Page 1 EX E C UT IV E SU MI MARY. Survei Perilaku Pemilih dan ...
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Menurut Robbins dan Mary...
Transcript of BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Menurut Robbins dan Mary...
9
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Pengertian dan Fungsi Manajemen
2.1.1.1 Pengertian Manajemen
Menurut Robbins dan Mary (2012, p8) manajemen melibatkan
koordinasi dan mengawasi aktivitas kerja orang lain sehingga kegiatan
mereka selesai secara efisien dan efektif. Dalam definisi Robbins dan
Mary ini, mengkoordinasi dan mengawasi pekerjaan orang lain
merupakan hal yang membedakan posisi manajerial dengan non-
manajerial. Namun, bukan berarti manajer dapat bertindak sesuai
kehendak mereka kapan pun, di mana pun dan juga dengan cara apa
pun, tetapi manajemen memastikan bahwa aktivitas pekerjaan
terselesaikan secara efektif dan efisien oleh orang-orang yang
bertanggung jawab saat melakukannya atau setidaknya sesuai dengan
harapan manajer.
Pengertian manajemen menurut ahli-ahli lain:
1. Menurut Fred Luthans dan Jonathan P. Doh (2012, p4)
Manajemen adalah proses menyelesaikan aktivitas dengan dan
melalui orang lain.
2. Menurut Richard L. Daft (2010, p5)
Manajemen adalah pencapaian tujuan organisasi secara efektif dan
efisien melalui perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan, dan
pengendalian sumber daya organisasi.
3. Menurut Hasibuan (2005, p1)
Manajemen adalah ilmu dan seni yang mengatur proses
pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya
secara efektif dan efisien untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
10
2.1.1.2 Fungsi-fungsi Manajemen
Menurut Stephen P. Robbins dan Mary Coulter dalam
Management (2012, p9), manajemen memiliki beberapa fungsi, yaitu:
1. Planning
Menentukan tujuan-tujuan, menetapkan strategi untuk mencapai
tujuan tersebut, dan membuat rencana-rencana untuk
mengintegrasikan dan mengkoordinasikan aktivitas-aktivitas.
2. Organizing
Menentukan pekerjaan yang harus dilakukan, siapa yang
melakukan, dan bagaimana pekerjaan dikelompokkan, kepada siapa
pekerjaan dilaporkan, dan bagaimana keputusan dibuat.
3. Leading
Memotivasi bawahan, menengahkan konflik kelompok,
mempengaruhi individu-individu atau kelompok, dan memilih
komunikasi yang akan digunakan.
4. Controlling
Mengawasi aktivitas-aktivitas demi memastikan segala sesuatunya
terselesaikan sesuai rencana.
2.1.2 Pengertian dan Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia
2.1.2.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia
Sumber daya merupakan bagian yang penting di setiap
organisasi, karena menyediakan modal tenaga kerja yang membuat
operasi tetap berjalan. Manajemen Sumber Daya Manusia juga
merupakan kunci terhadap efektif dan produktifnya tempat kerja.
Menurut Gary Desslar (2013, p30) manajemen sumber daya
manusia adalah proses memperoleh, melatih, menilai dan memberikan
kompensasi kepada karyawan, memperhatikan hubungan kerja mereka,
kesehatan dan kemanan, serta masalah keadilan.
11
Pengertian manajemen sumber daya manusia menurut
Hasibuan (2006, p10) merupakan ilmu dan seni yang mengatur
hubungan dan peranan tenaga kerja agar efektif dan efisien agar
terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan, dan masyarakat.
Menurut Mathis dan Jackson (2011, p4) manajemen sumber
daya manusia adalah rancangan sistem-sistem manajemen untuk
memastikan bahwa bakat manusia digunakan secara efektif dan efisien
untuk mencapai tujuan-tujuan organisasi.
2.1.2.2 Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia
Menurut Gary Dessler (2013, p30), terdapat lima fungsi
manajemen, yaitu:
1. Perencanaan yaitu menetapkan goal dan standar-standar, membuat
peraturan dan prosedur, menyusun rencana dan peramalan.
2. Pengorganisasian yaitu memberikan tugas yang spesifik pada setiap
bawahan, membuat divisi-divisi, mendelegasikan wewenang kepada
bawahan, membuat jalur wewenang dan komunikasi,
mengkoordinasikan pekerjaan karyawan.
3. Penyusunan staf yaitu menentukan tipe orang yang harus
dipekerjakan, merekrut calon karyawan, memilih karyawan,
menetapkan standar prestasi, memberikan konseling kepada
karyawan, melatih dan mengembangkan karyawan.
4. Kepemimpinan yaitu mendorong orang lain menyelesaikan
pekerjaan, mempertahankan semangat kerja, memotivasi karyawan.
5. Pengendalian menetapkan standar seperti kuota penjualan, standar
kualitas atau tingkat produksi, memeriksa prestasi yang dicapai
dibandingkan dengan standar-standar ini, mengambil tindakan
korektif saat diperlukan.
12
2.1.3 Budaya Organisasi
Budaya organisasi merupakan faktor yang paling kritis dalam
organisasi. Efektivitas organisasi dapat ditingkatkan dengan menciptakan
budaya yang kuat, yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan organisasi.
Organisasi yang berbudaya kuat akan memiliki ciri khas tertentu sehingga
dapat memberikan daya tarik bagi individu untuk bergabung. Suatu budaya
yang kuat merupakan perangkat yang sangat bermanfaat untuk mengarahkan
perilaku, karena membantu karyawan untuk melakukan pekerjaan dengan lebih
baik, sehingga setiap karyawan perlu memahami budaya dan bagaimana
budaya tersebut terimplementasikan.
Budaya organisasi dapat didefinisikan sebagai suatu sistem makna
bersama yang dianut oleh anggota-anggotanya yang membedakan organisasi itu
dari organisasi-organisasi lain (Robbins, 2013, p512). Sistem makna bersama
ini jika dicermati lebih seksama adalah sekumpulan karakteristik kunci yang
dijunjung tinggi oleh organisasi. Adapun pengertian lain dari budaya organisasi
adalah seperangkat nilai-nilai yang dimiliki bersama, norma, standar perilaku,
dan harapan yang mempengaruhi cara individu-individu, tim, dan grup
berinteraksi satu dengan lainnya dan bekerja sama untuk mencapai tujuan
perusahaan (Bruno dyck & Mitchell Neubert, 2009, p153).
