12. BAB 2 (part 1).doc

38
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab 2 ini akan diuraikan secara teoritis mengenai konsep penyakit dan asuhan keperawatan meternitas pada pasien dengan post sectio caesarea atas indikasi pre eklamsia berat. 2.1 Konsep Post Partum 2.1.1 Pengertian Post Partum Post partum/masa nifas adalah masa sesudahnya persalinan terhitung saaat selesai persalinansampai pulihnya kembali alat kandungan ke keadaan sebelum hamil dan lamanya masa nifas kurang lebih 6 minggu. (Padila, 2014) Masa nifas/ puerperium adalah masa yang di mulai setelah plasenta keluar dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti semula (sebelum hamil). Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6minggu (Sulistyawati, 2009). 9

Transcript of 12. BAB 2 (part 1).doc

32

BAB 2TINJAUAN PUSTAKA

Dalam bab 2 ini akan diuraikan secara teoritis mengenai konsep penyakit dan asuhan keperawatan meternitas pada pasien dengan post sectio caesarea atas indikasi pre eklamsia berat.

2.1Konsep Post Partum

2.1.1Pengertian Post Partum

Post partum/masa nifas adalah masa sesudahnya persalinan terhitung saaat selesai persalinansampai pulihnya kembali alat kandungan ke keadaan sebelum hamil dan lamanya masa nifas kurang lebih 6 minggu. (Padila, 2014)Masa nifas/ puerperium adalah masa yang di mulai setelah plasenta keluar dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti semula (sebelum hamil). Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6minggu (Sulistyawati, 2009).

Masa nifas adalah masa sesudah persalinan dan kelahiran bayi, plasenta, serta selaput yang diperlukan untuk memulihkan kembali organ kandungan seperti sebelum hamil dengan waktu kurang lebih 6 minggu (Saleha, 2009).2.1.2Tahapan Post Partum

1. Immediate PP : 24 jam pertama

2. Early PP : 1 minggu pertama

3. Laten PP : minggu 2 sampai minggu 62.1.3Adaptasi Fisik Menurut Padilah (2014) adaptasi fisik psot partum dapat di uraikan sebagai berikut :1. Sistem Kardiovaskuler

Selama kehamilan secara normal volume darah untuk mengakomodasi penambahan aliran darah yang diperlukan oleh placenta dan pembuluh darah uterus. Penurunan dari esterogen mengakibatkan diuresid yang menyebabkan volume plasma menurun secara cepat dalam kondisi normal. Keadaan ini terjadi pad 24 sampai 48 jam pertama setelah kelahiran. Selama ini pasien mengalami sering kencing. Penurunan progesteron membantu mengurangi retensi cairan sehubungan dengan penambahan vaskularisasi jaringan selama kehamilan. a. Curah jantung meningkat

b. Tekanan darah menurun ringan, karenan penurunan tekanan intra pelvic

c. Nadi : bradikardi sampai hari 6-10

d. Stasis darah pada ekstremitas bawah- resiko tromboplebitis

e. Faktor pembekuan darah meningkat-resiko tromboemboli2. Sistem urologi

a. Dieresis pada awal periode pasca partum

b. Penurunan sensasi kandung kemih3. Sistem endokrin

Plasenta lahir- penurunan hormone esterogen dan progesterone, kadar terendah dicapai pada kira-kira satu minggu pasca partum. 4. Sistem pencernaanGangguan defekasi : konstipasi karena masih ada efek progesterob, penurunan tekanan otot abdomen, kurang cairan dan rasa takut nyeri pada luka episiotomy atau rupture perineum. 5. Sistem integument

Suhu meningkat sampai 38 derjat- karena kelelahan dan diaporesais/dieresis 24 jam pertama Hiperpigmentasi berkurang

6. Sistem musculoskeletal Dinding abdomen mereganag, tampak longgar dan lembek, diastasis otot recti abdominis Perubahan pusat berast saat hamil-hipermobilitas sendi. Stabilitas sendi lengkap dapat tercapai pada 6-8 minggu pasca partum7. Uterus

Setelah plasenta lahir uterus merupakan alat yang keras, karena kontraksi dan retraksi otot-ototnya. Perubahan status setelah melahirkan dapat dilihat pada tabel dibawah ini. InvolusiTFUBerat UterusDiameter bekas melekat plasentaKeadaan Cervix

