BAB 2.doc

download BAB 2.doc

of 26

Transcript of BAB 2.doc

25

BAB 2TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Dasar

2.1.1. Definisi

Kejang demam adalah bangkitan yang terjadi akibat kenaikan suhu (rectal > 38(C dan aksila > 38,8(C) disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium (Sodikin, 2012).Kejang demam adalah suatu kejadian pada bayi atau anak yang biasanya terjadi antara umur 3 bulan dan 5 tahun, berhubungan dengan demam tetapi tidak pernah terbukti adanya infeksi intrakranial atau penyebab tertentu (Mansjoer, 2000).Demam adalah meningkatnya temperatur tubuh secara abnormal lebih dari 37,5oC, merupakan respon tubuh terhadap kuman, bakteri dan virus penyebab penyakit yang masuk ke dalam tubuh (Suriadi, 2001).Kejang adalah perubahan fungsi otak mendadak dan sementara sebagai akibat dari aktivitas neoronal yang abnormal dan pelepasan listrik serebral yang berlebihan (Betz, 2002). 2.1.2. KlasifikasiSecara umum, Kejang Demam dapat dibagi dalam dua jenis yaitu:1. Simple febrile seizures (Kejang Demam Sederhana): kejang menyeluruh yang berlangsung 15 menit, dan atau berulang dalam waktu singkat (selama demam berlangsung).Kejang yang merupakan pergerakan abnormal atau perubahan tonus badan dan tungkai dapat diklasifikasikan menjadi 3 bagian yaitu : kejang, klonik, kejang tonik dan kejang mioklonik.

1. Kejang TonikKejang ini biasanya terdapat pada bayi baru lahir dengan berat badan rendah dengan masa kehamilan kurang dari 34 minggu dan bayi dengan komplikasi prenatal berat. Bentuk klinis kejang ini yaitu berupa pergerakan tonik satu ekstrimitas atau pergerakan tonik umum dengan ekstensi lengan dan tungkai yang menyerupai deserebrasi atau ekstensi tungkai dan fleksi lengan bawah dengan bentuk dekortikasi. Bentuk kejang tonik yang menyerupai deserebrasi harus di bedakan dengan sikap epistotonus yang disebabkan oleh rangsang meningkat karena infeksi selaput otak atau kernikterus.2. Kejang KlonikKejang Klonik dapat berbentuk fokal, unilateral, bilateral dengan pemulaan fokal dan multifokal yang berpindah-pindah. Bentuk klinis kejang klonik fokal berlangsung 1 3 detik, terlokalisasi dengan baik, tidak disertai gangguan kesadaran dan biasanya tidak diikuti oleh fase tonik. Bentuk kejang ini dapat disebabkan oleh kontusio cerebri akibat trauma fokal pada bayi besar dan cukup bulan atau oleh ensepalopati metabolik.3. Kejang MioklonikGambaran klinis yang terlihat adalah gerakan ekstensi dan fleksi lengan atau keempat anggota gerak yang berulang dan terjadinya cepat. Gerakan tersebut menyerupai reflek moro. Kejang ini merupakan pertanda kerusakan susunan saraf pusat yang luas dan hebat. Gambaran EEG pada kejang mioklonik pada bayi tidak spesifik.2.1.3. EtiologiMenurut Mansjoer, dkk (2000: 434) penyebab kejang demam yaitu:1. Demam itu sendiri yang disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan atas, otitis media, pneumonia, gastroenteritis, dan infeksi saluran kemih, kejang tidak selalu timbul pada suhu yang tinggi.

2. Efek produk toksik daripada mikroorganisme

3. Respon alergik atau keadaan umum yang abnormal oleh infeksi.

4. Perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit.

5. Ensefalitis viral (radang otak akibat virus) yang ringan, yang tidak diketahui atau enselofati toksik sepintas.Menurut staf pengajar ilmu kesehatan anak FKUI (1985: 50), faktor presipitasi kejang demam: cenderung timbul 24 jam pertama pada waktu sakit demam atau dimana demam mendadak tinggi karena infeksi pernafasan bagian atas. Demam lebih sering disebabkan oleh virus daripada bakterial.

