royalty itu saya terima sebagai inspecstion fee, bukan dengan nama royalty.

Harga Nopkor misalnya, Rp 180.000 per liter, harga internasional 18 dolar per liter, di Indonesia dijual 8 dolar per liter, nah selisih harga itulah subsidi saya. Ini jangkanya sampai 2015. Begitu pula dengan obat-obatan dan sarana produksi pertanian yang lain, saya memberikan subsidi lewat Sumitomo. Tidak lewat pemerintah Indonesia, karena ini bukan government to government (G to G), tapi P to P (person to person). Kalau lewat pemerintah, bocornya kakéhan.

Kegiatan kami diaudit oleh lembaga internasional Black Forest Rangers, organisasi yang dulunya termasuk Kelompok Roma (Club of Rome), tapi yang khusus mencari dana. Obat-obat tersebut diproduksi di Indonesia dalam bentuk kapsul dengan mikroba yang didatangkan dari Jepang, disalurkan untuk pengobatan oleh Arso Tunggal melalui perkumpulan pengobatan Hati Kudus.4

4 Mengenai Hati Kudus, Djoko menjelaskan: Hati Kudus mulai 1984.

Organisasi formalnya ya Arso Tunggal, yang diakui negara. Tidak ada paguyuban Hati Kudus, namun nama internasionalnya Hati Kudus, Holy Core. Gerakannya sekarang masih ada di Belanda dan Jepang, tapi pantauannya sulit. Yang mendirikan Hati Kudus? Ya, saya. Sekarang masih ada juga di Nederland dan Jepang. Untuk wilayah Pasifik yang mengendalikan Jepang, untuk wilayah Eropa dikendalikan Belanda. Kaitan Hati Kudus dengan Asoka, yang mengelola obat-obatan dari Jepang itu? Kebetulan saya ada hubungan dengan Sumitomo. Sifatnya otonomi. Pendanaan di Eropa mandiri, di Jepang mandiri. Konsep yang didanai Jepang hanya yang berkaitan dengan negara sedang berkembang. Pusat Hati Kudus, secara formal ya di Indonesia, pendirinya saya. Di tempat kami, tidak ada pimpinan. Jepang punya bentangan sampai di Amerika Latin. Kaitannya mata rantai otonomi. Mungkin

Page 19: Bab Enam Humanisme Arso Tunggal dalam Praktikrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/735/7/D_902006011_BAB VI.… · mendorong orang lupa akan sangkan paraning dumadi, yang digambarkan

Humanisme Arso Tunggal dalam Praktik

183

Stansol misalnya, minuman penambah nutrisi untuk kesehatan. Minuman ini diproduksi dengan bahan-bahan baku lokal, yaitu akar alang-alang, wimbo, kunir putih, temu lawak, minyak bawang putih, minyak wijen, minyak yaitun, bio ATP, pinicilium, rhizopus, galaktosa, arabinosa, manosa, polen, vitamin A, D, E, C, dan B, serta sukrosa, dan glukosa.

Di Asia Tenggara, distribusi obat-obat bio fito farmaka

(dan juga industri agro yang dikembangkan Jepang) diawasi

oleh UD Asoka, yang dipimpin Ny. Djoko Murwono. Selain di

Semarang, pos pengobatan Arso Tunggal juga ada di Sorong,

Nabire, Jayapura (Papua), dan Ketapang (Kalimantan Barat).

Untuk pos-pos di luar Jawa tersebut, administrasi keuangannya

mulai ditangani oleh Asoka, bukan lagi di bawah Arso Tunggal.

Obat-obat bio fito farmaka adalah obat-obat yang proses

pembuatannya melalui rekayasa bio teknologi berbahan baku

herbal. Ramuan-ramuan herbal diekstraksi, hasilnya disebut

fito. Fito diekstraksi lagi dengan mikro organisme, hasilnya

disebut bio.

Djoko menjelaskan, dari satu kilogram ramuan herbal

diekstraksi menjadi 12,5 gram fito farmaka, kemudian

diekstraksi lagi (dibagi 30), menjadi kira-kira 450 miligram. Jadi,

kalau seseorang minum tiga kapsul obat bio fito farmaka sama

Hati Kudus Jepang sudah penetrasi ke Cina, Tibet, India, tapi kendalinya tetap di Jepang, Tapi, saya tidak perlu tahu itu. Pertama kali mereka menginduk di sini, sekitar tahun 1983-1984. Karena otonomi mereka bisa fleksibel, kalau masuk ke negara restriktif, seperti Cina misalnya, jadi organisasi tanpa bentuk. Kontaknya lewat Jepang. Saya tidak mau tahu, bagi saya besarnya organisasi bukan karena rekayasa, tapi karena karyanya. Apakah Jepang salah menangkap ide saya dan apa saya salah kalau mengembangkan ide ini ke luar negeri karena di dalam negeri tidak dihargai? Apa sebagai manusia Jawa saya salah? Apakah itu berarti saya tidak nasionalis? Kalau saya dikatakan tidak nasionalis, tolong sebutkan siapa yang menyebut dirinya sebagai nasionalis itu pernah memberikan sesuatu pada bangsanya selain korupsi…

Page 20: Bab Enam Humanisme Arso Tunggal dalam Praktikrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/735/7/D_902006011_BAB VI.… · mendorong orang lupa akan sangkan paraning dumadi, yang digambarkan

Jawa Menyiasati Globalisasi

184

dengan meminum sekitar satu kg ramuan jamu. Rumusnya, satu

kg ramuan herbal dibagi 80 menjadi fito, kalau dibagi lagi 40

menjadi bio. Kalau bio itu diekstraksi lagi menjadi cairan untuk

injeksi. Kelebihan obat bio fito farmaka adalah lebih aman bagi

tubuh manusia.

Penjelasan metabolisme sebagai berikut: obat yang

diminum manusia, diserap oleh zat aktif mikroba dalam usus,

mikrobanya mati, sel-selnya pecah, dan diserap dinding usus,

sehingga akan memengaruhi ketahanan usus manusia. Dalam

teknologi bio fito farmaka, metabolisme itu dilakukan di luar

tubuh manusia (disebut secara infitro); bahan aktif dicampur

dengan makanan mikroba usus, sehingga mikroba berkembang

biak di luar tubuh manusia. Sel-sel mikroba tersebut dituai,

dikumpulkan, difragmasi, kemudian dimasukkan membran (di-

saring), hasil saringan pertama adalah obat-obat oral (diminum),

adapun hasil saringan kedua menjadi obat cair untuk injeksi.

Dengan proses infitro, bisa diketahui lebih dulu apakah

obat-obat itu menyebabkan mikroba mati atau tidak, dengan

kata lain dapat diketahui obat itu layak atau tidak dikonsumsi

manusia. Jadi, obat bio fito farmaka lebih aman dibanding

dengan obat-obat kimia, terlebih lagi obat-obat kimia biasanya

juga mengandung logam berat.

Penjelasan tersebut menunjukkan, bahwa obat-obat bio

fito farmaka adalah obat-obat yang aman bagi usus, karena tidak

mematikan mikroba yang justru bermanfaat bagi kesehatan

manusia. Karena tidak mematikan mikroba itu, maka daya

tahan usus tidak terganggu. Di sinilah terletak perbedaan antara

obat-obat bio fito farmaka dan obat-obat kimiawi-modern.

Penjelasan itu sejalan dengan pernyataan Hiromi Shinya

(2010:41), bahwa kedokteran modern banyak mengandalkan

obat-obatan untuk mengobati penyakit dan memerangi mikroba

Page 21: Bab Enam Humanisme Arso Tunggal dalam Praktikrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/735/7/D_902006011_BAB VI.… · mendorong orang lupa akan sangkan paraning dumadi, yang digambarkan

Humanisme Arso Tunggal dalam Praktik

185

penyebab penyakit. Padahal, sesungguhnya obat-obatan adalah

racun yang bukan hanya menghancurkan mikroba berbahaya,

melainkan juga menghancurkan mikroba yang menguntungkan,

terutama mikroba/bakteri yang berada dalam usus. Dengan

demikian, obat-obatan cenderung merusak kondisi usus,

sehingga ujung-ujungnya adalah rusaknya kesehatan tubuh kita.

Shinya memberi contoh obat antibiotika, tidak hanya

menghancurkan kuman yang diincar, tapi juga bakteri berman-

faat. Dengan terganggunya bakteri bermanfaat, keseimbangan

bakteri usus juga terganggu dan produksi enzim untuk kese-

hatan sistem kekebalan menurun. Alhasil, tingkat kesehatan

pun menurun.

Menurut Djoko, sampai saat ini di dunia terdapat 600 jenis

obat kategori teknologi bio, 124 di antaranya berada di Jepang,

dan dari 124 itu sebanyak 60 jenis merupakan hasil pe-

nelitiannya. Dia mengaku bahwa penelitian adalah panggilan

hidupnya, itulah sebabnya dia dikenal sebagai peneliti di bidang

rekayasa teknologi bio (bio technology engineering).

Penelitian, bagi dia, harus bermanfaat bagi kemanusiaan

dan mempunyai nilai jual. Dia memberi contoh, salah satu

penelitiannya menghabiskan dana 10.000 dolar AS, maka ia

akan menawarkan ke Jepang nilai penelitian itu 60.000 dolar

AS; 10.000 dolar AS untuk penelitian pendahuluan yang sudah

ia lakukan, sisanya (50.000 dolar AS) diinvestasikan untuk

penelitian lain yang lebih besar lagi, terutama dalam hal man-

faatnya bagi kemanusiaan.

Penelitian pendahuluan untuk sarana produksi pertanian

(Nopkor) yang ia lakukan menghabiskan dana 5.000 dolar AS,

tapi ia mendapat dana dari Jepang 30.000 dolar AS. Penelitian

pendahuluan untuk obat penyakit jantung menghabiskan uang

56.000 dolar AS, dibeli oleh Jepang 150.000 dolar AS. “Sisanya

Page 22: Bab Enam Humanisme Arso Tunggal dalam Praktikrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/735/7/D_902006011_BAB VI.… · mendorong orang lupa akan sangkan paraning dumadi, yang digambarkan

Jawa Menyiasati Globalisasi

186

adalah investasi untuk penelitian-penelitian yang hasilnya akan

berkembang lama. Saya selalu terus terang dengan pihak Je-

pang, penelitian awal habis sekian dolar, saya jual sekian dolar.

Kalau mau ya tinggal tanda tangan…” kata Djoko Murwono.