Setelah plasentaSepusat1000 gr12,5 cmLembut

1 mingguPertengahan pusat simpisis500 gr7,5 cmDapat dilalui 2 jari

2 mingguTak teraba350 gr5 cmDapat dimasuki 1 jari

6 mingguSeperti hamil 2 minggu50 gr2,5 cmHampir kembali normal

8 mingguNormal30 gr0 cmNormal

Table 2.1 Perubahan uterus post partum (Rustam Muchtar, 1998)8. Involusi tempat plasenta Pada permulaan nifas bekas plasenta mengandung banyak pembuluh darah besar yang menyumbat oleh trombus. Luka bekas implantasi plasenta tidak meninggalkan parut karena dilepaskan dari dasarnya dengan pertumbuhan endometrium baru dibawah permukaan luka. Endometrium ini tumbuh dari pinggir luka dan juga sisa-sisa kelenjar pada dasar luka. 9. Perubahan pembuluh darah rahim Dalam kehamilan, uterus mempunyai banyak pembuluh darah yang besar, tetapi karena setelah persalinan tidak diperlukan lagi peredaran darah yang banyak maka arteri harus mengecil lagi dalam masa nifas. (Padila, 2014)10. Perubahan pada cervix dan vaginaBeberapa hari stelah persalinan ostium eksternum dapat dilalui oleh 2 jari, pada akhir minggu pertama dapat dilalui oleh 1 jari saja. Karena hiperplasi ini dank arena retraksi dari cervix, robekan servix jadi sembuh. Vagina yang sangat direganang waktu persalinan, lambat laun mencapai ukuran normal. Pada minggu ke 3 post partum ruggae mulai Nampak kembali.Rasa sakit yang disebut after pains (meriang atau mules-mules) disebabkan kontraksi biasanya berlangsung 3-4 hari pasca persalinan. Perlu diberikan pengertian pada ibu mengenai hal ini dan bila terlalu mengganggu analgesic.11. LochiaLochia adalah cairan yang dikeluarkan dari uterus melalui vagina dalam masa nifas. Lochia bersifat alkalis, jumlahnya lebih banyak dari darah menstruasi. Lochia ini berbau anyir dalam keadaan normal, tetapi tidak busuk.Pengeluaran lochia dapat dibagi berdasarkan jumlah dan warnanya yaitu lochia rubra berwarna merah dan hitam terdiri dari sel desidua, verniks kaseosa, rambut lanugo, sisa mekonium, sisa darah dan keluar mulai hari pertama sampai hari ketiga.Lochia sangiolenta berwarna putih bercampur merah, mulai hari ke tiga sampai hari ke tujuh. Lochia serosa berwarna kekuningan dari hari ke tujuh sampai hari keempat belas. Lochia alba berwarna putih setealah hari keempat belas.

12. Dinding perut dan peritoneumSetelah persalinan dinding perut longgar karena diregang begitu lama, biasanya akan pulih dalam 6 minggu. Ligament facia dan diafragma pelvis yang meregang pada waktu partus setelah bayi lahir berangsurberangsur mengecil dan pulih kembali. Tidak jarang uterus jatuh ke belakang menjadi retrofeksi karena ligamentum rotundum jadi kendor. Untuk memulihkan kembali sebaiknya dengan latihan-latihan pasca persalinan.

13. Ginjal Aktifitas ginjal bertambah pada masa nifas karena reduksi dari volume darah dan ekskresi produk sampah dari autolysis. Puncak dari aktifitas ini terjadi pada hari pertama post partum. 14. Oxytoxin