1. Gangguan vaskuler1) Perdarahan akibat ptechie akibat dari anoreksia dan asfiksia yang dapat terjadi di intra cerebral atau intra ventrikuler.

2) Perdarahan akibat trauma langsung yaitu berupa perdarahan di sub kranial atau subdural.

3) Trombosis

4) Penyakit perdarahan seperti defiasiensi vitamin K

5) Sindroma hiperviskositas

2. Gangguan metabolism

1) Hipokalsemia

2) Hipomagnesemia

3) Hipoglkemia

4) Amino Asiduria

5) Hipo dan hypernatremia

6) Hiperbilirubinemia

7) Difisiensi dan ketergantungan akan piridoksin.3. Infeksi

1) Meningitis

2) Enchepalitis

3) Toksoplasma kongenital

4) Penyakit cytomegali inclusion

4. Toksik

1) Obat convulsion

2) Tetanus

3) Echepalopati timbal

4) Sigelosis Salmenalis

5. Kelainan kongenital1) Paransefali

2) Hidrasefali

2.1.4. Manifestasi KlinisKejang demam terjadi pada 2-4% anak berusia 6 bulan - 5 tahun. Kejang disertai demam pada bayi < 1 bulan tidak termasuk kejang demam. Jika anak berusia < 6 bulan atau > 5 tahun mengalami kejang didahului demam, pikirkan kemungkinan lain seperti infeksi SSP, atau epilepsi yang kebetulan terjadi bersama demam. Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam, kemudian kejang saat demam, tidak termasuk dalam kejang demam. Kejang demam dibagi atas 2 jenis:

1. Kejang demam sederhana (simple febrile seizure); yaitu :Kejang demam yang berlangsung singkat, < 15 menit dan umumnya akan berhenti sendiri. Kejang berupa kejang umum tonik atau klonik, tanpa gerakan fokal. Kejang demam tidak berulang dalam 24 jam. Kejang jenis ini merupakan 80% dari seluruh kejang demam.

2. Kejang demam kompleks (complex febrile seizure) yaitu kejang dengan salah satu ciri berikut :

1) Kejang lama > 15 menit

2) Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial

3) Berulang atau lebih dari satu kali dalam 24 jamSerangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik-klonik, klonik, fokal, atau akinetik. Umumnya kejang berhenti sendiri. Setelah kejang berhenti, anak tidak memberi reaksi apapun sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau menit anak terbangun dan sadar kembali tanpa defisit neurologis. Kejang dapat diikuti oleh hemiparesis sementara (Hemiparesis Todd) yang berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari. Kejang unilateral yang lama diikuti oleh hemiparesis yang menetap. Bangkitan kejang yang berlangsung lama sering terjadi pada kejang demam yang pertama.Durasi kejang bervariasi, dapat berlangsung beberapa menit sampai lebih dari 30 menit, tergantung pada jenis kejang demam tersebut. Sedangkan frekuensinya dapat kurang dari 4 kali dalam 1 tahun sampai lebih dari 2 kali sehari. Pada kejang demam kompleks, frekuensi dapat sampai lebih dari 4 kali sehari dan kejangnya berlangsung lebih dari 30 menit. Gejalanya berupa:1) Demam (terutama demam tinggi atau kenaikan suhu tubuh yang tejradi secara tiba-tiba)

2) Pingsan yang berlangsung selama 30 detik-5 menit (hampir selalu terjadi pada anak-anak yang mengalami kejang demam)

3) Postur tonik (kontraksi dan kekakuan otot menyeluruh yang biasanya berlangsung selama 10-20 detik)

4) Gerakan klonik (kontraksi dan relaksasi otot yang kuat dan berirama, biasanya berlangsung selama 1-2 menit)

5) Lidah atau pipinya tergigit

6) Gigi atau rahangnya terkatup rapat

7) Inkontinensia (mengompol)