Budaya organisasi telah didefinisikan dalam cara yang berbeda, Luthans
dan Jonathan dalam bukunya International Management: Culture, Strategy,
and Behaviors (2012, p169) mengungkapkan budaya organisasi dalam bentuk
yang sederhana sebagai nilai-nilai bersama dan keyakinan yang memungkinkan
anggota organisasi untuk memahami peran mereka dan norma-norma
organisasi. Sedangkan Schein (2004, p17) memberikan definisi budaya
organisasi yang lebih rinci sebagai pola asumsi dasar bersama, yang dipelajari
sebuah kelompok seperti memecahkan masalah adaptasi eksternal dan integrasi
internalnya, dan telah bekerja dengan baik agar dianggap sah, dan diajarkan
kepada anggota baru sebagai cara yang benar untuk memahami, berpikir, dan
merasa terlibat dengan masalah tersebut.
Menurut peneliti, berdasarkan teori-teori di atas budaya organisasi
merupakan suatu makna yang diyakini oleh seluruh anggota organisasi dalam
13
berinteraksi dan melakukan pekerjaan sebagai bentuk untuk memahami,
memikirkan, dan merasakan masalah-masalah yang terjadi di lingkungan
internal dan eksternal.
2.1.3.1 Elemen Budaya Organisasi
Budaya organisasi yang dibentuk dari faktor-faktor yang
terkandung di dalam perusahaan dipengaruhi oleh beberapa elemen
kunci yang cukup dominan. Adapun elemen-elemen dari budaya
perusahaan menurut Deal dan Kennedy yang dikutip oleh Moh.
Pabundu Tika (2006: 16) adalah:
1. Lingkungan Usaha
Kelangsungan hidup organisasi ditentukan oleh kemampuan
perusahaan memberi tanggapan yang tepat terhadap peluang dan
tantangan lingkungan. Lingkungan usaha merupakan unsur yang
menentukan terhadap apa yang harus dilakukan perusahaan agar
bisa berhasil. Lingkungan usaha yang berpengaruh antara lain
meliputi produk yang dihasilkan, pesaing, pelanggan, teknologi,
pemasok, kebijakan pemerintah, dan lain-lain. Sehubungan dengan
itu, perusahaan harus melakukan tindakan-tindakan untuk mengatasi
lingkungan tersebut antara lain seperti kebijakan penjualan,
penemuan baru, atau pengelolaan biaya dalam menghadapi realitas
pasar yang berbeda dengan lingkungan usahanya.
2. Nilai-nilai
Elemen nilai merupakan konsep dasar dan kepercayaan dari suatu
organisasi. Nilai-nilai tersebut menitikberatkan kepada suatu
keyakinan untuk mencapai kesuksesan. Nilai-nilai atau keyakinan
agar dapat mendorong karyawan untuk mencapai kinerja yang baik,
hendaknya harus disampaikan secara terbuka oleh para manajer
kepada seluruh lapisan sumber daya manusia (SDM) yang ada, hal
ini dimaksudkan agar tidak terjadinya penyimpangan-penyimpangan
dari standar yang telah ditetapkan oleh perusahaan.
3. Pahlawan
14
Pahlawan adalah tokoh yang dipandang berhasil mewujudkan nilai-
nilai budaya dalam kehidupan nyata. Pahlawan bisa berasal dari
pendiri perusahaan, para manajer, kelompok organisasi atau
perorangan yang berhasil menciptakan nilai-nilai organisasi. Mereka
bisa menumbuhkan idealisme, semangat dan tempat mencari
petunjuk bila terjadi kesulitan atau masalah dalam organisasi.
4. Ritual
Kegiatan upacara di suatu perusahaan pada umumnya bentuk
penghargaan terhadap kinerja sumber daya manusianya atau dapat
berupa laporan aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan
dalam kurun waktu tertentu. Dengan seringnya frekuensi kegiatan
tersebut di perusahaan diharapkan akan menciptakan budaya secara
tidak sadar.
5. Jaringan Budaya
Elemen ini secara informal dapat dikatakan sebagai jaringan
komunikasi di dalam perusahaan yang dapat dijadikan sebagai
pembawa atau penyebar nilai-nilai budaya perusahaan. Elemen ini
merupakan hierarki dari kekuatan yang tersembunyi di dalam
organisasi, oleh karena itulah efektivitas jaringan ini hanya sebagai
cara untuk mendapatkan informasi tentang apa yang terjadi di
perusahaan.
Tidak hanya Deal dan Kennedy, menurut beberapa ahli lain
seperti yang dikutip oleh Ahmad Sobirin dalan bukunya Budaya
Organisasi (2007) mengungkapan bahwa secara umum elemen budaya
organisasi terdiri dari dua elemen pokok yaitu elemen idealistik dan
elemen behavioral.
1. Elemen Idealistik
Elemen idealistik umumnya tidak tertulis bagi organisasi yang
masih kecil melekat pada diri pemilik dalam bentuk doktrin,
falsafah hidup, atau nilai-nilai individual pendiri atau pemilik
organisasi dan menjadi pedoman untuk menentukan arah tujuan
menjalankan kehidupan sehari-hari organisasi. Elemen idealistik ini
biasanya dinyatakan secara formal dalam bentuk pernyataan visi
15
atau misi organisasi. Tujuannya tidak lain agar ideologi organisasi
tetap lestari.
2. Elemen Behavioral
Elemen yang bersifat behavioral adalah elemen yang kasat mata,
muncul ke permukaan dalam bentuk perilaku sehari-sehari para
anggotanya, logo atau jargon, cara berkomunikasi, cara berpakaian,
atau cara bertindak yang bisa dipahami oleh orang luar organisasi
dan bentuk-bentuk lain seperti desain dan arsitektur instansi. Bagi
orang luar organisasi, elemen ini sering dianggap sebagai
representasi dari budaya sebuah organisasi sebab elemen ini mudah
diamati, dipahami dan diinterpretasikan, meski interpretasinya
kadang-kadang tidak sama dengan interpretasi orang-orang yang
terlibat langsung dalam organisasi.