Ia mengkritik peneliti-peneliti Indonesia, yang kebanyak-

an tidak mempertimbangkan segi manfaat bagi kemanusiaan

dan memandang penelitian sebagai proyek saja. Karena itu, di

bidang penelitian ini Indonesia tertinggal selama enam dekade

(60 tahun) dari negara-negara lain.

Djoko pun mengungkapkan, banyak kearifan lokal Jawa

yang tidak tergarap dengan baik, bahkan sekarang hilang,

misalnya pemanfaatan peté untuk mengobati penyakit. Peté

mengandung bahan tertentu untuk menurunkan kadar gula

dalam darah, agar baunya tidak menyengat maka peté bisa

dibuat acar. Caranya, bagian dalam peté dikupas, tapi kulit

kerasnya dibiarkan. Kearifan lokal seperti itu yang sharusnya

dikembangkan. Ketika kecil, dia diajari oleh éyang di

Yogyakarta, cara membuat acar peté, dicampur bawang dan

brambang. Proses pembuatannya sekitar satu minggu. Melalui

proses itu, maka rasa peténya halus sekali.

Paguyuban Arso Tunggal melakukan praktik pengobatan

alternatif tersebut di dua tempat, yaitu di padepokan Bulusan

Selatan setiap hari Minggu dan di rumah Djoko Murwono di

Jalan Plamongan Indah Raya 479, Semarang setiap hari Kamis

dan Jumat.

Selain mendapat obat alternatif yang dikembangkan Arso

Tunggal, pasien-pasien yang datang juga mendapat terapi

dengan cara tubuhnya rebah di atas paku-paku kayu dan

ditotok di bagian-bagian pusat syaraf. Praktik pengobatan ter-

sebut dilakukan oleh anggota paguyuban yang sudah masuk

kategori prajurit.

Page 23: Bab Enam Humanisme Arso Tunggal dalam Praktikrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/735/7/D_902006011_BAB VI.… · mendorong orang lupa akan sangkan paraning dumadi, yang digambarkan

Humanisme Arso Tunggal dalam Praktik

187

Gambar 4: Proses pengobatan di Paguyuban Arso Tunggal:

Subiyanto, salah seorang prajurit Arso Tunggal menjelas-

kan, untuk mencapai tingkatan prajurit seseorang harus melalui

ujian dan pelatihan. Mereka melakukan puasa selama 40 hari

dengan pantang makanan tertentu, setelah itu dilatih melaku-

kan terapi dengan menggunakan alat berupa dua tongkat kayu

sepanjang kira-kira 30 centimeter. Saat ini, ada enam prajurit

yang selalu siap melayani pengobatan.

Sumber: dok. Arso Tunggal

Page 24: Bab Enam Humanisme Arso Tunggal dalam Praktikrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/735/7/D_902006011_BAB VI.… · mendorong orang lupa akan sangkan paraning dumadi, yang digambarkan

Jawa Menyiasati Globalisasi

188

Pertanian

Di bidang pertanian, Arso Tunggal membangkitkan

kemandirian petani, yang hilang karena revolusi hijau dan

pertanian transgenik. Langkah tersebut dilakukan melalui

penerapan Sistem Pertanian Organik Rasional (SPOR).

Sistem Pertanian Organik Rasional merupakan salah satu

sistem dalam gerakan pertanian organik yang menggugat

revolusi hijau.5 Revolusi hijau menurunkan kuantitas dan

kualitas pro-duksi pangan, mengakibatkan biaya produksi

pertanian makin mahal dan berbagai persoalan lingkungan.

Gerakan pertanian organik pada umumnya dimengerti

sebagai gerakan budidaya pertanian yang anti pemakaian pupuk

anorganik dan (terlebih lagi) pestisida. Dua sarana produksi

pertanian (pupuk anorganik dan pestisida) itu digunakan secara

masif dalam sistem pertanian modern atau yang dikenal sebagai

revolusi hijau. Dari awal yang kecil, kini gerakan pertanian

organik makin meluas. Makin banyak konsumen pangan yang

membutuhkan produk-produk organik, karena alasan kesehatan

dan rasa yang lebih segar.

Sesungguhnya pertanian organik telah diterapkan pada

pra-revolusi hijau, yakni sebelum tahun 1970-an. Pada era itu,

penyediaan benih dilakukan petani secara mandiri, dengan

menyisihkan sebagian hasil panen. Ada kalanya benih didapat

dari lumbung padi di desa yang dikelola secara kolektif.

Lumbung padi dalam hal ini juga berfungsi sebagai “pertahan-

5 Revolusi hijau adalah sebutan tidak resmi yang dipakai untuk

menggambarkan perubahan fundamental dalam pemakaian teknolo-gi budidaya pertanian yang dimulai pada tahun 1950-an hingga 1980-an di banyak negara berkembang, terutama di Asia. Konsep Revolusi hijau yang di Indonesia dikenal sebagai gerakan Bimas (bimbingan masyarakat) adalah program nasional untuk meningkatkan produksi pangan, khususnya swasem-bada beras.

Page 25: Bab Enam Humanisme Arso Tunggal dalam Praktikrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/735/7/D_902006011_BAB VI.… · mendorong orang lupa akan sangkan paraning dumadi, yang digambarkan

Humanisme Arso Tunggal dalam Praktik

189

an” manakala ada warga desa yang mengalami krisis pangan

atau butuh bibit untuk tanaman.

Di sisi lain, sarana produksi pertanian juga disediakan

sendiri. Pupuk tanaman berasal dari kompos, humus, atau

kotoran hewan. Cara menanggulangi hama (burung dan tikus)

pada umumnya dilakukan secara mekanis. Cara-cara kimiawi

belum dikenal. Serangga-serangga yang sekarang jadi hama

yang mengancam, dulu bukanlah hama. Mereka menjadi hama,

ketika tersedia makanan dalam jumlah berlimpah, berupa

jarringan tanaman pangan yang lunak karena pemupukan N

(urea) dan asupan air yang berkelimpahan. Pada saat itu,

pestisida dibutuhkan untuk membasminya.

Revolusi hijau atau modernisasi pertanian (pangan) yang

berbasis benih unggul hasil persilangan dan pemuliaan – cirinya

rakus asupan kimiawi (khususnya pupuk anorganik) dan air –

dan mampu memberikan hasil berkali lipat serta waktu tanam

lebih pendek dibanding bibit-bibit lokal, mengubah segalanya.

Hubungan patron-klien di desa menjadi terkikis. Lumbung padi

mengalami kematian secara sistematis. Benih-benih tanaman

tidak lagi disediakan sendiri, karena pertanian modern itu

mewajibkan benih-benih hasil persilangan yang tersertifikasi

(oleh industri benih atau balai penelitian benih) dan harus

dibeli.

Orde ekonomi pasar yang hadir bersama revolusi hijau

juga melahirkan lembaga-lembaga tata niaga produksi pertanian

pangan, seperti KUD, Dolog, dan Bulog, yang secara sistematis

mematikan lumbung desa. Penerapan revolusi hijau selama

puluhan tahun telah membawa perubahan radikal dalam cara

berpikir dan bersikap petani, yang makin pragmatis.

Ijon dan tebasan adalah salah satu bentuknya ketika

petani menjalani panen, tidak rikuh (sungkan) lagi pada

Page 26: Bab Enam Humanisme Arso Tunggal dalam Praktikrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/735/7/D_902006011_BAB VI.… · mendorong orang lupa akan sangkan paraning dumadi, yang digambarkan

Jawa Menyiasati Globalisasi

190

tetangga-tetangga yang berkekurangan, karena hubungan

patron-klien makin terkikis. Demikian pula interaksi dengan

lahan dan tanamannya. Ketika melihat serangga, langsung

semprot dengan pestisida, jika perlu mengoplos sendiri berbagai

pestisida yang tersedia. Jika tanam-an padi masih kelihatan

kuning, tebar urea untuk menjadi-kannya hijau dan subur.

Di tingkat global, sesungguhnya produk-produk trans-

genik – yang lebih eksploitatif dari revolusi hijau – makin me-

masyarakat dan mengakar. Akibatnya, makin terjadi kecende-

rungan monopolistik dalam penyediaan benih oleh perusahaan-

perusahaan transnasional, kecenderungan penyeragaman pola

tanam yang akan menggilas keanekaragaman hayati, serta

makin masif dalam pemakaian insektisida dan herbisida. Dunia

ketiga makin teracuni, sementara perusahaan-perusahaan benih

dan pestisida makin menggurita, terlebih lagi didukung oleh

sistem neoliberalisme. Sikap pemerintah Indonesia yang tidak

jelas terhadap produk transgenik membuat produk-produk itu

tidak tersaring, tak terseleksi, dan tak terbendung masuk di

negeri ini.

Pola pemikiran Arso Tunggal itu selaras dengan

pendapat Hiromi Shinya (2010:42-43) yang mengung-

kapkan, pertanian zaman sekarang sudah terjebak pada

ketergantungan berlebihan terhadap “obat kimiawi.”

Pertanian menggunakan banyak pupuk kimia dan

pestisida di lahan garapan untuk menambah hasil panen

dan meningkatkan efisiensi pertanian. Biasanya

pestisida berupa zat kimia seperti insektisida, fungisida,

dan herbisida yang digunakan untuk membunuh

serangga, bakteri penyebab penyakit tanaman, atau

membunuh tanaman liar. Saat ini tercatat sekitar 5.000

jenis pestisida yang terdaftar.

Pupuk, menurut Shinya, adalah zat-zat yang

diperlukan tanaman dan diproduksi lewat proses kimia

Page 27: Bab Enam Humanisme Arso Tunggal dalam Praktikrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/735/7/D_902006011_BAB VI.… · mendorong orang lupa akan sangkan paraning dumadi, yang digambarkan

Humanisme Arso Tunggal dalam Praktik

191

di pabrik. Nitrogen yang diperlukan daun, fosfat yang

diperlukan buah, dan kalium yang diperlukan akar

disatukan dalam pupuk NPK. Bagian-bagian pupuk

kimia langsung diserap tanaman, menjanjikan panen

yang baik dalam waktu singkat. Masalahnya, ketergan-

tungan mutlak terhadap pupuk kimia akan

menyebabkan rusaknya keseimbangan mineral dalam

tanah akibat terlalu banyak tiga mineral (nitrogen,

fostat, dan kalium). Kemudian, ada masalah pada sifat

tak organiknya pupuk kimia, yang tidak memelihara

mikroorganisme dalam tanah. Akibatnya, ketergan-

tungan pada pupuk kimia menyebabkan merosotnya

kualitas tanah.