8) Gangguan pernafasan

9) Apneu (henti nafas)

10) Kulitnya kebiruanSetelah mengalami kejang, biasanya:

1) Akan kembali sadar dalam waktu beberapa menit atau tertidur selama 1 jam atau lebih

2) Terjadi amnesia (tidak ingat apa yang telah terjadi)-sakit kepala

3) Mengantuk

4) Linglung (sementara dan sifatnya ringan)

2.1.5. PatofisiologiUntuk mempertahankan kelangsungan hidup sel/organ otak diperlukan energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yang terpenting adalah glucose, sifat proses itu adalah oxidasi dengan perantara pungsi paru-paru dan diteruskan keotak melalui system kardiovaskuler.Berdasarkan hal diatas bahwa energi otak adalah glukosa yang melalui proses oxidasi, dan dipecah menjadi karbon dioksida dan air. Sel dikelilingi oleh membran sel. Yang terdiri dari permukaan dalam yaitulipoiddan permukaan luar yaituionik.Dalam keadaan normal membran sel neurondengan mudah dapat dilalui oleh ion Kalium (K+).Akibatnya konsentrasi K+dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi NA+rendah. Sedangkan diluarsel neuron terdapat keadaan sebaliknya,karena ituterdapatperbedaan jenis dan konsentrasi ion didalam dan diluar sel. Maka terdapat perbedaan membran yang disebut potensial membran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim NA, K, ATP yang terdapat pada permukaan sel.Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah dengan perubahan konsentrasi ion diruang extra selular, rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya. Perubahan dari patofisiologisnya membran sendiri karena penyakit/keturunan.Pada seorang anak sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh dibanding dengan orang dewasa 15 %. Dan karena itu pada anak tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dalam singkat terjadi difusi di ion K+maupun ion NA+melalui membran tersebut dengan akibat terjadinya lepasnya muatan listrik.Lepasnya muatan listrik ini sedemikian besarnya sehingga dapat meluas keseluruh sel maupun membran sel sekitarnya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmitter sehingga mengakibatkan terjadinya kejang. Kejang yang yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya dan tidak meninggalkan gejala sisatetapi kejang yang berlangsung lama lebih 15 menit biasanya disertai apnea, NA meningkat, kebutuhan O2 dan energi untuk kontraksi otot skeletal yang akhirnya terjadi hipoxia dan menimbulkan terjadinya asidosis.

2.1.6. Komplikasi1. EpilepsiTerjadi akibat adanya kerusakan pada daerah lobus temporalis yang berlangsung lama dan dapat menjadi matang.2. Retardasi mentalTerjadi pada pasien kejang demam yang sebelumnya telah terdapat gangguan perkembangan atau kelainan neurologis.3. HemipareseBiasanya terjadi padaa pasien yang mengalemi kejang lama (berlangsung lebih dari 30 menit)

4. Gagal pernapasanAkibat dari ektivitas kejang yang menyebabkan otot-otot pernapasan menjadi spasme.

5. Kematian

2.1.6. Pemeriksaan DiagnostikAdapun pemeriksaan yang dapat dilakukan pada pasien kejang demam antara lain:1. Pemeriksaan Laboratorium

1) Elektrolit, tidak seimbang dapat berpengaruh atau menjadi predisposisi padaaktivitas kejang

2) Glukosa, hipoglikemia ( normal 80 - 120)

3) Ureum / kreatinin, meningkat (ureum normal 10 50 mg/dL dan kreatinin normal < 1,4 mg/dL)

4) Sel Darah Merah (Hb), menurun ( normal 14-18 g/dl, 12-16 g/dl )

2. Lumbal punksi, tes ini untuk memperoleh cairan cerebrospinalis dan untuk mengetahui keadaan lintas likuor. Tes ini dapat mendeteksi penyebab kejang demam atau kejang karena infeksi pada otak. Pada kejang demam tidak terdapat gambaran patologis dan pemeriksaan lumbal pungsi. Pada kejang oleh infeksi pada otak ditemukan :

1) Warna cairan cerebrospinal : berwarna kuning, menunjukan pigmen kuning santokrom.