Keterkaitan antara elemen idealistik dan behavioral secara
umum dapat dikatakan bahwa kedua elemen budaya organisasi tersebut
bukan elemen yang terpisah satu sama lain. Seperti yang dikatakan
Jocano yang dikutip oleh Ahmad Sobirin dalam bukunya Budaya
Organisasi mengatakan keduanya merupakan kesatuan yang tidak
terpisahkan, sebab keterkaitan kedua elemen itulah yang membentuk
budaya. Walaupun elemen behavioral lebih rentan terhadap perubahan
dibanding elemen pertama, elemen kedua (behavioral) bersinggungan
langsung dengan lingkungan eksternal organisasi sehingga ketika
budaya sebuah organisasi terpaksa harus berubah, misalnya desakan
lingkungan, maka biasanya yang pertama kali berubah adalah elemen
behavioral.
2.1.3.2 Fungsi Budaya Organisasi
Menurut Stephen P. Robbins dalam bukunya Organizational
Behavior (p334, 516), budaya organisasi mempunyai beberapa fungsi
yaitu:
1. Berperan menetapkan batasan, karena menciptakan perbedaan
antara satu organisasi dengan yang lainnya.
16
2. Adanya rasa identitas bagi anggota organisasi.
3. Menciptakan komitmen yang lebih luas daripada kepentingan
individu.
4. Meningkatkan stabilitas sistem sosial karena merupakan perekat
sosial yang membantu mempersatukan organisasi.
5. Berfungsi sebagai mekanisme kontrol yang memandu dan
membentuk sikap dan perilaku karyawan, dan membantu mereka
memahami organisasi.
2.1.3.3 Budaya Organisasi yang Kuat dan Lemah
Budaya yang kuat memiliki dampak yang lebih besar terhadap
perilaku karyawan dan lebih terkait langsung dengan menurunnya
perputaran karyawan. Dalam budaya yang kuat (strong culture), nilai-
nilai inti organisasi dipegang teguh dan dijunjung bersama. Semakin
banyak anggota yang menerima nilai-nilai inti dan semakin besar
komitmen mereka terhadap berbagai nilai itu, semakin kuat budaya
tersebut.
Menurut Robbins dan Timothy (2013, p514) budaya organisasi
kuat adalah budaya di mana nilai-nilai inti organisasi dipegang secara
intensif dan dianut bersama secara meluas anggota organisasi. Semakin
banyak anggota yang menerima nilai-nilai inti semakin besar juga
komitmen mereka, selain itu semakin kuat budayanya semakin besar
juga pengaruhnya terhadap perilaku anggota, karena hal ini disebabkan
oleh tingginya tingkat kebersamaan. Seperti yang dijelaskan oleh
Robbins dan Mary (2013, p53), ciri-ciri budaya organisasi yang kuat
dan lemah sebagai berikut.
17
Tabel 2.1 Perbedaan Budaya Kuat dan Budaya Lemah
Budaya Kuat Budaya Lemah
Nilai-nilai diterima secara luas
Nilai-nilai hanya dianut oleh
segolongan orang saja di dalam
organisasi, biasanya kalangan
manajemen puncak
Budaya memberikan pesan
yang kosisten mengenai apa
yang penting
Budaya memberikan pesan yang
bertentangan mengenai apa
yang penting
Para karyawan dapat
menceritakan sejarah dan
pahlawan perusahaan
Para karyawan memiliki
pengetahuan yang sedikit
mengenai sejarah dan pahlawan
perusahaan
Karyawan sangat
mengidentikkan dirinya dengan
budaya
Para karyawan memiliki
kepedulian yang kecil terhadap
identitas budaya organisasi
mereka
Hubungan yang kuat antara
nilai-nilai bersama dan perilaku
antaranggota organisasi
Hubungan yang lemah antara
nilai-nilai bersama dan perilaku
antaranggota organisasi
Sumber: Dessler, Human Resource Management 13th Edition, 2013
2.1.3.4 Karakteristik Budaya Organisasi
Menurut Robbins (dalam Tika, 2006, p10) terdapat beberapa
karakteristik yang apabila dicampur dan dicocokkan maka akan menjadi
budaya internal yaitu:
1. Inisiatif individu yaitu sejauh mana organisasi memberikan
kebebasan kepada setiap karyawan dalam mengemukakan pendapat
18
atau ide-ide di dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya. Inisiatif
individu tersebut perlu dihargai oleh kelompok atau pimpinan suatu
organisasi sepanjang menyangkut ide untuk memajukan dan
mengembangkan organisasi.
2. Toleransi terhadap tindakan berisiko yaitu sejauh mana karyawan
dianjurkan untuk dapat bertindak agresif, inovatif dan mengambil
risiko dalam mengambil kesempatan yang dapat memajukan dan
mengembangkan organisasi. Tindakan yang berisiko yang
dimaksudkan adalah segala akibat yang timbul dari pelaksanaan
tugas dan fungsi yang dilakukan oleh karyawan.
3. Pengarahan yaitu sejauh mana pimpinan suatu organisasi dapat
menciptakan dengan jelas sasaran dan harapan yang diinginkan,
sehingga para karyawan dapat memahaminya dan segala kegiatan
yang dilakukan para karyawan mengarah pada pencapaian tujuan
organisasi. Sasaran dan harapan tersebut jelas tercantum dalam visi
dan misi.
4. Integrasi yaitu sejauh mana suatu organisasi dapat mendorong unit-
unit organisasi untuk bekerja dengan cara yang terkoordinasi.
Menurut Handoko (2003:195) koordinasi merupakan proses
pengintegrasian tujuan-tujuan dan kegiatan-kegiatan pada unit-unit
yang terpisah (departemen atau bidang-bidang fungsional) suatu
organisasi untuk mencapai tujuan.
5. Dukungan manajemen yaitu sejauh mana para pimpinan organisasi
dapat memberikan komunikasi atau arahan, bantuan serta dukungan
yang jelas terhadap karyawan. Dukungan tersebut dapat berupa
adanya upaya pengembangan kemampuan para karyawan seperti
mengadakan pelatihan.