Tahun 1992-1993 Djoko Murwono memperkenalkan

SPOR di Bangkok, Thailand. Di negara itu, teknologi tersebut

bisa berkembang dan sekarang menghasilkan produk-produk

pertanian yang maju, bahkan juga berkembang di Myanmar dan

Vietnam. Tahun 1994 ia memperkenalkan SPOR di Indonesia,

tapi tidak bisa berkembang dengan baik.

Sistem Pertanian Organik Rasional juga mengajak petani

untuk melakukan aktivitas:

1. Menyediakan/memproduksi benih lokal sendiri.

Dengan perlakuan tertentu (rekonstruksi genetika),

benih lokal akan mengalami perbaikan genetik dan

proses aklimatasi, justru ketika ditanam secara

berkelanjutan (anakannya jadi benih tanaman beri-

kutnya) di wilayah yang sama. Produksinya akan

makin baik – kuantitas maupun kualitas — dari waktu

ke waktu. Dengan memproduksi dan menyediakan

benih lokal sendiri, maka lumbung desa pun punya

peluang untuk hidup kembali, selain benih lokal itu

Page 28: Bab Enam Humanisme Arso Tunggal dalam Praktikrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/735/7/D_902006011_BAB VI.… · mendorong orang lupa akan sangkan paraning dumadi, yang digambarkan

Jawa Menyiasati Globalisasi

192

terlestarikan dan termuliakan. Petani tidak lagi

tergantung pada industri benih.

2. Memproduksi pupuk sendiri (biosol/kompos). Pupuk

yang dibuat – yaitu biosol atau kompos – berbahan

dasar kotoran hewan dan seresah sampah, yang di-

perkaya unsurnya lewat asupan mikroba atau NPK

bacter (Nopkor). Mikroba ini, selain mampu mengurai

unsur NPK dari bahan organik, juga dapat mengurai

sisa-sisa pupuk anorganik dari pemupukan sebelum-

nya, menjadi hara yang sangat kaya dan mudah

terserap tanaman. Dalam hal ini, SPOR tidak anti

pemakaian pupuk anorganik. Pemakaian pupuk

anorganik majemuk (berunsur NPK) dalam jumlah

terbatas akan membantu menghidupkan mikroba

pengurai (NPK bacter), serta memperkaya unsur-

unsur NPK dalam kompos. Kekayaan unsur ini yang

membedakannya dengan pertanian organik kon-

vensional yang mengandalkan sepenuhnya pada

mekanisme alam, sehingga lama proses pelapukan

oleh mikroba dan unsur haranya tidak terlalu kaya.

3. Memproduksi sendiri “Miradan,” pestisida ramah

lingkung-an. Ramuan anti hama “Miradan” ini

berbahan aktif Demplop, pestisida organik yang

bersifat alifatis; jika terkena terpaan panas dan

ultraviolet akan terurai menjadi pupuk organik.

4. Memperkenalkan pemakaian pupuk daun (lipotril). Jika kompos menyediakan hara makro bagi tanaman,

maka pupuk daun menyediakan hara mikro, serta

sangat efektif untuk membantu proses pembungaan

dan pembuahan, karena langsung masuk ke kloropil

tanaman.

5. Menyediakan informasi pemasaran. Pada prinsipnya,

petani diberi kebebasan menjual produksinya ke mana

Page 29: Bab Enam Humanisme Arso Tunggal dalam Praktikrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/735/7/D_902006011_BAB VI.… · mendorong orang lupa akan sangkan paraning dumadi, yang digambarkan

Humanisme Arso Tunggal dalam Praktik

193

pun mereka suka. Tapi, Arso Tunggal berusaha

menyediakan alternatif pemasaran, dengan menda-

tangkan pembeli produk pertanian organik.

Dari sisi pencapaian produksi, dengan hasil panen 7,5 ton

gabah kering giling per hektare dalam hitungan ubinan dengan

usia sekitar 100 hari, paket SPOR sangat bisa bersaing dengan

produksi padi pertanian modern atau pertanian transgenik

melalui produk-produk hibrida. Hal itu bukan menjadi satu-

satunya ukuran kelestarian SPOR. Masih ada hal-hal lain yang

dijadikan acuan, seperti: apakah biaya produksinya lebih murah,

apakah faktor-faktor produksi selalu tersedia dan mudah

diakses, apakah harga jualnya lebih tinggi, serta apakah proses

produksinya tidak merepotkan.

Kalau penerapan SPOR bisa lestari, dan dalam jangka

panjang meluas lagi, maka hal ini memberi sumbangan yang

sangat positif pada rantai pasokan pangan yang berkeadilan,

karena: tanah bisa menjadi makin sehat dan subur; biaya

produksi makin berkurang; produksi makin tinggi; bibit-bibit

lokal termuliakan; soliditas masyarakat desa makin tinggi;

ketergantungan pada benih, pupuk, dan pestisida dari luar

makin berkurang; hasil pertanian makin lebih bermutu dan

sehat, dan dampak positifnya; masyarakat mengonsumsi hasil

pertanian yang lebih berkualitas dan sehat.

Sistem Pertanian Organik Rasional merupakan satu di

antara varian gerakan pertanian organik yang masih akan

mengalami banyak sekali cobaan untuk mampu bertahan,

tumbuh, dan berkembang. Banyak hal ideal yang terdapat di

dalamnya, yang pada intinya mengupayakan kemandirian pe-

tani yang hilang akibat pertanian modern (revolusi hijau,

rekayasa genetika) yang masif dan mengglobal.

Page 30: Bab Enam Humanisme Arso Tunggal dalam Praktikrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/735/7/D_902006011_BAB VI.… · mendorong orang lupa akan sangkan paraning dumadi, yang digambarkan

Jawa Menyiasati Globalisasi

194

Sekalipun oleh penggagasnya SPOR dijadikan sarana

untuk melakukan resistensi terhadap sistem pertanian modern

yang eksploitatif dan menciptakan ketergantungan, pertim-

bangan ideologis itu bukanlah yang utama di tingkat petani

pelaksananya. Pertimbangan pragmatis lebih utama, maka agar

bisa tumbuh dan berkembang SPOR harus teruji di level

pragmatis, artinya mampu menjawab kebutuhan-kebutuhan

pragmatis petani: lebih banyak hasil produksinya, lebih baik

hasil jualnya, lebih ringan biaya produksinya, dan lebih mudah

melakukannya.

Salah satu kegiatan SPOR Arso Tunggal adalah penerapan

sistem ini di Desa Babakan, Kecamatan Bodeh, Kabupaten

Pemalang, Jawa Tengah. Panen perdana padi organik di wilayah

itu dilakukan pada Kamis, 25 Maret 2010. Secara total, terdapat

32,232 hektare lahan padi organik yang dipanen. Lahan-lahan

itu tersebar di 14 desa, yaitu Desa Tegalsari Timur Kecamatan

Ampel Gading, dengan luasan panen 8,085 hektare, Babakan

Bodeh (6,66 hektare), Loning, Petarukan (5,33 hektare),

Ujunggede, Ampelgading (2,66 hektare), Cibuyuk, Ampelgading

(2,31 hektare), Jojogan, Watukumpul (2,30 hektare), Desa

Taman, Kecamatan Taman (1,66 hektare), Pedurungan, Taman

(1,165 hektare), Pesantren, Ulujami (0,66 hektare), Desa

Petarukan, Kecamatan Petarukan (0,33 hektare), Danasari,

Pemalang (0,33 hektare), Sarwodadi, Comal (0,33 hektare),

Kendalsari, Petarukan (0,247 hektare), dan Sungapan, Pemalang

(0,165 hektare).

Varietas yang ditanam adalah pandanwangi, mentik-

wangi, ciliwung, mentik putih, cibagendit, beras merah, tegal-

gondo, cunde, dan ciherang. Mayoritas padi itu adalah varietas

lokal yang didapatkan dari Grobogan dan Yogyakarta.

Page 31: Bab Enam Humanisme Arso Tunggal dalam Praktikrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/735/7/D_902006011_BAB VI.… · mendorong orang lupa akan sangkan paraning dumadi, yang digambarkan

Humanisme Arso Tunggal dalam Praktik

195

Gerakan pertanian organik di Kabupaten Pemalang ber-

langsung bersamaan dengan gerakan pemasyarakatan sertifikasi

lahan masyarakat yang dilakukan oleh Kantor Pertanahan

Kabupaten Pemalang.

Gambar 5: Kegiatan SPOR di Pemalang:

Penerapan SPOR secara luas (32,23 hektare) untuk tahap

pertama penanaman padi maupun padi beras merah juga

dilatarbelakangi “kisah sukses” sistem yang digunakan itu untuk

“menyembuhkan” lahan sawah milik Bupati Pemalang di Desa

Loning Kecamatan Petarukan yang lama tidak produktif karena

kadar keasamannya yang tinggi. Lahan sawah di Desa Loning

Sumber: dok. Arso Tunggal

Page 32: Bab Enam Humanisme Arso Tunggal dalam Praktikrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/735/7/D_902006011_BAB VI.… · mendorong orang lupa akan sangkan paraning dumadi, yang digambarkan

Jawa Menyiasati Globalisasi

196

tersebut telah bertahun-tahun tidak produktif, banyak cara

telah digunakan untuk membuatnya kembali produktif, bahkah

pernah di lahan itu ditanami mangga, tetapi hasilnya tetap tidak

subur dan berbuah.

Sebelum di Pemalang, Arso Tunggal telah menerapkan

SPOR dalam skala yang terbatas di daerah Kendal, Purwodadi,

Salatiga, dan Sleman DIY, untuk budidaya komoditas padi lokal,

beras merah, kacang hijau, lombok, tembakau, dan markisa.

Untuk pertanian organik rasional, sebenarnya Arso Tung-

gal telah memulainya sejak awal tahun 1990, namun berhenti

pada tahun 1997 karena persoalan manajemen. Gerakan ini

mulai dihidupkan kembali pada tahun 2007.

Dalam upaya memberdayakan para petani, Paguyuban

Arso Tunggal Djoko Murwono berusaha menghidupkan kem-

bali konsep lumbung desa. Dasar pemikirannya adalah, dalam

konsep lumbung desa para petani selalu membuat bibit sendiri

dan berjalan secara mandiri. Untuk mendapatkan bibit pangan,

selain secara mandiri juga menjadikan bibit yang secara iklim

teradaptasi; proses aklimatasi yang dilakukan sesuai dengan

kondisi cuaca dan iklim setempat.

Kapitalisasi dalam bidang agro, mendorong pembuatan

bibit – dengan berbagai alasan, harus tergantung dengan bibit

yang dibuat pabrik serta dengan alasan sudah tersertifikasi –

menyebabkan terjadinya gagal panen karena kualitas bibit yang

tidak memadai.