2) Jumlah cairan dalam cerebrospinal menigkat lebih dari normal (normal bayi 40-60ml, anak muda 60-100ml, anak lebih tua 80-120ml dan dewasa 130-150ml).

3) Perubahan biokimia : kadar Kalium menigkat ( normal dewasa 3.5-5.0 mEq/L, bayi 3.6-5.8mEq/L).3. EEG (electroencephalography)EEG merupakan cara untuk merekam aktivitas listrik otak melalui tengkorang yang utuh untuk menentukan adanya kelainan pada SSP, EEG dilakukan sedikitnya 1 minggu setelah suhu normal. Tidak menunjukkan kelainan pada kejang demam sederhana, gelombang EEG yang lambat di daerah belakang dan unilateral menunjukkan kejang demam kompleks.

4. CTScanTidakdianjurkan pada kejang demam yang beru terjadi pada pertama kalinya.5. Pemeriksaan RadiologisFoto tengkorak diperhatikan simetris tulang tengkorak, destruksi tulang peningkatan tekanan intracranial6. Pneumonsefalografi dan ventrikulografi dilakukan atas indikasi tertentu yaitu untuk melihat gambaran sistem ventrikal, rongga subaraknoid serta gambaran otak sehingga dapat diketahui adanya atrofi otak, tumor serebri, hidrosefalus araknoiditis.7. Arteriografi untuk melihat keadaan pembuluh darah di otak, apakah ada penyumbatanatau peregangan.

2.1.7. Penatalaksanaan MedisPada penatalaksanaan kejang demam ada 3 hal yang perlu dikerjakan yaitu :1. Pengobatan Fase AkutSeringkali kejang berhenti sendiri. Pada waktu kejang pasien dimiringkan untuk mencegah aspirasi ludah atau muntahan. Jalan napas harus bebas agar oksigennisasi terjamin. Perhatikan keadaan vital seperti kesadaran, tekanan darah, suhu, pernapasan dan fungsi jantung. Suhu tubuh tinggi diturunkan dengan kompres air dan pemberian antipiretik. Obat yang paling cepat menghentikan kejangadalah diazepam yang diberikan intravena atau intrarektal. Dosis diazepam intravena 0,3-0,5 mg/kgBB/kali dengan kecepatan 1-2 mg/menit dengan dosis maksimal 20 mg. bila kejang berhenti sebelum diazepam habis, hentikan penyuntikan, tunggu sebentar, dan bila tidak timbul kejang lagi jarum dicabut. Bila diazepam intravena tidak tersedia atau pemberiannya sulit gunakan diazepam intrarektal 5 mg (BB10kg)atau 10 mg(BB10kg)bila kejang tidak berhenti dapat diulang selang15 menit kemudian. Bila tidak berhenti juga, berikan fenitoin dengan dosis awal 10-20 mg/kgBB secara intravena perlahan-lahan 1 mg/kgBb/menit. Setelah pemberian fenitoin, harus dilakukan pembilasan dengan Nacl fisiologis karena fenitoin bersifat basa dan menyebabkan iritasi vena. Bila kejang berhenti dengan diazepam, lanjutkan dengan fenobarbital diberikan langsung setelah kejang berhenti. Dosis awal untukneonatus 30 mg,bayi 1 bulan -1 tahun 50 mg dan umur 1 tahun ke atas 75 mg secara intramuscular. Empat jama kemudian diberikan fenobarbital dosis rumat. Untuk 2 hari pertama dengan dosis 8-10 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis, untuk hari-hari berikutnya dengan dosis 4-5 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis. Selama keadaan belum membaik, obat diberikan secara suntikan dan setelah membaik per oral. Perhatikan bahwa dosis total tidak melebihi 200mg/hari. Efek sampingnya adalah hipotensi,penurunan kesadaran dan depresi pernapasan. Bila kejang berhenti dengan fenitoin,lanjutkna fenitoin dengan dosis 4-8mg/KgBB/hari, 12-24 jam setelah dosis awal.1) Mencari dan mengobati penyebabPenyebab dari kejang demam baik kejang demam sederhana maupun kejang epilepsi yang diprovokasi oleh demam biasanya ISPA dan otitis media akut. Pemberian antibiotika yang tepat dan adekuat utnuk mengobati infeksi tersebut. Biasanya dilakukan pemeriksaan fungsi lumbal untuk mengetahui faktor resiko infeksi di dalam otak, misalnya: meningitis. Apabila menghadapi penderita dengan kejang demam lama, pemeriksaan yang intensif perlu dilakukan, seperti: pemeriksaan darah lengkap.2) PengobatanrumatPengobatan ini dibagi atas 2 bagian:a. Pengobatan profilaksis intermiten: untuk mencegah terulangnya kejadian demam dikemudian hari, orang tua atau pengasuh harus cepat mengetahui bila anak menderita demam. Disamping pemberian antipiretik, obat yang tepat untuk mencegah kejang waktu demam adalah diazepam intrarektal. Diberiakan tiap 12 jam pada penderita demam dengan suhu 38,5oC atau lebih. Dosis Diazepam diberikan 5 mg untuk anak kurang dari 3 tahun dan 7,5 mg untuk anak lebih dari 3 tahun atau dapat diberikan Diazepam oral 0,5 mg/kgBB pada waktu penderita demam (berdasarkan resep dokter).