6. Kontrol yaitu adanya pengawasan dari para pimpinan terhadap para
karyawan dengan menggunakan peraturan-peraturan yang telah
ditetapkan demi kelancaran organisasi. Pengawasan menurut
Handoko (2003:360) dapat didefinisikan sebagai proses untuk
menjamin bahwa tujuan-tujuan organisasi tercapai.
7. Sistem imbalan yaitu sejauh mana alokasi imbalan (seperti kenaikan
gaji, promosi, dan sebagainya) didasarkan atas prestasi kerja
19
karyawan, bukan sebaliknya didasarkan atas senioritas, sikap pilih
kasih, dan sebagainya.
8. Pola komunikasi yaitu sejauh mana komunikasi dalam organisasi
yang dibatasi oleh hierarki kewenangan yang formal dapat berjalan
baik. Menurut Handoko (2003:272) komunikasi itu sendiri
merupakan proses pemindahan pengertian atau informasi dari
seseorang ke orang lain. Komunikasi yang baik adalah komunikasi
yang dapat memenuhi kebutuhan sasarannya, sehingga akhirnya
dapat memberikan hasil yang lebih efektif.
2.1.4 Kinerja Karyawan
Pada umumnya, kinerja diberi batasan sebagai kesuksesan seseorang di
dalam melaksanakan suatu pekerjaan. Kinerja dalam organisasi merupakan
jawaban dari berhasil atau tidaknya tujuan organisasi yang telah ditetapkan.
Para atasan atau manajer sering tidak memperhatikan hal ini kecuali sudah
amat buruk. Manajer tidak mengetahui betapa buruknya kinerja telah merosot
sehingga perusahaan atau instansi menghadapi krisis yang serius. Kesan buruk
organisasi yang mendalam berakibat dan mengabaikan tanda-tanda peringatan
adanya kinerja yang merosot.
Kinerja menurut Robbin dan Mary dalam buku Management (2012,
p492) merupakan hasil akhir dari sebuah aktivitas. Menurut Richard L. Daft
dalam bukunya Management (2010, p8) mengatakan kinerja merupakan
kemampuan organisasi untuk mencapai tujuannya dengan menggunakan
sumber daya secara efisien dan efektif.
Kinerja menurut Mathis (2006, p113) merupakan faktor yang
mempengaruhi keberhasilan suatu organisasi. Karyawan di samping dapat
menjadi keunggulan bersaing dan aset perusahan, mereka juga dapat menjadi
beban dan penghambat.
Lebih tegas lagi Lawler dan Porter yang dikutip oleh Edy Sutrisno
(2010) menyatakan bahwa kinerja karyawan adalah kesuksesan seseorang
dalam melaksanakan tugas. Prawirosentono yang dikutip oleh Edy Sutrisno
20
(2010) mengemukakan kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh
seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan
wewenang dan tanggung jawab masing-masing, dalam rangka mencapai tujuan
organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hUkum, dan sesuai
denngan moral maupun etika.
Menurut Hasibuan dalam bukunya Manajemen Sumber Daya Manusia
(2006, p94) kinerja karyawan merupakan hasil kerja yang dicapai seseorang
dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya didasarkan atas
kecakapan, pengalaman, kesungguhan serta waktu.
Dengan demikian, berdasarkan pengertian di atas dapat dikatakan
bahwa kinerja merupakan hasil akhir dari suatu aktivitas, dan seberapa baiknya
(kualitas) pekerjaan itu terselesaikan, baik keberhasilan atau kegagalan kerja
seseorang, yang dicapai dalam melaksanakan tugas yang diembannya, guna
mencapai tujuan organisasi.
2.1.4.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Karyawan
Menurut Robert L. Mathis dan John H. Jackson (2006, 114),
ada tiga faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan individual yaitu
sebagai berikut:
1. Kemampuan individual untuk melakukan pekerjaan.
2. Tingkat usaha yang dicurahkan.
3. Dukungan organisasi.
Hasibuan (2006: 94) mengungkapkan bahwa “Kinerja
merupakan gabungan tiga faktor penting, yaitu kemampuan dan minat
seorang pekerja, kemampuan dan penerimaan atas penjelasan delegasi
tugas dan peran serta tingkat motivasi pekerja”. Apabila kinerja tiap
individu atau karyawan baik, maka diharapkan kinerja perusahaan akan
baik pula.
Menurut Anwar P. Mangkunegara (2006, 67), terdapat dua
faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan yaitu:
1. Faktor Individu
21
Secara psikologis, individu yang normal adalah individu yang
memiliki integritas yang tinggi antara fungsi psikis (rohani) dan
fisiknya (jasmaniah). Dengan adanya integritas yang tinggi antara
fungsi psikis dan fisik maka individu tersebut memiliki konsentrasi
diri yang baik. Konsentrasi yang baik ini merupakan modal utama
individu manusia untuk mampu mengelola dan mendayagunakan
potensi dirinya secara optimal dalam melaksanakan kegiatan atau
aktivitas kerja sehari-hari dalam mencapai tujuan organisasi.
2. Faktor Lingkungan Organisasi
Faktor lingkungan kerja organisasi sangat menunjang bagi individu
dalam mencapai kinerja. Faktor lingkungan organisasi yang
dimaksud antara lain uraian jabatan yang jelas, otoritas yang
memadai, target kerja yang menantang, pola komunikasi yang
efektif, hubungan kerja yang harmonis, iklim kerja yang respek dan
dinamis, peluang berkarir dan fasilitas kerja yang relatif memadai.
2.1.4.2 Tujuan dan Manfaat Penilaian Kinerja
Adapun tujuan dan manfaat dari penilaian prestasi kerja
(Mangkuprawira, 2004, p166) adalah sebagai berikut:
1. Perbaikan kinerja.
Umpan balik pelaksanaan kerja bermanfaat bagi karyawan, manajer
dan departemen personalia dalam bentuk kegiatan yang tepat untuk
memperbaiki kinerja.
2. Penyesuaian kompensasi.
Penilaian prestasi kerja membantu para pengambil keputusan dalam
menentukan kenaikan upah, pemberian bonus dan bentuk
kompensasi lainnya.