Oxytoxin disekresi oleh kelenjar hipofise posterior dan bereaksi pada otot uterus dan jaringan payudara. Selama kala tiga persalinan aksi oxytoxin menyebabkan pelepasan plasenta. Setelah itu oxytoxin beraksi untuk kestabilan kontraksi uterus,memperkecil besar perlekatan plasenta dan mencegah perdarahan. Pada wanita yang memilih untuk menyusui bayinya, isapan bayi menstimulasi ekskresi oxytoxindimana keadaan ini membantu kecepatan involusi uterus dan pengeluaran susu. Setelah placenta lahir, sirkulasi HCG, estrogen, progesteron, dan hormon laktogen placenta menurun cepat, keadaan ini menyebabkan perubahan fisiologis pada ibu nifas.15. Prolaktin Penurunan estrogen menyebabkan prolaktin yang disekresi oleh glandula hipose anterior bereaksi pada alveolus payudara dan merangsang produksi susu. Pada wanita yang menyusui kadar prolaktin terus tinggi dan pengeluaran FSH di ovarium ditekan. Pada wanita yang tidak menyusui kadar prolaktin turun pada hari ke 14 sampai 21 post partum dan penurunan ini mengakibatkan FSH disekresi kelenjar hipofise anterior untuk bereaksi pada ovarium yang menyebabkan pengeluaran estrogen dan progenteron dalam kadar normal, perkembangan normal folikel de graaf, ovulasi dan menstruasi. (Padila, 2014)16. Laktasi Laktasi dapat diartikan dengan pembentukan dan pengeluaran air susu ibu. Air susu ibu ini merupakan makanan pokok, makanan yang terbaik dan bersifat alamiah bagi bayi yang disediakan oleh ibu yang baru saja melahirkan bayi yang akan tersedia makanan bagi bayinya dan ibuny sendiri.Selama kehamilan hormone esterogen dan progesterone merangsang pertumbuhan kelenjar susu sedangkan progesterone merangsang pertumbuhan saluran kelenjar, kedua hormone ini mengerem LTH. Setelah plasenta lahir maka LTH dengan bebas dapat merangsang laktasi.Lobus posterior hypofise mengeluarkan ocitocin yang merangsan mengeluaran air susu. Pengeluara air susu adalah reflek yang ditimbulkan oleh rangsangan penghisapan putting susu oleh bayi. Rangsang ini menuju ke hypofise dan menghasilkan oxtocin yang menyebabkan buah dada mengeluarkan air susunya.Pada hari ke-3 post partum, buah dada menjadi besar, keras dan nyeri. Ini menandai permulaan sekresi air susu, dan kalau aerola mamae dipijat, keluarlah cairan putting dari putting. Air susu ibu kurang lebih mengandung Protein 1-2%, lemak 3-5%, gula 6,5-8%, garam 0,1-0,2%.Hal yang mempengaruhi susunan air susu adalah diit, gerak badan. Banyaknya air susu sangat tergantung pada banyaknya cairan serta makanan yang dikonsumsi ibu.17. Tanda-tanda VitalPerubahan tanda-tanda vital pada masa nifas meliputi:ParameterPenemuan normalPenemuan abnormal

Tanda-tanda vitalTekanan darah 38oC

Denyut nadi: > 100 x/menit

Table 2.2 Tanda-tanda vital pada masa nifas

2.1.4 Adaptasi PsikologisKelahiran seorang anak menyebabkan timbulnya suatu tantangan mendasar terdahap struktur interaksi keluarga yang sudah terbentuk. Menjadi orang tua menciptakan periode ketidakstabilan yang menuntut perilaku untuk menjadi orang tua. Ada tiga fase penyesuaian ibu terhadap perannya sebagai orang tua (Bobak, 2004) yaitu :

1. Fase dependen (Taking in)Pada fase ini ibu memerlukan perlindungan dan perawatan selama 1-2 hari pertama setelah melahirkan, ketergantungan ibu mungkin menonjol pada waktu ini, ibu mengharapkan segala kebutuhannya dapat dipenuhi oleh orang lain, ibu memindahkan energy psikologisnya kepa anaknya.

2. Fase dependen mandiri (Taking hold)

Muncul kebutuhan untuk mendapatkan perawatan dan penerimaan dari orang lain dan keinginan untuk bisa melakukan segala sesuatu secara mandiri, ia berespon dengan penuh semangat untuk memperoleh kesempatan belajar dan berlatih tentang cara perawatan bayinya secara langsung. Fase ini berlangsung kira-kira 10 hari.3. Fase interdependen (Letting go)

Merupakan fase yang penuh stress bagi orang tua. Ibu dan keluarganya maju sebagai suatu sistem dengan para anggota saling berinteraksi satu sama lain. Kesenangan dan kebutuhan sering terbagi dalam masa ini, pria dan wanita harus menyelesaikan tugas dari perannya masing-masing dalam hal mengasuh anak, mengatur rumah dan membina karir.2.2Konsep Sectio caesarea2.2.1PengertianSectio caesarea adalah tindakan untuk melahirkan bayi melalui pembedahan abdomen dan dinding uterus (Nugroho, 2011)

Sectio caesarea adalah suatu persalinan buatan, dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi dinding perut dan dinding rahim dengan sayatan rahim dalam keadaan utuh serta berat janin diatas 500gram.(Mitayani, 2009).Persalinan dengan seksio cesarea bertujuan untuk secepatnya mengangkat sumber perdarahan dengan demikian memberikan kesempatan kepada uterus untuk berkontraksi menghentikan perdarahannya dan untuk menghindari perlukaan serviks dan segmen-segmen uterus apabila dilakukan persalinan pervaginam (Prawirohardjo, 2008).2.2.2 Klasifikasi Sectio CaesareaMenurut Reader (2011) menyatakan bahwa klasifikasi sectio caesarea adalah sebagai berikut :

1) Sectio caesarea klasik atau corporal : insisi memanjang pada segmen atas uterus.

2) Sectio caesarea transperitonealis profunda : a) insisi pada segmen bawah rahim, teknik ini paling sering dilakukan. b) terdapat dua macam yaitu, melintang (secara kerr) dan memanjang (secara kronig)

3) Sectio caesarea extra peritnealis : rongga peritoneum tidak dibuka, dulu dilakukan pada penderita dengan infeksi intra uterin yang berat.