Oleh sebab itu, kearifan lokal seharusnya merupakan

benteng pertahanan utama untuk mencegah kerusakan akibat

perubahan iklim secara global yang disebabkan kenaikan suhu

global, bocornya ozon, sehingga intensitas sinar ultra violet matahari makin tinggi. Menghadapi tantangan ini, perlu

Page 33: Bab Enam Humanisme Arso Tunggal dalam Praktikrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/735/7/D_902006011_BAB VI.… · mendorong orang lupa akan sangkan paraning dumadi, yang digambarkan

Humanisme Arso Tunggal dalam Praktik

197

terobosan teknologi yang lebih memadai serta bersifat

pendampingan yang berujung pada kemandirian. Langkah yang

perlu ditempuh adalah penguatan kearifan lokal, dimulai

dengan penerapan konsep lumbung desa; menyimpan sebagian

hasil panen untuk persediaan pangan di masa sulit dan

pembenihan dilakukan secara mandiri.

Sekarang, posisi tawar petani sangat rendah, karena dari

awal sudah dibebani kewajiban membayar utang, sehingga

sawah diijonkan. Akibatnya, walaupun sebagai pemilik lahan,

petani tidak ubahnya sebagai petani penggarap belaka. Petani

tidak menjadi tuan rumah di negerinya sendiri.

Teknologi yang diterapkan seharusnya dapat lebih meng-

aktualisasikan kearifan lokal yang ada, sehingga memperkecil

kemungkinan kegagalan. Contoh kearifan lokal Jawa dalam

pertanian: membaca tanda musim dengan berbagai ilmu per-

bintangan, tanda hewan tertentu mulai muncul akan dimulai

dengan bercocok tanam jenis tanaman yang sesuai. Misalnya,

apabila ada bunyi serangga tenggeret, maka yang paling cocok

adalah mulai menyebar tanaman kacang hijau atau kedelai,

karena akan panen di tengah musim kemarau, sehingga tanpa

terhalang dalam pengeringan oleh sinar matahari. Apabila

mulai banyak angin dan setelah puncak bunga turi selang

sebulan, mulai menggarap tanah sawah. Selain itu, perlu

mengistirahatkan lahan pertanian atau pergantain tanaman

dengan tujuan memotong masa inkubasi hama tanaman.

Peran keilmuan dan pengetahuan yang bertitik tolak dari

kearifan lokal semacam itu seharusnya dikembangkan dan di-

lengkapi, termasuk di dalamnya penggunaan pupuk kandang

dalam sistem budidaya yang dilakukan, serta model tumpang-

sari untuk mendukung ketersediaan pangan secara harian untuk

konsumsi sayur.

Page 34: Bab Enam Humanisme Arso Tunggal dalam Praktikrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/735/7/D_902006011_BAB VI.… · mendorong orang lupa akan sangkan paraning dumadi, yang digambarkan

Jawa Menyiasati Globalisasi

198

Melalui SPOR, Arso Tunggal melakukan pendampingan

kepada para petani, dengan tujuan agar petani lebih mandiri

dan berdaya menghadapi perubahan yang terjadi. Pendamping-

an dilakukan untuk menyejahterakan umat secara keseluruhan.

Teknologi yang diterapkan meliputi: teknologi pemulia-

an bibit lokal, pengelolaan lahan, pembuatan sarana pertanian,

terutama pupuk organik, pestisida alifatis yang sistemis dengan

racun alami, pemanenan dan teknologi lepas panenan, serta

model perdagangan dan permodalan, sehingga mengurangi

jumlah petani yang terkena ijon.

Desa adalah tatanan masyarakat agraris yang sesungguh-

nya, yang merupakan sumber bahan pangan masyarakat

perkotaan. Ironisnya, pemerintah cenderung melakukan

regulasi dan stabilisasi harga pangan, tetapi kurang memikirkan

fungsi dan peran desa sebagai penyangga ekonomi dan sosial

secara nasional. Keberpihakan pemerintah pada masyarakat

perkotaan, dalam banyak hal merugikan masyarakat pertanian

pedesaan, sehingga dalam kurun waktu yang panjang akan

menghancurkan peran dan fungsi desa.

Dalam stabilisasi harga pangan, pemerintah selalu meng-

gunakan hukum ekonomi kapitalistik, karena pengendalian

moneter dipegang secara langsung oleh negara; penyeimbangan

antara persediaan dan permintaan (supply and demand). Pada

saat panen raya, dengan sendirinya harga pangan, terutama

beras, akan menjadi murah, tetapi pemerintah tidak pernah

berperan untuk menjaga stabilitas harga, justru menyerahkan-

nya pada mekanisme pasar. Akibatnya, harga pangan menurun

tajam karena banyak persediaan melimpah.

Sebaliknya, di saat para petani tidak panen, pamerintah

sering menyebutnya paceklik dan oleh karena itu mengimpor

beras dengan alasan demi stabilitas harga dan stabilitas politik.

Page 35: Bab Enam Humanisme Arso Tunggal dalam Praktikrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/735/7/D_902006011_BAB VI.… · mendorong orang lupa akan sangkan paraning dumadi, yang digambarkan

Humanisme Arso Tunggal dalam Praktik

199

Hal itu kemudian mengakibatkan rendahnya tingkat kesejah-

teraan petani di pedesaan. Dampak berikutnya, terjadi alih

profesi kelompok muda pedesaan, dari petani menjadi buruh

pabrik atau pekerja kasar di perkotaan.

Djoko menyebutkan, konsep yang diterapkan pemerintah

dalam kaitannya dengan pembangunan adalah konsep ”kota

mengepung desa,” bukan kota yang dikepung dan dihidupi oleh

desa. Padahal, yang diperlukan pembangunan nasional saat ini

adalah konsep keseimbangan sosial dan ekonomi, saling ber-

sinergi dan saling menguntungkan antara masyarakat perkotaan

dan masyarakat pedesaan. Itulah sebabnya, perlu dilakukan

pendampingan dan pemberdayaan masyarakat desa yang ber-

basis pertanian, agar menjadi tuan rumah di negeri sendiri.

Kearifan lokal masyarakat pertanian pedesaan perlu di-

bangkitkan lagi. Kearifan lokal itu penuh dengan aspek keber-

samaan yang dimulai sejak kecil, ketika ikatan kekeluargaan

merupakan terminal dalam mengatasi kesulitan hidup. Ung-

kapan ”mangan ora mangan, waton kumpul” (”makan tidak

makan, yang penting kumpul”) sesungguhnya mencerminkan

solidaritas masyarakat desa untuk saling berbagi. Begitu pula

budaya rewangan dan nyumbang (saling membantu kalau ada

tetangga punya hajat), gugur gunung (saling membantu dan

merawat sarana pedesaan), sambatan (saling membantu dalam

membangun rumah). Ciri masyarakat pedesaan itu seharusnya

dikembangkan lagi untuk menghadapi gempuran budaya glo-

balisasi.

Pembinaan keakraban dan kekeluargaan itu diisyaratkan

lewat tembang ”Ilir-ilir” berikut ini:

Lir ilir, lir ilir tanduré wus sumilir Tak ijo royo-royo dak sengguh pengantèn anyar Cah angon, cah angon pènèkna blimbing kuwi Lunyu-lunyu pènèkna kanggo mbasuh dhodhot ira

Page 36: Bab Enam Humanisme Arso Tunggal dalam Praktikrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/735/7/D_902006011_BAB VI.… · mendorong orang lupa akan sangkan paraning dumadi, yang digambarkan

Jawa Menyiasati Globalisasi

200

Dhodhot ira, dhodhot ira kumitir bedhah ing pinggir Domana jlumantara, kanggo seba mengko soré Mumpung gedhé rembulané, mumpung jembar platarané Dha suraka, surak horé!

Terjemahan bebas tembang itu adalah:

Bangun dan bangunlah, tanaman padi mulai bertahan hidup/Tanaman itu tampak hijau segar, seperti kehi-dupan pengantin baru/Anak gembala tolonglah panjat pohon belimbing itu/Walaupun licin tetaplah dipanjat, sebab akan digunakan mencuci kain yang dipakai/Jarik yang sobek pinggirnya supaya dijahit/se-bab akan di-pakai resepsi nanti sore/Semampang bulan terang, semampang luas halaman rumah/Marilah semua ber-sorak dan bergembira.

Itulah pesan budaya, yang sekilas tanpa makna dan arti,

namun sebenarnya sarat dengan rasa syukur dalam kebersa-

maan dan kesederhanaan. Itulah modal besar yang dapat digu-

nakan untuk melewati krisis multidimensional yang sekarang

melanda dunia, karena kota menjadi modern, individualistis,

materialistis, serta tidak lagi memiliki kepedulian dan solidari-

tas.6

6 Keterangan Djoko bahwa tembang ”Ilir-ilir” merupakan isyarat keakraban

dan kekeluargaan masyarakat pedesaan berbeda dari pengetahuan yang selama ini berkembang. Sebagian besar masyarakat meyakini bahwa tembang tersebut hasil karya Sunan Kalijaga, namun Solichin dalam buku Sekitar Wali Sanga (dalam Purwadi dkk, 2005:190-192) menjelaskan, belum dapat dipastikan apakah pengarang tembang itu Sunan Kalijaga atau Sunan Bonang. Pada awal tahun 1962, Lembaga Kantor Berita (LKBN) Antara pernah menurunkan tulisan yang mengulas tembang itu. Disebutkan, ”Ilir-ilir” merupakan karya Sunan Kalijaga dan dimaksud untuk memberitahukan bahwa telah tiba saatnya untuk menggempur Majapahit, sebagai pencanangan perang. Pembesar-pembesar dari pesisir yang telah memeluk Islam menunggu saat yang tepat untuk menyerang Majapahit. Tulisan itu mendapat sorotan tajam, terutama dari Islam garis keras. Banyak ahli yang menyatakan bahwa penafsiran itu keliru. Menurut para ahli tersebut, tembang ”Ilir-ilir” sebagai sarana penyiaran agama Islam secara damai, tanpa paksaan dan kekerasan. Toleransi di dalam penyiaran agama Islam sangat jelas, sehingga terjadi asimilasi dan adaptasi antara ajaran Islam dan ajaran lain. Menurut para ahli

Page 37: Bab Enam Humanisme Arso Tunggal dalam Praktikrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/735/7/D_902006011_BAB VI.… · mendorong orang lupa akan sangkan paraning dumadi, yang digambarkan