3. Keputusan penempatan.
Promosi, transfer, dan penurunan jabatan biasanya didasarkan pada
prestasi kerja masa lalu atau antisipasinya. Promosi sering
merupakan bentuk penghargaan terhadap prestasi kerja masa lalu.
4. Kebutuhan pelatihan dan pengembangan.
22
Prestasi yang buruk mungkin menunjukkan kebutuhan latihan.
Demikian juga setiap karyawan hendaknya selalu mampu
mengembangkan diri.
5. Perencanaan dan pengembangan karir.
Umpan balik kinerja membantu proses pengambilan keputusan
tentang karir spesifik karyawan.
6. Penyimpangan-penyimpangan proses staffing.
Prestasi kerja yang baik atau buruk mencerminkan kekuatan atau
kelemahan prosedur staffing departemen personalia.
7. Ketidak-akuratan informasional.
Suatu prestasi kerja yang buruk dapat mengindikasikan kesalahan
dalam informasi analisis pekerjaan, rencana SDM, atau hal lain
dalam sistem manajemen personal.
8. Kesalahan rancangan pekerjaan.
Prestasi kerja yang buruk merupakan suatu gejala dari rancangan
pekerjaan yang keliru.
9. Kesempatan kerja yang sama.
Penilaian prestasi kerja secara akurat akan menjamin keputusan-
keputusan penempatan internal diambil tanpa adanya perbedaan.
10. Tantangan-tantangan eksternal.
Terkadang penilaian prestasi kerja dipengaruhi oleh faktor-faktor di
luar lingkungan kerja, seperti keluarga, kesehatan, kondisi keuangan
atau masalah-masalah yang berhubungan dengan pribadi lainnya.
Dengan penilaian prestasi departemen personalia dapat menawarkan
bantuan.
11. Umpan balik pada SDM.
Kinerja yang baik dan buruk di seluruh organisasi mengindikasikan
bagaimana baiknya fungsi departemen SDM yang diterapkan.
2.1.4.3 Indikator Penilaian Kinerja Karyawan
Penilaian kinerja (performance appraisal) pada dasarnya
merupakan faktor kunci guna mengembangkan suatu organisasi secara
efektif dan efisien, karena adanya kebijakan atau program yang lebih
23
baik atas sumber daya manusia yang ada dalam organisasi. Penilaian
kinerja individu sangat bermanfaat bagi dinamika pertumbuhan
organisasi secara keseluruhan, melalui penilaian tersebut maka dapat
diketahui kondisi sebenarnya tentang bagaimana kinerja karyawan.
Menurut Hasibuan (2006, p95), kinerja karyawan dapat
dikatakan baik atau dapat dinilai dari beberapa hal, yaitu:
1. Kesetiaan
Kinerja dapat diukur dari kesetiaan karyawan terhadap tugas dan
tanggung jawabnya dalam organisasi. Menurut Syuhadhak
(2004:76) kesetiaan adalah tekad dan kesanggupan, menaati,
melaksanakan dan mengamalkan sesuatu yang ditaati dengan penuh
kesadaran dan tanggung jawab.
2. Prestasi Kerja
Hasil prestasi kerja karyawan, baik kualitas maupun kuantitas dapat
menjadi tolak ukur kinerja. Pada umumnya prestasi kerja seorang
karyawan dipengaruhi oleh kecakapan, keterampilan, pengalaman,
dan kesanggupan karyawan dalam melaksanakan tugas dan
fungsinya.
3. Kedisiplinan
Sejauh mana karyawan dapat mematuhi peraturan-peraturan yang
ada dan melaksanakan instruksi yang diberikan kepadanya.
4. Kreativitas
Merupakan kemampuan karyawan dalam mengembangkan
kreativitas dan mengeluarkan potensi yang dimiliki dalam
menyelesaikan pekerjaannya sehingga bekerja lebih berdaya guna
dan berhasil guna.
5. Kerjasama
Dalam hal ini kerjasama diukur dari kemampuan karyawan untuk
bekerja sama dengan karyawan lain dalam menyelesaikan suatu
tugas yang ditentukan, sehingga hasil pekerjaannya akan semakin
baik.
24
6. Kecakapan
Dapat diukur dari tingkat pendidikan karyawan yang disesuaikan
dengan pekerjaan yang menjadi tugasnya.
7. Tanggung Jawab
Yaitu kesanggupan seorang karyawan menyelesaikan pekerjaan
yang diserahkan kepadanya dengan sebaik-baiknya dan tepat pada
waktunya serta berani memikul risiko pekerjaan yang dilakukan.
2.1.5 Produktivitas Kerja
Masalah produktivitas adalah masalah yang sangat penting untuk saat
ini. Masyarakat semakin sadar bahwa produktivitas dapat meningkatkan
kesejahteraan manusia. Pentingnya produktivitas kerja mencakup banyak hal
seperti produktivitas tenaga kerja, produktivitas organisasi, produktivitas
pemasaran dan sebagainya. Secara umum, pengertian produktivitas
menyangkut hubungan antara keluaran dengan masukan yang digunakan.
Istilah produktivitas sering kacau dengan istilah produksi. Banyak yang
berpendapat bahwa semakin besar produksinya, semakin besar
produktivitasnya. Para pakar pada umumnya sependapat bahwa produktivitas
ialah output per unit, atau output dibagi input, atau rasio antara output dengan
input.
Menurut Muchdarsyah Sinungan (2005, p40) mengemukakan bahwa
Produktivitas adalah suatu konsep yang bersifat universal yang bertujuan untuk
menyediakan lebih banyak barang dan jasa yang akan digunakan oleh banyak
manusia, dengan menggunakan sumber-sumber riil yang semakin sedikit.
Mathis dan Jackson (2011, p9) mendefinisikan produktivitas sebagai
pengukuran antara kuantitas dan kualitas kerja yang dilakukan dengan
mempertimbangkan biaya sumber daya yang digunakan. Hal yang serupa juga
dikatakan oleh Sedarmayanti (2009, p57) yang menyatakan produktivitas kerja
tidak semata-mata ditujukan untuk mendapatkan hasil kerja yang banyak,
melainkan kualitas untuk kerja yang sangat penting diperhatikan dengan
memperhatikan biaya. Menurut Sutrisno (2009, p105) produktivitas kerja
25
memiliki pengertian output per unit, atau output dibagi input, atau rasio antara
output dengan input.