4) Sectio caesarea histerektomi : setelah sectio caesarea selesai kemudian di kerjakan histerektomi dengan indikasi Antonia uteri, plasenta accrete, mioma uteri, infeksi intra uterin yang berat.2.2.3

IndikasiOperasi sectio caesarea dilakukan jika kelahiran pervaginal mungkin akan menyebabkan resiko pada ibu atau janin, dengan tindakan yang perlu dipertimbangkan hal-hal yang perlu tindakan sectio caesarea atas beberapa indikasi menurut Prawirihardjo (2007) sebagai berikut :1. Faktor ibu a. Panggul sempit absolute

Holmer mengambil batas terendah untuk melahirkan janin ialah CV = 8 cm, panggul dengan CV = 8 cm tidak dapat melahirkan janin secara normal.b. Tumor-tumor jalan lahir yang menimbulkan obstruksi

c. Rupture uteri mengancam

d. Partus lama

e. Plasenta previa

f. CPD (Cefalo Pelvik Disproporsi)

Ketidakseimbangan antara ukuran kepala dan panggul.

g. Keadaan umum lemah

h. Pre eklamsi dan hipertensi

i. Infeksi partum2. Faktor janin

a. Kelainan letak

1) Letak lintang

2) Letak bokong

3) Letak defleksi (presentasi dahi dan muka)

4) Presentasi rangkap, bila reposisi tidak berhasil

5) Gemelli (bila janin pertama letak lintang atau presentasi bahu.

b. Gawat janinPada umumnya sectio caesarea tidak dilakukan pada

1) Janin mati.

2) Syok, anemia berat yang belum diatasi.

3) Kelainan congenital berat (monster)

4) Infeksi partum.2.2.4Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis sectio caesarea menurut Doenges (2001), antara lain :1. Nyeri akibat luka pembedahan

2. Luka insisi pada bagian abdomen

3. Fundus uterus kontraksi kuat dan terletak di umbilicus

4. Aliran lokhea sedang dan bebas bekuan berlebihan atau banyak

5. Kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 600 800 ml

6. Emosi pasien labil dengan mengekspresikan ketidakmampuan menghadapi situasi baru

7. Terpasang kateter urinarius pada sistem eliminasi BAK

8. Dengan auskultasi bising usus tidak terdengar atau mungkin samar

9. Immobilisasi karena adanya pengaruh anastesi

10. Bunyi paru jelas dan vesikuler dengan RR 20x/menit

11. Karena kelahiran secara SC mungkin tidak direncanakan maka biasanya kurang pahami prosedur

2.2.5Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi pada sectio caesarea menurut Manuba (2009) adalah :1) Infeksi puerperal atau peritonitisYaitu jika isi rahim sudah dihinggapi infeksi. Untuk mengurangi kemungkinan terjadinya ingeksi rahim, maka penderita calon sectio caesarea sedikit mungkin ditoucher.

2) Rupture uteri pada kehamilan yang berikutnya. Supaya luka dinding rahim ada kesempatan menjadi kuat kembali, dinasehatkan supaya penderita jangan hamil lagi selama 3 tahun.