Humanisme Arso Tunggal dalam Praktik

201

Ciri-ciri kehidupan sosio-kultural masyarakat desa Jawa

itu, oleh Purwadi (2005:71-73) dinyatakan sebagai berikut:

1. Menjunjung kebersamaan: diwujudkan dalam bentuk

kerja bakti, gotong royong, gugur gunung, sambatan, jagongan, dan rewang;

2. Suka kemitraan: siapa saja yang datang dianggap

sebagai saudara;

3. Mementingkan kesopanan: terwujud dalam istilah

antara lain unggah-ungguh, tata krama, tata susila, basu krama, dan suba sita;

4. Ahli musim: di balik kesederhanaan, ternyata masya-

rakat Jawa sangat paham terhadap pergantian musim

(pranata mangsa). Mereka mengerti soal pergantian

musim, terutama berkaitan dengan masa tanam dan

masa panen (musim penghujan, musim kemarau,

labuh, marèng);

5. Pertimbangan religius: sistem kepercayaan masyara-

kat Jawa selalu berhubungan dengan agenda tindak-

annya; selalu mencari hari pasaran yang baik setiap

akan melakukan kegiatan. Di pedusunan banyak

tersebut, makna kalimat Ilir-ilir, ilir-ilir tanduré wis sumilir adalah makin subur dan tersiarlah agama Islam yang disiarkan oleh para wali dan mubalig; tak ijo royo-royo dak sengguh pengantèn anyar = hijau adalah warna dan lambang agama Islam, dikira pengantin baru; cah angon, cah angon pènèkna blimbing kuwi = cah angon diibaratkan penguasa yang menggembalakan rakyat dan disarankan masuk Islam, disimbolkan dengan buah belimbing yang berbentuk segi lima sebagai lambang rukun Islam; lunyu-lunyu pènèkna kanggo mbasuh dhodhot ira = walaupun licin, tapi usahakanlah agar dapat masuk Islam demi menyuscikan pakaian (bagi orang Jawa agama ibarat pakaian); dhodhot ira, dhodhot ira kumitir bedhah ing pinggir = pakaian (atau agama) kalian sudah rusak; domana jlumantara, kanggo seba mengko soré = pakaian (atau agama) yang sudah rusak itu harus dijahit (diperbaiki) sebagai bekal menghadap Tuhan; mumpung gedhé rembulané, mumpung jembar platarané = selagi masih hidup, masih ada kesempatan untuk bertobat. Dha suraka, surak horé! = bersoraklah, bergembiralah!

Page 38: Bab Enam Humanisme Arso Tunggal dalam Praktikrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/735/7/D_902006011_BAB VI.… · mendorong orang lupa akan sangkan paraning dumadi, yang digambarkan

Jawa Menyiasati Globalisasi

202

dijumpai upacara tradisional yang berkaitan dengan

sistem kepercayaan yang diwariskan dari generasi ke

generasi;

6. Toleransi tinggi: segala kejadian di luar dirinya dibi-

arkan saja berjalan secara alami. Orang mudah me-

maafkan kesalahan orang lain;

7. Hormat pada pemimpin: masyarakat pedesaan selalu

menaruh hormat kepada para pemimpinnya;

8. Hidup pasrah: masyarakat pedesaan berserah diri

kepada Yang Maha Kuasa dalam setiap menghadapi

masalah kehidupan;

9. Cinta seni: masyarakat pedesaan menyukai keseni-an,

terutama kesenian tradisional yang berkembang di

wilayah mereka;

10. Dekat alam: kedekatan dengan alam ini misalnya

tercermin dari cara masyarakat pedesaan menyebut

matahari (dengan Sang Hyang Surya), bulan (Sang

Hyang Candra), dan angin (Sang Hyang Bayu).

Kedekatan masyarakat Jawa pada alam juga tercermin dari

ungkapan ”ibu bumi, bapa angkasa,” bahwa bumi adalah simbol

ibu yang menumbuhkan tanaman, langit adalah simbol ayah

karena melindungi dan menurunkan hujan.

Djoko mengungkapkan, di banyak negara lain sektor per-

tanian menerima subsidi dan dilindungi dari ekspansi produk

pertanian asing, karena sektor pertanian merupakan salah satu

bentuk pertahanan pangan, yang merupakan kebutuhan dasar

bagi masyarakat. Di banyak negara, pemerintah membeli

produk pangan rakyatnya dengan harga yang tinggi, kemudian

menjual di dalam negerinya dengan harga yang murah, sehing-

ga melindungi petani, agar produk tetap kompetitif dibanding-

kan dengan harga produk asing.

Page 39: Bab Enam Humanisme Arso Tunggal dalam Praktikrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/735/7/D_902006011_BAB VI.… · mendorong orang lupa akan sangkan paraning dumadi, yang digambarkan

Humanisme Arso Tunggal dalam Praktik

203

Ironis, di Indonesia yang terkenal sebagai negara agraris,

pemerintah justru memberikan subsidi bukan pada pelaku

pertanian, melainkan kepada pada broker pertanian dan pelaku

pasarnya. Akibatnya, alih fungsi profesi dan lahan selalu terjadi

dan sektor pertanian makin tidak populer sebagai penyerap

tenaga kerja. Pemerintah tidak mampu melindungi dan menye-

jahterakan para petani. Kenyataan itu menjadi salah satu penye-

bab meningkatnya arus urbanisasi.

Masalah urbanisasi bukan sekadar kesenjangan partum-

buhan ekonomi desa-kota, melainkan juga masalah budaya

sebagai akibat dari pergeseran nilai-nilai masyarakat pedesaan.

Pergeseran itulah yang bisa disebut sebagai perubahan ruralism ke urbanism. Istilah ini mungkin kurang lazim, namun intinya

adalah pergeseran cara pandang masyarakat pedesaan yang dulu

merasa nyaman menjadi orang desa sekarang risi dianggap

ndesa sehingga berusaha menjadi orang kota. Ada kerancuan

pikir, seolah-olah kota adalah modern-maju sedangkan desa

adalah keterbelakangan. Kerancuan ini pun dipicu oleh pemba-

ngunan dan modernisasi yang dilandasi nilai-nilai kapitalistik

Barat.

Mengapa ‘’virus’’ urbanisme sangat mencengkeram ma-

syarakat pedesaan, sehingga sektor pertanian tertatih-tatih dan

tidak lagi menjadi primadona? Salah satu jawabnya adalah,

lemahnya ketahanan budaya menghadapi gempuran arus global.

Kita sebenarnya belum bebas dari penjajahan budaya. Urbanis-

me adalah salah satu bentuk keterjajahan itu. Masyarakat pe-

desaan tidak lagi mandiri sebagai entitas yang bangga dengan

eksistensinya. Ironisnya, perasaan tidak bangga terhadap pe-

desaan juga merasuki para elite yang berwenang menyusun

strategi pengembangan masyarakat. Akibatnya, kebijakan pe-

merintah sering tidak memihak masyarakat pedesaan. Pedesaan

Page 40: Bab Enam Humanisme Arso Tunggal dalam Praktikrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/735/7/D_902006011_BAB VI.… · mendorong orang lupa akan sangkan paraning dumadi, yang digambarkan

Jawa Menyiasati Globalisasi

204

sebagai sentra pembangunan perekonomian masih menjadi

slogan manis yang belum terlaksana.

Gambar 6:

Diskusi Lumbung Desa dan Kemandirian Petani:

Diskusi pengembangan pertanian organik dengan anggota DPRD DIY dan LSM:

Akibat berikutnya, pembangunan masih terkonsentrasi di

perkotaan. Anggaran pembangunan dan peredaran uang

menumpuk di kota-kota besar. Pembangunan infrastruktur

memang sudah masuk desa-desa, tapi, karena tidak diimbangi

ketahanan budaya, maka hasilnya justru menjadi sarana

Sumber: koleksi pribadi penulis

Page 41: Bab Enam Humanisme Arso Tunggal dalam Praktikrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/735/7/D_902006011_BAB VI.… · mendorong orang lupa akan sangkan paraning dumadi, yang digambarkan

Humanisme Arso Tunggal dalam Praktik

205

masuknya nilai-nilai kapitalisme Barat, bukan menjadi pemicu

kebangkitan potensi lokal.

Urbanisme sebagai pola pikir ibarat pondasi yang rapuh.

Kebijakan ekonomi yang pro-perkotaan adalah tiang-tiang yang

tidak kokoh. Akibatnya, masyarakat menjadi bangunan yang

mudah guncang akibat pengaruh dari luar.

Menghadapi kenyataan itu, pendampingan yang dilaku-

kan Paguyuban Arso Tunggal lewat SPOR diarahkan agar para

petani mampu memproduksi hasil pertaniannya secara mandiri

dan membuka peluang ke pasar global. Cara itu diharapkan

mampu meningkatkan kesejahteraan petani, karena harga jual

produk pertanian mereka dibeli dengan harga yang tinggi.

Sampai saat ini, Arso Tunggal sudah membantu petani meng-

ekspor produk mereka ke Korea Selatan dan sedang dalam

penjajakan ekspor ke Belanda.

Konsep pengembangan lumbung desa dan SPOR itu telah

menarik berbagai pihak. Djoko Murwono sering diundang oleh

berbagai lembaga, baik lembaga pemerintah maupun swasta,

untuk menjelaskan gagasan-gagasannya.

Perbandingan Arso Tunggal dan Humanisme Barat

Untuk memberikan gambaran lebih rinci, berikut ini

perbandingan antara humanisme Arso Tunggal dan humanisme

Barat.

Arso Tunggal dan Humanisme Klasik

Pemikiran yang dikembangkan Paguyuban Arso Tunggal,

melalui pertemuan Reboan, menitikberatkan pada faktor manu-

sia; apakah manusia itu? Dari mana asal-usulnya? Bagaimana

Page 42: Bab Enam Humanisme Arso Tunggal dalam Praktikrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/735/7/D_902006011_BAB VI.… · mendorong orang lupa akan sangkan paraning dumadi, yang digambarkan

Jawa Menyiasati Globalisasi

206

manusia harus hidup di dunia dan berkarya untuk sesama

manusia dan lingkungan?

Terdapat perbedaan antara pemikiran yang dikembangkan

Arso Tunggal dan pemikiran humanisme Barat pada Periode

Klasik. Humanisme Klasik sudah melepaskan diri dari pemi-

kiran tentang alam dan terfokus sepenuhnya pada faktor

manusia, adapun pemikiran Arso Tunggal masih diwarnai oleh

pandangan tentang alam, seperti khas pandangan Jawa yang

selalu mengaitkan jagad cilik dengan jagad gedhé (mikro-

kosmos dan makrokosmos), meskipun titik pusatnya tetap pada

diri manusia sendiri.

