bab 3 fgd.doc
-
Upload
diana-iswardhani-rahmawati -
Category
Documents
-
view
8 -
download
0
Transcript of bab 3 fgd.doc
BAB III
RENCANA PROGRAM
A. PromotifPada kasus ini ditemukan penyakit yang berpotensi KLB, yaitu buta senja, karena insiden penyakit ini meningkat dua kali lipat dalam 2 kurun waktu. Penyakit ini disebabkan oleh karena kekurangan vitamin A. Oleh karena itu sesuai dengan Depkes RI (2005), maka kelompok kami menyarankan pencegahan KVA dapat dilakukan dengan cara:
Memberikan ASI Ekslusif kepada bayi sampai berumur 6 bulan dan ASI hingga berumur 2 tahun disertai dengan pemberian makanan pendamping ASI yang cukup dan berkualitas Konsumsi makanan dengan gizi seimbang dan kaya vitamin A dalam menu makanan sehari-hari Konsumsi kapsul vitamin A sesuai kebutuhan sasaran. Melakukan promosi-promosi tentang vitamin A juga merupakan upaya untuk pencegahan KVA.
B. Preventif
Telah terbukti bahwa bayi baru lahir, terutama di negara sedang berkembang yang kasus defisiensi vitamin A nya bersifat endemis, memiliki cadangan vitamin A yang sangat rendah. Pasokan vitamin A di awal kehidupan akan tercukup melalui air susu ibu (ASI), asalkan ibu memiliki status vitamin A yang baik.
Ada dua pendekatan untuk memperbaiki status vitamin A bayi yang berusia kurang dari 6 bulan, yaitu dengan memberikan vitamin A dosis tinggi kepada wanita menyusui, atau memberi satu dari beberapa dosis kepada bayi.
Kebutuhan tubuh akan vitamin A masih dinyatakan dalam Satuan Internasional (SI), untuk memudahkan penilaian aktivitas. Vitamin ini di dalam bahan makanan, agar mencakup performed vitamin A dan provitaminnya. Satu SI vitamin setara dengan kegiatan 0,300ug retinol atau 0,6 ug all trans beta carotene atau 1,0 mg karotin total (campuran) di dalam bahan makanan nabati.
Kebutuhan akan vitamin A menurut daftar RDA untuk Indonesia adalah sebagai berikut:TABEL
C. Kegiatan Penanggulangan KLB Kekurangan Vitamin A1. Penyelidikan Epidemiologi
Kegiatan ini bertujuan untuk mengetahui Indeks kasus atau paling tidak dari mana kemungkinan kasus berawal , mencari kasus-kasus tambahan, cara penyebaran kasus, waktu penyebaran kasus, arah penyebaran penyakit, kontak erat penderita, dan penanggulangannya.
2. Tatalaksana kasus
Tatalaksana pada tabel dibawah dapat digunakan kepada individu dengan semua stadium xeroftalmia, seperti rabun senja, dan xerosis konjungtiva dengan bintik bitot. Xerosis kornea, ulkus kornea, dan keratomalasia. Dosis awal dapat dimulai segera setelah didiagnosis ditegakkan. Setelah itu individu dengan lesi kornea akut segera dirujuk ke rumah sakit untuk dilakukan tatalaksana emergensi.10Tabel 3 : Jadwal Terapi Xeroftalmia5
Waktu PemberianDosis Vitamin A
Segera setelah diagnosis:Usia < 6 bulan
Usia 6-12 bulan
Usia > 12 bulan
Hari berikutnya
Minimal 2 minggu berikutnya50 000 IU
100 000 IU
200 000 IU
Sama sesuai dosis diatasSama sesuai dosis diatas
Anak dengan diare dapat mengalami penurunan absorbsi vitamin A, namun masih dapat menyerap lebih dari cukup untuk mengatasi defisiensi jika dosis rekomendasi diberikan. Namun, anak xeroftalmia dengan malnutrisi energi protein berat butuh dimonitor secara hati-hati sebab status vitamin A tidak stabil dan dapat secara cepat memburuk, walaupun ditatalaksana sesuai rekomendasi. Dosis tambahan dapat digunakan terhadap grup yang rentan ini.5