2.2.6 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan ibu post partum sectio caesarea menurut Saifuddin (2009) aantara lain:1. Observasi kesadaran penderitaPada anestesi lumbal, kesadaran penderita baik oleh ahli bedah karena ibu dapat mengetahui hampir semua proses persalinan, dan pada anestesi umum, pulihnya kesadaran oleh ahli bedah diatasi dengan memberikan oksigen menjelang akhir operasi.2. Mengukur dan memeriksa tanda-tanda vital (TTV).Pengukuran meliputi tensi, nadi, suhu, pernafasan (tiap 15 menit dalam 1 jam pertama, kemudian 30 menit dalam 1 jam berikutnya dan selanjutnya tiap jam). Keseimbangan cairan melalui produksi urin dengan perhitungan (produksi urin normal 500-600 cc, pernafasan 500-600 cc, penguapan badan 900-1000 cc).Pemberian cairan pengganti sekitar 2000-2500 cc dengan perhitungan 20 tetes permenit (1 cc permenit), infus setelah operasi sekitar 2 x 24 jam.3. Pemeriksaan fisik pada abdomen dan genetaliaUntuk mengetahui adanya edema perut, bising usus menandakan berfungsinya usus (dengan adanya flatus), perdarahan lokal pada luka operasi, kontraksi rahim untuk menutup pembuluh darah dan perdarahan pervaginam.4. Perawatan luka insisiLuka insisi dibersihkan di desinfeksi lalu ditutup dengan kain penutup luka, secara periodik luka dibersihkan dan diganti, Jahitan diangkat pada hari ke 6-7 post operasi, diperhatikan apakah luka sembuh atau dibawah luka terdapat eksudat. Jika luka dengan eksudat sedikit ditutup dengan band aid operative dressing. Luka dengan eksudat sedang ditutup dengan regal filmated swaba, sedangkan luka dengan eksudat banyak ditutup dengan surgical pads atau dikompres dengan cairan suci hama lainnya, sedangkan untuk memberikan kenyamanan bergerak bagi penderita sebaiknya pakai gurita.5. Pemberian cairan Pasien operasi dianjurkan puasa sebelum dan sesudah post operasi, maka pemberian cairan perinfus harus cukup banyak dan mengandung elektrolit yang diperlukan, agar tidak terjadi hipertermia, dehidrasi dan komplikasi pada organ-organ tubuh lainnya. Cairan yang diberikan biasanya dektrosa 5-10%, garam fisiologis dan ringer laktat secara bergantian. Jumlah tetesan tergantung pada keadaan dan kebutuhan. Bila kadar hemoglobin darah rendah, berikan transfusi darah (packed red cell = PRC) sesuai dengan kebutuhan. Jumlah cairan yang ditampung dan diukur, hal ini dapat dipakai sebagai pedoman pemberian cairan. Pemberian cairan perinfus dihentikan setelah penderita flatus, lalu mulailah pemberian makanan dan cairan peroral6. Diit Pemberian cairan per infus biasanya dihentikan setelah pasien flatus, lalu dimulai dengan pemberian makanan dan minuman oral. Pemberian sedikit minum sudah dapat diberikan 6-10 jam pasca bedah berupa air putih atau air teh.Setelah cairan infus dihentikan berikan makanan bubur saring, minum air buah dan susu kemudian secara bertahap makanan lunak dan nasi biasa. Ibu menyusui harus mengkonsumsi tambahan kalori 500 kalori tiap hari, makan dengan diit berimbang untuk mendapatkan protein, mineral, vitamin yang cukup, minum sedikitnya 3 liter air setiap hari, pil zat besi selama 40 hari pasca operasi atau persalinan dan kapsul vitamin A (200.000 unit).7. NyeriSejak penderita sadar, dalam 24 jam pertama nyeri masih dirasakan di daerah operasi, untuk mengurangi nyeri diberikan obat anti nyeri, penenang seperti pethidin IM dengan dosis 100-150 mg atau morfin sebanyak 10-15 mg atau secara infus. Setelah hari pertama atau kedua rasa nyeri akan hilang sendiri.8. Mobilisasi Mobilisasi segera secara bertahap sangat berguna untuk mebantu jalannya penyembuhan penderita. Kemajuan mobilisasi bergantung pula dengan jenis-jenis operasi yang dilakukan dan komplikasi yang mungkin dapat dijumpai. Secara psikologis hal ini memberikan pula kepercayaan pada si sakit bahwa diia mulai sembuh. Perubahan gerakan dan posisi ini harus segera diterangkan kepada penderita atau dan keluarga yang menungguinya. Miring ke kanan dan kekiri dimulai 6-10 jam pasca operasi (setelah sadar). Hari ke 2 penderita dapat duduk selama 5 menit dan hari ke 3-5 mulai berjalan. Mobilisasi berguna untuk mencegah terjadinya trombosisi dan emboli. Sebaiknya, bila terlalu dini melakukan mobilisasi dapat mempengaruhi penyembuhan luka operasi. Jadi mobilisasi secara teratur dan bertahapserta diikuti dengan istirahat adalah sangat dianjurkan.9. EliminasiKandung kemih yang penuh menimbulkan rasa tidak nyaman dan dapat menghalangi involusi uterus karena itu dianjurkan pemasangan kateter tetap.Bila tidak dipasang, dilakukan kateterisasi rutin kira-kira 12 jam pasca operasi, kecuali jika pasien dapat kencing sendiri sebanyak 8-9 jam.Buang air besar (BAB) biasanya tertunda selama 2-3 hari setelah melahirkan karena edema pre-persalinan, diit cairan, obat-obatan dan analgetika selama persalinan.Diharapkan bila belum BAB anjurkan pada pasien untuk mengkonsumsi buah dan sayuran, minum air dalam jumlah lebih dari biasa, berikan obat pelunak feses, laksatif ringan atau suposituria sesuai instruksi.10. Obat-obatan : Antibiotika, anti kembung, anti nyeri11. Perawatan rutin