Dibandingkan dengan pemikiran Sokrates, maka Arso

Tunggal berpandangan bahwa hidup memang harus terus-me-

nerus dikaji, untuk meningkatkan martabat manusia. Pemikiran

ini teraplikasikan ke dalam pengkajian yang dilakukan lewat

penelitian-penelitian ilmiah di bidang pengobatan untuk mem-

bantu masyarakat yang sakit dan SPOR sebagai perwujudan niat

memberdayakan petani.

Arso Tunggal mengembangkan pemikiran bahwa manusia

memang terdiri dari tiga aspek, yaitu tubuh, jiwa, dan roh

(seperti yang digambarkan Plato), tapi pemahaman itu berbeda

dari pemahaman sebagian besar masyarakat Jawa yang cende-

rung mengutamakan roh, kurang mengembangkan potensi jiwa

dan tubuh. Arso Tunggal justru mengeksplorasi potensi jiwa

tersebut untuk diragakan. Ungkapan yang digunakan adalah

mengaktualisasikan krenteg yang diangkat ke ranah pikiran

(karep), selanjutnya menjadi niat untuk bertindak (karsa), dan

akhirnya terwujud dalam kegiatan konkret (karya). Mekanisme

tersebut tercermin dari ritual ngraga sukma.

Mekanisme itu mencerminkan, bahwa Arso Tunggal

mengutamakan hal-hal yang bersifat kemanusiaan, karena jiwa

Page 43: Bab Enam Humanisme Arso Tunggal dalam Praktikrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/735/7/D_902006011_BAB VI.… · mendorong orang lupa akan sangkan paraning dumadi, yang digambarkan

Humanisme Arso Tunggal dalam Praktik

207

dan tubuh masih termasuk dalam dimensi kemanusiaan, bukan

rohani. Dengan demikian, gerakan paguyuban ini mengutama-

kan faktor manusia, dengan karya-karya nyata (benda konkret)

seperti pandangan Aristoteles. Pemikiran yang dikembangkan

Arso Tunggal bersifat sintesis antara pemikiran Plato – yang

menganggap bahwa dunia ide adalah nyata dan dunia penga-

laman hanyalah bayang-bayang dari dunia ide – memisahkan

jiwa dari tubuh – dan pemikiran Aristoteles yang lebih meng-

utamakan benda-benda nyata (atau karya-karya nyata) daripada

pendambaan pada dunia ide.

Sintesis tersebut tergambarkan dari gerakan Arso Tunggal

yang mengembangkan ide-ide tentang kearifan lokal Jawa ke

dalam praktik nyata dalam pengobatan dan pertanian. Bagi Arso

Tunggal, baik dunia ide maupun pengalaman merupakan dua

hal yang tidak dapat dipisahkan, melainkan justru harus di-

sinergikan untuk mencapai karya yang bermanfaat bagi umat

manusia. Sinergitas itu merupakan keterpaduan antara krenteg, karep, karsa, dan karya. Empat hal itu tidak dapat dipisahkan

satu dari yang lain, untuk meningkatkan martabat kemanusia-

an.

Arso Tunggal dan Humanisme Abad Pertengahan

Sebagai gerakan, kegiatan Paguyuban Arso Tunggal

merupakan perpaduan antara pandangan bahwa manusia adalah

makhluk kodrati dan makhluk adikodrati (imanen dan transen-

den), seperti pandangan humanisme St. Agustinus di Abad

Pertengahan. Hal tersebut tercermin dari pemahaman yang

dikembangkan Arso Tunggal, bahwa inti humanisme adalah sangkan paraning dumadi (manusia sebagai makhluk adi-

kodrati), manunggaling kawula Gusti (manusia sebagai makhluk

adi-kodrati sekaligus kodrati), dan pakarti.

Page 44: Bab Enam Humanisme Arso Tunggal dalam Praktikrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/735/7/D_902006011_BAB VI.… · mendorong orang lupa akan sangkan paraning dumadi, yang digambarkan

Jawa Menyiasati Globalisasi

208

Sifat humanisme gerakan ini terlihat dari motivasi ke-

giatan yang dilakukan lebih menitikberatkan pada kemampuan

intelektual manusia daripada sekadar bertumpu pada kekuatan

supranatural. Paguyuban ini mengembangkan dua pokok ke-

giatan, yaitu pengobatan dan pertanian yang didasarkan pada

riset ilmiah. Semangat yang mendasari kegiatan itu adalah

tindakan nyata yang bermanfaat bagi sesama manusia dan

lingkungan lebih penting daripada kepatuhan pada seremoni

keagamaan atau pada kekuatan supranatural. Tuhan dipandang

sebagai kekuatan Yang Maha Kuasa, yang menyinari kehidupan

manusia, dan hanya memberi arahan-arahan dan rambu-rambu,

tapi pada akhirnya manusialah yang memilih.

Dalam praktik kegiatan, Arso Tunggal mengembangkan

pemahaman bahwa intelektualitas kemanusiaan adalah hal yang

sangat penting dan menentukan kualitas manusia dalam kehi-

dupan. Pemahaman yang dikembangkan adalah, bahwa masalah

adikodrati (masalah sangkan paraning dumadi dan manunggali-ng kawula Gusti) tidak berarti tanpa tindakan nyata yang

bermanfaat bagi sesama manusia dan lingkungan.

Kalaupun Arso Tunggal memercayai kekuatan Tuhan,

maka hal itu ibarat cahaya yang menyinari tindakan manusia.

Tuhan tidak melarang tapi memberi aturan-batasan, untung-

celaka tergantung pada diri manusia sendiri. Ajaran tersebut

menggambarkan, Paguyuban Arso Tunggal mengembangkan

pemahaman bahwa sesungguhnya nasib manusia tergantung

pada diri manusia sendiri. Pandangan ini sama dengan pandang-

an humanis Abad Pertengahan, Thomas Aquinas.

Kegiatan Arso Tunggal didasari oleh eksplorasi jiwa yang

dimanifestasikan ke dalam tubuh (dalam bentuk pikiran) yang

kemudian menghasilkan karya. Kegiatan itu disebut ngraga sukma, yang tercermin dalam ungkapan krenteg-karep-karsa-

Page 45: Bab Enam Humanisme Arso Tunggal dalam Praktikrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/735/7/D_902006011_BAB VI.… · mendorong orang lupa akan sangkan paraning dumadi, yang digambarkan

Humanisme Arso Tunggal dalam Praktik

209

karya. Kegiatan itu masih berada dalam ranah kemanusiaan,

bukan ketuhanan.

Arso Tunggal mengkritik kaum agama yang lebih

mementingkan tata cara ibadah (liturgi) daripada pelaksanaan

ibadah itu ke dalam tindakan nyata yang berguna bagi sesama.

Kritik tersebut sama dengan kritik tokoh humanis Abad

Pertengahan, Desiderius Erasmus.

Kritik itu menyebabkan Djoko Murwono dicap “Katolik

yang Kejawèn” atau bahkan dituduh akan mendirikan agama

baru. Titik berat pada unsur kemanusiaan (daripada keagamaan

atau bahkan ketuhanan) terlihat dari terbukanya Arso Tunggal

bagi orang-orang di luar Katolik, dari segala golongan, etnik,

maupun profesi.

Seperti Arthur James Balfour, Djoko Murwono pun

mengaitkan budaya manusia dan ketuhanan dengan gambaran:

budaya itu ibarat bumi, agama ibarat bulan, dan Tuhan ibarat

matahari. Di malam hari, matahari menyinari bulan dan bulan

memantulkan sinar ke bumi. Oleh sebab itu, ia menolak pen-

campuradukan antara agama dan budaya. Bagaimanapun manu-

sia dengan budayanya memiliki otoritas menentukan kehidup-

an, tapi disinari oleh cahaya Yang Maha Kuasa.

Gerakan Paguyuban Arso Tunggal dalam pengobatan dan

pertanian membuktikan bahwa gerakan ini termasuk gerakan

humanisme seperti yang berkembang di Abad Pertengahan,

yaitu dengan karakteristik yang diungkapkan Richard Southern:

(1) pengertian tentang martabat makhluk hidup, (2) pengertian

tentang martabat alam, dan (3) pengertian bahwa tatanan alam

dapat dimengerti oleh akal manusia dengan kemanusiaan

sebagai pusatnya.

Dalam konteks tersebut, paguyuban ini menerapkan

keseimbangan antara rasa dan pikiran. Martabat manusia,

Page 46: Bab Enam Humanisme Arso Tunggal dalam Praktikrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/735/7/D_902006011_BAB VI.… · mendorong orang lupa akan sangkan paraning dumadi, yang digambarkan

Jawa Menyiasati Globalisasi

210

menurut pemahaman Arso Tunggal, ditentukan oleh sejauh

mana manusia mampu menyeimbangkan rasa dan pikiran untuk

diaktualisasikan dalam kegiatan konkret.

Arso Tunggal dan Humanisme Modern

Kalau Rene Descartes di Abad Modern mengatakan “Aku

berpikir maka aku ada,” maka Arso Tunggal mengembangkan

pemahaman bahwa budaya Jawa akan mandek dan tidak

bermakna bagi kehidupan manusia tanpa eksplorasi intelektual

terhadap pengertian-pengertian di dalamnya. Itulah sebabnya,

Arso Tunggal mengeksplorasi kearifan-kearifan lokal Jawa

(diistilahkan “memodernisasikan” Jawa) ke dalam pendekatan

ilmiah. Riset-riset ilmiah dilakukan berdasarkan pemahaman

dan pengetahuan tentang kearifan-kearifan lokal Jawa, kemu-

dian menghasilkan produk-produk (obat-obatan dan SPOR)

yang relevan dengan perkembangan zaman. Dalam perspektif

Karl Marx, langkah itu menggambarkan kreativitas manusia

sebagai kesadaran tentang eksistensi manusia.

Langkah-langkah itu menunjukkan, bahwa paguyuban ini

mengembangkan keberanian untuk berpikir sendiri di luar

tuntutan tradisi atau otoritas (seperti yang dikemukakan

Immanuel Kant). Dalam konteks budaya Jawa, maka Arso

Tunggal mengkritik pemahaman yang selama ini ada, yaitu

budaya Jawa (seolah-olah) hanya bermuara pada kearifan

(wisdom). Kegiatan paguyuban membuktikan, bahwa budaya

Jawa pun seharusnya bermuara pada ilmu pengetahuan, bukan

sekadar kearifan, dan hal itu sudah dibuktikan dengan pene-

muan-penemuan di bidang pengobatan dan pertanian alternatif.