Xeroftalmia kornea adalah kegawatdaruratan medik. Vitamin A harus segera di berikan sesuai rekomendasi pada tabel diatas. Antibiotik topikal seperti tetrasiklin atau kloramfenikol dapat diberikan untuk mengatasi atau mencegah infeksi bakteri sekunder. Salap mata yang mengandung steroid jangan diberikan dalam keadaan ini.5Untuk mengcegah trauma terhadap kornea yang lemah akibat ulkus, mata harus dilindungi. Pada kasus anak , sebaiknya tangan diikat agar tidak bergerak. Xerosis kornea berespon terhadap terapi vitamin A dalam waktu 2-5 hari, dengan kornea yang kembali normal dengan waktu 1-2 minggu. 5
Anak dengan xeroftalmia, terutama rabun senja, seringkali sakit berat, malnutrisi , dan dehidrasi. Tatalaksana umum, rehidrasi, dan diet tinggi protein yang mudah diserap (jika diperlukan via pipa nasogastik) akan membantu memperbaiki keadaannya. Penyakit penyerta, seperti infeksi respiratori dan gastrointestinal, tuberkulosis, cacing, dan amobasis dapat ditatalaksana dengan obat yang sesuai (antibiotik , anticacing, dan lain-lain).5Perawatan mata diberikan salap antiobiotik spektrum luas setiap 8 jam untuk mengurangi resiko infeksi bakteri. Pada infeksi yang nyata dibutuhkan terapi sistemik yang adekuat, pemberian antibiotik spektrum luas khususnya terhadap Staphylococcus dan Pseudomonas dapat diberikan sebelum kuman penyebab infeksi teridentifikasi ( Contoh: Basitrasin dan gentamisin topikal, ditambah gentamisin dan metisilin subkonjungtiva dan sistemik).5Proteksi terhadap kornea juga harus diperhatikan, pemeriksaan fisik , pemberian obat dan mengganti perban sebaiknya dilakukan seperlunya, dan mata harus dilindungi. Bila diperlukan tangan anak dapat diikat.5Penyakit infeksi berat, khususnya pada campak, juga malaria dan chiken pox, dapat menyebabkan dekompensasi akut terhadap status vitamin A. Jika kadar vitamin A tubuh berada dalam batas rendah, anak akan sangat beresiko menjadi buta, komplikasi sistemik (seperti laringotrakeobrongkitis) dan kematian. 5Anak yang mengalami malnutrisi energi protein berat atau penyakit seperti diare kronik, penyakit saluran pernapasan bawah, dan otitis akut, yang berasal dari populasi yang diketahui tedapat defisiensi vitamin A, juga meningkatkan resiko defisiensi. Anak harus mendapatkan terapi vitamin A yang tepat sesuai kondisi dan usianya. Jika penyakit yang menderita tersebut menetap, tambahan vitamin A dapat diberikan pada interval 1-3 bulan.5Tabel 5. Terapi Anak Defisiensi Vitamin A dengan resiko tinggi
KelompokDosis
Anak dan dewasa dengan malnutrisi energi protein berat
Anak dengan campak
Anak dengan diare, penyakit infeki akut lainnyaTerapi sesuai tabel 3 dilanjutkan dengan program preventif
Dosis tunggal atau ganda sesuai jadwal terapi tabel 3
Dosis 200 000 IU per oral satu kali dilanjutkan dengan program profilaksis
3. Data Record review
Kegiatan ini dilakukan di Rumah Sakit dengan cara aktif melakukan review dari data rekam medik atau register rumah sakit.