Setelah operasi, dokter bedah dan anestesi telah membuat pemeriksaan rutin bagi penderita pasca bedah yang diteruskan pada dokter atau perawat dikamar tempat penderita dirawat. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan dan pengukuran adalah tekanan darah, jumlah nadi per menit, frekuensi pernafasan per menit, jumlah cairan masuk dan keluar (rutin), suhu badan, pemantauan tinggi fundus uteri (TFU) dan kontraksi uterus.2.3 Konsep Preeklamsia2.3.1 Definisi Preeklamsia

Preeklamsia adalah sekumpulan gejala yang timbul pada wanita hamil, bersalin dan nifas yang terdiri dari hipertensi, edema dan proteinuria yang muncul pada kehamilan 20 minggu sampai akhir minggu pertama setelah persalinan. (Icesmi dan Sudarti, 2014)

Sekumpulan gejala yang timbul pada wanita hamil dan masa nifas yang terdiri atas hipertensi, oedema dan proteinuria, tetapi pada ibu hamil tidak menunjukkan adanya kelainan vaskuler atau hipertensi sebelum hamil. (Diyan, 2013).

Preeklamsia adalah suatu sindrom khas-kehamilan berupa penurunan perfusiorgan akibat vasospasme dan pengaktifan endotel. Dalam hal ini proteinuria adalah adanya 300 mg atau lebih protein urine per24 jam atau 30 mg/dL (1+ pada dipstick) dalam sampel urine acak. Derajat proteinuria dapat sangat berfluktuasi dalam perioden 24 jam, bahkan pada kasusu yang parah. Oleh karena itu, satu sampel acak mungkin gagal memperlihatkan adanya proteinuria yang signifikan. Kombinasi proteinuria plus hipertensi selama kehamilan sangat meningkatkan morbiditas dan mortalitas perinatal. (Kenneth, 2009)2.3.2 Etiologi

Secara pasti penyebab timbulnya gejala tersebut belum diketahui secara pasti, diduga ada keterkaitan beberapa hal berikut : Penyakit Trophoblastic, Multigravida, Penyakit Hpertensi Kronik, Penyakit Ginjal Kronik, Hidroamnion, gemmeli, Usia ibu lebih dari 35 tahun, cenderung genetic, memiliki riwayat preeklamsi, DM, obesitas, hidroamnion, mola hidatiosa. (Diyan, 2013)

Dalam Icesmi dan Sudarti (2014) dijelaskan beberapa teori yang mengatakan bahwa perkiraan kelainan tersebut sehingga kelainan ini sering dikenal sebagai the diseases of theory. Adapun teori-teori tersebut antara lain : Peran Prostasiklin dan Trombusan. Peran faktor imunologis. Beberapa studi juga mendapatkan adanya aktivasi system komplemen pada preeklamsi/eklamsi.

Peran faktor genetik/familial. Terdapat kecenderungan meningkatnya frekuensi preeklamsi/eklamsi pada anak-anak dari ibu yang menderita preeklamsi/eklamspspia dan anak cucu ibu hamil dengan riwayat preelmasi/eklamsia dan bukan pada ipar mereka. Peran rennin-angiotensin-aldosteron system (RAAS) Faktor presidposisi : molahidatiosa, diabetes mellitus, kehamilan ganda, hidrops fetalis, obesitas, umur yang lebih dari 35 tahun.2.3.3 KlasifikasiMenurut Diyan (2013) klasifikasi preeklamsi dibagi menjadi 2 golongan, yaitu sebagai berikut :

1) Preeklamsi ringan, ditandai dengan tekanan darah sistol 140 atau kenaikan 30 mmHg dengan interval 6 jam pemeriksaan, tekanan darah diastole 90 atau kenaikan 15 mmHg, BB naik lebih dari 1 kg/minggu, proteinuria 0,3 gram atau lebih dengan tingkat kualitatif 1-2 pada setiap urine kateter atau midstrearth.

2) Preeklamsia berat, ditandai dengan apabila kehamilan > 20 minggu didapatkan satu atau lebih didapatkan tanda gejala tekanan darah > 160/110 dengan syarat diukur dalam keadaan relaksasi, proteinuria > 5 gram/24 jam atau 4+ pada pemeriksaan secara kuantitatif, oliguria (produksi urine < 500 cc/24 jam yang disertai kenaikan kreatinin plasma), gangguan visus serebral, nyeri epigastrum, edema paru dan sianosis, gangguan pertumbuhan janin intrauteri, adanya HEELP syndrome (hemolysis, elevates liver enzyme, low platelet count). 2.3.4 Tanda dan gejala

Dalam Diyan (2013) dijelaskan bahwa tanda gejala prekelmsia adalah sebagai berikut :

a. Gejala awal yang muncul adalah hipertensi, dimana untuk menegakkan diagnose tersebut adalah yaitu kenaikan tekanan systole paling tidak naik hingga 30 mmHg atau lebih dibandingkan dengan tekanan darah sebelumnya. Kenaikan diastolic 15 mmHg atau menjadi 90 mmHg atau lebih. Untuk memastikan diagnose tersebut dilakukan pemeriksaan darah minimal dua kali dengan jarak waktu 6 jam pada saat istirahat.