Renaisans

Kalau di Masa Renaisans gerakan humanisme menentang

dominasi kristianitas Periode Pertengahan, maka gerakan

Page 47: Bab Enam Humanisme Arso Tunggal dalam Praktikrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/735/7/D_902006011_BAB VI.… · mendorong orang lupa akan sangkan paraning dumadi, yang digambarkan

Humanisme Arso Tunggal dalam Praktik

211

Paguyuban Arso Tunggal pun mencerminkan kritik terhadap

pemahaman keagamaan yang cenderung bersifat dogmatis,

kurang terjun ke dalam kegiatan-kegiatan sosial, dan kurang

memanusiakan manusia. Kritik itu tercermin dari ungkapan-

ungkapan Djoko Murwono yang tidak peduli akan dicap apa

pun sebagai penganut Katolik, yang penting baginya hidup

harus bermanfaat untuk orang lain, memanusiakan manusia.

Tidak hanya kritik terhadap agama, gerakan Arso Tunggal

juga merupakan manifestasi dari kritik terhadap feodalisme,

seperti humanisme Renaisans Italia yang bercita-cita membe-

baskan individualitas dari belenggu kekuasaan agama dan

feodalisme. Hal itu tercermin dari sikap aktor sentral yang tidak

mau “terbelenggu” oleh nilai-nilai feodalistik yang dia peroleh

dari didikan di lingkungan dua keraton, Ngayogyakarta

Hadiningrat dan Surakarta Hadiningrat. Dia memilih terbebas

dari feodalitas itu dan hidup merdeka, mengembangkan ngélmu

lewat gerakan Arso Tunggal.

Pencerahan

Gerakan Arso Tunggal tidak menafikan kekuatan pikiran,

tetapi kekuatan itu diangkat dari kekuatan yang lebih dalam,

yaitu kekuatan jiwa yang disinari oleh cahaya Yang Maha

Kuasa. Berbeda dari gerakan humanisme Pencerahan yang

menempatkan pikiran sebagai panglima dalam “perang” me-

lawan takhayul, gerakan Arso Tunggal justru menyelaraskan

pikiran dengan jiwa dalam setiap kegiatannya.

Sama dengan keyakinan humanisme Pencerahan, huma-

nisme Arso Tunggal pun menitikberatkan pada hal-hal bersifat

natural-alamiah. Pengembangan obat-obatan bio-fito farmaka

yang dikembangkan berlandaskan pengetahuan pengobatan

Jawa (misalnya obat hepatitis yang dikembangkan dari per-

paduan kutu atau tuma dan pisang emas) adalah bukti pende-

Page 48: Bab Enam Humanisme Arso Tunggal dalam Praktikrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/735/7/D_902006011_BAB VI.… · mendorong orang lupa akan sangkan paraning dumadi, yang digambarkan

Jawa Menyiasati Globalisasi

212

katan natural-alamiah. Begitu pula, pengembangan SPOR yang

melestarikan daya dukung tanah, menggambarkan bahwa Pa-

guyuban Arso Tunggal berobsesi membangun pranata-pranata

sosial yang adil, dengan mengangkat martabat petani agar

mampu mandiri, terbebas dari tekanan-tekanan kekuatan

kapitalistik.

Humanisme Pencerahan mengajarkan manusia tidak sela-

lu menoleh ke belakang (ancient classical utopias), melainkan

perlu menatap ke depan pada earthly paradise alias utopia

modern ketika kemiskinan, takhayul, dan perang bisa

dihapuskan. Semangat itu juga terdapat dalam gerakan

Paguyuban Arso Tunggal, tercermin dari gerakan SPOR yang

berusaha mengangkat kesejahteraan petani, tidak memercayai

takhayul tapi memandang bahwa Yang Maha Kuasa menyinari

hidup manusia, dan mendorong terciptanya perdamaian antar-

manusia. Gerakan Arso Tunggal berorientasi pada masa depan

yang lebih baik, tidak menoleh ke belakang. “Kita tidak perlu

menoleh ke belakang, karena dengan begitu kita bisa berpikir

maju, berorientasi masa depan,” kata Djoko Murwono.

Arso Tunggal dan Humanisme Postmodern

Seperti pemahaman yang berkembang pada masa Post-

modern, pemahaman Arso Tunggal juga menitikberatkan pada

pentingnya unsur manusia dan budaya. Titik berat pada unsur

manusia dibuktikan oleh paguyuban ini pada kegiatan-kegiatan

pengobatan yang dilakukan melalui klinik di Bulusan dan

Plamongan, Semarang serta pengobatan yang dilakukan di

Manokwari, Papua dan Ketapang, Kalimantan Barat. Selain itu,

juga pengembangan SPOR untuk membantu para petani.

Kegiatan tersebut dilandasi pemahaman “tetulung marang sak padha-padha manunggsa” (“menolong sesama manusia”).

Page 49: Bab Enam Humanisme Arso Tunggal dalam Praktikrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/735/7/D_902006011_BAB VI.… · mendorong orang lupa akan sangkan paraning dumadi, yang digambarkan

Humanisme Arso Tunggal dalam Praktik

213

Pengutamaan budaya terlihat dari fakta bahwa bahwa

Arso Tunggal adalah gerakan budaya, bukan agama. Oleh sebab

itu, paguyuban ini terbuka bagi orang-orang dari berbagai

agama, aliran kepercayaan, dan profesi. Arso Tunggal juga

mengembangkan pemahaman, bahwa budaya dan agama

merupakan dua hal yang harus dipisahkan. Pemisahan tersebut

perlu untuk menghindari (mengurangi) konflik-konflik yang di

permukaan seperti konflik agama, padahal sebenarnya konflik

budaya.

Gerakan Paguyuban Arso Tunggal mencerminkan karak-

teristik Postmodern, yaitu:

1. Makna kemanusiaan tidak dapat diandalkan,

melainkan harus selalu ditemukan dan dirumuskan

secara baru dalam setiap perjumpaan manusia dengan

realitas dan konteks yang baru. (Bukti empirik:

Paguyuban Tunggal selalu berusaha menemukan hal-

hal baru dalam pengobatan dan pertanian. Harga obat

yang mahal dijawab dengan penemuan-penemuan

baru di bidang pengobatan dan pemberian subsidi

kepada masyarakat; revolusi hijau yang menyebabkan

penurunan kuantitas dan kualitas produksi pangan,

biaya produksi pertanian yang makin mahal, maupun

persoalan lingkungan yang diakibatkannya dijawab

dengan penerapan SPOR).

2. Kemanusiaan bukanlah suatu esensi tetap atau situasi

akhir, melainkan suatu proses menjadi manusiawi

secara terus-menerus dalam interaksi manusia dengan

konteks dan tantangan yang terus berubah dan

berkembang. (Bukti empirik: ketika ditanya apa

sebenarnya tujuan hidup manusia, Djoko Murwono

menjawab: “menjadi manusia, menjadi diri sendiri.”

Ungkapan itu mencerminkan, bahwa manusia harus

Page 50: Bab Enam Humanisme Arso Tunggal dalam Praktikrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/735/7/D_902006011_BAB VI.… · mendorong orang lupa akan sangkan paraning dumadi, yang digambarkan

Jawa Menyiasati Globalisasi

214

terus-menerus mencari dan mengembang-kan

jatidirinya. Gerakan yang mencerminkan hal ini

adalah, pendampingan kepada para petani agar

mampu menjawab tantangan zaman yang terus

berubah; memanusiakan petani).

3. Humanisme harus mengandung unsur dialogis,

artinya me-rupakan undangan untuk saling menjadi

makin manusiawi. (Bukti empirik: ritual yang

dikembangkan Arso Tunggal membimbing anggota

untuk meningkatkan kualitas sebagai manusia, yang

dalam budaya dikenal dengan satriya, satriya pinandhita, pinandhita ratu, ratuning pinandhita, ratu ratuning pinandhita.).

4. Nilai-nilai universal dan kontekstual atau dimensi

normatif dan faktual dalam realitas kehidupan

manusia saling ber-interaksi dan tidak dapat

dipisahkan. (Bukti empirik: Arso Tunggal selalu

melakukan sarasehan Reboan untuk membahas

perkembangan aktual berkaitan dengan gerakan di

bidang pengobatan dan pertanian. Contoh: melakukan

riset untuk menemukan obat alternatif untuk HIV

dan riset untuk meningkatkan produksi pertanian).

5. Politik yang humanistik perlu menyeimbangkan dua

corak politik, yaitu politik emansipatorik yang

bertujuan mengu-rangi atau bahkan menghapus

eksploitasi, ketidaksetaraan, dan penindasan, serta

politik kehidupan yang mengedepan-kan aktualisasi

diri serta kepedulian moral dan eksistensial yang telah

dipinggirkan oleh Humanisme Modern. (Bukti

empirik: di bidang pengobatan Arso Tunggal

membantu masyarakat yang kurang mampu dengan

memberikan subsidi harga obat, sehingga harga

menjadi murah dan terjangkau. Di bidang pertanian

Page 51: Bab Enam Humanisme Arso Tunggal dalam Praktikrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/735/7/D_902006011_BAB VI.… · mendorong orang lupa akan sangkan paraning dumadi, yang digambarkan

Humanisme Arso Tunggal dalam Praktik

215

Paguyuban Arso Tunggal berusaha meningkatkan

daya saing dan kemandirian petani melalui SPOR,

menghapus eksploitasi, ketidaksetaraan, dan

penindasan).

Arso Tunggal Tidak Terlepas dari Ketuhanan

Berbeda dari gerakan Humanisme Modern dan Post-

modern, gerakan Humanisme Arso Tunggal mengakui adanya

Tuhan Yang Maha Esa. Meskipun demikian, gerakan ini

berbeda dari gerakan-gerakan kebatinan pada umumnya yang

cenderung berhenti pada pemujaan kepada Tuhan, berpusat

pada dimensi rohani. Arso Tunggal mengaplikasikan nilai-nilai

budaya Jawa itu ke praktik nyata yang bermanfaat bagi

peningkatan martabat umat manusia.

Humanisme kejawèn yang dikembangkan adalah

pemahaman bahwa Tuhan itu transenden sekaligus imanen, tapi

Tuhan tidak sepenuhnya menentukan manusia, melainkan

hanya memberi panduan-panduan tertentu, dan manusialah

yang memilih nasibnya sendiri. Meskipun ada perbedaan

pemahaman humanisme kejawèn Arso Tunggal, namun sebagai

gerakan paguyuban ini memiliki persamaan dengan semangat

yang terkandung dalam Manifesto Humanis I dan Manifesto

Humanis II.