b. Pengobatan profilaksis jangka panjang yaitu dengan pemberian antikonvulsan tiap hari. Hal ini diberikan pada penderita yang menunjukkan hal berikut:a) Sebelum kejang demam penderita sudah ada kelainan neurologis atau perkembangannya.

b) Kejang demam lebih dari 15 menit, fokal atau diikuti kelainan neurologis sementara atau menetap.

c) Riwayat epilepsi pada orang tua atau saudara kandung

d) Kejang demam pada bayi atau kejang multipel pada satu episode demam.

2.2. Konsep Dasar Manajemen Asuhan Keperawatan

2.2.1. PengkajianPengumpulan data pada kasus kejang demam ini meliputi :1. Data subyektif1) Biodata/IdentitasBiodata anak mencakup nama, umur, jenis kelamin.Biodata orang tua perlu dipertanyakan untuk mengetahui status sosial anak meliputi nama, umur, agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, penghasilan, alamat.2) Riwayat PenyakitRiwayat penyakit yang diderita sekarang tanpa kejang ditanyakan : Apakah betul ada kejang?

Diharapkan ibu atau keluarga yang mengantar dianjurkan menirukan gerakan kejang si anak?Apakah disertai demam?

Dengan mengetahui ada tidaknya demam yang menyertai kejang, maka diketahui apakah infeksi infeksi memegang peranan dalam terjadinya bangkitan kejang. Jarak antara timbulnya kejang dengan demam.3) Lama seranganSeorang ibu yang anaknya mengalami kejang merasakan waktu berlangsung lama. Lama bangkitan kejang kita dapat mengetahui kemungkinan respon terhadap prognosa dan pengobatan.4) Pola seranganPerlu diusahakan agar diperoleh gambaran lengkap mengenai pola serangan apakah bersifat umum, fokal, tonik, klonik?Apakah serangan berupa kontraksi sejenak tanpa hilang kesadaran seperti epilepsi mioklonik?Apakah serangan berupa tonus otot hilang sejenak disertai gangguan kesadaran seperti epilepsi akinetik?Apakah serangan dengan kepala dan tubuh mengadakan flexi sementara tangan naik sepanjang kepala, seperti pada spasme infantile?Pada kejang demam sederhana kejang ini bersifat umum.5) Frekuensi seranganApakah penderita mengalami kejang sebelumnya, umur berapa kejang terjadi untuk pertama kali, dan berapa frekuensi kejang per tahun. Prognosa makin kurang baik apabila kejang timbul pertama kali pada umur muda dan bangkitan kejang sering timbul.6) Keadaan sebelum, selama dan sesudah seranganSebelum kejang perlu ditanyakan adakah aura atau rangsangan tertentu yang dapat menimbulkan kejang, misalnya lapar, lelah, muntah, sakit kepala dan lain-lain. Dimana kejang dimulai dan bagaimana menjalarnya.Sesudah kejang perlu ditanyakan apakah penderita segera sadar, tertidur, kesadaran menurun, ada paralise, menangis dan sebagainya?7) Riwayat penyakit sekarang yang menyertaiApakah muntah, diare, truma kepala, gagap bicara (khususnya pada penderita epilepsi), gagal ginjal, kelainan jantung, DHF, ISPA, OMA, Morbili dan lain-lain.8) Riwayat penyakit dahuluSebelum penderita mengalami serangan kejang ini ditanyakan apakah penderita pernah mengalami kejang sebelumnya, umur berapa saat kejang terjadi untuk pertama kali?