Beberapa pengertian lain mengenai produktivitas menurut beberapa
ahli:
1. Tohardi yang dikutip oleh Sutrisno (2009, p107) mengungkapkan bahwa
produktivitas kerja merupakan sikap mental yang selalu mencari perbaikan
terhadap apa yang telah ada, suatu keyakinan bahwa seseorang dapat
melakukan pekerjaan lebih baik hari ini daripada hari kemarin, dan hari
esok lebih baik dari hari ini.
2. Pendapat Tohardi didukung juga oleh Ravianto yang dikutip oleh Sutrisno
(2009, 107) yang menyatakan produktivitas pada dasarnya mencakup sikap
mental yang selalu mempunyai pandangan bahwa kehidupan hari ini harus
lebih baik dari hari ini. Sikap ini mendorong agar seseorang tidak cepat
merasa puas, akan tetapi harus mengembangkan diri dan meningkatkan
kemampuan kerja dengan cara selalu mencari perbaikan-perbaikan dan
peningkatan.
Dengan demikian, berdasarkan pengertian di atas dapat dikatakan
bahwa produktivitas kerja merupakan seberapa lama pekerjaan dilakukan, dan
seberapa besar juga biaya, material, dan waktu yang digunakan untuk
menyelesaikan suatu pekerjaan tersebut.
2.1.5.1 Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas
Setiap perusahaan selalu berkeinginan agar tenaga kerja yang
dimiliki mampu meningkatkan produktivitas yang tinggi. Produktivitas
tenaga kerja dipengaruhi oleh beberapa faktor baik yang berhubungan
dengan tenaga kerja itu sendiri maupun faktor lain, seperti tingkat
pendidikan, keterampilan, disiplin, sikap dan etiket kerja, motivasi, gizi
dan kesehatan, tingkat penghasilan, jaminan sosial, lingkungan kerja,
iklim kerja, teknologi, sara produksi, manajemen, dan prestasi seperti
yang dikatakan Ravianto yang dikutip oleh Sutrisno (2009, p107).
26
Menurut Timpe, Dale A (dalam Sri Budi Cantika Yuli, 2005,
p205) mengemukakan bahwa ada beberapa faktor yang sekaligus
sebagai faktor kunci untuk mencapai produktivitas dan kreativitas yang
tinggi, yaitu:
1. Keahlian dan manajemen yang bertanggung jawab
Manajemen adalah faktor utama dalam setiap produktivitas
perusahaan dan merupakan faktor yang harus diperhatikan oleh
semua perusahaan dalam mencapai puncak produktivitas. Untuk
mencapai produktivitas tinggi, setiap anggota manajemen harus
diberi motivasi tinggi, positif, dan secara penuh ikut melaksanakan
pekerjaan (bertanggung jawab) sesuai keahlian yang dimiliki.
2. Kepemimpinan yang luar biasa
Dari semua faktor, kepemimpinan manajerial memiliki pengaruh
terbesar dalam produktivitas. Pemimpin sejati menghasilkan orang
orang dan organisasi-organisasi terbaik karena pemimpin
mengeluarkan reaksi-reaksi emosional positif yang kuat, dan orang
cenderung memenuhi kebutuhan mereka dan tumbuh di bawah
kepemimpinan yang efektif. Oleh karena itu, penting sekali
manajemen bertindak sebagai katalis dalam meningkatkan potensi
kepemimpinan yang sudah ada dalam organisasi.
3. Kesederhanaan organisasi dan operasional
Susunan organisasi harus diusahakan agar sederhana, luwes, dan
dapat disesuaikan dengan perubahan, selalu berusaha mengadakan
jumlah tingkat minimum yang konsisten dengan operasi yang
efektif. Semua kendala operasional harus dikurangi hanya pada
yang benar-benar diperlukan. Peraturan, prosedur, dan birokrasi
disusun seminimal mungkin, sehingga memberikan kebebasan
bekerja secara maksimal pada karyawan.
4. Kepegawaian yang efektif
Menambah lebih banyak karyawan belum tentu berarti
meningkatkan produktivitas. Dan sebelum memperkerjakan orang
baru, seharusnya dipastikan dahulu bahwa karyawan yang ada
sekarang sudah berkinerja menurut kemampuan.
27
5. Tugas yang menantang
Tugas merupakan kunci untuk proses yang kreatif dan produktif.
Setiap individu mempunyai suatu suasana khusus kegiatan kreatif
dan produktif yang tinggi. Yang perlu dipahami di sini adalah
jangan pernah memberikan suatu tugas kepada orang yang
mempunyai keterampilan yang disyaratkan, namun berilah tugas itu
kepada orang yang menginginkannya dan senang melakukannya,
dan serta jangan memberikan tugas, yang dalam keadaan lain, Anda
sendiri tidak mau menerima.
6. Perencanaan dan pengendalian tujuan
Perencanaan yang tidak efektif menyebabkan kebocoran besar
dalam produktivitas, misalnya orang yang tidak tahu apa yang
diharapkan dari mereka, tugas yang tidak satu fase (bertalian)
dengan tugas lain, pelaksanaan di atas atau di bawah kinerja, dan
operasi yang sebentar-sebentar berhenti dan mulai lagi. Sebaliknya,
perencanaan yang efektif dapat meningkatkan produktivitas
operasional, yaitu membantu memastikan penggunaan sumber daya
dengan sebaik-baiknya, memadukan semua aspek program ke dalam
sesuatu yang efisien.
7. Pelatihan manajerial khusus
Karena manajemen jelas menjadi faktor utama bagi produktivitas
organisasi mana pun, menjadi sangat penting bahwa organisasi
berusaha mengembangkan suatu komitmen terhadap produktivitas
dalam seluruh tim manajemennya, dan memberikan kepada anggota
tim tersebut sarana yang berguna untuk menerapkan usaha
peningkatan produktivitas yang efektif dalam seluruh organisasi.
Dengan demikian, jika karyawan diperlakukan secara baik oleh
atasan atau adanya hubungan antarkaryawan yang baik, maka karyawan
tersebut akan berpartisipasi dengan baik pula, sehingga akan
berpengaruh pada tingkat produktivitas.