Dalam Bab Dua disebutkan, Manifesto Humanis I antara

lain mencerminkan revisi sikap-sikap tradisional. Perubahan di

bidang sains dan ekonomi telah mengacaukan keyakinan-

keyakinan lama. Aktivitas-aktivitas penting manusia berada

dalam kerangka humanisme, baik secara implisit maupun

eksplisit. Dikaitkan dengan Manifesto Humanisme I itu, maka

gerakan Paguyuban Arso Tunggal pun mencerminkan revisi

sikap-sikap tradisional. Hal itu terlihat dari upaya paguyuban

Page 52: Bab Enam Humanisme Arso Tunggal dalam Praktikrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/735/7/D_902006011_BAB VI.… · mendorong orang lupa akan sangkan paraning dumadi, yang digambarkan

Jawa Menyiasati Globalisasi

216

ini melakukan revisi sikap-sikap tradisional Jawa, dari

pemahaman bahwa budaya Jawa bermuara pada kearifan

menjadi pemahaman bahwa budaya Jawa menghasilkan ilmu

pengetahuan.

Melalui observasi partisipatif, penulis juga menemukan,

bahwa gerakan Paguyuban Arso Tunggal merupakan gerakan

yang dilakukan dalam kerangka humanisme, baik secara

implisit maupun eksplisit. Secara implisit, karena gerakan

paguyuban ini masih diwarnai simbol-simbol agama Katolik

(paku-paku kayu yang berbentuk tanda salib), tetapi dasar

gerakan sebenarnya adalah hmanisme kejawèn. Simbol agama

itu hanya ada di permukaan sebagai wahana untuk meningkat-

kan nilai-nilai kemanusiaan.

Manifesto Humanis II menyebutkan, berbagai pelanggar-

an terhadap hak-hak asasi manusia dilakukan oleh negara,

bahkan di negara demokratik sekalipun, oleh kekuatan militer,

politik, dan elite-elite industri. Di beberapa negara, muncul

tuntutan-tuntutan kesetaraan hak-hak dari kelompok-kelom-

pok perempuan dan kaum minoritas. Kaum humanis mendam-

bakan abad yang akan datang merupakan abad humanistik.

Perubahan-perubahan dramatik di bidang keilmuan, teknologi,

serta di bidang sosial-politik membuka kesadaran umat manusia

untuk memasuki abad baru. Berkat teknologi, umat manusia

dapat mengontrol lingkungan, mengatasi kemiskinan, penyakit,

mengembangkan kehidupan, untuk mencapai kehidupan yang

lebih bermakna.

Dikaitkan dengan Manifesto Humanis II, gerakan Pagu-

yuban Arso Tunggal merupakan gerakan untuk membela hak-

hak asasi manusia yang tertekan oleh kekuasaan negara, politik,

dan elite industri. Hal itu tercermin dari program pendamping-

an kepada para petani. Riset ilmiah dalam pengobatan dan

Page 53: Bab Enam Humanisme Arso Tunggal dalam Praktikrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/735/7/D_902006011_BAB VI.… · mendorong orang lupa akan sangkan paraning dumadi, yang digambarkan

Humanisme Arso Tunggal dalam Praktik

217

penerapan SPOR membuktikan, bahwa Arso Tunggal juga

memanfaatkan teknologi (berbasis kearifan lokal Jawa) untuk

mengontrol lingkungan, mengatasi kemiskinan, penyakit, untuk

mencapai kehidupan yang bermakna.

Kesimpulan

Praktik humanisme Arso Tunggal melalui tiga kegiatan

pokok, yaitu bidang pengobatan, pertanian, dan kajian budaya

Jawa. Kajian budaya Jawa menjadi landasan dua kegiatan yang

lain. Kajian-kajian tersebut dilakukan pada setiap Rabu malam

sampai Kamis dinihari, dilengkapi dengan ritual meditasi.

Sarasehan dan ritual tersebut merupakan awal aplikasi

pemahaman tentang inti humanisme kejawèn yang

dikembangkan, yaitu sangkan paraning dumadi, manunggaling

kawula lan Gusti, laku, dan pakarti. Ritual ngraga sukma sebagai

proses mengeksplorasi jiwa untuk “diangkat” ke otak (pikiran),

sehingga terjadi sinergitas antara niat dari dalam jiwa (krenteg)

dan kehendak dari otak (karep).

Hasil proses tersebut adalah kehidupan manusia dipimpin

oleh jiwa, bukan dikendalikan oleh otak. Sinergi itu kemudian

mewujudkan kehendak untuk bertindak (karsa), selanjutnya

menghasilkan karya. Proses itu disebut sebagai proses krenteg-

karep-karsa-karya.

Tiga inti humanisme kejawèn yang dikembangkan ter-

sebut menjadi landasan kegiatan Arso Tunggal di bidang

pengobatan dan pertanian. Untuk mencapai pakarti, paguyuban

Page 54: Bab Enam Humanisme Arso Tunggal dalam Praktikrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/735/7/D_902006011_BAB VI.… · mendorong orang lupa akan sangkan paraning dumadi, yang digambarkan

Jawa Menyiasati Globalisasi

218

ini mengangkat budaya dan kearifan lokal Jawa, dimo-

dernisasikan agar mampu mengikuti arus global. Di bidang

pengobatan dan pertanian, Arso Tunggal memberikan alternatif

obat-obat dan sistem pertanian yang dihasilkan dari pengem-

bangan kearifan lokal Jawa dengan riset-riset ilmiah. Kegiatan

itu bertujuan agar masyarakat Indonesia kembali ke pengobatan

berbasis budaya dan kearifan lokal dengan harga yang terjang-

kau dan memandirikan para petani dari ketergantungan sistem

pertanian asing.

Terdapat persamaan dan perbedaan antara pemikiran

yang dikembangkan Arso Tunggal dan pemikiran humanisme

Barat. Persamaan dan perbedaan itu menunjukkan sifat sin-

kretisme Jawa yang dikembangkan oleh paguyuban ini, sebagai

langkah menyiasati globalisasi.

Humanisme Arso Tunggal masih diwarnai oleh pan-

dangan tentang alam, seperti khas pandangan Jawa yang selalu

mengaitkan antara mikrokosmos (jagad cilik) dan makrokosmos

(jagad gedhé), meskipun faktor manusia sangat menentukan.

Hal inilah yang berbeda dari humanisme Periode Klasik yang

sudah lepas dari pemikiran tentang alam.

Semangat yang mendasari kegiatan Arso Tunggal adalah,

bahwa tindakan nyata yang bermanfaat bagi sesama manusia

dan lingkungan lebih penting daripada kepatuhan pada se-

remoni keagamaan atau pada kekuatan supranatural. Paguyuban

ini mengembangkan pemahaman bahwa sesungguhnya nasib

manusia tergantung pada diri manusia sendiri, sama dengan

pandangan humanis Abad Pertengahan, Thomas Aquinas.

Arso Tunggal mengembangkan pemahaman bahwa bu-

daya Jawa akan mandek dan tidak bermakna bagi kehidupan

Page 55: Bab Enam Humanisme Arso Tunggal dalam Praktikrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/735/7/D_902006011_BAB VI.… · mendorong orang lupa akan sangkan paraning dumadi, yang digambarkan

Humanisme Arso Tunggal dalam Praktik

219

manusia tanpa eksplorasi intelektual terhadap pengertian-

pengertian di dalamnya; mengembangkan keberanian untuk

berpikir sendiri di luar tuntutan tradisi atau otoritas (seperti

yang dikemukakan Immanuel Kant). Pandangan ini mirip

dengan pandangan humanisme Periode Modern.

Seperti pemahaman yang berkembang pada gerakan

humanisme Postmodern, pemahaman Arso Tunggal juga me-

nitikberatkan pada pentingnya unsur manusia dan budaya.

Kegiatan tersebut dilandasi pemahaman “tetulung marang sak padha-padha manunggsa” (“menolong sesama manusia”).

Berbeda dari gerakan humanisme Modern dan Post-

modern, gerakan humanisme Arso Tunggal mengakui adanya

Tuhan Yang Maha Esa. Meskipun demikian, gerakan ini

berbeda dari gerakan-gerakan kebatinan pada umumnya yang

cenderung berhenti pada pemujaan kepada Tuhan, berpusat

pada dimensi rohani. Arso Tunggal mengaplikasikan nilai-nilai

budaya Jawa itu ke praktik nyata yang bermanfaat bagi pening-

katan martabat umat manusia.

Banyak makna tentang humanisme, namun terdapat ide-

ide dasar humanisme seperti dijelaskan Hoertdoerfer (dalam

Bab Dua). Terdapat beberapa persamaan dan perbedaan antara

pemaknaan humanisme oleh masyarakat Barat dan pemaknaan

humanisme menurut Arso Tunggal (lihat Lampiran 4).

Dari persamaan dan perbedaan tersebut, penulis menyim-

pulkan, secara garis besar karakteristik gerakan Paguyuban Arso

Tunggal adalah:

1. Sebagai gerakan hmanisme kejawèn terbentuk oleh

nilai-nilai budaya Jawa aktor sentralnya;

2. Sebagai gerakan yang dilandasi oleh pemahaman

yang sama dengan gerakan humanisme Periode

Pertengahan, yaitu memandang manusia sebagai

Page 56: Bab Enam Humanisme Arso Tunggal dalam Praktikrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/735/7/D_902006011_BAB VI.… · mendorong orang lupa akan sangkan paraning dumadi, yang digambarkan

Jawa Menyiasati Globalisasi

220

makhluk adikodrati sekaligus kodrati, menyeimbang-

kan antara jiwa dan raga, tidak menafikan kekuatan

intelektual untuk pengembangan nilai-nilai kemanu-

siaan, dan sebagai reaksi terhadap kekurangmampuan

agama menjawab masalah sosial kemanusiaan.

3. Sebagai gerakan yang lahir dengan semangat yang

sama dengan gerakan humanisme Modern (antara

lain metode ilmiah dan obervasi percobaan, manusia

mampu mengubah dunia, tidak terbelenggu pada

masalah dogmatis, berorientasi masa depan), tetapi

tidak melepaskan entitas ketuhanan.

4. Sebagai gerakan yang terwujud dengan semangat

yang sama dengan humanisme Postmodern (yaitu

memaknai manusia dalam konteks budaya untuk

menghapus eksploitasi, ketidaksetaraan, dan penin-

dasan), tetapi memahami entitas ketuhanan sebagai

cahaya yang menyinari masalah kemanusiaan.