Apakah ada riwayat trauma kepala, radang selaput otak, KP, OMA dan lain-lain.9) Riwayat kehamilan dan persalinanKedaan ibu sewaktu hamil per trimester, apakah ibu pernah mengalami infeksi atau sakit panas sewaktu hamil. Riwayat trauma, perdarahan per vaginam sewaktu hamil, penggunaan obat-obatan maupun jamu selama hamil. Riwayat persalinan ditanyakan apakah sukar, spontan atau dengan tindakan (forcep/vakum), perdarahan ante partum, asfiksi dan lain-lain. Keadaan selama neonatal apakah bayi panas, diare, muntah, tidak mau menetek, dan kejang-kejang.10) Riwayat imunisasiJenis imunisasi yang sudah didapatkan dan yang belum ditanyakan serta umur mendapatkan imunisasi dan reaksi dari imunisasi. Pada umumnya setelah mendapat imunisasi DPT efek sampingnya adalah panas yang dapat menimbulkan kejang.11) Riwayat perkembanganDitanyakan kemampuan perkembangan meliputi :Personal sosial (kepribadian/tingkah laku sosial) : berhubungan dengan kemampuan mandiri, bersosialisasi, dan berinteraksi dengan lingkungannya.Gerakan motorik halus : berhubungan dengan kemampuan anak untuk mengamati sesuatu, melakukan gerakan yang melibatkan bagian-bagian tubuh tertentu saja dan dilakukan otot-otot kecil dan memerlukan koordinasi yang cermat, misalnya menggambar, memegang suatu benda, dan lain-lain.Gerakan motorik kasar : berhubungan dengan pergerakan dan sikap tubuh.Bahasa : kemampuan memberikan respon terhadap suara, mengikuti perintah dan berbicara spontan.12) Riwayat kesehatan keluarga.Adakah anggota keluarga yang menderita kejang (+ 25 % penderita kejang demam mempunyai faktor turunan)Adakah anggota keluarga yang menderita penyakit syaraf atau lainnya?Adakah anggota keluarga yang menderita penyakit seperti ISPA, diare atau penyakit infeksi menular yang dapat mencetuskan terjadinya kejang demam.2. Data Dasar Pengkajian1) Nutrisi dan CairanSebelum sakit = makan : Nasi, bubur, ikan, sayur, buah (nafsu makan baik) minum : air putih, susuSesudah sakit = makan : anak kurang nafsu makan minum : anak tidak suka minum2) EliminasiSebelum sakit = BAB : 1-2 X/hariBAK : 3-4 X/hariSesudah sakit = BAB : saat pengkajian penderita belum BABBAK : 2-3 X/hari3) AktivitasSemua aktivitas dibantu orang tua

4) Istirahat dan TidurPola tidur : tidur siang kurang lebih 3 jamtidur malam10-11 jamSaat sakit penderita sulit tidur karena suhu badan tinggi5) Personal HigieneBersih, rapih, tidak ada masalah