28
2.1.5.2 Indikator Produktivitas
Menurut Edy Sutrisno (2009, p108) produktivitas merupakan
hal yang sangat penting bagi para karyawan yang ada di perusahaan.
Dengan adanya produktivitas kerja diharapkan pekerjaan akan
terlaksana secara efisien dan efektif, sehingga ini semua akhirnya sangat
diperlukan dalam pencapaian tujuan yang sudah ditetapkan. Untuk
mengukur produktivitas kerja, diperlukan suatu indikator, yaitu sebagai
berikut:
1. Kemampuan
Mempunyai kemampuan untuk melaksanakan tugas. Kemampuan
seorang karyawan sangat bergantung pada keterampilan yang
dimiliki serta profesionalisme mereka dalam bekerja. Ini
memberikan daya untuk menyelesaikan tugas-tugas yang
diembannya kepada mereka.
2. Meningkatkan hasil yang dicapai
Berusaha untuk meningkatkan hasil yang dicapai. Hasil merupakan
salah satu yang dapat dirasakan baik oleh yang mengerjakan
maupun yang menikmati hasil pekerjaan tersebut. Jadi, upaya untuk
memanfaatkan produktivitas kerja bagi masing-masing yang terlibat
dalam suatu pekerjaan.
3. Semangat kerja
Ini merupakan usaha untuk lebih baik dari hari kemarin. Indikator
ini dapat dilihat dari etos kerja dan hasil yang dicapai dalam satu
hari kemudian dibandingkan dengan hari sebelumnya.
4. Pengembangan diri
Senantiasa mengembangkan diri untuk meningkatkan kemampuan
kerja. Pengembangan diri dapat dilakukan dengan melihat tantangan
dan harapan dengan apa yang akan dihadapi. Semakin kuat
tantangannya, pengembangan diri mutlak dilakukan. Begitu juga
harapan untuk menjadi lebih baik pada gilirannya akan sangat
berdampak pada keinginan karyawan untuk meningkatkan
kemampuan.
5. Mutu
29
Selalu berusaha untuk meningkatkan mutu lebih baik dari yang telah
lalu. Mutu merupakan hasil pekerjaan yang dapat menunjukkan
kualitas kerja seorang pegawai. Jadi meningkatkan mutu bertujuan
untuk memberikan hasil yang terbaik yang pada gilirannya akan
sangat berguna bagi perusahaan dan dirinya sendiri.
6. Efisiensi
Perbandingan antara hasil yang dicapai dengan keseluruhan sumber
daya yang digunakan. Masukan dan keluaran merupakan aspek
produktivitas yang memberikan pengaruh yang cukup signifikan
bagi karyawan.
2.1.5.3 Usaha-Usaha Peningkatan Produktivitas Kerja Karyawan
Guna mencapai efisiensi, produktivitas karyawan sangat
diperlukan, peningkatan produktivitas dapat dilakukan melalui beberapa
cara antara lain:
1. Peningkatan pendidikan
Pendidikan dan latihan menambah pengetahuan dan keterampilan
kerja. Latihan dapat dilakukan di dalam maupun di luar pekerjaan.
Latihan yang dilakukan umumnya bersifat formal.
2. Perbaikan penghasilan dan pengupahan
Perbaikan pengupahan pada akhirnya akan dapat menjamin
perbaikan gizi dan kesehatan. Rendahnya tingkat pendapatan
menyebabkan karyawan tidak dapat memenuhi kebutuhan pokok
seperti makanan, pakaian, perumahan dan kesehatan yang memadai,
yang lebih lanjut menyebabkan produktivitas rendah.
3. Pemilihan teknologi sarana pelengkap untuk berproduksi
Seseorang yang menggunakan peralatan yang lengkap dan
sempurna lebih tinggi produktivitasnya jika dibandingkan dengan
orang yang menggunakan peralatan yang lebih sederhana.
4. Peningkatan kemampuan pimpinan
30
Kemampuan dan tingkat produktivitas kerja yang tinggi dari
karyawan tidak terwujud begitu saja jika tidak didukung oleh
pemimpin yang kreatif dan partisipatif.
Sedangkan M. Sinungan (2003, p24-40) mengatakan bahwa
ada beberapa indikator yang dapat dijadikan dasar umtuk mengetahui
tingkat produktivitas karyawan, antara lain:
1. Tingkat absensi
Produktivitas suatu perusahaan dapat dilihat dari tingkat absensi
yang ada. Di mana semakin seringnya karyawan tidak masuk akan
mengakibatkan produksi menurun dan pengaruhnya akan
menurunkan kesejahteraan pegawai. Dalam arti kata “semakin besar
persentasi dari tingkat absensi, maka produktivitas kerja semakin
menurun, semakin kecil persentasi dari tingkat absensi, maka
produktivitas kerja semakin baik”.
2. Tingkat produksi
Produksi merupakan salah satu indikasi bagi naik dan turunnya
produktivitas kerja. Produktivitas kerja yang meningkat dan
ditunjukkan oleh timbulnya motivasi kerja dan semangat kerja.
Produktivitas yang naik tidak hanya ditunjukkan oleh produksi naik,
melainkan dari segi mutu atau kualitasnya pun menggambarkan
adanya produktivitas naik. Untuk melihat besarnya produktivitas
kerja, maka dapat digunakan rumusan:
3. Tingkat perputaran tenaga kerja
Perputaran tenaga kerja merupakan perbandingan antara pegawai
yang masuk dan keluar dari perusahaan dengan jumlah rata-rata
karyawan selama periode tertentu.
31
4. Pemogokan
Pemogokan merupakan salah satu indikator dari produktivitas kerja.
Pemogokan merupakan suatu ungkapan ketidakpuasan bawahan
terhadap pimpinan di mana pemogokan dapat menghambat
produktivitas kerja dari perusahaan.
5. Tingkat tuntutan
Semakin banyak tuntutan menunjukkan bahwa adanya
ketidakselarasan antara keinginan atau harapan perusahaan terhadap
karyawannya. Hal ini akan mengakibatkan penurunan terhadap
motivasi dan semangat kerja karyawan yang mengakibatkan
penurunan terhadap produktivitas kerja. Artinya besar atau kecilnya
tuntutan akan dapat mempengaruhi kerja.