b. Oedema adalah penimbunan cairan secara umum dan berlebihan dalam jaringan tubuh dan biasanya dapat diketahui dengan kenaikan BB yang berlebihan serta pembengkakan kaki, jari tangan dan muka. Bila kenaikan BB > 1 kg setiap minggunya selama beberapa kali, maka perlu adanya kewaspadaan akan timbulnya preeklamsi.

c. Proteinuria berarti kosentrasi protein dalam urin >0,3 gr/liter urin 24 jam atau pemeriksaan kuantitatif menunjukkan +1 atau +2 gr/liter atau lebih dalam urine midstream yang diambil minimal 2 kali dengan jarak waktu 6 jam. Proteinuri timbul lebih lambat dari dua gejala sebelumnya, sehingga perlu kewaspadaan jika muncul gejala tersebut. 2.3.5 Patofisiologi

Vasokonstriksi merupakan dasar pathogenesis preeklamsi dan eklamsia. Vasokonstriksi menimbulkan peningkatan total perifer resisten dan menimbulkan hipertensi. Adanya vasokonstriksi juga akan menimbulkan hipoksia pada endotel setempat, sehingga terjadi kerusakan endotel, kebocoran arteriole disertai perdarahan mikro pada tempat endotel. Selain adanya vasokonstriksi arteri spiralis akan menyebabkan terjadinya penurunan perfusi uteroplasenter yang selanjutnya akan menimbulkan maladaptasi plasenta.

Hipoksia atau anoksia jaringan merupakan sumber reaksi hiperoksidase lemak, sedangkan proses hiperoksidase itu sendiri memerlukan peningkatan konsumsi oksigen sehingga dengan demikian akan mengganggu metabolism didalam sel peroksidase lemak dalah hasil proses oksidase lemak tak jenuh yang menghasilkan hiperoksidase lemak jenuh. Peroksidase lemak merupakan radikal bebas. Apabila keseimbangan antara peroksidase terganggu , dimana peroksidase dan oksidan lebih dominan, maka akan timbul keadaan yang disebut stress oksidatif.Pada preeklamsi dan eklamsi serum anti oksidan kadarnya menurun dan plasenta menjadi sumber terjadinya peroksidase lemak. Sedangkan pada wanita hamil normal, serumnya mengandung transferin, ion tembaga dan sulfhidril yang berperan sebagai antioksidan yang cukup kuat. Peroksidase lemak beredar dalam aliran darah melalui ikatan lipoprotein. Eroksidase lemak ini akan sampai ke semua komponen sel yang dilewati termasuk sel-sel endotel tersebut. Rusaknya sel-sel endotel tersebut akan mengakibatkan antara lain : adhesi dan agregasi trombosit, gangguan permeabilitas lapisan endotel terhadap plasma, terlepasnya enzim lisosom, tromboksan dan seroronin sebagai akibat rusaknya trombosit. Produksi prostasiklin terhenti. Tergangguanya kesseimbangan prostasiklin dan tromboksan. Terjadi hipoksia plasenta akibat konsumsi oksigen oleh peroksidase lemak.

Pada preeklamsi terdapat penurunan plasma dan sirkulasi dan terjadi peningkatan hematokrit, dimana perubahan pokok pada preeklamsi yaitu mengalami sapsme pembuluh darah perlu adanya kompensasi hi[ertensi. Dengan adanya spasme pembuluh darag menyebabkan perubahan-perubahan ke organ antara lain : 1) Otak. Mengalami resistensi pembuluh darah ke otak meningkat akan terjadi oedema yang menyebabkan kelainan cerebral bisa menimbulkan pusing dan CVA, serta kelainan visus pada mata. 2) Ginjal. Terjadi spasme arteriole glomerulus yang menyebabkan aliran darah ke ginjal berkurang maka terjadi filtrasi glomerulus negative, dimana filtrasi natrium lewat glomerulus mengalami penurunan sampai 50 % dari normal yang menyebabkan retensi garam dan air, sehingga terjagi oliguri dan edema. 3) URI. Dimana aliran darah plasenta menurun yang menyebabkan gangguan plasenta maka terjadi IUGR, oksigenasi berkurang sehingga akan terjadi gangguan pertumbuhan janin, gawat janin, serta kematian janin dalam kandungan. 4) Rahim.tonus otot rahim peka ransangan terjadi peningkatan yang akan menyebabkan partus rematur. 5) Paru. Dekompensasi kordis yang akan menyebabkan oedema paru sehingga oksigenasi terganggu dan sianosis makan akan terjadi gangguan pola nafas. Juga mengalami aspirasi paru yang bisa menyebabkan kematian. 6) Hepar. Penurunan perfusi ke hati dapat mengakibatkan oedema hati, dan perdarahan subskapular sehingga sering menyebabkan nyeri epigastrum, serta ikterus. (Diyan, 2013)2.3.6 Pemeriksaan Penunjang