6) Aktivitas bermainBiasanya anak bermain berkelompok

7) NeurosensoriSebelum kejang : anak tidak memberi reaksi apapun tentang adanya kelainan neurosensoriSaat kejang : bola mata terbalik keatas dengan disertai kekalunan dan kelemahanSesudah kejang : anak tidak memberi repon apapun8) PernapasanRespirasi : 26 X/mTidak ada pernapasan cuping hidung

9) Pemeriksaan Head to toe

a. Kepala

a) bentuk simetris

b) tidak ada kelainan yang nampak

b. Mata

a) letak kedua mata simetris kiri/kananb) sklera tidak anemisc) konjungtiva pucatc. Telinga

a) bentuk : simetris kanan dan kiri

b) pendengaran baik

c) sekret kurang

d. Hidung

a) penciuman baik, tidak ada pernapasan cuping hidung

b) bentuk simetris

c) mukoza hidung berwarna merah muda

e. Mulut

a) gigi lengkap, tidak ada caries

b) mukoza mulut tampak kering

c) tonsil tidak hiperemi

f. LeherTidak ada pembesaran kelenjarg. Thorax

a) cor bising kurang

b) pulmo : gerakan dada simetris, suara pernapasan vesikuler, tidak ada kesulitan pernapasan. Ronchi (-), whezeng (-)

h. AbdomenLemas dan datar, tidak kembungi. Ekstremitas

a) atas : adanya ketegangan otot/kalium ototb) bawah : adanya ketegangan otot/kekalunan otot2.2.2. Diagnosa Keperawatan

1. Hipertermi b/d adanya proses infeksi

2. Resiko tinggi cedera fisik b/d aktifitas motorik yang meningkat (kejang)

3. Resiko tinggi pola nafas tidak efektif b/d penurunan neuromuscular

4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake yang kurang

5. Resiko tinggi perubahan volume cairan kurang dari kebutuhanan tubuh b/d pengeluaran yang berlebihan

2.2.3. Intervensi Keperawatan

2.2.3.1. Hipertermi b/d adanya proses infeksi

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1 x 24 jam hipertermi teratasiKriteria hasil :1) Suhu dalam batas normal (36 37 o C)2) RR : < 40 x/mnt

3) N : 60-120 x/mnt

4) Tidak ada perubahan warna kulitIntervensi:

IntervensiRasional

1) Kaji penyebab hipertermi

2) Observasi TTV

3) Beri kompres hangat pada bagian dahi atau ketiak

4) Beri minum sedikit-sedikit tapi sering

5) Pakaikan pakaian yang tipis yang dapat menyerap keringat

6) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat antipiretik

1) Hipertermi merupakan salah satu gejala/kompensasi tubuh terhadap adanya infeksi baik secra lokal maupun secara sistematik

2) Pada klien hipertermi terjadi kenaikan ttv terutama suhu, nadi, pernapasan. Hal ni disebabkan karana metabolisma tubuh meningkat.

3) Daerah dahi dan aksila merupakan jaringan tipis dan terdapat pembulu darah sehingga proses vasodilatasi pembuluh darah lebih cepat sehinggga pergerakan-pergerakan molekul cepatsehinga evaporasi meningkat dengan cepat

4) Untuk mengganti cairan yang hilang dan untuk mempertahankan cairan di dalam tubuh

5) Pakaian yang tipis dapat membantu mempercepat proses evaporasi

6) Menurunkan panas pada pusat hipotalamus.

2.2.3.2. Resiko tinggi cedera fisik b/d aktifitas motorik yang meningkat (kejang)

Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1 x 24 jam masalah tidak menjadi aktual.

Kriteria Hasil :1) Tidak terjadi kejang

2) Tidak terjadi cedera saat kejang

3) Tidak terjadi trauma fisik selama perawatan.

4) Mempertahankan tindakan yang mengontrol aktivitas kejang.

5) Mengidentifikasi tindakan yang harus diberikan ketika terjadi kejang.