4. Faktor Risiko
Dalam KLB Tetanus Neonatorum diketahui beberapa faktor risiko seperti pemeriksaan antenatal, imunisasi tetanus toksoid pada ibu hamil, jenis penolong persalinan, tempat persalinan, alat pemotong tali pusat, perawatan tali pusat.5. Profilaksis
Pencegahan Rekurensi
Ibu dan care giver diperlukan untuk memastikan anak mendapatkan diet kaya vitamin A. Mereka ditunjukkan bagaimana cara menyiapkan makanan kaya vitamin A dari suber yang tidak mahal seperti mangga, pepaya, wortel, labu kuning, ubi jalar, sayuran berdaun hijau gelapdan lain-lain)5
Tabel 4.: Makanan Vitamin A5
Sumber Makanan
Kelompok Usia Wortel Ubi jalar Sayuran Hijau Mangga
Usia anak
0-5 bulan
6-11 bulan
1-2 tahun
2-6 tahunASI Eksklusif
1 sdm
1 sdm
2 sdm / 25 mg1 sdm
1 sdm
1 sdm cup
cup
cup50 mg
50 mg
70 mg
a) Meningkatkan asupan makanan yang mengandung vitamin A
Asupan makanan yang inadekuat terhadap vitamin A dapat dimulai dengan cepatnya penghentian pemberian ASI, kemudian disusul dengan kurangnya asupan makanan yang kaya karoten atau Vitamin A. Dengan pemberian ASI kemudian setelah usia 6 bulan anak diberi makanan kaya provitamin A seperti buah mangga, pepaya, sayuran berdaun hijau gelap, dan dari sumber hewani seperti kuning telur, ayam dan hati akan secara signifikan mengurangi terjadinya defisiensi vitamin A.5
Sayuran hijau merupakan sumber yang tidak mahal dan yang paling banyak mengandung vitamin A. Sebagai acuan, orang tua harus mengetahui bahwa segenggam sayur bayam segar( 68 gram) memiliki kandungan vitamin A setara dengan seporsi kecil hati sapi ( 63 gr), dan setara dengan 4 medium size telur ayam ( 227 gram)5
b) Suplementasi Vitamin A
Suplementasi secara periodik dapat bermanfaat untuk memberikan kuantitas vitamin A yang besar yang dapat disimpan sebagai cadangan di hepar.Suplementasi oral retinil palmitat 110 mg atau 66 mg retinil asetat (200.000 IU vitamin A) dan setengah dosis untuk anak usia 6-11 tahun setiap 4-6 bulan dapat melindungi anak dari defisiensi vitamin A. 5
Vitamin A dapat diberikan sebagai kapsul atau cairan. Kecuali pada anak yang mengalami xerophtalmia, kurang energi protein (kwashiorkor) dan beberapa penyakit berat, penting untuk dipastikan vitamin A tidak diberikan melebihi batas dosis yang aman. Pada saat ini, interval pemberian vitamin A yang telah ditetapkan adalah 4-6 bulan, walaupun telah disarankan bahwa jarak pemberian ini bisa dikurangi jadi 3 bulan.5Tabel 6. Jadwal Vitamin A dosis Profilaksis5
IndividuDosis OralWaktu
Usia 0-6 bulan
Usia 6-11 bulan
Usia > 12 bulan
13,75 mg retinil palmitat (25 000 IU)
55 mg retinil palmitat (100 000 IU)
110 mg retinil palmitat (200 000 IU)1-3 kali hingga usia 6 bulan
Sekali tiap 4-6 bulan
Sekali tiap 4-6 bulan
6. Intervensi Faktor Risiko (FR)
Setelah dapat diketahui faktor risiko KLB rabun senja akibat kekurangan vitamin A tersebut maka perlu dilakukan intervensi sesuai masalahnya (faktor risikonya).
7. Surveilans intensif
Surveilans intensif tetanus neonatorum bertujuan untuk kewaspadaan dini dengan menemukan kasus secara awal dengan gejala mirip tetanus neonatorum di wilayah yang dicurigai telah terjadi penyebaran, termasuk kegiatan imunisasi sehingga diharapkan adanya kewaspadaan petugas imunisasi dalam pelaksanaan imunisasi.
8. Survei Cakupan imunisasi
Melakukan survei cakupan imunisasi tetanus toksoid pada ibu hamil di sekitar kasus untuk mengetahui cakupan imunisasi sekitar kasus.