2.2 Penelitian Terdahulu
Berikut ini penelitian sebelumnya yang pernah dilaksanakan terkait penelitian
yang dilakukan penulis.
Tabel 2.2 Penelitian Terdahulu
No. Judul Pengarang Variabel
Penelitian Hasil Penelitian
1. The Impact of an
Organization’s
Culture towards
Employees’
Performance: A
Study on the
Frontline Hotel
Ramesh Kumar Moona
Haji Mohamed, School
of Distance Education,
Universiti Sains
Malaysia, Penang,
Malaysia
Dr Che Supian
Variabel X
(Organizational
Culture),
Variabel Y1
(Employee
Performance)
Adanya pengaruh
antara uncertainty
avoidance,
masculinity-
feminists, power
distance and
individualism-
32
Employees Mohamad Nor, School
of Distance Education,
Universiti Sains
Malaysia, Penang,
Malaysia
Nurfadhilah Abu Hasan,
Venkadesan
Olaganthan, Yoshudha
Gunasekaran. Faculty of
Business & Finance,
UTAR
International Journal of
Academic Research in
Business and Social
Sciences
August 2013, Vol. 3,
No. 8
ISSN: 2222-6990
collectivism
terhadap kinerja
pegawai. Pegawai
memerlukan
pemimpin yang
dapat memandu
mereka, dapat
bekerja dalam
kelompok, dan
dapat bekerja di
organisasi yang
stabil dan dapat
menikmati kualitas
kehidupan.
2. A Study Of
Nuffnang’s
Organizational
Culture And
Its Impact On
Employees’
Productivity
Mei-Wei Wong and
Zuraida Ahmad
Proquest Journal
SEGi Review ISSN
1985-5672
Vol. 5, No. 1, July 2012,
55-71
Variabel X
(Organizational
Culture).
Variabel
Variabel Y2
(Productivity)
This study
discovered a
positive
relationship
between
organizational
culture and
employees’
productivity. It is
critical when
employees’
33
productivity can be
greatly influenced
by organizational
culture. The
connection between
corporate culture
and its effectiveness
that greatly
increases
employees’ work
productivity can be
developed as a
competitive
advantage that
plays a critical role
for organizational
success and
produces quality
employees.
3. Impact of
Organizational
Culture on
Organizational
Performance
Fakhar Shahzad, Rana
Adeel Luqman, Ayesha
Rashid Khan, Lalarukh
Shabbir.
INTERDISCIPLINARY
JOURNAL OF
CONTEMPORARY
RESEARCH IN
BUSINESS, January
2012
Variabel X
(Organizational
Culture),
Variabel Y
(Organizational
Performance)
On the basis of this
study we can
conclude that
organizational
culture has a
positive
impact on the
employee’s job
performance.
Researches shows
that every
individual in the
organization has
34
different culture
and he/she first try
to adjust him with
the norms and
values
of the organization.
The adoption of
culture of the
organization is
helpful for the
employees
to done their work
efficiently and
effetely. According
to the study of
Gallagher 2008,
performance of the
employees caused
for the increase in
net profit of the
organization
4. Productivity, New
Paradigm for
Management,
Accountant and
Business
Environment
International Journal of
Business and
Management
Vol. 6, No. 6 : Daghani
Reza, Nasr
Mohammadali,
Ahmad Mostafa .(2011)
Variabel X
(Productivity)
Peneliti
produktivitas Asia,
Uni Eropa dan
Amerika
percaya bahwa
pengukuran
produktivitas
adalah
35
tujuan dalam
mengevaluasi
kegiatan
perusahaan untuk
jangka panjang.
produktifitas
dapat mengevaluasi
kinerja
perusahaan dengan
membandingkannya
dengan periode
berturut-turut
dan juga dengan
perusahaan sejenis
lainnya.
5 Impact of
Organizational
Culture on
Employee
Performance and
Productivity: A
Case Study of
Telecommunication
Sector in
Bangladesh
Mohammad Jasim
Uddin, Rumana Huq
Luva & Saad Md.
Maroof Hossian.
International Journal of
Business and
Management; Vol. 8,
No. 2; 2013
Variabel X
(Organizational
Culture),
Variabel Y1
(Employee
Performance),
Variabel Y2
(Productivity)
Organizational
culture have
significant positive
influence over the
performance of
organization.
36
2.3 Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran adalah suatu tinjauan mengenai apa yang diteliti yang
dituangkan dalam sebuah bagan yang menjadi alur pemikiran penelitian. Berikut ini
gambar kerangka pemikiran penelitian yang dilakukan penulis.
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
Sumber: Penulis
2.4 Hipotesis
Menurut Sekaran (2006, p135), hipotesis dapat didefinisikan sebagai hubungan
yang diperkirakan secara logis di antara dua atau lebih variabel yang diungkapkan
dalam bentuk pertanyaan yang dapat diuji. Hubungan tersebut dapat diperkirakan
berdasarkan jaringan asosiasi yang dapat ditetapkan dalam kerangka teoritis yang
dirumuskan untuk studi penelitian.
1. Untuk T-1
Budaya Organisasi (X)
• Inisiatif
• Pengarahan
• Kontrol
• Pola Komunikasi
Kinerja Karyawan (Y1)
• Kesetiaan
• Prestasi
• Kedisiplinan
• Kerjasama
• Kecakapan
• Tanggung Jawab
Produktivitas Karyawan (Y2)
• Kemampuan
• Meningkatkan hasil
yang dicapai
• Semangat Kerja
• Pengembangan diri
• Mutu
• Efisiensi
Budaya Organisasi (X)
• Inisiatif
• Pengarahan
• Kontrol
• Pola Komunikasi
37
Ho = Tidak ada pengaruh Budaya Organisasi (X) terhadap Kinerja Karyawan
(Y1)
Ha = Ada pengaruh Budaya Organisasi (X) terhadap Kinerja Karyawan (Y1)
2. Untuk T-2
Ho = Tidak ada pengaruh Budaya Organisasi (X) terhadap Produktivitas
Karyawan (Y2)
Ha = Ada pengaruh Budaya Organisasi (X) terhadap Produktivitas Karyawan
(Y2)