6) Memonitor faktor risiko dari lingkungan.Intervensi:

IntervensiRasional

1) Jelaskan pada keluarga akibat-akibat yang terjadi sat kejang berulang (lidah tergigit)

2) Sediakan spatel lidah yang telah dibungkus verban

3) Beri posisi miring kiri/kanan

4) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat anti konvulsan

5) Jelaskan pada keluarga akibat-akibat yang terjadi sat kejang berulang (lidah tergigit)

6) Sediakan spatel lidah yang telah dibungkus verban

7) Beri posisi miring kiri/kanan

8) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat anti konvulsan

2.2.3.3. Resiko tinggi pola nafas tidak efektif b/d penurunan neuromuscularTujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1 x 24 jam dapat mempertahankan pola napas efektifKriteria Hasil :1) Menunjukkan frekuensi pernafasan yang efektif

2) Menyatakan gejala berkurang

3) Menyatakan faktor-faktor penyebab dan menyatakan cara koping adaptif untuk mengatasinya

Intervensi:

IntervensiRasional

1) Anjurkan pasien mengosongkan mulut dari benda atau zat tertentu

2) Letakkan pasien pada posisi miring dan permukaan datar

3) Masukkan spatel lidah/jalan napas buatan

4) Kolabori dalm pemberian oksigen sesuai indikasi.

1) Menurunkan resiko aspirasi ataumasuknya suatu benda asing ke faring.2) Mencegah lidah jatuh dan menyumbat jalan napas

3) Mencegah tejatuhnya lidah dan memfasilitasi saat melakukan pengisapan lendir

4) Menurunkan hipoksia serebral sebagai akibat dari sirkulasi yang menurun.

2.2.3.4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake yang kurangTujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan kebutuhan nutrisi klien terpenuhiKriteria hasil:1) Adanya minat/ selera makan.2) Porsi makan sesuai kebutuhan.3) BB dipertahankan sesuai usia. Intervensi:

IntervensiRasional

1) Monitor intake makanan2) Sajikan makanan yang menarik, merangsang selera dan dalam suasana yang menyenangkan.3) Berikan makanan dalam porsi kecil tapi sering.4) Timbang BB setiap hari.5) Konsul ke ahli gizi.

1) Memonitor intake kalori dan insufisiensi kualitas konsumsi makanan.2) Meningkatkan selera makan sehingga meningkatkan intake makanan.3) Makan dalam porsi besar/ banyak lebih sulit dikonsumsi saat pasien anoreksia.4) Memonitor kurangnya BB dan efektifitas intervensi nutrisi yang diberikan.5) Memberikan bantuan untuk menetapkan diet

2.2.3.5. Resiko tinggi perubahan volume cairan kurang dari kebutuhanan tubuh b/d pengeluaran yang berlebihan

Tujuan : Pasien dapat menunjukkan volume cairan stabilKriteria Hasil :1) Keseimbangan pemasukan dan pengeluaran

2) BB stabil

3) TTV dalam rentang normal

4) Tidak ada peningkatan suhu tubuh.

Intervensi:

IntervensiRasional

1) Observasi TTV

2) Monitor tanda-tanda kekurangan cairan

3) Catat intake dan output pasien

4) Monitor dan catat BB

5) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian cairan IV

1) Untuk mengetahui perkembangan pasien

2) Memantau terjadinya dehidrasi

3) Untuk mengetahui keseimbangan masuk dan keluarnya makanan

4) Memberikan informasi tentang keadekuatan masukan diet atau penentuan kebutuhan nutrisi 5) Memenuhi cairan atau nutrisi yang belum adekuatnya masukan oral

2.2.3. ImplementasiImplementasi adalah realisasi dari perencanaan yang sudah ditentukan sebelumnya Pada tahap ini dilakukan pelaksanaan dari perencanaan keperawatan yang telah ditentukan dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan klien secara optimal. Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah di susun pada tahap perencanaan (Hidayat, 2008). 2.2.4. EvaluasiEvaluasi merupakan pengukuran keberhasilan rencana keperawatan dalam memenuhi kebutuhan klien yang dinilai berdasarkan respon klien dan mengacu pada kriteria yang telah ditetapkan pada intervensi keperawatan (Hidayat, 2008).1