Menurut Reader (2011) menyatakan bahwa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah :

1. Urin : protein, reduksi, bilirubin, sedimen urine.

2. Darah : thrombosis, ureum, kreatinin, SGOT, LDH dan bilirubin.

3. USG

4. Pemantauan hemodinamik yang menggunakan arteri pulmonalis merupakan alat pengkajian yang sangat bermanfaat untuk mengukur CVP dan tekanan arteri pulmonalis pada kasus preeklamsia berat.2.3.7 Komplikasi

Menurut Yulianti (2010) menyatakan bahwa komplikasi yang dapat terjadi pada preeklamsi berat adalah :

1. Antonia uterus

2. Sindrom HELLP

3. Ablasi retina

4. Koagulasi Intravaskuler Diseminata

5. Gagal ginjal

6. Perdarahan otak

7. Edema paru

8. Gagal jantung

9. Syok dan kematian2.3.8 Penatalaksanaan

Menurut Diyan (2013) penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada pasien denga preeklasmsi adalah :a. Segera rawat diruangan yang terang dan tenang, terpaseng infus dextrosa/ringer laktat.

b. Total bed rest

c. Diet cukup protein, rendah karbohidrat lemak dan garam

d. Antasida

e. Diuretika antepartum : manitol, Post partum: Sipronolakton (non K release), furosemide (K release). Indikasi : edema paru, gagal jantung kongestif, edema anasarka.

f. Anti hipertensi, indikasi : tekanan darah > 180/110 mmHg

g. Kardiotonika, indikasi : gagal jantung.

h. Antiperetika, jika suhu > 38,5 oC

i. Anti kejang :

1) Sulfas Magnesikus (MgSO4), syarat : tersedia antidotum calcium glukonas 10 % ( 1 ampul/iv dalam 3 menit). Reflek patella (+) kuat respiratory rate > 16 x/menit, tanda distress nafas (-), produksi urine > 100 cc dalam 4 jam sebelumnya. Penghentian SM : pengobatan dihentikan bila terdapat tanda-tanda intoksikasi, setelah 6 jam pasca persalnan, atau dalam 6 jam mencapai normo tensi.2) Diazepam : digunakan bila MgSO4 tidak tersedia, atau syarat pemberian MgSO4 tidak dipenuhi. Cara pemberian : drip 10 mg dalam 500 ml, maksimal 120 mg/24 jam. Jika dalam dosis 100/24 jam tidak ada pemberian, alih rawat ruang ICU.

j. Pengobatan obstetric :

1) Belum inpartu : amniotomi & oxcytocin drip (OD), sectio caesarea : syarat, kontraindikasi oxytocin drip 12 jam OD belum masuk fase aktif.

2) Sudah inpartus : kala I fase aktif, 6 jam tidak masuk fase aktif dilakukan SC. Fase laten, amniotomy saja 6 jam kemudian pembukaan belum lengkap lakukan SC. Kala II pada persalinan pervaginam, digunakan partus buatan vacuum ekstraksi (VE)/forceps ekstraksi (FE).

3) Untuk kehamian < 37 minggu, bila memungkinkan terminasi ditunda 2x24 jam untuk maturasi paru janin.2.3.9 Web Of Caution (WOC)

Faktor imunologis

Faktor genetik

Faktor predisposisi :

molahidatiosa, diabetes mellitus, kehamilan ganda, hidrops fetalis, obesitas, umur yang lebih dari 35 tahun.

Vasokonstriksi

Peningkatan total perifer

Hipertensi

Perfusi ke organ

Otak

Darah

Ginjal

Paru-paru

Plasenta

Kongesti vena pulmonal

Rahim

Resistensi pembuluh darah

Edema serebri

TIK

Gangguan perfusi serebral

Endhotiolisis

Sel darah merah dan pembuluh darah pecah

Anemia hemolitik

Oedem paru

Kerusakan pertukaran gas

Jantung

Gangguan kontraktilitas miokard

Payah jantung

Penurunan curah jantung

Peningkatan reabsorbsi natrium

Retensi cairan

Edema

Kelebihan volume cairan

Hati

perfusi ke hati

Oedem hati

Nyeri epigastrium

Hipoksia/anoksia

IUFD/

Resiko gawat janin

Tonus otot rahim peka rangsang

Resiko kejang

9